Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


lmu pengetahuan dalam bidang rekayasa genetika mengalami perkembangan
yang luar biasa. Perkembangannya diharapkan mampu memberikan solusi atas
berbagai permasalahan baik dari segi sandang, pangan, dan papan yang secara
konvensional tidak mampu memberikan konstribusi yang maksimal. Adanya produk
hasil rekayasa tanaman memiliki tujuan untuk mengatasi kelaparan, defisiensi nutrisi,
peningkatan produktivitas tanaman, ketahanan terhadap cekaman lingkungan yang
ekstrem, dan lain-lain (Amin et al., 2011).
Perkembangan dari rekayasa genetika tersebut diikuti dengan berbagai macam
isu permasalahan seperti sosial, ekonomi, lingkungan, kesehatan, politik, agama, etika
dan legalitas suatu produk rekayasa genetika. Permasalahan-permasalahan tersebut
terangkum dalam sebuah kajian yang dinamakan bioetika (Pottage, 2007;
Evans&Michael, 2008). Permasalahan bioetika rekayasa genetika selalu dikaitkan
oleh berbagai macam kekhawatiran tentang produk hasil rekayasa genetika.
Kekhawatiran tersebut mendorong munculnya berbagai macam kontroversial di
kalangan masyarakat. Dari hal inilah muncul berbagai macam pro dan kontra
mengenai produk rekayasa genetika. Adanya berbagai polemik tersebut mendasari
terbentuknya berbagai macam peraturan atau protokol yang mengatur berbagai macam
aktivitas di bidang rekayasa genetika (Dano, 2007).
Rekayasa genetika memegang peranan penting dalam merubah susunan
genetika makhluk hidup sesuai dengan keperluan manusia di masa ini. Rekayasa
Genetika (transgenik) atau juga yang lebih dikenal dengan Genetically Modified
Organism (GMO) dapat diartikan sebagai manipulasi gen untuk mendapatkan galur
baru dengan cara menyisipkan bagian gen ke tubuh organisme tertentu. Rekayasa
genetika juga merupakan Pencangkokan Gen atau ADN Rekombinan. Rekayasa
Genetik, dinyatakan sebagai kemajuan yang paling mengagumkan semenjak manusia
berhasil memisahkan atom (Imawan, dkk: 2012).
Penerapan rekayasa genetika juga telah memasuki perangkat terpenting bagi
makhluk hidup yakni gen sehingga tumbuhan atau hewan yang dihasilkan dari
rekayasa genetika ini diharapkan memiliki sifat-sifat yang unggul, yang berbeda dari
tanaman atau hewan aslinya. Disusul dengan perkembangan bioteknologi sehingga
pemuliaan tanaman merupakan salah satu sektor paling menjanjikan dalam industri
pertanian. Namun, seperti teknologi baru lainnya, keberadaan tanaman hasil rekayasa
genetika mulai menuai kontroversi di masyarakat dunia. Ada pihak yang mendukung
dihasilkannya tanaman hasil rekayasa genetik (sering disebut sebagai tanaman
transgenik), tetapi ada beberapa pihak yang dengan jelas penggunaan tanaman
transgenik ini pada manusia.

1.2. Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang rekayasa genetika dan
dampak-dampaknya bagi manusia dan lingkungan serta kaitannya dengan bioetika.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Rekayasa Genetika


Rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen
lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen sehingga mampu
menghasilkan produk. Rekayasa genetika juga diartikan sebagai usaha manusia
dalam ilmu biologi dengan cara memanipulasi (rekayasa) sel, atau gen yang terdapat
pada suatu organisme tertentu dengan tujuan menghasilkan organisme jenis baru yang
identik secara genetika (Zamroni, 2012)
Teknologi Rekayasa Genetika merupakan inti dari bioteknologi didefinisikan
sebagai teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung
DNA ke dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga taksonomi yang dapat
menembus rintangan reproduksi dan rekombinasi alami, dan bukan teknik yang
digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional.
Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan
perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam
struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima
dapat berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari sel pankreas manusia yang
kemudian diklon dan dimasukkan ke dalam sel E. Coli yang bertujuan untuk
mendapatkan insulin.

2.2. Sejarah Genetika


Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai menjelang
akhir abad ke-19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor Johann Mendel
berhasil melakukan analisis yang cermat dengan interpretasi yang tepat atas hasil-hasil
percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis (Pisum sativum). Sebenarnya,
Mendel bukanlah orang pertama yang melakukan percobaan-percobaan
persilangan (Anonim. 2008). Akan tetapi, berbeda dengan para pendahulunya yang
melihat setiap individu dengan keseluruhan sifatnya yang kompleks, Mendel
mengamati pola pewarisan sifat demi sifat sehingga menjadi lebih mudah untuk
diikuti. Deduksinya mengenai pola pewarisan sifat ini kemudian menjadi landasan
utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, dan
Mendel pun diakui sebagai Bapak Genetika.
Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan pada
tahun 1866 di Proceedings of the Brunn Society for Natural History. Namun, selama
lebih dari 30 tahun tidak pernah ada peneliti lain yang memperhatikannya. Baru pada
tahun 1900 tiga orang ahli botani secara terpisah, yakni Hugo de Vries di Belanda,
Carl Correns di Jerman, dan Eric von Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti
kebenaran prinsip-prinsip Mendel pada penelitian mereka masing-masing. Semenjak
saat itu hingga lebih kurang pertengahan abad ke-20 berbagai percobaan persilangan
atas dasar prinsip-prinsip Mendel sangat mendominasi penelitian di bidang genetika.
Hal ini menandai berlangsungnya suatu era yang dinamakan genetika klasik.
Selanjutnya, pada awal abad ke-20 ketika biokimia mulai berkembang
sebagai cabang ilmu pengetahuan baru, para ahli genetika tertarik untuk mengetahui
lebih dalam tentang hakekat materi genetik, khususnya mengenai sifat biokimianya.
Pada tahun 1920-an, dan kemudian tahun 1940-an, terungkap bahwa senyawa kimia
materi genetik adalah asam deoksiribonukleat (DNA). Dengan ditemukannya model
struktur molekul DNA pada tahun 1953 oleh J.D. Watson dan F.H.C. Crick dimulailah
era genetika yang baru, yaitu genetika molekuler.
Perkembangan penelitian genetika molekuler terjadi demikian pesatnya. Jika
ilmu pengetahuan pada umumnya mengalami perkembangan dua kali lipat dalam satu
dasawarsa, maka waktu yang dibutuhkan untuk itu (doubling time) pada genetika
molekuler hanyalah dua tahun. Bahkan, perkembangan yang lebih revolusioner dapat
disaksikan semenjak tahun 1970-an, yaitu pada saat dikenalnya teknologi manipulasi
molekul DNA atau teknologi DNA rekombinan atau dengan istilah yang lebih populer
disebut sebagai rekayasa genetika.
Salah satu penelitian yang memberikan kontribusi terbesar bagi rekayasa
genetika adalah penelitian terhadap transfer (pemindahan) DNA bakteri dari suatu sel
ke sel yang lain melalui lingkaran DNA kecil yang disebut plasmid. Bakteri eukariota
uniseluler ternyata sering melakukan pertukaran materi genetik ini untuk memelihara
memelihara ciri-cirinya. Dalam rekayasa genetika inilah, plasmid berfungsi sebagai
kendaraan pemindah atau vektor.
Agar materi genetik yang dipindahkan sesuai dengan keinginan kita, maka
kita harus memotong materi genetik tersebut. Secara alami, sel memiliki enzim-enzim
pemotong yang sering disebut dengan enzim restriksi. Enzim ini dapat mengenali dan
memotong tempat-tempat tertentu di sepanjang molekul DNA. Untuk menyambung
kembali potongan-potongan DNA ini digunakan enzim ligase. Sampai sekarang ini
telah ditemukan lebih dari 200 enzim restriksi. Hal ini tentu saja mempermudah
pekerjaan para ahli rekayasa genetika untuk memotong dan menyambung kembali
DNA.
Genetika pada saat ini telah berkembang pesat. Sejak sruktur DNA diketahui
dan kode genetika dipecahkan, serta proses transkripsi dan tranlasi dapat dijabarkan
dalam kurun waktu antara tahun 1952-1953, telah terbuka pintu untuk perkembangan
penting di bidang genetika. Penemuan di atas diikuti periode antiklimaks ketika
beberapa ahli biologi molekuler antara tahun 1971-1973 berhasil melakukan rekayasa
genetika, separti pemotongan gen (DNA) yang terkontrol dan rekombinasi DNA yang
inti prosesnya adalah kloning atau pengklonaan DNA. Dengan rekayasa genetika dapat
disatukan bahan genetik dari satu organisme dengan organisme lain dan dapat
dihasilkan makhluk hidup baru.

2.3. Manfaat Rekayasa Genetika


Beberapa peristiwa penting yang sudah berhasil dan masih giat diusahakan
ialah:
2.3.1. Di bidang Kedokteran
Dalam dunia kedokteran, misalnya, produksi horman insulin tidak lagi
disintesis dari hewan mamalia, tetapi dapat diproduksi oleh sel-sel bakteri dengan
cara kloning. ADN mamalia yang mengkode sintesis hormon insulin. Klon ADN
kemudian dimasukkan ke dalam sel bakteri sehingga sel-sel bakteri tersebut akan
menghasilkan hormon insulin.
a. Pembuatan Insulin Manusia oleh Bakteri
Dalam bulan Desember 1980, seorang wanita Amerika (37 tahun) berasal dari
Kansas, Amerika Serikat, merupakan manusia pertama yang dapat menikmati manfaat
rekayasa genetika. Dia merupakan pasien diabetes pertama yang disuntik dengan
insulin manusia yang dibuat oleh bakteri. Insulin adalah suatu macam protein yang
tugasnya mengawasi metabolisme gula di dalam tubuh manusia. Gen insulin adalah
suatu daerah dalam ADN kita yang memiliki informasi untuk menghasilkan insulin.
Penderita diabetes tidak mampu membentuk insulin dalam jumlah yang dibutuhkan.
Dahulu insulin didapatkan dari kelenjar pancreas sapi dan babi. Untuk membuat hanya
1 pound (0,45 kg) insulin hewani itu, yang dibutuhkan oleh 750 pasien diabetes selama
satu tahun, diperlukan 8.000 pound (3.600 kg) kelenjar yang berasal dari 23.000 ekor
hewan.
Dengan teknik rekayasa genetika, para peneliti berhasil memaksa bakteri untuk
membentuk insulin yang mirip sekali dengan insulin manusia. Melalui penelitian dapat
dibuktikan pula bahwa salinan insulin manusia ini bahkan lebih baik daripada insulin
hewani dan dapat diterima lebih baik oleh tubuh manusia.

b. Pembuatan Vaksin Terhadap Virus AIDS


Pada tahun 1979 di Amerika Serikat dikenal suatu penyakit baru yang
menyebabkan seseorang kehilangan kekebalan tubuh. Penyakit ini dinamakan AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) atau Sindrom defisiensi imunitas
dapatan. Penderita mengidap kerapuhan daya kekebalan untuk melawan infeksi.
Dalam tahun 1983 diketahui bahwa AIDS ditularkan oleh prosedur transfusi darah,
selain oleh pemakaian jarum obat bius dan hubungan seks pada orang homoseks.
Penderita AIDS mengalami kerusakan pada sel-T, sel darah putih kelompok limfosit
yang vital bagi tubuh guna memerangi infeksi.

c. Usaha menyembuhkan penyakit Lesch-Nyhan


Penyakit Lesch-Nyhan adalah salah satu penyakit keturunan yang
ditemukan paling akhir, yaitu di pertengahan 1960, oleh Dr. William Nyhan dari
medical Scholl, University of California, San Franscisco, California, USA, bersama
seorang mahasiswanya bernama Michael Lesch. Penyakit ini adalah salah satu dari
sekitar 3000 jenis penyakit keturunan yang pernah ditemukan.
Penerita penyakit mental ini tidak mampu membentuk enzim hipoxantin-guanin
phosphoribosil transferase (HGPRT) yang diikuti olah bertambah aktifnya gen serupa,
ialah adenine phosphoribosil transferase (APRT). Karena metabolisme purin menjadi
abnormal, maka penderita memilliki purin yang berlebihan, terutama basa guanine.

d. Terapi Gen
Para peneliti juga menggunakan rekayasa genetika untuk mengobati kelainan
genetik. Proses ini, yang disebut terapi gen, meliputi penyisipan duplikat beberapa gen
secara langsung ke dalam sel seseorang yang mengalami kelainan genetis. Sebagai
contoh, orang-orang yang mengalami sistik fibrosis tidak memproduksi protein yang
dibutuhkan untuk fungsi paru-paru yang tepat. Kedua gen yang mengkode protein
untuk cacat bagi orang-orang ini mengalami kerusakan. Para ilmuwan dapat
menyisipkan duplikat gen ke dalam virus yang tidak membahayakan. Virus “yang
direkayasa” ini dapat disemprotkan ke paru-paru pasien yang menderita sistik fibrosis.
Para peneliti berharap bahwa duplikat gen dalam virus tersebut akan berfungsi bagi
pasien untuk memproduksi protein. Terapi gen masih merupakan metode eksperimen
untuk mengobati kelainan genetik. Para peneliti bekerja keras untuk mengembangkan
teknik yang menjanjikan ini.

2.3.2. Pentingnya Rekayasa Genetik di Bidang Farmasi


Dalam dunia farmasi, gen yang mengontrol sintesis obat-obatan jika
diprosukdi secara alami akan membutuhkan ongkos produksi yang tinggi. Jika diklon
dan dimasukkan ke dalam sel-sel bakteri, bakteri akan memproduksi obat-obatan
tersebut. Rekayasa genetik begitu cepat mendapat perhatian di bidang farmasi dalam
usaha pembuatan protein yang sangat diperlukan untuk kesehatan.
1. Pencangkokan gen biasanya hanya menyangkut sebuah gen tunggal. Secara
teknik, ini tentunya lebihmudah dijalankan daripada menghadapi sejumlah
gen-gen.
2. Mungkin kloning gen ini relatif lebih murah, aman, dan dapat dipercaya dalam
memperoleh sumber protein yang mempunyai arti penting dalam bidang
farmasi.
3. Banyak hasil-hasil farmasi yang didapatkan melalui pencangkokan gen itu
berupa senyawa-senyawa yang dengan dosis kecil saja sudah dapat
memperlihatkan pengaruh yang banyak, seperti misalnya didapatkannya
berbagai macam hormone, faktor tumbuh dan protein pengatur, yang
mempengaruhi proses fisiologis, sepeerti tekanan darah, penyembuhan luka
dan ketenangan hati.

2.3.3. Pentingnya Rekayasa Genetik di bidang Pertanian


Rekayasa genetik juga telah digunakan untuk menyisipkan gen ke dalam sel
dari organisme-organisme lain. Para ilmuwan telah menyisipkan gen-gen dari bakteri
ke dalam sel tomat, gandum, padi, dan tanaman pangan lainnya (Bernabetha, dkk.
2006.). Beberapa memungkinkan tanaman bertahan hidup dalam temperatur dingin
atau kondisi tanah yang gersang, dan kebal terhadap hama serangga. Pertanian
diharapkan akan menikmati keuntungan paling banyak dari teknik rekayasa genetik,
seperti:
1. Menggantikan pemakaian pupuk nitrogen yang banyak dipergunakan tetapi
mahal harganya, oleh fiksasi nitrogen secara alamiah.
2. Teknik rekayasa genetik mengusahakan tanam-tanaman (khususnya yang
mempunyai arti ekonomi) yang tidak begitu peka terhadap penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, jamur, dan cacing.
3. Mengusahakan tanam-tanaman yang mampu menghasilkan pestisida sendiri.
4. Mengusahakan tanaman padi-padian yang mampu membuat pupuk nitrogen
sendiri.
5. Tanam-tanaman yang mampu menangkap cahaya dengan lebih efektif untuk
meningkatkan efisiensi fotosintesis.
6. Tanam-tanaman yang lebih tahan terhadap pengaruh kadar garam, hawa
kering, dan embun beku.
7. Mengusahakan menadapatkan tanaman baru yang lebih menguntungkan lewat
pencangkokan gen. Tanaman kentang, tomat, dan tembakau tergolong dalam
keluarga yang sama, yaitu Solanaceae. Akan tetapi serbuk sari dari satu spesies
dalam keluarga ini tidak dapat membuahi sel telur dari spesies lain dalam
keluarga itu juga.
Contoh tanaman yang telah menggunakan Teknologi Rekayasa yaitu:
a. Kedelai Transgenik
Kedelai merupakan produk Genetikally Modified Organism terbesar yaitu
sekitar 33,3 juta ha atau sekitar 63% dari total produk GMO yang ada. Dengan
rekayasa genetik, dihasilkan tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tahan
terhadap herbisida dan memiliki kualitas hasil yang tinggi. Saat ini secara global telah
dikomersialkan dua jenis kedelai transgenik yaitu kedelai toleran herbisida dan kedelai
dengan kandungan asam lemak tinggi.

b. Jagung Transgenik
Di Amerika Serikat, komoditi jagung telah mengalami rekayasa genetik
melalui teknologi rDNA, yaitu dengan memanfaatkan gen dari bakteri Bacillus
thuringiensis (Bt) untuk menghindarkan diri dari serangan hama serangga yang
disebut corn borer sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Gen Bacillus
thuringiensis yang dipindahkan mampu memproduksi senyawa pestisida yang
membunuh larva corn borer tersebut.
Berdasarkan kajian tim CARE-LPPM IPB menunjukkan bahwa
pengembangan usaha tani jagung transgenik secara nasional memberikan keuntungan
ekonomi sekitar Rp. 6,8 triliyun. Keuntungan itu berasal dari mulai peningkatan
produksi jagung, penghematan usaha tani hingga penghematan devisa negara dengan
berkurangnya ketergantungan akan impor jagung.
Dalam jangka pendek pengembangan jagung transgenik akan meningkatkan produksi
jagung nasional untuk pakan sebesar 145.170 ton dan konsumsi langsung 225.550 ton.
Sementara dalam jangka panjang, penurunan harga jagung akan merangsang kenaikan
permintaan jagung baik oleh industri pakan maupun konsumsi langsung. Bukan hanya
itu, dengan meningkatkan produksi jagung Indonesia juga menekan impor jagung yang
kini jumlahnya masih cukup besar. Pada tahun 2006, impor jagung masih mencapai
1,76 juta ton. Secara tidak langsung, penggunaan tanaman transgenik juga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

c. Kapas Transgenik
Kapas hasil rekayasa genetik diperkenalkan tahun 1996 di Amerika Serikat.
Kapas yang telah mengalami rekayasa genetika dapat menurunkan jumlah penggunaan
insektisida. Diantara gen yang paling banyak digunakan adalah gen cry (gen toksin)
dari Bacillus thuringiensis, gen-gen dari bakteri untuk sifat toleransi terhadap
herbisida, gen yang menunda pemasakan buah. Bagi para petani, keuntungan dengan
menggunakan kapas transgenik adalah menekan penggunaan pestisida atau
membersihkan gulma tanaman dengan herbisida secara efektif tanpa mematikan
tanaman kapas. Serangga merupakan kendala utama pada produksi tanaman kapas. Di
samping dapat menurunkan produksi, serangan serangga hama dapat menurunkan
kualitas kapas.Saat ini lebih dari 50 persen areal pertanaman kapas di Amerika
merupakan kapas transgenik dan beberapa tahun ke depan seluruhnya sudah
merupakan tanaman kapas transgenik. Demikian juga dengan Cina dan India yang
merupakan produsen kapas terbesar di dunia setelah Amerika Serikat juga secara
intensif telah mengembangkan kapas transgenik.
d. Tomat Transgenik
Pada pertanian konvensional, tomat harus dipanen ketika masih hijau tapi
belum matang. Hal ini disebabkan akrena tomat cepat lunak setelah matang. Dengan
demikian, tomat memiliki umur simpan yang pendek, cepat busuk dan penanganan
yang sulit. Tomat pada umumnya mengalami hal tersebut karena memiliki gen yang
menyebabkan buah tomat mudah lembek. Hal ini disebabkan oleh enzim
poligalakturonase yang berfungsi mempercepat degradasi pektin.
Tomat transgenik memiliki suatu gen khusus yang disebut antisenescens yang
memperlambat proses pematangan (ripening) dengan cara memperlambat sintesa
enzim poligalakturonase sehungga menunda pelunakan tomat. Dengan mengurangi
produksi enzim poligalakturonase akan dapat diperbaiki sifat-sifat pemrosesan tomat.
Varietas baru tersebut dibiarkan matang di bagian batang tanamannya untuk waktu
yang lebih lama sebelum dipanen. Bila dibandingkan dengan generasi tomat
sebelumnya, tomat jenis baru telah mengalami perubahan genetika, tahan terhadap
penanganan dan ditransportasi lebih baik, dan kemungkinan pecah atau rusak selama
pemrosesan lebih sedikit.

e. Kentang Transgenik
Mulai pada tanggal 15 Mei 1995, pemerintah Amerika menyetujui untuk
mengomersialkan kentang hasil rekayasa genetika yang disebut Monsanto sebagai
perusahaan penunjang dengan sebutan kentang “New Leaf”. Jenis kentang hybrid
tersebut mengandung materi genetik yang memnungkinkan kentang mampu
melindungi dirinya terhadap serangan Colorado potato beetle. Dengan demikian
tanaman tersebut dapat menghindarkan diri dari penggunaan pestisida kimia yang
digunakan pada kentang tersebut. Selain resisten terhadap serangan hama, kentang
transgenik ini juga memiliki komposisi zat gizi yang lebih baik bila dibandingkan
dengan kentang pada umumnya. Hama beetle Colorado merupakan suatu jenis
serangga yang paling destruktif untuk komoditi kentang di Amerika dan mampu
menghancurkan sampai 85% produksi tahunan kentang bila tidak ditanggulangi
dengan baik.
Daya perlindungan kentang transgenik tersebut berasal dari bakteri Bacillus
thuringiensis sehingga kentang transgenik ini disebut juga dengan kentang Bt.
Sehingga diharapkan melalui kentang transgenik ini akan membantu suplai kentang
yang berkesinambungan, sehat dan dalam jangkauan daya beli masyarakat.

2.3.4. Pentingnya Rekayasa Genetika di Bidang Peternakan


Teknik rekayasa genetika dapat juga digunakan untuk menyisipkan gen ke
dalam hewan, yang kemudian memproduksi obat-obatan penting untuk manusia.
Sebagai contoh, para ilmuwan dapat menyisipkan gen manusia ke dalam sel sapi.
Kemudian sai tersebut memproduksi protein manusia yang sesuai dengan kode gen
yang disisipkan. Para ilmuwan telah menggunakan teknik ini untuk memproduksi
protein pembeku darah yang dibutuhkan oleh penderita hemophilia. Protein tersebut
diproduksi dalam susu sapi, dan dapat dengan mudah diekstraksi dan digunakan untuk
mengobati manusia yang menderita kelainan itu.
Di bidang Peternakan, rekayasa genetika juga diduga akan memberi harapan besar,
seperti:
1. Telah diperoleh vaksin-vaksin untuk melawan penyakit mencret ganas yang
dapat mematikan anak-anak babi.
2. Sudah dipasarkan vaksin yang efektif terhadap penyakit kuku dan mulut, yaitu
penyakit ganas dan sangat menular pada sapi, domba, kambing, rusa dan babi.
Sebelumnya, para peternak sering membantai seluruh ternaknya, walaupun
sebenarnya hanya seekor saja yang terkena penyakit tersebut, dengan maksud
untuk mencegah penularannya yang lebih luas.
3. Sekarang sedang diuji hormone pertumbuhan tertentu untuk sapi yang
mungkin dapat meningkatkan produksi susu.

2.3.5. Pentingnya Rekayasa Genetika di Bidang Industri


Penelitian rekayasa genetika di bidang industri sedang meningkat cepat.
Berbagai usaha yang sedang giat dilakukan misalnya:
1. Menciptakan bakteri yang dapat melarutkan logam-logam langsung dari dalam
bumi.
2. Menciptakan bakteri yang dapat menghasilkan bahan kimia, yang sebelumnya
berasal dari minyak atau dibuat secara sintetis, misalnya saja dapat
menghasilkan bahan pemanis yang digunakan pada pembuatan berbagai
macam minuman.
3. Menciptakan bakteri yang dapat menghasilkan bahan mentah kimia seperti
etilen yang diperlukan untuk pembuatan plastik.
4. Chakrabarty, seorang peneliti yang bekerja untuk perusahaan “General
Electrik” mencoba untuk menciptakan suatu mikroorganisme yang mampu
menggunakan minyak tanah sebagi sumber makanan dengan maksud agar
supaya mikroorganisme demikian itu akan sangat berharga dalam dunia
perdagangan, karena dapat membersihkan tumpahan minyak tanah.

2.3.6. The Human Genome Project


Sebuah usaha kolaboratif berskala besar untuk mengkodekan semua pasangan
basa nukleotida yang berjumlah 3 miliar dalam genom manusia diluncurkan pada
tahun 1980-an. Usaha Internasional Human Genome Project didanai oleh pemerintah
dan juga sumber-sumber industri. Proyek tersebut diharapkan selesai tahun 2003, pada
tahun ke-50 penemuan struktur ADN, dan memakan biaya miliaran dolar. Akan tetapi,
kemajuan-kemajuan di bidang teknologi memungkinkan proyek itu diselesaikan
beberapa tahun lebih awal sebelum jadwalnya. Dalam sebuah pengumuman bersejarah
pada 26 Juni 2000 di Gedung Putih AS, para pemimpin dari industry (J. Craig Venter
dari Celera Genomics) dan pemerintah AS (Francis Collins dari National Human
Genome Research Institute) mengumumkan bahwa draf pertama genom manusia telah
diselesaikan. Penyelesaian draft pertama itu memakan waktu 10 tahun. Para partisipan
yang didanai oleh pemerintah memilih kromosom-kromosom individual untuk di-
sequencing, sementara laboratorium-laboratorium yang didanai pihak swasta
melakukan sequencing atas keseluruhan genom dalam pendekatan “shotgun": skala
besar (Elrod, S. dan William D. Stansfield, 2007).
Pendekatan tersebut menggunakan komputer untuk merakit data yang
diperoleh menjadi peta keseluruhan genom. Secara keseluruhan, lebih dari 20 miliar
basa informasi sekuens telah dikumpulkan. Miliaran basa-basa ini saling tumpang
tindih (overlap) sebagai bahan untuk membentuk peta sekuens genom manusia. Ada
begitu banyak computer sehingga sistem-sistem piranti keras computer baru telah
dikembangkan untuk menampungnya dan ruang penyimpanannya diukur dalam
terabita (1015), yang 1.000 kali lebih besar daripada gigabita (1012).
Dalam 3 miliar pasangan basa yang menyusun genom manusia, diperkirakan
terdapat 25.000 hingga 45.000 gen. Ukuran gen manusia bisa berkisar dari ribuan
hingga ratusan ribu pasangan basa (mencakup ekson dan intron). Sebagai contoh,
analisis data sekuens dari kromosom 22 menunjukkan kalau tampaknya kromosom
tersebut mengandung lebih dari 800 gen. gen yang paling besar melampaui 500.000
pasangan basa panjangnya. Dari gen-gen yang sudah diidentifikasi, hanya separuhnya
( 400) memiliki fungsi yang dihipotesiskan, hal ini ditemukan melalui pembandingan
database sekuens. Sejumlah gen yang telah diidentifikasi bertanggung jawab atas
setidaknya 27 kelainan manusia, termasuk kanker otak dan skizofrenia. Telah
diidentifikasi keluarga gen, kelompok gen-gen yang mirip, yang tampaknya berasal
dari duplikasi tandem gen-gen dan divergensi yang terjadi sesudahnya akibat mutasi.
Dan itu baru satu dari 23 kromosom manusia yang dianalisis.
Keunggulan Tanaman Rekayasa Genetika (Genetikally Modified
Organism) WHO telah meramalkan bahwa populasi dunia akan berlipat dua pada
tahun 2020 sehingga diperkirakan jumlah penduduk akan lebih dari 10 milyar. Karena
kondisi tersebut, produksi pangan juga harus ditingkatkan demi menjaga
kesinambungan manusia dengan bahan pangan yang tersedia. Namun yang menjadi
kendala, jumlah sisa lahan pertanian di dunia yang belum termanfaatkan karena jumlah
yang sangat kecil dan terbatas. Dalam menghadapi masalah tersebut, teknologi rDNA
atau Genetikally Modified Organism (GMO) akan memiliki peranan yang sangat
penting. Teknologi rDNA dapat menjadi strategi dalam peningkatan produksi pangan
dengan keunggulan-keunggulan sebagai berikut :
1. Mereduksi kehilangan dan kerusakan pasca panen
2. Mengurangi resiko gagal panen
3. Meningkatkan rendemen dan produktivitas
4. Menghemat pemanfaatan lahan pertanian
5. Mereduksi kebutuhan jumlah pestisida dan pupuk kimia
6. Meningkatkan nilai gizi
7. Tahan terhadap penyakit dan hama spesifik, termasuk yang disebabkan
oleh virus.

Berbagai keunggulan lain dari tanaman yang diperoleh dengan teknik rekayasa
genetika adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan jenis tanaman baru yang tahan terhadap kondisi pertumbuhan
yang keras seperti lahan kering, lahan yang berkadar garam tinggi dan suhu
lingkungan yang ekstrim. Bila berhasil dilakukan modifikasi genetika pada
tanaman, maka dihasilkan asam lemak linoleat yang tinggi yang menyebabkan
mampu hidup dengan baik pada suhu dingin dan beku.
2. Toleran terhadap herbisida yang ramah lingkungan yang dapat mengganggu
gulma, tetapi tidak mengganggu tanaman itu sendiri. Contoh kedelai yang
tahan herbisida dapat mempertahankan kondisi bebas gulmanya hanya dengan
separuh dari jumlah herbisida yang digunakan secara normal
3. Meningkatkan sifat-sifat fungsional yang dikehendaki, seperti mereduksi sifat
atau daya alergi (toksisitas), menghambat pematangan buah, kadar pati yang
lebih tinggi serta daya simpan yang lebih panjang. Misalnya, kentang yang
telah mengalami teknologi rDNA, kadar patinya menjadi lebih tinggi sehingga
akan menyerap sedikit minyak bila goreng (deep fried). Dengan demikian akan
menghasilkan kentang goreng dengan kadar lemak yang lebih rendah.
4. Sifat-sifat yang lebih dikehendaki, misalnya kadar protein atau lemak dan
meningkatnya kadar fitokimia dan kandungan gizi. Kekurangan gizi saat ini
telah melanda banyak negara di dunia terutama negara miskin dan negara
berkembang. Kekurangan gizi yang nyata adalah kekurangan vitamin A,
yodium, besi dan zink. Untuk menanggulanginya, dapat dilakukan dengan
menyisipkan den khusus yang mampu meningkatkan senyata-senyawa tersebut
dalam tanaman. Contohnya telah dikembangkan beras yang memiliki
kandungan betakaroten dan besi sehingga mampu menolong orang yang
mengalami defisiensi senyawa tersebut dan mencegah kekurangan gizi pada
masyarakat.

Penggunaan rekayasa genetika khususnya pada tanaman tidak terlepas dari pro-
kontra mengenai penggunaan teknologi tersebut.
1. Tanaman transgenik memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding degan
tanaman konvensional, memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi, tahan hama,
tahan cuaca sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan
pangan secara capat dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida
atau bahan kimia serta memiliki produktivitas yang lebih tinggi.
2. Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman yaitu memperbaiki
sifat-sifat tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap cengkeraman
hama maupun lingkungan yang kurang menguntungkan sehingga tanaman transgenik
memiliki kualitas lebih baik dari tanaman konvensional serta bukan hal yang baru
karena sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh masyarakat.
3. Mengurangi dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan, misalnya tanaman
transgenik tidak perlu pupuk kimia dan pestisida sehingga tanaman transgenik dapat
membantu upaya perbaikan lingkungan

2.4 Teori dan Aplikasi Tentang Plasmid


Bioteknologi dapat meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi
teknologi. Aplikasi teknologi tersebut berupa modifikasi fungsi biologis suatu
organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada
organisme tersebut. Rekayasa gen ini berlangsung dengan beberapa tahapan. Tahapan-
tahapan tersebut adalah isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon,
pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran, isolasi
DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan molekul
DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul DNA rekombinan,
reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA rekombinan.

Sebuah molekul DNA harus menampilkan beberapa fitur agar dapat bertindak
sebagai vektor dalam kloning gen. Yang paling penting adalah mampu mereplikasi
dalam sel inang, sehingga banyak salinan dari molekul DNA rekombinan dapat
diproduksi dan diteruskan ke sel anak. Sebuah vektor kloning diperlukan relatif kecil,
sebagian besar molekul cenderung memecah selama pemurnian dan sulit untuk
memanipulasi. Dua jenis molekul DNA yang memenuhi kriteria ini dapat ditemukan
dalam sel-sel bakteri: plasmid dan kromosom bakteriofag. Meskipun plasmid sering
digunakan sebagai vektor kloning, tetapi jenis yang paling penting dari vektor yang
digunakan saat ini berasal dari bakteriofag. Oleh karena itu, plasmid dan bakteriofag
sangat penting untuk dikaji dalam rekayasa genetika.

Bioteknologi merupakan pemanfaatan sistem hayati agar dapat menghasilkan


produk barang dan jasa. Biologi molekuler menggunakan rekayasa genetik, yang
manipulasi gen untuk tujuan praktis seperti dalam penelitian dan juga manufaktur
ratusan produk yang bermanfaat.

Praktek-praktek yang didasarkan pada manipulasi DNA in vitro berbeda dari


praktek-praktek bioteknologi DNA masa lalu karena bioteknologi tersebut
memungkinkan dilakukannya modifikasi gen-gen spesifik dan memindahkannya di
antara organisme yang sangat berbeda seperti bakteri, tumbuhan dan hewan.

A.Definisi Plasmid
Molekul DNA berbentuk sirkuler yang terdapat dalam sel bakteri atau ragi disebut
plasmid. Plasmid ini merupakan molekul DNA nonkromosom yang dapat berpindah
dari bakteri satu ke bakteri yang lain dan memiliki sifat pada keturunan bakteri sama
dengan induknya. Selain itu, plasmid juga dapat memperbanyak diri melalui proses
replikasi yang sehingga dapat terjadi pengklonan DNA yang menghasilkan plasmid
dalam jumlah yang banyak. Karena sifat-sifat plasmid yang menguntungkan, maka
plasmid digunakan sebagai vektor atau pembawa gen untuk memasukkan gen ke
dalam sel target.

Plasmid adalah molekul DNA yang berbentuk sirkuler dan mempunyai untaian
ganda yang dapat mereplikasi diri. Plasmid biasanya dapat ditemukan pada bakteri. Di
dalam satu sel dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang bervariasi
namun semua plasmid tidak menyandikan fungsi yang penting dalam pertumbuhan sel
tersebut. Umumnya plasmid menyandikan gen – gen yang diperlukan agar dapat
bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila keadaan kembali
normal, DNA plasmid dapat dibuang.

B.Proses Penggunaan Teknologi Plasmid


Dalam hal ini misalnya aplikasi penggunaan teknologi plasmid yang telah
dikembangkan manusia ialah produksi insulin secara besar-besaran. Insulin dibuat di
dalam tubuh manusia dengan dikontrol oleh gen insulin. Insulin ini kemudian diambil
dari pulau langerhans tubuh manusia, lalu disambungkan ke dalam plasmid bakteri.
Untuk menghubungkan gen insulin dengan plasmid diperlukan rekombinasi genetik.
Yang dalam rekombinasi DNA dilakukan pemotongan dan penyambungan DNA.

Dalam proses pemotongan dan penyambungan tersebut menggunakan enzim


pemotong dan penyambung. Yang enzim pemotong tersebut dikenal sebagai enzim
restriksi atau enzim penggunting yang bernama restrikasi endonuklease. Enzim
pemotong ini jumlahnya banyak dan setiap enzim hanya bisa memotong urutan basa
tertentu pada DNA.

Hasil pemotongannya berupa sepenggal DNA berujung runcing yang


komplemen. Yang selanjutnya DNA manusia yang diinginkan disambungkan ke
bagian benang plasmid yang terbuka dengan menggunakan enzim ligase DNA yang
mengkatalis ikatan fosfodiester antara dua rantai DNA.

Dalam petongan DNA antara gen manusia dengan benang plasmid ini dapat
menyambung karena endonuklease yang digunakan untuk memotong DNA manusia
dan benang plasmid tersebut sama jenisnya. Sehingga dihasilkan ujung-ujung yang
sama strukturnya, gen manusia dan plasmid yang telah menyatu membentuk lingkaran
plasmid ini disebut kimera (DNA rekombinan).

Kimera tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sel target E. Coli, bakteri ini
akan hidup normal dan memiliki tambahan yang sesuai dengan sifat gen yang
disisipkan. Bakteri E. Coli kemudian di kultur untuk dikembangbiakkan. Bakteri
tersebut kemudian mampu menghasilkan hormon insulin manusia. Hormon insulin ini
akhirnya dapat di panen untuk digunakan oleh orang yang membutuhkannya.
Keuntungan dari insulin hasil rekayasa genetik ini ialah insulin tersebut bebas dari
protein hewan yang tercemar yang sering menimbulkan alergi.

C.Kloning Gen Dengan Penggunaan Plasmid


Dalam proses penggunaan plasmid untuk mengklon gen ialah sebagai berikut:

 DNA plasmid diisolasi dari bakteri dan DNA berisi gen yang dinginkan dari
jenis sel lain misalnya gen yang mengkode suatu hormon.
 Sepotong DNA yang berisi gen tersebut diselipkan ke dalam salah satu
plasmid, yang kemudian menghasilkan DNA rekombinan.
 Plasmid rekombinan dikembalikan ke sel bakteri.
 Sel bakteri ditumbuhkan dalam kultur, kemudian membentuk klon sel, DNA
asing yang disambungkan ke dalam plasmid tidak merusak kemampuan
plasmid untuk bereplikasi di dalam sel bakteri dan gen yang diinginkan
direplikasi bersama dengan plasmid begitu sel inangnya menjadi banyak.
Dapat dikatakan gen itu telah diklon.
 Identifikasi klon bakteri yang membawa gen yang diinginkan tersebut.
 Aplikasi terakhir dari pengklonan gen dalam bakteri.

Gambar 1 Plasmid dalam sel Bakteri


D.Karakter Dasar Plasmid
Plasmid mempunyai karakter atau sifat yang yaitu membawa satu atau lebih
gen, mempunyai bentuk sirkuler double helix dengan ukuran 1kb sampai lebih dari
250kb. Ukuran plasmid sangat bervariasi tetapi pada uumnya lebih kecil dari ukuran
bahan genetic utama sel prokariotik. Sebagai contoh plasmid CoIV-K30 yang ada di
dalam sel E.coli hanya berukuran sekitar 2 kb.

Pada bakteri jumlah plasmid yang dimiliki bervariasi bahkan sampai ribuan
atau bahkan tidak memiliki plasmid. Plasmid dapat bereplikasi sendiri (tidak
tergantung pada kromosom) dan membawa beberapa gen tapi tidak penting
(maksudnya ada atau tidak ada gen tersebut, sama saja. Misalnya gen resistensi
terhadap senyawa tertentu). Umumnya plasmid dimiliki oleh prokariot tetapi ada juga
di eukariot seperti Entamoeba histolityca, yeast dan dalam 1 sel tunggal terdapat 1
copy, untuk plasmid yang besar bisa terdapat beratus-ratus copy plasmid. Ada yang
banyak dan ada yang sedikit copy-an plasmidnya.

Plasmid juga bisa diisolasi, gampang dikeluarkan dari sel, mudah dimanipulasi
dan diiisolasi dari bakteri. Setelah dimodifikasi, plasmid rekombinan tersebut dapat
dintegrasikan (di-insert) ke dalam genom, tumbuhan, protista, dan mamalia. Plasmid
bisa berkembang menjadi banyak. Sehingga walapun kecil, plasmid memiliki peranan
penting dalam rekombinasi DNA.

E. Ukuran dan Copy Number

Ukuran plasmid juga menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam kloning,
idealnya berukuran kurang dari l0kb, jika molekulnya besar cenderung terpecah
selama penyaringan, dan juga lebih sulit untuk dimodifikasi. Istilah Plasmid Copy
Number adalah rata-rata jumlah sejenis plasmid dalam sel. Berdasarkan jumlah
plasmid di dalam sel, plasmid dapat dibedakan menjadi: Low copy number plasmid,
dimana plasmid memiliki kemampuan replikasi rendah sehingga dalam satu sel hanya
mengandung satu atau beberapa plasmid yang sama saja. High copy number plasmid,
dimana plasmid memiliki kemampuan replikasi tinggi sehingga dalam satu sel
mengandung banyak plasmid yang sama, hingga ribuan. Contohnya plasmid pada
bakteri E.coli.

F.Konjugasi dan Kompatibilitas


Berdasarkan kemampuan mentransfer ke bakteri, plasmid dibedakan menjadi dua
yaitu: konjugasi dan non-konjugasi. Plasmid konjugasi adalah proses dimana salah
satu bakteri mentransfer materi genetik ke yang lain melalui kontak langsung. Selama
konjugasi, satu bakteri berfungsi sebagai donor materi genetik, dan yang lain berfungsi
sebagai penerima. Sedangkan non-konjugasi tidak melakukan konjugasi. Plasmid ini
hanya dapat di transfer dengan bantuan plasmid konjugasi. Sebuah sel mikroba tunggal
juga bisa menjadi inang untuk berbagai bentuk plasmid.

Kemampuan salah satu bentuk plasmid untuk hidup berdampingan dengan


bentuk yang berbeda disebut kompatibilitas, dan mereka dapat dibedakan menjadi dua
jenis berdasarkan kualitas ini, yaitu plasmid yang kompatibel dan tidak kompatibel
sehubungan dengan pengelompokan tertentu plasmid. Kompatibilitas terlihat dalam
kasus di mana plasmid berbeda dalam sistem replicatory mereka, sementara
ketidakcocokan terlihat dalam kasus di mana plasmid memiliki proses fungsional dan
replikasi yang sama.

Hal ini karena kesamaan dalam mekanisme replikasi menyebabkan


terbentuknya lingkungan yang kompetitif di mana satu plasmid mendominasi dan
menghilangkan lainnya. Mereka juga dikategorikan sesuai dengan fungsi yang
berbeda yang mereka tunjukkan. Sebuah plasmid dapat dikategorikan sebagai bagian
dari dua atau lebih kelompok.

G. Klasifikasi Plasmid

Plasmid merupakan materi genetik di luar kromosom (ekstra kromosomal).


Tersebar luas dalam populasi bakteri.Terdiri dari beberapa – 100 kpb, beratnya ± 1-3
% dari kromosom bakteri. Berada bebas dalam sitoplasma bakteri. Dapat bersatu
dengan kromosom bakteri. Dapat berpindah dan dipindahkan dari satu spesies ke
spesies lain. Jumlahnya dapat mencapai 30 atau dapat bertambah karena mutasi.
Plasmid terdapat di dalam sitoplasma organisme prokaryot dan eukaryot sederhana
uniseluler. Selain terdapat dalam bakteri, plasmid juga terdapat pada Saccharomyces
cerevisiae (plasmid 2µm).

H. Macam-Macam Plasmid Dan Peranannya


 Pili F dan I
Dua macam pili yang disebut, pili F dan I, diketahui terlibat dalam transfer plasmid
dari sel ke sel. Dua kelompok faga RNA diketahui menginfeksi sel yang membawa
plasmid yang dapat dipindahkan. Faga ini dapat digunakan untuk melihat adanya pili
F dan I pada sel. Dua macam pili ini dapat juga dibedakan secara imunologi. Pili F
dilibatkan dalam transfer faktor F dan beberapa plasmid resisten-antibiotik. Pili F juga
terdapat pada sel Hfr. Pili I dilibatkan dalam transfer plasmid resisten-antibiotik,
plasmid yang menentukan-colicin, dan lainnya.

 Faktor
Faktor R pertama kali ditemukan di Jepang pada strain bakteri enterik yang
mengalami resistensi terhadap sejumlah antibiotik (multipel resisten). Munculnya
resistensi bakteri terhadap beberapa antibiotik, sangat berarti dalam dunia kedokteran,
dan dihubungkan dengan meningkatnya penggunaan antibiotik untuk pengobatan
penyakit infeksi. Sejumlah perbedaan gen-gen resisten-antibiotik dapat dibawa oleh
faktor R. Plasmid R100 disusun oleh 90 kpb yang membawa gen resisten untuk
sulfonamid, streptomisin/spektinomisin, asam fusidat, kloramfenikol, tetrasiklin dan
pembawa gen resisten terhadap merkuri.

R100 dapat berpindah diantara bakteri enterik dari genus Escherichia, Klebsiella,
Proteus, Salmonella, dan Shigella, tetapi tidak akan berpindah ke bakteri nonenterik
Pseudomonas. Juga sudah diketahui faktor R dengan gen resisten terhadap kanamisin,
penisilin, tetrasikliin, dan neomisin. Beberapa elemen resisten obat pada faktor R
merupakan elemen yang dapat bergerak, dan dapat digunakan dalam mutagenesis
transposon. Gen-gen untuk sifat yang tidak berhubungan dengan resistensi antibiotik
juga dibawa oleh faktor R. Yang terpenting diantaranya menghasilkan pili untuk
transfer konjugatif, tetapi faktor R juga membawa gen untuk replikasi dirinya sendiri
dan gen untuk mengatur produksi protein yang mencegah pengenalan plasmid lain

Selanjutnya adanya satu faktor R yang menghambat pengenalan dari tipe plasmid
lain yang sama, suatu fenomena yang diketahui sebagai ketidakcocokan. Karena faktor
R dapat mengalami rekombinasi genetik, gen dari dua faktor R dapat bergabung
menjadi satu. Rekombinasi plasmid merupakan suatu alat yang pertama kali
ditimbulkan oleh pembiakan organisme resisten-obat. Plasmid dapat membawa gen
yang berhubungan dengan fungsi-fungsi khusus lain, misalnya pada Rhizobium
sp berperan dalam fiksasi nitrogen, Streptococcus (grup N) berperan dalam
penggunaan laktosa, sistemgalaktose fosfotransferase, metabolisme sitrat.

Rhodospirillum rubrum berperan dalam sintesis pigmen fotosintesis. Escherichia


coli berfungsi dalam pengambilan dan metabolisme sukrosa, ambilan
sitrat. Pseudomonas sp. berfungsi dalam degradasi kamfor, toluena, oktana, asam
salisilat. Bacillus stearothermophilus berfungsi menghasilkan enzim α-
amilase. Alcaligenes eutrophus berperan dalam penggunaan H2 sebagai energi
oksidasi.

I. Klasifikasi Plasmid Berdasarkan Kemampuan Mentransfer ke Bakteri

1. Konjugasi: pada plasmid F menginisiasi terbentuknya philus (bakteri jantan).


philus adalah saluran yang menonjol, melekat, & melisis bakteri lainnya,
sebagai jembatan sitoplasma. Plasmid bereplikasi, kemudian plasmid replikasi
yang baru dipindahkan ke sel bakteri pasangannya. Plasmid ini memiliki 25
gen yang diperlukan untuk
2. Non konjugasi: plasmid non-konjugasi tidak melakukan konjugasi. Plasmid
ini hanya dapat di trannsfer dengan bantuan plasmid
3. Mobilisabel: pada saat tertentu bisa pindah, pada saat lain Membawa hanya
sebagian dari gen diperlukan untuk transfer. Juga bisa pindah (parasit) pada
saat konjugasi plasmid .

J. Plasmid berdasarkan Fungsinya :

1. Plasmid (F) fertilitas: untuk konjugasi, terdapat dalam gen untuk phili
2. Plasmid (R) resistensi: mengandung gen-gen yang membawa resistensi bakteri,
antibiotik, maupun
3. Col-Plasmid, mengandung kolkisin yang dapat membunuh bakteri yang lain
4. Plasmid degradasi, plasmid yang mempunyai gen yang dapat menghasilkan
senyawa yang dapat mencerna, misalnya toluene atau asam salisilat
5. Plasmid virulence (patogen opertunistik): plasmid yang dapat menyebabkan
patogen. Bila masuk ke dalam sel bakteri, dapat mengubah bakteri yang tidak
patogen menjadi
6. Addiction system: plasmid ini menghasilkan racun jangka panjang dan
pengakal singkat. Sel anak yang menyimpan salinan plasmid bertahan hidup,
sementara sel anak yang gagal untuk mewarisi plasmid meninggal atau
menderita penurunan pertumbuhan tingkat karena racun tersisa dari sel induk.

2.5 teori dan aplikasi klon gen


A. Definisi Gen Kloning

Kloning berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu Clone yang artinya ranting atau
cangkokan. Istilah Clone atau klona pertama kali diusulkan pada tahun 1903 oleh
Herbert Webber.

Secara definisi, Kloning adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu
yang secara genetic sama persis (identik). Sedangkan istilah klon adalah sekelompok
organisme hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan melalui reproduksi
aseksual dan berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota dari klon tersebut
mempunyai susunan dan jumlah gen yang sama dan kemungkinan besar fenotipnya
juga sama. Cloning didasarkan pada prinsip bahwa setiap makhluk hidup mempunyai
kemampuan totipotensi yang artinya setiap sel mempunyai kemampuan untuk menjadi
individu.

Seperti telah dijelaskan diatas, kloning adalah tindakan menggandakan atau


mendapatkan keturunan tanpa fertilisasi, berasal dari induk yang sama, mempunyai
susunan (jumlah dan gen) yang sama dan kemungkinan besar mempunyai fenotip yang
sama.

B. Aplikasi Gen Kloning pada Sintesis Insulin


Salah satu dari kemajuan di bidang bioteknologi yang lain diantaranya adalah sintesis
insulin dengan bantuan bakteri yang biasa terdapat di usus besar, namanya Escherichia
coli. Teknologi dasar proses ini disebut dengan teknologi plasmid.

Insulin adalah hormon yang mengubah glukosa menjadi glikogen, dan berfungsi
mengatur kadar gula darah bersama hormon glukagon. Kekurangan insulin karena
cacat genetik pada pankreas, menyebabkan seseorang menderita diabetes melitus
(kencing manis) yang berdampak sangat luas terhadap kesehatan, mulai kebutaan
hingga impotensi.

Sebelum ditemukan teknik sintesis insulin, hormon ini hanya bisa diperoleh dari
ekstraksi pankreas babi atau sapi, dan sangat sedikit insulin bisa diperoleh. Setelah
ditemukan teknik sintesis insulin di bidang bioteknologi inilah, harga insulin bisa
ditekan dengan sangat drastis sehingga bisa membantu para penderita diabetes melitus.

Langkah-langkah kloning gen dalam proses pembuatan insulin :

1. Pada proses pembuatan insulin ini, langkah pertama adalah mengisolasi plasmid
dari E. coli. Plasmid adalah salah satu bahan genetik bakteri yang berupa untaian
DNA berbentuk lingkaran kecil. Selain plasmid, bakteri juga memiliki
kromosom. Keunikan plasmid ini adalah: ia bisa keluar-masuk ‘tubuh’ bakteri,
dan bahkan sering dipertukarkan antar bakteri.
2. Pada langkah kedua ini plasmid yang telah diisolir dipotong pada segmen
tertentu menggunakan enzim restriksi endonuklease. Sementara itu DNA yang
di isolasi dari sel pankreas dipotong pada suatu segmen untuk mengambil
segmen pengkode insulin. Pemotongan dilakukan dengan enzim yang sama.
3. DNA kode insulin tersebut disambungkan pada plasmid menggunakan bantuan
enzim DNA ligase. Hasilnya adalah kombinasi DNA kode insulin dengan
plasmid bakteri yang disebut DNA rekombinan.
4. DNA rekombinan yang terbentuk disisipkan kembali ke sel bakteri.
Bila bakteri E. coli berbiak, maka akan dihasilkan koloni bakteri yang memiliki DNA
rekombinan

d. Aplikasi Reproduktif Kloning pada Hewan dan Tumbuhan

Kloning reproduktif pertama kali dilakukan oleh seorang Ilmuan Inggris, John
Gurdon. Beliau berhasil melakukan kloning pada katak. Kemudian para peneliti
dengan antusias melakukan percobaan lain pada mamalia. Sampai dengan tahun 1996
tepatnya 5 Juli, Ian Wilmut dan para peneliti yang lain dari Roslin Institute di Edinburg
(Skotlandia) berhasil menciptakan biri-biri yang diberi nama Dolly, akan tetapi
penelitian ini dikatakan belum berhasil karena Dolly yang seharusnya dapat mencapai
umur 11 tahun ternyata hanya dapat mencapai umur 6 tahun. Hasil penelitian ini,
menunjukkan bahwa Dolly mengalami penuaan dini, menderita penyakit radang sendi,
dan infeksi paru kronis.

Kloning reproduktif mengandung arti suatu teknologi yang digunakan untuk


menghasilkan individu baru atau teknologi yang digunakan untuk menghasilkan
hewan yang sama dengan menggunakan teknik SCNT. Genetika individu klon tidak
seluruhnya memiliki kesamaan dengan sang induk, persamaan genetika individu klon
dengan induknya hanya terletak pada inti DNA donor yang berada di kromosom.
Individu klon juga memiliki material genetik lainnya yang berasal dari DNA
mitokondria di sitoplasma. Teknologi kloning reproduktif dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya kepunahan hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit
dikembangbiakkan. Namun, laju keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah seperti
pada contoh yaitu Domba Dolly merupakan contoh kloning reproduktif yang satu-
satunya klon yang berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan.
Pada kloning reproduktif ini sel donor yang berupa sel somatik (2n) diintroduksikan
ke enucleated oocyte. Keberhasilan proses aktivasi embrio konstruksi secara kimiawi
atau mekanik mengakibatkan terjadinya proses pembelahan sampai ke tahap blastosit.
Kemudian, embrio dimplantasikan ke dalam rahim untuk dilahirkan secara normal.
Berbeda pada kloning kesehatan yang setelah embrio mencapai tahapan blastosit,
embrio dikultur secara in vitro untuk didiferensiasikan menjadi berbagai jenis sel
untuk kegunaan terapeutik atau kesehatan.
Sampai saat ini, hewan klon yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak, di
antaranya adalah domba, sapi, kambing, kelinci, kucing, dan mencit. Sementara itu,
tingkat keberhasilan kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda, dan
primata. Masalah yang kerap kali timbul dalam kloning reproduktif adalah biaya dan
efisiensinya. Penelitian dalam kloning reproduktif membutuhkan biaya yang sangat
tinggi dan tingkat kegagalannya tinggi. Di samping tingkat keberhasilan yang rendah,
hewan klon cenderung mengalami masalah defisiensi sistem imun serta sangat rentan
terhadap infeksi, pertumbuhan tumor, dan kelainan-kelainan lainnya. Penyebab
timbulnya berbagai masalah di atas adalah adanya kesalahan saat pemrograman
material genetik (reprogramming) dari sel donor. Kesalahan pengkopian DNA dari sel
donor atau yang lebih dikenal dengan sebutan genomic imprinting akan
mengakibatkan terjadinya perkembangan embrio yang abnormal. Berbagai contoh
abnormalitas yang terjadi pada klon mencit adalah obesitas, pembesaran
plasenta (placentomegally), kematian pada usia dini. Parameter yang dijadikan
sebagai tolak ukur keberhasilan dalam SCNT adalah kemampuan sitoplasma pada sel
telur untuk mereprogram inti dari sel donor dan juga kemampuan sitoplasma untuk
mencegah terjadinya perubahan-perubahan secara epigenetik selama dalam
perkembangannya. Dari semua penelitian yang telah dipublikasikan, tercatat hanya
sebagian kecil saja dari embrio hasil rekonstruksi (menggunakan sel somatik dewasa
atau fetal) yang berkembang menjadi individu muda yang sehat.

Gambar 2. Proses Pengkloningan Gen pada Hewan

2.6 teori dan aplikasi teknologi rekayasa genetika


Ilmu biologi molekular yang berkembang sangat pesat belakangan ini telah
memicu manusia dalam memaksimalkan potensi bioteknologi untuk pemenuhan
kebutuhan manusia baik secara keilmuan maupun praktikal, salah satunya adalah
dengan pemanfaatan teknologi rekayasa genetik. Rekayasa genetik adalah
pemanfaatan informasi genomik dengan menggunakan teknologi DNA. Rekayasa
genetik meliputi introduksi DNA asing ke dalam organisme yang menjadi target untuk
menghasilkan sifat-sifat tertentu yang diharapkan.
Pemanfaatan teknologi rekayasa genetik telah diaplikasikan pada banyak
bidang untuk memenuhi dan menyokong kebutuhan manusia. Pemanfaatan teknologi
rekayasa genetik ini tentu tidak lepas dari adanya masalah-masalah dalam pemenuhan
kebutuhan manusia yang melatarbelakangi pengembangan aplikasi rekayasa genetik
sebagai usaha untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendasari teknik rekayasa
genetik, maka aplikasi dan produk hasil rekayasa genetik juga turut berkembang
dengan pesat. Dalam tulisan ini akan dijelaskan aplikasi dan produk hasil rekayasa
genetik dalam bidang industri, agrikultur, dan kesehatan.
Bidang Industri
Teknologi rekayasa genetika dalam bidang industri lebih banyak diaplikasikan
dalam industri farmasi untuk menciptakan banyak produk farmasi yang sebagian besar
merupakan protein. Protein tertentu yang pada kondisi alaminya hanya dapat
diproduksi dalam jumlah sedikit atau hanya dapat diproduksi oleh organisme tertentu
dapat dihasilkan dalam jumlah banyak dan cepat dengan cara mentransfer gen tertentu
ke mikrobia seperti bakteri, virus, fungi, dan jenis sel lainnya yang dapat dikultur.
Keuntungan penggunaan mikrobia sebagai penghasil produk dalam industri yaitu
mikrobia dapat dikulturkan dengan cepat dalam lahan kecil untuk menghasilkan
produk dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat.
Secara prinsipnya, mikrobia dimodifikasi dengan dua cara. Cara yang pertama
adalah dengan menyisipkan gen tertentu yang pada awalnya tidak dimiliki mikrobia
tersebut, sehingga mikrobia tersebut menjadi memiliki kemampuan untuk mensintesis
protein yang dikode oleh gen asing tersebut. Cara yang kedua adalah dengan
memasukkan promoter dan sekuen kontrol gen lain yang sangat aktif ke dalam DNA
vektor, sehingga mikrobia mampu mensintesis produk yang diinginkan dalam jumlah
yang lebih banyak (meningkatkan ekspresi gen). Produk-produk industri farmasi yang
dihasilkan melalui rekayasa genetik pada mikrobia ini antara lain hormon-hormon
terapis, enzim, antibiotik, dan vaksin.
Hormon dan protein terapis
Produksi hormon-hormon terapis melalui mikrobia mulai dikembangkan
karena adanya berbagai masalah kesehatan, khususnya berkembangnya penyakit-
penyakit degeneratif, baik yang merupakan penyakit genetis atau bukan. Salah satu
penyakit yang banyak diderita masyarakat modern adalah diabetes tipe I, yaitu
penyakit dimana tubuh tidak dapat mensintesis hormon insulin dalam jumlah cukup
untuk pengaturan kadar gula darah. Karena ketidakmampuan tubuh untuk mensintesis,
maka satu-satunya cara pengobatan adalah dengan menginjeksikan sumber insulin dari
luar tubuh, yaitu menggunakan insulin dari ternak seperti babi ataupun dari cadaver.
Penggunaan insulin dari cadaver dan hewan menimbulkan banyak masalah.
Selain jumlahnya yang terlalu sedikit untuk mengobati banyak penderita diabetes tipe
I, insulin dari hewan juga berpotensi untuk menimbulkan reaksi alergik karena
ketidakcocokan struktur insulin tersebut. Karena masalah yang ada, produksi insulin
kemudian dialihkan ke cara lain, yaitu dengan merekayasa mikrobia agar dapat
menghasilkan insulin manusia.
Mikrobia yang digunakan untuk mensintesis insulin manusia
adalah Escherichia coli. Pertama-tama gen pada manusia yang mengkode insulin dan
kloning vektor pUC19 dipotong menggunakan enzim restriksi SalI menghasilkan
sticky ends pada daerah gen LacZ pada plasmid. Kemudian fragmen DNA yang
membawa gen insulin dan vektor disambungkan menggunakan enzim ligase,
menghasilkan sejumlah plasmid rekombinan dan juga plasmid yang gagal
terekombinasi. Plasmid kemudian diintegrasikan kedalam sel E. coli melalui proses
transformasi dan kemudian dikulturkan. Proses seleksi transforman kemudian
dilakukan dengan melihat ekpresi gen resistensi antibiotik dan gen LacZ untuk
menentukan transforman yang mana yang sukses menerima plasmid rekombinan.
Koloni transforman rekombinan kemudian dikulturkan untuk memproduksi insulin
yang akan diekspresikan oleh gen insulin manusia yang telah disisipkan (Pommerville,
2010). Hormon insulin manusia sintesis, yang sebagai produk farmasi dinamai dengan
Humulin, mulai dipasarkan oleh perusahaan farmasi Eli Lilly sejak tahun 1982.
Permasalahan yang sama juga melatarbelakangi rekayasa genetik mikrobia
untuk memproduksi hormon pertumbuhan manusia (hGH). Pada awalnya untuk
mengobati hipopituarisme, kelainan berupa kekerdilan akibat kekurangan hGH, hGH
diekstraksi dari pituitari cadaver. Suatu perusahaan farmasi, Genentech, kemudian
berhasil mensintesis hGH dengan menggunakan expression host bakteri E. coli dan
kemudian dipasarkan dengan nama Protropin sejak tahun 1985. Pada tahun 2003,
perusahaan farmasi Pfizer memasarkan hGH dengan nama Somavert (Wittmann,
2010).
Produk farmasi penting lainnya yang dihasilkan dengan rekayasa genetik
adalah protein yang disebut dengan Tissue Plasminogen Activator (tPA). Protein ini
berfungsi untuk membantu melarutkan darah yang membeku dan menurunkan resiko
serangan jantung yang berikutnya jika diberikan sesegera mungkin setelah serangan
pertama (Campbell dan Reece, 2005). Produk tPA rekombinan dipasarkan oleh
Genentech dengan nama Alteplase sejak tahun 1985 (Wu-Pong and Rojanasakul,
2008).
Antibiotik dan Vaksin
Produk farmasi lain yang dihasilkan melalui rekayasa genetik adalah berbagai
macam antibiotik yang digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikrobia. Berbeda dengan rekayasa genetik
untuk mensintesis hormon dan protein terapis yang dilakukan dengan cara
menyisipkan gen tertentu yang kemudian akan diekspresikan oleh expression host,
antibiotik memang merupakan produk sampingan dari mikroba secara alami.
Rekayasa genetik dilakukan dengan cara menyisipkan promoter dan sekuen kontrol
gen yang sangat aktif sehingga jumlah produk yang diinginkan dapat ditingkatkan.
Fungi Acremonium chrysogenum adalah mikrobia yang digunakan dalam
industri antibiotik penicillin N dan cephalosporin. Kedua antibiotik ini merupakan
produk yang dibentuk dari reaksi yang dikatalisis oleh enzim bifungsional DAOC
ekpandase-hidroksilase dan DAC asetiltransferase. Kedua enzim ini dikode oleh
gen cefEF dan cefG yang kemudian diamplifikasi dan diperkuat ekspresinya dengan
menggunakan promoter aktif sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih banyak
hingga 50% (Hofrichter, 2010).
Antibiotik lainnya yang disintesis oleh fungi yang diproduksi dalam industri
farmasi adalah erythromycin. Erythromycin adalah antibiotik yang disintesis
oleh Saccharopolyspora erythrae yang digunakan untuk mengobati infeksi
oleh Streptococcus, Staphylococcus, Mycoplasma, Ureaplasma, Chlamydia,
dan Legionella. Peningkatan sintesis erythromycin dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan metabolisme oksigen. Metabolisme oksigen dapat ditingkatkan dengan
mengekspresikan gen haemoglobin bakteri Vitreoscilla(vhb). Rekayasa genetik
pada Sac. erythrea dengan memasukkan gen vhb yang dikontrol dengan
promoter PermE menggunakan vektor pETR432 memperlihatkan hasil produksi
erythromycin 60% lebih banyak daripada wild strain Sac. erythrea (Brunker et. al.,
1998).
Produk lainnya yang dihasilkan melalui rekayasa genetik adalah vaksin.
Vaksin merupakan varian atau derivat patogen tidak berbahaya yang merangsang
sistem imun untuk melawan patogen tersebut. Teknik DNA rekombinan dalam
produksi vaksin digunakkan dalam 2 cara. Cara pertama yaitu dengan mensintesis
protein khusus yang secara alami terdapat pada permukaan patogen untuk kemudian
memicu respon imunitas terhadap jenis protein tersebut. Cara kedua adalah dengan
memodifikasi genom dari patogen sehingga patogenitasnya melemah dengan teknik
penyambungan gen. Cara yang kedua biasanya lebih efektif karena dapat memicu
respon dari sistem imun yang lebih baik (Campbell dan Reece, 2005).
Bidang Agrikultur
Pemanfaatan teknologi rekayasa genetik di bidang agrikultur bertujuan untuk
meningkatkan produksi hasil pertanian maupun peternakan untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan manusia akan bahan makanan. Dalam bidang pertanian,
mikrobia digunakan sebagai agen untuk mengklon gen dan mentransferkan gen
tersebut melalui vektor plasmid ke sel tumbuhan untuk menciptakan tumbuhan
transgenik. Pada bidang peternakan mikrobia digunakan sebagai expression host untuk
menghasilkan hormon tertentu yang diperlukan untuk meningkatkan produksi ternak.
Bidang pertanian
Peningkatan kualitas dan kuantitas tanaman dapat dilakukan dengan
merekayasa bahan genetik tanaman tersebut sehingga memiliki sifat-sifat khusus yang
sebelumnya tidak dimiliki oleh tanaman tersebut. Berdasarkan perubahan sifat
tersebut, tanaman transgenik terbagi atas tiga generasi. Generasi pertama adalah
tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida dan serangan serangga. Generasi
kedua adalah tanaman transgenik yang ditingkatkan kandungan nutrisinya. Generasi
ketiga adalah tanaman transgenik yang dapat menghasilkan zat-zat biopharmaceutical.
Metode utama yang paling pertama digunakan dalam mentransfer gen ke dalam
genom tumbuhan adalah dengan Sistem Agrobacterium. Sesuai namanya, sistem ini
menggunakan bakteri Agrobacterium tumefasciens, organisme yang
bertanggungjawab atas tumbuhnya tumor pada jaringan tanaman, sebagai vektor
transfer. Bakteri ini digunakan karena kemampuan plasmidnya, plasmid Ti, untuk
mengintegrasikan segmen DNAnya yang disebut T-DNA ke dalam kromosom
tumbuhan. Teknologi ini yang sekarang banyak digunakan untuk menciptakan
tanaman transgenik (Pena, 2005).
Generasi pertama tanaman transgenik adalah tanaman yang resisten terhadap
penggunaan herbisida, khusunya terhadap glyphosate dan bromoxynil. Glyphosate
akan mengakibatkan penghambatan sintesis asam amino aromatik dan bromoxynil
akan menghambat fotosintesis. Dengan kemampuan resistensi terhadap kedua zat ini
produktivitas tumbuhan tidak akan terganggu dengan penggunaan herbisida untuk
membasmi gulma di sekitarnya. Tanaman yang direkayasa dengan sifat seperti ini
antara lain jagung, kedelai, kapas, canola, dan kentang (LeVine, 2006). Selain
resistensi terhadap herbisida, tanaman juga direkayasa sehingga resisten terhadap
serangan serangga. Tanaman seperti ini disebut tanaman Bt, berasal dari nama Bacillus
thuringiensis yang mensintesis protein yang disebut δ-endotoxins (Bt toxin). Bt toxin
merupakan racun yang bila tertelan oleh serangga akan merusak sel-sel epitel dinding
usus dan lethalitas pada larva keturunannya. Jenis tanaman Bt yang sudah berhasil
diproduksi antara lain tembakau, tomat, kapas, kentang, jagung, canola, kedelai, dan
padi (Pena, 2005).
Generasi kedua tanaman transgenik adalah tanaman yang mengalami
pengayaan nutrisi, menghasilkan suatu nutrisi tertentu yang secara alami tidak
terbentuk. Contoh paling nyata untuk tanaman transgenik generasi kedua ini adalah
“golden rice”. Golden rice merupakan padi transgenik yang memiliki kandungan β-
karoten pada endosperm bijinya yang merupakan prekursor dari vitamin A. Tanaman
padi transgenik ini digagas oleh Dr. Ingo Potrykus yang bekerjasama dengan Peter
Beyer. Golden rice ditransformasi dengan tambahan empat gen sekaligus yang
masing-masing mengkode satu jenis enzim. Keempat gen yang ditransfer ke padi
tersebut yaitu gen-gen pengkode enzim phytoene synthase dan lycopene β-cyclase dari
tanaman bakung (Narcissus sp.) serta gen-gen pengkode enzim phytoene desaturase
dan ζ-carotene desaturase dari bakteri Erwinia uredovora menggunakan metode
Sistem Agrobacterium. Keempat enzim ini bekerja secara sistematis untuk mengubah
geranylgeranyl-diphospate (GGPP) yang disintesis padi menjadi β-karoten (Acquaah,
2007).
Generasi ketiga tanaman transgenik adalah generasi tanaman pharmaceutical,
yaitu tanaman yang dapat menghasilkan protein-protein terapis, antibodi, dan juga
vaksin. Sebenarnya produksi pharmaceutical ini dapat dilakukan oleh mikrobia
maupun hewan, namun tumbuhan memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan
tersebut antara lain biaya produksi rendah, mudah dipasarkan, persediaan banyak,
protein diproses melalui proses post translasi, dan aman dari patogen yang mungkin
menyerang jaringan dan darah manusia. Sebuah perusahaan agrikultur, CropTech,
telah berhasil mengembangkan tembakau transgenik dengan mengaktifkan gen
pertahanan diri menggunakan promoter MeGa untuk menghasilkan
glucocerebrosidase untuk penanganan penyakit Gaucher. Contoh lainnya adalah pada
tanaman Brassica napus yang ditransformasi dengan gen pengkode hirudin yang
disambungkan dengan gen oleosin Arabidopsis. Pada biji B. napus akan memiliki
kandungan hirudin, protein yang berfungsi sebagai zat antikoagulan (Heller, 2006).
Bidang peternakan
Selain dengan menciptakan hewan-hewan transgenik, pemanfaatan teknologi
rekayasa genetik yang paling dikenal dalam bidang peternakan adalah sintesis hormon
pertumbuhan sapi (bGH) oleh mikrobia. Mikrobia yang digunakan untuk mensintesis
bGH adalah E. coli. Ekstraksi bGH dari E. coli kemudian digunakan untuk
diinjeksikan kepada sapi perah untuk meningkatkan produksi susu hingga 10%
(Campbell dan Reece, 2005). Injeksi bGH juga terbukti dapat meningkatkan perolehan
bobot dalam daging ternak.
Bidang Kesehatan
Selain dalam industri farmasi, pemanfaatan teknologi rekayasa gen dalam
bidang kesehatan yang dianggap paling potensial dan bermanfaat adalah terapi gen.
Terapi gen merupakan penyisipan atau introduksi gen asing ke sel yang cacat untuk
memperbaiki kesalahan fenotip yang ditimbulkan. Terapi gen dikembangkan sebagai
jawaban atas masalah penyakit-penyakit genetis yang frekuensinya semakin
meningkat. Percobaan pertama terkait terapi gen dilakukan pada tahun 1989 di
National Institutes of Health (NIH), Maryland oleh tim yang dipimpin Steven
Rosenberg. Rosenberg menandai secara genetik sel-sel yang diperoleh dari pasien
penderita kanker. Sel limfosit T dari lima pasien kanker diambil dari bagian tumornya,
dimana sel-sel tersebut ditransduksi menggunakan retrovirus untuk menyisipkan gen
penanda (marker) secara ex vivo sehingga gen kanker tersebut dapat ditandai.
Percobaan inilah yang kemudian menjadi dasar bagi terapi gen yang sekarang sedang
dikembangkan (Giacca, 2010).
Secara prinsipnya terapi gen terbagi atas dua macam, yaitu terapi gen sel
somatik dan terapi gen sel germinal. Terapi gen yang saat ini dikembangkan
difokuskan kepada terapi gen sel somatik karena terapi gen sel germinal dianggap
salah secara etik dan moral karena akan mengubah genom manusia sejak sebelum
dilahirkan, sehingga disebut sebagai usaha menciptakan manusia transgenik. Terapi
gen sel somatik melibatkan stem sel dewasa yang dapat ditemukan pada beberapa
bagian tertentu pada organ khusunya pada sumsum tulang belakang dan darah. Tujuan
dari terapi gen ini adalah untuk menggantikan fungsi dari gen tunggal yang mengalami
mutasi atau kerusakan.
Metode pelaksanaan terapi gen ada 2 macam, yaitu secara in vivo dan ex vivo.
Metode transfer in vivo dilakukan dengan cara langsung menginjeksikan gen target
yang baik ke dalam jaringan tubuh pasien, sedangkan metode transfer ex
vivo dilakukan dengan cara mengeluarkan terlebih dahulu stem sel dari tubuh pasien.
Metode yang lebih banyak dilakukan adalah metode yang kedua. Pertama-tama stem
sel diambil dari dalam tubuh pasien. Stem sel dipilih karena masih memiliki totipotensi
dan kemampuan untuk aktif membelah. Kemudian secara terpisah, retrovirus yang
akan digunakan sebagai vektor terlebih dahulu dimodifikasi sehingga tidak dapat
bereproduksi dan gen yang akan disisipkan dipotong dan diisolasi. Tahap selanjutnya
retrovirus yang sudah dimodifikasi disambungkan dengan gen yang akan disisipkan.
Kemudian retrovirus rekombinan dicampurkan ke dalam media bersama stem sel
pasien dan diharapkan retrovirus akan menyerang dan menginjeksikan materi
genetiknya ke dalam stem sel pasien sehingga sel tersebut akan memperoleh gen yang
fungsional untuk menggantikan peran gen yang cacat. Langkah terakhir sel-sel
tersebut dikambalikan ke tubuh pasien di bagian atau organ atau jaringan yang akan
mengekspresikan gen yang diintroduksi tersebut. Diharapkan sel yang telah
dimodifikasi tersebut akan mengekspresikan gen yang diintroduksi dan menghasilkan
produk yang dibutuhkan untuk metabolisme normal pasien (Giacca, 2010).
Salah satu jenis penyakit yang dapat ditangani dengan terapi gen adalah
hemofilia. Hemofilian terbagi atas hemofilia A dan hemofilia B dimana masing-
masing merupakan akibat dari ketidakmampuan mensintesis clotting factor VIII dan
clotting factor IX yang berperan dalam proses pembekuan darah. Protein ini dapat
disintesis dengan menyisipkan gen fungsional F8 dan F9 yang tidak cacat ke dalam sel
pasien menggunakan mekanisme yang telah dijelaskan di atas. Kelainan genetis lain
yang dapat ditangani dengan prosedur terapi gen antara lain Adenin Deaminase
Deficiency (ADA), Chronic Granulomatous Disease (CGD), Cystics Fibrosis,
Muscular Dystrophy, dan penyakit-penyakit lainnya yang khususnya sedang diteliti
untuk penanganan kanker dan AIDS serta penyakit-penyakit degenerasi seperti
Alzheimer dan Parkinson (Giacca, 2010).

2.7 Rekayasa enzim untuk pengembangan bioteknologi


Peneliti berhasil melakukan rekayasa enzim untuk mengubah limbah tanaman
menjadi produk yang berkelanjutan atau ramah lingkungan. Penelitian menjelaskan
bahwa rekayasa ini merupakan salah satu langkah penting dalam konversi limbah.

Penelitian ini menghasilkan temuan konversi limbah tanaman menjadi produk yang
bernilai tinggi dan berkelanjutan seperti nilon, plastik, dan bahan kimia lainnya.

Penemuan ini dipimpin oleh anggota tim rekayasa enzim Inggris-AS yang sama,
dimana tahun lalu mereka merekayasa dan meningkatkan enzim pencerna plastik.
Temuan ini merupakan sebuah terobosan potensial untuk daur ulang limbah plastik.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences ini,
dipimpin oleh Profesor Jen Dubois di Montana State University, Dr Gregg Beckham
di Laboratorium Energi Terbarukan Departemen Energi AS, Profesor Ken Houk di
Universitas California, Los Angeles dan juga tim dari Profesor John McGeehan di
University of Portsmouth.

Enzim yang baru direkayasa ini aktif pada lignin, salah satu komponen utama tanaman,
yang telah dicoba selama beberapa dekade oleh para ilmuwan untuk menemukan cara
pencacah yang efisien.

Profesor McGeehan, Direktur Pusat Inovasi Enzim di School of Biological Sciences


di Portsmouth, mengatakan temuan ini merupakan tujuan utama mereka dimana mere-
ka mampu menemukan enzim dari alam, kemudian membawa enzim ini ke
laboratorium.

Enzim ini dipelajari cara kerjanya. Hingga akhirnya kemudian merekayasa enzim
tersebut untuk menghasilkan alat baru untuk industri bioteknologi. “Dalam hal ini,
kami telah mengambil enzim alami dan merekayasa untuk melakukan reaksi kunci
dalam pemecahan salah satu polimer tumbuhan alami terberat,” kata McGeehan.

“Untuk melindungi selulosa yang mengandung gula, tanaman telah mengembangkan


bahan rumit yang disebut lignin yang hanya bisa ditangani oleh sedikit jamur dan
bakteri. Namun, lignin merupakan sumber bahan kimia berkelanjutan yang sangat
potensial, jadi jika kita dapat menemukan cara untuk ekstrak dan gunakan blok
bangunan itu, kita bisa menciptakan hal-hal hebat,” tambah McGreehan.
Lignin bertindak sebagai perancah pada tanaman dan merupakan pusat pengiriman air.
Ini memberikan kekuatan dan pertahanan terhadap patogen.

“Ini adalah bahan yang luar biasa,” kata Profesor McGeehan. Selulosa dan lignin
adalah salah satu biopolimer paling banyak di dunia. Keberhasilan tanaman sebagian
besar disebabkan oleh campuran pintar dari polimer-polimer ini untuk membuat
lignoselulosa, bahan yang sulit untuk dicerna,” kata McGeehan.

Enzim saat ini cenderung bekerja hanya pada salah satu blok bangunan lignin,
membuat proses pemecahan/perancahan menjadi tidak efisien. Menggunakan teknik
struktural dan biokimia 3D canggih tim telah mampu mengubah bentuk enzim untuk
mengakomodasi beberapa blok bangunan.

Hasilnya memberikan rute untuk membuat bahan dan bahan kimia baru seperti nilon,
bioplastik, dan bahkan serat karbon, dari apa yang sebelumnya merupakan produk
limbah.

Penemuan ini juga menawarkan manfaat tambahan bagi lingkungan yakni


menciptakan produk dari lignin. Temuan juga mengurangi ketergantungan kita pada
minyak untuk membuat produk sehari-hari dan menawarkan alternatif yang menarik
untuk membakarnya sehingga membantu mengurangi emisi CO2.

Tim peneliti terdiri dari tim ahli internasional di bidang biologi struktural, biokimia,
kimia kuantum, dan biologi sintetis di Universitas Portsmouth, Negara Bagian Mon-
tana, Georgia, Kentucky dan California, dan dua laboratorium nasional AS, NREL dan
Oak Ridge.

Dan Hinchen, seorang mahasiswa pascasarjana di University of Portsmouth


mengatakan: “Kami menggunakan kristalografi sinar-X di synchrotron Sumber
Cahaya Berlian untuk memecahkan sepuluh struktur enzim dalam kompleks dengan
blok bangunan lignin. Ini memberi kami cetak biru untuk merekayasa enzim untuk
bekerja pada molekul baru. Kolega kami kemudian dapat mentransfer kode DNA
untuk enzim baru ini ke dalam strain industri bakteri, memperluas kemampuannya
untuk melakukan berbagai reaksi,” kata Hinchen.

“Kami sekarang memiliki pembuktian prinsip bahwa kami dapat berhasil merekayasa
kelas enzim ini untuk mengatasi beberapa molekul berbasis lignin yang paling menan-
tang dan kami akan terus mengembangkan alat biologis yang dapat mengubah limbah
menjadi bahan yang berharga dan berkelanjutan,” kata McGeehan.

Penelitian ini secara bersama-sama didanai oleh Dewan Penelitian Bioteknologi dan
Ilmu Pengetahuan Biologi, National Science Foundation (NSF), dan DOE EERE
Bioenergy Technologies Office dan sejumlah lembaga lainnya. nik/berbagai
sumber/E-6

BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, alasan pengharaman kloning reproduksi
manusia bukan terletak pada proses atau teknologinya, bukan pada teknis
pelaksanaannya di luar proses alamiah dan tradisional, tetapi pada mudarat yang
ditimbulkannya, akan merancukan dan menafikan berbagai pranata sosial, etika, dan
moral, juga akan merendahkan nilai dan martabat insani. Hal ini sejalan dengan
pendangan dari agam Islam dan Kristen. Teknologi rekayasa genetika yang dapat
ditolerir dan bahkan didukung hanya pada tujuan produktivitas tanaman, tumbuhan
dan hewan. Demikian juga untuk menemukan obat-obatan tertentu yang sangat
diperlukan dalam dunia pengobatan.
Perangkat peraturan untuk pelepasan produk bioteknologi tanaman, ikan hewan dan
pakan saat ini telah dimiliki Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP)
No 21 Tahun 2005. Peraturan ini merupakan peningkatan atau penyempurnaan dari
peraturan yang sebelumnya dari Keputusan Bersama Empat Menteri Tahun 1999 serta
khusus dibuat untuk mengatur produk bioteknologi hasil rekayasa genetika di
Indonesia. PP ini dibuat atas dasar pendekatan kehati-hatian yang sesuai dengan
Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati. Protokol ini sebelumnya telah
diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang No 21 Tahun 2004. Keputusan ini
dibuat untuk menjamin keamanan hayati dan keamanan pangan bagi kesehatan
manusia, keanekaragaman hayati dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Metode Pembentukan Keragaman


Genetika.(online) http://pttipb.wordpress.com/category/04-pembentukan-keragaman-
genetik-dan-pengujiannya. Diakses tanggal 15 Oktober 2012.
Anonymous.2008.http://bioteknews.blogspot.com/2008/01/apa-benar-kedelai-transgenik-
berbahaya.html. Diakses 15 Oktober 2012.
Bernabetha, dkk. 2006. Tanaan
Transgenik. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6206129144_1411-
7924.pdf Diakses tanggal 15 Oktober 2012
Dinata, Deden. 2009. Bioteknologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Deswina, Puspita. 2009. Pengkajian Pelepasan Tanaman Padi Transgenik di
Indonesia “Assesment on Release of transgenic rice plant in Indonesia”. Diakses
tanggal 15 Oktober 2012
Febriana, Mariani. 2004. Kloning
Manusia. http://warmada.staff.ugm.ac.id/Articles/ERteks-FTUGM-
080504.pdf Diakses tanggal 15 Oktober 2012
Hamid, Huzaifah. 2009. Makalah Genetika Dasar. Http:
//zaifbio.wordpress.com/2009/06/12/makalah-genetika-dasar. Diakses tanggal 9
Oktober 2012.
Imawan, 2012. Implementasi Rekayasa Genetika dalam Tehnik Pencangkokan DNA
Manusia terhadap Organisme Tumbuhan Sebagai Impian Revolusi Ilmiah Abad Ke-
21. http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/01/11/implementasi-rekayasa-
genetika-dalam-tehnik-pencangkokan-dna-manusia-terhadap-organisme-tumbuhan-
sebagai-impian-revolusi-ilmiah-abad-ke-21/ Diakses tanggal 15 Oktober 2012
Joe, Indra. 2009. Ilmu Genetika. http://indra-joe.blogspot./2009/04/30/ilmu-genetka.html.
Diakses tanggal 9 Oktober 2012.

Anda mungkin juga menyukai