PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang rekayasa genetika dan
dampak-dampaknya bagi manusia dan lingkungan serta kaitannya dengan bioetika.
BAB II
PEMBAHASAN
d. Terapi Gen
Para peneliti juga menggunakan rekayasa genetika untuk mengobati kelainan
genetik. Proses ini, yang disebut terapi gen, meliputi penyisipan duplikat beberapa gen
secara langsung ke dalam sel seseorang yang mengalami kelainan genetis. Sebagai
contoh, orang-orang yang mengalami sistik fibrosis tidak memproduksi protein yang
dibutuhkan untuk fungsi paru-paru yang tepat. Kedua gen yang mengkode protein
untuk cacat bagi orang-orang ini mengalami kerusakan. Para ilmuwan dapat
menyisipkan duplikat gen ke dalam virus yang tidak membahayakan. Virus “yang
direkayasa” ini dapat disemprotkan ke paru-paru pasien yang menderita sistik fibrosis.
Para peneliti berharap bahwa duplikat gen dalam virus tersebut akan berfungsi bagi
pasien untuk memproduksi protein. Terapi gen masih merupakan metode eksperimen
untuk mengobati kelainan genetik. Para peneliti bekerja keras untuk mengembangkan
teknik yang menjanjikan ini.
b. Jagung Transgenik
Di Amerika Serikat, komoditi jagung telah mengalami rekayasa genetik
melalui teknologi rDNA, yaitu dengan memanfaatkan gen dari bakteri Bacillus
thuringiensis (Bt) untuk menghindarkan diri dari serangan hama serangga yang
disebut corn borer sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Gen Bacillus
thuringiensis yang dipindahkan mampu memproduksi senyawa pestisida yang
membunuh larva corn borer tersebut.
Berdasarkan kajian tim CARE-LPPM IPB menunjukkan bahwa
pengembangan usaha tani jagung transgenik secara nasional memberikan keuntungan
ekonomi sekitar Rp. 6,8 triliyun. Keuntungan itu berasal dari mulai peningkatan
produksi jagung, penghematan usaha tani hingga penghematan devisa negara dengan
berkurangnya ketergantungan akan impor jagung.
Dalam jangka pendek pengembangan jagung transgenik akan meningkatkan produksi
jagung nasional untuk pakan sebesar 145.170 ton dan konsumsi langsung 225.550 ton.
Sementara dalam jangka panjang, penurunan harga jagung akan merangsang kenaikan
permintaan jagung baik oleh industri pakan maupun konsumsi langsung. Bukan hanya
itu, dengan meningkatkan produksi jagung Indonesia juga menekan impor jagung yang
kini jumlahnya masih cukup besar. Pada tahun 2006, impor jagung masih mencapai
1,76 juta ton. Secara tidak langsung, penggunaan tanaman transgenik juga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c. Kapas Transgenik
Kapas hasil rekayasa genetik diperkenalkan tahun 1996 di Amerika Serikat.
Kapas yang telah mengalami rekayasa genetika dapat menurunkan jumlah penggunaan
insektisida. Diantara gen yang paling banyak digunakan adalah gen cry (gen toksin)
dari Bacillus thuringiensis, gen-gen dari bakteri untuk sifat toleransi terhadap
herbisida, gen yang menunda pemasakan buah. Bagi para petani, keuntungan dengan
menggunakan kapas transgenik adalah menekan penggunaan pestisida atau
membersihkan gulma tanaman dengan herbisida secara efektif tanpa mematikan
tanaman kapas. Serangga merupakan kendala utama pada produksi tanaman kapas. Di
samping dapat menurunkan produksi, serangan serangga hama dapat menurunkan
kualitas kapas.Saat ini lebih dari 50 persen areal pertanaman kapas di Amerika
merupakan kapas transgenik dan beberapa tahun ke depan seluruhnya sudah
merupakan tanaman kapas transgenik. Demikian juga dengan Cina dan India yang
merupakan produsen kapas terbesar di dunia setelah Amerika Serikat juga secara
intensif telah mengembangkan kapas transgenik.
d. Tomat Transgenik
Pada pertanian konvensional, tomat harus dipanen ketika masih hijau tapi
belum matang. Hal ini disebabkan akrena tomat cepat lunak setelah matang. Dengan
demikian, tomat memiliki umur simpan yang pendek, cepat busuk dan penanganan
yang sulit. Tomat pada umumnya mengalami hal tersebut karena memiliki gen yang
menyebabkan buah tomat mudah lembek. Hal ini disebabkan oleh enzim
poligalakturonase yang berfungsi mempercepat degradasi pektin.
Tomat transgenik memiliki suatu gen khusus yang disebut antisenescens yang
memperlambat proses pematangan (ripening) dengan cara memperlambat sintesa
enzim poligalakturonase sehungga menunda pelunakan tomat. Dengan mengurangi
produksi enzim poligalakturonase akan dapat diperbaiki sifat-sifat pemrosesan tomat.
Varietas baru tersebut dibiarkan matang di bagian batang tanamannya untuk waktu
yang lebih lama sebelum dipanen. Bila dibandingkan dengan generasi tomat
sebelumnya, tomat jenis baru telah mengalami perubahan genetika, tahan terhadap
penanganan dan ditransportasi lebih baik, dan kemungkinan pecah atau rusak selama
pemrosesan lebih sedikit.
e. Kentang Transgenik
Mulai pada tanggal 15 Mei 1995, pemerintah Amerika menyetujui untuk
mengomersialkan kentang hasil rekayasa genetika yang disebut Monsanto sebagai
perusahaan penunjang dengan sebutan kentang “New Leaf”. Jenis kentang hybrid
tersebut mengandung materi genetik yang memnungkinkan kentang mampu
melindungi dirinya terhadap serangan Colorado potato beetle. Dengan demikian
tanaman tersebut dapat menghindarkan diri dari penggunaan pestisida kimia yang
digunakan pada kentang tersebut. Selain resisten terhadap serangan hama, kentang
transgenik ini juga memiliki komposisi zat gizi yang lebih baik bila dibandingkan
dengan kentang pada umumnya. Hama beetle Colorado merupakan suatu jenis
serangga yang paling destruktif untuk komoditi kentang di Amerika dan mampu
menghancurkan sampai 85% produksi tahunan kentang bila tidak ditanggulangi
dengan baik.
Daya perlindungan kentang transgenik tersebut berasal dari bakteri Bacillus
thuringiensis sehingga kentang transgenik ini disebut juga dengan kentang Bt.
Sehingga diharapkan melalui kentang transgenik ini akan membantu suplai kentang
yang berkesinambungan, sehat dan dalam jangkauan daya beli masyarakat.
Berbagai keunggulan lain dari tanaman yang diperoleh dengan teknik rekayasa
genetika adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan jenis tanaman baru yang tahan terhadap kondisi pertumbuhan
yang keras seperti lahan kering, lahan yang berkadar garam tinggi dan suhu
lingkungan yang ekstrim. Bila berhasil dilakukan modifikasi genetika pada
tanaman, maka dihasilkan asam lemak linoleat yang tinggi yang menyebabkan
mampu hidup dengan baik pada suhu dingin dan beku.
2. Toleran terhadap herbisida yang ramah lingkungan yang dapat mengganggu
gulma, tetapi tidak mengganggu tanaman itu sendiri. Contoh kedelai yang
tahan herbisida dapat mempertahankan kondisi bebas gulmanya hanya dengan
separuh dari jumlah herbisida yang digunakan secara normal
3. Meningkatkan sifat-sifat fungsional yang dikehendaki, seperti mereduksi sifat
atau daya alergi (toksisitas), menghambat pematangan buah, kadar pati yang
lebih tinggi serta daya simpan yang lebih panjang. Misalnya, kentang yang
telah mengalami teknologi rDNA, kadar patinya menjadi lebih tinggi sehingga
akan menyerap sedikit minyak bila goreng (deep fried). Dengan demikian akan
menghasilkan kentang goreng dengan kadar lemak yang lebih rendah.
4. Sifat-sifat yang lebih dikehendaki, misalnya kadar protein atau lemak dan
meningkatnya kadar fitokimia dan kandungan gizi. Kekurangan gizi saat ini
telah melanda banyak negara di dunia terutama negara miskin dan negara
berkembang. Kekurangan gizi yang nyata adalah kekurangan vitamin A,
yodium, besi dan zink. Untuk menanggulanginya, dapat dilakukan dengan
menyisipkan den khusus yang mampu meningkatkan senyata-senyawa tersebut
dalam tanaman. Contohnya telah dikembangkan beras yang memiliki
kandungan betakaroten dan besi sehingga mampu menolong orang yang
mengalami defisiensi senyawa tersebut dan mencegah kekurangan gizi pada
masyarakat.
Penggunaan rekayasa genetika khususnya pada tanaman tidak terlepas dari pro-
kontra mengenai penggunaan teknologi tersebut.
1. Tanaman transgenik memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding degan
tanaman konvensional, memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi, tahan hama,
tahan cuaca sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan
pangan secara capat dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida
atau bahan kimia serta memiliki produktivitas yang lebih tinggi.
2. Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman yaitu memperbaiki
sifat-sifat tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap cengkeraman
hama maupun lingkungan yang kurang menguntungkan sehingga tanaman transgenik
memiliki kualitas lebih baik dari tanaman konvensional serta bukan hal yang baru
karena sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh masyarakat.
3. Mengurangi dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan, misalnya tanaman
transgenik tidak perlu pupuk kimia dan pestisida sehingga tanaman transgenik dapat
membantu upaya perbaikan lingkungan
Sebuah molekul DNA harus menampilkan beberapa fitur agar dapat bertindak
sebagai vektor dalam kloning gen. Yang paling penting adalah mampu mereplikasi
dalam sel inang, sehingga banyak salinan dari molekul DNA rekombinan dapat
diproduksi dan diteruskan ke sel anak. Sebuah vektor kloning diperlukan relatif kecil,
sebagian besar molekul cenderung memecah selama pemurnian dan sulit untuk
memanipulasi. Dua jenis molekul DNA yang memenuhi kriteria ini dapat ditemukan
dalam sel-sel bakteri: plasmid dan kromosom bakteriofag. Meskipun plasmid sering
digunakan sebagai vektor kloning, tetapi jenis yang paling penting dari vektor yang
digunakan saat ini berasal dari bakteriofag. Oleh karena itu, plasmid dan bakteriofag
sangat penting untuk dikaji dalam rekayasa genetika.
A.Definisi Plasmid
Molekul DNA berbentuk sirkuler yang terdapat dalam sel bakteri atau ragi disebut
plasmid. Plasmid ini merupakan molekul DNA nonkromosom yang dapat berpindah
dari bakteri satu ke bakteri yang lain dan memiliki sifat pada keturunan bakteri sama
dengan induknya. Selain itu, plasmid juga dapat memperbanyak diri melalui proses
replikasi yang sehingga dapat terjadi pengklonan DNA yang menghasilkan plasmid
dalam jumlah yang banyak. Karena sifat-sifat plasmid yang menguntungkan, maka
plasmid digunakan sebagai vektor atau pembawa gen untuk memasukkan gen ke
dalam sel target.
Plasmid adalah molekul DNA yang berbentuk sirkuler dan mempunyai untaian
ganda yang dapat mereplikasi diri. Plasmid biasanya dapat ditemukan pada bakteri. Di
dalam satu sel dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang bervariasi
namun semua plasmid tidak menyandikan fungsi yang penting dalam pertumbuhan sel
tersebut. Umumnya plasmid menyandikan gen – gen yang diperlukan agar dapat
bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila keadaan kembali
normal, DNA plasmid dapat dibuang.
Dalam petongan DNA antara gen manusia dengan benang plasmid ini dapat
menyambung karena endonuklease yang digunakan untuk memotong DNA manusia
dan benang plasmid tersebut sama jenisnya. Sehingga dihasilkan ujung-ujung yang
sama strukturnya, gen manusia dan plasmid yang telah menyatu membentuk lingkaran
plasmid ini disebut kimera (DNA rekombinan).
Kimera tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sel target E. Coli, bakteri ini
akan hidup normal dan memiliki tambahan yang sesuai dengan sifat gen yang
disisipkan. Bakteri E. Coli kemudian di kultur untuk dikembangbiakkan. Bakteri
tersebut kemudian mampu menghasilkan hormon insulin manusia. Hormon insulin ini
akhirnya dapat di panen untuk digunakan oleh orang yang membutuhkannya.
Keuntungan dari insulin hasil rekayasa genetik ini ialah insulin tersebut bebas dari
protein hewan yang tercemar yang sering menimbulkan alergi.
DNA plasmid diisolasi dari bakteri dan DNA berisi gen yang dinginkan dari
jenis sel lain misalnya gen yang mengkode suatu hormon.
Sepotong DNA yang berisi gen tersebut diselipkan ke dalam salah satu
plasmid, yang kemudian menghasilkan DNA rekombinan.
Plasmid rekombinan dikembalikan ke sel bakteri.
Sel bakteri ditumbuhkan dalam kultur, kemudian membentuk klon sel, DNA
asing yang disambungkan ke dalam plasmid tidak merusak kemampuan
plasmid untuk bereplikasi di dalam sel bakteri dan gen yang diinginkan
direplikasi bersama dengan plasmid begitu sel inangnya menjadi banyak.
Dapat dikatakan gen itu telah diklon.
Identifikasi klon bakteri yang membawa gen yang diinginkan tersebut.
Aplikasi terakhir dari pengklonan gen dalam bakteri.
Pada bakteri jumlah plasmid yang dimiliki bervariasi bahkan sampai ribuan
atau bahkan tidak memiliki plasmid. Plasmid dapat bereplikasi sendiri (tidak
tergantung pada kromosom) dan membawa beberapa gen tapi tidak penting
(maksudnya ada atau tidak ada gen tersebut, sama saja. Misalnya gen resistensi
terhadap senyawa tertentu). Umumnya plasmid dimiliki oleh prokariot tetapi ada juga
di eukariot seperti Entamoeba histolityca, yeast dan dalam 1 sel tunggal terdapat 1
copy, untuk plasmid yang besar bisa terdapat beratus-ratus copy plasmid. Ada yang
banyak dan ada yang sedikit copy-an plasmidnya.
Plasmid juga bisa diisolasi, gampang dikeluarkan dari sel, mudah dimanipulasi
dan diiisolasi dari bakteri. Setelah dimodifikasi, plasmid rekombinan tersebut dapat
dintegrasikan (di-insert) ke dalam genom, tumbuhan, protista, dan mamalia. Plasmid
bisa berkembang menjadi banyak. Sehingga walapun kecil, plasmid memiliki peranan
penting dalam rekombinasi DNA.
Ukuran plasmid juga menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam kloning,
idealnya berukuran kurang dari l0kb, jika molekulnya besar cenderung terpecah
selama penyaringan, dan juga lebih sulit untuk dimodifikasi. Istilah Plasmid Copy
Number adalah rata-rata jumlah sejenis plasmid dalam sel. Berdasarkan jumlah
plasmid di dalam sel, plasmid dapat dibedakan menjadi: Low copy number plasmid,
dimana plasmid memiliki kemampuan replikasi rendah sehingga dalam satu sel hanya
mengandung satu atau beberapa plasmid yang sama saja. High copy number plasmid,
dimana plasmid memiliki kemampuan replikasi tinggi sehingga dalam satu sel
mengandung banyak plasmid yang sama, hingga ribuan. Contohnya plasmid pada
bakteri E.coli.
G. Klasifikasi Plasmid
Faktor
Faktor R pertama kali ditemukan di Jepang pada strain bakteri enterik yang
mengalami resistensi terhadap sejumlah antibiotik (multipel resisten). Munculnya
resistensi bakteri terhadap beberapa antibiotik, sangat berarti dalam dunia kedokteran,
dan dihubungkan dengan meningkatnya penggunaan antibiotik untuk pengobatan
penyakit infeksi. Sejumlah perbedaan gen-gen resisten-antibiotik dapat dibawa oleh
faktor R. Plasmid R100 disusun oleh 90 kpb yang membawa gen resisten untuk
sulfonamid, streptomisin/spektinomisin, asam fusidat, kloramfenikol, tetrasiklin dan
pembawa gen resisten terhadap merkuri.
R100 dapat berpindah diantara bakteri enterik dari genus Escherichia, Klebsiella,
Proteus, Salmonella, dan Shigella, tetapi tidak akan berpindah ke bakteri nonenterik
Pseudomonas. Juga sudah diketahui faktor R dengan gen resisten terhadap kanamisin,
penisilin, tetrasikliin, dan neomisin. Beberapa elemen resisten obat pada faktor R
merupakan elemen yang dapat bergerak, dan dapat digunakan dalam mutagenesis
transposon. Gen-gen untuk sifat yang tidak berhubungan dengan resistensi antibiotik
juga dibawa oleh faktor R. Yang terpenting diantaranya menghasilkan pili untuk
transfer konjugatif, tetapi faktor R juga membawa gen untuk replikasi dirinya sendiri
dan gen untuk mengatur produksi protein yang mencegah pengenalan plasmid lain
Selanjutnya adanya satu faktor R yang menghambat pengenalan dari tipe plasmid
lain yang sama, suatu fenomena yang diketahui sebagai ketidakcocokan. Karena faktor
R dapat mengalami rekombinasi genetik, gen dari dua faktor R dapat bergabung
menjadi satu. Rekombinasi plasmid merupakan suatu alat yang pertama kali
ditimbulkan oleh pembiakan organisme resisten-obat. Plasmid dapat membawa gen
yang berhubungan dengan fungsi-fungsi khusus lain, misalnya pada Rhizobium
sp berperan dalam fiksasi nitrogen, Streptococcus (grup N) berperan dalam
penggunaan laktosa, sistemgalaktose fosfotransferase, metabolisme sitrat.
1. Plasmid (F) fertilitas: untuk konjugasi, terdapat dalam gen untuk phili
2. Plasmid (R) resistensi: mengandung gen-gen yang membawa resistensi bakteri,
antibiotik, maupun
3. Col-Plasmid, mengandung kolkisin yang dapat membunuh bakteri yang lain
4. Plasmid degradasi, plasmid yang mempunyai gen yang dapat menghasilkan
senyawa yang dapat mencerna, misalnya toluene atau asam salisilat
5. Plasmid virulence (patogen opertunistik): plasmid yang dapat menyebabkan
patogen. Bila masuk ke dalam sel bakteri, dapat mengubah bakteri yang tidak
patogen menjadi
6. Addiction system: plasmid ini menghasilkan racun jangka panjang dan
pengakal singkat. Sel anak yang menyimpan salinan plasmid bertahan hidup,
sementara sel anak yang gagal untuk mewarisi plasmid meninggal atau
menderita penurunan pertumbuhan tingkat karena racun tersisa dari sel induk.
Kloning berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu Clone yang artinya ranting atau
cangkokan. Istilah Clone atau klona pertama kali diusulkan pada tahun 1903 oleh
Herbert Webber.
Secara definisi, Kloning adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu
yang secara genetic sama persis (identik). Sedangkan istilah klon adalah sekelompok
organisme hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan melalui reproduksi
aseksual dan berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota dari klon tersebut
mempunyai susunan dan jumlah gen yang sama dan kemungkinan besar fenotipnya
juga sama. Cloning didasarkan pada prinsip bahwa setiap makhluk hidup mempunyai
kemampuan totipotensi yang artinya setiap sel mempunyai kemampuan untuk menjadi
individu.
Insulin adalah hormon yang mengubah glukosa menjadi glikogen, dan berfungsi
mengatur kadar gula darah bersama hormon glukagon. Kekurangan insulin karena
cacat genetik pada pankreas, menyebabkan seseorang menderita diabetes melitus
(kencing manis) yang berdampak sangat luas terhadap kesehatan, mulai kebutaan
hingga impotensi.
Sebelum ditemukan teknik sintesis insulin, hormon ini hanya bisa diperoleh dari
ekstraksi pankreas babi atau sapi, dan sangat sedikit insulin bisa diperoleh. Setelah
ditemukan teknik sintesis insulin di bidang bioteknologi inilah, harga insulin bisa
ditekan dengan sangat drastis sehingga bisa membantu para penderita diabetes melitus.
1. Pada proses pembuatan insulin ini, langkah pertama adalah mengisolasi plasmid
dari E. coli. Plasmid adalah salah satu bahan genetik bakteri yang berupa untaian
DNA berbentuk lingkaran kecil. Selain plasmid, bakteri juga memiliki
kromosom. Keunikan plasmid ini adalah: ia bisa keluar-masuk ‘tubuh’ bakteri,
dan bahkan sering dipertukarkan antar bakteri.
2. Pada langkah kedua ini plasmid yang telah diisolir dipotong pada segmen
tertentu menggunakan enzim restriksi endonuklease. Sementara itu DNA yang
di isolasi dari sel pankreas dipotong pada suatu segmen untuk mengambil
segmen pengkode insulin. Pemotongan dilakukan dengan enzim yang sama.
3. DNA kode insulin tersebut disambungkan pada plasmid menggunakan bantuan
enzim DNA ligase. Hasilnya adalah kombinasi DNA kode insulin dengan
plasmid bakteri yang disebut DNA rekombinan.
4. DNA rekombinan yang terbentuk disisipkan kembali ke sel bakteri.
Bila bakteri E. coli berbiak, maka akan dihasilkan koloni bakteri yang memiliki DNA
rekombinan
Kloning reproduktif pertama kali dilakukan oleh seorang Ilmuan Inggris, John
Gurdon. Beliau berhasil melakukan kloning pada katak. Kemudian para peneliti
dengan antusias melakukan percobaan lain pada mamalia. Sampai dengan tahun 1996
tepatnya 5 Juli, Ian Wilmut dan para peneliti yang lain dari Roslin Institute di Edinburg
(Skotlandia) berhasil menciptakan biri-biri yang diberi nama Dolly, akan tetapi
penelitian ini dikatakan belum berhasil karena Dolly yang seharusnya dapat mencapai
umur 11 tahun ternyata hanya dapat mencapai umur 6 tahun. Hasil penelitian ini,
menunjukkan bahwa Dolly mengalami penuaan dini, menderita penyakit radang sendi,
dan infeksi paru kronis.
Penelitian ini menghasilkan temuan konversi limbah tanaman menjadi produk yang
bernilai tinggi dan berkelanjutan seperti nilon, plastik, dan bahan kimia lainnya.
Penemuan ini dipimpin oleh anggota tim rekayasa enzim Inggris-AS yang sama,
dimana tahun lalu mereka merekayasa dan meningkatkan enzim pencerna plastik.
Temuan ini merupakan sebuah terobosan potensial untuk daur ulang limbah plastik.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences ini,
dipimpin oleh Profesor Jen Dubois di Montana State University, Dr Gregg Beckham
di Laboratorium Energi Terbarukan Departemen Energi AS, Profesor Ken Houk di
Universitas California, Los Angeles dan juga tim dari Profesor John McGeehan di
University of Portsmouth.
Enzim yang baru direkayasa ini aktif pada lignin, salah satu komponen utama tanaman,
yang telah dicoba selama beberapa dekade oleh para ilmuwan untuk menemukan cara
pencacah yang efisien.
Enzim ini dipelajari cara kerjanya. Hingga akhirnya kemudian merekayasa enzim
tersebut untuk menghasilkan alat baru untuk industri bioteknologi. “Dalam hal ini,
kami telah mengambil enzim alami dan merekayasa untuk melakukan reaksi kunci
dalam pemecahan salah satu polimer tumbuhan alami terberat,” kata McGeehan.
“Ini adalah bahan yang luar biasa,” kata Profesor McGeehan. Selulosa dan lignin
adalah salah satu biopolimer paling banyak di dunia. Keberhasilan tanaman sebagian
besar disebabkan oleh campuran pintar dari polimer-polimer ini untuk membuat
lignoselulosa, bahan yang sulit untuk dicerna,” kata McGeehan.
Enzim saat ini cenderung bekerja hanya pada salah satu blok bangunan lignin,
membuat proses pemecahan/perancahan menjadi tidak efisien. Menggunakan teknik
struktural dan biokimia 3D canggih tim telah mampu mengubah bentuk enzim untuk
mengakomodasi beberapa blok bangunan.
Hasilnya memberikan rute untuk membuat bahan dan bahan kimia baru seperti nilon,
bioplastik, dan bahkan serat karbon, dari apa yang sebelumnya merupakan produk
limbah.
Tim peneliti terdiri dari tim ahli internasional di bidang biologi struktural, biokimia,
kimia kuantum, dan biologi sintetis di Universitas Portsmouth, Negara Bagian Mon-
tana, Georgia, Kentucky dan California, dan dua laboratorium nasional AS, NREL dan
Oak Ridge.
“Kami sekarang memiliki pembuktian prinsip bahwa kami dapat berhasil merekayasa
kelas enzim ini untuk mengatasi beberapa molekul berbasis lignin yang paling menan-
tang dan kami akan terus mengembangkan alat biologis yang dapat mengubah limbah
menjadi bahan yang berharga dan berkelanjutan,” kata McGeehan.
Penelitian ini secara bersama-sama didanai oleh Dewan Penelitian Bioteknologi dan
Ilmu Pengetahuan Biologi, National Science Foundation (NSF), dan DOE EERE
Bioenergy Technologies Office dan sejumlah lembaga lainnya. nik/berbagai
sumber/E-6
BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, alasan pengharaman kloning reproduksi
manusia bukan terletak pada proses atau teknologinya, bukan pada teknis
pelaksanaannya di luar proses alamiah dan tradisional, tetapi pada mudarat yang
ditimbulkannya, akan merancukan dan menafikan berbagai pranata sosial, etika, dan
moral, juga akan merendahkan nilai dan martabat insani. Hal ini sejalan dengan
pendangan dari agam Islam dan Kristen. Teknologi rekayasa genetika yang dapat
ditolerir dan bahkan didukung hanya pada tujuan produktivitas tanaman, tumbuhan
dan hewan. Demikian juga untuk menemukan obat-obatan tertentu yang sangat
diperlukan dalam dunia pengobatan.
Perangkat peraturan untuk pelepasan produk bioteknologi tanaman, ikan hewan dan
pakan saat ini telah dimiliki Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP)
No 21 Tahun 2005. Peraturan ini merupakan peningkatan atau penyempurnaan dari
peraturan yang sebelumnya dari Keputusan Bersama Empat Menteri Tahun 1999 serta
khusus dibuat untuk mengatur produk bioteknologi hasil rekayasa genetika di
Indonesia. PP ini dibuat atas dasar pendekatan kehati-hatian yang sesuai dengan
Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati. Protokol ini sebelumnya telah
diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang No 21 Tahun 2004. Keputusan ini
dibuat untuk menjamin keamanan hayati dan keamanan pangan bagi kesehatan
manusia, keanekaragaman hayati dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA