Anda di halaman 1dari 28

INTERNAL AUDIT

“TEMUAN AUDIT”

Disusun oleh:
Mustika Andriani (01115075)
Sulistiyo (01117015)
Kresensia Fatima (01117020)
Iis Gerda Wardhani (01117039)

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
AKUNTANSI
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala kuasanya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul
“Audit Internal : “Temuan Audit”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
kelompok yang diberikan oleh dosen mata kuliah Audit Internal.Walaupun
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami berharap, makalah ini dapat
bermanfaat khusus untuk mahasiswa akuntansi yang ingin mengetahui
sejarah, perkembangan, dan gambaran umum terkait dengan audit internal.
Pada kesempatan ini kami juga berterimakasih kepada teman-teman yang telah
membantu untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran kami
perlukan untuk dapat kami jadikan masukan agar kedepannya kami bisa lebih
baik lagi.

Surabaya, 02 Nov 2019

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................4
I.1 Rumusan Masalah...........................................................................................4
I.2 Tujuan Penulisan.............................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN...............................................................................................5
2.1. Definisi Temuan Audit................................................................................5
2.2. Sifat-sifat Temuan Audit.............................................................................5
2.3. Standar......................................................................................................5
2.4. Saran-Saran Perbaikan..............................................................................6
2.5. Temuan Audit yang dapat dilaporkan.........................................................7
2.6. Pendekatan untuk mengkonstruksi Temuan..............................................7
2.7. Menambah Nilai.........................................................................................7
2.8. Tingkat Signifikan.......................................................................................8
2.9. Temuan-temuan tidak signifikan................................................................8
2.10. Temuan-temuan kecil.................................................................................9
2.11. Temuan-temuan Besar..............................................................................9
2.12. Elemen-elemen Temuan Audit...................................................................9
2.13. Latar Belakang.........................................................................................10
2.14. Kriteria.....................................................................................................10
2.15. Kondisi.....................................................................................................11
2.16. Penyebab.................................................................................................12
2.17. Dampak...................................................................................................12
2.18. Kesimpulan..............................................................................................13
2.19. Rekomendasi...........................................................................................13
2.20. Pembahasan Temuan..............................................................................14
2.21. Pencatatan Temuan Audit........................................................................14
2.22. Keahlian Komunikasi................................................................................19
2.23. Penalaahan Pengawasan........................................................................19
2.24. Melaporkan Temuan Audit.......................................................................20
2.25. Tindak Lanjut...........................................................................................20
2.26. Kecukupan Tindakan Perbaikan..............................................................21
2.27. Keweangan dan Statsu Audit...................................................................23
BAB III
KESIMPULAN...............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
STUDI KASUS...................................................................................................26

3
BAB I
PENDAHULUAN

Auditor internal adalah suatu aktivitas independen yang memberikan jaminan


keyakinan serta konsultasi yang dirancang untuk memberikan suatu nilai
tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi. melalui auditor
internal yang salah satu fungsinya sebagai pelindung asset perusahaan
sangatlah strategis sehingga ia harus dapat menempatkan posisi dan
memegang peranan penting dalam setiap tahap langkah perubahan dan
perkembangan yang berlangsung.
Auditor internal dalam menjalankan operasinya seringkali menemukan temuan-
temuan audit. Temuan audit adalah hal-hal yang berkaitan dengan pernyataan
tentang fakta yang terjadi dalam proses pengauditan. Dalam peranannya
tersebut, maka seorang auditor internal harus dapat menganalisa dengan
benar setiap temuan dalam proses audit agar tidak terjadi penyalahgunaan
fungsi yang sesuai dengan kebijakan perusahaan.  Kemampuan auditor
dalam mengidentifikasikan temuan audit, mengkomunikasikan temuan
tersebut, dan menentukan kesimpulan audit merupakan merupakan
keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam diri auditor.
Temuan audit dihasilkan dari proses perbandingan antara ”apa yang seharusnya
terdapat” dan ”apa yang ternyata terdapat dalam proses pengauditan”. Dari
hasil perbandingan tersebut, internal auditor memiliki dasar untuk membuat
laporan. Temuan-temuan audit dapat diatasi dengan pengendalian internal
yang berjalan dengan baik, salah satunya dengan diadakan pemeriksaan
internal oleh auditor. Auditor internal bertanggung jawab untuk menguji dan
menilai kecukupan dan efektivitas dari tindakan yang diambil oleh
manajemen. Oleh karena itu, auditor internal harus mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang temuan audit dan dapat mengidentifikasi indikator
kemungkinan adanya temuan audit. Berdasarkan penjelasan di atas makalah
ini membahas peran sikap profesionalisme auditor internal terhadap temuan
audit.

I.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa
rumusan masalah, diantaranya:
1. Apa definisi temuan audit dan sifat-sifat temuan audit?
2. Bagaimana temuan yang dikatakan baik?
3. Bagaimana pendekatan untuk menghasilkan temuan audit?
4. Bagaimana pencatatan dan pelaporan dari hasil temuan audit?
5. Apa yang dimaksud dengan tingkat signifikansi temuan audit?
6. Elemen-elemen apa saja dalam temuan audit?

I.2 Tujuan Penulisan


Berdasrakan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi temuan audit dan sifat-sifat temuan audit.
2. mengetahui ciri-ciri temuan audit yang baik.
3. Mengetahui pendekatan untuk menghasilkan temuan audit.
4. Mengetahui pencatatan dan pelaporan dari hasil temuan audit.
5. Mengetahui tingkat signifikansi temuan audit.
6. Mengetahui elemen-elemen apa saja dalam temuan audit.
BAB II
PEMBAHASAN

4
2.1. Definisi Temuan Audit
Temuan audit (audit findings) menurut Sawyer adalah penyimpangan dari norma-
norma atau kriteria yang dapat diterima.
Temuan audit menurut I Gusti Agung Ra dalam buku Audit kinerja pada sektor
publik: konsep, praktik, studi kasus ialah masalah-masalah penting (material)
yang ditemukan selama audit berlangsung dan masalah tersebut pantas untuk
dikemukakan dan dikomunikasikan dengan entitas yang diaudit karena
mempunyai dampak terhadap perbaikan dan peningkatan kinerja; ekonomi,
efisiensi dan efektivitas yang diaudit.
Jadi temuan audit adalah himpunan data dan informasi yang dikumpulkan, diolah
dan  diuji selama melaksanakan tugas audit atas kegiatan instansi tertentu
yang  disajikan secara analitis menurut unsur-unsurnya yang dianggap
bermanfaat bagi  pihak-pihak yang berkepentingan.

2.2. Sifat-sifat Temuan Audit


Temuan audit bisa memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Misalnya,
temuan-temuan tersebut dapat menggambarkan:
1) Tindakan-tindakan yang seharusnya diambil, tetapi tidak dilakukan, seperti
pengiriman yang dilakukan tetapi tidak ditagih.
2) Tindakan-tindakan yang dilarang, seperti pegawai yang mengalihkan sewa
dari perlengkapan perusahaan ke perusahaan kontrak pribadi untuk
kepentingannya sendiri.
3) Tindakan-tindakan tercela, seperti membayar barang dan perlengkapan pada
tarif yang telah diganti dengan tariff yang lebih rendah pada kontrak yang lebih
menguntungkan.
4) Sistem yang tidak memuaskan, seperti diterimanya tindak lanjut yang
seragam untuk klaim asuransi yang belum diterima padahal kalim tersebut
bervariasi dalam jumlah dan signifikansinya.
5) Eksposur-eksposur risiko yang harus dipertimbangkan.
Meskipun temuan-temuan audit seringkali disebut sebagai “kekurangan”
(deficiency), banyak organisasi audit internal merasa bahwa istilah tersebut
terlalu negatif; dan standar awal kelihatannya setuju dengan hal ini. Dalam
kenyataannya, bahkan istilah temuan dianggap terlalu negatif di beberapa
tempat. Kata-kata seperti “kondisi” dianggap lebih nyaman dan tidak
memberikan ancaman, serta tidak menimbulkan tanggapan defensif di pihak
klien.
Walaupun sebutannya bisa bervariasi dari satu organisasi ke organisasi lain,
konsep dasarnya bersifat universal. Apapun nama yang diberikan, suatu
temuan audit menjelaskan sesuatu yang saat ini atau pada masa lalu
mengandung kesalahan, atau sesuatu yang kemungkinan akan terjadi
kesalahan.

2.3. Standar
Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, andal, relevan,
dan berguna untuk mencapai tujuan penugasan.Practice Advisory 2410-1 dari
Standar, “Kriteria Komunikasi”, memperluas arahan ini menjadi :
1) Komunikasi akhir penugasan bisa mencakup informasi latar belakang dan
ringkasan. Informasi latar belakang bisa mengidentifikasi unit-unit
organisasional dan aktivitas-aktivitas yang ditelaah serta memberikan
informasi penjelasan yang relevan.
2) Hasil-hasil harus mencakup observasi, kesimpulan (opini), rekomendasi, dan
rencana-rencana tindakan.

5
3) Observasi adalah pernyataan fakta yang berkaitan. Observasi-observasi yang
penting untuk mendukung atau mencegah kesalahpahaman pada kesimpulan
dan rekomendasi auditor internal harus tercakup dalam komunikasi
penugasan akhir.
4) Observasi dan rekomendasi penugasan timbul dari proses perbandingan apa
yang seharusnya dengan apa yang terjadi. Ada atau tidak ada perbedaan,
auditor internal memiliki fondasi untuk membangun laporan. Jika kondis
memenuhi kriteria, pengakuan atas kinerja yang memuaskan ini bisa
dimasukkan dalam komunikasi penugasan. Observasi dan penugasan harus
didasarkan pada atribut-atribut berikut ini :
 Kriteria : Standar, ukuran, atau ekspektasi yang digunakan dalam melakukan
evaluasi dan atau verifikasi (apa yang seharusnya ada).
 Kondisi: Bukti faktual yang ditemukan auditor internal pada saat pengujian
(apa yang ada).
 Penyebab: Alasan perbedaan antara apa yang diharuskan dan kondisi aktual
(mengapa ada perbedaan)
 Dampak: Risiko, atau eksposur yang dihadapi organisasi dan atau yang lain
karena kondisi tidak sama dengan kriteria (dampak perbedaan).
 Observasi dan rekomendasi juga bisa mencakup penyelesaian penugasan
klien, hal-hal terkait, dan informasi pendukung jika tidak terkandung dilaporan
manapun.
Sehubungan dengan pelaporan aktual, Practice Advisor 2420-1 dari Standar,
“Kualitas Kriteria Komunikasi” , menyatakan:
1) Komunikasi objektif bersifat faktual, tidak bias, dan bebas dari distorsi.
Observasi, kesimpulan, dan rekomedasi harus dimasukkan tanpa prasangka.
2) Komunikasi yang jelas mudah dipahami dan bersifat logis. Kejelasan bisa
ditingkatkan dengan menghindari bahasa teknis yang tidak perlu dan
memberikan informasi pendukung yang memadai.
3) Komunikasi ringkas langsung ke sasaran dan menghindari rincian yang tidak
perlu. Komunikasi seperti ini mengemukakan pikiran secara lengkap dalam
kata-kata yang sesedikit mungkin.
4) Komunikasi konstruktif adalah komuniksi yang isi dan nadanya membantu
klien dan organisasi menuju perbaikan jika diperlukan.
5) Komunikasi tepat waktu adalah komunikasi yang dikeluarkan tanpa
penundaan dan memungkinkan tindakan efektif segera.

2.4. Saran-Saran Perbaikan


Auditor juga menghadapi transaksi atau kondisi yang mungkin secara intrinsik
tidak salah, tetapi bisa ditingkatkan. Misalnya membayar produk yang tidak
ernah diterima jelas adalah kesalahan. Jika cukup banyak uang yang terlibat,
maka jelas hal ini merupakan temuan audit yang dapat dilaporkan. Disisi lain,
memo penerimaan yang dapat disederhanakan tidak seharunya dianggap
kelemahan sehingga bukan merupakan temuan audit khususnya bila auditor
internal tidak dapat menunjukkan kesalahan dalam pemrosesan penerimaan.
Saran-saran perbaikan dari seorang auditor pada temuan audit berfungsi untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari kegiatan-kegiatan di dalam
perusahaan dan mencegah kecurangan terjadi (Fraud Prevention).

2.5. Temuan Audit yang dapat dilaporkan


Tidak setiap kelemahan yang ditemukan auditor internal harus dilaporkan.
Beberapa kelemahan bersifat kecil dan tidak membutuhkan perhatian
manajemen. Semua temuan audit yang bisa dilaporkan haruslah :

6
 Cukup signifikan agar layak dilaporkan ke manajemen
 Didokumentasikan dengan fakta, bukan opini, dan dengan bukti yang
memadai, kompeten dan relevan
 Secara objektif dibuat tanpa bias atau prasangka
 Relevan dengan masalah-masalah yang ada
 Cukup meyakinkan untuk memaksa dilakukannya tindakan untuk memperbaiki
kondisi-kondisi yang mengandung kelemahan.

2.6. Pendekatan untuk mengkonstruksi Temuan.


Mengembangkan fakta-fakta dan rincian menjadi temuan audit yang signifikan
dan dapat dilaprkaan membutuhkan keahlian. Hal ini membutuhkan
perbedaan berdasarkan pengelaman. Apa yang dianggap kelemahan serius
bagi orang awam bisa jadi merupakan hal sepele bagi seorang auditor internal
yang profesional.
Factor-faktor yang perlu dipertimbangkan Internal Auditor dalam melaporkan
hasil temuan-temuan audit :
 Meninjau keputusan manajemen bisa jadi tidak adil dan realitas. Auditor
internal harus mempertimbangkan keadaan-keadaan yang ada pada saat
kelemahan terjadi.
 Auditor, bukan klien, harus bertanggung jawab untuk memberikan bukti. Jika
sebuah temuan audit belum dinuktikan secara mendalam untuk memuaskan
seseorang yang objektif dan wajar, maka temuan ini tidak bisa dilaporkan.
 Auditor internal harus tertarik pada perbaikan kinerja tersebut tidak mutlak
harus dikritik hanya karena kurang dari 100 persen
 Auditor internal harus meninjau temuan-temuan audit. Mereka harus
memeriksa dengan teliti atau menemukan alasan-alasan yang mendukung
kesalahan.

2.7. Menambah Nilai


Dalam setiap aspek usaha, konsep menambah nilai (adding value) memiliki
makna baru dan lebih jelas. Definisi terbaru mengenai audit internal secara
khusus menyebutkan penambahan nilai. Fungsi-fungsi yang dianggap tidak
menambah nilai berisiko untuk dirampingkan, atau bahkan dihilangkan. Salah
satu cara auditor internal menambah nilai adalah dengan meyakinkan bahwa
temuan dan rekomendasi yang mereka berikan jelas berdampak positif bagi
organisasi. Auditor internal tidak hanya harus yakin bahwa pekerjaan mereka
memberikan kontribusi yang berarti bagi tujuan dan kesuksesan organisasi,
mereka juga harus yakin bahwa kontribusi tersebut dipahami dan dinilai oleh
yang lain.
Temuan-temuan yang dihasilkan dari penelaahan “awal-akhir” cenderung sangat
bermanfaat. Jika auditor internal mampu mendeteksi masalah-masalah kontrol
potensial dalam sistem penelusuran persediaan terkomputerisasi yang baru
diterapkan sebelum – bukan sesudah – dirancang dan diimplementasikan,
organisasi bisa mendapatkan keuntungan besar. Temuan-temuan yang
menghasilkan nilai terbesar seringkali mengalahkan kekuatan teknologi,
memberikan perubahan yang positif, dan berorientasi ke depan. Temuan-
temuan ini membantu organisasi bergerak maju dan mencapai sasaran-
sasaran mereka.
Temuan audit yang wajar dapat menghasilkan perbaikan dalam jumlah dolar atau
rupiah yang besar, atau meningkatkan jasa, atau memperbaiki struktur dan
proses organisasi. Auditor internal akan meningkatkan citra mereka sebagai
penambah nilai, bukan sebagai pemakan sumber daya. Di sepanjang tahapan

7
temuan-temuan audit, penting bagi auditor internal untuk tetap fokus
menyediakan aktivitas-aktivitas dan jasa-jasa bernilai tinggi.

2.8. Tingkat Signifikan


Tidak ada dua temuan yang benar-benar sama. Setiap temuan mencerminkan
tingkat kerugian atau resiko aktual atau potensialnya masing-masing.
Menempatkan penekanan yang sama pada kesalahan klerikal acak seperti
pada kelebihan pembayaran $100.000 jelas tidak logis. Jadi auditor internal
harus mempertimbangkan tingkat kerusakan yang bisa atau telah disebabkan
oleh suatu kondisi kelemahan sebelum mengkomunikasikannya dengan
manajemen. Untuk kebanyakan tujuan, temuan-temuan audit bisa
diklasifikasikan menjadi tidak signifikan, kecil, atau besar.

2.9. Temuan-temuan tidak signifikan


Temuan yang tidak signifikan (insignificant findings) adalah semacam kesalahan
klerikal yang dialami semua organisasi yang tidak memerlukan tindakan
formal. Dalam kenyataannya, memasukkan temuan seperti ini kedalam
laporan audit formal akan menjadi tidak produktif karena akan mengaburkan
temuan signifikan yang sebenarnya pada laporan, yang mengimplikasikan
bahwa auditor internal tidak dapat melihat perbedaan antara setitik noda
dengan noda yang menyebar. Hal ini juga akan semakin mengukuhkan citra
auditor internal sebagai seorang yanghanya memerhatikan hal-hal kecil.
Masalah-masalah yang tidak signifikan seharusnya tidak disembunyikan atau
dilewatkan. Tidakan yang dapat dilakukan adalah:
a) Mendiskusikan masalah tersebut dengan orang yang bertanggung jawab
b) Melihat apakah situasi tersebut telah diperbaiki
c) Mencatat hal tersebut dalam kertas kerja
d) Tidak memasukan penyimpangan kecil tersebut kedalam laporan internal
audit resmi.
Misalnya, tidak diambilnya beberapa diskon pembelian acak oleh pegawai utang
usaha dapat dianggap kesalahan yang tidak signifikan.
Tetapi tidak berarti kesalahan yang klerikal yang bersifat acak tidak pernah
dilaporkan. Jika kesalahan-kesalahan tersebut merupakan gejala-gejala dari
masalah yang lebih besar, mungkin harus ada pelaporan. Kesalah tersebut
mungkin mengidentifikasikan pelatihan karyawan yang kurang, pengawasan
yang lemah, atau instruksi tertulis yang tidak jelas. Pada kasus-kasus ini
kelemahan kontrol lah yang menjadi temuan audit. kesalah acak adalah murni
membuktikan adanya kelemahan dan membutuhkan perhatian manajemen.

2.10. Temuan-temuan kecil


Temuan-temuan kecil (minor findings) perlu dilaporkan karena bukan semata-
mata kesalah manusiawi yang bersifat acak. Jika tidak diperbaiki, maka akan
berlanjut sehingga merugikan dan walaupun tidak menggangu tujuan operasi
organisasi, namun cukup signifikan untuk diperhatikan oleh manajemen.
Beberapa temuan kecil lebihh baik dilaporkan dalam surat kepada manajemen
(Management Letter).
Misalnya, seorang pegawai yang telah mencampuradukkan kas kecil pribadi
dengan milik organisasi melanggar aturan organisasi dan pratik bisnis yang
baik. Tentu hal ini harus dilaporkan dan diperbaiki, jika tidak maka akan terus
berlanjut atau menyebar.

2.11. Temuan-temuan Besar

8
Temuan-temuan besar (major findings) adalah temuan yang akan mengahalangi
tujuan utama suatu organisasi atau suatu unit dalam organisasi. Misalnya,
salah satu tujuan utama departemen utang usaha adalah hanya membayar
utang usaha yang benar-benar sah. Sistem kontrol yang lemah yang bisa atau
akan mengakibatkan kesalahan pembayaran yang akan mencerminkan
kelemahan yang bisa menghalangi departemen mencapai tujuan utamanya.
Oleh karen aitu, hal ini merupakan temuan audit yang besar dan harus
dilaporkan.
Memisahkan temuan audit yang besar dan kecil tidaklah mudah. Dibutuhkan
pertimbangan audit yang baik untuk mebedakan keduanya. Namun jika tolok
ukur yang baru saja dijabarkan bisa diterapkan secara wajar, maka ausitor
internalharus mampu mengklasifikasi temuan-temuannya. Dan karen
amelibatkan pertimbangan audit, keputusan akhir mengenai apakah sebuah
temuan harus diklasifikasikan sebagai temuan besar atau kecil merupakan
tanggung jawab auditor internal, bukan manajemen.

2.12. Elemen-elemen Temuan Audit


Auditor internal bukanlah orang yang maha tahu dan mereka tidak bisa
diharapkan untuk mengetahui semua hal tentang operasi yang sedang diaudit.
Pengetahuan tentang temuan audit yang dapat dilaporkan merupakan
masalah lain, karena auditor internal mempertentangkan kelayakan status
quo. Mereka mencari sistem atau transaksi yang tidak memenuhi standar
operasi yang berlaku. Tetapi auditor internal bisa mengharapkan adanya
tantangan dan mereka harus mengetahui lebih banyak tentang temuan-
temuan audit mereka. Fakta-fakta yang ditemukan auditor internal haruslah
meyakinkan, kriterianya harus dapat diterima, dan logika yang digunakan juga
harus meyakinkan.
Kelayakan tindakan yang mereka lakukan paling baik diukur dengan
membandingkannya dengan beberapa kriteria. Sama halnya dengan
pengembangan temuan audit. Jika temuan yang dikembangkan memenuhi
semua standar audit dapat diterima, maka temuan tersebut akan menjadi
logis, wajar, dan meyakinkan. Temuan tersebut akan memberi stimulus untuk
memotivasi tindakan perbaikan. Jika ada yang hilang dari temuan yang
dilaporkan, maka temuan tersebut bisa dipertentangkan dan berakibat pada
tindakan yang tidak menyenangkan atau bahkan tidak ada tindakan sama
sekali.
Kebanyakan temuan audit harus mencakup elemen-elemen tertentu, termasuk di
dalamnya latar belakang, kriteria, kondisi, penyebab, dampak, kesimpulan,
dan rekomendasi. Setiap temuan audit yang mencakup elemen-elemen ini,
baik eksplisit maupun implisit, akan menjadi argumen yang kuat untuk
dilakukannya tindakan perbaikan. Temuan tersebut akan menunjukkan bahwa
tidak ada rintangan yang dibiarkan dalam menyajikan masalah dan solusinya.
Pada beberapa kasus yang unik, elemen penyebab mungkin tidak tepat.
Suatu masalah mungkin diakibatkan oleh kondisi tertentu.

2.13. Latar Belakang


Pembaca laporan harus diberikan informasi umum yang memadai agar dapat
memahami sepenuhnya alasan-alasan mengapa auditor yakin bahwa temuan-
temuan tersebut harus dilaporkan. Latar belakang juga dapat mengidentifikasi
orang-orang yang berperan, hubungan organisasi, bahkan tujuan dan sasaran
yang menjadi perhatian. Hal tersebut harus bisa menjelaskan secara umum
lingkungan yang melingkupi operasi dan situasi yang menyebabkan auditor
melaporkan temuan tersebut.

9
2.14. Kriteria
Pengembangan temuan audit harus mencakup dua elemen penting dalam
konsep kriteria:
1) Tujuan dan sasaran, dapat mencakup standar-standar operasi yang
mencerminkan apa yang diinginkan manajemen untuk dicapai oleh operasi
yang diaudit.
2) Kualitas pencapaian.

Tidak memahami saran atau tujuan operasi bagaikan menilai patung dengan
matu tertutup. Mungkin saja dilakukan penilaian atas bagian yang dipegang,
namun konteksnya tidak tepat. Dalam mengembangkan temuan audit, auditor
internal harus dengan jelas melihat dan memahami gambaran keseluruhan,
serta bagian lainnya.
Dalam setiap audit atas aktivitas, sasaran-sasaran kelayakan, efisiensi,
ekonomis, dan efektivitas harus tercakup. Semua sumber daya harus
digunakan tanpa terbuang percuma. Untuk menentukan seberapa layak
efisien, ekonomis, dan efektifnya suatu operasi, auditor internal harus memiliki
tolok ukur. Mereka harus mengidentifikasi standar atau kriteria kinerja yang
valid. Sebelum mereka mengkritik apa yang terjadi, mereka harus tahu apa
yang seharusnya.
Standar-standar operasi mungkin sudah ada di beberapa bidang organisasi.
Misalnya manajemen bisa menyatakan bahwa tingkat penolakan produk-
produk tertentu tidak boleh melebihi 2%. Tetapi sebelum menerima standar
ini, auditor internal harus menilai validitasnya. Dasar penentuan standar
mungkin harus diteliti ulang dan auditor mungkin ingin membandingkan
standar dengan organisasi-organisasi srupa dan memeriksa kewajarannya
dalam memenuhi sasaran-sasaran perusahaan.
Di sisi lain, manajemen mungkin belum memiliki standar yang teah ditetapkan.
Dalam kasus ini, auditor internal dapat berpegang pada standara sebelumnya
yang menyarankan:
“Kecermatan profesional mencakup pengevaluasian standar operasi yang
ditetapkan dan menentukan apakah standar-standar tersebut dapat diterima
dan telah tercapai. Jika standar-standar tersebut tidak jelas, interpretasi yang
berwenang harus didapatkan. Jika auditor internal diminta
mengintrepretasikan atau memilih standar-standar operasi, mereka harus
mencari kesepakatan dengan klien mengenai standar yang diperlukan untuk
mengukur kinerja operasi.”
Standar terkait erat dengan prosedur dan praktik. Prosedur merupakan intruksi
manajemen yang umumnya tertulis, sementara praktik merupakan cara
segala sesuatunya dilakukan, baik benar maupun salah. Prosedur yang lemah
dapat mengakibatkan kondisi yang tidak memuaskan atau praktik-praktik yang
lemah dapat melanggar prosedur yang memadai. Dalam membuat temuan-
temuan audit, auditor internal harus berupaya ntuk menentukan praktik dan
prosedur apa saja yang diterapkan atau yang seharusnya.
Adanya prosedur yang salah atau tidak adanya prosedur yang layak bisa
menjadi alasan mengapa dibutuhkan tindak perbaikan. Dibutuhkan keahlian
yang memadai untuk menulis hal ini tanpa menimbulkan kesalahpahaman
bagi pembaca. Hanya hal-hal penting yang seharusnya dilaporkan, hindari
rincian-rincian yang tidak perlu. Misalnya saja auditor tidak menemukan
adanya prosedur operasi tertulis sebagai perbandingan kondisi yang terjadi,
tetapi praktik operasi melanggar praktik bisnis yang baik. Karyawan hanya
menghabiskan setengah hari untuk pekerjaan mereka. Pengawasan lemah

10
dan penggunaan meteran tidak diperiksa. Auditor membuat standar mereka
sendiri berdasarkan prosedur administratif yang dapat diterima dan informasi
yang dikumpulkan dari organisasi lain pada bidang yang sama. Audit yang
mereka lakukan kemudian didedikasikan untuk menunjukkan akibat-akibat
prosedur yang tidak memadai dan merekomendasikan cara-cara untuk
memperbaikinya.

2.15. Kondisi
Istilah “kondisi” mengacu pada fakta-fakta yang dikumpulakn melalui observasi,
pengajuan pertanyaan, analisis, verifikasi, dan investigasi yang dilakukan
auditor internal. Kondisi merupakan ktaKondisi harus mampu menghadapi
serangan apapun. Kondisi juga harus mencerminkan total populasi atau
sistem yang ditelaah, atau dalam kasus terpisah, harus merupakan
kelemahan yang signifikan. Klien harus menyepakati fakta-fakta yang
disajikan meskipun mereka bisa saja memperselisihkan signifikansi yang
dilekatkan auditor pada temuan-temuan tersebut.
Klien bisa saja tidak menyetujui kesimpulan dan interpretasi audit, namun jangan
pernah ada perbedaan dengan fakta-fakta yang mendasari kesimpulan. Suatu
temuan bisa dianggap tidak layak apabila klien dengan valid menyatakan
bahwa auditor internal tidak mendapatkan fakta dengan benar. Hal ini menjadi
tidak relevan. Jadi, kondisi-kondisi tersebut harus dibahasa di awal dengan
orang-orang yang mengetahui fakta-fakta tersebut. Setiap pertentangan
tentang fakta-fakta harus dipecahkan sebelum temuan-temuan dilaporkan.
Auditor internal harus mempertahankan reputasinya dalam hal akurasi dan
berbuat sesuai pengamatannya sehingga jika auditor berpendapat seperti ini
atau itu, maka hal tersebut pasti benar.
Sebagai contoh penggambaran kondisi yang dilaporkan, auditor internal
menggunakan pengambilan sampel secara acak dalam memilih meteran
untuk pengujian. Meteran yang dipilih dilepas kemudian diperiksa di
laboratorium. Pengujian menunjukkan bahwa 17% dari meteran yang diuji
tidak berfungsi sama sekali dan tambahan 23% berjalan lebih lambat
dibandingkan standar yang ditentukan dalam ketentuan hukum.

2.16. Penyebab
Penyebab menjelaskan mengapa terjadi deviasi dari kriteria yang ada, mengapa
sasaran tercapai, dan mengapa tujuan tidak terpenuhi. Identifikasi penyebab
merupakan hal penting untuk memperbaikinya. Setiap temuan audit dapat
ditelusuri penyimpangannya dari apa yang diharapkan. Masalah dapat diatasi
hanya jika penyimpangan ini diidentifikasi dan penyebabnya diketahui.
Menentukan penyebab merupakan latihan pemecahan masalah dan prosesnya
mengikuti langkah-langkah klasik berikut:
a) Kumpulkan fakta-fakta.
b) Identifikasi masalah.
c) Jelaskan hal-hal utama dari masalah.
d) Uji penyebab-penyebab yang mungkin.
e) Tetapkan tujuan-tujuan potensi tindakan perbaikan.
f) Bandingkan tindakan-tindakan alternatif dengan tujuan dan secara tentatif pilih
yang terbaik.
g) Pikirkan keadaan-keadaan buruk yang dipicu oleh tindakan perbaikan yang
telah dipilih.
h) Pertimbangan “bagaimana seandainya”.
i) Apakah terdapat kondisi-kondisimitigasi.

11
j) Rekomendasikan kontrol untuk memastikan bahwa tindakan terbaik benar-
benar telah dilakukan.
Contoh berikut menggambarkan penyebab kondisi yang tidak layak:
Dengan menggunakan analisisi regresi berganda, auditor menetapkan korelasi
tertentu antara kondisi-kondisi operasi meteran dan usianya. Bila meteran
tersebut telah beroperasi selama beberapa tahun, maka ada kecenderungan
untuk melambat dan perlahan-lahan tidak berfungsi. Setelah berbicara
dengan manajer dari organisasi utilitas lainnya, auditor menyatakan bahwa
praktik-praktik yang diterapkan di organisasi mereka tidak berfokus pada
meteran yang telah tua, tidak memberdayakan sepenuhnya pengawas
meteran, tidak membuat pengawas menyadari adanya meteran yang tidak
berfungsi, atau tidak memberikan pengawasan yang dibutuhkan.

2.17. Dampak
Dampak menjawab pertanyaan “lalu kenapa”. Anggaplah semua fakta telah
disajikan, lalu kenapa/ siapa atau apa yang dirugikan, seberapa buruk? Apa
konsekuensinya? Akibat-akibat yang merugikan haruslah signifikan, bukan
hanya penyimpangan dari prosedur. Dampak merupakan elemen yang
dibutuhkan untuk meyakinkan klien dan manajemen pada tingkat lebih tinggi
bahwa kondisi yang tidak diinginkan jika dibiarkan terus terjadi akan berakibat
buruk dan memamakan biaya yang lebih besar daripada tindakan yang
dibutuhkan untuk memeprbaiki masalah tersebut.
Untuk temuan-temuan keekonomisan dan efisiensi, dampak biasanya diukur
dalam dolar atau rupiah. Dalam temuan-temuan efektivitas, dampak biasanya
meupakan ketidakmampuan untuk menyelesaikan hasil akhir yang diinginkan
atau diwajibkan. Dampak adalah hal yang membuat yakin dan sangat
diperlukan untuk suatu temuan audit. Jika tidak disajikan ke manajemen
dengan memadai maka kecil kemungkinannya akan diambil indak perbaikan.
Sebagai contoh dampak yang signifikan, auditor internal dapat menunjukkan
melalui sampel mereka bahwa telah terjadi kehilangan pendapatan sebesar
$2 juta per tahun. Mereka juga menunjukkan bahwa tarif air sangat tinggi
secara tidak beralasan sehingga terjadi kelebihan pendapatan setidaknya
$1.5 juta setiap tahun.

2.18. Kesimpulan
Kesimpulan (conclusion) harus ditunjang oleh fakta-fakta; namun harus
merupakan pertimbangan professional, bukan berisi rincian yang tidak perlu.
Dalam membuat kesimpulan, auditor internal jelas memiliki peluang untuk
memberikan kontribusi kepada organisasi. Jika auditor internal secara
konsisten menyajikan kesimpulan yang bisa menghasilkan kinerja yang baru
dan tingkatan kinerja yang lebih tinggi, menguranggi biaya dan meningkatkan
kualitas ptroduksi, menghilangkam [ekerjaan yang tidak dibutuhkan,
mendayagunakan kekuatan teknologi, meningkatkan kepuasan pelanggan,
merningkatkan jasa, dan meningkatkan posisi kompetitif organisasi, maka
audit internal jelas bernilai. Kesimpulan dapat menekankan pemahaman
auditor atas usaha organisasi dan hibungan fungsi yang diaudit terhadap
perusahaan secara keseluruhan.
Kesimpulan dapat dan seharusnya menyajikan tindakan potensial dan
menunjukan bahwa manfaat memperbaiki kesalahaaan akan melebihi
biayanya. Besarnya kerugian yang ditunjukan pada bagian dampak
merupakan dasar dibutuhkannya tindakan perbaikan. Misalnya temuan
menuntun auditor untuk menyimpulkan bahwa prosedur-prosedur harus
diperbaiki. Meteran di atas usia tertentu harus diawasi, dan yang tidak

12
memenuhi standar harus diganti Instruksi dan pengawasan harus diberikan
kepada pengawas sehingga kinerja mereka bisa ditingkatkan.

2.19. Rekomendasi
Rekomendasi (recommendation) menggambarkan tindakan yang mungkin
dipertimbangkan manajemen untuk memperbaiki kondisi-kondisi yang salah
dan untuk memperkuat kelemahan dalam sistem kontrol. Rekomendasi harus
positif dan bersifat spesifik. Rekomendasi juga harus mengidentifikasi siapa
yang akan terbaik.
Akan tetapi rekomendasi audit membawa bibit-bibit bahaya. Jika manajemen
diberi tahu mengenai tindakan yang direkomendasikan auditor, maka tindakan
tersebut bisa berbalik merugikan auditor. Mengidentifikasi kondisi yang tidak
memuaskan adalah tanggung jawab audit. Memperbaikinya merupakan
tanggung jawab manajemen.
Lebih disukai bila auditor internal mengusulkan metode tindakan perbaikan untuk
pertimbangan manajemen. Rekomendasi audit seharusnya tidak dilakukan
secara membabi buta, tetapi dipertimbangkan bersama-sama dengan
tindakan-tindakan lain yang mungkin dilakukan. Auditor internal tidak mendikte
manajemen: dan pada akhirnya, manajemenlah, bukan auditor internal yang
harus melakukan tindakan perbaikan.
Saran yang paling memuaskan untuk menyelesaikan temuan audit adalah
membahsnya dengan manajemen operasional sebelum laporan audit tertulis
diterbitkan. Pada saat itu harus dicapai kesepakatan mengenai fakta-fakta dan
beberapa tindakan perbaikan untuk memperbaiki kekurangan. Kemudian,
laporan formal bisa berisi pernyataan ini: “kami membahas temuan-temuan
kami dengan manajemen; dan sebgai hasilnya, tindakan telah diambil yang
kami yakin telah diperhitungkan untuk memperbaiki kondisi yang telah
dijelaskan).” Pendekatan ini mengambil apa pun dari auditor, dan membangun
hubungan dalam pemecahan masalah antara auditor dan lien.
Kami yakin bahwa bentuk laporan ini lebih disukai untuk seperangkat
rekomendasi audit yang kelihatanya menekankan klien dan meempatkan
auditor sebagai atasan, makhluk maha tahu yang mengeluarkan pernyataan
yang di[ahat di batu granit. Misalnya:
Kami telah mebahas temuan dan kesimpulan kami dengan manajemen. Sebagai
hasilnya. Manajemen mengambil tindakan untuk mengganti 25.000 meteran
lama atau yang tidak beroprasi dengan biaya $1 juta. Manajemen puas
dengan tindakan ini karena akan menghasilkan tambahan pendapatan $2 juta
setahun dan pada saat yang sama, mengurangi pendapatan tarif air sebesar
$1,5 juta setiap tahun.
Juga, manajemen mengambil langkah untuk mengutus sebuah tim ke beberapa
organisasi utilitas, untuk memepelajari metode yang diterapkan dalam
memeriksa meteran, mengawasi pemeriksaan meteran, dan mengawasi
meteran untuk medeteksi meteran yang mulai rusak.

2.20. Pembahasan Temuan


Saat auditor menyusun temuan audit dan merenungkan rekomendasi, mereka
harus mewaspadai kekeliruan mereka sendiri. Mereka mungkin salah
menginterpretasi, atau mereka mungkin tidak membaca prosedur dengan
layak. Untuk mengecek pemahaman atas hal-hal yang mereka temukan,
maka auditor internal harus berbicara dengan orang yang paling mengetahui
fakta tersebut. Mereka harus mengetahui interpretasi klien dan mencatatnya
dalam kertas kerja mereka.

13
Pendapat manajer dan karyawan berpengalaman mengennai hasil-hasil tindakan
yang direkomendasikan sangat disambut baik. Auditor internal yang
berpengalaman akan mencari orang-orang yang memiliki pengetahuan dalam
organisasi—orang-orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai operasi
yang sedang diperiksa—dan mengatakan: “Ini masalahnya. Kondisi tersebut
membutuhkan koreksi atau perbaikan. Apa yang akan terjadi jika kami
merekomendasikan tindakan ini?” Banyak mantan auditor yang bisa
menceritakan bagimana pertanyaan seperti ini mneyelamatkan mereka dari
masa lalu.

2.21. Pencatatan Temuan Audit


Auditor internal yang ingin memastikan bahwa mereka telah sepenuhnya
mempertimbangkan elemen-elemen temuan audit bisa mengandalkan pada
suatu bentuk laporan atau sarana lainnya agar mereka tetap bisa
menelusurinya. Laporan tersebut juga bisa menjadi sarana bagi penyelia audit
guna menentukan apakah semua langkah yang diperlukan untuk
menghasilkan temuan audit yang dikembangkan dengan baik telah diambil.
Aktivitas Pencatatan Temuan Audit Internal (Internal Audit Record of Audit
Findings) yang ditunjukkan pada Tampilan 8-1 merupakan satu contoh
laporan tersebut. Laporan tersebut sesuai dengan tujuan yang telah dijelaskan
dan memberi ruang untuk:
1) Mengidentifikasi organisasi yang bertanggungjawab
2) Memberi nomor identifikasi utnuk temuan tertentu dan suatu rujukan untuk
kertas kerja pendukung
3) Memberi pernyataan singkat mengenai kondisi
4) Mengidentifikasi kriteria standar yang diterapkan untuk menilai kondisi
5) Menunjukkan apakah temuan tersebut merupakan pengulangan dari sesuatu
ditemukan pada audit sebelumnya
6) Menyatakan arah, prosedur, atau instruksi kerja yang berkaitan dengan
temuan tersebut
7) Meringkas pengujian audit dan jumlah kelemahan yang ditemukan
8) Menunjukkan penyebab--mengapa terjadi penyimpangan
9) Menjelaskan dampak, aktual maupun potensial, dari kondisi tersebut
10) Menyatakan tindakan perbaikan yang diusulkan dan/atau yang diambil
11) Mencatat pembahasan dengan karyawan klien dan mencatat tanggapan-
tanggapan mereka (setuju, tidak setuju), dan sifat tindakan, jika ada, yang
mereka usulkan untuk diambil
Laporan Pencatatan Temuan Audit (Record of Audit Findings--RAF)
memberikan fleksibilitas karena RAF bisa diurutkan atau diurut ulang untuk
memfasilitasi pelaporan formal. Laporan tersebut juga memberikan acuan
untuk pembahasan, karena mencakup kebanyakan informasi yang dibutuhkan
dalam satu lembar untuk menjelaskan masalah. Laporan tersebut juga
berfungsi sebagai pedoman untuk mengingatkan auditor semua yang
diperlukan untuk memperoleh informasi untuk temuan yang dibuat secara
mendalam. RAF juga harus diselesaikan di lapangan sehingga setiap elemen
yang hilang atau tidak lengkap bisa diperbaiki tanpa membutuhkan kunjungan
ulang ke tempat yang diaudit.
Beberapa organisasi telah memperluas penggunaan RAF melampaui dokumen
kertas kerja. Mereka menggunakannya untuk mengomunikasikan temuan
dengan segera ke klien dan mendapatkan tanggapan tertulis. Dengan cara ini,
ketidaksepakatan dapat dipecahkan dengan segera, dan janji tindakan
perbaikan bisa dibuat dalam catatan. Tanggapan klien dan catatan tindakan
yang diambil atau dijanjikan tercantum dalam lampiran RAF (Tampilan 8-2).

14
Tampilan 8-1
Catatan Aktivitas Audit Internal tentang Temuan Audit
Contoh 1

Organisasi ________________________________________________No. RAF


____________
Referensi W/P ________
Kondisi ______________________________________________________________________________

Standar _____________________________________________________________________________

Sama dengan temuan pemeriksaan terakhir: Ya ______________Tidak


____________________
Prosedur atau ________________________________________________________________________

Metode pemilihan
sampel_________________________________________________________
Ukuran populasi ______ Ukuran sampel ______ Jumlah kelemahan ______ % dari
sampel_____
Penyebab ____________________________________________________________________________

Dampak_____________________________________________________________________________

Rekomendasi_________________________________________________________________________

Tindakan perbaikan ____________________________________________________________________

Pembahasan:

15
Nama Jabatan Departemen Tanggal Auditor
(1) _________________________________________________________________________________
Komentar ___________________________________________________________________________
(2) _________________________________________________________________________________
Komentar ____________________________________________________________________________
(3) _________________________________________________________________________________
Komentar ____________________________________________________________________________
(4) _________________________________________________________________________________
Komentar ____________________________________________________________________________

_____________________________________________
______________________________
Auditor Tanggal
_____________________________________________
______________________________
Penyelia Tanggal

Tampilan 8-2
Aktivitas Audit Internal
Catatan Temuan Audit
Tanggapan dan Tindakan

Tanggapan Manajemen

(Gunakan halaman belakang untuk tambahan tanggapan)


Nama: Jabatan:
Tanggal:__________
Tindakan perbaikan:

Tanggal efektif tindakan perbaikan _________________________________

Nama: Jabatan:
Tanggal:__________
Penilaian auditor:
Tindakan yan g diusulkan memuaskan ____________ Tidak Memuaskan
__________________

Auditor:_____________________________________________________Tanggal:_____
_____
Tindak lanjut tindakan perbaikan:

Auditor:_____________________________________________________Tanggal:_____
______
Hasil-hasil tindakan perbaikan (dievaluasi pada audit selanjutnya)

Penyelia
Audit:_______________________________________________Tanggal:__________
_

16
Tampilan 8-3
Abstraksi Temuan

Kantor: Northeast District


Subjek: Beban-beban Perjalanan
Judul Laporan: Akuntansi Fiskal

Kondisi :

Kriteria :

Penyebab :

Dampak :

Tanggapan Manajemen :

______________________________________________________

17
Manajer
Audit

18
2.22. Keahlian Komunikasi
Laporan ringkas sekali pun, seperti yang tampak pada RAF harus ditulis dengan
baik, dan masalah-masalah harus didefinisikan dengan jelas mnenggunakan
istilah-istilah yang singkat, padat, dan tepat. Jika dimungkinkan, bahasa RAF
harus diekspresikan dalam nada yang positif, dan istilah-istilah yang
mendorong reaksi emosional atau defensif harus dihindari. Tentu saja, sikap
yang sama juga harus ditampilkan dalam komunikasi verbal sehari-hari dsan
presentasi interim hasil-hasil audit.
Pada saat yang sama, auditor terkadang harus terlibat dalam masalah yang
sensititf dan negatif. Masalah-masalah kontrol serius, kecurangan, atau
tindakan-tindakan ilegal harus selalu dipandang sebagai berita buruk, terlepas
dari kemampuan komunikasi auditor atau objektivitas RAF.

2.23. Penalaahan Pengawasan


Supervisi audit tetap merupakan kontrol kunci atas pengembangan profeisonal
temuan-temuan audit. Setiap temuan yang dapat dilaporkan harus melewati
penelaahan pengawasan yang ketat, baik secara manual maupun elektronik,
dan penelaahan tersebut haruys dibuktikan dengan tanda tangan peneyelia
atau indikasi persetujuan elektronik.
Tidak ada yang begitu mengurangi kredibilitas aktivitas audit internal selain
temuan yang tidak dibuat dengan mendalam sehingga mudah diserang.
Sebuah temuan audit secara definisi merupakan sebuah kritik. Mekanisme
bertahan alami atas kritik-kritik tersebut sering kali dengan segera
menghasilkan serangan terhadap kritik tersebut. Oleh karena itu, temuan audit
harus mengatasi kritik. Penyelia audit bisa melihat bahwa hasil akhir dicapai
dengan mendekati temuan audit melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1) Apakah ada bagian-bagian dari temuan yang hilang? Mengapa? Apa yang
bisa dilakukan untuk mencari bagian-bagian yang hilang tersebut? Apakah
kekurangan-kekurangan ini merupakan penyajian yang buruk atau pekerjaan
audit yang tidak lengkap?
2) Apakah bagian-bagian tersebut tercampur sehingga mengaburkan kejelasan?
Apakah pendapat menggantikan fakta-fakta? Apakh sebab tercampur dengan
akibat? Apakah rekomendasi memang menyajikan fakta-fakta?
3) Jika prosedur tidak diikuti, apakah rekomendasi hanya sekadar pernyataan
bahwa prosedur tersebut seharusnya diikuti? Atau apakah rekomendasi
menunjukkan mengapa prosedur tersebut tidak diikuti? Dengan kata lain,
apakah akan lebih berguna untuk merekomendasikan instruksi yang lebih
jelas, supervisi yang lebih ketat, pengawasan yang lebih konstan, atau sarana
kontrol lain yang dengan segera akan menunjukkan penyimpangan dari
prosedur?
4) Apakah kriteria audit bisa diandalkan, jelas, meyakinkan, dan objektif? Apakah
kriteria tersebut dirancang untuk memenuhi suatu sasaran manajemen?
Apakah masuk akal?
5) Apakah informasi mengenai penyebab sudah lengkap atau hanya informasi
yang tidak mendalam? Apakah penyebab merupakan suatu keismpulan yang
logis? Apakah tepat menuju masalah? Akankah penyebab setiap kali memicu
dampak yang sama yang tidak diinginkan? Apakah penyebab tersebut
merupakan penyebab di permukaan, atau mmerupakan penyebab dasar?
6) Apakah dampak terlalu berlebihan? Apakah logis? Apakah dianggap terlalu
kecil? Apakah dikuantifikasi dengan memadai? Apakah aktiva tidak berwujud
dengan memadai diakui dan dijelaskan dengan memadai? Apakah
manajemen perasi setuju dengan dampak yang dilaporkan? Jika tidak,
bagaimana posisinya?

19
7) Apakah ada keadaan-keadaan yang bisa menyebabkan temuan tersebut tidak
diterima dan dibatalkan? Bisakah kondisi-kondisi tersebut dinetralisasi?
8) Apakah rekomendasi bermanfaat dan spesifik, atau sekadar menyatakan
“meningkatkan kontrol”? Apakah rekomendasi tersebut terlalu kaku,
memaksakan tindakan-tindakan yang diusulkan auditor internal? Apakah
rekomendasi berkenaan dengan masa lalu tetapi mengabaikan masa datang?
Apakah bersifat menghukum, ketimbang konstruktif? Apakah tidak sejalan
dengan penyebabnya? Apakah mencakup sarana untuk mengawasi kondisi
sehingga dampak-dampak merugikan tidak terulang lagi?
9) Apakah metode penyajian sesuai dengan Standar?

2.24. Melaporkan Temuan Audit


RAF dan abstraksi telah digunakan lebih dari sekedar sebagai pencatatan
temuan atau pengkomunikasian ke klien. Nyatanya, beberapa organisasi audit
telah membuat ringkasan sebagai dasar utama bagi laporan audit internal.
Laporan tersebut telah diakumulasikan berurutan secara logis berdasarkan
pengelompokkan menurut subjek, lokasi, atau unit yang diaudit, kemudian
diserahkan ke manajemen melalui ringkasan eksekutif satu halaman.
Ringkasan ini menjelaskan lingkup audit, menyajikan opini secara
keseluruhan, dan menyajikan penilaian auditor atas operasi yang diaudit.
Ringkasan eksekutif juga menyebutkan temuan-temuan yang dapat
dilaporkan. Temuan-temuan yang didokumentasikan tercermin dalam RAF
atau abstraksi.
Format pelaporan ini menekankan pada kelemahan-kelemahan. Pelaporan ini
menawarkan manfaat dari pelaporan segera setelah pekerjaan lapangan
diselesaikan, tetapi apa yang diperoleh dari pelaporan yang cepat bisa jadi
sia-sia bila hubungan auditor-klien tidak menguntungkan. Auditor bisa berada
pada posisi memberikan kritik atau celaan, bukan sebagai pengamat objektif
yang memerhatikan sisi baik maupun sisi buruk. Dampak yang tidak
menguntungkan ini dapat diseimbangkan oleh keseluruhan tanggapan yang
objektif pada ringkasan eksekutif. Hal tersebut juga dapat dinetralkan dengan
pembahasan interim mengenai RAF dengan klien.

2.25. Tindak Lanjut


Belum ada kesepakatan mengenai tanggung jawab auditor sehubungan dengan
tindak lanjut. Beberapa penulis dan praktisi berpendapat bahwa auditor
internal mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dan terserah pada
manajemen untuk mengambil tindakan perbaikan, menentukan
kecukupannya, dan mengawasi efektivitasnya. Namun, pandangan ini tidak
konsisten dengan deskripsi yang lebih luas mengenai tanggung jawab audit
internal sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan Standar.
Audit internal merupakan aktivitas pemberian keyakinan yang independen,
objektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan
meningkatkan operasi organisasi.
Terkandung secara implisit dalam pernyataan tersebut tanggung jawab untuk
mengidentifikasi dan melaporkan baik risiko aktual maupun potensial terhadap
perusahaan. Auditor internal yang menyadari kelemahan dan risiko diminta
melaporkannya ke tingkat manajemen yang tepat.
Standar terbaru 2500.A1 menyatakan bahwa:
Kepala bagian audit harus menetapkan proses tindak lanjut untuk mengawasi
dan memastikan bahwa tindakan manajemen telah diimplementasikan secara
efektif atau bahwa manajemen senior telah menerima risiko untuk tidak
mengambil tindakan.

20
Practice Advisory 2500.A1-1 dari Standar, “Proses Tindak Lanjut,” lebih jauh
menyatakan:
1) Tindak lanjut oleh auditor internal didefinisikan sebagai sebuah proses untuk
menentukan kecukupan, efektivitas, dan ketepatan waktu atas tindakan yang
diambil oleh manajemen atas pengamatan dan rekomendasi penugasan yang
dilaporkan. Pengamatan dan rekomendasi seperti ini juga mencakup yang
dilakukan oleh auditor eksternal dan yang lainnya. (sumber: Red Book
440.01.1)
2) Tanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut harus didefinisikan dalam
piagram tertulis aktivitas audit internal. Sifat, waktu, dan luas tindak lanjut
harus ditentukan oleh kepala bagian audit. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan prosedur tindak lanjut yang tepat adalah:
a) Signifikansi pengamatan atau observasi yang dilaporkan.
b) Tingkat upaya dan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi yang
dilaporkan.
c) Risiko-risiko yan mungkin terjadi bila tindakan perbaikan gagal dilakukan.
d) Kompleksitas tindakan perbaikan.
e) Periode waktu yang terlibat.
Kelemahan yang dilaporkan, yang dianggap valid oleh manajemen, jelas telah
menggambarkan risiko bagi perusahaan. Kondisi ini tetap menjadi risiko
hingga selesai diperbaiki. Kegagalan untuk mengawasi risiko tersebut hingga
dikoreksi, atau hingga manajemen senior atau dewan telah menyatakan
bahwa mereka akan menanggung risiko tersebut, harus dianggap sebagai
tanggung jawab audit yang tidak dilaksanakan.
Argumen lain yang menyatakan bahwa auditor tidak harus melakukan tindak
lanjut atas tindakan perbaikan adalah mereka adalah staf dan bukan lini.
Pernyataan ini sudah jelas, auditor internal memang seharusnya tidak
melakukan fungsi lini. Namun menindaklanjuti tindakan perbaikan bukanlah
fungsi lini. Justru hal ini merupakan fungsi staf yang dirancang untuk menilai
tindakan lini. Auditor internal melaksanakan tanggung jawab mereka dengan
menilai kinerja fungsi lini dalam mengurangi risiko bagi perusahaan.

2.26. Kecukupan Tindakan Perbaikan


Temuan-temuan audit dan tindakan yang diperlukan untuk
mengimplementasikannya memiliki banyak variasi bentuk dan ukuran
sehingga tidak ada aturan kaku bagi kelayakan tindakan perbaikan yang bisa
diterapkan di segala situasi. Secara umum, tindakan perbaikan seharusnya:
1) Responsif terhadap kelemahan yang dilaporkan
2) Lengkap dalam memperbaiki semua aspek material dari kelemahan yang ada
3) Berkelanjtan efektivitasnya
4) Diawasi untuk mencegah terulang lagi
Berikut ini tindakan perbaikan tidak memenuhi empat kriteria:
Sebuah organisasi menggunakan berbagai macam bahan peledak dalam
operasinya. Penanganan bahan peledak tersebut, seperti yang kita perkirakan
membutuhkan kehati-hatian dan pengalaman yang cukup. Hal ini semakin
disadari saat seorang pekerja yang lalai dan kurang terlatih secara tak
sengajah meledakan tanganya dan menyebabkan seorang pekerja lainya
menjadi buta.
Setelah kejadian itu dibuat kebijakan organisasi yaitu untuk semua karyawan
yang menangani bahan peledak harus menyelesaikan pelatihan, memiliki
sertifikasi dalam penanganan bahan peledak, dan membawa kartu yang
membuktikan sertifikasi mereka. Karyawan tersebut harus memperoleh

21
sertifikat ulang setiap tahun setelah diuji pengetahuan dan kemampuan
mereka dalam menangani bahan peledak.
Auditor internal memeriksa prosedur sertifikasi dan status sertifikasi sejumlah
karyawan. Meraka menemukan bahwa tidak ada sistem yang
menginformasikan karyawan atau penyelia mereka bahwa mereka harus
mengikuti ujian tahunan. Mereka juga menanyakan 30 dari 100 karyawan dan
menemukan bahwa 2 orang tidak memiliki sertifikasi sama sekali dan
sertifikasi untuk tiga karyawan telah habis masa berlakunya. Kelima karyawan
tersebut terlibat dalam penanganan bahan peledak sehari-hari.
Auditor internal dengan segera melaporkan temuan mereka. Sebagai
tanggapanya, manejer produksi meminta kelima orang tersebut diuji dan
diberikan sertifikasi. Iya kemudian melaporkan informasi tersebut ke auditor
internal, dengan menyatakan bahwa iya telah memperbaiki kondisi kelemahan
yang ada.
Tindakan perbaikan tidak mamadai sama sekali dan ditolak auditor internal karna
alsan-alasan berikut ini:
1) Tindakan tersebut tidak responsif. Tindakan perbaikan tidak berhubungan
dengan kontrol atas sertifikasi.
2) Tindakan tersebut tidak lengkap. Hanya karywan yang diperiksa auditor yang
diambil tindakan.
3) Tindakan tersebut tidak berkelanjutan. Tidak ada sistem yang diterapkan
untuk memastikan bahwa para karyawan dan peyelia mereka diinformasikan
mengenai pengguhan masa berlaku sertifikat mereka.
4) Tindakan tersebut tidak diawasi. Tidak adaketentuan, kecuali oleh audit
internal priodik, untuk memastikan bahwa orang yang menanggani bahan
peledak telah dilatih dan diberi sertifikasi.
Auditor menjelaskan kelemahan dalam tindakan perbaikan tersebut ke
manajemen oprasional. Hasilnya, langkah-langkah tambahan berikut ini
diambil:
1) Catatan kartu berisi nama-nama dan tanggal masa berlaku sertifikasi untuk
setiap karyawan dibuat dalam “dokumen pengigat” depan departemen
personalia, yang bertanggung jawab untuk pelatihan dan serifikasi. Kartu
tersebut kemudian ditempatkan dalam dokumen “tunggu” dan dihapuskan
hanya setelah diterima bukti adanya sertifikasi ulang.
2) Semua 100 karyawan dicek untuk mengetahui keabsahan danpembaruan
kartu sertifikasi.
3) Satu bulan sebelum masa berlakusertifikasi habis, manajer setiapkaryawan
akan diberi tahu bahwa sertifikasi ulang sudah harus dilakukan. Mereka juga
akan diberi tahu jika ada sertifikasi karywan yang diizinkan habis meskipun
pemberitahuan tanggal sertifikasi ulanmg telah diberikan.
4) Kepala bagian keamanan menginstruksikan para insinyur, yang berkelililng
pabrik mencari pelanggaran keamanan, untuik memverifikasi apakah
setiaporang yang terlihat menaggani bahan peledak memiliki kartu bukti
serifikat terbaru.

2.27. Keweangan dan Statsu Audit.


Tanggung jawab tidak bisa dilaksanakan tanpa kewenangan. Tanggung jawab
audit untuk menilai kecukupan dan efektivitas tindakan perbaikan tidak akan
ada artinya jika auditor tidak diberi kewenangan untuk melakukan hal
tersebut. Manajer operasi yang sibuk cenderung menanggapi keberatan
auditor dengan mengatakan : “Saya yang menangani operasi. Saya yang
mengambil tindakan jika saya rasa perlu. Itu sudah cukup memuaskan saya.
Memangnya anda siapa sehingga bisa mengatakan sebaliknya ?”

22
BAB III
KESIMPULAN

Temuan audit adalah himpunan data dan informasi yang dikumpulkan, diolah
dan  diuji selama melaksanakan tugas audit atas kegiatan instansi tertentu
yang disajikan secara analitis menurut unsur- unsurnya yang dianggap
bermanfaat bagi  pihak-pihak yang berkepentingan.
Dan untuk memahami lebih lanjut mengenai temuan audit, maka auditor harus
mengetahui terlebih dahulu sifat temuan audit, temuan audit yang dapat
dilaporkan, pendekatan untuk mengkronstruksi temuan, tingkat signifikan dari
temuan audit, elemen-elemen temuan audit serta pencatatan dan pelaporan
temuan audit.
Jadi, dalam mengolah hasil temuan diawali dengan memahami definisi dari
temuan audit dan sifat temuan audit, kemudian melakukan pendekatan untuk
mengonstruksi temuan, setelah itu menilai tingkat signifikansi temuan audit
berdasarkan elemen-elemen audit. Setelah itu hasil temuan dicatat dan
dilaporkan setelah auditor memahami kriteria temuan audit apa saja yang
dapat dilaporkan. Temuan audit dilaporkan kepada pihak yang
berkepentingan agar dijadikan evaluasi terhadap pengendalian organisasi
dalam mengidentifikasi kelemahan organisasi yang kemudian dari hasil
laporan audit tersebut dijadikan acuan dari tindak lanjut yaitu tindakan
perbaikan untuk memperbaiki kelemahan organisasi.

23
DAFTAR PUSTAKA
Sawyer. Lawrence B, Mortimer A. Dittenhofer, dkk. 2006. Internal Auditing Buku
1 Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.

24
STUDI KASUS
KASUS AUDIT BI: ALIRAN DANA YPPI

Deskripsi Singkat
Kasus audit BI atas aliran dana YPPI merupakan salah satu kasus keuangan
paling controversial pada tahun 2008, terutama karena melibatkan serentetan
nama anggota dewan gubernur BI dan anggota DPR terkemuka. Sebagai
hasil dari laporan BPK, kasus aliran dana YPPI kini telah terangkat ke meja
hijau.
Kasus Aliran dana YPPI atau YLPPI adalah murni temuan tim audit BPK. Tim
tersebutlah yang menentukan rencana kerja, metode, teknik pemeriksaan,
analisis maupun penetapan opini pemeriksaan kasus tersebut sesuai dngan
standar pemeriksaan yang berlaku.
Perintah pemeriksaan BI dan YPPI ini dikeluarkan oleh Anggota Pembina
Keuangan Negara II (Angbintama II) dan Kepala Auditorat Keuangan Negara
II (Tortama II) yang membawahi pemeriksaan BI. Selama periode bulan
Februari hingga Mei 2005, Tim Audit BPK melakukan pemeriksaan atas
Laporan Keuangan BI Tahun 2004. Tim Audit BPK juga memeriksa Yayasan
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) yang berdiri pada
tahun 1977, karena afiliasi lembaganya dengan BI.
Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK di BI menemukan adanya asset/tanah BI
yang digunakan oleh YLPPI. Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut oleh
Kantor Akuntan Publik Muhammad Thoha atas perbandingan kekayaan
YLPPI per 31 Desember 2003 dengan posisi keuangannya per Juni 2003,
diketahui adanya penurunan nilai asset sebesar Rp 93 miliar.

Kronologis
1) Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK menemukan bahwa terdapat aset/
tanah yang digunakan oleh YLPPI. BI juga menyediakan modal awal YLPPI,
memberikan bantuan biaya operasionalnya serta mengawasi manajemennya.
2) Berkaitan dengan dibuatnya peraturan tahun 1993 tentang penggunana
asset/tanah oleh YLPPI serta hubungan terafiliasi antara YLPPI dengan BI,
maka Tim Audit BPK meminta laporan keuangannya agar dapat diungkapkan
dalam Laporan Keuangan BI.
3) Dari perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003 dengan posisi
keuangannya per Juni 2003, diketahui adanya penurunan nilai aset sebesar
Rp 93 miliar (Informasi mengenai kekayaan YPPI per 31 Desember 2003 ini
diperoleh dari Laporan Keuangannya yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik
Mohammad Toha)
4) Juni 2005-Oktober 2006: Tim Audit BPK melakukan pendalaman dengan
kasus denganmenetapkan sendiri metode, teknik, objek pengungkapan kasus,
analisis, serta penetapan opini pemeriksaan.
5) Mei 2005: Tim Audit BPK melaporkan kasus Aliran Dana YPPI kepada Ketua
BPK, Anwar Nasution.

Temuan Penyimpangan:
1) Manipulasi pembukuan, baik buku YPPI maupun buku Bank Indonesia. Pada
saat perubahan status YPPI dari UU Yayasan Lama ke UU No 16 Tahun 2001
tentang Yayasan, kekayaan dalam pembukuan YPPI berkurang Rp 100 miliar.
Jumlah Rp 100 miliar ini lebih besar dari penurunan nilai aset YPPI yang
diduga semula sebesar Rp 93 miliar. Sebaliknya, pengeluaran dana YPPI
sebesar Rp 100 miliar tersebut tidak tercatat pada pembukuan BI sebagai
penerimaan atau utang.

25
2) Menghindari Peraturan Pengenalan Nasabah Bank serta UU tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang. Dimana dana tersebut dipindahkan dulu dari
rekening YPPI di berbagai bank komersil, ke rekening yang terdapat BI, baru
kemudian ditarik keseluruhan secara tunai.
3) Penarikan dan penggunaan dana YPPI untuk tujuan berbeda dengan tujuan
pendirian yayasan semula. Ini bertentangan dengan UU Yayasan, dan
putusan RDG tanggal 22 Juli 2003 yang menyebutkan bahwa dana YPPI
digunakan untuk pembiayaan kegiatan sosial kemsyarakatan.
4) Penggunaan dana Rp 31,5 miliar yang diduga untuk menyuap oknum anggota
DPR. Sisanya, Rp 68,5 miliar disalurkan langsung kepada individu mantan
pejabat BI, atau melalui perantaranya. Diduga, dana ini digunakan untuk
menyuap oknum penegak hukum untuk menangani masalah hukum atas lima
orang mantan Anggota Dewan Direksi/ Dewan Gubernur BI. Padahal,
kelimanya sudah mendapat bantuan hukum dari sumber resmi anggaran BI
sendiri sebesar Rp 27,7 miliar. Bantuan hukum secara resmi itu disalurkan
kepada para pengacara masing-masing. Dan dana Rp 68,5 miliar

Dasar Pengambilan Dana YPPI:


1) Keputusan Rapat Dewan Gubernur BI (RDG) tanggal 3 Juni 2003menetapkan
agar Dewan Pengawas YLPPI menyediakan dana sebesar Rp 100 milar untuk
keperluan insidentil dan mendesak di BI
2) Salah satu dari dua RDG yang dilakukan tanggal 22 Juli 2003 adalah
menetapkan pembentukan Panitia Pengembangan Sosial kemasyarakatan
(PPSK) untuk melakukan “penarikan, penggunaan dan penatausahaan” dana
yang diambil dari YPPi tersebut.PPSK dibentuk untuk melakukan berbagai
kegiatan dalam rangka membina hubungan social kemayarakatan.
3) RDG yang kedua dilakukan pada tanggal 22 Juli 2003 menetapkan agar BI
mengganti atau mengembalikan dana Rp 100 miliar yang diambilnya dari
YPPI.

Penanganan Kasus YPPI:


1) 5 Juli 2005: Ketua BPK, Anwar Nasution (AN) memanggil Gubernur BI,
Burhanuddin Abdullah (BA). AN meminta yang bersangkutan untuk dapat
menyelesaikan kasus tersebut dengan baik agar tidak menimbulkan gejolak
politik maupun mengganggu karirnya sendiri atau karir semua pihak yang
terkait.
2) 21 Juli 2005: Ketua BPK memberikan himbauan yang sama pada Paskah
Suzetta (PS). Kala itu, PS menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI
dan kemudian diangkat menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional dalam Kabinet Indonesia Bersatu.
3) Ketua BPK, AN, menyarankan untuk dapat menyelesaikan kasus Aliran Dana
YPPI sesuai dengan aturan hukum, termasuk UU tentang Yayasan dan sistem
pembukuan BI sendiri. Saran AN secara spesifik adalah:
 Agar seluruh uang YPPI dapat dikembalikan.
 Agar pembukuan YPPI dapat dikoreksi kembali.
 Toleransi yang diberikan AN:
 Memberikan jangka waktu penyelesaian oleh BI yang sama dengan tenggang
waktu yang diperlukan Tim Audit BPK untuk mendalami kasus YPPI, termasuk
melengkapi data dan bukti.
 Bila uang YPPI dikembalikan dan pembukuannya dikoreksi, AN akan menulis
surat kepada penegak hukum bahwa tidak ada lagi kerugian negara.
 Toleransi AN ini tidak dpenuhi oleh para pihak tergugat.

26
Analisis Temuan Audit
Kantor : Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia
(YLPPI) dan Bank Indonesia.
Subject : Penyimpangan Aliran Dana
Judul Laporan : Akuntansi Fiskal
Kondisi : Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK menemukan bahwa
terdapat aset/ tanah yang digunakan oleh YLPPI. BI juga menyediakan modal
awal YLPPI, memberikan bantuan biaya operasionalnya serta mengawasi
manajemennya dan Berkurangnya kekayaan dalam pembukuan YPPI sebesar
Rp 100 miliar pada saat perubahan status YPPI dari UU Yayasan Lama ke
UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, namun tidak tercatat pada
pembukuan BI sebagai penerimaan atau utang.
Kriteria :
1) Berkaitan dengan dibuatnya peraturan tahun 1993 tentang penggunaan
asset/tanah oleh YLPPI serta hubungan terafiliasi antara YLPPI dengan BI,
maka Tim Audit BPK meminta laporan keuangannya agar dapat diungkapkan
dalam Laporan Keuangan BI.
2) Keputusan Rapat Dewan Gubernur BI (RDG) tanggal 3 Juni 2003
menetapkan agar Dewan Pengawas YLPPI menyediakan dana sebesar Rp
100 milar untuk keperluan insidentil dan mendesak di BI.
3) Dalam Pasal 45 UU No.23 Tahun 1999 tentang BI, disebutkan : “Gubernur
,Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur atau Pejabat BI, tidak dapat
dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan
dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang ini, sepanjang dilakukan dengan itikad baik”.
4) Dalam undang-undang tentang yayasan, antara lain menyebutkan bahwa
kekayaan yayasan, yang berasal dari bantuan negara yang diberikan sebagai
hibah, atau bantuan luar negeri, atau sumbangan masyarakat, adalah
sepenuhnya menjadi kekayaan yayasan. Hal ini ditegaskan oleh Ratnawati
Wijaya, Ahli Hukum Yayasan, yang juga menjadi Ketua Tim Penyusun UU
Yayasan No. 16 tahun 2001.

Penyebab :
1) Manipulasi pembukuan, baik buku YPPI maupun buku Bank Indonesia. Pada
saat perubahan status YPPI dari UU Yayasan Lama ke UU No 16 Tahun 2001
tentang Yayasan, kekayaan dalam pembukuan YPPI berkurang Rp 100 miliar.
Jumlah Rp 100 miliar ini lebih besar dari penurunan nilai aset YPPI yang
diduga semula sebesar Rp 93 miliar. Sebaliknya, pengeluaran dana YPPI
sebesar Rp 100 miliar tersebut tidak tercatat pada pembukuan BI sebagai
penerimaan atau utang.
2) Penarikan dan penggunaan dana YPPI untuk tujuan berbeda dengan tujuan
pendirian yayasan semula. Ini bertentangan dengan UU Yayasan, dan
putusan RDG tanggal 22 Juli 2003 yang menyebutkan bahwa dana YPPI
digunakan untuk pembiayaan kegiatan sosial kemsyarakatan.
3) Penggunaan dana Rp 31,5 miliar yang diduga untuk menyuap oknum anggota
DPR. Sisanya, Rp 68,5 miliar disalurkan langsung kepada individu mantan
pejabat BI, atau melalui perantaranya. Diduga, dana ini digunakan untuk
menyuap oknum penegak hukum untuk menangani masalah hukum atas lima
orang mantan Anggota Dewan Direksi/ Dewan Gubernur BI. Padahal,
kelimanya sudah mendapat bantuan hukum dari sumber resmi anggaran BI
sendiri sebesar Rp 27,7 miliar. Bantuan hukum secara resmi itu disalurkan
kepada para pengacara masing-masing. Dan dana Rp 68,5 miliar.

27
4) Penarikan dana YPPI sebesar Rp.100 miliar oleh BI dengan menggunakan
modus yang dilarang oleh UU Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu dengan
cara memindahkan uang terlebih dahulu dari rekening YPPI di berbagai bank
komersil ke rekening yang terdapat BI, baru kemudian ditarik keseluruhan
secara tunai.

Dampak :
1) Negara mengalami kerugian sebesar Rp. 100.000.000.000,-
2) Adanya penurunan nilai asset sebesar Rp 93.000.000,-

Rekomendasi :
 5 Juli 2005: Ketua BPK, Anwar Nasution (AN) memanggil Gubernur BI,
Burhanuddin Abdullah (BA). AN meminta yang bersangkutan untuk dapat
menyelesaikan kasus tersebut dengan baik agar tidak menimbulkan gejolak
politik maupun mengganggu karirnya sendiri atau karir semua pihak yang
terkait.
 21 Juli 2005: Ketua BPK memberikan himbauan yang sama pada Paskah
Suzetta (PS). Kala itu, PS menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI
dan kemudian diangkat menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional dalam Kabinet Indonesia Bersatu.
 Ketua BPK, AN, menyarankan untuk dapat menyelesaikan kasus Aliran Dana
YPPI sesuai dengan aturan hukum, termasuk UU tentang Yayasan dan sistem
pembukuan BI sendiri. Saran AN secara spesifik adalah:
 Agar seluruh uang YPPI dapat dikembalikan.
 Agar pembukuan YPPI dapat dikoreksi kembali.
 Toleransi yang diberikan AN:
 Memberikan jangka waktu penyelesaian oleh BI yang sama dengan tenggang
waktu yang diperlukan Tim Audit BPK untuk mendalami kasus YPPI, termasuk
melengkapi data dan bukti.
 Bila uang YPPI dikembalikan dan pembukuannya dikoreksi, AN akan menulis
surat kepada penegak hukum bahwa tidak ada lagi kerugian negara.
 Toleransi AN ini tidak dpenuhi oleh para pihak tergugat.
 Kini, terdakwa lainnya masih menunggu giliran disidangkan. Jika saja majelis
hakim yang akan mengadilinya masih berpendapat seperti yang mengadili
terdakwa sebelumnya, maka sudah mestinya tidak usah berlama-lama
mengambil putusan. Bukankah kasusnya sama? Daripada membuangbuang
waktu dan biaya (uang negara), siapkan sajalah vonis untuk terdakwa
berikutnya.

28

Anda mungkin juga menyukai