Anda di halaman 1dari 17

Anatomi dan fisiologi penyembuhan luka

A. Anatomi Kulit Manusia

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia, Kulit adalah suatu
pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan, kulit juga
merupakan alat tubuh terberat dan terluas, ukurannya yaitu 15% dari berat tubuh
manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm, (Wibisono, 2008) Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis
terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan
bokong.
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Kulit memiliki fungsi
melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi
perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan
tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati),
respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan
pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet.
Kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan seperti jaringan
tubuh lainnya, kulit juga bernafas (respirasi), menyerap oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Kulit menyerap oksigen yang diambil lebih banyak dari aliran darah, begitu
pula dalam pengeluaran karbondioksida. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan
pengeluaran karbondioksida dari kulit tergantung pada banyak faktor di dalam maupun di
luar kulit, seperti temperatur udara atau suhu, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban
udara, kecepatan aliran darah ke kulit, tekanan gas di dalam darah kulit, penyakit-penyakit
kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam metabolisme sel kulit dan
pemakaian bahan kimia pada kulit.
Sifat-sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh berbeda. Sifat-sifat
anatomis yang khas, berhubungan erat dengan tuntutan-tuntutan faali yang berbeda di
masing-masing daerah tubuh, seperti halnya kulit di telapak tangan, telapak kaki, kelopak
mata, ketiak dan bagian lainnya merupakan pencerminan penyesuaiannya kepada fungsinya
di masing-masing tempat. Kulit di daerah-daerah tersebut berbeda ketebalannya, keeratan
hubungannya dengan lapisan bagian dalam, dan berbeda pula dalam jenis serta banyaknya
andeksa yang ada di dalam lapisan kulitnya. Pada permukaan kulit terlihat adanya alur-alur
atau garis-garis halus yang membentuk pola yang berbeda di berbagai daerah tubuh serta
bersifat khas bagi setiap orang, seperti yang ada pada jari-jari tangan, telapak tangan dan
telapak kaki atau dikenal dengan pola sidik jari (dermatoglifi).
Kulit menutup tubuh manusia pada daerah tubuh yang paling luas dari kepala
sampai ke kaki. Kulit wajah yang sehat dan cantik akan tampak kencang, lentur, dan lembab,
kondisi ini tidak akan menetap selamanya, sejalan dengan perkembangan usia, ketika kondisi
tubuh menurun, kulit tidak hanya menjadi kering tapi juga suram dan berkeriput. Keadaan
ini makin mudah terjadi setelah melewati usia tiga puluhan. Saat itu fungsi kelenjar minyak
mengendur, sehingga kulit terasa lebih kering dibandingkan dengan sebelumnya. Diduga
dengan bertambahnya usia, kadar asam amino pembentuk kalogen pun berkurang sehingga
kalogen yang terbentuk bermutu rendah, selain itu kalogen kehilangan kelembaban dan
menjadi kering serta kaku. Akibatnya jaringan penunjang itu tidak mampu menopang kulit
dengan baik, seperti yang tampak pada kulit orang tua yang makin lama makin kendur dan
kurang lentur. Perubahan susunan molekul kolagen ini merupakan salah satu faktor utama
yang membuat kulit manusia lebih cepat keriput, timbul pigmentasi, kehilangan kelembaban
dan elastisitas. Kapan tanda-tanda penuaan itu muncul, tergantung pada usaha kita untuk
melindungi dan merawatnya secara baik.

STRUKTUR KULIT

Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu :


1. Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,
2. Kulit jangat (dermis, korium atau kutis), dan
3. jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis)
1. Kulit ari (Epidermis)
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik untuk
diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada bagian
epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang
paling tebal berukuran 1 milimeter pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang
paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan
perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis
karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar
sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam
epidermis. Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :
a) Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis paling atas,
dan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri
atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses
metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan
tanduk sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut
dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia, dikenal dengan
lapisan horny. Lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah
terlepas dan digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel
biasanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit terasa sedikit kasar. Proses
pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan
kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri.
Dengan bertambahnya usia, proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika
usia mencapai sekitar 60-tahunan, proses keratinisasi membutuhkan waktu
sekitar 45-50 hari, akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi kasar, lebih
kering, lebih tebal, timbul bercak putih karena melanosit lambat bekerjanya
dan penyebaran melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh
lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan
lapisan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dari lapis-
lapis kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit.
Lapisan tanduk memiliki daya serap air yang cukup besar.
b) Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di
bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk
dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih
yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar
(tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan
telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening
c) Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit
berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam protoplasmanya,
berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini paling jelas pada kulit telapak
tangan dan kaki.
d) Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri atas
sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan
protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka
seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri
atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi
beberapa baris. Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak
(polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit makin besar ukurannya. Di
antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran
cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di
bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap
mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang
khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam
amino dan glutation.
e) Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan lapisan
terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan
kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini
bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu
struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina
basalis cukup besar terhadap pengaturan metabolisme demoepidermal dan
fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah
banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas,
akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel
bening (clear cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.

2. Kulit jangat (dermis, korium atau kutis)


Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat
keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar
minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut
(muskulus arektor pili). Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut,
terus-menerus membelah dalam membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang
menempel di saluran kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai
permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit
sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata
kulit jangat diperkirakan antara 1-2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak
mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Susunan
dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai
selai dan sel-sel
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, memungkinkan
membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf perasa memiliki
fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan,
tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa juga memungkinkan segera bereaksi
terhadap hal-hal yang dapat merugikan diri kita. Jika kita mendadak menjadi
sangat takut atau sangat tegang, otot penegak rambut yang menempel di kandung
rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri.
Kelenjar palit yan menempel di kandung rambut memproduksi minyak untuk
melumasi permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan
melalui muara kandung rambut. Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat
yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit. Di permukaan kulit,
minyak dan keringat membentuk lapisan pelindung yang disebut acid mantel atau
sawar asam dengan nilai pH sekitar 5,5. sawar asam merupakan penghalang alami
yang efektif dalam menangkal berkembang biaknya jamur, bakteri dan berbagai
jasad renik lainnya di permukaan kulit. Keberadaan dan keseimbangan nilai pH,
perlu terus-menerus dipertahankan dan dijaga agar jangan sampai menghilang oleh
pemakaian kosmetika.
Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat
membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang
disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena
fungsinya adalah membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan
kelenturan kulit. Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang
elastis dan mudah mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang
menyebabkan kulit berkerut yaitu faktor usia atau kekurangan gizi. Dari fungsi ini
tampak bahwa kolagen mempunyai peran penting bagi kesehatan dan kecantikan
kulit. Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat
menimbulkan cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak memiliki
kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari.
Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar
keringat dan kelenjar palit.
a) Kelenjar keringat
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu
saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit, membentuk pori-
pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan
lebih banyak terdapat di permukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di
bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu
membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang
oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis
kelenjar keringat yaitu :
(1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu
keringat yang mengandung 95 – 97 % air dan mengandung beberapa
mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan
sampingan dari metabolisma seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di
seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit
kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14
liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar
keringat ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara
langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
(2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting
susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital)
menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta
berbau khas pada setiap orang Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya
alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan
muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat
apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang
disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil
baligh dan aktivitasnya dipengaruhi oleh hormon.
b) Kelenjar palit,

Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan
kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke
dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang
meminyaki kulit dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk
sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki,
kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau
kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala,
kelenjar palit menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala.
Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar
sebasea membesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan
termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit atau
kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga
memudahkan timbulnya jerawat.

3. Jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis)


Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe,
saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari
pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat
bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organorgan
tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan.
Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling
tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi
tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh
yang sebelumnya berisi banyak lemak, akan berkurang lemaknya dan akibatnya
kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.
Fungsi Kulit

Secara umum kulit mempunyai fungsi. Fungsi kulit adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Proteksi. Kulit berfungsi dalam menjaga bagian dalam tubuh terhadap
gangguan fisik yang berada diluar tubuh. Seperti gesekan, tekanan, tarikan, dan zat-
zat kimia terutama yang bersifat iritan. Gangguan yang bersifat panas seperti sengatan
UV, radiasi, gangguan infeksi luar terutama kuman maupun jamur.
b. Fungsi Absorbsi. Kulit lebih mudah menyerap yang menguap dari pada benda cair
atau padat, begitu pun yang larut seperti lemak.
c. Fungsi Ekskresi. Kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna sebagai hasil dari metabolisme dalam tubuh yang berupa asam urat, NaCl,
ammonia dan urea.
d. Fungsi Persepsi. Kulit yang mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas yang diperankan oleh badan-badan ruffini
didermis dan subkutis
e. Fungsi Pengaturan suhu tubuh
f. Fungsi Pembentukan Pigmen. Sel pembentuk pigmen (melanosoit yang terletak pada
lapisan basal dan sel yang berasal dari rigi saraf.
g. Fungsi Keratinisasi. Pada lapisan epidermis dewasa terdapat tiga lapisan yaitu lapisan
melanosoit, keratinosit, dan sel langerhans.

B. Jenis luka akut dan luka kronik


Terdapat banyak istilah yang dapat mendefinisikan suatu luka, salah satunya
luka dapat diartikan sebagai gangguan atau kerusakan integritas dan fungsi jaringan
pada tubuh (Suriadi, 2007)

Jenis jenis luka


1. Jenis -jenis luka berdasarkan mekanisme terjadinya luka :
 Luka insisi (Incised wounds) Dapat terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Contohnya adalah luka yang terjadi karena pembedahan. Luka bersih
(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang
luka diikat (ligasi).
 Luka memar (contusion wound) Terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
 Luka lecet (abrased wound) Terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
 Luka tusuk (punctured wound) Terjadi akibat adanya benda, seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
 Luka gores (lacerated wound) Terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
 Luka tembus (penetrating wound) Luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
 Luka bakar (combustio) Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan
oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa
dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
2. Jenis jenis luka berdasarkan tingkat kontaminasinya :
 Clean wounds (luka bersih)
Merupakan luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi.
 Clean contamined wounds (luka bersih terkontaminasi)
Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan,
genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu
terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
 Contamined wounds (luka terkontaminasi)
Termasuk luka terbuka, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna,
pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen.kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
 Dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi)
Merupakan luka yang terdapat ditemui mikroorganisme pada luka.
3. Jenis jenis luka berdasarkan kedalaman dan luasnya luka :
 Stadium I :
Luka superfisial (non blanching erithema), yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
 Stadium II :
Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis
dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial adanya tanda klinis
seperti abrasi, dan blister atau lubang yang dangkal
 Stadium III :
Luka full thickness yaitu, hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan
atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak
melewati jaringan yang mendasarinya. Luka sampai pada lapisan epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai
suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
 Stadium IV
Luka full thickness, merupakan luka yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi atau kerusakan yang luas.
4. Jenis jenis luka menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :
 Luka akut adalah suatu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
konsep penyembuhan yang telah disepakati.
 Luka kronis adalah suatu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
C. Memahami tipe penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka yang alami :
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi atau lag phase berlangsung pada hari ke -5. Akibat luka
terjadi pendarahan sehingga akan muncul trombosit dan sel-sel radang. Trombosit
mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia dan asam amino tertentu
yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur kekuatan dinding pembuluh
darah dan kemotaksis terhadap leukosit. Terjadi vasokonstriksi dan proses
penghentian darah. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan
menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan
histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema.
Dengan demikian timbul tanda-tanda radang. Leukosit, limfosit dan monosit akan
menghancurkan dan memakan kotoran maupun kuman (proses fagositosis).
Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi bakteri,
menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan proses
penyembuhan lanjutan, respon yang pertama terjadi dan melibatkan platelet yang
menyebabkan vasokonstriksi hal ini menyebabkan hemostasis sehingga
mencegah perdarahan lebih lanjut. Pertautan pada fase ini oleh fibrin, belum ada
kekuatan pertautan luka sehingga di sebut fase tertinggal (lag phase).
2. Fase proliferasi
Berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblas memiliki
peran yang besar dalam fase proliferasi, dimulai dengan :
 Proses granulasi (mengisi ruang kosong pada luka)
 Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru )
 Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling berdekatan),
peristiwa fisiologi yang menyababkan penutupan pada luka, dan terjadi
bersamaan dengan sintesis kolagen dimana ukuran luka akan tampak
mengecil dan menyatu (Hunt, 2003)

Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblas (menghubungkan sel-


sel) yang berasal dari sel-sel mesenkim fibroblas menghasilkan mukopolisakarid
dan serat kolagen yang terdiri dari asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin.
Mukopolisakarid mengatur deposisi serat-serat kolagen yang akan
mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru terbentuk dan diatur, kemudian
mengkerut, sedangkan yang tidak diperlukan dihancurkan, dengan demikian luka
mengkerut atau mengecil.

Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen,
kapiler-kapiler baru akan membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan
tidak rata disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari
dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempat itu akan diisi oleh hasil mitosis
sel lain. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata atau lebih
rendah, setelah seluruh permukaan luka tertutup epitel dan mulailah proses
pendewasaan penyembuhan luka meliputi proses penyatuhan kembali dan
penyerapan yang berlebih

3. Fase maturasi atau Remodelling


Berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan
bulan dan berakhir hingga tanda radang sudah hilang, dalam fase ini terdapat
remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen,
pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka (Mansjoer, 2000)
Kolagen adalah komponen kunci pada fase dari penyembuhan luka, paparan
kolagen fibriler ke darah akan menyebabkan agregasi dan aktivasi trombosit dan
melepaskan faktor faktor kemotaksis yang memulai proses penyembuhan luka.
Fragmen-fragmen kolagen melepaskan kolagenase leukositik untuk menarik
fibroblas ke daerah injuri. Selanjutnya kolagen menjadi pondasi untuk matrik
ekstraseluler yang baru.

D. Memahami konsep lembab


Metode perawatan luka berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk konsep perawatan luka lembab (moist). Hal ini
ditandai dengan munculnya bahan-bahan perawatan luka modern yang telah
dirancang sesuai dengan karakteristik luka, sehingga proses penyembuhan luka
maksimal. ”Moist Wound Healing” adalah metode untuk mempertahankan
kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga
penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami. Munculnya
konsep “Moist Wound Healing” disertai dengan teknologi yang mendukung, hal
tersebut menjadi dasar munculnya pembalut luka modern. Perawatan luka merupakan
salah satu teknik dalam pengendalian infeksi pada luka karena infeksi dapat
menghambat proses penyembuhan luka. Infeksi luka post operasi merupakan salah
satu masalah utama dalam praktek pembedahan
Menurut pedoman WHO povidone iodine bersifat toksik yang dapat merusak
perkembangan jaringan baru. Sehingga muncul perawatan luka dengan metode
mempertahankan kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan
kelembaban yang bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan terjadi secara alami dengan prinsip “Moist Wound Healing” hal
tersebut menjadi dasar munculnya pembalut luka modern (Sinaga & Tarigan, 2012).
Moist Wound Care atau nama lain dari Moist Wound Healing merupakan
proses penyembuhan luka secara lembab atau moist dengan mempertahankan isolasi
lingkungan luka berbahan oklusive dan semi oklusive (Fatmadona & Oktarina, 2016).
Moist Wound Care mendukung terjadinya proses penyembuhan luka sehingga terjadi
pertumbuhan jaringan secara alami yang bersifat lembab dan dapat mengembang
apabila jumlah eksudat berlebih, dan mencegah kontaminasi bakteri dari luar.

Prinsip Moist Wound Care

Prinsip Moist Wound Care antara lain pertama, dapat mengurangi dehidrasi
dan kematian sel karena sel-sel neutropil dan makrofag tetap hidup dalam kondisi
lembab, serta terjadi peningkatan angiogenesis pada balutan berbahan oklusive.
Prinsip kedua, yaitu meningkatkan debridement autolysis dan mengurangi nyeri. Pada
lingkungan lembab enzim proteolitik dibawa ke dasar luka dan melindungi ujung
syaraf sehingga dapat mengurangi/menghilangkan rasa nyeri saat debridemen
(Fatmadona & Oktarina, 2016). Prinsip ketiga, yaitu meningkatkan re-epitelisasi pada
luka yang lebar dan dalam. Proses epitalisasi membutuhkan suplai darah dan nutrisi.
Pada krusta yang kering dapat menekan/menghalangi suplai darah dan memberikan
barier pada epitelisasi (Fatmadona & Oktarina, 2016). Dapat disimpulkan bahwa
pemanfaatan prinsip Moist Wound Care cenderung menjadi pilihan perawatan luka
Sectio Caesarea karena dapat mengurangi resiko infeksi, mempercepat proses
penyembuhan luka dan mengurangi nyeri ketika rawat luka ketika debridemen
sehingga memberikan suatu kenyaman bagi pasien post operasi Sectio Caesarea.
Perawatan luka dengan prinsip lembab atau moist dapat diaplikasikan dalam
tiga tipe luka yaitu (Kartika, 2015)
a) Tipe luka berdasarkan waktu penyembuhan
Berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi akut dan kronis.
Luka akut jika penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis
adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh. Luka insisi bisa
dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan
proses penyembuhan normal, tetapi dapat juga dikatakan luka kronis jika
penyembuhan terlambat (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda
infeksi
b) Tipe luka berdasarkan anatomi kulit
Luka stadium 1 jika warna dasar luka merah dan hanya melibatkan epidermis,
epidermis masih utuh atau tanpa merusak epidermis, contoh ada kemerahan di
bokong. Luka stadium 2 jika warna dasar luka merah dan melibatkan lapisan
epidermis-dermis. Luka stadium 3 jika warna dasar luka merah dan lapisan kulit
mengalami kehilangan epidermis, dermis, hingga sebagian hipodermis (full-
thickness). Luka stadium 4 jika warna dasar luka merah dan lapisan kulit
mengalami kerusakan dan kehilangan lapisan epidermis, dermis, hingga seluruh
hipodermis, dan mengenai otot dan tulang (deep-full-thickness)
c) Tipe luka berdasarkan warna dasar luka
Hitam adanya jaringan necrosis (mati) dengan kecenderungan keras dan
kering karena tidak ada vaskularisasi. Kuning artinya jaringan nekrosis (mati)
yang lunak berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit seperti slough.
Merah artinya jaringan granulasi dengan vaskularisasi yang baik dan memiliki
kecenderungan mudah berdarah. Dan Pink artinya terjadi proses epitelisasi
dengan baik dan maturasi, atau luka sudah menutup

Manfaat Moist Wound Care

Dalam perawatan luka dengan teknik lembab memiliki beberapa manfaat, antara lain
seperti

a) Nyeri minimal karena frekuensi penggantian balutan tidak setiap hari tapi tiga
sampai lima hari. Hal tersebut berfungsi untuk menciptakan lingkungan luka tetap
lembab, melunakkan serta menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak
jaringan sehat, yang kemudian terserap dan terbuang bersama pembalut, sehingga
tidak sering menimbulkan trauma dan nyeri pada saat penggantian balutan
b) Cost-effective yaitu jumlah pemakaian alat, fasilitas, waktu dan tenaga karena
tidak setiap hari dilakukan rawat luka
c) Infeksi minimal karena menggunakan konsep balutan oklusif atau tertutup rapa
d) Mempercepat penyembuhan luka dengan konsep lembab
e) Luka tidak diijinkan mengering, yang mengakibatkan penyembuhan luka terus
menerus 24 jam sehari, balutan ini mendukung lingkungan yang lembab.
f) Kelebihan eksudat akan dipindah. Eksudat diserap ke dalam balutan primer dan
sekunder
g) Kontak antara luka dan cairan luka tetap terjaga. Berarti pasien bisa mendapatkan
keuntungan dari keseimbangan normal. Faktor penyembuhan selama setiap fase
penyembuhan luka.
h) Meningkatkan fungsi optimal sel dan protease yang bertanggung jawab untuk
penyembuhan. Perkiraan sel meregenerasi dua kali lebih cepat, penyembuhan
lembab dibanding penyembuhan kering
i) Meningkatkan penyembuhan lebih cepat dengan tingkat infeksi yang lebih
rendah. Lukanya dilindungi oleh balutan yang kuat yang mana mencegah infeksi
dari luar.
j) Lebih nyaman untuk pasien daripada dressing tradisional. Menjaga ujung saraf
terhidrasi dalam luka mengurangi rasa sakit.
k) Perubahan perban lebih sedikit diperlukan. Pembalutan bisa dibiarkan di luka
selama 3 sampai 5 hari tergantung kondisi luka.
l) Bekas luka berkurang dan lebih baik. Serat kolagen berkoordinasi lebih lurus.
m) Penurunan biaya untuk perawatan luka total. Penurunan jumlah balutan,
kebutuhan obat penenang dan menurunkan total biaya bahan perban.

DAFTAR PUSTAKA

Fatmadona, R., & Oktarina, E. (2016). Aplikasi modern wound care pada perawatan luka infeksi di
rs pemerintah kota padang. Ners Jurnal Keperawatan, 12 (2), 159-165.

Hunt, T.K. 2003. Oxygen and its role and wound healing. www.etcbiomedical.com

Kartika, R. (2015). Perawatan luka kronis dengan modern dressing, 42 (7), 546 - 550.

Suriadi. 2007. Manajemen Luka. Romeo Grafika. Pontianak

Sinaga & Tarigan, R. (2012). Penggunaan Bahan Pada Perawatan Luka Di RSUD DR. Djasamen
Saragih Pematangsiantar. Diakses pada tanggal 26 November 2015
Wibisono. 2008. Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Bersih Antara Perawatan Luka Dengan
Menggunakan Gerusan Bawang Merah (Allium cepa L.) Dibandingkan Dengan Providone
Iodin 10% Pada Tikus Putih (Rattus novergicus Strain Wistar. (Skripsi). Fakultas

Anda mungkin juga menyukai