A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif (Towsend,2008).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan
bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2010). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007; hal,
146). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan (fitria, 2009).
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.
B. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend
(2008) adalah:
1. Teori Biologis
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif.Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif.Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit
seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri rendah.Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri.Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai
prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang
positif.Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.Penduduk
yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan.Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009) :
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
D. Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif
Keterangan :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
b. Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kupuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative
c. Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
d. Agresif : Perilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol
e. Kekerasan : Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
E. Patopsikologi
Faktor predisposisi meliputi factor biologis Neurobiologik, Biokimia, Genetik,
Gangguan Otak dan Factor Psikologis serta factor presipitasi stressor merupakan pencetus
perilaku kekerasan. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan,
kematian, dll) maupun dari dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan
rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik).Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku
kekerasan.Selain itu, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga
diri.Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Dan juga akan
menimbulkan kecemasan. Kecemasan ini dapat diungkapakan dengan melului 3 cara dengan
mengungkapkan marah secara verbal, menekan/ mengingkari rasa marah dan menantang
perasaan marah. Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasaan bermusuhan / konflik.
Bila rasa marah yang semakin kuat akan membuat rasa ingin menantang sehingga masalah
yang dihadapi tidak akan terselesaikan sehingga akan membuat rasa marah yang
berkepanjangan dan akan membuat rasa marah terhadap orang lain menyebabkan rasa
bermusuhan secara ini berlangsung terus menerus maka dapat terjadi penyerangan dengan
kekerasan disertai tindakan melempar yang menimbulkan perasan marah tersebut.
Mengekpresikan marah dapat dengan perilaku destruktif dengan menggunakan kata-
kata yang dapat dimengerti dan dan direspon tanpa menyakiti orang lain, serta memberikan
rasa lega, sehingga ketegangan akan menurun dan akan rasa marah akan mudah hilang atau
teratasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karna ditinggal orang ang dianggap berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi
tersebut tidak teratasi maka akan menyebabkan seseorang sulit untuk bergaul dengan orang
lain. Sehingga akan mengingkari rasa marah dan marah tidak bisa diungkapkan sehingga
menimbulkan rasa marah pada dirinya sendiri atau depresi psikosomatik.
F. Pohon Masalah
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri (Yosep, 2009). Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang
timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain :
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny. A
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2020
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. “A”
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 27 Tahun
Alamat : Raha
Agama : Islam
Informan : Klien
Tanggal pengkajian : 30 Desember 2013
No RM : 12 64 09
IV. FISIK
1. Tanda vital :TD = 100/90 mmHg ; N = 96 x/M ; S = 370C ; P = 20 x/M
2. Ukur : TB = 160 Cm ;BB = 60 Kg
3. Keluhan fisik ( Tidak Ada )
Masalah keperawatan : Tidak Ada
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Garis perkawinan
: Garis keturunan
: Meninggal
2. Konsep diri:
a. Citra tubuh
Klien mengatakan anggota tubuhnya baik dan dapat digunakan sesuai fungsinya.
b. Identitas diri
Klien mengatakan anak ke-4 dari 7 bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan berperan sebagai anak ke 4 dalam keluarga yang berjenis
kelamin perempuan berusia 27 tahun.
d. Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang berkumpul bersama
keluarganya dan bekerja.
e. Harga diri
Klien mengatakan merasa malu dengan orang lain
Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Hubungan social
a) Orang yang terdekat
Klien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah ibunya.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien tidak pernah ikut berperan aktif dalam kegiatan kelompok.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan memiliki hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
karena selalu diejek.
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial
4. Spriritual
a. Nilai dan keyakinan
Nilai dan keyakinan yang dipegang oleh klien adalah nilai – nilai Islam dan klien
mengatakan shalat itu wajib.
b. Kegiatan Ibadah
Kegiatan ibadah klien adalah shalat, dan tidak pernah lalai untuk shalat
Masalah Keperawatan : Tidak Ada.
11. Memori
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat karena klien mampu menjelaskan
kegiatan sehari-hari dan juga menceritakan pengalaman-pengalaman saat sebelum
masuk rumah sakit.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi Klien baik karena masih dapat berhitung dan dapat menjawab
perhitungan sederhana yang diberikan perawat.
13. Kemampuan penilaian
Kemampuan penilaian klien mengalami gangguan penilaian ringan. Klien bisa tidak
bisa memilih antara dua pilihan.
14. Daya tilik diri
Klien mengatakan dirinya sehat dan tidak semestinya dibawa ke Rumah Sakit.
DO:
Menyendiri, lebih banyak
menghabiskan waktu di kamar.
Perilaku Kekerasan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko Prilaku Kekerasan
C. INTERVNSI
Tg Dx Perencanaan Pa
l Keperawatan raf
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
31/ Perilaku TUM: klien tidak
12/ Kekerasan menunjukan
13 perilaku
kekerasan
menceritaka perawat
n perasaan berkenalan
Tanyakan
dan panggil
nama
kesukaan
klien
Tunjukkan
sikap empati,
jujur dan
menepati
janji setiap
kali
berinteraksi
Tanyakan
perasaan
klien dan
masalah yang
dihadapi
klien
Buat kontrak
interaksi
yang jelas
Dengarkan
dengan
penuh
perhatian
ungkapan
perasaan
klien
2. Klien dapat 2. Klien menceritakan 2. Bantu klien 3.
mengidentifika penyebab perilaku mengungkapkan
si penyebab kekerasan yang perasaan
perilaku dilakukannya: marahnya:
kekerasan yang o Menceritakan Motivasi
dilakukannya penyebab klien untuk
perasaan menceritakan
jengkel/kesal penyebab
baik dari diri rasa kesal
sendiri maupun atau
lingkungannya jengkelnya
Dengarkan
tanpa
menyela atau
memberi
penilaian
setiap
ungkapan
perasaan
klien
kepadanya klien:
pemakaian (nama,
Tindakan :
Melatih pukul kasur/ bantal
Melatih kemampuanpositif
satu
Berdiskusi tentang kebutuhan
klien yang tidak terpenuhi.
Kemampuan : P:
Klien mampu nafas dalam, Latihan mengontrol marah secara
pukul kasur bantal, verbal 2x/hari dan saat ingin marah
menggambar Latihan merapikan tempat tidur 2x/
Tindakan : hari
Melatih mengontrol marah
secara verbal
Melatih kemampuan positif
kedua.
Rencana Tindak Lanjut :
Latih mengontrol marah secara
spiritual