A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Towsend,2008).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain
(Carpenito, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain (Yosep, 2007; hal, 146).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (fitria, 2009).
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri,
orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.
B. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural
yang dijelaskan oleh Towsend (2008) adalah:
1. Teori Biologis
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif.Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai
implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif.Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat
agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan
fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang
respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri.Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika
perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif.Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009) :
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
D. Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif
Keterangan :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang
lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kupuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternative
c. Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
d. Agresif : Perilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol
e. Kekerasan : Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
control
E. Patopsikologi
Faktor predisposisi meliputi factor biologis Neurobiologik, Biokimia,
Genetik, Gangguan Otak dan Factor Psikologis serta factor presipitasi stressor
merupakan pencetus perilaku kekerasan. Stressor tersebut dapat disebabkan
dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian, dll) maupun dari dalam (putus
hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap
penyakit fisik).Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku
kekerasan.Selain itu, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan
harga diri.Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan. Dan juga akan menimbulkan kecemasan. Kecemasan ini dapat
diungkapakan dengan melului 3 cara dengan mengungkapkan marah secara
verbal, menekan/ mengingkari rasa marah dan menantang perasaan marah.
Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasaan bermusuhan / konflik. Bila
rasa marah yang semakin kuat akan membuat rasa ingin menantang sehingga
masalah yang dihadapi tidak akan terselesaikan sehingga akan membuat rasa
marah yang berkepanjangan dan akan membuat rasa marah terhadap orang
lain menyebabkan rasa bermusuhan secara ini berlangsung terus menerus
maka dapat terjadi penyerangan dengan kekerasan disertai tindakan melempar
yang menimbulkan perasan marah tersebut.
Mengekpresikan marah dapat dengan perilaku destruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan dan direspon tanpa
menyakiti orang lain, serta memberikan rasa lega, sehingga ketegangan akan
menurun dan akan rasa marah akan mudah hilang atau teratasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal orang ang dianggap
berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi maka akan
menyebabkan seseorang sulit untuk bergaul dengan orang lain. Sehingga akan
mengingkari rasa marah dan marah tidak bisa diungkapkan sehingga
menimbulkan rasa marah pada dirinya sendiri atau depresi psikosomatik.
F. Pohon Masalah
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Yosep, 2009).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain :
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perilaku Kekerasan
J. Intervensi Keperawatan
Dx Perencanaan
Tanggal
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Keperawatan
Resiko TUM: Klien dapat
Perilaku mengontrol perilaku
Kekerasan kekerasan
TUK:
1. Klien dapat 1. Klien menunjukkan tanda-tanda 1. Bina hubungan saling percaya dengan:
Membina percaya kepeda perawat: - Beri salam setiap berinteraksi
Hubungan saling - Wajah cerah, tersenyum - Perkenalkan nama panggilan perawat
percaya. - Mau Berkenalan dan tujuan perawat berinteraksi
Rasional : - Ada kontak Mata - Tanyakan dan panggil nama kesukaan
Untuk membina - Bersedia menceritakan perasaan klien
rasa saling percaya - Tunjukkan sikap empati, jujur dan
antara klien dan menempati janji setiap kali berinteraksi
perawat ketika - Tanyakan perasaan klien dan masalah
melakukan yang dihadapi klien
percakapan, - Buat kontrak interaksi yang jelas
diskusi maupun - Dengarkan dengan penuh perhatian
yang lainya. ungkapan perasaan klien
2. Klien dapat 2. Klien Mampu menceritakan 2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang marahnya:
penyebab dilakukanya: - Motivasi klien untuk menceritakan
perilaku - Menceritakan penyebab penyebab rasa kesal atau jengkelnya
kekerasan yang perasaan jengkel/kesal baik dari - Dengarkan tanpa menyela atau memberi
dilakukanya. diri sendiri maupun penilaian setiap ungkapan perasaan
Rasional : lingkunganya. klien
Agar Klien
mengetahui
Penyebab perilaku
kekerasan yang
dilakukannya.
3. Klien dapat 3. Klien Mampu menceritakan tanda- 3. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda
mengdentifikasi tanda saat terjadi perilaku perilaku kekerasan yang dialaminya:
tanda-tanda kekerasan : - Motivasi klien menceritakan kondisi
perilaku - Tanda fisik : mata merah, tangan fisiknya (tanda-tanda fisik) saat perilaku
kekerasan. mengepal, ekspresi tegang, dan kekerasan terjadi
Rasional :
Agar klien dapat lain-lain. - Motivasi klien menceritakan kondisi
mengetahui tanda- - Tanda emosional : perasaan emosinya ( tanda-tanda emosional ) saat
tanda perilaku marah, jengkel, bicara kasar. terjadi perilaku kekerasan
kekerasan . - Tanda sosial : bermusuhan yang - Motivasi klien menceritakan kondisi
dialami saat terjadi perilaku hubungan dengan orang lain ( tanda-
kekerasan tanda sosial ) saat terjadi perilaku
kekerasan
4. Mengdentifikasi 4. Mampu menunjukkan : 4. Diskusikan dengan klien perilaku
jenis perilaku - Jenis- jenis ekspresi kemarahan kekerasan yang dilakukanya selama ini:
kekerasan yang yang selama ini telah - Motiasi klien menceritakan jenis- jenis
pernah dilakukannya tindak kekerasan yang selama ini
dilakukannya. - Perasaan saat melakukan pernah dilakukanya
Rasional : kekerasan - Motivasi klien menceritakan perasaan
Agar klien bisa - Efektivitas cara yang dipakai klien setelah tindak kekerasan tersebut
mengetahui jenis- dalam menyelesaikan masalah terjadi
jenis kekerasan - Diskusikan apakah dengan tindak
yang pernah kekerasan yang dilakukannya masalah
dilakukanya. yang dialami teratasi
5. Klien dapat 5. Klien mampu menjelaskan akibat 5. Diskusikan dengan klien akibat negatif
mengidentifikasi tindak kekerasan yang dilakukanya ( kerugian) cara yang dilakukan pada:
akibat dari - Diri sendiri : luka, dijauhi - Diri sendiri
perilaku teman, dll - Orang lain/keluarga
kekerasan. - Orang lain/keluarga : Luka, - Lingkungan
Rasional : tersinggung, ketakutan, dll.
Agar klien dapat
mengetahui akibat
dari perilaku
kekerasan.
6. Klien dapat 6. Klien mampu menjelaskan cara- 6. Diskusikan dengan klien :
mengidentifikasi cara sehat mengungkapkan - Apakah klien mau mempelajari cara
cara konstruktif masalah baru mengungkapkan marah yang sehat
dalam - Jelaskan berbagai alternatif pyang
mengungkapkan diketahui klienilihan untuk
kemarahan. mengungkapkan marah selain perilaku
Rasional : kekerasan.
Agar klien bisa - Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan mengungkapkan marah:
kemarahan dengan 1. Cara fisik : nafas dalam, pukul bantal
cara yang sehat. atau kasur, olahrag
2. Verbal : mengungkapkan bahwa dirinya
sedang kesal kepada orang lain.
3. Sosial : latihan asertif dengan orang
lain.
4. Spritual : sembahyang / do’a, dzikir,
meditasi, dsb.
7. Klien dapat 7. Klien mampu memperagakan cara 7. 1 Diskusikan cara yang mungkin dipilih
mendemontrasika mengontrol perilaku kekerasan : dan anjurkan klien memilih cara yang
n cara - Fisik : tarik nafas dalam, mungkin untuk mengungkapkan
mengontrol memukul bantal/kasur. kemarahan.
perilaku - Verbal : mengungkapkan 2 Latih klien memperagakan cara yang
kekerasan. perasaan kesal/jengkel pada dipilih :
Rasional : orang lain tanpa menyakiti. - Peragakan cara melaksanakan. cara
Agar klien bisa - Spritual: dzikir/do’a, meditasi yang dipilih
mendemonstrasika sesuai agamanya. - Jelaskan manfaat cara tersebut
n cara mengontrol - Anjurkan klien menirukan peragaan
emosi yang baik yang sudah dilakukan.
dan sehat. - Beri penguatan pada klien, perbaiki cara
yang masih belum sempurna.
3. Anjurkan pasien menggunakan cara
yang sudah dilatih saat marah / jengkel.
8. Klien mendapat 8. Keluarga mampu : 8. 1 Diskusikan pentingnya peran serta
dukungan - Menjelaskan cara merawat klien keluarga sebagai pendukung klien untu
keluarga untuk dengan perilaku kekerasan. mengatasi perilaku kekerasan.
mengontrol - Mengungkapkan rasa puas 2 Diskusikan potensi keluarga untuk
perilaku dalam merawat klien membantu klien mengatasi perilaku
kekerasan. kekerasan.
Rasional : 3 Jelaskan pengertian, penyebab, akibat
Dukungan dan cara merawat klien perilaku kekerasan
keluarga sangat yang dapat dilaksanakan oleh keluarga.
penting untuk 4 Peragakan cara merawat klien
klien, karena ( menangani perilaku kekerasan)
dengan dukungan 5 Beri kesempatan keluarga untuk
keluarga klien memperagakan ulang.
semangat untuk 6 Beri pujian kepada keluarga setelah
sembuh. peragaan
7 Tanyakan perasaan keluarga setelah
mencoba cara yang dilatihkan.
9. Klien 8. 1 Klien mampu menjelaskan : 9. 1 Jelaskan manfaat menggunakan obat
mmenggunakan - Manfaat minum obat. secara teratur dan kerugian jika tidak
obat sesuai - Kerugian tidak minum obat. menggunakan obat.
program yang - Nama obat. 2 Jelaskan kepada klien :
telah ditetapkan - Bentuk dan warna obat. - Jenis obat ( nama, warna dan bentuk
Rasional : - Dosis yang diberikan obat)
Untuk membantu kepadanya. - Dosis yang tepat untuk klien.
proses - Waktu pemakaian.
- Waktu pemakaian.
penyembuhan - Cara pemakaian.
- Cara pemakaian.
klien, karena obat - Efek yang akan dirasakan klien.
- Efek yang dirasakan.
sangat penting 3 Anjurkan klien.
2. Klien mampu menggunakan
untuk kesembuhan
obat sesuai program. - Minta dan menggunakan obat tepat
klien.
waktu.
- Lapor ke perawat/dokter jika
mengalami efek yang tidak biasa.
- Beri pujian terhadap kedisiplinan klien
menggunakan obat.
K. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang dirasaka
2. Mengidentifikasi tanda gejala PK keluarga dalam merawat pasien
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda
4. Menidentifikasi akibat PK gejala serta proses tejadinya PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK 3. Menjelaskan cara merawat pasien
6. Membantu pasien mempraktikkan dengan PK
latihan cara mengontrol PK fisik I
7. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
SP 2 SP 2
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
pesien merawat pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan 2. Melatih keluarga melakukan cara
cara fisik II merawat langsung kepada pasien PK
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktivitas di rumah termasuk minum
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan obat
cara verbal 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
3. Menganjurkan pasien memasukkan pulang
dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. A
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN
DI RUANG MATAHARI RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2020
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. A Tanggal Pengkajian : 8/01/2020
Umur : 25 tahun No. RM :00-32-48
Jenis Kelamin : Laki – laki Tanggal Dirawat : 8 Mei 2018
Informan : Pasien,Keluarga pasien, Status Rekam Medis
Pendidikan : SMA / Sederajat
Pekerjaan : Srabutan
Suku Bangsa : Buton, Indonesia
Alamat : Buton selatan
Ruang Rawat : Matahari
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Baik Sedang Lemah
2. Tingkat Kesadaran :Bingung
3. Tanda Vital : TD :130/80 mmHg, N :80x/menit, RR :24x/menit
4. Ukur : TB : 160 cm BB : 55 kg
5. Keluhan Fisik : Ya Tidak
Jelaskan : pasien mengatakan pandangannya kabur.
6. Penyakit Fisik : Dijumpai abnormalitas fungsi penglihatan,
pandangannya kabur (rabun jauh).
Mata : Simetris, Konjunctiva anemis, Sklera tidak ikterik, pupil isokor
3mm / 3mm, Reflek Cahaya +/+, Miopia (+)
7. Riwayat Pengobatan : Pasien mengatakan pernah 2 kali memeriksakan
matanya di klinik.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Ket :
: Garis Hubungan
: Laki – laki
: Meninggal
: Tinggal Serumah
: Pasien
: Keluarga menderita gangguan
jiwa
: Perempuan
d. Ideal diri
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang
berkumpul bersama keluarga dan berkerja.
- Pasien mengatakan ingin berbaur dengan masyarakat, mengikuti
kegiatan sosialisasi masyarakat.
e. Harga diri
- Pasien mengatakan meski sekarang dalam keadaan sakit jiwa
namun ia masih sangat dibutuhkan atau berguna untuk dalam
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
3. Hubungan sosial
- Klien mengatakan orang yang paling berarti dalam hidupnya adalah
ibunya.
- Klien mengatakan tidak memiliki hambatan hubungan sosial dengan
orang lain.
- Klien berperan aktif dalam kegiatan dan aktivitas sehari - hari, rumah
sakit.
- Perilaku saat dikaji sangatlah kooperatif, normoaktif, namun saat
mengingat keluarganya dan bila halusinasinya munculemosinya labil.
4. Spiritual
- Klien mengatakan bahwa gangguan jiwanya adalah penyakit yang
berasal darituhannya dalam bentuk cobaan.
- Klien adalah seorang yag beragama islamdan mengatakan sholat itu
wajib.
- Pasien mengatakan kegiatan ibadah yang dilakukan adalah berdzikir
dan sholat, namun terkadang lupa melakukannya / tidak teratur.
- Jengkel