Cinta Kasih Dalam Ajaran Agama Buddha
Cinta Kasih Dalam Ajaran Agama Buddha
NIS : 183959
JL. MH. THAMRIN KM 4,5 KEBON NANAS, Panunggangan Utara, Kec. Pinang, Kota
Tangerang Prov,Banten
A. Pendahuluan
Masih banyak manusia pada kehidupan sekarang tidak menggunakan cinta kasih (mettÄ)
sebagai dasar dalam pelaksanaan aturan kemoralan. Cinta kasih (mettÄ) dirumuskan sebagai
keinginan akan membahagiakan semua makhluk tanpa kecuali (Wowor, 2005: 76).
Pengembangan cinta kasih (mettÄ) ditujukan kepada diri sendiri, orang lain, atau bahkan untuk
semua makhluk.
Pembunuhan banyak terjadi. Salah satu penyebab pembunuhan adalah adanya kebencian
atau rasa tidak suka terhadap orang lain maupun makhluk lain, misalnya binatang. Sebagai
contoh, jika seseorang digigit nyamuk maka rasa benci terhadap nyamuk tersebut akan muncul
dan menyebabkan seseorang membunuhnya, sedangkan kebencian adalah lawan dari cinta kasih.
Pembunuhan telah menjadi salah satu fenomena kehidupan modern; peperangan, konflik ras,
peternakan binatang untuk sekadar melayani kebutuhan pasar manusia akan daging, dan
penggunaan insektisida yang berbahaya (Sivaraksa, 2001: 88). Pembunuhan merupakan suatu
contoh di mana tidak adanya cinta kasih antarsesama, baik kepada orang lain maupun makhluk
lain termasuk binatang. Adanya pembunuhan berarti ada pihak yang dirugikan dan menimbulkan
penderitaan bagi makhluk lain. Pembunuhan menunjukkan tidak adanya kepedulian (cinta kasih)
kepada sesama.
Cinta kasih merupakan salah satu objek meditasi. Seseorang dapat mengembangkan cinta
kasih melalui meditasi cinta kasih. Seseorang melaksanakan meditasi cinta kasih harus
mengembangkan cinta kasih kepada dirinya sendiri. Setelah seseorang mengembangkan cinta
kasih kepada diri sendiri maka selanjutnya cinta kasih dikembangkan kepada orang-orang yang
dihormati dan dihargai, orang-orang yang sangat dicintai, orang yang netral, dan kepada musuh
(ÑÄnamoli, 1991: 290).Pada akhirnya cinta kasih dikembangkan kepada semua makhluk tanpa
batas. Setelah batin seseorang terpusat kepada objek pengembangan cinta kasih maka batin akan
menjadi tenang. Batin atau pikiran seseorang akan bebas dari kebencian. Terbebas dari kebencian
berarti seseorang telah mengalami kemajuan batin.AţţhakanÄgara Sutta, Majjhima
NikÄya (Horner, 2002: 16) menyebutkan bahwa:
… a monk dwell having suffused the first quarter with a mind of friendliness; likewise the
second, likewise third, likewise the fourth; just s o above, below, across; he dwells having
suffused the whole world everywhere, in every way, with a mind of friendliness that is for-
reaching. He reflects on this and comprehends: ‘This freedom of mind that is friendliness, is also
effected an thought out. But whatever is effected and thought out, that is impermanent, it is liable
to stopping. Firm in this … the attains the matchless security from the bonds, not (yet) attained.
Kebebasan pikiran cinta kasih diakibatkan karena pertimbangan yang sangat kuat. Tetapi,
kebebasan pikiran cinta kasih yang telah dicapai adalah tidak kekal. Kebebasan pikiran cinta
kasih dapat mencapai pembebasan atau paling tidak mencapai tingkat kesucian AnÄgÄmi.
AnÄgÄmi adalah tingkat kesucian di mana seseorang telah mematahkan lima belenggu batin,
yaitu sakkÄyadiţţhi (pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa yang kekal),
vicikicchÄ(keragu-raguan terhadap Buddha dan ajaran-Nya), silabataparÄmÄsa (kepercayaan
pada upacara atau ritual dapat membebaskan manusia dari penderitaan),kÄmarÄga (nafsu
indera), dan paţigha (keinginan tidak baik) (Davids, 1992: 31). Seseorang mencapai tingkat
kesucian AnÄgÄmi tidak akan terlahir kembali di alam manusia.Pengembangan cinta kasih
akan membebaskan pikiran dari kebencian dan rasa permusuhan. Kebencian adalah salah satu
akar kejahatan yang dapat membawa seseorang ke penderitaan. Apabila seseorang
mengembangkan cinta kasih telah menjauhkan diri dari penderitaan, dan kebahagiaan akan
tercapai. Kebahagiaan yang dicapai tidak hanya kebahagiaan pada kehidupansaat ini tetapi
kebahagiaan di kehidupan yang akan datang. Seperti yang disebutkan dalam manfaat
mengembangkan cinta kasih (Woodward, 2003: 219), meskipun seseorang belum
mencapai Arahat tetapi dapat mencapai atau terlahir di alam BrahmÄ. Terlahir di
alam BrahmÄ adalah suatu bukti bahwa kebahagiaan dari pengembangan cinta kasih tidak hanya
terwujud pada kehidupan saat ini tetapi di kehidupan yang akan datang.
D. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai “Posisi Ajaran Cinta Kasih dalam Agama Buddha”,
dapat disimpulkan, bahwa:Cinta kasih merupakan keinginan akan kebahagiaan semua makhluk
tanpa kecuali, yang sering dikatakan sebagai niat suci untuk mengharapkan kesejahteraan dan
kebahagiaan makhluk lain. Cinta kasih merupakan sebuah kekuatan yang tidak hanya membawa
kebahagiaan kepada para pelakunya, tetapi juga untuk para makhluk di sekitarnya. Hal tersebut
dapat terjadi karena pengembangan cinta kasih ditujukan kepada semua makhluk tanpa kecuali.
Sedangkan objek pengembangan cinta kasih yaitu: pertama kali cinta kasih dipancarkan kepada
diri sendiri, setelah itu cinta kasih dipancarkan kepada orang-orang yang dihargai dan dicintai,
orang netral, dan musuh. Pengembangan cinta kasih pertama kali harus ditujukan kepada diri
sendiri, karena untuk dapat mengembangkan cinta kasih kepada orang lain atau makhluk lain
harus memiliki cinta kasih kepada diri sendiri terlebih dahulu.
Ajaran cinta kasih memiliki posisi yang amat penting dalam agama Buddha. Cinta kasih
apabila dikembangkan dengan baik, maka akan menciptakan keharmonisan di alam semesta,
yaitu keharmonisan antara manusia dengan binatang, binatang dengan tumbuhan, tumbuhan
dengan manusia, atau bahkan keharmonisan antara makhluk satu dengan makhluk yang lain,
misalnya makhluk yang tidak tampak (setan, dewa). Hal tersebut dikarenakan cinta kasih
dipancarkan tidak hanya kepada sesama manusia tetapi kepada semua makhluk yang ada di alam
semesta. Semua penghuni alam semesta saling membutuhkan dalam menjalani kehidupannya,
sehingga cinta kasih sangat diperlukan. Selain sebagai landasan keharmonisan, cinta kasih dapat
berfungsi sebagai landasan kemajuan batin. Cinta kasih merupakan salah satu objek meditasi.
Melalui meditasi seseorang dapat membebaskan kebencian dalam batin, sedangkan kebencian
adalah salah satu akar dari kejahatan. Jika seseorang membebaskan kebencian dari batinnya,
maka batinnya telah mengalami kemajuan. Dengan adanya kebebasan pikiran cinta kasih dapat
membawa seseorang mencapai tingkat kesucian AnÄgÄmi dan merupakan latihan tahap awal
yang dilaksanakan manusia untuk mencapai kebahagiaan tertinggi (nibbÄna).