Anda di halaman 1dari 8

Tugas UTS

SEJARAH KIAI HAJI AHMAD RIFA’I


Di susun untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah
Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Drs. H. Akhmad Zaeni, M. Ag

Di SusunOleh:
Muhammad Riza Fachruddin ( 3119097 )
KELAS IAT C

JURUSAN ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PEKALONGAN
2019
KIAI HAJI AHMAD RIFA’I

A. BIOGRAFI KIAI HAJI AHMAD RIFA’I

Kiai Haji Ahmad Rifai dilahirkan pada 9 Muharam 1200 H atau 1786 di desa Tempuran
Kabupaten Kendal dari pasangan suami isteri K.H. Muhammad Marhum Bin Abi Sujak Seorang Penghulu
Landerad di Kendal dan Siti Rahmah, pada waktu usia Dia sekitar 6 tahun ayah Dia wafat (Semoga Allah
Mengasihinya), sehingga Dia mendapat sentuhan kasih sayang dari seorang ayah dalam waktu yang singkat,
yaitu selama 6 tahun. pada usianya yang begitu muda itu (6 tahun) itu dia (Ki Ahmad) sudah diasuh oleh
kakaknya yang bernama Nyai Rajiyah istri Kiai As'ari seoarang ulama pendiri dan pengasuh Pondok
Pesantren Kaliwungu.
Di sinilah Syekhina belajar ilmu agama kepada kiai As'ari dan diamalkan melalui dakwah lisan dan
tulisan kepada rakyat sekitarnya, sebelum sampai kesuksesannya menelurkan banyak karya ilmiah yang
sarat ilmu dan patriotisme serta cita-cita kemerdekaan yang justru menghadirkannya pada suatu keadaan
yang tidak menguntungkan baginya dan bagi kita (dampaknya sampai sekarang) yaitu: berpisah dengan
keluarga dan menikmati masa masa terakhir hidup dalam pengasingan meski sempat ada komunikasi lewat
surat-menyurat dengan Maufuro tetapi setelah ketahuan Belanda hubungan benar-benar putus dan para
murid semakin terpojok oleh isolasi Belanda, kitab-kitab banyak disita Belanda dan sekarang cerita ini
hanya diketahui oleh beberapa orang saja bahkan keturunan syeikhina dijawa tidak diketahui, tanah wakaf
dijarah penduduk meski sebagian telah dibeli / dimerdekakan oleh para Saudara Rifaiyah yang semoga
dimuliakan Allah serta isu klasik yang menyerang para muridnya ditambah tidak adanya regenarasi
menjadikan kita minoritas kalah kuantitas bahkan mungkin kualitas.
Dia hidup dipengasingan sampai ajalnya menjemputnya di Ambon pada Kamis 25 Robiul Akhir
1286 H (usia 86 tahun), ada riwayat lain yang mengatakan dia wafat pada 1292 H (92 tahun, semoga yang
ini benar, karena itu berarti dia panjang umur) di kampung Jawa Tondano
Kabupaten Minahasa, Manado Sulawesi Utara dan dimakamkan di komplek makam pahlawan Kiai
Modjo di sebuah bukit yang terletak kurang lebih 1 km dari kampung Jawa Tondano (Jaton) .

B. SEJARAH PENDIDIKAN KIAI HAJI AHMAD RIFA’I

Setelah beberapa kali keluar masuk penjara Kendal dan Semarang karena dakwahnya tegas, dalam


usia 30 tahun, Ahmad Rifai berangkat keMekkah untuk menunaikan ibadah haji, ke Madinah ziarah
Makam Rosululloh SAW dan memperdalam ilmu di sana selama 8 tahun. Dan kemudian di Mesir selama 12
tahun. Di Haramain (Mekkah dan Madinah) ia berguru kepada Syaikh Abdul Aziz Al Habisyi,
Syaikh Ahmad Ustmandan Syaikh Is Al -Barawi. Sedang di Mesir ia berguru pada Syaikh Ibrahim Al
Bajuri dan kawan-kawan.
Pulang ke Kendal menjelang kembali ke kampung halaman di Kendal, Kiai Haji Ahmad Rifai
bertemu dengan ulama-ulama Indonesia di Mekkah ,Nawawi dari Banten, Muhammmad
Khallil dari Madura dan teman yang lain. Dalam pertemuan itu, mereka mengadakan musyawarah untuk
memikirkan nasib umat di Indonesia yang sedang terbelenggu oleh takhayul, kufarat dan mistis. Bahkan
bangsa Indonesia sedang dalam cengkeraman Belanda hasil musyawarah yang mereka sepakati bersama,
mengadakan pembaharuan dan pemurnian islam lewat pengajian, diskusi, dialog dan penerjemahan kitab-
kitab bahasa Arab ke bahasa Jawa ( Jarwa'ake!).
Isi dalam karya diutamakan membahas ilmu pokok yaitu Aqidah
Islamiah Ibadah - Muammalah dan Akhlak. Kiai Nawawi mengemban tugas menyusun kitab Aqidah,
Ahmad Rifai Fiqih dan Muhammad Khallil menyusun Tasawuf. Pada tahun 1254 H Haji Ahmad Rifai telah
selesai menyusun kitab Nasihatul Awam di Kalisalak Batang Pekalongan. Nawawi menetap
di Banten dan Khllil di Madura. Bagi Syekh Nawawi , karena keadaan pada waktu itu masih di bawah
jajahan Belanda, dan setiap gerak-gerik ulama selalu diawasi, termasuk kegiatan Nawawi, ia terpaksa
kembali ke Mekkah untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada mahasiswa yang berdatangan ke sana
dari berbagai negara.
Di Mekkah, ia tinggal disebuah perkampungan Syi'ib Ali sampai wafatnya. Muhammad
Khallil memimpin pesantren dan sebagai guru tarekat muktabarah di Bangkalan Madura sampai akhir
hayatnya. Sedang Ahmad Rifai sebelum hijrah ke Kalisalak, Haji Ahmad Rifai pulang
ke desaTempuran Kendal ingin melepas rindu dengan keluarga. Namun Tuhan menghendaki lain, istri yang
diharapkan bisa memberi semangat dalam perjuangan, telah tiada. Meskipun demikian, semangat Syeikhina
dalam menegakkan kebenaran mengalahkan kebatilan tidak menjadi surut. Tidak lama setelah pulang
dari Mekkah, Syeikhina dia tidak diperkenankan tinggal di Kendal karena Haji Ahmad Rifai selalu
mengkritik elit e agama ,birokrasi Belanda dan Masyarakat yang berkolaborasi dengan kolonial Belanda.
Karena Menurut Syaikhina Belanda adalah kafir. Strategi Dakwah PesantrenKaliwungu Kendal adalah
sebuah pemondokan para santri dari berbagai daerah belajar mengaji kitab salaf kepada seorang kiai asli
keturunan Keraton Yogyakarta Kiai Asy'ari namanya kakak ipar Syeikhina, suami Nyai Rajiyah (kakak
perempuan Syeikhina).
Di pesantren inilah Syeikhina dibesarkan dan memperoleh pendidikan dan pembinaan dari Kiai
Asy'ari, setelah tumbuh menjadi pemuda dan dianggap cukup pengetahuan ilmu agamanya, Kiai Ahmad
Rifai terjun ke dunia dakwah di Kendal, Wonosobo bahkan Pekalongan, di Kendal ia mendirikan pengajian
dan menghimpun parasantri yang datang dari berbagai daerah, sehingga menjadi kelompok pengajian yang
besar. Keberhasilan Kiai Ahmad Rifai ini karena dakwah dan pengajiannya sangat menarik sebelum
kegiatannya diketahui oleh pemerintah kafir kolonial setempat, Ahmad Rifai Kiai
keturunan Kraton Yogyakarta ini telah berhasil menggalang kekuatan barangkali belum pernah dimiliki kiai-
kiai lain. Sehingga pada saat ia diasingkan dari Kendal kemudian atas inisiatif sendiri menetap di Kalisalak ,
Kiai Ahmad Rifai sudah punya jaringan luas untuk mengembangkan ajarannya. Strategi dakwah yang
dikembangkan kiai Ahmad Rifai saat itu antara lain: menghimpun anak-anak muda untuk dipersiapkan kelak
menjadi kader-kader dakwah, karena pemuda adalah harapan keluarga dan masyarakat. Di tangan
pemudalah urusan umat dan dalam derap langkah pemudalah hidupnya umat. Sekarang pemuda, esok
pemimpin. Pemuda Qahar dan Maufuro adalah bukti hasil pengaderannya.
Menghimpun kaum dewasa lelaki dan perempuan dari kaum petani, pedagang dan pegawai
pemerintah, dimaksudkan untuk memperkokoh strategi dakwah, penyokong utama dalam segi finansial dan
dewan harian pelaksanaan dakwah pengajiannya itu. Mengunjungi sanak famili terdekat diajak bicara
tentang kondisi agama, politik dan sosial yang dimainkan oleh pemerintah kolonialisme Belanda dengan
membuktikan fakta-fakta yang ada dan langkah yang akan ditempuh dengan dakwah dan pengajian, supaya
memperoleh simpati keluarga. Para santri dan murid dianjurkan kawin antar sesama murid atau murid
dengan anak guru, antar desa dan antar daerah dimaksudkan agar terjalin hubungan yang mesra dan saling
menumbuhkan kasih sayang dan dapat mengembangkan ilmunya didaerah masing masing. Kiai Maufuro
menikah dengan anaknya bernama Nyai Fatimah alias Umroh.
Pada hari-hari tertentu mengadakan kegiatan khuruj berkunjung ke tempat lain yang miskin materi
dan agama . Dengan kunjungan itu diharafkan akan memperoleh respon dari masyarakat atau mungkin
paling tidak dapat membentengi pengaruh budaya barat yang merusak. Menghimpun kader-kader muslim
terdiri dari santri dan murid dari berbagai daerah kemudian dijadikan mubalig untuk diterjunkan ke berbagai
pelosok guna memberi dan menyampaikan dakwah ketengah masyarakat. Mendatangi masjid-masjid untuk
memperbaruhi arah salat ke arah menghadap kiblat. Masyarakatnya, disarankan agar tidak menaati
pemerintah kolonial, Belanda di Indonesia telah merusak kepribadian dan kebudayaan bangsa.
Menerjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab dengan kitab berbahasa Jawa yang mudah dipahami dan
diamalkan dengan model karangan sendiri. Untuk menyesuaikan kondisi masyarakat pada waktu itu,
dibuatkan kitab -kitab berbentuk syair atau nadzam yang indah dan dilagukan sedemikian rupa sehingga
menarik minat pembaca dan pendengar, kertas putih, tulisan merah, untuk setiap Al Qur'an, Al Hadits,
Qoulul Ulama (perkataan ulama) serta tiap kata awal dari syair (yang Mengilhami ditulisnya tulisan ini
dengan huruf merah pada awal paragraf) serta hitam untuk tulisan makna dan komentar, penulisan ini sesuai
dengan budaya bangsa sejak Sultan Agung Mataram XVI dalam penulisan kitab-kitab Arab.
Menciptakan kesenian terbang (rebana) disertai dengan lagu-lagu, syair-syair, nadzam-nadzam yang
diambil dari kitab karangannya, sehingga terbangan itu di sebut Jawan. Terbangan itu dimanfaatkan untuk
mengingat pelajaran, hiburan pada saat ada hajatan dan sekaligus mengantisipasi budaya asing yang
merusak. Budaya itu sengaja dibawa Belanda ke Indonesia untuk melawan budaya tanah air yang diwariskan
oleh nenek moyang kita yang muslim dan mukmin. Pindah Ke Kalisalak rupanya pemerintah kolonial
merasa khawatir terhadap gerakan keagamaan Haji Ahmad Rifai itu berkembang di daerah kendal dan
sekitarnya, karena gerakan yang semula dirintangi itu ternyata makin banyak pengikutnya dari daerah lain.
Diduga kekhawatiran pemerintah Belanda terhadap gerakan Ahmad Rifai ini, diilhami oleh kekhawatiran
pemerintah kolonial akan munculnya kembali pemberontakan, seperti terjadinya Perang Diponegoro di Jawa
Tengah pada 1825 - 1830.
Pemerintah tidak mau lagi jatuh kedua kalinya dalam satu lubang. Sebelum Mubalig Ulung lebih
jauh melangkah, pemerintah kolonial mengambil langkah mengasingkan ulama kharismatik ini ke luar
Kendal, tidak lain agar gerakan dia terhambat dan tidak berkembang. Atas kenyataannya ini kemudian ia
memilih tempat tinggal di Kalisalak sebagai basis perjuangannya. Langkah ini ditempuh karena Kalisalak
merupakan daerah strategis untuk medan dakwah dan memudahkan kontak hubungan dengan semua pihak
dari berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pada umumnya masyarakat disana kaum petani yang
pengetahuan agamanya perlu disempurnakan. Selain itu para murid yang pernah mendapat latihan mental
waktu di Kendal adalah dari Krisidenan Pekalongan, di samping Karisidenan lain, seperti Maufuro Batang,
Abu Ilham Batang, Abdul Azis Wonosobo, Abdul Hamid Wonosobo, Abdul Qohar Kendal, Muhammad
Thuba Kendal, Imamtani Kutowinangun, Muh Idris Indramayu, Muharrar Purworejo, Mukhsin Kendal, Mas
Suemodiwiryo Salatiga, Abdullah ( Dolak ) Magelang, Abu Hasan Wonosobo, Abu Salim Pekalongan,
Abdul Hadie Wonosobo, Tawwan Tegal, Asnawi Pekalongan, Abdul Saman Kendal, Abu Mansyur
Wonosobo, Abdul Ghani Wonosobo, Muhammad Hasan Wonosobo, Muhammad Tayyib Wonosobo,
Ahmad Hasan Pekalongan, Nawawi Batang , Abu Nawawi Purwodadi.
Mereka itulah kader-kader Mubaligh tangguh yang berjasa mengembangkan pemikiran Haji Ahmad
Rifai ke daerah - daerah Jawa Tengah danJawa Barat. Ketika Haji Ahmad Rifai berada di Kendal sempat
menuklahkan putranya, Fatimah Alias Umroh dengan lurah Pondok, Maufuro bin Nawawi, Keranggonan
( sekarang Karanganyar ) Kecamatan Limpung. Setelah meninggalkan kota Kendal, Haji Ahmad Rifai
sementara tinggal di rumah Kiai Maufuro menantunya.
Tidak lama kemudian Ahmad Rifai menikahi janda Demang Kalisalak Alm Martowidjojo namanya
Sujainah lalu ia hidup bersama istrinya di Kalisalak. Di Kalisalak pada mulanya Kiai Haji Ahmad Rifai
menyelenggarakan pengajian untuk anak-anak. Namun lembaga itu kemudian berkembang menjadi majelis
pendidikan yang mencakup pula orang-orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Satu hal yang
menyebabkan pengajian haji Ahmad Rifai cepat terkenal adalah metode terjemahannya, baik Al-Quran, Al-
Hadits maupun kitab-kitab karangan ulama Arab dan Aceh lebih dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa
Jawa sebelum diajarkan kepada para murid, bahkan kelihatan sebagai kewajiban yang ditempuh secara
sadar,seperti yang tersirat di dalam satu bait kitab Ri'ayatal Himmah karya Haji Ahmad Rifai, sebagai
berikut: Wajib saben alim adil nuliyan narajumah kitab Arab rinetenan supoyo wong jawi akeh ngerti pitutur
saking Qur'an lan kitab - kitab Arab jujur kaduwe wong awam enggal ngerti milahur ningali kitab Tarjamah
jawi pitutur Artinya: Diwajibkan bagi setiap alim adil ( ulama akhirat ) untuk menejemahkan kitab Arab,
agar orang jawa lebih mengerti ajaran dari Al Qurandan kitab-kitab Arab ( Hadits dan Ulama ) dengan benar
sehingga orang awam mengerti dan segera melaksanakannya. melihat ( membaca dan mempelajari ) kitab
Tarjumah jawa sebagai ajaran. karena metodenya yang tepat manfaat maka tak mustahil pengajian Ahmad
Rifai cepat berkembang.
Para muridnya datang dari daerah yang dekat sajaseperti Kendal, Batang dan Pekalongan tetapi juga
berasal dari Kedu , Wonosobo, Magelang , Banyumas, Kerawang, Indramayu dan lainnya . Dan intensitas
pengajaran tauhid , fiqh dan tasawuf rasional yang dijalankan oleh Haji Ahmad Rifai yang menyebabkan
perbedaan antara tradisi keliru yang telah mapan dengan pemikiran barunya . Mendirikan Pesantren Kiai
Haji Ahamd Rifai mendirikan lembaga pendidikan pondok pesantren di Kalisalak Batang . Sistem
pengajaran yang menggunakan terjemahan bahasa jawa untuk memahami ajaran - ajaran islam , mendorong
bertambahnya murid pesantren yang berdatangan dari berbagai daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Sementara waktu itu kebiasaan di pondok pesantren masih berlaku pengajian kitab - kiatb berbahasa Arab
saja , dan masih asing terhadap kitab kitab terjemahan. Menurut DR. Karel A. Steenbrink ( Sarjana
Belanda ) bahwa di dalam sejarah dakwah , Ahmad Rifai bisa dianggap hampir satu - satunya tokoh yang
bisa memberikan uraian tentang agama Islam tanpa memakai idiom - idiom Arab dan mampu mengarang
buku dalam bahasa yang menarik karena memakai bentuk syair. Metodologi yang digunakan dalam
pengajarannnya menggaunakan empat tahapan . Keempat tahapan itu adalah:
Tahapan Pertama ; Seorang santri harus belajar membaca kitab Tarojumah terbatas pada tulisan Jawa.
Sistem pengajaran ini dinamakan ngaji irengan , mengejakan satu persatu huruf kemudian merangkum
menjadi bacaan atau kalimat, tingkatan ini merupakan awal di dalam cara membaca kitab Tarojumah .
Disamping itu para Santri harus menghafal syarat rukun iman, dan islam, ibadah salat dan wiridan "
Angawaruhi Ati Ningsun.......!" atau " Sahadat Loro". Setelah Salat fardlu, diwajibkan mengikuti praktek
Salat yang dipimpin oleh lurah -pondok yang bersangkutan .
Tahapan Kedua ; Mengaji dalil - dalil Al - Qur'an , Hadist dan Qoulul Ulama', yang terdapat Kitab
Tarojumah. Dalam Tahapan ini Seorang Lurah pondok harus menguasai ilmu tajwid Al - Qur'an dan mampu
mengaplikasikannya dalam bacaan Al-Qur'an dengan benar. Pengajian tahap ini disebut ngaji abangan
karena memang tulisan Arab untuk dalil adalah berwarna merah atau ABANG atau disebut juga ngaji dalil
karena hanya dalil saja yang dibaca. Di samping itu santri harus hafal dan bisa serta paham tentang Syarat -
Rukun Puasa dan Salat.
Tahapan Ketiga ; Mengaji dalil dan makna jadi satu dari kitab - kitab Tarojumah , tahapan ini dinamakan
ngaji lafal makno ( belajar menerjemahkan tiap kata dalil / kalimat dalil dengan bahasa jawa yang ada
dibawah dalil itui ) , disini para santri membutuhkan kejelian dalam mencari arti.
Tahapan Keempat ; Seorang santri diajak memahami maksud yang terkandung dalam kitab - kitab
Tarojumah , karena hampir setiap kalimat mempunyai makna harfiah dan tafsiriah yang tentunya
membutuhkan keterangan dan pemahaman yang dalam . Kitab - kitab Tarojumah disusun dengan formula
lengkap : Kamaknanan , Kamurodan , Kasarahan , Kamaksudan Dan Kapertelanan , atau dengan kata lain
ngaji maksud , ngaji sorah , ngaji bandungan , atau ngaji sorogan . Pengajian ini berupa pembacaan dan
penerangan isi kandungannya dan dilakukan oleh Syaikhina Haji Ahmad Rifai sendiri dihadapan para santri
dan murid pilihan kemudian mereka satu persatu memcoba menirukan seperti apa kata dia . Dalam
pengajian ini diajarkan pula oleh ulama' itu tentang ilmu dan amalan kesunahan yang tidak tertulis di dalam
kitab - kitab Tarojumahnya.
Kitab - Kitab Tarojumah Karangannya Kitab -kitab karya Kiai Haji Ahmad Rifai di Jawa yang dapat
diketahui pasti ada 62 buah judul kitab rangkuman berbagai soal keagamaan yang diambil dari Al - Qur'an
dan Al - Hadits dan kitab - kitab bahasa Arab karangan ulama' - ulama' terdahulu yang diterjemahkan secara
bebas kedalam bahasa Jawa , karenanya disebut Tarajumah , berisi ilmu Tauhid , Fiqih dan Tasawuf ,
memakai huruf Arab Jawa Pegon, sebagian besar berbentuk nadzam ( puisi tembang ), setiap empat baris
dengan akhiran sama dan sebagian lagi natsar ( prosa ) atau natsrah ( nadzam dan natsar sekaligus ) , selain
itu ada juga yang berbentuk miring yang disebut Tanbih Rejeng.
C. NAMA NAMA KITAB KARANAGAN KIAI HAJI AHMAD RIFA’I

1. Kitab Kitab karangan nya yang di susun di pulau jawa berjumlah 62 sebagai berikut :

Risalah berisi fatwa - fatwa agama ( 1254 H ) ;


Nasihatul 'Awam , berisi Nasihat kepada masyarakat / awam ( 1254 H ) ;
Syarihul Iman, berisi Bab Iman , Islam , Ihsan dan barang ta'alu' ( 1255 H ) ;
Taisir , berisi Ilmu Salat Jumat ( 1255 H ) ;
'Inayah , berisi Bab Khalifah Rosullulloh ( 1256 H ) ;
Bayan , berisi Ilmu meteodologi mendidik dan mengajar ( 1256 H ) ;
Jam'ul Masail , berisi Bab 3 Ilmu Agama ( 1256 H ) ;
Qowa'id , berisi Bab Ilmu Agama ( 1257 H ) ;
Targhib , berisi Bab Makrifatulloh ( 1257 H ) ;
Thoriqot Besar , berisi Bab Hidayatulloh ( 1257 H ) ;
Thoriqot Kecil , berisi Bab Thariqotulloh ( 1257 H ) ;
Athlab , berisi Bab mencari Ilmu Pengetahuan ( 1259 H ) ;
Husnul Mitholab , berisi 3 Ilmu Agama ( 1259 H );
Thulaab , berisi Bab Kiblat Salat ( 1259 H ) ;
Absyar , berisi Bab Kiblat Salat ( 1259 H ) ;
Tafriqoh , berisi Bab Kewajiban Mukalaf ( 1260 H ) ;
Asnal Miqosod , Bab 3 Ilmu Agama ( 1261 H ) ;
Tafsilah , berisi Bab Kemntapan Iman ( 1261 H ) ;
Imdaad , berisi Masalah Dosa Takabur ( 1261 H ) ;
Irsyaad , berisi Bab Ilmu Manfaat ( 1261 H ) ;
Irfaq , berisi Bab Iman , Islam , dan Ihsan ( 1261 H ) ;
Nadzam Arja Safa'at , berisi Hikayat Isro' Mi'roj Nabi Sol'Am ( 1261 H ) ;
Jam 'ul Masail , berisi Bab Fiqih dan Tasawuf ( 1261 H );
Jam'ul Masail , berisi Bab Tasawuf ( 1261 H ) ;
Tahsin , berisi Bab Fidyah Salat Dan Puasa ( 1261 H ) ;
Showalih , berisi Kerukunan Umat Beragama ( 1262 H ) ;
Miqshadi , berisi Bab bacaan Al Fatihah ( 1262 H );
As'ad , berisi Bab Iman dan Ma'rifatulloh ( 1262 H ) ;
Fauziah , berisi Bab Jumalah Maksiat ( 1262 H ) ;
Hasaniah , berisi Bab Fardlu Mubadarah ( 1262 H ) ;
Fadliyah , berisi Bab Dzikrulloh ( 1263 H ) ;
Tabyanal Islah , berisi Bab Nikah Tholaq Rujuk ( 1264 H );
Abyanal Hawaij , berisi Bab 3 Ilmu Agama ( Ushul-Fiqih-Tasawuf ) ( 1265 H ) ;
Takhirah Mukhtasar , berisi Bab Iman Islam ( 1266 H ) ;
Ri'ayatal Himmah , berisi Bab 3 Ilmu Agama ( 1266 H ) ;
Tasyrihatal Muhtaj , berisi Masalah Mu'amalah ( EKSOS ) ( 1266 H ) ;
Kaifiyah , berisi Bab Tata Cara Salat ( 1266 H ) ;
Misbahah , berisi Bab Dosa Meninggalkan Salat ( 1266 H ) ;
Ma'uniyah , berisi Sebab Jadi kafir ( 1266 H ) ;
'Uluwiyah , berisi Bab Takabur karena Harta ( 1266 H ) ;
Rujumiyah , berisi Bab Salat Jum'ah ( 1266 H ) ;
Mufhamah , berisi Bab Mukmin dan Kafir ( 1266 H ;
Basthiyah , berisi Bab Ilmu Syariat ( 1267 H ) ;
Tahsinah , berisi Bab Ilmu Tajwid ( 1268 H ) ;
Tadzkiyah , berisi Bab Menyembelih Binatang ( 1269 H );
Fatawiyah , berisi Bab Cara Berfatwa Agama ( 1269 H ) ;
Samhiyah , berisi Bab Salat Jum'ah ( 1269 H ) ;
Rukhsiyah , berisi Bab Salat Jama' - Qosor dan Salat Musafir ( 1269 H ) ;
Maslahah , berisi Bab Pembagian Warisan Islami ( 1270 H ) ;
Wadlihah , berisi Bab Manasikh Haji ( 1272 H ) ;
Munawirul Himmah , berisi Bab Wasiat Kepada Manusia ( 1272 H ) ;
Surat kepada R. Penghulu Pekalongan ( 1273 H );
Tansyirah , 10 Wasiyat Agama ( 1273 H );
Mahabbatulloh , berisi Bab Nikmatulloh ( 1273 H ) ;
Mirghabut Tha'ah* , berisi Iman dan Syahadah ( 1273 H ) ;
Hujahiyyah , berisi Bab Tata Cara Berdialog ( 1273 H ) ;
Tashfiyah , Bab Makna Fatihah ( 1273 H ) ;
500 Tanbih Bahasa Jawa , ( 1273 H ) ;
700 Nadzam Do'a dan Jawabannya ( 1270 - 1273 H ) ;
Puluhan Tanbih Rejeng , Masalah Agama ( 1273 H ) ;
Shihatun Nikah , Mukhtashar Tabyanal Islah ( 1270-an H );
Nadzam Wiqoyah ( 1270 -an H )

2. Kitab Kitab, surat wasiat dan tanbih yang di susun di Ambon

Targhibul Mathlabah , Berisi Bab Ushuliddin ( 1274 H ) ;


Kaifiyatul Miqshadi , Berisi Bab Fiqih ( 1275 H ) ;
Nasihatul Haq , Bab Tasawuf ( 1275 H ) ;
Hidayatul Himmah , Bab Tasawuf ( 1275 H ) ;
60 Buah kitab Tanbih bahasa Melayu ( 1275 H );
Surat wasiat kepada Maufuro dan Murid - Murid lainnya ! ( 1275 H ) ;
Perlu diketahui bahwa kitab Tanbih terdiri dari tiga halaman folio sebanyak 114 baris nadzam dan di
dalam setiap tanbih membahas satu masalah agama yang berbeda dengan nyang lain , berati dalam 500
tanbih terdapat 500 judul. Kalau tiap satu tanbih dapat dihitung sebuah kitab , maka kitab - kitab karangan
syeikhina Kiai Haji Ahmad Rifai ada 562 Kitab yang dikarang di Pulau Jawa saja, kitab - kitab yang
dikarang di Ambon yang terdiri dari 60 Tanbih dan 4 kitab bahasa melayu serta dua surat wasiat kepada
Maufuro, jadi kalau ditotal semua karangan Guru Besar Tarjumah ada 627 buah kitab.
Adapun data mengenai nama kitab, tahun selesai dikarang, dan kandungan bersumber pada :
1. Jadwal Kitab yang disusun oleh Kiai Ahmad Nasihun bin Abu Hasan Paesan tengah Kedungwuni
Pekalongan ( 1966 M ) ;
2. Kitab - kitab karangan Kiai Haji Ahmad Rifai dipulau Jawa
3. Buku Sejarah Nasional karangan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo , Nugroho Notosusanto dkk. Masa
Akhir Perjuangan Dia Di Pulau Jawa
Tahun 1272 H ( 1856 ) adalah tahun permulaan krisis bagi gerakan Syeikhina Kiai Haji Ahmad Rifai
. Hal ini disebabkan hampir seluruh kitab karangan ( dan Hasil tulisan tangan dia ) disita oleh
pemerintah Belanda , disamping itu para murid dan Ahmad Rifai sendiri terus - menerus mendapat tekanan
Ratu Kafir Tanah Jawa ( RKTJ Bukan GITJ ) yaitu Belanda . Sebelum Haji Ahmad Rifai diasingkan
dari kaliwungu KendalSemarang , tuduhan yang dikenakan hanyalah persoalan menghasut
pemerintah Belanda dan membawa Haji Ahmad Rifai dipenjara beberapa hari di Kendal , Semarang dan
terakhir di Wonosobo .
Maka selama di Kalisalak persidangan panjang dialaminya , menghasut , mendoktrin jamaah
membuat Syair - Syair protes dan beberapa Kitab yang isinya menyinggung Anti kolonial Belanda dan
Kroni - kroninya serta mengkader pejuang pejuang militan di Pesantrennya adalah selalu menjadi
tuduhannya. Tuduhan itu dari wedono Kalisalak yang meminta agar Haji Ahmad Rifai diasingkan dari
Kalisalak ternyata tidak bisa dibuktikan sebagaimana dalam surat keputusan kelima dari Gubernur
Jenderal Duymaer Van Twist yang dibuat pada tanggal 2 Juli 1855menyatakan bahwa seluruh tuduhan
terhadap Haji Ahmad Rifai belum bisa dibuktikan , dan perlu diperiksa dalam persidangan biasa . Untuk
sementara waktu waktu perkara tersebut ditutup.
Pada tahun 1856 Jendral Albertus Jacub Duymaer Van Twist oleh Jendral Charles Ferdinand Pahud,
Wedono Kalisalak memandang perlu untuk mengangkat kembali permasalahan pengasingan Kiai Haji
Ahmad Rifai , namun ternyata jendral Pahud pun menyatakan menolak sebagaimana yang ditulis dalam
suratnya tertanggal 23 November 1858. Akan tetapi tekad dan dendam Iblis Wedono Kalisalak tidak
berhenti sampai disini , Dia menulis surat kepada Bupati Batang tertanggal 19 April 1859 No.1 A yang
isinya diteruskan ke Karisidenan Pekalongan oleh bupati Batangpada tanggal 24 April 1859 No.29 . Inti
surat tersebut isinya adalah sebagaimana bunyi surat yang pernah dikirim sebelumnya tertanggal 9
November 1858 No.578 dan 5 November 1858 No.700, mengigat belum juga mendapat perhatian dari
Residen Pekalongan, maka diperjelas lagi dengan suratnya tertanggal 29 April 1859. Selain itu pada
tanggal 30 April 1859 Residen Pekalongan menulis surat kepada Buiten Zorg diBogor yang isinya agar Kyai
Haji Ahmad Rifai disidangkan ke pengadilan dan diasingkan dari Kalisalak. Pada tanggal 6 Mei 1859 secara
resmi Haji Ahmad Rifai dipanggil Residen Pekalongan Franciscus Netscher untuk pemeriksaan terakhir dan
syarat untuk memenuhi pengasingan keAmbon. Sejak tanggal 6 Mei 1859 Haji Ahmad Rifai sudah tidak
diperkenankan kembali ke rumah lagi untuk menunggu keberangkatan pengasingan hingga tanggal 9 Mei
1859, berdasarkan surat keputusan No.35 tertanggal 19 Mei 1859 K.H. Ahmad Rifai meninggalkan jamaah
beserta para keluarganya karena mulai hari itu dia diasingkan di Ambon,Maluku.
Setelah dua tahun Haji Ahmad Rifai di Ambon dia telah mengirim kitab sebanyak empat buah dalam
bahasa Melayu dan 60 buah judul Tanbih berbahasa Melayu juga surat wasiat tertanggal 21 Dzulhijjah
1277 H kepada menantunya Kyai Maufura bin Nawawi di Keranggongan, Batangyang isinya agar para
muridnya beserta keluarganya jangan sekali-kali taat pada pemerintah Belanda dan orang-orang yang
berkolaborasi dengannya. Setelah di Ambon Haji Ahmad Rifai bersama Kyai Modjo dan 46 ulama lainnya
dipindahkan ke kampung Jawa Tondano, Manado,Sulawesi Utara karena ia bersama ulama-ulama
Tarojumah menganggap perlu lahirnya organisasi Rifaiyah secara nasional , dan dia tinggal disana untuk
menanti panggilan dari sang Robb, Dia wafat dengan tenang sebagai " Pahlawan Islam dan bukan Pahlawan
Nasional" pada Kamis25 Robiul Akhir 1286 H (usia 86 tahun) , ada riwayat lain yang mengatakan dia wafat
pada 1292 H (92 tahun, semoga yang ini benar, karena itu berarti dia panjang umur) di kampung
Jawa Tondono Kabupaten Minahasa, Manado Sulawesi Utara dan dimakamkan dikomplek makam
pahlawan kiai Modjo disebuah bukit yang terletak kurang lebih 1 km dari kampung Jawa Tondano (Jaton).

Anda mungkin juga menyukai