Anda di halaman 1dari 88

1

BAB I
ALKALIMETRI & ASIDIMETRI

1.1. Alkalimetri

1.1.1. Tujuan Percobaan

- Membuat larutan standard natrium hidroksida 0,1 N.


- Standardisasi natrium hidroksida dengan asam oksalat.
- Menentukan kemurnian asam dalam asam cuka yang diperdagangkan.

1.1.2. Tinjauan Pustaka

Titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan menentukan banyaknya


suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis dengan
sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui kadarnya atau
konsentrasinya.[1]
Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari
buret sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi
ekivalen satu sama lain. Pada saat titrant yang ditambahkan tampak telah ekivalen,
penambahan titrant harus dihentikan, saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan
yang ditambahkan dari buret disebut titrant, sedangkan larutan yang ditambah
titrant disebut titrat.[2]
Analisis volumetri juga dikenal sebagai analisis titrimetri, di mana zat
yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya
diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Syaratnya adalah reaksi
harus berlangsung cepat, reaksi berlangsung kuantitatif, dan tidak ada reaksi
samping.
Semua metode titrimetri tergantung pada larutan standard yang
mengandung sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang
tinggi. Larutan standard primer merupakan zat yang tersedia dalam komposisi
2

kimia yang jelas dan murni.[3] Lagi pula standard primer itu harus mempunyai
karakteristik berikut:
- Harus tersedia dengan mudah dalam bentuk murni atau dalam keadaan
kemurnian tertentu.
- Zat itu haruslah stabil, mudah dikeringkan, tidak boleh terlalu higroskopik
sehingga menyerap air, dan ketika ditimbang tidak boleh susut bila dibiarkan di
udara. Biasanya hidrat garam tidak digunakan sebagai standard primer.
- Mempunyai bobot ekuivalen yang wajar tingginya agar galat dalam
penimbangan dapat diminimumkan.[4]
Metode volumetri dapat diklasifikasikan dalam empat kategori sebagai:
1. Titrasi asam basa yang meliputi reaksi asam dan basa baik kuat maupun lemah.
2. Titrasi redoks adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi
reduksi.
3. Titrasi pengendapan adalah titrasi yang meliputi pembentukan endapan.
4. Titrasi kompleksometri sebagian besar meliputi titrasi EDTA seperti titrasi
spesifik dan juga dapat digunakan untuk melihat perbedaan pH pada
pengkompleksan.[3]
Asidi-alkalimetri adalah teknik analisis kimia berupa titrasi yang
menyangkut asam dan basa atau sering disebut titrasi asam-basa.
Untuk mengetahui keadaan ekivalen dalam proses asidi-alkalimetri ini,
diperlukan suatu zat yang dinamakan indikator asam-basa. Indikator asam-basa
adalah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Asidi-
alkalimetri menyangkut reaksi antara asam kuat-basa kuat, asam kuat-basa lemah,
asam lemah-basa kuat, asam kuat-garam dari asam lemah, dan basa kuat-garam
dari basa lemah.[5]
Indikator asam basa ialah zat yang dapat merubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Misalnya bromtimol biru dalam asam ia berwarna
kuning, tetapi lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam
dinamakan warna asam dari indikator, sedang warna yang ditunjukkan dalam
keadaan basa disebut warna basa. Beberapa indikator asam basa yaitu:
3

Tabel 1.1.2.1. Macam-macam indikator asam basa


Warna
Nama pKi Jenis Trayek pH
Asam Basa
Asam pikrat 2,3 asam 0,1-0,8 tidak berwarna kuning
1,65 asam 1,2-2,8 merah kuning
Biru timol
8,90 asam 8,0-9,6 kuning biru
2,6 Dinitrofenol 2,0-4,0 tidak berwarna kuning
Kuning metal 3,2 basa 2,9-4,0 merah kuning
Jingga metal 3,4 basa 3,1-4,4 merah jingga
Hijau bromkresol 4,9 asam 3,8-5,4 kuning biru
Merah metal 5,0 basa 4,2-6,3 merah kuning
Lakmus 4,5-8,3 merah biru
Purpur bromkresol 6,12 asam 5,2-6,8 kuning purpur
Biru bromtimol 7,3 asam 6,0-7,6 kuning biru
Merah fenol 8,0 asam 6,4-8,0 kuning merah
p-a-Naftolftalein 7,0-9,0 kuning biru
Purpur kresol asam 7,4-9,6 kuning biru
Fenolftalein asam 8,0-9,6 tidak berwarna merah
Timolftalein asam 9,3-10,5 tidak berwarna biru
Kuning alizarin R 10,1-12,0 kuning violet
1,3,5-
12,0-14,0 tidak berwarna jingga
Trinitrobenzen

Setiap indikator asam basa mempunyai trayeknya sendiri, demikian pula


warna asam dan warna basanya. Di antara indikator ada yang mempunyai satu
macam warna, misalnya fenolftalein yang berwarna merah dalam keadaan basa
tetapi tidak berwarna bila keadaannya asam. Fenolftalein dinamakan indikator
satu warna dan bromtimol biru ialah indikator dua warna.[3]
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa
yaitu:
- Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh
kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekivalen.
4

- Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum


proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan.[6]

Gambar 1.1.2.1. Kurva titrasi

Pada kurva titrasi larutan natrium hodroksida 0,1 N yang distandardisasi


dengan larutan asam asetat 1 M pada pH 9 terjadi titik ekuivalen yang ditunjukkan
perubahan warna dari indikator. Pada pH 12 dan seterusnya dinamakan titik akhir
titrasi di mana warna dari indikator sudah tidak dapat berubah dan melewati
trayek pH pada indikator yang digunakan. [1]
Pada asidimetri-alkalimetri penerapan yang paling jelas adalah penentuan
zat-zat anorganik, organik, dan biologis yang tak terbilang jumlahnya, bersifat
asam atau basa, secara langsung. Tak kalah pentingnya adalah penentuan yang
didahului reaksi mengubah zat yang dianalisa menjadi asam atau basa yang
kemudian dititrasi dengan basa atau asam baku.[2]
5

1.1.3. Tinjauan Bahan

A. Aquadest
- rumus molekul : H2O
- berat molekul : 18 gram/mol
- bentuk fisik : cairan
- warna : tak berwarna
- bau : tidak berbau
- titik beku : 0 oC
- titik didih : 100 oC
- pH :7
B. Asam Asetat
- rumus molekul : CH3COOH
- massa molar : 60,05g/mol
- densitas : 1,049 g/cm3 (cairan)
1,266 g/cm3 (padatan)
- titik lebur : 16,5ºC
- titik didih : 118,2ºC
- bentuk fisik : cairan
- warna : tak berwarna
- pKa : 4.76 pada 25ºC
C. Asam Oksalat
- rumus kimia : C2H2O4
- massa molar : 90.03 g/mol
- bentuk fisik : kristal putih
- warna : putih
- densitas : 1,90 g/cm3
D. Indikator Fhenolptalein
- rumus molekul : C20H14O4
- massa molar : 318,32 g/mol
- densitas : 1,277 g/cm3 pada 32ºC
- bentuk fisik : cair
6

- warna : putih
- range pH : 8,0-9,6
- titik lebur : 260ºC
- kelarutan dalam air : Tidak larut
E. Natrium Hidroksida
- rumus molekul : NaOH
- massa molar : 39,9971 g/mol
- bentuk fisik : zat padat
- warna : putih
- densitas : 2,1 g/cm3
- titik lebur : 318 °C (591 K)
- titik didih : 1390 °C (1663 K)

1.1.4. Alat dan Bahan

A. Alat: B. Bahan:
- batang pengaduk - aquadest (H2O)
- beakerglass - asam cuka (CH3COOH)
- botol aquadest - asam oksalat (H2C2O4.2H2O)
- buret - natrium hidroksida (NaOH)
- corong kaca - fhenolptalein (C20H14O4)
- Erlenmeyer
- gelas arloji
- karet penghisap
- labu ukur
- neraca digital
- pipet tetes
- pipet volume
- statif dan klem
7

1.1.5. Prosedur Percobaan

A. Preparasi larutan
- Membuat larutan natrium hidroksida 0,1 N, sebanyak 500 mL
- Membuat larutan standard asam oksalat 0,1 N, sebanyak 100 mL.
B. Standardisasi natrium hidroksida dengan larutan standard asam oksalat
- Memipet 10 mL larutan asam oksalat ke dalam Erlenmeyer dan
menambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes
- Menstandardisasi dengan larutan natrium hidroksida sampai warna
larutan berubah dari bening tidak berwarna menjadi warna pink
- Mengulangi percobaan sampai 3 kali.
C. Penentuan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan
- Menimbang beakerglass kosong kemudian masukkan 5 mL asam cuka
contoh dan timbang lagi sehingga diperoleh berat asam cuka
- Melarutkan dengan aquadest sampai volumenya 100 mL
- Memipet 10 mL kemudian memasukkan dalam Erlenmeyer dan
menambahkan 4 tetes indikator PP
- Menitrasi dengan larutan standard natrium hidroksida sampai larutan
berubah warna menjadi warna merah jambu dan catat volume yang
diperlukan
- Mengulangi percobaan diatas sampai 3 kali.
8

1.1.6. Data Pengamatan

Tabel 1.1.6.1. Data pengamatan standardisasi larutan natrium hidroksida


dengan asam oksalat 0,1 N
Keterangan I II III

Berat teliti bahan baku (gram) 2 2 2

Berat ekivalen bahan baku (gram) 40 40 40

Volume larutan baku (mL) 500 500 500

Volume larutan yang dititrasi (mL) 10 10 10

Volume larutan peniter (mL) 9,5 9 9

Tabel 1.1.6.2 Data pengamatan penentuan kadar asam cuka

Keterangan I II III

Berat botol timbang kosong (gram) 103,765 103,765 103,765

Berat bolol timbang isi (gram) 108,8 108,8 108,8

Berat asam cuka (gram) 5,035 5,035 5,035

Volume asam cuka (mL) 5 5 5

Volume peniter (mL) 10 10 10

Volume asam cuka yang dititrasi


2,2 2 2,3
(mL)

1.1.7. Persamaan reaksi

A. Standardisasi larutan natrium hidroksida dengan asam oksalat


2NaOH + (COOH)2 (COONa)2 + 2H2O[2]
(natrium hidroksida) (asam oksalat) (natrium oksalat) (air)
B. Penentuan kadar asam cuka yang diperdagangkan
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O[1]
(asam asetat) (natrium hidroksida) (natrium asetat) (air)
9

1.1.8. Pembahasan

- Untuk membuat larutan standard natrium hidroksida 0,1 N dilakukan


penimbangan natrium hidroksida terlebih dahulu. Berdasarkan
perhitungan dilakukan penimbangan natrium hidroksida sebanyak 2 gram
dan melarutkannya dalam labu ukur 250 mL dengan aquadest sampai
tanda batas.
- Proses standardisasi dilakukan untuk menstandardkan larutan natrium
hidroksida agar diketahui konsentrasi standard larutan natrium hidroksida
yang sebenarnya. Pada saat titrasi digunakan larutan indikator
fhenolphtalein sebagai penanda terjadinya titik ekuivalen yang ditandai
dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda Selain
itu, indikator ini dapat mengidentifikasi suatu larutan yang bersifat basa
dengan trayek pH 8,0-9,6. Berdasarkan proses standardisasi larutan
natrium hidroksida dengan asam oksalat diperoleh volume rata-rata
sejumlah 9,1 mL dan didapatkan konsentrasi natrium hidroksida sebesar
0,109 N.
- Dalam percobaan penentuan kadar asam cuka yang diperdagangkan
diperoleh kadar asam sebesar 2,73%. Sedangkan kadar asam cuka yang
dipakai adalah 25%. Hal ini bisa disebabkan oleh asam cuka yang
diperdagangkan bersifat teknis, bukan PA (pure analisis) dan disebabkan
dari sifat natrium hidroksida yang higroskopis.

1.1.9. Kesimpulan

- Pada pembuatan larutan standard natrium hidroksida 0,1 N sebanyak 500


mL diperlukan 2 gram natrium hidroksida.
- Pada standardisasi larutan natrium hidroksida dengan asam oksalat
diperoleh nilai normalitas sebesar 0,109 N.
- Penentuan kadar asam cuka yang diperdagangkan diperoleh kadar asam
cuka sebesar 2,73%.
10

1.2. Asidimetri

1.2.1. Tujuan Percobaan

- Membuat larutan standard asam klorida 0,1 N.


- Menetapkan konsentrasi larutan standard asam klorida dengan natrium
karbonat.
- Menentukan kadar karbonat dalam washing soda.

1.2.2. Tinjauan Pustaka

Analisis volumetri juga dikenal sebagai titimetri, dimana zat yang akan
dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan
dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak
diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung
secara cepat, reaksi berlangsung secara kuantitatif dan tidak ada reaksi samping.
Selain itu juga reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat
diketahui dengan suatu indikator.
Semua metode titrimetri tergantung pada larutan standar yang
mengandung sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang
tinggi. Larutan standar disiapkan dengan menimbang reagen murni. Standar
primer yaitu zat yang tersedia dalam komposisi kimia yang jelas dan murni.
Larutan tersebut hanya bereaksi pada kondisi titrasi dan tidak melakukan reaksi
sampingan. Tidak berubah ataupun bereaksi di tempat terbuka (atmosfer). Berat
ekivalennya sebaiknya besar, untuk menghindarkan kesalahan akibat
penimbangan. Bila suatu asam atau basa maka hendaknya mempunyai tetapan
ionisasi yang besar.
Metode volumetri secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam empat kategori
sebagai:
a. Titrasi asam basa yang meliputi reaksi asam dan basa baik kuat maupun lemah.
b. Titrasi redoks adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi
reduksi. Bagian besar titrasi terliput oleh dua kategori ini.
c. Titrasi pengendapan adalah titrasi yang meliputi pembentukan endapan.
11

d. Titrasi kompleksometri sebagian besar meliputi titrasi EDTA seperti titrasi


spesifik dan juga dapat digunakan untuk melihat perbedaan pH pada
pengkompleksan.
Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk flouresen
atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak
pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau
basa, larut, stabil, dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya
adalah zat organik. Indikator asam basa secara garis besar dapat diklasifikasikan
dalam tiga golongan:
a. Indikator ftalein dan indikator sulfotalein
Indikator ftalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol yaitu
fenolftalein. Pada pH 8,0 – 9,8 berubah warnanya menjadi merah.
Indikator sulfotalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dan sulfonat.
b. Indikator azo
Indikator azo diperoleh dari reaksi kimia romatik dengan garam dizonium
missal: methylyelllow atau p-dimetil amino azo benzena. Indikator azo
menunjukkan kenaikan disosiasi bila temperature naik.
c. Indikator trifenilmetana[2]
Titrasi asam-basa sering disebut asidimetri-alkalimetri, sedang untuk titrasi atau
pengukuran lain-lain sering juga dipakai akhiran ometri menggantikan imetri. Jadi
asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam atau pun pengukuran dengan
asam yang diukur jumlah basa atau garam.
Titrasi asidimetri-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam atau basa,
diantaranya:
1. Asam kuat – basa kuat
Contohnya: NaOH + HCl NaCl + H2O
(natrium hidroksida) (asam klorida) (natrium klorida) (air)

2. Asam kuat – basa lemah


Contohnya: HCl + NH4OH H2O + NH4Cl
(asam klorida) (ammonium hidroksida) (air) (ammonium klorida)
12

3. Asam lemah – basa kuat


Contohnya: CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
(asam asetat) (natrium hidroksida) (natrium asetat) (air)
4. Asam kuat – garam dari asam lemah
Contohnya: HCl + CH3COONa CH3COOH + H2O
(asam klorida) (natrium asetat) (asam asetat) (air)

5. Basa kuat – garam dari basa lemah


Contohnya: KOH + NH4Cl KCl + NH4OH
(kalium hidroksida) (ammonium klorida) (kalium klorida) (ammoniumhidroksida)
Beberapa indikator asam basa:
1. Fenolftalein dengan trayek pH 8,0-9,6.
2. Lakmus dengan trayek pH 4,5-8,3
3. Methyl merah dengan trayek pH 4,2-6,3
4. Methyl Orange dengan trayek pH 3,1-4,4
Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi
asam basa. Reaksi ini menghasilkan larutan yang pHnya lebih netral.
Dalam asidi-alkalimetri, BE ialah berat zat yang mereaksikan atau membutuhkan
satu gram ion H+ atau OH-. Dengan perkataan lain BE=BM dibagi jumlah ion H +
yang direaksikan atau diikat oleh sebuah molekul zat yang bersangkutan.
BM
BE = atau BM = n × BM..............................................................(1)
n
Dimana n ialah jumlah ion H+ yang direaksikan oleh sebuah molekul asam atau
diikat oleh sebuah molekul bukan asam.
1
1 ekivalen = mol atau 1 mol = n ekivalen...........................................(2)
n
Larutan 1 normal (1N) ialah larutan yang berisi 1 ekivalen zat per liter larutan;

1
larutan 1 molar berisi 1 mol zat per liter larutan.
n
1
1N= M atau 1 M = n × N.................................................................(3)
n
Karena dalam titrasi biasanya volume diukur dalam Ml, maka juga sering dipakai
jumlah miliekivalen (me) = 10 -3 ekivalen.
ekivalen
1 N = larutan 1 = larutan mek/mL..........................................(4)
liter
13

1
Jumlah zat = konsentrasi . volume 1 N = M atau 1 M = n × N
n
Maka jumlah ekivalen = N× V(dalam liter)
Jumlah me = N ×V (dalam mililiter)
Larutan yang diketahui dengan tepat konsentrasinya dan dipakai sebagai pereaksi
disebut larutan baku.[1]
Standarisasi asam kuat yaitu asam klorida menggunakan natrium klorida
karena zat ini tersedia dalam bentuk garam murni sehingga lebih praktis. Zat ini
juga dipilih karena memenuhi kriteria larutan standart utama dari asam kuat.
Natrium karbonat bersifat sedikit higroskopis, memiliki berat ekivalen yang tinggi
dan merupakan basa kuat sehingga baik untuk titrasi asam kuat.
Pada percobaan ini HCl digunakan untuk mentitrasi larutan sampel.
Sebelum digunakan dalam proses titrasi yang melibatkan analisis kuantitatif HCl
harus distandarisasi terlebih dahulu. Proses standarisasi bertujuan untuk
menentukan konsentrasi larutan secara akurat. Biasanya dilakukan dengan
menimbang sejumlah gram tertentu substansi lalu dilarutkan dalam sejumlah
volume yang diketahui. Namun tidak mungkin untuk menyiapkan HCl dalam
kemurnian secara akurat sehingga konsentrasinya hanya diketahui secara ‘kurang
lebih’. Sehingga dilakukan standarisasi dengan larutan standarisasi primer asam
lemah. Penggunaan senyawa yang sama sebagai standar primer dengan larutan
sampel dapat memperkecil kesalahan (persen error). Pada percobaan kali ini HCl
distandarisasi oleh asam lemah Na2CO3. [3]
Rumus kimia untuk washing soda adalah Na 2 CO 3, dan juga dikenal
sebagai natrium karbonat. Ini adalah garam dari asam karbonat , zat kimia yang
memproduksi berbagai macam garam yang dikenal sebagai karbonat. Salah satu
sumber yang sama soda cuci adalah abu tanaman, karena alasan ini, kadang-
kadang disebut abu soda . Natrium karbonat juga dapat dibuat dari natrium
klorida , juga dikenal sebagai garam meja. [6]
14

1.2.3. Tinjauan bahan

- Aquadest (H2O)
Berat molekul : 18,02 g/mol
pH : netral (7)
Titik didih : 100 oC
Merupakan bahan kimia yang tidak berbahaya karena mempunyai pH
netral sehingga tidak mempunyai efek tertentu bagi manusia.
- Asam klorida (HCl)
Massa molar : 36,46 g/mol
Densitas : 1,18 g/cm3
Titik didih : 110oC
Bersifat korosif terhadap jaringan tubuh dengan potensi kerusakan pada
rongga pernapasan, mata, kulit dan usus.
- Methylorange (C15H15N3O2)
Massa molar : 327,33 g/mol
Densitas : 1,28 g/cm3
Titik didih : >300oC
Metil Orange (Methyl Orange) adalah senyawa organik dengan rumus
C14H14N3NaO3S dan biasanya dipakai sebagai indikator dalam titrasi
asam basa. Indikator metil orange ini berubah warna dari merah pada
pH dibawah 3.1 dan menjadi warna kuning pada pH diatas 4.4 jadi warna
transisinya adalah orange.
- Natrium karbonat (Na2CO3)
Berat molekul : 106 g/mol
Densitas : 1,311 g/cm3
Titik leleh : 851 oC [4]
15

1.2.4. Alat dan bahan

A. Alat-alat yang digunakan B. Bahan-bahan yang digunakan


- batang pengaduk - aquadest (H2O)
- beakerglass - asam klorida (HCl)
- botol aquadest - methylorange (C15H15N3O2)
- buret - natrium karbonat (Na2CO3)
- corong kaca
- Erlenmeyer
- gelas arlogi
- karet penghisap
- labu ukur
- neraca analitik
- pipet tetes
- pipet volume
- statif dan klem

1.2.5. Prosedur Percobaan

A. Preparasi larutan
- Buat larutan asam klorida 0,1 N, sebanyak 250 mL
- Buat larutan standard natrium karbonat 0,1 N, sebanyak 50 mL.
B. Standarisasi asam klorida dengan larutan standard natrium karbonat
- Pipet 10 mL larutan natrium karbonat ke dalam Erlenmeyer dan
tambahkan indikator methyl orange sebanyak 3 tetes
- Standarisasi dengan larutan asam klorida sampai warna larutan berubah
dari orange menjadi warna pink
- Ulangi percobaan sampai 3 kali.
C. Menentukan kadar natrium karbonat dalam washing soda
- Timbang 1 gram washing soda dan masukkan ke dalam labu ukur 50 mL
16

- Tambahkan aquadest sampai tanda batas


- Pipet 10 mL larutan sampel
- Tambahkan indikator methyl orange tiga tetes kemudian titrasi dengan
larutan standard asam klorida sampai titik ekivalen
- Catat volume yang diperlukan dan ulangi percobaan sampai 3 kali.

1.2.6. Data pengamatan

A. Data pengamatan standarisasi larutan asam klorida dengan natrium karbonat


0,1 N
Keterangan I II III

Berat teliti bahan baku (gram) 0,26 0,26 0,26

Berat ekivalen bahan baku (gram) 53 53 53

Volume larutan baku (mL) 25 25 25

Volume larutan yang dititrasi (mL) 10 10 10

Volume larutan peniter (mL) 9 8,8 8,5

B. Data pengamatan penentuan kadar karbonat dalam washing soda

Keterangan I II III

Berat teliti bahan baku (gram) 1 1 1

Berat ekivalen bahan baku (gram) 53 53 53

Volume larutan baku (mL) 25 25 25

Volume larutan yang dititrasi (mL) 10 10 10

Volume larutan peniter (mL) 33,2 33,0 33,3


17

1.2.7. Persamaan Reaksi

2HCl + Na2CO3 2NaCl + H2O + CO2 [5]


(asam klorida) (natrium karbonat) (natrium klorida) (air) (karbondioksida)

1.2.8. Pembahasan

- Standarisasi merupakan proses untuk menstandartkan larutan, pada


percobaan ini menggunakan larutan baku primer natrium karbonat dan
baku sekunder HCl yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan
asam klorida secara akurat yaitu didapatkan konsentrasi asam klorida
sebesar 0,0877 N
- Pada standarisasi asam klorida dengan larutan standard natrium karbonat
digunakan indikator methyl orange karena merupakan indikator asam basa
yang umum digunakan, mudah didapatkan, dan tersedia serta berfungsi
untuk menentukan titik ekuivalen dan titik akhir asam basa pada
percobaan ini. Methyl Orange memiliki trayek pH 3,1-4,4.
- Didapatkan kadar natrium karbonat dalam washing soda yaitu sebesar
15,41% dengan menggunakan proses standarisasi asam klorida dengan
natrium karbonat dan penambahan indikator methyl orange yang
merupakan indikator asam basa yang umum digunakan.

1.2.9. Kesimpulan

- Dapat membuat larutan standart asam klorida 0,1 N sebanyak 250 mL


yang memerlukan 2,107 mL asam klorida pekat dan menambahkan
aquadest sampai tanda batas.
- Konsentrasi larutan standart asam klorida dengan natrium bikarbonat yang
didapatkan yaitu 0,0877 N.
- Kadar natrium karbonat dalam washing soda yang didapat dalam
percobaan ini adalah 15,41 %.
18

BAB II
PERMANGANOMETRI

2.1. Tujuan Percobaan

- Membuat larutan standard kalium permanganat 0,1 N.


- Standardisasi larutan kalium permanganat dengan larutan natrium
oksalat.
- Menentukan kemurnian garam nitrit.

2.2. Tinjauan Pustaka

Reaksi oksidasi reduksi adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan


pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan
oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator.
Oksidimetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada sifat
oksidasi dari larutan standardnya. Pada umumnya larutan zat yang
dititrasi bersifat reduktor, sehingga dalam reaksi ini reaksinya berupa reaksi
redoks. Dalam analisis oksidimetri tidak digunakan indikator dari luar (estern
indikator), tetapi larutan standardnya telah dapat berfungsi sebagai indikator
sendiri (autoindikator). Beberapa metode analisis oksidimetri sesuai dengan jenis
larutan standar yang digunakan yaitu : permanganometri, kromatometri, iodo-
iodimetri,cerimetri dan lain-lain. [1]
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.
Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali
digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai
pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan
suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi.
Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi. [2]
Analisis permanganometri yaitu analisis oksidimetri dengan
menggunakan larutan standard KMnO4. Prinsip metode ini adalah reduksi ion
permanganat menjadi Mn2+ dalam suasana asam yang ditunjukkan oleh reaksi:
19

MnO4 + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O [1]


(permanganat) (hidrogen) (mangan) (air)
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat bereaksi
dengan cara yang berbeda-beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatannya
sebagai oksidator juga berbeda-beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH
yang berbeda itu. Reaksi yang bermacam ragam ini disebabkan oleh keragaman
valensi mangan, dari 1 sampai 7 yang semuanya stabil. Warna pada larutan
KMnO4 sangat kelam dan dipakai untuk menunjukkan titik akhir. Selama titrasi
berlangsung, KMnO4 lenyap bereaksi, tetapi setelah habis tirat maka kelebihan
setetes KMnO4 menimbulkan warna yang dengan mudah dapat dipakai sebagai
penunjuk berakhirnya titrasi. Warna pada titik akhir ini tidak tetap bertahan,
setelah beberapa lama lenyap kembali akibat reaksi antara kelebihan MnO 4 – tadi
dengan ion Mn 2+ hasil titrasi:
2H2O + 2MnO4- + 3Mn 2+ 5 MnO2 + 4 H+
(air) (mangan oksida) (mangan) (mangan oksida) (hidrogen)
Kalium permanganat mampu mengoksidasi air sebagai berikut :
4 KMnO4- + 2H2O 4 MnO4 + 3 O2 + 4 OH-
(kalium permanganat) (air) (mangan oksida) (oksigen) (hidroksida)
Konstan keseimbangan reaksi ini juga besar, tetapi lajunya kecil. MnO 2
merupakan katalisator (otokatalisator). Juga basa, cahaya, panas, dan ion Mn2+
akan mempercepat reaksi tersebut. Tak heran bila buret bekas KMnO 4 sering
tampak kecokelat-cokelatan akibat MnO4 yang terbentuk. Kristal KMnO4 untuk
pembuatan larutan sering sudah terkontaminasi dengan MnO2, disamping itu
MnO2 juga mudah terbentuk di dalam larutan karena adanya berbagai bahan
organik.
Standarisasi dengan menggunakan kalium permanganat dibagi menjadi:
1. As2O3 merupakan bahan baku primer yang sangat baik, karena sangat murni,
stabil, tidak higroskopis, dan mudah diperoleh. Setelah dilarutkan dalam
NaOH, diasamkan dengan HCl lalu dititrasi:
5 HAsO2 + 2MnO4- + 6 H+ + 2H2O 2Mn 2+ + 5 H3AsO4
(asam arsenik) (permanganat) (hidrogen) (air) (mangan) (asam arsenik)
20

2. Natrium Oksalat juga merupakan bahan baku primer yang baik, sangat murni,
stabil selama pengeringan, dan tidak higroskopis. Na-oksalat dititrasi dalam
larutan asam:
5 H2C2O4 + 2MnO4- + 6 H+ 2Mn 2+ + 10 CO2 + 8 H2O
(oksalat)(permanganat) (hidrogen) (mangan) (karbondioksida) (air)
Reaksi sebenarnya kompleks sekali dan berjalan lambat walaupun pada suhu
tinggi, tetapi setelah mulai, selanjutnya berlangsung lebih cepat berkat katalisa
oleh MnO4- yang terbentuk (otokatalisa). Diperkirakan Mn 2+
dengan cepat
dioksidasi oleh MnO4- menjadi Mn bervalensi 3 atau 4 inilah yang dengan
2+
cepat sekali mengoksidasi oksalat sambil kembali menjadi Mn . Umumnya
titrasi oksalat oleh KMnO4 berlangsung pada larutan yang sudah dipanaskan
sampai sekitar 60 oC, dengan penambahan KMnO4 tidak terlalu cepat dan juga
tak terlalu lambat.
3. Fe
Fe yang dapat diperoleh sebagai kawat dengan kemurnian yang sangat tinggi.
Kawat dilarutkan dalam HCl dan dapat dititrasi dingin. Terjadi kesulitan disini
karena reaksi MnO4- dengan Cl- berjalan cepat.
Berat ekivalen zat-zat yang turut serta dalam titrasi oksidasi-reduksi ialah
banyaknya zat yang secara langsung atau tidak langsung menyebabkan 1 mol
elektron terpakai. Nilai BE dapat diperoleh dengan membagi BM zat yang
bersangkutan dengan n, yaitu perubahan bilangan oksidasi yang dialami satu
molekul zat tersebut:

BM BM
BE = =
∆BO/mol n
Keterangan:
BE = berat ekivalen
∆BO = Perubahan bilangan oksidasi
N = mol
BM = berat molekul

Terdapat beberapa tipe indikator redoks:


1. Kompleks Fe(II)-ortofenantrolin
21

Suatu golongan senyawa organik yang dikenal dengan nama 1,10-fenantrolin


yang membentuk kompleks yang stabil dengan Fe(II) dan ion-ion melalui
kedua atom N pada struktur induknya.
2. Difenilamin dan turunannya
Difenilamin merupakan salah satu indicator redoks yang ditemukan pertama
kali dan penggunaannya dianjurkan. [3]
Jenis-jenis indikator redoks:
1. Indikator Redoks Reversibel
Indikator oksidasi - reduksi yang sebenarnya yang tidak tergantung dari salah
satu zat, tetapi hanya pada perubahan potensial larutan selama titrasi. Indikator
ini dapat dioksidasi dan direduksi secara reversibel (bolak-balik).
2. Indikator Redoks Irreversibel
Indikator yang berubah warnanya karena oksidasi dari oksidator dan sifatnya tidak
dapat berubah kembali seperti semula.
3. Indikator Redoks Khusus
Indikator khusus yang bereaksi dengan salah satu komponen yang bereaksi,
Contoh indikator yang paling kita kenal ialah Amilum, yang membentuk
kompleks biru tua dengan ion triIodida. [5]
Jenis-jenis titrasi redoks:
1. Permanganometri
Permanganometri adalah titrasi redoks yang menggunakan KMnO4 (oksidator
kuat) sebagai titran.
2. Dikromatometri
Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat
sebagai oksidator.
3. Iodo-iodimetri
Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan dalam
iodometri ion iodida digunakan sebagai reduktor.

Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak


pada:
22

1. Larutan pentiter KMnO4 pada buret. Apabila percobaan dilakukan dalam waktu
yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi
MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat
coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
2. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti Na2C2O4.
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan Na2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi
antara MnO4 dengan Mn2+.
MnO4 + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
(permanganat) (mangan) (air) (mangan oksida) (hidrogen)

3. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti Na2C2O4 dan
telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk
peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
Na2C2O4 + O2 Na2O2 + 2CO2
(natrium oksalat) (oksigen) (natrium peroksida) (karbon dioksida)

Na2O2 Na2O + O2
(natrium peroksida) (air) (oksigen)

4. Kesalahan oksigen.
Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena dapat
mengoksidasi ion kalium permanganat menjadi mangan oksida.
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO 4 yang diperlukan untuk
titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang
dilaksanakan.[1]
Penerapan permanganometri dalam larutan asam adalah digunakan untuk
pereduksi dengan Zn, pereduksi dengan SnCl2. Garam oksalat yang sukar larut
disaring, dicuci dan dilarutkan dalam asam sehingga didapatkan asam oksalat
yang kemudian asam oksalat dititrasi, setelah itu diberi waktu 15 menit bereaksi
dengan kalium permanganat berlebih lalu dititrasi kembali. [3]
Penggunaan aquadest yang sebelumnya telah didihkan telebih dahulu bertujuan
untuk menghilangkan zat-zat pereduksi, karena zat pereduksi tersebut akan
membentuk MnO2 yang mengkatalis penguraian KMnO4, dan untuk memisahkan
endapan mangan oksida yang berwarna kecoklatan.
23

Fungsi penambahan asam sulfat adalah sebagai pendonor H+, membuat larutan
dalam suasana asam dan juga melepas oksigen dari ion oksalat agar bilangan
oksidasinya turun, sehingga asam oksalat lebih mudah bereaksi dengan kalium
permanganat. [4]
Untuk pengasaman sebaiknya dipakai asam sulfat, karena asam ini tidak
menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya jika dipakai asam klorida dapat terjadi
kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini
mengakibatkan dipakainya larutan permanganat dalam jumlah berlebih.
Permanganometri biasanya digunakan untuk:
1. Menganalisis vitamin C (asam askorbat) [6]
2. Penentuan besi dalam bijih-bijih besi [7]
Merupakan aplikasi terpenting dalam permanganometri. Mula-mula bijih besi
dilarutkan dalam asam klorida, lalu besi direduksi menjadi Fe 2+
3. Pengolahan air, dimana secara permanganometri dapat diketahui kadar suatu
zat sesuai dengan sifat oksidasi reduksi yang dimilikinya sehingga dapat
dipisahkan apabila tidak diperlukan. [8]
24

Kurva titrasi redoks:

Gambar 2.2.1. Kurva titrasi redoks

2.3. Tinjauan Bahan

A. H2O
Tidak menyebabkan iritasi pada kulit, dan tidak berbahaya pada manusia.
Masa molar : 18,02 g/mol
Tekanan uap : 2,3 kPa (20 oC)
Titik lebur : 0 oC (32 oF)
Titik didih : 100 oC
Bentuk fisik : cair, tak berwarna
25

B. KMnO4
Penampilannya padat ungu tua dan merupakan oksidator kuat. Kontak
dengan bahan lain dapat menyebabkan kebakaran. Dapat menyebabkan
kerusakan ginjal. Berbahaya jika tertelan. Dapat mengganggu saluran
pernapasan dan infeksi pada luka bakar.
Masa molar : 158,034 g/mol
Densitas : 2,703 g/cm3
Titik lebur : 240 °C, 513 K, 464°F
Kelarutan : menguraikan/memisahkan di dalam bahan pelarut
organik dan alkohol
Bentuk fisik : solid, ungu
C. H2SO4
Asam sulfat merupakan asam mineral (anorganik) yang sangat kuat. Zat ini
larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak
kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia.
Masa molar : 98,08 g/mol
Densitas : 1,84 g/cm3
Titik lebur : 240 °C, 513 K, 464°F
Keasaman (pKa) : -3
Viskositas : 26,7 (20°C)
Bentuk fisik : Tidak berwarna,tidak berbau dan berbentuk cair
D. NaNO2
Beracun jika tertelan atau dihirup. Menyebabkan gangguan pada kulit, mata
dan saluran pernapasan.
Masa molar : 69,01 g/mol
Densitas : 2,17 g/cm3
Titik lebur : 281 °C
Titik didih : 320 oC
Bentuk fisik : padat, putih Kristal
26

E. Na2C2O4
Natrium oksalat digunakan untuk membakukan kalium permanganat. Sangat
diharapkan bahwa suhu campuran titrasi lebih besar dari 60°C untuk
memastikan bahwa semua permanganat menambahkan bereaksi cepat.
Kinetika reaksi adalah kompleks, dan manganat (II) terbentuk mengkatalisis
reaksi lebih lanjut antara permanganat dan asam oksalat (dibentuk dengan
penambahan asam sulfat berlebih). 
Masa molar : 134,00 g/mol
Densitas : 2.34 g/cm3
Titik lebur : 270°C
Kelarutan : 3,7 g/100 ml (20°C)
Bentuk fisik : Kristal halus,putih

2.4. Alat dan Bahan


A. Alat-alat yang digunakan: B. Bahan-bahan yang digunakan:
- batang pengaduk - aquadest (H2O)
- beakerglass - asam sulfat (H2SO4)
- buret - kalium permanganat (KMnO4)
- botol aquadest - natrium nitrit (NaNO2)
- Erlenmeyer - natrium oksalat (Na2C2O4)
- corong
- gelas arloji
- kertas saring
- labu ukur
- neraka analitik
- pipet ball
- pipet tetes
- pipet volume
- statif dan klem
- thermometer
27

- waterbath

2.4. Prosedur Percobaan

A. Preparasi larutan
- membuat larutan kalium permanganat 0,1 N, sebanyak 250 mL
(menggunakan aquadest yang sudah didihkan)
- membuat larutan asam sulfat 1 N, sebanyak 100 mL
- membuat larutan natrium oksalat 0,1 N, sebanyak 100 mL
- membuat larutan natrium nitrit 0,1 N, sebanyak 100 mL.
B. Standardisasi larutan kalium permanganat dengan larutan natrium oksalat
- memipet 50 mL larutan natrium oksalat ke dalam Erlenmeyer,
tambahakan 50 mL asam sulfat 1N, kemudian panaskan sampai 70°C
- memipet 10 mL larutan tersebut dan masukkan ke dalam Erlenmeyer
- titrasi dengan larutan kalium permanganat sampai dicapai titik akhir
- ulangi prosedur tersebut sebanyak tiga kali.
C. Penentuan kadar kemurnian garam nitrit
- memipet 10 mL larutan natrium nitrit 0,1 N ke dalam Erlenmeyer
- menambahkan 5 mL larutan asam sulfat 1 N
- dipanaskan sampai suhu 70°C
- titrasi dengan larutan kalium permanganat sampai dicapai titik akhir
- ulangi prosedur tersebut sebanyak tiga kali.

2.5. Data Pengamatan

A. Data pengamatan standardisasi larutan kalium permanganat dengan natrium


oksalat 0,1 N

Keterangan I II III

Volume larutan natrium oksalat dititrasi (mL) 10 mL 10 mL 10 mL


Volume larutan primer kalium permanganat
9 mL 9 mL 9,3 mL
(mL)
Volume rata-rata 9,1 mL
28

B. Data pengamatan penentuan kemurnian garam nitrit

Keterangan I II III

Volume larutan yang dititrasi (mL) 15 mL 15 mL 15 mL

Volume larutan peniter (mL) 6 mL 5,5 mL 5,7 mL

Volume rata-rata 5,73 mL

2.6. Persamaan Reaksi

A. Standardisasi larutan KMnO4 dengan asam oksalat


Na2C2O4 + H2SO4 H2C2O4 + Na2SO4
(natrium oksalat) (asam sulfat) (asam oksalat) (natrium sulfat)
2−
5H2C2O4 10H+ + 5C2O 4
(asam oksalat) (ion hdrogen) (ion oksalat)

2KMnO4 2K+ + 2MnO 4
(kalium permanganat) (ion kalium) (ion permanganat)

Reaksi redoks KMnO4 dengan Na2C2O4:


2−
Oksidasi: C2O4 2CO2 + 2e ¿ 5
(ion oksalat)
− (karbondioksida)
Reduksi: MnO 4 + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O ¿ 2
(ion permanganat) (ion hidrogen) (ion mangan(II) (air)
2−
5C2O 4 + 2MnO4- + 16H+ 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
(ion oksalat) (ion permanganat) (ion hidrogen) (karbondioksida) (ion mangan(II)) (air)[1]
(merah rosa) (merah rosa)

B. Penentuan kadar garam nitrit


H2SO4 + 2NaNO2 2HNO2 + NaSO4
(asam sulfat) (natrium nitrit) (asam nitrit) (natrium sulfat)

Reaksi redoks KMnO4 dengan NaNO2:


Oksidasi: NO2- + H2O NO3- + 2H+ + 2e ×5
(ion nitrit) (air) (ion nitrat) (ion hidrogen)

Reduksi: MnO 4 + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
×2
(ion permanganat) (ion hidrogen) (ion mangan(II)) (air)

2MnO4- + 6H+ + 5NO2- 2Mn2+ + 3H2O + 5NO3-


(ion permanganat) (ion hidrogen) (ion nitrit) (ion mangan(II)) (air) (ion nitrat)[1]
(merah rosa) (merah rosa)
29

2.7. Pembahasan

A. Standarisasi larutan kalium permanganat dengan larutan natrium oksalat


dan penentuan kadar kemurnian garam nitrit
Penambahan asam sulfat encer pada larutan natrium oksalat dilakukan
untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana asam, karena asam sulfat
tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Larutan tersebut
kemudian dipanaskan hingga suhu lebih kurang 70oC, hal ini disebabkan
karena reaksi berlangsung lambat pada temperatur kamar sehingga
dibutuhkan pemanasan. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan KMnO 4
tanpa ditambahkan indikator, hal ini disebabkan karena KMnO 4 itu sendiri
berperan sebagai indikator. Sebelum dititrasi larutannya tak berwarna.
Titrasi berakhir sampai larutan berwarna merah rosa. Hasil standardisasi
KMnO4 dengan asam oksalat didapatkan 0,174 N dan dalam prosedur
seharusnya 0,1 N. Hal ini disebabkan karena:
a. Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4
pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2.-
b. Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan Na2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi
antara MnO4 dengan Mn.2+
c. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan Na2C2O4 dan telah
dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk
peroksida yang kemudian terurai menjadi air. Begitu pula dengan
penentuan kadar kemurnian garam nitrit, penambahan asam sulfat encer
pada larutan natrium oksalat dilakukan untuk menentukan kadar reduktor
dalam suasana asam, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap
permanganat dalam larutan encer.
d. Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena
dapat mengoksidasi ion kalium permanganat menjadi mangan oksida.
30

B. Penentuan kadar kemurnian garam nitrit


Untuk menentukan suatu kadar nitrit, sampel nitrit diencerkan dan
dimasukan ke dalam buret. Mula-mula garam nitrit yang ditambahkan asam
sulfat dan dipanaskan sampai suhu 70 oC adalah tak berwarna. Hal ini
disebabkan karena reaksi berlangsung lambat pada temperatur kamar
sehingga dibutuhkan pemanasan. Setelah dititrasi dengan larutan kalium
permanganat akan menghasilkan larutan yang berwarna violet muda. Kadar
nitrit dapat ditentukan dengan menggunakan titrasi redoks dan
menggunakan larutan baku KMnO4. KMnO4 bertindak sebagai titrat yang
ditambahkan H2SO4 agar larutan bersuasana asam, H2SO4 juga menurunkan
bilangan oksidasi dengan cara melepaskan oksigen dari MnO4 sehingga
KMnO4 lebih mudah bereaksi dengan NaNO2. Larutan yang ditambahkan
H2SO4 reaksinya lebih cepat karena H2SO4 bertindak sebagai katalisator.
Larutan yang dititrasi dengan nitrit mencapai titik ekivalen dengan
berubahnya warna dari ungu menjadi tak berwarna. Perubahan warna ini
disebabkan karena jumlah KMnO4 telah berkurang dan jumlah NaNO2
sebagai titrat telah sedikit berlebih dan telah mencapai titik ekivalen dimana
jumlah mol titrat sama dengan jumlah mol titrannya. Hasil penentuan kadar
yang diperoleh sebesar 33,251% sedangkan kadar kemurnian garam nitrit
yang sebenarnya adalah 33,3%. Hal ini disebabkan karena:
a. Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO 4
pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2.-
b. Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena
dapat mengoksidasi ion kalium permanganat menjadi mangan oksida.

2.8. Kesimpulan

- Normalitas larutan KMnO4 yang dihasilkan dari standardisasi dengan


Natrium oksalat adalah 0,174 N.
- Kadar Na dalam NaNO2 yang dihasilkan dari percobaan sebesar 33,251%.
31

BAB III
IODIMETRI-IODOMETRI

3.1. Tujuan percobaan

- Membuat larutan standard dalam iodometri.


- Standarisasi larutan natium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat.
- Menggunakan larutan standard natium tiosulfat untuk penetapan kadar
tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat.

3.2. Tinjauan Pustaka

Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan baku yang
digunakan bersifat sebagai oksidator. Titrasi oksidi-reduktometri merupakan
teknik titrasi yang melibatkan perpindahan elektron dengan perlibatan unsur yang
mengalami perubahan tingkat oksidasi. Titrasi I2 dan natrium tiosulfat merupakan
salah satu teknik yang menggunakan prinsip reduktometri. [13]

Gambar 3.2.1. Kurva titrasi [15]

Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan


pemakaiannya:
1. Na2S2O3 sebagai titrant, dikenal sebagai iodometri tak langsung
2. I2 sebagai titrant, dikenal dengan nama iodometri langsung atau iodometri
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran
4. Suatu reduktor kuat sebagai titran. [3]
32

Metode titrasi iodometri tak langsung atau iodometri adalah titrasi dari
iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. [2]
Iodimetri adalah suatu proses analit dimana suatu rereagen pereduksi
dititrasi dengan iod, dan iod bertindak sebagai zat pengoksidasi. Sedangkan
iodometri adalah suatu proses tak langsung yang melibatkan iod. Ion iodida
berlebih ditambahkan pada suatu reagen pengoksidasi, membebaskan iodida, yang
kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat. [1]
Natrium tiosulfat biasanya dibuat dari garam pentahidartnya,
Na2S2O3.5H2O dan larutan ini perlu di standarisasi. Kestabilan larutan mudah
dipengaruhi oleh:
- pH rendah
- sinar matahari
- adanya bakteri yang memanfaatkan sulfur. [3]
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat
bereaksi dengan iodida, untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara
kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3). Dari
pengertian di atas maka titrasi iodometri dapat dikategorikan sebagai titrasi
kembali.
Iodida adalah reduktor yang lemah dan dengan mudah akan teroksidasi
jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebai titran, hal ini
disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang
dapat dipakai untuk iodida. Oleh karena itu titrasi kembali merupakan proses
titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawaan iodida
ummumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga
terbentuknya I2. I2 yang terbentuk adalah ekuivalen dengan jumlah oksidator yang
akan ditentukan jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standard
natrium tiosulfat (Na2S2O3) dengan indikator amilum. Jadi perubahan warnanya
dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai tepat warna ini hilang [11]
Pada pembakuan larutan tio dengan larutan baku primer K2Cr2O7
keberlangsungan reaksi Na2S2O3-K2Cr2O7 bergantung pada beberapa kondisi
33

sehingga sifat reaksinya yang pasti harus ditetapkan. Reaksi yang terlibat pada
pembakuan larutan tio dengan larutan baku primer K2Cr2O7 yaitu:

K2Cr2O7 + 6 KI + 14 HCl 8 KCl + 2 CrCl3 + 3 I2 + 7


(Kalium dikromat) (Kalium iodida) (Asam Klorida) (Kalium Klorida) (Kromium iodida) (Iodium) (Air)
H2O

I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI [14]


(Iodium) (Natrium tiosulfat) (Natrium tetrationat) (Natrium Iodida)

Kegunaan iodometri adalah untuk menetapkan kadar larutan iodin,


larutan natrium tiosulfat dan zat-zat yang dapat bereaksi dengan iodida
membebaskan iodin. Contoh kegunaannya:
1. Penetapan kadar CaOCl2 dalam kaporit
CaOCl2 + 2HCl CaCl2 + H2O + Cl2
(kalsium hipoklorat ) (asam klorida) (kalsium klorida) (air) (klorida)

Cl2 + 2 K 2KCl + I2
(klorida) (kalium iodida) (kalium klorida) (iodida)

2. Penetapan kadar kalium bikromat


Cr2O72- + 14H3O + 6e 2Cr3+ + 21 H2O (×1)
(kromat) (hidronium) (kromium(III)) (air)
2I- I2 + 2e (×3)
(iod) (iodida)
Cr2O72- + 14H3O + 6I- 2Cr3+ + 7H2O + 3I2
(kromat) (hidronium) (iod) (kromium (III)) (air) (iodida)

3. Penetapan kadar FeCl3


KI + HCl KCl + HI
(kalium iodida) (asam klorida) (kalium klorida) (asam iodida)

FeCl3 + 2HI 2HCl + 2FeCl3 + I2


(besi (III) klorida) (asam iodida) (asam klorida) (besi(III) klorida) (iodida)
4. Penetapan kadar CuSO4
2CuSO4 + 4KI 2K2SO4 + 2CuI2
(tembaga sulfat) (kalium iodida) (kalium sulfat) (tembaga(II)iodida)
2CuI2 2CuI + I2
(tembaga(II)iodida) (tembaga iodida) (iodida)
2CuSO4 + 4KI 2K2SO4 + 2CuI + I2
(tembaga sulfat) (kalium iodida) (kalium sulfat) (tembaga iodida) (iodida)
5. Penetapan kadar NaClO dalam pemutih
Cl2 + 2NaOH NaCl + NaClO + H2O [8]
34

(klorida) (natrium hidroksida) (natrium klorida) (natrium hipoklorat) (air)

Sumber kesalahan titrasi antara lain:

1. Kesalahan oksigen, yaitu dimana oksigen di udara menyebabkan hasil titrasi


terlalu tinggi karena bisa mengoksidasi ion iodide menjadi I2.
2. Pada pH tinggi bereaksinya I2 yang terbentuk dengan air.
3. Pemberian amilum yang terlalu cepat.
4. Banyak reaksi analit dengan KI yang berjalan lambat.
Bahan baku primer antara lain:

1. I2 murni atau dimurnikan dengan jalan sublimasi.


2. KIO3 yang kemurniannya baik tapi BE agak tertalu rendah.
3. K2Cr2O7 mudah sekali diperoleh dalam keadaan murni, tetapi juga agak rendah
BE-nya. [3]
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar Karena warna I 2 yang
dititrasi akan hilang bila titik akhir tercapai. Bila diamati dengan cermat
perubahan warna tersebut makan titik akhit dapat ditentukan dengan cukup jelas.
Namun lebih mudah apabila ditambahkan amilum ke dalam larutan sebagai
indikator. Amilum dengan I2 membentuk suatu senyawa kompleks biru tua yang
masih sangat jelas walaupun I2 sedikit. Pada titik akhir titrasi, iod yang terikat itu
akan bereaksi dengan titran sehingga warna biru hilang dan perubahan warnanya
sangat jelas.

Indikator yang sering digunakan dalam proses titrasi iodimetri dan


iodometri adalah:

1. Amilum
Indikator ini akan membentuk kompleks biru tua dengan ion triyodida.
2. Kompleks Fe(II)-oftofenantrolin
Indikator ini berwarna biru muda dalam kenyataannya warna titrasi berubah
dari hamper tidak bewarna menjadi merah karena berbeda intensitas.
3. Difenilamin
35

Indikator ini pada reaksi pertama membentuk difenilbenzidin yang tak


berwarna tetapi pada reaksi yang kedua membentuk violet difenilbenzidin. [3]

Namun, indikator yang umum digunakan dalam titrasi iodometri adalah larutan
kanji (amilum). Indikator larutan kanji memiliki kekurangan dan kelebihan.

a. Kelebihan indikator kanji antara lain:


- harganya murah
- mudah didapatkan
- warna pada amilum bertindak sebagai tes yang sensitive untuk iodida
- membentuk warna biru yang sangat jelas. [11]
b. Kekurangan kanji antara lain:
- bersifat tidak larut dalam air dingin
- tidak stabil suspensinya dalam air
- dengan iod memberikan suatu kompleks yang tidak bisa larut dalam air
- kadang-kadang titik akhirnya hilang karena larutan yang terlalu encer. [2]

3.3. Tinjauan bahan

Amilum atau pati adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam
air. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin.
Rumus molekul : C12H20O10
Bentuk fisik : bubuk putih
Densitas : 1,5 g/cm3 [5]

Ammonium hidroksida adalah larutan ammonia dalam air.

Rumus molekul : NH4OH

Bentuk fase : cairan


Berat jenis : 0,89 g/ml
Berat molekul : 35,04
pH : 13,6
Titik beku : -92,20 oF
Titik didih : 80,60 oF
Warna : tidak berwarna [4]

Aquadest (H2O) merupakan bahan kimia yang tidak berbahaya karena


mempunyai pH netral sehingga tidak mempunyai efek tertentu bagi manusia.
36

Berat molekul : 18,02 g/mol

pH : netral (7)

Titik didih : 100 oC [16]


Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia
adalah asam kuat, asam monoprotik, yang berarti ia dapat berdisosiasi melepaskan
satu H+ hanya sekali dan berdisosiasi penuh dalam air.

Rumus molekul : HCl

Bentuk fisik : cairan


Berat jenis : 1,18 g/ml
Berat molekul : 36,5
Titik didih : 321 K
Titik lebur : 247 K
Viskositas : 1,9 Mpa.s [6]
Warna : tidak berwarna
Kalium dikromat adalah senyawa anorganik reagen kimia yang paling
umum digunakan sebagai zat oksidator ringan.
Bentuk fisik : kristal padat merah orange
Berat molekul : 294,185 g/mol
Kelarutan dalam air : 102 g/100ml (100oC) [7]
Rumus molekul : K2Cr2O7
Titik lebur : 398 oC
Kalium iodida merupakan senyawa anorganik yang bersifat higroskopis
Bentuk fisik : padatan
Berat molekul : 166 g/mol
Rumus molekul : KI
Titik didih : 1330 oC
Titik leleh : 681oC [8]
Warna : putih
Natium tiosulfat merupakan Kristal yang tidak berwarna yang lebih akrab
dengan nama senyawa pentahidrat
Bentuk fisik : padat
Berat molekul : 158,11 g/mol
pH : 8,6 [9]
Rumus molekul : Na2S2O3 [9]
Tembaga (II) sulfat adalah senyawa garam dengan kederajatan hidrasi
yang berbeda-beda. Bentuk anhidratnya berbentuk
Bentuk fisik : biru
Berat jenis : 2,284 g/cm3
37

Berat molekul : 249,70 g/mol (pentahidrat)


Rumus molekul : CuSO4
Titik lebur : 150 oC [10]

3.4. Alat dan bahan

A. Alat-alat yang digunakan:


B. Bahan-bahan yang digunakan:
- batang pengaduk
- ammonium hidroksida (NH4OH)
- beakerglass
- aquadest (H2O)
- botol aquadest
- asam klorida (HCl)
- buret
- indikator amilum (C12H20O10)
- corong
- kalium dikromat (K2Cr2O7)
- Elernmeyer
- kalium iodida (KI)
- gelas arloji
- natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O)
- kertas saring
- tembaga sulfat (CuSO4.5H2O)
- klem
- labu ukur
- neraca analitik
- pipet tetes
- pipet volume
- statif
- termometer
- waterbath

3.5. Prosedur percobaan

A. Preparasi larutan
- membuat larutan natrium tiosulfat 0,2 N, sebanyak 100 ml
(menggunakan aquadest yang sudah didihkan)
- membuat larutan kalium dikromat 0,1 N, sebanyak 50 ml
- membuat larutan kalium iodida 0,1 N, sebanyak 50 ml
38

- membuat larutan asam klorida 10 %, sebanyak 50 ml


- membuat larutan ammonium hidroksida 0,1 N, sebanyak 50 ml
- membuat larutan tembaga sulfat 0,2 N, sebanyak 100 ml.
B. Standardisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat
- memipet 10 ml larutan kalium dikromat dan memasukkan ke dalam
Erlenmeyer
- menambahkan 25 ml aquadest dan 15 ml larutan asam klorida 10%
kemudian mengocok sampai homogen
- menambahkan 15 ml larutan kalium iodida 0,1 N, kemudian mengocok
lagi
- menitrasi dengan natrium tiosulfat yang akan distandarisasi sampai
warna larutan kuning muda
- menambahkan 3 tetes indikator amilum
- melanjutkan titrasi sampai warna biru muda
- mengulangi prosedur tersebut sebanyak tiga kali.
C. Menetapkan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat.
- memipet 10 mL larutan tembaga sulfat 0,2 N ke dalam Erlenmeyer
- menambahkan 15 mL larutan kalium iodida 0,1 N, mengocok hingga
homogen
- menitrasi dengan natrium tiosulfat yang akan distandarisasi sampai
warna larutan kuning muda
- menambahkan 3 tetes indikator amilum
- melanjutkan titrasi sampai warna biru muda
- mengulangi prosedur tersebut sebanyak tiga kali.

3.6. Data pengamatan

A. Standarisasi larutan natrium tiosulfat denagn kalium dikromat 0,1N


Tabel 3.6.1 Data pengamatan standarisasi larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7

Keterangan I II III
Volume larutan kalium dikromat (ml) 10 10 10
39

Volume larutan peniter natrium tiosulfat (ml)5,5 6 5,4


B. Data pengamatan penentuan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat
pentahidrat
Tabel 3.6.2 Data penentuan kadar Cu dalam CuSO4.5H20 dengan Na2S2O3

Keterangan I II III
Volume larutan tang dititrasi (ml) 10 10 10

Volume larutan peniter (ml) 7 15 17

C. Data perubahan warna


Tabel 3.6.3 Data perubahan warna

Perlakuan Pengamatan
A. Standarisasi Na2S2O3.5H2O dengan
K2Cr2O7
- K2Cr2O7 + H2O + HCl
Larutan berwarna kuning
Lar.1
- Lar.1 + KI Lar.2 Larutan berwarna coklat
Larutan berwarna kuning
- Lar.2 + C12H20O10 Lar.3 Larutan berwarna bening
- Lar.3 dititrasi
B. Menetapkan kadar tembaga
- CuSO4.5H2O + KI Lar.4
Larutan berwarna
kuning tua

- Lar.4 + C12H20O10 Lar.5 Larutan berwarna hitam


Larutan berwarna putih
- Lar.5 dititrasi

3.7. Persamaan reaksi

A. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7


Reduksi : Cr2O72- + 14H+ + 6 e 2Cr3+ + 7H2O X1
(ion dikromat) (ion hidrogen) (ion kromium) (air)

Oksidasi : 2I- I2 + 2e X3
(ion iodida) (iodium)
40

Cr2O72- + 14H+ + 6I- 2Cr3+ + 3I- + 7H2O


(dikromat) (ion hidrogen) (ion iodida) (ion kromium) (iodium) (air)
B. I2 yang dihasilkan di titrasi dengan Na2S2O3
Reduksi : I2 + 2e- 2I-
(iodium) (ion iodida)
Oksidasi : 2S2O32- S2O62- + 2e-
(ion tiosulfat) (ion tetrationat)
2-
I2 + 2S2O3 2I- + S4O62- [3]

(iodium) (tiosulfat) (ion iodide)(ion tetrationat)

C. Penentuan kadar Cu dalam CuSO4.5H2O


Reduksi : 2CuSO4 + 4KI 2K2SO4 + 2CuI2
(tembaga sulfat) (kalium iodida) (kalium sulfat) (tembaga(II)iodida)
Oksidasi : 2CuI2 2CuI + I2

(tembaga(II)iodida) (tembaga iodida) (iodida)


4CuSO4 + 4KI2 2K2SO4 + 2CuI + I2 [13]
(tembaga sulfat) (kalium iodide) (potassium sulfat) (tembaga iodide) (iodida)

3.8. Pembahasan

A. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7


- Larutan natrium tiosulfat disini adalah sebagai peniter atau larutan baku
sekunder yang ingin dicari konsentrasinya, sedangkan larutan kalium
dikromat adalah sebagai larutan baku primer. Larutan kalium dikromat
yang semula berwarna orange ketika ditambahkan dengan aquadest dan
asam klorida akan berubah menjadi kuning, setelah itu ditambahkan
dengan kalium iodida menjadi coklat, baru di titrasi hingga berwarna
kuning , saat terjadi perubahan warna itu ditambahkan indikator amilum
dan dititrasi kembali hingga menjadi tak berwarna.
- Sebelum membuat larutan standard natrium tiosulfat, sebaiknya aquadest
dididihkan terlebih dahulu untuk membebaskan aquadest dari bakteri
yang dapat merusak larutan natrium tiosulfat yang nantinya bisa
mengganggu proses titrasi.
- Kegunaan penambahan asam klorida sebagai pembawa suasana asam.
- Kegunaan penambahan larutan kalium iodida adalah sebagai reduktor
terhadap larutan natrium tiosulfat.
41

- Penambahan indikator amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir


titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan
menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula.
- Secara teoritis N Na2S2O3 adalah 0,1 N tapi dalam percobaaan didapatkan
hasil 0,08 N. hal ini di sebabkan :
- Kestabilan larutan Na2S2O3 yang mudah di pengaruhi oleh pH yang
rendah.
- Larutan Na2S2O3 sudah terkena sinar matahari.
- Adanya bakteri yang memanfaatkan S di dalam Na2S2O3 yang
membuat larutan tampak keruh.
- Kesalahan penimbangan yang di akibatkan kekurang telitian dalam
penimbangan.
B. Penentuan kadar Cu dalam CuSO4.5H2O
- Larutan natrium tiosulfat disini adalah sebagai peniter atau larutan baku
sekunder yang ingin dicari konsentrasinya, sedangkan larutan tembaga
sulfat pentahidrat adalah sebagai larutan baku primer. Larutan tembaga
sulfat pentahidrat yang semula berwarna biru muda, ketika ditambahkan
dengan kalium iodida warnanya berubah menjadi kuning tua. Setelah itu
larutan d titrasi hingga berwarna kuning muda , dan ditambahkan dengan
indikator amilum yang merubah warna larutan menjadi hitam. Kemudian
dititrasi kembali untuk mencapai titik akhir nya hingga larutan berwarna
putih.
- Kegunaan penambahan larutan kalium iodida adalah sebagai reduktor
terhadap larutan natrium tiosulfat.
- Penambahan indikator amilum dimaksudkan agar memperjelas
perubahan warna yang terjadi pada larutan.
- Kadar tembaga yang dihasilkan dari titrasi natrium tiosulfat dengan
tembaga sulfat pentahidrat adalah sebesar 12,43%.

3.9. Kesimpulan
42

- Membuat larutan Na2S2O3 0,2 N sebanyak 100 ml dengan cara


menimbang Na2S2O3 sebanyak 4,96 gram.
- Dapat menstandarisasi larutan natrium tiosulfat dengan kalium dikromat
dan mendapatkan normalitas natrium tiosulfat yaitu 0,1776 N.
Mengetahui kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat menggunakan
larutan standard natium tiosulfat yaitu 5,8321 %.
43

BAB IV
KOMPLEKSOMETRI

4.1. Tujuan Percobaan

- Memahami prinsip-prinsip dasar titrasi kopleksometri.


- Menetukan kesadahan air.

4.2. Tinjauan Pustaka

Kompleksometri ialah jenis titrasi dimana titran dan titrat saling


mengkompleks, jadi membentuk hasil berupa kompleks. Bila suatu kompleks
dilarutkan, akan terjadi pengionan atau disosiasi, sehingga akhirnya terbentuk
kesetimbangan antara kompleks yang tersisa dan komponen-komponennya.
Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak
sekali dan penerapannya tidak hanya dalam titrasi.[1]
Contoh dari kompleks tersebut adalah kompleks logam dengan EDTA
(etilendiamintetraasetat), titrasi dengan merkuri nitrat [Hg(NO3)2] dan perak
sianida [Ag(CN)2-] juga dikenal sebagai titrasi kompleksometri. Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.[2]
Faktor-faktor yang membuat EDTA mampu sebagai pereaksi titrimetri
antara lain:
1. Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam
2. Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan
sempurna (kecuali dengan logam alkali)
3. Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam
4. Telah dikembangkan indikatornya secara khusus
5. Mudah diperoleh bahan baku primernya
6. Dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan
untuk standardisasi.[1]
44

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang


digunakan sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator
ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu:
- Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir
semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna
kuat.
- Reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.
- Kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau
tidak karena disosiasi, tidak akan diperoleh perubahan warna yang tajam.
- Kontras warna antara indikator bebas dan kompleks indikator logam harus
sedemikian sehingga mudah diamati.
- Indikator harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan warna
terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen.[3]
Standardisasi EDTA menggunakan larutan penyangga dengan pH 10.
Tujuan awalnya untuk memelihara agar pH tetap yang disebabkan ketika ion
hidrogen lepas pada proses titrasi yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan
pH dalam titrasi kompleksiometri. Selain itu, mencegah terbentunya endapan
logam hidroksida, dengan demikian,penyangga itu dapat bertindak sebagai zat
pembentuk kompleks tambahan.[11]
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang
juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya
mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator
demikian disebut indikator metalokromat. [2] Berikut beberapa contoh idikator ion
logam yang dipakai pada titrasi kompleksometri, yaitu mureksida, EBT, patton
dan reeder.[3]
45

Gambar 4.2.1. Kurva titrasi konmpleksometri

Titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk penentuan beberapa


logam pada operasi skala semi-mikro.[9]
pM=-log [Zn2+]

Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air,


umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat.
Air sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi,
sedangkan air lunak adalah air dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion
kalsium dan magnesium, penyebab kesadahan juga bias merupakan ion logam lain
maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat.
Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah
Volume EDTA 0,01 M
dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak. Pada
air sadah, sabun tidak akan menghasilkan busa atau menghasilan sedikit sekali
busa, Cara yang lebih kompleks adalah melalui titrasi kesadahan air total

w
dinyatakan dengan satuan ppm berat per volume ( ) dari CaCO3. [5]
v
46

mg/l CaCO3 Tingkat Kesadahan


0-75 Lunak (soft)
75-150 Sedang (moderately hard)
150-300 Tinggi (hard)
>300 Tinggi Sekali (very hard)
Tabel 4.2.1. Klasifikasi Tingkat Kesadahan
Tingkat kesadahan air dapat dinyatakan dalam satuan mg/L CaCO3 atau
ppm CaCO3 atau dalam satuan Grain atau derajat. Hubungan antara satuan-satuan
tersebut adalah sebagai berikut:
1 grain per US gallon = 1° = 17,1 ppm CaCO3
100 ppm CaCO3 = 40 ppm kalsium
1 °E (derajat Inggris) = 10 mg CaCO3/0,7 L air
= 14,3 mg CaCO3/L air
1 °D (derajat Jerman) = 10 mg CaCO3 = 17,8 mg CaCO3/L air
1 °F (derajat Perancis) = 10 mg CaCO3/L air.[7]
Kesadahan air disebabkan adanya ion–ion Ca2+ dan Mg2+. Berdasarkan
Standar kesadahan menurut PERMENKES RI, 2010 batas maksimum kesadahan
air minum yang dianjurkan yaitu 500 mg/L CaCO3. Bila melewati batas
maksimum maka harus diturunkan (pelunakan).[8]
Kesadahan menyebabkan endapan pada air dan kerak pada peralatan
dapur dan perpipaan. Kesadahan juga menurunkan efektivitas kerja sabun serta
menurunkan nilai estetis air. Menurut standar baku air minum, batas maksimum
konsentrasi ion logam ditunjukkan pada table berikut:[10]

Derajat Kesadahan Ca2+ (ppm) Mg2+ (ppm)


Lunak < 50 <34
Agak sadah 50 – 100 34 – 55
Sadah 100 – 200 50 – 124
Sangat sadah > 200 > 124

Tabel 4.2.2. Derajat Kesadahan[12]


47

Berdasarkan sifatnya, kesadahan air dapat dibedakan menjadi dua jenis,


yaitu:
1. Air sadah sementara
Air sadah sementara adalah air sadah yang mengandung ion bikarbonat
(HCO3-), atau boleh jadi air tersebut mengandung senyawa kalsium bikarbonat
(Ca(HCO3)2) atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2).[6] Air sadah ini disebut
juga air sadah bikarbonat. Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan
pemanasan sehingga air tersebut terbebas dari ion Ca2+ atau Mg2+. Selain
dengan cara pemanasan pelunakan air, air sadah sementara juga dapat
dilakukan dengan menggunakan reaksi kimia, yaitu penambahan larutan
Ca(OH)2.[4]
2. Air sadah tetap
Air sadah tetap adalah air sadah yang mengadung anion selain ion bikarbonat,
misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3- dan SO42-. Berarti senyawa yang terlarut
boleh jadi berupa kalsium klorida (CaCl2), kalsium nitrat (Ca(NO3)2), kalsium
sulfat (CaSO4), magnesium klorida (MgCl2), magnesium nitrat (Mg(NO3)2),
dan magnesium sulfat (MgSO4).[6] Air yang mengandung senyawa-senyawa
tersebut disebut air sadah tetap, karena proses penghilangan kesadahannya
tidak dapat dilakukan hanya dengan pemanasan, tetapi harus melalui reaksi
kimia. Pereaksi yang digunakan adalah larutan karbonat, yaitu Na2CO3 atau
K2CO3. Penambahan larutan karbonat bertujuan agar ion Ca 2+ bereaksi dengan
ion CO3- sehingga membentuk endapan CaCO3.[4]
Air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat
menyebabkan beberapa masalah. Air sadah dapat menyebabkan pengendapan
mineral, yang menyumbat saluran pipa dan keran. Air sadah juga menyebabkan
pemborosan sabun di rumah tangga, dan air sadah yang bercampur sabun dapat
membentuk gumpalan scum yang sukar dihilangkan. Dalam industri, kesadahan
air yang digunakan diawasi dengan ketat untuk mencegah kerugian. Untuk
menghilangkan kesadahan biasanya digunakan berbagai zat kimia, ataupun
dengan menggunakan resin penukar ion.
48

Pada industri yang menggunakan ketel uap, air yang digunakan harus
terbebas dari kesadahan. Proses penghilangan kesadahan air yang sering
dilakukan pada industri-industri adalah melalui penyaringan dengan
menggunakan resin pengikat kation dan anion. Resin adalah zat polimer alami
ataupun sintetik yang salah satu fungsinya adalah dapat mengikat kation dan anion
tertentu. Secara teknis, air sadah dilewatkan melalui suatu wadah yang berisi resin
pengikat kation dan anion, sehingga diharapkan kation Ca 2+ dan Mg2+ dapat diikat
resin, sehingga air tersebut terbebas dari kesadahan.[5]

4.3. Tinjauan Bahan

A. Amonium (NH3)
Amonia adalah senyawa dari nitrogen dan hidrogen. Amonia baik secara
langsung maupun tidak langsung digunakan untuk sintesis obat-obatan
produk pembersih komersial. Walaupun digunakan secara luas, ammonia
bersifat kaustik dan berbahaya.
- Rumus molekul : NH3
- Berat molekul : 17,031 g/mol
- Bentuk fisik : gas tidak berwarna dan bau mnyengat
- Titik lebur : -77,73 oC, 195 K, -108 °F
- Titik didih : -33,34 oC, 240 K, -28 °F
- Densitas : 0,86 kg/m3
B. Amonium klorida (NH4Cl)
Amonium klorida merupakan sebuah senyawa anorganik yang sangat larut
dalam air dan merupakan produk dari reaksi antara asam klorida dan
amonia. Aplikasi utama dari amonium klorida sebagai sumber nitrogen
dalam pupuk, misalnya fosfat chloroammonium.
- Rumus molekul : NH4Cl
- Berat molekul : 53,491 g/mol
- Bentuk fisik : padat berwarna putih dan tanpa bau
- Densitas : 1,5274 g/cm3
49

- Titik lebur : 338 °C (terurai)


C. Aquadest (H2O)
Aquadest atau biasa disebut air suling merupakan air hasil penyulingan
(diuapkan dan disejukkan kembali). Air suling juga memiliki rumus kimia
pada air, yang berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen
dan atom oksigen tunggal.
- Rumus molekul : H2O
- Berat molekul : 18,02 g/mol
- Bentuk fisik : cairan tak berwarna dan tidak berbau
- pH :7
- Titik didih : 100 oC
- Densitas : 0,62 g/cm3
D. Etilendiamintetraasetat (EDTA) (C10H12N2Na4O8.2H2O)
EDTA terdapat sebagai Kristal H4Y dan Kristal garam natriumnya,
[1]
Na2H2Y.2H2O. EDTA mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam
keadaan murni, tetapi karena adanya zat pengotor, sebaiknya distandardisasi
dahulu misalkan dengan menggunakan larutan kadmium (Cd).[2]
- Rumus molekul : C10H12N2Na4O8.2H2O
- Massa molar : 416,23 g mol-1
- Densitas : 0,77 g/cm3
- Bentuk fisik : Kristal padat berwarna putih dn tak berbau
E. Indikator Eriochrome black T (C20H12N3O7)
Dalam larutan yang sangat asam, zat warna itu cenderung untuk
berpolimerisasi menjadi produk yag coklat-merah, dan akibatnya indikator
ini jarang digunakan dalam tirsi EDTA dari larutan-larutan yang lebih asam
daripada pH=6,5. Perubahan warna ini dapat diamati dengan ion-ion Mg,
Mn Zn, Cd, Hg, Pb, Cu, Al, Fe, Ti, Co, Ni, dan logam Pt. Untuk menjaga
agar pH konstan (kia-kira 10), suatu campuran bufer ditambahkan dengan
suatu reagesia pengompleks lemah seperti ammonia atau tartrat.
- Rumus molekul : C20H12N3O7
- Massa molar : 461,381 g/mol
50

- Bentuk fisik : coklat bubuk berwarna merah tua


F. Indikator Murexide (C8H8N6O6)
Mureksida adalah garam ammonium dari purpurat dan merupakan indikator
ion logam pertama yang digunakan dalam titrasi EDTA. Mureksida
membentuk kompleks-kompleks dengan Cu, Ni, Co, Ca, dan lantanoid yang
cukup stabil digunakan dalam analitis. Indikator ini dapat digunakan untuk
titrasi lansung dengan EDTA terhadap kalsium pda pH=11 dan
menunjukkan perubahan warna pada titik akhir dari merah menjadi violet-
biru.[3]
- Rumus molekul : C8H8N6O6
- Bentuk fisik : padat bubuk berwarna ungu-merah dan tak berbau
- Massa molar : 284,19 g / mol
- Titik lebur : > 300 °C (572 °F)
- Densitas : 9,8 g/cm3
G. Natrium hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida,
adalah sejenis basa logam kaustik yang digunakan di berbagai macam
bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi
bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.
- Rumus molekul : NaOH
- Massa molar : 39,9971 g/mol
- Bentuk fisik : zat padat putih
- Densitas : 2,1 g/cm3
- Titik lebur : 318 °C (591 K)
- Titik didih : 1390 °C (1663 K)
H. Natrium Klorida (NaCl)
Natrium klorida dikenal dengan garam dapur yang paling mempengaruhi
cairan ekstraselular pada banyak mikroorganisme multiselular. Sebagai
komponen utama pada garam dapur, natrium klorida sering digunakan
sebagai bumbu dan pengawet makanan.
- Rumus molekul : NaCl
51

- Berat molekul : 58,44 g/mol


- Bentuk fisik : Kristal putih tidak berwarna
- Dennsitas : 2,16 g/cm3
- Titik lebur : 801 °C (1074 K)
- Titik didih : 1413 °C (1738 K)
I. Seng Sulfat (ZnSO4.7H2O)
Seng sulfat adalah senyawa anorganik salah satu dari tiga hidrat. Secara
historis dikenal sebagai "putih vitriol" merupakan padatan tak berwarna
yang bersumber dari ion seng larut. Seng sulfat digunakan untuk memasok
seng dalam makanan hewan, pupuk, dan semprotan pertanian. Seng sulfat
seperti banyak senyawa seng, dapat digunakan untuk mengontrol
pertumbuhan lumut pada atap.
- Molekul rumus : ZnSO4
- Massa molar : 287,53 g/mol
- Bentuk fisik : putih bubuk dan tanpa bau
- Densitas : 1.9661 g/cm3 (16.2 C)
- Titik lebur : 100 °C
- Titik didih : 280 °C
52

4.4. Alat dan Bahan

A. Alar-alat yang digunakan: B. Bahan-bahan yang digunakan :


- batang pengaduk - air sampel 1 (air PDAM)
- beakerglass - air sampel 2 (air sumur)
- buret - ammonia (NH3)
- botol aquades - ammonium klorida (NH4Cl)
- Erlenmeyer - aquadest (H2O)
- corong - EDTA (C10H12N2Na4O8.2H2O)
- gelas arloji - indikator EBT (C20H12N3O7)–NaCl
- kertas saring - indikator Murexide
- labu ukur (C8H8N6O6)–NaCl
- neraca analitik - natrium hidroksida (NaOH)
- pipet ball - seng sulfat (ZnSO4)
- pipet tetes - natrium klorida (NaCl)
- pipet volume
- statif dan klem
- termometer

4.5. Prosedur Percobaan

A. Preparasi larutan
- membuat larutan seng sulfat 0,01 M sebanyak 100 mL
- membuat larutan buffer pH 10 sebanyak 100 mL (6,75 gram amonium
klorida kemudian menambahkan dengan 57 mL larutan amonia pekat)
- membuat larutan natrium hidroksida 2 M sebanyak 100 mL
- membuat larutan EDTA 0,01 M sebanyak 500 mL
- membuat campuran EBT-NaCl dan Murexide-NaCl.
B. Standarisasi larutan EDTA 0,01 M
- memipet 25 mL larutan seng sulfat 0,01 M dan memasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL
- menambahkan kurang lebih 75 mL aquadest dan 2 mL larutan buffer pH
10
53

- mengocok lalu menambahkan sedikit indikator EBT-NaCl sampai warna


larutan merah anggur
- menitrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai warna larutan menjadi
biru
- mengulangi percobaan sampai 3 kali.
C. Menentukan kesadahan total
- memipet 25 mL larutan contoh, memasukkan ke dalam Erlenmeyer
- menambahkan 20 tetes larutan NaOH 2 M dan sedikit indikator
Murexide-NaCl
- menitrasi dengan larutan EDTA sampai terjadi warna merah anggur
- melakukan percobaan sampai 3 kali.
D. Menentukan kesadahan tetap
- memipet 25 mL larutan contoh, memasukkan ke dalam Erlenmeyer
- menambahkan 20 tetes larutan NaOH 2 M dan 5 mL larutan buffer pH 10
serta sedikit indikator EBT-NaCl
- menitrasi dengan larutan EDTA sampai terjadi perubahan warna larutan
dari merah anggur menjadi biru melakukan percobaan sampai 3 kali.

4.6. Data Pengamatan

A. Data pengamatan standardisasi larutan EDTA


Tabel 4.6.1. Data pengamatan standardisasi larutan EDTA

Keterangan I II III
Volume larutan seng sulfat dititrasi
25 25 25
(mL)
Volume larutan EDTA-peniter (mL) 24,5 24,3 24,7
Volume rata-rata larutan peniter (mL) 24,5
54

B. Data pengamaatan penentuan kesadahan total


Tabel 4.6.2. Data pengamatan penentuan kesadahan total pada sampel air
PDAM

Keterangan I II III
Volume larutan yang dititrasi – sampel
25 25 25
(mL)
Volume larutan EDTA-peniter (mL) 13,5 13,8 13,7
Volume rata-rata larutan peniter (mL) 13,6

Tabel 4.6.3. Data pengamatan penentuan kesadahan total pada sampel air
sumur

Keterangan I II III
Volume larutan yang dititrasi –
25 25 25
sampel (mL)
Volume larutan EDTA-peniter (mL) 9 9,2 9,5
Volume rata-rata larutan peniter (mL) 9,23

C. Data pengamatan penentuan kesadahan tetap


Tabel 4.6.4. Data pengamatan penentuan kesadahan tetap pada sampel air
PDAM

Keterangan I II III
Volume larutan yang dititrasi –
25 25 25
sampel (mL)
Volume larutan EDTA-peniter (mL) 11,5 11,8 11,7
Volume rata-rata larutan peniter (mL) 11,6

Tabel 4.6.5. Data Pengamatan penentuan kesadahan tetap pada sampel air
sumur

Keterangan I II III
Volume larutan yang dititrasi –
25 25 25
sampel (mL)
Volume larutan EDTA-peniter (mL) 12 12,3 12,5
Volume rata-rata larutan peniter (mL) 12,26
55

4.7. Persamaan Reaksi

A. Standardisasi larutan EDTA 0,01 M


Zn2+ + Y4- ZnY2-
(Seng) (EDTA) (Seng-EDTA) [1]

B. Kesadahan total
Ca(HCO3)2 CO2 (g) + H2O (l) + CaCO3
(Kalsium bikarbonat) (Karbon dioksida) (Air) (Kalsium Karbonat)

Mg(HCO3)2 CO2 (g) + H2O (l) + MgCO3


(Magnesium bikarbonat) (Karbondioksida) (Air) (Magnesium Karbonat)
C. Kesadahan tetap
CaCl2 +    Na2CO3     CaCO3 + 2NaCl
(Kalsium klorida) (Natrium karbonat) (Kalsium karbonat) (Natrium klorida)
MgCl2 +   Ca(OH)2    Mg(OH)2 + CaCl2
(Magnesium Klorida) (Kalsium hidroksida) (Magnesium hidroksida) (Kalsium klorida)

4.8. Pembahasan

1. Standarisasi larutan EDTA


EDTA mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, tetapi
karena adanya zat pengotor, sebaiknya distandardisasi dahulu. Titrasi dapat
ditentukan dengan adanya penambahan indikator sebagai tanda tercapai titik
akhir titrasi dan indikator yang digunakan dalam percobaan ini adalah EBT.
Dengan penambahan EBT akan membentuk warna merah anggur kemudian
terjadi perubahan warna menjadi biru setelah dititrasi dengan larutan EDTA.
Standardisasi ini menggunakan larutan penyangga dengan pH 10. Tujuan
awalnya untuk memelihara agar pH tetap yang disebabkan ketika ion
hidrogen lepas pada proses titrasi yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pH dalam titrasi kompleksiometri. Selain itu, mencegah
terbentunya endapan logam hidroksida, dengan demikian,penyangga itu
dapat bertindak sebagai zat pembentuk kompleks tambahan.
2. Menentukan kesadahan total
Pada penentuan kesadahan total menggunakan indikator Murexide-NaCl
yang akan membentuk warna merah dan dititrasi dengan larutan EDTA
terjadi perubahan warna menjadi merah anggur yang memberikan kadar
56

kesadahan pada air sampel 1 (air PDAM) sebesar 464 ppm sedangkan air
sampel 2 (air sumur) sebesar 490,4 ppm. Kadar kesadahan ini menunjukkan
bahwa masing-masing air sampel memiliki tingkat kesadahan yang tinggi
sekali yaitu >300 ppm namun tidak melebihi standart batas maksimum
kesadahan air minum yang dianjurkan yaitu 500 mg/L CaCO3.
3. Menentukan kesadahan tetap
Pada penentuan kesadahan tetap setelah ditambahkan larutan NaOH dan
larutan buffer pH 10 dengan indikator EBT-NaCl akan membentuk warna
merah anggur, namun saat dititrasi dengan larutan EDTA terjadi perubahan
warna menjadi biru. Hasil perhitungan dari pengamatan pada air PDAM
kadar Ca2+ sebesar 217,6 ppm dan kadar Mg2+ sebesar 59,8752 ppm.
Sedangkan pada air sumur kadar Ca2+ sebesar 147,68 ppm dan kadar Mg2+
83,28096 ppm.

4.8. Kesimpulan

- Titrasi kompleksometri yaitu jenis titrasi berdasarkan pembentukan


persenyawaan kompleks dari jenis titran dan titrat yang saling
mengkompleks dengan membentuk hasil berupa kompleks.
- Air sadah mengandungan mineral-mineral tertentu di dalam air,
umumnya ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) dalam bentuk
garam karbonat. Hasil perhitungan dari pengamatan pada air PDAM
kadar Ca2+ sebesar 217,6 ppm dan kadar Mg 2+ sebesar 59,8752 ppm.
Sedangkan pada air sumur kadar Ca2+ sebesar 147,68 ppm dan kadar
Mg2+ 83,28096 ppm.
57

BAB V
ARGENTOMETRI

5.1. Tujuan percobaan

- Membuat larutan standard perak nitrat 0,01 N.


- Standardisasi larutan perak nitrat dengan larutan ntrium klorida.
- Menetapakan kadar natrium klorida dalam garam dapur kotor.

5.2. Tinjauan pustaka

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi di mana hasil reaksi


titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya
adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap
penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator
untuk melihat titik akhir titrasi.[1] Titrasi argentometri merupakan teknik khusus
yang digunakan untuk menetapakan perak dan senyawa halida. Penetapan kadar
zat analit didasari oleh pembentukan endapan.[10] Berdasarkan jenis indikator dan
teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dibedakan atas agentometri
dengan metode Mohr, metode Volhard dan metode Fajans. [9]
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak
mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai
adalah titrasi penentuan natrium klorida dimana ion perak dari titran akan bereaksi
dengan ion klorida dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut perak
klorida.
Ag(NO3)(aq)  +  NaCl(aq) AgCl(s) (endapan putih) + NaNO3(aq) [9]
(perak nitrat) (natrium klorida) (perak klorida) (natrium nitrat)
Titrasi dengan menggunakan metode Mohr dari klorida dengan ion
perak, dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang
permanen dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik
akhir titrasi. Tentu saja diperlukan bahwa pengendapan indikator itu terjadi pada
atau di dekat titik kesetaraan titrasi itu. Perak nitrat lebih dapat larut daripada
perak klorida.[2] Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan
58

dengan cara dengan larutan standard perak nitrat. Endapan putih perak klorida
akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indikator larutan
kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion
perak pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator
membentuk endapan coklat kemerahan perak kromat. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
Ag+(aq)  + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)
(ion perak) (ion klorida) (perak klorida)
Ag+(aq)  +  CrO42-(aq) Ag2CrO4(s) (endapan coklat kemerahan) [11]
(ion perak) (ion kromat) (perak kromat)

Metode titrasi mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 - 10.
[2]
Pengaturan pH perlu agar tidak terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Bila terlalu
tinggi dapat terbentuknya endapan perak hiroksida yang selanjutnya terurai
menjadi perak oksida sehingga titrant terlalu banyak terpakai.
2Ag+ + 2OH- 2AgOH Ag2O + H2O
(ion perak) (ion hidroksida) (perak hidroksida) (perak oksida) (air)
Bila pH terlalu rendah ion kromat sebagian akan berubah menjadi ion dikromat.
2CrO4 2- + 2H+ Cr2O7 2- + H2O [3]
(ion kromat) (ion hidrogen) (ion dikromat) (air)
Keasaman larutan dapat diatur dengan menggunakan larutan natrium
bikarbonat atau kalsium karbonat. Larutan alkalis diasamkan dahulu dengan asam
asetat atau asam borat sebelum dinetralkan dengan kalsium karbonat.
Syarat kondisi pada metode mohr adalah:
a. Larutan harus bersifat netral atau sedikit basa, tetapi tidak boleh terlalu basa
sebab perak akan diendapkan sebagai perak hidroksida.
b. Jika terlalu asam, maka titik akhir tidak terlihat sebab konsentrasi ion kromat
berkurang, yaitu terjadinya reaksi:
H+ + CrO42- HCrO4–
(ion hidroksida) (ion dikromat) (hidrogen dikromat)

c. Pada titrasi ini endapan indikator harus lebih larut dibanding endapan utama
yang terbentuk selama titrasi. [12]
59

Kurva titrasi argentometri dibuat dengan mengeplotkan antara perubahan


konsentrasi analit pada sumbu ordinat dan volume titran pada sumbu aksis. Pada
umumnya konsentrasi analit dinyatakan dalam fungsi (p) yaitu pX = -log[X]
sedangkan volume titran dalam satuan milliliter. Kurva titrasi dapat dibagi
menjadi 3 bagian wilayah yaitu sebelum titik ekuivalen, pada saat titik ekuivalen
dan setelah titik ekuivalen. Perlu diperhatikan bahwa kurva titrasi tidak hanya
untuk menentukan titik ekivalen, tetapi juga untuk menghitung konsentrasi kation
atau anion pada setiap saat selama titrasi berlangsung. [2]

Gambar 5.2.1. Kurva titrasi 50 mL NaCl 0,1 M vs AgNO3 [4]

Penggunaan metode Argentometri dalam kehidupan sehari-hari untuk


menetukan kandungan klorida dalam air, penetapan kadar kalium iodida dalam
makanan, penetapan kadar natrium bromida dalam analisis kimia, penetapan kadar
barium klorida dalam air laut, penetapan kadar kalsium klorida dalam kapur,
penetapan kadar kalium klorida dalam makanan.[11]

5.3. Tinjauan Bahan


60

A. Natrium klorida
- rumus kimia : NaCl
- massa molar : 58.44 g/mol
- bentuk : kristal
- kelarutan dalam air : 35.9 g/100 mL (25°C)
- titik didih : 1465°C (1738 K)
- warna : putih [4]
B. Perak nitrat
- rumus kimia : AgNO3
- massa molar : 169,87 g/mol
- bentuk : padatan
- densitas : 4,35 g/cm3
- warna : putih [5]
C. Kalium kromat
- rumus kimia : K2CrO4
- massa molar : 194,19 g/mol
- densitas : 2,73 g/cm3
- kelarutan dalam air : 637 g/l (20°C)
- titik didih : 1000°C [6]
61

5.4. Alat dan Bahan

A. Alat B. Bahan
- batang pengaduk  aquadest (H2O)

- beakerglass  kalium kromat (K2CrO4)


 natrium klorida (NaCl)
- botol aquadest
 perak nitrat (AgNO3)
- buret
- corong
- Erlenmeyer
- gelas arloji
- kertas saring
- labu ukur
- neraca analitik
- pipet ball
- pipet tetes
- pipet volume
- statif dan klem
- termometer
5.5. Prosedur Percobaan

A. Preparasi larutan
- Membuat larutan perak nitrat 0,01 M sebanyak 250 mL
- Membuat larutan natrium klorida 0,01 M sebanyak 100 mL
- Membuat larutan kalium kromat 1% sebanyak 50 mL.
B. Standardisasi larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida 0,01 N
- Memipet 15 mL larutan natrium klorida 0,01 M, masukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL
- Menambahkan kurang lebih 5 mL indikator kalium kromat 1%
62

- Menitrasi dengan larutan perak nitrat sampai terjadi endapan merah dari
indikatornya
- Mengulangi percobaan sampai 3 kali.
C. Menetapkan kadar natrium klorida dalam garam dapur kotor
- Mengencerkan 0,06 gram sampel ke dalam labu ukur 100 mL
- Memipet 10 mL larutan contoh, memasukkan ke dalam Erlenmeyer
- Menambahkan kurang lebih 5 mL indikator kalium kromat 1%
- Menitrasi dengan larutan perak nitrat sampai larutan berubah dari
endapan putih menjadi endapan merah
- Melakukan percobaan sampai 3 kali.

5.6. Data Pengamatan

5.6.1. Data pengamatan standardisasi larutan perak nitrat dengan larutan


natrium klorida

Keterangan I II III

Volume larutan natriun klorida dititrasi (mL) 15 mL 15 mL 15 mL

Volume larutan perak nitrat – peniter (mL) 16 mL 16 mL 15,8 mL

5.6.2. Data pengamatan penentuan kadar natrium klorida dalam garam


dapur kotor

Keterangan I II III

Volume larutan yang dititrasi - sampel (mL) 10 mL 10 mL 10 mL

Volume larutan perak nitrat - peniter (mL) 11,3 mL 11,1 mL 11,1mL

5.7. Persamaan Reaksi

Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)


(ion perak) (ion klorida) (perak klorida)
2Ag+(aq)  +  CrO42-(aq ) Ag2CrO4(s) (endapan coklat kemerahan) [11]
(ion perak) (ion kromat) (perak kromat)
63

5.8. Pembahasan

- Untuk membuat larutan standard perak nitrat, dilakukan penimbangan


perak nitrat terlebih dahulu. Berdasarkan perhitungan, diperlukan
sejumlah 0,425 gram padatan perak nitrat untuk dilarutkan dalam labu
ukur 250 mL dengan aquadest sampai tanda batas.
- Pada praktikum dilakukan proses standardisasi untuk menstandartkan
larutan perak nitrat agar diketahui konsentrasi larutan standard perak
nitrat yang sebenarnya. Indikator berfungsi sebagai penanda terjadinya
titik akhir titrasi, dimana pada titik akhir titrasi akan terbentuk endapan
merah bata dari proses standardisasi diproleh volume hasil titrasi rata-rata
sejumlah 15,93 mL. Dari voleme rata-rata dapat diketahui kosentrasi
larutan standard sekunder sebesar 0,009 N. Berdasarkan perhitungan
galat diperoleh galat sebesar 11,11 %. Hal ini disebabkan karena sifat
perak nitrat yang mudah terurai atau terdekomposisi oleh cahaya.
- Dari proses penentuan kadar garam dapur kotor di peroleh volume rata-
rata sebesar 11,13 mL. Dari data tersebut, diperoleh kadar natrium
klorida dalam garam dapur kotor sejumlah 97,56 %.

5.9. Kesimpulan

- Untuk membuat larutan standard perak nitrat 0,01 M sebanyak 250 mL


diperlukan sebesar 0,425 gram perak nitrat.
- Standardisasi larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida
diperoleh hasil konsentrasi dari larutan perak nitrat sebagai larutan baku
sekunder sebesar 0,009 N.
- Kadar natrium klorida dalam garam dapur kotor berdasarkan percobaan
dan perhitungan diperoleh hasil kadar natrium klorida dalam garam
dapur kotor sejumlah 97,56%.
64

BAB VI
ANALISA DENGAN SPEKTROFOTOMETER
SINAR TAMPAK

6.1. Tujuan Percobaan

- Mengetahui metoda analisa spektrofotometri.


- Penentuan kadar sulfat dalam sampel.

6.2. Tinjauan Pustaka

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada


pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube. [1]
Spektrofotometer jika dilihat dari namanya terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi, Spektrofotometer merupakan instrumen
untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. [5]
Berikut komponen-komponen yang penting sekali dari suatu spektrofotometer.

Bagian Optis
Wadah
Sumber Monokromator sampel Detektor
Bagian Listrik

Penguat

Piranti Baca

Gambar 6.2.1. Skema komponen-komponen dalam spektrofotometri


65

Keterangan:
1. Sumber energi cahaya
Suatu piranti yang memberikan radiasi pada sebuah spektrofotometer. Pada
daerah tampak dari spektrum maupun daerah ultraviolet dan inframerah dekat,
sumber energi cahaya yang digunakan adalah sebuah lampu pijar dengan kawat
rambut yang terbuat dari wolfram.
2. Motokromator
Suatu piranti untuk mengecilkan suatu berkas radiasi yang datang dari sumber
cahaya yang mempunyai kemurnian spektral yang tinggi sesuai dengan
panjang gelombang yang diinginkan.
3. Wadah sampel
Pada spektrofotometri melibatkan larutan yang mana larutan tersebut
ditempatkan pada suatu wadah yang harus bisa meneruskan energi cahaya
dalam daerah spektral.
4. Detektor
Merupakan suatu piranti yang berfungsi untuk mengubah energi cahaya
menjadi energi listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik dan berhubungan
dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. [2]
5. Penguat
Suatu piranti yang berfungsi untuk memperbesar arus yang dihasilkan oleh
detektor agar dapat dibaca oleh piranti baca. [1]
6. Piranti baca
Suatu sistem baca (piranti pembaca) yang memperagakan besarnya isyarat
listrik, menyatakan dalam bentuk % Transmitan (% T) maupun Adsorbansi
(A). [3]
Pada metoda spektrofotometri, prinsipnya yaitu sampel menyerap radiasi
(pemancaran) elektromagnetis, yang pada panjang gelombang tertentu dapat
terlihat. Larutan tembaga misalnya berwarna biru karena larutan tersebut
menyerap warna komplementer, yaitu kuning. Semakin banyak molekul tembaga
per satuan volum, semakin banyak cahaya kuning yang diserap, dan semakin tua
warna biru larutanya. [4]
66

Berikut jenis-jenis spektrofotometri berdasarkan sumber cahaya yang


digunakan, yaitu:
1. Spektrofotometri Visible (Spektro Vis)

Gambar 6.2.2. Spektrofotometer Visibel


Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah
cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik
yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak
adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh kita,
maka sinar tersebut termasuk ke dalam sinar tampak (visible).
2. Spektrofotometri UV (ultraviolet)

Gambar 6.2.3. Spektrofotometer UV


Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV
berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu
deuterium. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka
senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang
tidak memiliki warna. Bening dan transparan.
67

3. Spektrofotometri UV-Vis

Gambar 6.2.4. Spektrofotometer UV-Vis


Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan
Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV
dan sumber cahaya visible.
4. Spektrofotometri IR (Infra Red)

Gambar 6.2.5. Spektrofotometer Infra Merah


Dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometri ini berdasar pada
penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya infra merah terbagi
menjadi infra merah dekat, pertengahan, dan jauh. Infra merah pada
spektrofotometri adalah infra merah jauh dan pertengahan yang mempunyai
panjang gelombang 2.5-1000 μm.
5. Spektrofotometri Raman

Gambar 6.2.6. Spektrofotometer Raman


68

Interaksi Radiasi Elektro Magnetik (REM) dengan atom atau molekul yang
berada dalam media yang transparan, maka sebagian dari radiasi tersebut akan
dipercikkan oleh atom atau molekul tersebut.
6. Spektrofotometri Fluorescensi dan Fosforescensi
Suatu zat yang berinteraksi dengan radiasi, setelah mengabsorpsi radiasi
tersebut, bisa mengemisikan radiasi dengan panjang gelombang yang
umumnya lebih besar daripada panjang gelombang radiasi yang diserap.
Fenomena tersebut disebut fotoluminensi yang mencakup dua jenis yaitu
fluoresensi dan fosforesensi.
7. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti
Resonansi Magnet Inti (RMI). Spektrofotometri RMI sangat penting artinya
dalam analisis kualitatif, khususnya dalam penentuan struktur molekul zat
organik. [3]
Selain itu ada jenis-jenis spektrofotometer berdasarkan instrumennya,
diantaranya:
1. Spektrofotometer Berkas Tunggal
Spektrofotometer jenis ini merupakan suatu instrumen dengan satu jalan optis.
Sampel dan pelarut murni (blanko reagensia) diperiksa secara terpisah untuk
menegakkan P dan P0 untuk pengukuran absorban. Biasanya dioperasikan
secara manual.
2. Spektrofotometer Berkas Rangkap
Suatu instrumen di mana berkas monokromatik radiasi, dari sumber lampu
wolfram dibagi menjadi dua berkas identik, satu melewati sel pembanding dan
yang lain melewati sampel. [6]
3. Spektrofotometer Diferensial
Suatu teknik di mana sampel dibandingkan dengan larutan penyerap lain,
bukan dengan pelarut murni atau blanko reagensia. Analisis menggunakan
spektrofotometer diferensial lebih tepat dibandingkan dengan spektrofotometer
biasa.
69

4. Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)


Suatu bentuk spektrofotometri yang menggunakan spesies penyerapnya adalah
atom-atom. [2]
Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom atau
molekul dinyatakan oleh Hukum Beer-Lambert.

1. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang


diserap oleh suatu bahan atau medium tidak bergantung pada intensitas berkas
cahaya yang datang. Hukum Lambert ini tentunya hanya berlaku jika di dalam
bahan atau medium tersebut tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang
dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut. Dalam hal
demikian, intensitas cahaya yang keluar setelah melewati bahan/medium
tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sederhana sebagai berikut:
I = T × I0
Di mana I adalah intensitas berkas cahaya keluar, I 0 adalah intensitas berkas
cahaya masuk atau datang, dan T adalah transmitansi. Jika transmisi
dinyatakan dalam prosentase, maka
I
%T = ( ) × 100
I0
(dalam satuan %)

2. Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan


dengan konsentrasi dan ketebalan bahan atau medium, yaitu:
A=εcl
Di mana ε adalah molar absorbsitivitas untuk panjang gelombang tertentu, atau
disebut juga sebagai koefisien ekstinsif (dalam l mol-1 cm-1), c adalah
konsentrasi molar (mol l-1), l adalah panjang/ketebalan dari bahan/medium
yang dilintasi oleh cahaya (cm).
Kombinasi dari kedua hukum tersebut (Hukum Beer-Lambert) dapat dituliskan
sebagai berikut:
I I
%T = ( ) × 100 = exp (− ε c l) atau A = log ( ) = ε c l [7]
I0 I0
70

Gambar 6.2.7. Hukum Laambert-Beer

Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :


I0
A = log = a b c
I1
Keterangan :
I0 = Intensitas sinar datang
I1 = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban
Istilah spektrofotometri berhubungan dengan pengukuran energi radiasi
yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi
maupun pengukuran panjang absorbsi terisolasi pada suatu panjang gelombang
tertentu.
Ketika cahaya melewati suatu larutan biomolekul, terjadi dua
kemungkinan. Kemungkinan yang pertama adalah cahaya ditangkap dan
kemungkinan kedua adalah cahaya dibelokkan. Bila energi dari cahaya (foton)
harus sesuai dengan perbedaan energi dasar dan energi eksitasi dari molekul
tersebut. Proses inilah yang menjadi dasar pengukuran dari absorbansi dalam
spektrofotometer.
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah
panjang gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang
disebut λ maks. Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang
71

gelombang yang sama maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan
yang muncul makin kecil.
Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan
konsentrasi, karena b atau l harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu
tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin
tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan
makin rendah.
Spektrofotometer memiliki beberapa keuntungan untuk keperluan
kuantitatif diantaranya:
- Dapat digunakan secara luas
- Memiliki kepekaan yang tinggi
- Keselektifannya cukup baik
Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak
adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna. Jika
tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara
memberi reagen tertentu yang spesifik. Reagen ini disebut reagen pembentuk
warna. Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh reagen pembentuk
warna:
1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam
waktu beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila
disimpan. Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru
harus dibuat saat setiap kali analisis.
2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.
3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara
stoikiometrik.
4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan
pengukuran.
5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa,
sehingga warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen
tersebut saja.
72

6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam


larutan yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang
dianalisa menjadi suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga
pembentukan warna yang dikehandaki tidak sempurna.
7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang
dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.
Setelah larutan ditambahkan reagen atau zat pembentuk warna maka
larutan tersebut harus memiliki lima sifat di bawah ini:
1. Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran
absorbansi dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya
warna larutan (fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian secara
fotokimia, pengaruh keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadang-kadang
dengan mengubah kondisi larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik.
2. Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup tinggi
(warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas molarnya (ε) besar.
Hal ini dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini dengan
memilih pereaksi yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi.
3. Warna larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh variasi-variasi
kecil kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi yang lain.
4. Hasil reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai.
5. Sitem yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer.
Analisis sulfat di dalam batuan dilakukan untuk keperluan industri,
sedangkan analisis sulfat di dalam air minum perlu dilakukan, karena seperti yang
dipersyaratkan oleh WHO kandungan sulfat maksimum yang diperbolehkan
sebesar 200 ppm.
Menyebabkan laxative apabila kadarnya berupa magnesium dan sodium.
Senyawa sulfat bersifat iritasi pada saluran pencernaan (saluran gastro intestinal),
apabila dalam bentuk campuran magnesium atau natrium pada dosis yang tidak
sesuai aturan. Sebagai contoh bentuk magnesium sulfat yang biasa ditambahkan
ke dalam air minurn untuk membantu pengendapan (penjernihan air) setelah
penambahan klorin. Bentuk natriurn sulfat biasa digunakan untuk pengobatan
73

diuretik atau satincathartic. Bila kurang mengkonsumsi air, kedua senyawa


tersebut akan membentuk kristal yang dapat merusak saluran pencernaan.
Air yang mengandung konsentrasi tinggi dari sulfat disebabkan oleh
leaching alam dari deposito magnesium sulfat (garam Epsum) atau sodium sulfat. 
Tiga efek yang terjadi apabila dalam air minum terdapat sulfat yang memiliki
konsentrasi tinggi, antara lain:
- Berisi air yang diketahui jumlah sulfat (S0 4) cenderung untuk membentuk
kerak dalam skala boiler dan heat exchangers
- Sufat menimbulkan efek rasa
- Sulfat dapat menimbulkan efek pencahar dengan asupan yang berlebihan. [3]

6.3. Tinjauan Bahan

A. Aquadest
Aquadest atau biasa disebut air suling merupakan air hasil penyulingan
(diuapkan).Air suling juga memiliki rumus kimia pada air umumnya yaitu
H2O yang berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen dan
atom oksigen tunggal. Sifat fisik dan kimia H2O:
- rumus molekul : H2O
- berat molekul : 18 gram/mol
- bentuk fisik : cairan tak berwarna dan tidak berbau
- titik beku : 0 oC
- titik didih : 100 oC
- pH :7
B. Asam klorida (HCl)
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). HCl
merupakan asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam
lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam
klorida harus ditangani dengan memperhatikan keselamatan yang tepat
karena merupakan cairan yang sangat korosif. Sifat fisik dan kimia HCl:
74

- nama bahan : asam klorida


- rumus molekul : HCl
- massa molar : 36,46 g/mol
- bentuk fisik : cairan tak berwarna
- titik lebur : -27,32 oC
- titik didih : 110 oC
- densitas : 1,18 g/cm3 
- keasaman (pH) : 3 pada 25 oC
C. Barium Klorida (BaCl2.2H2O)
Barium klorida adalah senyawa anorganik dengan rumus molekul BaCl2.
Barium klorida merupakan senyawa beracun dan berwarna kuning hijau
pada nyala api serta bersifat higroskopis. Sifat fisik dan kimia BaCl2:
- nama bahan : barium klorida
- rumus molekul : BaCl2.2H2O
- massa molar : 208,23 g/mol
- bentuk fisik : serbuk putih
- densitas : 3,856 g/cm3 
- titik didih : 1560 oC
- kelarutan dalam air : 43 g/100 ml (30 oC)
D. Kalium Sulfat (K2SO4)
Kalium sulfat (K2SO4) juga dikenal sebagai garam abu sulfur merupakan
garam yang terdiri dari kristal putih yang dapat larut dalam air dan tidak
mudah terbakar. Sifat fisik dan kimia K2SO4:
- nama bahan : kalium sulfat
- rumus molekul : K2SO4
- bentuk fisik : kristal putih
- titik lebur : 1069 oC
- titik didih : 1689oC
- kelarutan dalam air : 11,1 g/100 ml (20 oC). [8]
75

6.4. Alat dan Bahan

A. Alat-alat yang digunakan: B. Bahan-bahan yang digunakan:

- batang pengaduk - aquadest (H2O)


- beakerglass - asam klorida (HCl)
- botol aquadest - barium klorida (BaCl2.2H2O)
- corong kaca - kalium sulfat (K2SO4)
- cuvet - sampel (air PDAM)
- Erlemeyer
- gelas arloji
- karet penghisap
- neraca analitik
- labu ukur
- pipet tetes
- pipet volume
- spektrofotometer sinar tampak

6.5. Prosedur Percobaan

A. Preparasi Larutan
- membuat larutan kalium sulfat 100 ppm sebanyak 250 mL
- membuat larutan asam klorida 2 M sebanyak 50 mL.
B. Menentukan panjang gelombang maksimum.
- memipet larutan kalium sulfat 100 ppm sebanyak 50 mL lalu
menambahkan 0,2 gram padatan barium klorida
- mengocok selama kurang lebih 1 menit sampai terbentuk endapan barium
sulfat, mendiamkan selama 5 menit
- mengukur nilai % T dan A dari larutan 100 ppm dengan spektrofotometer
sinar tampak pada panjang gelombang 400 nm sampai 520 nm
- menggunakan larutan blangko untuk mengenolkan harga % T sebelum
pengukuran serapan larutan standart pada setiap penggantian panjang
gelombang
76

- membuat kurva hubungan antara panjang gelombang dengan absorbansi


(% T) dan menentukan panjang gelombang maksimum.
C. Membuat kurva kalibrasi
- mengatur pH larutan kalium sulfat menjadi 1
- mengencerkan larutan kalium sulfat 100 ppm menjadi 5, 20, 35, 50, 65,
dan 80 ppm sebanyak 50 mL
- pada masing-masing larutan menambahkan 0,2 gram padatan barium
klorida sebelum menambahkan aquadest sampai tanda batas
- mengocok selama kurang lebih 1 menit sampai terbentuk endapan barium
sulfat, mendiamkan selama 5 menit
- mengukur besarnya transmitan pada panjang gelombang maksimum
- membuat kurva kalibrasi antara panjang gelombang dan konsentrasi.
D. Mengukur sampel larutan
- memipet 10 mL sampel ke dalam labu ukur 50 mL, menambahkan asam
klorida 2 M untuk mengukur pH hingga 1
- menambahkan 0,2 gram padatan barium klorida sebelum menambahkan
aquadest sampai tanda batas
- mengocok selama kurang lebih 1 menit sampai terbentuk endapan barium
sulfat, mendiamkan selama 5 menit
- mengukur besarnya transmitan pada panjang gelombang maksimal
- membuat kurva kalibrasi antara panjang gelombang dan konsentrasi.
77

6.6. Data Pengamatan

a. Menentukan panjang gelombang (λ) maksimum


Tabel 6.6.1. Data penentuan panjang gelombang (λ) maksimum dengan
menggunakan spektrofotometer 21 dan 22

%T
λ(nm)
21 22
400 65 37,3

410 64 36,6

420 63 36,3

430 63,5 36,4

440 64 36,5

450 64 36,6

460 64 36,7

470 64,5 36,9

480 65 39,2

490 65 38,9

500 66 39,0

510 67 39,5

520 67 39,7
78

b. Menentukan kurva kalibrasi


Tabel 6.6.2. Data pengamatan kurva kalibrasi dengan menggunakan
spektrofotometer 21 dan 22 pada λ= 420nm

%T
ppm (x)
21 22

5 ppm 95 95,9

20 ppm 88 83,8

35 ppm 81 69,4

50 ppm 79 66,7

65 ppm 74 64,1

80 ppm 59 39,8

Sampel 95 97,8

6.7. Data Hasil Perhitungan

Tabel 6.7.1. Data perhitungan panjang gelombang (λ) maksimum dengan


menggunakan spektrofotometer 21 dan 22

Spektrofotometer 21 Spektrofotometer 22
λ(nm)
%T A %T A

400 65 0,1870 37,3 0,428

410 64 0,1938 36,6 0,436

420 63 0,2006 36,3 0,440

430 63,5 0,1972 36,4 0,438

440 64 0,1938 36,5 0,437


79

450 64 0,1938 36,6 0,436

460 64 0,1938 36,7 0,435

470 64,5 0,1904 36,9 0,432

480 65 0,1871 39,2 0,406

490 65 0,1871 38,9 0,410

500 66 0,1805 39,0 0,408

510 67 0,1739 39,5 0,403

520 67 0,1739 39,7 0,401

Tabel 6.7.2. Data perhitungan kurva kalibrasi dengan menggunakan


spektrofotometer 21 dan 22 pada λ = 420nm

Tabel 6.7.3. Data perhitungan kurva kalibrasi dengan menggunakan


spektrofotometer 21

ppm (X) A (Y) X2 X.Y


80

5 0,0222 25 0,111
20 0,0555 400 1,11
35 0,0915 1225 3,2025
50 0,1023 2500 5,115
65 0,1307 4225 8,4955
80 0,2291 6400 18,328

X = 255 Y = 0,6313 X2 = 14775


XY=36,362
Sampel λ = 420 A = 0,0222

Tabel 6.7.4. Data perhitungan kurva kalibrasi dengan menggunakan


spektrofotometer 22

ppm (X) A (Y) X2 X.Y


5 0,0181 25 0,0905
20 0,0767 400 1,534
35 0,1586 1225 5,551
50 0,1758 2500 8,79
65 0,1931 4225 12,5515
80 0,4001 6400 32,008
X = 255 Y = 1,0224 X2 = 14775
XY= 60,525
Sampel λ = 420 A = 0,0096
81

6.8. Grafik

A. Penentuan panjang gelombang maksimum

0.21
0.2
0.2
0.19
Absorban

0.19
0.18
0.18
0.17
0.17
0.16
400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510 520
Panjang gelombang (λ)

Grafik 6.8.1. Hubungan antara absorban dan panjang gelombang pada


spektrofotometer 21

Spektrofotometer 22
0.45
0.44
0.43
Absorban

0.42
0.41
0.4
0.39
0.38
400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510 520

Panjang gelombang ()

Grafik 6.8.2. Hubungan antara absorban dan panjang gelombang pada


spektrofotometer 22
82

B. Penentuan kurva kalibrasi


0.25

0.2
f(x) = 0 x + 0
R² = 0.9
0.15
Absorban

0.1

0.05

0
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Grafik 6.8.3. Hubungan antara absorban dan konsentrasi pada


spektrofotometer 21

0.45
0.4
0.35
0.3 f(x) = 0 x − 0.01
R² = 0.87
Absorban

0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Grafik 6.8.4. Hubungan antara absorban dan konsentrasi pada


spektrofotometer 22

6.9. Persamaan Reaksi

K2SO4 (s) + BaCl2 (s) 2 KCl (l) + BaSO4


(kalium sulfat) (barium klorida) (kalium klorida) (barium sulfat)
(endapan putih)
83

6.10.Pembahasan

- Dengan menggunakan spektrofotometer 22, diperoleh panjang gelombang


maksimum (λ) = 420 nm dengan (T) = 36,3 dan (A) = 0,440 yang
ditunjukan pada tabel 6.7.1. Menggunakan panjang gelombang (λ)
maksimum karena kepekaannya maksimum pada perubahan konsentrasi
larutan yang akan memberikan A yang paling besar dan pada panjang
gelombang (λ) maksimum didapatkan bentuk kurva kalibrasi yang linier
sesuai dengan hukum Lambert-Beer.
- Pada grafik 6.8.1 dan 6.8.2. diperoleh perbandingan bahwa kosentrasi
berbanding lurus dengan absorban. Semakin besar kosentrasi maka semakin
besar absorbannya ataupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teorinya yang
berdasarkan Hukum Beer bahwa absorbansi akan berbanding lurus dengan
konsentrasi. Jika konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan
makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi
yang dihasilkan makin rendah.
- Penambahan barium klorida berfungsi untuk membentuk endapan barium
sulfat dan menimbulkan keruh. Hal ini sesuai dengan syarat sampel
spektrofotometri yang harus berwarna.
- Kadar SO4 dalam sampel (air PDAM) yang diperoleh pada analisa
spektrofotometer 21 yaitu 8,2513 ppm dan pada spektrofotometer 22 adalah
sebesar 5,4151 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa air sampel dapat
dikonsumsi yang mana kandungan SO4 yang diperbolehkan dalam air
maksimum sebesar 200 ppm.

6.11.Kesimpulan

- Dapat mengetahui metode analisa menggunakan spektrofotometri sinar


tampak dengan benar.
- Kadar SO4 pada sampel (air PDAM) menggunakan spektrofotometri 21
sebesar 8,2513 ppm dan pada spektrofotometer 22 sebesar 5,4151 ppm.
84

BAB VII
ANALISIS KATION-ANION

7.1. Tujuan Pratikum


- Menentukan jenis kation pada sampel / garam
- Menentukan jenis anion pada sampel / garam
7.2. Data Fisik
7.2.1. Kation Garam 1
a. Organoleptis
Warna : Biru
Bentuk : Kristal
Bau : Tidak Berbau
Sifat Higroskopis : Tidak Higrokopis
Kation : Cu2+
b. Nyala Api : Hijau
c. Uji Kering:
Perubahan Warna : Warna Biru Putih (CuSO4)
7.2.2. Kation Garam 2
a. Organoleptis
Warna : Hijau
Bentuk : Kristal
Bau : Tidak berbau
Sifat higroskopis : Tidak higroskopis
Kation : Fe2+
b. Uji Nyala : Kebiruan
c. Uji kering:
Perubahan warna : Hijau Putih (FeSO4.7H2O)
85

7.3. Pengamatan Kimia

Tabel 7.3.1. Pengamatan Kation


No Prosedur Pengamatan Kesimpulan

1. Garam 1:
- Larutan sampel + HCl larutan Tidak ada endapan
a Warna biru encer
Muncul endapan
- Larutan a + HCl larutan b
Warna lebih encer Kemungkinan
- Larutan c + HCl + H2S larutan kation
Endapan hitam golongan II
d
Muncul endapan
- Larutan d + air suling larutan
Tidak ada endapan
e Biru kehitaman Jadi,
kationnya
2. - Larutan e + H2S larutan f adalah kation
Cu2+
- Larutan f + HNO3 larutan g
- Larutan g + NH4Cl larutan h Garam larut
- Larutan h + NH4OH larutan i Tidak ada endapan
Garam 2: Warna lebih encer
- Larutan sampel + HCl larutan Muncul endapan
a Merah kecoklatan Kemungkinan
kation
- Larutan a + H2S larutan b
golongan III
Tidak ada endapan
- Larutan b + H2O larutan c
Tidak ada endapan
- Larutan c + HNO3 larutan d
Tidak ada endapan
- Larutan d + NH4OH larutan e
Endapan biru tua Jadi,
kationnya
- Larutan e + H2S larutan f
adalah kation
- Larutan f + NaOH larutan g Fe2+
- Larutan g + H2O larutan h
- Larutan h + K4Fe(CN)6 larutan
i
86

Reaksi Kation Garam 1:


- Cu2+(s) + 2HCl(l) CuCl2 (l) + 2H+(l)
(tembaga) (asam klorida) (tembaga(II) klorida) (ion hidrogen)

- CuCl2(l) + H2S(g) CuS(s) + 2HCl(l)


(tembaga klorida) (Hidrogen sulfide) (Tembaga sulfide) (asam klorida)

- 3CuS(l) + 8HNO3 (l) 3Cu(NO3)2 (l) + 3S(s) + 2NO(g) + 4H2O(l)


(tembaga sulfida) (asam nitrat) (tembaga nitrat) (Sulfur) (Nitrous oxide) (air)

- Cu(NO3)2(aq) + 2NH4Cl (l) CuCl2 (l) + 2NH4NO3 (l)


(tembaga nitrat) (amonium klorida) (tembaga klorida) (amonium nitrat)

- CuCl2 (l) + 2NH4OH(l) Cu(OH)2 (s) + 2NH4Cl(l)


(tembaga klorida) (amonium hidroksida) (tembaga hidroksida) (amonium klorida)

Reaksi Kation Garam 2:

- Fe2+(s) + 2HCl(l) FeCl2 (l)  +  H2 (g)


(Besi) (asam klorida) (besi klorida) (gas hidrogen)

- FeCl2 (l) + H2S(g) FeS(l) + 2HCl(l)


(besi klorida) (hidrogen sulfida) (besi sulfida) (asam klorida)

- 3FeS(l) + 8HNO3 (l) 3Fe(NO3)2 (l) + 3S(s) + 2NO(g) + 4H2O(l)


(besi sulfida) (asam nitrat) (besi nitrat) (sulfur) (nitrogen oksida) (air)

- Fe(NO3)2 (l) + 2NH4OH(l) Fe(OH)2 (l) + 2NH4NO3 (l)


(besi nitrat) (amonium hidroksida) (besi hidroksida) (amonium nitrat)

- Fe(OH)2 (l) + H2S (g) FeS (l) + 2H2O(l)


(besi hidroksida) (hidrogen sulfide) (besi sulfida) (air)

- FeS(l) + 2NaOH(l) Fe(OH)2 (l) + Na2S(l)


(besi sulfida) (natrium hidroksida) (besi hidroksida) (natrium sulfida)

12
- 4Fe(OH)2(l) + 3K4Fe(CN)6 (l) Fe4[Fe(CN)6]3 (l) + 12K+(aq)+ 8OH--
8
(aq)
(besi hidroksida) (kalium heksasianoferat) (besi(III) heksasianoferat) (ion kalium) (ion hidroksida)
87

Tabel 7.3.3. Pengamatan Anion

No Prosedur Pengamatan Kesimpulan

1. Reaksi Identifikasi Garam 1:


- Sampel + H2SO4(encer) lar. a Tidak muncul endapan
- Lar. a + H2SO4+KMnO4 lar. coklat violet
b larutan coklat pekat Kemungkin
an anion
- Lar. b lar. c
SO42-
Reaksi Penegasan: Endapan Putih
- Sampel + Pb(NO3)2 lar. d Endapan Larut Jadi,
anionnya
- lar. d + CH3COONH3 lar. e adalah SO42-
2.
Reaksi Identifikasi Garam 2: Tidak muncul endapan
- Sampel + H2SO4(encer) lar. a Warna menjadi violet Kemungkin
an anion
- Lar. a + H2SO4+KMnO4 lar. Warna violet tidak
SO42-
b hilang
- lar. b lar. C
Endapan Putih Jadi,
Endapan larut anionnya
Reaksi Penegasan: adalah SO42-
- Sampel + Pb(NO3)2 lar. d
- Lar. d + CH3COONH3 lar. e
Reaksi Identifikasi Anion Garam 1:

- SO42-(aq) + H2SO4(encer)
(ion sulfat) (asam sulfat)

- SO42ˉ(aq) + 2KMnO4(aq) K2SO4(aq) + 2MnO4ˉ(aq)


(ion sulfat) (kalium permanganat) (kalium sulfat) (ion permanganat)

Reaksi Penegasan Anion Garam 1:

- CuSO4(s) + Pb(NO3)2 (l) PbSO4 (s)  + Cu(NO3)2 (l)


(tembaga sulfat) (timbel nitrat) (timbel sulfat) (tembaga nitrat)

- PbSO4(l) + 2CH3COONH3(l) (NH3)2SO4(l) + (CH3COO)2Pb(l)


(timbel sulfat) (nitrat asetat) (dinitat sulfat) (timbel asetat)
88

Reaksi Identifikasi Anion Garam 2:

- SO42-(aq) + H2SO4(encer)
(ion sulfat) (asam sulfat)

- SO42ˉ(aq) + 2KMnO4(aq) K2SO4(aq) + 2MnO4ˉ(aq)


(ion sulfat) (kalium permanganat) (kalium sulfat) (ion permanganat)

Reaksi Penegasan Anion Garam 1:

- CuSO4(s) + Pb(NO3)2 (l) PbSO4 (l)  + Cu(NO3)2 (l)


(tembaga sulfat) (timbel nitrat) (timbel sulfat) (tembaga nitrat)

- PbSO4(l) + 2CH3COONH3(l) (NH3)2SO4(l) + (CH3COO)2Pb(l)


(timbel sulfat) (nitrat asetat) (dinitat sulfat) (timbel asetat)

7.4. Kesimpulan

- Dari percobaan, didapatkan jenis kation yang dianalisa, yaitu:


Garam 1: kation Cu2+, pada golongan II
Garam 2 : kation Fe2+, pada golongan III
- Dari percobaan, didsapatkan jenis anion yang dianalisa, yaitu:
Garam 1 dan 2 : anion SO42-
- Jadi garam 1 adalah CuSO4.
- Jadi garam 2 adalah FeSO4

Anda mungkin juga menyukai