Anda di halaman 1dari 103

PENUNTUN SKILL LABORATORIUM

MODUL
PEMENUHAN KEBUTUHAN FISIOLOGIS MANUSIA LANJUTAN

SEMESTER II

Tim Penyusun :

Ns. Iswenti Novera,S.Kep., M.Kep


dr. Rifkind Malik, M.Biomed
Ns. Anggra Trisna Ajani, S.Kep., M.Kep
Ns. Yance Komela Sari, S.Kep., M.Kep
Ns. Nopan Saputra, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2019/2020
PENGANTAR

Dalam usaha mencapai berbagai kompetensi dalam Kurikulum Berbasis


Kompetensi pada Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Anestesiologi Fakultas
Vokasi Universitas Baiturrahmah, maka dirasa perlu suatu modul dalam
bentuk praktek di Laboratorium. Peralatan yang digunakan relative sederhana
tetapi akan banyak digunakan nanti dalam praktek klinis dan penting dalam
bidang kesehatan pastinya.

Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis Manusia II merupakan keterampilan


klinis dasar yang penting bagi seorang penata karena merupakan materi dasar
bagi penata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Keterampilan
ini akan menentukan tindakan dan pertolongan awal yang akan dilakukan bagi
tenaga kesehatan dan sangat penting diketahui, dipahami dan dikuasai secara
mantap.

Keterampilan klinis ini akan memperkenalkan, mempraktekkan


pemeriksaan fisik, pengukuran tanda vital, pengendalian infeksi, pemberian
medikasi dan perawatan luka. Maka dirasa sangat diperlukan memberikan
pelatihan keterampilan dasar pada mahasiswa Prodi Sarjana Terapan
Keperawatan Anestesiologi Fakultas Vokasi Universitas Baiturrahmah yang
dilaksanakan pada Semester II.

Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi kemajuan Pendidikan Prodi


Sarjana Terapan Keperawatan Anestesiologi Fakultas Vokasi Universitas
Baiturrahmah serta dapat dipergunakan oleh para dosen, asisten laboratorium
atau analis dan para mahasiswa sebagai ped oman untuk pelaksanaan proses
pratikum di Laboratorium Skill keperawatan anestesiologi Unbrah.

Padang , Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Hal
COVER ............................................................................................................ i
....
KATA ii
PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR iii
ISI........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi mata 1
ajar.........................................................................................
B. Tujuan mata 1
ajar.............................................................................................
C. Kompetensi mata 1
ajar.....................................................................................
BAB II STRATEGI PENCAPAIAN 2
KOMPETENSI...................................
A. Pencapaian kompetensi 2
kognitif.....................................................................
B. Pencapaian kompetensi 2
afektif.......................................................................
C. Pencapaian kompetensi 3
psikomotor...............................................................
D. Petunjuk 3
praktikum .......................................................................................
E. Tugas 3
mahasiswa ...........................................................................................
F. Tugas 3
fasilitator..............................................................................................
G. Bahan 4
bacaan ................................................................................................
BAB III MATERI PEMBELAJARAN 5
PRAKTIKUM .................................
A. Pengkajian................................................................................................... 5
...
B. Pemeriksaan Tanda – Tanda 7
vital..................................................................
C. Pemeriksaan 15
fisik ..........................................................................................
D. Pemeriksaan 32
kardiovaskuler...........................................................................
E. Pemberian medikasi 41
(obat).............................................................................
a. Pemberian Obat Secara 42
Parenteral...........................................................
b. Pemberian Obat Secara 61
Oral....................................................................

iii
c. Pemberian Obat Secara 64
Inhalasi..............................................................
d. Pemberian Obat Secara 65
Sublingual..........................................................
e. Pemberian Obat Secara 66
Topikal...............................................................
f. Pemberian Obat Secara 71
Rektal................................................................
g. Pemberian Obat Secara 72
Topikal/lokal......................................................
F. Pengendalian 73
infeksi .....................................................................................
1. Pemakaian 73
APD........................................................................................
2. Determinasi 77
alat........................................................................................
3. Cara membuat 79
larutan.............................................................................
4. Sterilisasi .............................................................................................. 81
...
5. Hand 83
hygiene ...........................................................................................
G. Perawatan 90
luka ..............................................................................................
1. Perawatan luka 90
konvensional...................................................................
2. Perawatan luka 93
akut ................................................................................
3. Perawatan luka 95
kronik ............................................................................
4. Menjahit 98
luka ..........................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Mata Ajar


Mata kuliah ini membahas tentang prosedur keperawatan yang menjadi dasar
ilmiah dalam praktik keperawatan yang mencakup pengukuran tanda vital,
pengkajian keperawatan, pemeriksaan fisik, pengendalian infeksi, prosedur
pemberian medikasi dan perawatan luka. Pemahaman mata kuliah Pemenuhan
Kebutuhan Fisiologis Manusia II ini sebagai acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan anestesiologi secara komprehensif berdasarkan kiat dan ilmu
keperawatan anestesiologi.

B. Tujuan Mata Ajar


Setelah mengikuti pembelajaran mata ajar praktikum ini mahasiswa
diharapkan mampu melakukan tindakan dan perawatan yang berhubungan
dengan kasus yang ditemukan di lapangan.

C. Kompetensi Mata Ajar


Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran pada mata kuliah Pemenuhan
Kebutuhan Fisiologis Manusia II, maka mahasiswa hendaknya dapat:
a. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan prosedur pengkajian
keperawatan anastesi secara komprehensif yang mencakup pengukuran
tanda vital, pengkajian keperawatan dan pemeriksaan fisik.
b. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik khusus
kardiovaskuler
c. Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien yang akan melakukan
pemeriksaan penunjang
d. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip dan prosedur pengendalian
infeksi dan patient safety
e. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan prosedur pemberian medikasi
oral, parenteral, topical dan suppository dengan menerapkan prinsip
benar
f. Mahasiswa mampu memahami perawatan luka sederhana pada pasien
simulasi

1
BAB II
STRATEGI PENCAPAIAN KOMPETENSI

A. Pencapaian Kompetensi Kognitif


Mahasiswa diwajibkan untuk melakukan pembelajaran mandiri (Self Directed
Learning) untuk mencapai kompetensi kognitif yang diharapkan. Kompetensi kognitif
yang diharapkan dalam pembelajaran praktikum Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis
Manusia II (PKDM):
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pelaksanaan dari setiap prosedur yang
dilakukan.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan pelaksanaan dari setiap prosedur yang
dilakukan (persiapan, pelaksanaan, evaluasi) secara sistematis.

B. Pencapaian Kompetensi Afektif


1. Penilaian pada aspek afektif akan dilakukan oleh fasilitator secara terintegrasi
pada setiap kegiatan pencapaian kompetensi kognitif maupun pencapaian
psikomotor.
2. Matrik atribut sofskill yang digunakan pada pencapaian kompetensi afektif sebagai berikut:
No Atribut Defenisi Indikator Skor
soft skiil 1 2 3 4
1 Disiplin Ketepatan Kehadiran Tidak Datang Datang Datang
waktu Dilaborato hadir terlambat terlambat tepat
dalam rium/kelas dikelas >15 5-15 menit waktu
mengikuti
menit
kegiatan
praktikum
2 Percaya Keberanian dan Berani Tidak Berani Berani Berani
diri kepercayaan tampil berani tampil tampil tampil
peserta didik tampil mencoba mencoba/mela mencob
dalam
mencoba /melakukan ku kan a/melakukan
melakukan
keterampilan melakukan kegiatan kegiatan kegiatan
kegiatan praktikum praktikum praktikum
praktikum dengan dengan
canggung/ sedikit
grogi canggung
/grogi
3 Partisip Keikutsert Penyampa Tidak Jarang Sering Selalu
asi aktif aan secara ian pernah
aktif dalam pendapat
setiap baik lisan
kegiatan maupun
praktikum tulis
melalui
bertanya,
memberik
an
jawaban

C. Pencapaian Kompetensi Psikomotor


Pencapaian kompetensi tindakan psikomotor yang diharapkan adalah mahasiswa
mampu :
1. Melakukan pemeriksaan fisik pada klien secara head to toe, pemeriksaan tanda
vital, pemeriksaan Kardiovaskuler.
2. Melakukan pemberian medikasi, pengendalian infeksi, perawatan luka.

D. Petunjuk Praktikum
Pelaksanaan praktikum dilakukan dengan metode Practice Rehearsal Pears (praktek
berpasangan) dimana tahapan pelaksanaannya sebagai berikut :
1. Fasilitator menentukan topic pembelajaran praktikum yang akan dilakukan.
2. Fasilitator menentukan pasangan dari masing-masing kelompok
3. Setelah fasilitator membentuk pasangan-pasangan, fasilitator meminta kepada
demonstrator untuk mendemostrasikan cara mengerjakan keterampilan yang
telah ditentukan.
4. Fasilitator meminta kepada kedua pasangan untuk bertukar peran yaitu
demonstrator kedua diberi keterampilan yang berbeda.
5. Fasilitator meminta kepada mahasiswa untuk melakukan keterampilan atau
prosedur tersebut dilakukan sampai selesai dan dapat dikuasai oleh mahasiswa.
6. Setiap mahasiswa wajib mengikuti praktikum (100% kehadiran) sesuai dengan
jadwal yang telah disepakati oleh fasilitator.
7. Setiap mahasiswa wajib mengikuti tata tertib praktikum.

E. Tugas Mahasiswa
1. Mahasiswa wajib mempelajari materi praktikum sebelum pelaksanaan praktikum
dilaksanakan bersama dengan pasangannya yang telah ditunjuk oleh fasilitator
sesuai dengan modul praktikum yang telah diberikan
2. Mahasiswa dalam kelompok wajib melakukan praktek secara berpasangan dan
dapat menghubungi fasilitator jika diperlukan dalam penguatan pelaksanaan
prosedur yang dilakukan
3. Mahasiswa diharapkan aktif dalam berlatih untuk melakukan keterampilan yang
telah ditetapkan bersama kelompok pasangannya.

F. Tugas Fasilitator
1. Menjelaskan keterampilan yang akan dilatih kepada mahasiswa pada awa
pertemuan
2. Memfasilitasi dan mendampingi mahasiswa dalam kelompok yang ditunjuk setiap
kali melakukan keterampilan yang ditetapkan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan oleh kelompok dan fasilitator (masing-masing kelompok maksimal 5
kali pertemuan sekaligus evaluasi).
3. Membagi pasangan mahasiswa dalam kelompok untuk berperan sebagai
mahasiswa dan demonstrator dari setiap keterampilan yang diajarkan
4. Melakukan evaluasi dari masing-masing pasangan mahasiswa terkait dengan
pencapaian keterampilan yang diharapkan.
G. Bahan Bacaan
3
1. Daniels. 2010. Nursing Fundamental: Caring & Clinical Decision Making. New
York: Delmarcengagel Learning
2. Derrickson B. 2013. Essentials Of Anatomy Physiology. Singapure. John Willey
& S Ons, Inc
3. Halla. 2010. Basic Nursing Seventh Edition. Missouri: Mosby Elsevier
4. Kozier, Barbara. 2008. Fundamentals Of Nursing: Concepts, Processand Practice.
New Jersey. Pearson Education
5. Kozier, B., Erb, G., Berwan, A. J., & Burke, K. 2008. Fundamentals Of Nursing:
Concepts, Processand Practice. New Jersey: Prentice Hallhealth.
6. Lynn, P. 2011. Taylor’s Handbook Of Clinical Nursing Skills.3rd. Wolter Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins. Philadhelphia
7. Potter, P.A. & Perry, A, G. 2009. Fundamentals Of Nursing 7rd Edition.
Singapure: Elsevierpte. Ltd
8. Perry.A.N. 2010. Basic Nursing Seventh Edition. Missour. Mosby Elsevier
9. Perry. A.G. 2010. Clinical Nursing Skills And Techniques. Missouri. Mosby
elsevier
10. Potter, patricia annetal. 2011. Basic nursing skills and techniques. Missiouri.
Mosby elsever
11. PotterPA . 2010. Clinical nursing skills and techniques. Missouri. Mosby elsevier
12. Potter and perry. 2013. Fundamentals of nursing. Canada: mosby
13. Mosby’s nursing video skills DVD package: basic, intermediate and advanced . 4
th edition.
14. Mosby Stockert P.A. 2010. Basic nursing seventh edition. Missouri. Mosby
elsevier.

4
BAB III
MATERI PEMBEAJARAN PRAKTIKUM

A. Pengkajian
1. Anamnese
Keluhan Utama, merupakan keluhan yang dirasakan pasien, sehingga
menjadi alasan pasien dibawa ke Rumah Sakit. Riwayat Penyakit
Sekarang, kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal
hingga di bawa ke RS secara lengkap meliputi ;
1. P = Provoking atau Paliatif : Apa penyebab gejala ? Apa yang dapat
mengurangi dan memperberat penyakitnya ? Apa yang dilakukan pada
saat gejala mulai dirasakan ? Keluhan psikologis yang dirasakan !
2. Q = Quality and Quantity : Seberapa tingkat keparahan yang dirasakan
pasien
3. R = Regio or Radiation : Pada area mana gejala dirasakan?, Sejauh
mana penyebarannya?
4. S = severity : Tingkat/skala keparahan, hal-hal yang memperberat atau
mengurangi keluhan.
5. T= Time : Kapan gejala mulai muncul? Seberapa sering dirasakan?
Apakah timbul tiba-tiba atau bertahap? Berulang? dan lama dirasakan?

Riwayat Penyakit Yang Lalu : Penyakit yang pernah dialami, baik yang
ada hubungannya dengan penyakit sekarang atau tidak, riwayat operasi,
dan termasuk riwayat alergi (obat/makanan).

Riwayat Kesehatan Keluarga


Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama? Penyebab
kematian bila ada anggota keluarga yang meninggal? Apakah ada jenis
penyakit herediter dalam keluarga?

Riwayat Pola hidup


a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi → Jenis, jumlah, dan waktu
makan. Kesulitan menelan, mengunyah, mual, anoreksia?
b. Pola Eliminasi → BAK dan BAB jumlah, warna, bau, konsistensi
c. Pola istirahat tidur → Waktu mulai tidur, bangun, sulit tidur, yang
mempermudah tidur, gangguan tidur, pemakaian jenis obat tidur.
d. Pola kebersihan diri / Personal Hygiene → Kebersihan diri mulai
rambut hingga kaki, kebersihan gigi, rambut, kuku dan kulit?
e. Aktivitas fisik : Olah raga yang dilakukan, hobby dsb?

5
a. Status Emosi → Bagaimana ekspresi hati, tingkah laku yang
menonjol, suasana yang membahagiakan, stressing yang membuat
perasaan tidak nyaman.
b. Gaya Komunikasi → Apakah tampak hati-hati dalam berbicara,
komunikasinya spontan atau lambat, menolak untuk diajak
komunikasi, komunikasi jelas, apakah pasien menggunakan
bahasa isyarat.
c. Pola Interaksi → Kepada siapa pasien berspon, Siapa orang yang
dekat dan dipercaya pasien, apakah pasien aktif atau pasif dalam
berinteraksi, Apakah tipe kepribadian pasien terbuka atau tertutup.
d. Pola Pertahanan → Bagaimana mekanisme kopping dalam
mengatasi masalahnya

Riwayat Sosial Ekonomi


a. Latar belakang social, budaya dan spiritual
b. Apakah aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, konflik sosial?
Teman dekat? Apakah ada masalah keuangan?

Riwayat
Psikolog
is

6
B. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
1. Nilai kesadaran
a. Kualitatif
1) Compos mentis : kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini,
respon pasien terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik.
Pasien juga dapat menjawab pertanyaan penanya dengan baik.
2) Apatis adalah kondisi di mana seseorang tidak peduli atau
merasa segan terhadap lingkungan sekitarnya.
3) Delirium adalah kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang
disertai dengan kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien
mengalami gangguan siklus tidur, merasa gelisah, mengalami
disorientasi, merasa kacau, hingga meronta-ronta.
4) Somnolen adalah kondisi mengantuk yang cukup dalam namun
masih bisa dibangunkan dengan menggunakan rangsangan.
Ketika rangsangan tersebut berhenti, maka pasien akan
langsung tertidur kembali.
5) Sopor adalah kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya
dapat dibangunkan melalui rangsangan yang kuat seperti
rangsangan nyeri. Meskipun begitu pasien tidak dapat bangun
dengan sempurna dan tidak mampu memberikan respons verbal
dengan baik.
6) Semi-koma atau koma ringan adalah kondisi penurunan
kesadaran di mana pasien tidak dapat memberikan respons pada
rangsangan verbal dan bahkan tidak dapat dibangunkan sama
sekali. Tetapi jika diperiksa melalui mata maka masih akan
terlihat refleks kornea dan pupil yang baik. Pada kondisi ini
respons terhadap rangsangan nyeri tidak cukup terlihat atau
hanya sedikit.
7) Koma adalah kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat
dalam. Dalam kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan
spontan dan tidak muncul juga respons terhadap rangsangan
nyeri.
b. Kuantitatif
1) Mata

4 Untuk mata terbuka dengan spontan


3 Untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau
diperintahkan membuka mata.
2 Untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri
1 Untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan rangsangan

2) Respons verbal
5 Untuk mampu berbicara normal dan sadar terhadap
lingkungan sekitarnya
4 Untuk cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang, serta
mengalami disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya
3 Untuk mampu berbicara tapi tidak dapat berkomunikasi
2 Untuk bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya
mengerang saja
1 Untuk tidak bersuara sama sekali.
3) Gerakan tubuh

6 Untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan


5 Untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika
diberikan rangsangan nyeri
4 Untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi
stimulus ketika diberi rangsangan nyeri.
3 Untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal
flexion) ketika diberikan rangsangan nyeri
2 Untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal
extension) ketika diberikan rasa nyeri
1 Untuk tidak ada respons sama sekali.

2. Mengukur Tekanan Darah (Tensimeter)


a. Pengertian
Tekanan darah diukur dengan menggunakan sphygmomanometer air
raksa, digital atau aneuroid dengan menggunakan satuan milimeter
air raksa (mmHg). Ukuran manset berpengaruh terhadap besarnya
nilai tekanan darah. Panjang manset sebaiknya melingkari + 80 %
lengan atas yang akan dipasang maset tersebut, sedangkan lebar
manset + 40 % panjang lengan atas. Ukuran manset yang kecil
menyebabkan nilai tekanan darah meningkat dari yang seharusnya
begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu sebaiknya disediakan manset
dengan ukuran normal dan anak-anak (pediatri).

b. Pembagian tekanan darah


Ada 2 hal yang dicatat pada saat melakukan pengukuran tekanan
darah, yaitu Tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.
Biasanya pengukuran dilakukan di lengan kanan atas kecuali bila ada
cedera. Pengukuran tekanan darah bisa juga dilakukan di ekstremitas
bawah. Tekanan ini disebut tekanan darah segmental.
c. Tujuan
Tujuannya adalah untuk mengetahuin adanya oklusi/sumbatan arteri
pada ekstremitas bawah (ankle brachial pressure index)

d. Klasifikasi Tekanan Darah


Menurut JNV VII 2003 tekanan darah dapat dibagi menjadi beberapa
yaitu:
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC
VII 2003
Klasifikasi Sistolik Diastolik (mmHg)
(mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi Stage 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Stage 2 > 160 > 100

e. Langkah kerja
1) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan pada penderita
2) Siapkan tensimeter dan stetoskop
3) Penderita dalam posisi keadaan duduk atau berbaring
4) Lengan dalam keadaan bebas dan relaks, bebaskan dari tekanan
karena pakaian
5) Pasang manset sedemikian rupa sehingga melingkari lengan atas
secara rapi dan tidak terlalu ketat, kira-kira 2.5-5 cm di atas siku
6) Tempatkan lengan penderita sedemikian rupa sehingga siku
dalam posisi sedikit fleksi dan lengan bawahsupinasi
7) Cari Arteri Brakhialis yang biasanya terletak di sebelah medial
tendon m.Biceps
8) Dengan tiga jari (II,III,IV) rabalah Arteri Brakhialis dan pompa
manset dengan cepat sampai kira-kira 30 mmHg di atas tekanan
ketika pulsasi Arteri Brachialismenghilang
9) Turunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai denyutan a.
Brakhialis teraba kembali. Tekanan ini disebut tekana
sistolikpalpatoir
10) Sekarang ambilah stetoskop, pasangkan diafragma stetoskop
pada a. Brakhialis.
11) Pompa manset kembali sampai + 30 mmHg diatas tekanan
sistolik paalpatoir, kemudian secara perlahan-lahan turunkan
tekanan manset dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik. Perhatikan
saat dimana denyutan a. Brakhialis terdengar pertama kali. Inilah
tekanan Sistolik. Kemudian lanjutkan penurunan tekanan manset
sampai suara denyutan melemah dan kemudian menghilang.
Tekanan pada saat menghilang adalah tekanan Diastolik. Bunyi
denyutan yang terdengar oleh stetoskop disebut suara Korotkoff
12) Catat hasil tersebut di rekam medik (medical record)
13) Apabila menggunakan tensimeter air raksa usahakan agar posisi
manometer selalu vertikal setinggi jantung dan ketika membaca
nilai manometer, mata harus berada segaris horizontal dengan air
raksa
14) Pengulangan pengukuran dilakukan setelah menunggu beberapa
menit dari pengukuran pertama.

Gambar 4. Pemeriksaan tekanan darah

3. Menghitung denyut nadi (/menit)


a. Pengertian
Suatu akibat kontraksi ventrikel dan aliran darah yang menimbulkan
gelombang tekanan, bergerak cepat pada arteri yang dirasakan. Dengan
menghitung frekuensi denyut nadi dapat diketahui frekuensi denyut
jantung dalam satu menit.
b. Lokasi nadi
Denyut nadi dapat diraba pada arteri besar iatu seperti
1). Arteri radialis
2). Arteri brakhialis
3). Arteri femoralis
4). Arteri karotis.

Gambar 1 Lokasi arteri perifer


Besarnya denyut jantung bervariasi tergantung dari usia. Seorang bayi
baru lahir memiliki denyut nadi sekitar 130-150 x /menit, balita 100-
120 x/menit, anak-anak 90-110 x/menit, dewasa 60-100 x menit. Irama
teratur/regular dengan kualitas denyutan kuat angkat/terisipenuh

Bila frekuensi nadi < 60 x/menit dinamakan bradikardi. Sedangkan


bila > 100 x/menit dinamakan takikardi. Irama jantung yang normal
(teratur) dinamakan irama sinus normal. Irama jantung yang bukan
irama sinus normal dinamakan aritmia. Pada keadaan tertentu denyut
jantung tidak sampai ke arteri, hal ini disebut defisit nadi (pulsus
deficit).

c. Cara Pemeriksaan Nadi


1). Pemeriksaan Nadi Radialis:
a) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan padapenderita
b) Penderita dalam posisi duduk atau berbaring, lengan dalam
posisi bebas (relaks). Perhiasan dan jam tangan dilepas.
c) Posisi tangan penderita supinasi ataupronasi.
d) Periksa denyut nadi pergelangan tangan dengan
menggunakan tiga jari yaitu, jari telunjuk, jari tengah dan jari
manis pemeriksa pada sisi fleksor bagian radial
tanganpenderita
e) Hitung berapa denyutan dalam satu menit. Perhatikan pula
irama dan kualitas denyutannya. Bandingkan tangan kanan
dengan tangankiri
f) Frekuensi nadi dapat dihitung dengan cara menghitung
banyaknya denyutan dalam 30 detik kemudian dikalikan 2
atau banyaknya denyutan dalam 15 detik kemudian dikalikan
4. Bila irama nadi tidak teratur (aritmia) lakukan
penghitungan selama satumenit
g) Catat hasil tersebut di rekam medik (medical record)

Gambar. Pemeriksaan nadi radialis dan nadi bracialis


2). Pemeriksaan Nadi Brakhialis :
a) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan padapenderita
b) Penderitadalamposisidudukatauberbaringposisilenganbawahsu
pinasi. Lengan sedikit ditekuk pada sendi siku
c) Raba nadi brakhialis pada sendi siku medial tendon biceps
dengan menggunakan tiga jari yaitu, jari telunjuk, jari tengah
dan jari manis pemeriksa
d) Hitung berapa denyutan dalam satu menit. Perhatikan pula
irama dan kualitas denyutannya. Bandingkan tangan kanan
dengan tangankiri
e) Catat hasil tersebut di rekam medik (medical record)

Gambar 3. Pemeriksaan nadi karotis

3). Pemeriksaan Nadi Karotis:


a) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan padapenderita
b) Penderita dalam posisi berbaring atau duduk sedikittengadah
c) Letakkan tiga jari yaitu, jari telunjuk, jari tengah dan jari manis
pemeriksa pada leher bagian tengah penderita setinggi
kartilago tiroid kemudian tarik kedua jari ke lateral sampai ke
tepi medial m. Sternocleiodomastoideus. Raba denyutan nadi
carotis di daerahtersebut
d) Hitung berapa denyutan dalam satu menit. Perhatikan pula
irama dan kualitas denyutannya. Bandingkan tangan kanan
dengan tangankiri
e) Catat hasil tersebut di rekam medik (medical record)
f) Tidak adanya denyutan nadi carotis disertai kesadaran yang
menurun maka harus dicurigai adanya hentijantung

4. Menghitung frekuensi pernafasan (/menit)


a. Pengertian
Bernafas merupakan pergerakan involunter (tidak disadari) dan
volunter (disadari) yang diatur oleh pusat nafas di batang otak dan
dilakukan dengan bantuan otot-otot pernafasan.

Pada waktu inspirasi, diafragma dan otot-otot interkostalis


berkontraksi, memperluas rongga thoraks dan memekarkan paru-paru.
Dinding dada akan bergerak ke atas, ke depan, dan ke lateral,
sedangkan diafragma bergerak ke bawah. Setelah inspirasi berhenti
paru-paru akan mengkerut, diafragma akan naik secara pasif dan
dinding dada akan kembali ke posisi semula.

b. Nilai normal
Nilai normal frekuensi nafas pada anak-anak bervariasi tergantung dari
usia anak tersebut sedangkan pada orang dewasa mempunyai nilai
yang tetap. Nilai normal frekuensi nafas orang dewasa adalah 12-20
x/menit. Perhatikan pula adanya penggunaan otot nafas tambahan dan
adanya pergerakan dinding dada yang asimetris.

c. Cara Pemeriksaan Frekuensi Nafas:


1) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan padapenderita
2) Penderita dalam posisi duduk diminta melepaspakaian/baju
3) Perhatikan gerak nafas penderita, inspirasi dan ekspirasi, gerak
dada dan perut, simetris apa tidak, apa digunakan otot
nafastambahan
4) Letakkan telapak tangan pemeriksa pada dada penderita dan
rasakan gerakan nafasnya. Tindakan ini jangan sampai
mengganggu psikis penderita sehingga penderita cenderung
menahan nafas dan mengubah frekuensinafas
5) Hitung frekuensi permenit
6) Catat hasil tersebut di rekam medik (medical record)
7) Frekuensi nafas dapat dihitung dengan cara menghitung banyaknya
nafas dalam 30 detik kemudian dikalikan 2. Jangan menghitung
banyaknya nafas dalam 15 detik kemudian dikalikan 4 karena hasil
yang didapat akan under estimate.

5. Mengukur suhu tubuh (axilla)


a. Lokasi
Pengukuran suhu dapat dilakukan pada mulut, ketiak (aksila) dan rektum
(anus).

b. Penilaian
Suhu normal 36 °C – 37,5°C, demam (febris) bila suhu tubuh > 38 -38.5
o
C. Hiperpireksia bila suhu tubuh > 41 oC dan hipotermia bila suhu rektal
< 35oC.

c. Cara Pemeriksaan Suhu Tubuh


1) Pemeriksaan pada mulut (oral)
a) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan pada penderita
b) Mengibaskan thermometer sampai permukaan air raksa
berada dibawah 35.5°C
c) Memasukkan termometer di bawah lidah penderita dan
penderita diminta untuk menutup mulut. Tunggu 3-5menit
d) Membaca nilai termometer kemudian pasangkan lagu
selama 1 menit dan baca lagi. Jika suhu masih naik ulangi
prosedur diatas sampai suhutetap
e) Mencatat hasil tersebut di rekam medik (medicalrecord)

2) Pemeriksaan pada ketiak (aksila):


a) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan padapenderita
b) Mengibaskantermometersampaipermukaanairraksaberadadib
awah35.5OC
c) Meminta pasien membuka pakaian/baju yang digunakan agar
termometer dapat dipasang di fosaaksilaris
d) Menempatkan termometer pada fosa aksilaris dengan sendi
bahu adduksi maksimal. Tunggu 3-5menit
e) Membaca nilaitermometer
f) Mencatat hasil tersebut di rekam medik (medicalrecord)

Gambar. Pemeriksaan suhu rektal

3) Pemeriksaan pada rektum:


a) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan padapenderita
b) Mengibaskan termometer sampai permukaan air raksa berada
dibawah 35.5°C
c) Pilih termometer dengan ujung bulat, beli pelumas/jelly dan
masukkan ke dalam anus sedalam 3-4 cm dengan arah
menuju keumbilikus
d) Menunggu 3 menit kemudian lakukanpembacaan
e) Mencatat hasil tersebut di rekam medik (medicalrecord)
f) Pemeriksaan ini dilakukan terhadap bayi, penderita di kamar
operasi dan ruang perawatanintensif

C. Keadaan Umum
Menilai keadaan sakit dari hasil inspeksi umum, misalkan pasien terbaring lemah
di tempat tidur dengan terpasang infuse D5%, pernafasan dyspnoe, dapat makan
sendiri, dan tidak dapat ke kamar mandi.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Alat dan bahan
a. Meja dorong atau baki
b. Alat-alat sesuai kebutuhan pemeriksaan
 Tensimeter  Termometer
 Stetoskop  Jam tangan
 Pencahayaan cukup  Lampu senter
 Garpu tala  Meteran
 Snellen card  Spekulum hidung
 Bengkok  Spatel lidah
 Reflek hammer  Pinset anatomi
 Timbangan  Sarung tangan
 Alat dan buku catatan perawat  Apron

2. Langkah – Langkah Pemeriksaan Fisik Umum


Sebelum memulai ucapkan salam dan perkenalkan diri anda, jabat tangan
kalau mungkin kemudian dilanjutkan dengan
a. Lakukan wawancara-sambung rasa, dapatkan data biografi pasien
b. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan
c. Jelaskan maksud tujuan pemeriksaan fisik
d. Mulai lah dengan mengikuti langkah berikut

3. Pemeriksaan Integument, Rambut Dan Kuku


a. Integument
1) Inspeksi
 Adakah lesi, warna, jaringan parut, vaskularisasi
 Warna Kulit :
 Coklat, deposit melanin
 Biru, Hipoxia jaringan perifer
 Merah, peningkatan oxihaemoglobin
 Pucat, Anoxia jaringan kulit
 Kuning, peningkatan bilirubin indirek dalam darah

2) Palpasi :
 Suhu kulit-dingin/hangat
 Tekstur halus/ kasar, torgor/ kelenturan keriput /tegang,
oedema derajat berapa?
 Identifikasi lesi pada kulit
 Tipe Primer
 Makula : Perubahan warna kulit, batas jelas.
 Papula : Menonjol, batas jelas, elevasi kulit padat
 Nodule : Tonjolan padat berbatas jelas, lebih
dalam dan lebih jelas dari pada papula ukuran
1-2 Cm
 Tumor lebih dari 2 Cm
 Vesikula : Penonjolan pada kulit, bentuk
bundar, berisi cairan serosa, diameter kurang
dari 1 Cm - Bulla diameter lebih dari 1 Cm
 Tipe Sekunder
 Pustula : Vesical / Bulla yang berisi nanah
 Ulkus : Luka terbuka yang diakibatkan oleh
vesikula/bulla yang pecah
 Crusta : Cairan tubuh yang mongering
( serum, darah / nanah )
 Exsoriasi : Pengelupasan epidermis
 Scar : Pecahnya jaringan kulit sehingga
terbentuk celah retakan
 Lichenifikasi : Penebalan kulit karena garukan
atau tertekan terus
 Kelainan- kelainan pada kulit :
 Naevus Pigmentosus : Hiperpigmentasi pada
kulit dengan batas jelas ( tahi lalat )
 Hiperpigmentasi : Daerah kulit yang warnanya
lebih gelap dari yang lain ( Cloasma
Gravidarum )
 Vitiligo / Hipopigmentasi : Daerah kulit yang
kurang berpigment
 Tatto : Hiperpigmentasi buatan
 Haemangioma : Bercak kemerahan pad pembuluh
darah, dapat merupakan tumor jinak atau tahi lalat
 Angioma : Pembengkakan yang terbentuk oleh
proliferasi yang berlebihan dari pembuluh darah
 Spider Naevi : Pelebaran pembuluh darah arteriola
dengan bentuk aliran yang khas
 Strie : Garis putih pada kulit yang terjadi akibat
pelebaran kulit, dapat ditemui pada ibu hamil

b. Pemeriksaan Rambut
1) Inspeksi dan Palpasi :
 Penyebaran, bau, rontok ,warna.
 Distribusi, merata atau tidak, adakah alopesia, daerah
penyebaran
Quality, Hirsutisme ( pertumbuhan rambut melebihi normal)
pada sindrom chasing, polycistik ovari’i, dan akromrgali,
penurunan jumlah dan pertumbuhan rambut seperti pada
penderita hipotiroitisme ( alopesia ). Warna, putih sebelum
waktunya terjadi pada penderita anemia perniciosa, merah
dan mudah rontok pada malnutrisi.

c. Pemeriksaan Kuku
1) Inspeksi dan palpasi
 Warna, bentuk, kebersihan
2) Bagian –bagian kuku :
 Matrik/ akar kuku : tempat lempeng kuku tumbuh
 Lempeng kuku
 Dasar kuku : berdekatan dengan lempeng kuku
 Jaringan peringeal : terdiri dari ephonicium, perionycium

4. Pemeriksaan Kepala, Wajah Dan Leher


a. Pemeriksaan Kepala
1) Inspeksi : bentuk kepala (dolicephalus/ lonjong, Brakhiocephalus/
bulat), kesimetrisan, dan pergerakan. Adakah hirochepalus/
pembesaran kepala.
2) Palpasi : Nyeri tekan, fontanella cekung / tidak ( pada bayi ).
b. Pemeriksaan Mata
1) Inspeksi
a) Posisi bola mata simetris
b) Adakah ekssoftalmus (mata menonjol), atau Enofthalmus
( mata tenggelam )
c) Kelopak mata / palpebra : adakah oedem, ptosis, peradangan,
luka, atau benjolan
d) Bulu mata : rontok atau tidak
e) Konjunctiva dan sclera, adakah perubahan warna,
kemerahan ,kuning atau pucat.
f) Refleks cahaya serta reaksi pupil, miosis /mengecil, midriasis/
melebar, pin point /kecil sekali, normalnya isokor / pupil
sama besar.
g) Kornea, warna merah biasanya karena peradangan, warna
putih atau abu-abu di tepi kornea ( arcus senilis ), warna biru,
hijau pengaruh ras. Amati kedudukan kornea,
2) Nigtasmus : gerakan ritmis bola mata
3) Strabismus konvergent : kornea lebih dekat ke sudut mata medial
4) Strabismus devergent : mengeluh melihat doble, karena kelumpuhan otot
mata.

c. Pemeriksaan tekanan bola mata


Palpasi bola mata untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau konsistensi
bola mata.
d. Pemeriksaan Telinga
1) Inspeksi dan palpasi
 Amati bagian teliga luar: bentuk, ukuran, warna, lesi, nyeri tekan,
adakah peradangan, penumpukan serumen.
 Dengan otoskop nilai membran timpani amati, warna, bentuk,
transparansi, perdarahan, dan perforasi.
2) Tes garputala
 Uji weber → membandingkan hantaran udara pada telinga kanan
dan kiri
e. Pemeriksaan Hidung
1) Inspeksi dan palpasi
 Amati bentuk tulang hidung dan deviasi septum nasi?
 Amati meatus, perdarahan, kotoran, pembengkakan, mukosa
hidung, pembesaran ( polip )
f. Pemeriksaan Mulut dan Faring
1) Inspeksi dan Palpasi
 Amati bibir, bayi : apakah ada kelainan kongenital (labiochisis,
palatochisis, atau labiopalatochisis), warna bibir pucat, atau
merah ,adakah lesi dan massa.
 Amati gigi, gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran,
kelengkapan gigi, gigi palsu, warna lidah, perdarahan dan abse
tonsil.
 Amati orofaring atau rongga mulut, bau mulut, uvula simetris
atau tidak
 Adakah pembesaran tonsil, T : 0, Sudah dioperasi, T : 1,
Ukuran normal, T : 2, Pembesaran tonsil tidak sampai garis
tengah, T : 3, Pembesaran sampai garis tengah, T : 4 ,
Pembesaran melewati garis tengah
 Apakah ada perubahan suara dan benda asing
g. Pemeriksaan Wajah
 Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah, Warna dan kondisi wajah
struktur wajah, sembab atau tidak, simetris kanan dan kiri.
h. Pemeriksaan Leher
 Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
 Bentuk leher simetris atau tidak, adakah peradangan ,jaringan
parut, perubahan warna, dan massa
 Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak

5. Pemeriksaan Payudara Dan Ketiak


a. Inspeksi
 Ukuran payudara, bentuk, dan kesimetrisan, dan adakah
pembengkakan. Normalnya melingkar dan simetris dengan ukuran
kecil, sedang atau besar.
 Kulit payudara, warna, lesi, vaskularisasi,oedema.
 Areola : Adakah perubahan warna, pada wanita hamil lebih gelap.
 Putting : Adakah cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan
 Adakah pembesaran pada kelenjar limfe axillar dan clavikula
b. Palpasi
 Adakah secret dari puting payudara, adakah nyeri tekan, dan
kekenyalan.
 Adakah benjolan massa atau tidak

6. Pemeriksaan Torak Dan Paru


Secara umum ada beberapa garis bayangan yang digunakan dalam
pemeriksaan torak yaitu :
a. Garis midsternalis : garis yang ditarik dari garis tengah sternal ke bawah
b. Garis midclavikula : garis yang ditarik dari pertegahan clavikula ke
bawah
c. Garis mid axillaries : Garis yang ditarik dari pertengahan axilla ke bawah
d. Garis mid spinalis : garris yang ditarik dari pertengahan spinal ke bawah
e. Garis mid scapula : Garis yang ditarik dari pertengahan scapula ke bawah
1) Inspeksi
a) Bentuk torak, kesimetrisan, keadaan kulit.
 Normal chest : diameter proximodistal lebih panjang
dari anterodistal
 Pigeon chest : diameter anteroposterior lebih panjang
dari proximodistal
 Funnel chest : diameter anteroposterior lebih pendek
dari proximodistal
 Barrel chest : diameter anteroposteriol sama denga
proximodistal
 Kyposis : tulang belakang bengkok ke depan
 Scoliosis : Tulang belakang bengkok ke sanping
 Lordosis : tulang belakang bengkok ke belakang
b) Amati pernafasan pasien : frekuensi (12 – 20 x/per-menit),
retraksi intercosta, retraksi suprasternal, pernafasan cuping
hidung.
Macam-macam pola pernafasan :
 Eupnea : Irama dan kecepatan pernafasan normal
 Takipneu : Peningkatan kecepatan pernafasan
 Bradipnea : Lambat tapi merupakan pernafasan normal
 Apnea : Tidak terdapatnya pernafasan
 Chene Stokes : Pernafasan secara bertahap lebih cepat
dan dalam, dan melambat diseligi pereode apnea
 Biot’s : Pernafasan cepat dan dalam dengan berhenti tiba-
tiba .
 Kusmaul : Pernafasan cepat dan dalam tanpa berhenti
 Amati ada / tidak cianosis, batuk produktif atau kering.
2) Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus ;membandingkan getaran
dinding torak antara kanan dan kiri dengan cara menepelkan
kedua telapak tangan pemeriksa pada punggung pasien dank lien
diminta mengucapkan kata tujuh puluh tujuh, telapak tangan
digeser ke bawah dan bandingkan getarannya, normalnya getaran
antara kanan da kiri teraba sama.
3) Perkusi
Menempelkan jari tengah pemeriksa pada intercosta pasien dan
mengetuk dengan jari tangan yang satunya, normalnya suara
dinding torak saat diperkusi adalah sonor. Hipersonor
menandakan adanya pemadatan jaringan paru atau prnimbunan
cairan dalam dinding torak (pnemotorak )
4) Auskultasi
1. Suara nafas
a. Vesikuler : terdengar di seluruh lapang paru dengan
intensitas suara rendah ,lembut dan bersih.
b. Bronchial : di atas manubrium sterni, suara tinggi, keras
dan bersih Bronkovesikuler : Intercosta 1 dan 2, dan
antara scapula, intensitas sedang dan bersih
c. Trakeal : di atas trakea pada leher, imtensitas sangat
tinggi , keras dan bersih.
2. Suara Ucapan
Anjurkan pasien mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-
ulang, dengan stetoskop dengarkan pada area torak, normalnya
intensitas suara kakan dan kiri sama
Kelainan yang dapat ditemukan :
a. Bronkophoni : Suara terdengar lebih keras di banding sisi
lain
b. Egophoni : Suara bergema ( sengau )
c. Pectoriloqy : Suara terdengar jauh dan tidak jelas
a) Suara tambahan
a. Rales : Suara yang terdengar akibat exudat lengket saat
inspirasi
 Rales halus , terdengar merintik halus pada akhir
inspirasi
 Rales kasar , terdengar merintik sepanjang inspirasi
 Rales tidak hilang dengan batuk
b. Ronchi : Akibat penumpukan exudat pada bronkus-
bronkus besar, terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi,
hilang bila pasien batuk
c. Wheezing : Terdengar “bersiul” saat inspirasi akibat
penyempitan bronkus
d. Pleural tricion rab : terdengar kasar seperti gosokan
amplas akibat peradangan pleura terdengar sepanjang
pernafasan lebih jelas pada antero lateral bawah dinding
torak

7. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi
Amati ictus cordis : denyutan dinding torak akibat pukulan ventrikel kiri
pada dinding torak, normalnya pada ICS V Mid clavikula kiriselebar 1 Cm,
sulit ditemukan pada pasien yang gemuk.
b. Palpasi
Adanya pulsasi pada dinding torak, normalnya pulsasi tidak ada :
ICS II ( area aorta pada sebelah kanan dan pulmonal pada sebelah kiri )
ICS V Mid Sternalis kiri ( area tricuspidalis atau ventrikel kanan )
ICS V Mid Clavikula kiri ( area Bicuspidalis )
c. Perkusi
Tujuan perkusi adalah untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara
kasar, batas-batas jantung normal adalah : Batas atas : ICS II Mid sternalis
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra
Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra
d. Auskultasi
 Dengarkan BJ I pada ICS IV linea sternalis kiri BJ I Tricuspidalis,
dan pada ICS V Mid Clavicula / Apeks BJ I bicuspidalis terdengar
LUB lebih keras akibat penutupan katub mitral da tricuspidalis.

 Dengarkan BJ II pada ICS II linea sternalis kanan BJ II Aorta, dan


ICS II atai III linea sternalis kiri BJ II aorta , terdengar DUB akibat
penutupankatup aorta dan pulmonal.
 Dengarkan adanya suara murmur, suara tambahan pada fase
sistolik, diastolic akibat dari getaran jantung atau pembuluh darah
karena arus turbulensi darah.

 Derajat Murmur :
1 : Hampir tidak terdengar
2 : Terdengar lemah
3 : Agak keras
4 : Keras
5 : Sangat keras
6 : Sampai stetoskop di angkat sedikit suara masih terdengar

8. PEMERIKSAAN ABDOMEN / PERUT


Khusus untuk pemeriksaan abdomen urutannya dalah inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi , karena palpasi dan perkusi dapat meningkatkan
peristakltik usus.
Abdomen terbagi dalam 4 Kuadran dan 9 Regio :
a. Inspeksi
1. Bentuk abdomen : Membusung, atau datar
2. Massa / Benjolan : pada derah apa dan bagaimana bentuknya
3. Kesimetrisan bentuk abdomen
Amati adanya bayangan pembuluh darah vena, kalau terlihat pada bagian
atas abdomen dan meengarah ke bagian yang lebih atas berarti ada
obstruksi vena porta hepatica, kalau tampak pada bagian bawah abdomen
menuju ke atas berarti ada obstruksi pada vena cava inferior, normalnya
bila terlihat pembuluh darah pada abdomen berasal dari bagian tengah
menuju ke atas atau ke bawah, dan tidak terlihat terlalu menonjol.

b. Auskultasi
Untuk mengetahui peristaltic usus atau bising usus. Catat frekuensinya
dalam satu menit, normalnya 5 – 35 kali per menit, bunyi peristaltic yang
panjang dan keras disebut Borborygmi biasanya terjadi pada pasien
gastroenteritis, dan bila sangat lambat (meteorismus) pada pasien ileus
paralitik.

c. Palpasi
Menanyakan pada pasien bagian mana yang mengalami nyeri.
1) Palpasi Hepar :
a) Atur posisi pasien telentang dan kaki ditekuk
b) Perawat berdiri di sebelah kanan pasien, dan meletakan tangan di
bawah arcus costai 12, pada saat isnpirasi lakukan palpasi dan
diskripsikan :
c) Ada atau tidak nyeri tekan, ada atau tidak pembesaran berapa jari
dari arcus costae, perabaan keras atau lunak, permukaan halus
atau berbenjol-benjol, tepi hepar tumpul atau tajam. Normalnya
hepar tidak teraba.

2) Palpasi Lien :
Posisi pasien tetap telentang, buatlah garis bayangan Schuffner ari
midclavikula kiri ke arcus costae- melalui umbilicus – berakhir
pada SIAS kemudian garis dari arcus costae ke SIAS di bagi
delapan. Dengan Bimanual lakukan palpasi dan diskrisikan nyeri
tekan terletak pada garis Scuffner ke berapa ? ( menunjukan
pembesaran lien )
3) Palpasi Appendik :
Posisi pasien tetap telentang, Buatlah garis bayangan untuk
menentukan titik Mc. Burney yaitu dengan cara menarik garis
bayangan dari umbilicus ke SIAS dan bagi menjadi 3 bagian. Tekan
pada sepertiga luar titik Mc Burney : Bila ada nyeri tekan ,nyeri
lepas dan nyeri menjalar kontralateral berarti ada peradangan pada
appendik.
4) Palpasi Ginjal :
 Dengan bimanual tangan kiri mengangkat ginjal ke anterior
pada area lumbal posterior, tangan kanan diletakan pada
bawah arcus costae, kemudian lakukan palpasi dan
diskripsikan adakah nyeri tekan, bentuk dan ukuran.
 Normalnya ginjal tidak teraba

d. Perkusi
 Perkusi dari bagian medila ke lateral dari umbilikus
 Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.

9. PEMERIKSAAN GENETALIA (ADA INDIKASI MEDIS)


a. Genetalia Pria
1) Inspeksi :
 Amati penyebaran dan kebersihan rambut pubis
 Kulit penis dan scrotum adakah lesi, pembengkakan atau benjolan
 Lubang uretra adakah penyumbatan, lubang uretra pada bagian
bawah (Hipospadia ) lubang uretra pada batang penis ( Epispadia )
2) Palpasi
 Penis : adakah nyeri tekan, benjolan, cairan yang keluar
 Scrotum dan testis : Adakah beniolan, nyeri tekan, ukuran penis,
testis normalnya teraba elastis, licin dan tidak ada benjolan.
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :
 Hidrocele : akumulasi cairan serosa diantara selaput visceral dan
parietal pada tunika vaginalis.
 Scrotal Hernia : Hernia dalam scrotum
 Spermatocele : Cysta epididimis, terbentuk karena, adanya
obstruksi pada tubulus/ saluran sperma.
 Epididmal Mass / Nodularyti : Disebabkan adanya neoplasma
benaign atau maligna, syphilis ,atau tuberculosis.
 Epididmitis : Inflamasi atau infeksi oleh Escherichia coli,
Gonorrhoe, atau Mycobacterium tuberculosis.
 Torsi pada saluran sperma : Axil rotasi atau vuvulus pada saluran
sperma diakibatkan infarktion pada testis.
 Tumor testiscular : tumor pada testis penyebabnya multiple
sifatnya biasanya tidak nyeri.

3) Inspeksi dan palpasi Hernia :


Amati daerah inguinal dan femoral, adakah pembengkakan. Sebelum
palpasi, Anjurkan pasien berdiri dengan sebalah kaki, dengan sisi yang
akan diperiksa agak ditekuk.Masukan jari telunjuk ke dalam kulit
scrotum dan dorong ke atas cincin inguina eksternal. Bila cincin
membesar suruh pasien mengejan atau batuk, dengan cara ini hernia
inguinalis akan teraba.

b. Genetalia wanita
1) Inspeksi :
 Pemeriksa berdiri disebalah kanan pasien
 Usap vulva dengan kapas yang telah dibasahi dengan larutan
antiseptik dari arah atas ke bawah (dari arah klitoris ke arah anus).
 Lakukan inspeksi genitalia eksterna dan perineum secara seksama
perhatikan setiap secret (nilai warna, kekentalan, bau), eritema,
ulserasi, massa atau prolaps.
 Buka kedua labium mayora dan perhatikan muara uretra dan
introitus vagina.

2) Palpasi
 Lakukan palpasi labia mayora untuk menemukan massa.
 Raba kelenjar bartholine dengan meraba dan menelusuri labium
mayora kiri dan kanan dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan.

10. Sesudah Prosedur


a. Minta pasien menggunakan kembali pakaiannnya
b. Lepasnya APD
c. Ucapkan terima kasih kepada pasien.
d. Rangkum semua hasil temuan Anda.
PEMERIKSAAN RESPIRASI-THORAKS DAN PARU

A. Sebelum dimulai
1.Perkanalkan diri.
2.Jelaskan pemeriksaan dan minta persetujuan untuk melakukannya.
3.Atur posisi pasien 45 derajat dan minta pasien membuka pakaian.
4.Pastikan pasien nyaman.

B. Pemeriksaan
1. Inspeksi
a. Menentukan Lokasi pada dinding dada
1) Garis Midsternal : garis vertical yang melalui pertengahan sternum.
2) Garis midklavikula : garis vertical yang melalui pertengahan
klavikula.
3) Garis aksilaris anterior : garis vertical yang melalui lipatan aksila
anterior.
4) Garis midaksilaris : garis vertical yang lelalui puncak aksilla.
5) Garis aksilaris posterior : garis aksilaris yang melalui lipatan
aksilaris posterior.
6) Garis skapularis : garis vertical yang melalui angulus inferior
scapula.
7) Garis vertebrae : garis aksilaris yang melalui procecus spinalis
vertebrae

Gambar : Dinding dada Anterior Gambar : Dinding dada Posterior


a) Inspeksi Umum
1) Dari ujung ranjang periksa, lakukan observasi untuk mengamati
keadaan umum pasien (usia, status kesehatan, status gizi dan
tanda-tanda yang nampak lainnya). Secara khusus, perhatikan
apakah pasien tampak sesak, sianotik, duduk untuk dapat
bernapas, bunyi napas terdengar, bunyi napas tambahan?
2) Perhatikan :
a) Pola Pernapasan
Penilaian pada pola pernapasan
 Frequensi (rate) dihitung dalam 1 menit
 Irama (rhythm), regular atau tidak teratur.
 Kedalaman (depth), apakah pasien bernapas secara
normal, dangkal, atau dalam
 Usaha bernapas (effort of beathing) ditandai dengan
pengunaan otot pernapasan tambahan waktu bernapas (M.
Sternokleidomastoideus, M. Skalenus, M. Trapezius) dan
dapat juga dilihat apakah ada retraksi pernapasan pada
daerah supraklavikula, suprasternal, intercosta, subcosta
dan lain-lain.

Beberapa Pola pernapasan :


1. Tachypnea 5. Ataksik (Biot)
2. Hyperpnea, hyperventilation 6. Obstructive Breathing
3. Bradypnea 7. Cheyne Stokes
4. Sighing Respiration

Tabel : Pola Pernapasan

b) Bentuk thorak

Kelainan bentuk dada Kelainan bentuk tulang


belakang
b. Barrel chest (dada tong) a. Kifosis
c. Funnel chest = pectrus b. Skoliosis
excavatum = dada cerebong c. Kifoskoliosis
d. Pigeon chest = pectus d. Gibbust
carinatum = dada burung =
chicken breast
Tabel : Bentuk Thoraks

Deformitas pada thoraks dapat juga terjadi/ acquired misalnya karena


kecelakaan trauma tumpul, trauma benda tajam dan lain-lain.
c) Pergerakkan dinding dada
1) Simetris atau asimetris
Dalam keadaan berbaring atau bernafas biasa. Pemeriksa
berdiri didaerah telapak kaki pasien lalu perhatikan pergerakan
arcus costarum untuk menilai simetris atau tidak. Pada pasien
yang gemuk, berperut besar dan tidak bisa berbaring dapat
dilihat pergerakkan tulang klavikulanya.
2) Posisi paksa atau terbatas
Karena adanya suatu kelainan penderita merasa tidak nyaman
dengan posisi normal, maka pasien akan menyesuaikan diri
dalam posisi paksa/ terbatas. Misalnya pada pasien radang
pleuritis akut maka pasien akan berbaring ke sisi yang sakit
untuk mengurangi sesak
d) Lain-lain: perhatikan apakah ada benjolan, sikatrik, bekas
operasi, spider nevi, posisi trakea.

b) Inspeksi dan Pemeriksaan Tangan


1) Mintalah pada pasien untuk menunjukan kedua belah ujung
jarinya dan lakukan pemeriksaan untuk menilai suhu serta
warnanya. Sianosis perifer ditandai dengan warna ujung tangan
biru
2) Cari “clubbing finger”

Gambar : Clubbing, ketika bagian dorsum jari dari tangan


satu dengan tangan yang lain ditempelkan, maka akan
berbentuk sebuah celah wajik pada dasar kuku (nailbeds),
pada clubbing celah ini menghilang dan membentuk sudut
distal.

3) Lakukan pemeriksaan untuk menilai denyut nadi A. Radialis dan


tentukan frequensi, irama serta karakternya. Apakah terdapat
denyut nadi yang meloncat-loncat akibat retensio karbondioxida.

4) Lakukan test untuk asteriksis yaitu ‘flapping tremor’ yang kasar


akibat retensio karbon dioksida, dengan meminta pasien untuk
merentangkan kedua lengannya sementara pergelangan tangan
berada dalam keadaan dorsofleksi dan telapak tangan menghadap
ke depan. Pertahankan selama ± 30 detik.

c) Inspeksi dan Pemeriksaan Kepala dan Leher


1. Inspeksi conjungtiva dan sclera untuk melihat apakah ada tanda-
tanda anemia.
2. Inspeksi mulut untuk menilai sianosis sentral.
3. Lakukan pemeriksaan untuk menilai tekanan vena jungularis
(JVP) dan bentuk denyut vena jungularis. Kenaikan JVP
menandakankan suatu gagal jantung kanan.
4. Lakukan pemeriksaan limfonodi untuk menilai semua limfonodi
cervical, supraklavikula, infraclavicular dan axilla.

2. Palpasi
a. Pemeriksaan Limfonodi.
Pembesaran kelenjar limfe pada daerah supraklavikula, submandibula dan
axilla menandakan suatu proses kelainan didaerah paru.
b. Trakea dan Mediastinum
Posisi mediastinum dapat ditentukan dengan pemeriksaan trakea dan apeks
jantung. Pergeseran mediastinum dapat menyebabkan deviasi trakea.
Lakukan juga palpasi pada apeks jantung.

Gambar : Palpasi trakea dan pergeseran mediastinum

c. Dinding dada
Lakukan palpasi didaerah dada anterior untuk mengetahui kelainan pada
dinding dada, misalnya tumor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi
akibat emfisema subkutis, trauma, dan lain-lain.

Gambar : Posisi tangan ketika palpasi dinding dada

d. Vocal fremitus
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan pada
dinding dada, kemudian pasien diminta untuk meyebutkan angka 77 dan
99, rasakan dengan teliti getaran yang ditimbulkan apakah sama kiri dan
kanan.

Gambar : Lokasi tempat pemeriksaan vocal fremitus

e. Expansi dada
Untuk menilai expansi dinding dada dilakukan pemeriksaan dengan
meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada masing-
masing tepi iga, sedangkan jari-jari lain menjulur sepanjang sisi lateral
lengkung iga. Pada saat pasien menarik napas maka kedua ibu jari akan
terangkat dengan simetris. Berkurangnya expansi dada akan menyebabkan
gerakan kedua ibu jari tidak simetris dan memberikan petunjuk adanya
kelainan pada daerah tersebut.

3. Perkusi
Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan pada dinding dada
dengan sedikit jari-jari mengembang. Jari tengah tangan kiri yang akan
diperkusi ditekan ke dinding dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan
diperkusi. Kemudian diketuk dengan menggunakan jari tengah tangan
kanan.

Gambar : Posisi tangan ketika melakukan perkusi dan lokasi untuk


melakukan perkusi dan auskultasi pada paru depan Beberapa tipe
bunyi yang ditemukan

Beberapa tipe bunyi yang ditemukan


a. Sonor (resonant): Terdapat pada paru yang normal
b. Hipersonor : Terdapat pada paru yang udaranya lebih banyak. seperti
pada emfisema paru, pneumothoraks, kavitas yang besar
c. Redup (dull) : Karena adanya bagian yang padat dan sedikit udara,
seperti pada infitrat paru, efusi pleura yang sedang
d. Pekak (flat/ stony dull) : Karena adanya jaringan yang padat yang tidak
mengandung udara, sepeti tumor paru, efusi pleura yang massif

4. Auskultasi
Auskultasi meliputi suara napas pokok, pemeriksaan suara napas tambahan
dan jika didapatkan kelainan dilakukan pemeriksaan untuk mendengarkan
suara ucapan atau bisikan.
Gambar : Lokasi auskultasi dada posterior

Suara napas pokok yang normal


a. Vesikuler: suara napas yang lembut dengan frekuensi rendah
b. Bronkovesikuler : Suara napas pokok dengan intersitas dan Frekuensi
sedang
c. Bronchial : Suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi
d. Trackeal : Suara napas yang keras dan kasar
e. Amforik : Suara napas yang bila didapatkan kavitas yang besar yang
letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus. Terdengar seperti
tiupan dalam botol kosong.

Suara napas tambahan


a. Ronki basah (crackles atau rales)
Terdengar saat inspirasi, akibat udara melewati cairan dalam
bronkus.
b. Ronki kering
Suaranya terjadi karena mengalir melalui suara napas yang
menyempit, misalnya akibat adanya secret yang kental.
c. Wheezing
Ronki kering yang frequensinya tinggi dan panjang yang terjadi
karena spasme/penyempitan bronkus.
d. Gesekan pleura (pleural friction rub)
karena pleura parietal dan visceral saling bergesekan satu sama lain
akibat radang. Terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekpirasi
e. Hipocrates succession
Suara cairan rongga dada yang terdengar ketika pasien digoyang-
goyangkan.
f. Pneumotoraks click
Bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi
jantung, terjadi bila adanya udara diantara kedia lapisan pleura yang
menyelimuti jantung.

Sesudah Pemeriksaan
1. Tutupi tubuh pasien dengan kain penutup tubuh dan pastikan pasien dalam
keadaan nyaman.
2.Ucapkan terima kasih kepada pasien.
3.Rangkum semua hasil temuan Anda dan sampaikan diagnosis banding.

E. PEMERIKSAAN KARDIOVASKULER
1. Sebelum dimulai
a. Memperkenalkan diri kepada pasien
b. Menjelaskan pemeriksaan dan memintakesepakatan untuk melakukannya
c. Mengatur posisi pasien pada sudut 450 dan meminta pasien untuk
melepaskan bajunya.
d. Memastikan pasien merasa nyaman.

2. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik jantung diperlukan patokan berupa garis-garis dan titik-
titik tertentu :
Garis-garis patokan :
 Garis mid-sternal
 Garis sternal
 Garis midclavicular
 Garis parasternal
 Garis aksilaris anterior
 Garis mid aksilaris
 Garis aksilaris posterior

Titik-titik patokan :
 Angulus Sterno Ludovici : perbatasan antara manubrium sterni dan
corpus sterni yang bila diraba seperti tonjolan
 Area Apeks : terletak di RIC V 2 jari medial dari garis
midclavicula.
 Area Trikuspidal : terletak diantara RIC IV-V garis sternal kiri dan
sterna RIC IV-V garis sterna kanan.
 Area Septal : RIC III garis sternal kiri.
 Area Pulmonal :RIC II garis sternal kiri.
 Area Aorta : RIC II garis sternal kanan.
 Titik Karotis setinggi procesus thyroideus kiri dan kanan untuk
mendengarkan bising yang menjalar dari katup aorta.
Gambar : Garis dan Titik-titik patokan

a) Inspeksi
1) Inspeksi Umum
 Lakukan observasi untuk mengamati keadaan umum pasien
(usia, status kesehatan, status gizi dan tanda-tanda yang tampak
nyata lainnya) apakah pasien tampak sesak? Sianosis?
 Lakukan inspeksi dada untuk menemukan setiap tanda parut dan
memeriksa perikordium aoakah ada pulsasi yang abnormal.
Jaringan parut bekas operasi sternotomi medial dapat
menunjukkan bahwa pasien pernah mengalami operasi
pencangkokan a. coronaria (CABG), operasi perbaikan katup
atau pergantian katub jantung atau operasi perbaikan defeks
congenital. Keberadaan alat pacu jantung jangan sampai
terlewatkan.

2) Inspeksi dan pemeriksaan tangan


a) Periksa kedua belah telapak tangan dan catat :
 Suhu
 Warna tangan
 Waktu pengisian kapiler pada dasar kuku
 Clubbing atau jari tabuh (pada endokarditis, penyakit
jantung congenital tipe sianotik)
 Keberadaan “splinter haemorrhages” pada endokarditis
infeksiosa subakuta
 Keberadaan “koilonikia” atau “spoon nail/jari” berbentuk
sendok pada defisiensi besi.
b) Tentukan frekuensi, irama dan denyut nadi arteri radialis.
c) Periksa denyut nadi pada kedua lengan untuk menyingkirkan
kemungkinan aneurisma arkus aorta.
d) Tunjukan bahwa Anda akan mengukur tekanan darah. (Lihat
stasiun tekanan darah).

3) Inspeksi dan pemeriksaan kepala serta leher


a) Inspeksi conjungtiva dan sclera untuk melihat apakah ada tanda-
tanda anemia.
b) Inspeksi mulut untuk menilai sianosis sentral.
c) Lakukan pemeriksaan untuk menilai tekanan vena jungularis (JVP)
dan bentuk denyut vena jungularis. Kenaikan JVP menandakankan
suatu gagal jantung kanan.
d) Lakukan pemeriksaan arteri karotis dan nilai volumenya serta
karakteristiknya.
e) Jangan pernah melakukan palpasi arteri karotis secara
bersamaan!!

b) Palpasi
Dengan menggunakan ujung-ujung jari, rabalah area-area apeks,
trikuspidal, septal, pulmonal dan aorta. Nilailah :
 Pulsasi
 Thrill (getaran yang terasa pada tangan pemeriksa)
 Heaving (gelombang yang dirasakan pada tangan pemeriksa)
 Lift (rasa dorongan terhadap tangan pemeriksa)
 Ictus cordis yaitu pulsasi di apeks.

c) Perkusi
Tentukan :
Batas jantung kanan
 Mula-mula tentukan titik tengah garis midklavikula kanan.
 Perkusilah dari titik tersebut dari arah cranial ke kaudal.
 Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal dari paru,
perkusi diteruskaan sampai timbul suara redup (biasanya pada RIC VI
kanan), bunyi redup berasal dari batas antara paru dan puncak hati.
 Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur 2 jari kearah cranial,
pada titik yang baru ini dilakukan lagi perkusi kearah medial
 Sampai kemudian ditemukan perubahan dari sonor ke redup yang
merupakan batas relative jantung kanan (dan kira-kira pada garis
parasternal kanan)
 Lanjutkan perkusi sampai suara pekak yang merupakan batas absolute
jantung kanan.

Batas jantung kiri


 Tentukan garis aksilaris anterior kiri.
 Perkusilah titik teratas garis tersebut dari arah cranial ke kaudal,
sampai terjadi perubahab dari sonor ke tympani (batas paru lambung),
biasanya pada sela iga VIII.
 Dari titik ini diukur 2 jari kearah cranial, dari titik yang baru ini
diperkusi lagi kearah medial sampai terdengar perubahan suara dari
sonor ke redup yang merupakan batas relative jantung kiri, dan
biasanya terletak 2 jari medial midclavicula kiri.
 Perkusi diteruskan sampai kemedial sampai terjadi perubahan suara
dari redup ke pekak yang merupakan batas absolute jantung kiri.

Batas jantung atas


 Tentukan garis sternal kiri.
 dari titik teratas dilakukan perkusi kearah kaudal, sampai terjadi
perubahan suara dari sonor ke redup (normal pada RIC II kiri)

Pinggang jantung
 Tentukan garis parasternal kiri.
 Kemudian dilakukan perkusi kearah caudal mulai dari titik teratas
garis tersebut.
 Carilah perubahan bunyi sonor ke redup (normal pada RIC III kiri)

Countour jantung
 Dimulai dari RIC I kanan dilakukan dari lateral ke medial dengan
posisi jari sejajar dengan tulang iga sampai terjadi perubahan sonor-
ke redup.
 Kemudian dilakukan pada RIC II kanan dengan cara yang sama dan
seterusnya sampai ke kaudal.
 Sehingga terdapat garis batas jantung kanan.
 Pada jantung yang kiri dilakukan juga dengan cara hal yang sama.

d) Auskultasi
Dengan menggunakan stethoscope dengarlah :
Bunyi jantung normal (terdiri dari Bunyi jantung I dan Bunyi jantung II)
Bunyi jantung Tambahan, bising jantung atau murmur dan bunyi
gesekan pericardium yang disebut ‘pericardial rub’
Selain itu
 Mintalah paaien untuk membungkukkan badannya dan
menahan napas pada akhir ekspirasi, dengan menggunakan
kepala stetoskope yang berbentuk membrane lakukan auskultasi
pada tepi sternum sebelah kiri dalam RIC IV untuk mendengar
bising mid-diastolik regurgitasi aorta.
 Mintalah pasien untuk berbaringpada sisi kiri tubuhnya dan
menahan napas pada akhir ekspirasi. Dengan menggunakan
kepala stethoscope yang berbentuk corong(bell) lakukan
auskultasi pada area mitral untuk mendengar bising mid-diastolic
stenosis mitral.
 Lakukan auskultasi pada daerah arteri karotis untuk
mendengarkan bruit dan penyebaran bising pada stenosis aorta.

Gambar. Titik- titik auskultasi

Derajat bising usus

I Bising hampir tidak terdengar


II Bising jantung terdengar dan terlokalisir
III Bising jantung dengan intensitas sedang dan jelas terdengar
IV Bising jantung dengan intensitas kuat
V Bising jantungdengan intensitas yang kuat dan thrill
prekordial yang dapat diraba.
VI Tetap terdengar sekalipun stetoskop sudah diangkat dari
dinding dada pasien

Pemeriksaan Dada
Lakukan peerkusi dan auskultasi dada, khususnya bagian basal
paru. Gagal jantung dapat menyebabkan edema paru dan efusi
pleura.

Pemeriksaan Abdomen
1. Lakukan palpasi abdomen untuk menyingkirkan asites dan hepatomegali.
2. Periksa kemungkinan adanya aneurisma aorta
3. Lakukan palpasi untuk menentukan ballotemen ginjal dan
auskultasi untuk mendengarkan bunyi bruit arteri renalis.

Pemeriksaan pergelangan kaki dan tungkai


1. Lakukan palpasi untuk menemukan gejala “pitting oedema” pada gagal
jantung.
2. Lakukan pemeriksaan suhu pada kedua kaki dan lakukan palpasi
pada kedua A. femoralis, A.popliteal, A. tibialis posterior, dan A.
dorsalis pedis.

3. Sesudah Pemeriksaan
a. Tutupi tubuh pasien dengan kain penutup tubuh dan pastikan pasien
dalam keadaan nyaman.
b. Ucapkan terima kasih kepada pasien.
c. Rangkum semua hasil temuan Anda dan sampaikan diagnosis
banding.

4. Gejala – gejala yang dicurigai berhubungan dengan kelainan


Kardiovaskular
a. Paroksismal Nockturnal Dyspnoe
b. Distensi vena-vena leher
c. Edema pretibial
d. Efusi pleura
e. Ronki pada paru
f. Kardiomegali
g. Edema paru akut
h. Peningkatan Tekanan vena jungularis
i. Refluks hepatojungular
j. Dyspnoe d`effort
k. Batuk malam hari
l. Peningkatan tekanan darah
Pemeriksaan Sistem Pembuluh Darah Tepi

Pada stasiun ini, lakukan pemeriksaan pada sistem arteri atau vena. Oleh
karena itu Anda harus dapat memisahkan tanda-tanda yang dapatt ditemukan
pada kedua sistem tersebut.
1. Sebelum dimulai
a. Perkenalkan diri Anda kepada pasien
b. Jelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan minta persetujuan pasien.
c. Mintalah pasien untuk meperlihatkan kedua kaki dan mintalah pasien
untuk berbaring.

2. Pemeriksaan
a. Inspeksi
1) Perubahan pada kulit : pucat, kilauan cahaya (chininess),
kerontokan rambut atau bulu badan, atrophie blanche
(bercak-bercak berwarna putih gading), pigmentasi
hemosiderin, inflamasi, eczema, lipodermatosklerosis)
2) Penebalan kuku yang mengalami distrofi.
3) Parut atau sikatriks.
4) Tanda-tanda ganggren : kulit yang menghitam, infeksi kuku, jari
kaki yang diamputasi.
5) Ulkus vena atau arteri. Jangan lupa untuk memeriksa celah
interdigital.
6) Oedema.
7) Vena varikosa (minta pasien untuk berdiri). Vena varikosa sering
disertai inkompetensi katup pada vena safena longus dan brevis.

b. Palpasi dan tes khusus


1) Tanyakan tentang rasa nyeri pada kedua tungkai dan kaki.
2) Lakukan pemeriksaan suhu kulit dengan mengusap punggung
tangan anda sepanjang tungkai dan telapak kaki. Bandingkan
suhu kedua tungkai.
3) Lakukan ‘capillary refill time’ dengan cara menekan bagian dasar
kuku selama 5 detik dan kemudian lepaskan. Dasar kuku akan
kembali dalam waktu < dari 2 detik pada keadaan warna normal.
4) Palpasilah
a) Denyut nadi perifer (bandingkan kedua sisi)
b) Denyut nadi femoralis pada ligamentum inguinale
c) Denyut nadi poplitea pada fossa poplitea (lakukan fleksi
sendi lutut)
d) Denyut nadi tibialis posterior dibelakang maleolus medialis.
e) Denyut nadi dorsalis pedis pada dorsum kaki tepat disebelah
lateral tendon ektensor ibu jari.
5) Test burger
a) Angkat kedua tungkai sampai sudut 450 dan catat
perubahan pada kulit yang merupakan tanda-tanda
insufisiensi arterial.
b) Minta pasien untuk menggantung kedua tungkainya pada
bagian tepi ranjang periksa; pada iskemia kronis
ekstremitas, warna kulit tungkai akan berubah secara
perlahan-lahan menjadi merah. Jika suplai perdarahan
arteri normal maka warna kulit akan normal dalam waktu
< 10 detik.
6) Oedema, edema ‘non-pitting’ yang keras merupakan tanda
insufisiensi kronis vena (bandingkan dengan pitting edema pada
gagal jantung)
7) Vena varikosa nyeri tekan pada palpasi menunjukkan
tromboflebitis.
8) Test trendelenburg
 Elevasikan tungkai hingga sudut 900 unutk mengalirkan darah
kedalam vena.
 Lakukan oklusi pada sambungan safeno-femoral (SFJ ;
sapheno-femoral junion) dengan menggunakan dua jari kedua
tangan anda.
 Pertahankan jari tangan Anda ditempatnya dan minta pasien
untuk berdiri.
 Lepaskan jari tangan Anda; jika terdapat pengisian kembali
vena supervisial, maka keadaan ini menunjukkan
inkompetensi pada SFJ.

Gambar : cara melakukan palpasi vena varicose

9) Test tourniquet
 Elevasikan tungkai hingga sudut 900 untuk mengalirkan darah
dari dalam vena.
 Pasang tourniquet pada paha bagian atas.
 Minta pasien berdiri, jika terjadi pengisian kembali dibawah
tourniquet, maka keadaan ini menunjukkan inkompeten
perforator dibawah tourniquet.
 Lepaskan tourniquet :tambahan pengisian-kembali vena yang
mendadak merupakan tanda inkompetensi safeno-femoral.

Gambar : test tourniquet

c. Auskultasi
1) Arteri Femoralis
2) Aorta Abdominalis.

3. Sesudah pemeriksaan
a. Ucapkan terima kasih kepada pasien
b. Pastikan pasien merasa nyaman.
c. Rangkum semua hasil temuan dan sampaikan diagnosis banding.
Sistem Arteri Sistem Venous
a. Pucat a. Atrophie blanche
b. Kulit mengkilat b. Pigmentasi
c. Kuku distrofik c. Inflamasi
d. Kerontokan bulu badan d. Eczema
e. Ulkus arterial e. Lipodermatosklerosis
f. Tanda-tanda ganggren f. Edema (non-pitting)
g. Suhu kulit g. Ulkus vena
h. Capillary refill time h. Vena varikosa
i. Denyut nadi perifer i. Sikatrik akibat operasi vena
j. Test burger varikosa
k. Auskultasi artei femoralis j. Test trendelenburg
dan aorta
l. ABPI
Tabel pemeriksaan pada sistem arterial atau venous saja
F. PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)
1. Tujuan PembelajaranPraktikum
a Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secaralengkap
b Mahasiswa mampu melakukan pemberian terapi obat secara sistematis dan setiap
langkah dilakukan secaratepat.

2. Dasar Teori
Ada beberapa jenis obat yang diberikan dengan cara yang berbeda, berikut adalah
beberapa macam tehnik pemberian obat diantaranya yaitu :
a. Pemberian Obat Secara Oral.
b.Pemberian Obat Secara Sublingual.
c. Pemberian Obat Secara Inhalasi.
d.Pemberian Obat Secara Rektal
e. Pemberian Obat Secara Pervaginam.
f. Pemberian Obat Secara Perenteral.
g.Pemberian Obat Secara Topikal/lokal.

3. Prinsip Pemberian Obat


Prinsip dalam pemberian obat yaitu memakai prinsip 6 benar diantaranya :
a. Benar obat
Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya, petugas medis harus memperhatikan
kebenaran obat sebanyak 3 kali, ketika memindahkan obat dari tempat
penyimpanan, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan ke tempat
penyimpanan. Saat memberi obat petugas harus ingat untuk apa obat diberikan
sekaligus membantu perawat mengingat nama obat dan kerjanya.
b. Benar dosis
Dosis yang diberikan sesuai dengan kondisi klien dalam batas yang
direkomendasikan. Selain itu petugas harus teliti menghitung secara akurat jumlah
dosis yang akan diberikan dengan pertimbangan ketersediaan obat dan berat badan
pasien. Selain itu perlu melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat
tertentu.
c. Benar pasien
Identifikasi kebenaran obat dengan mencocokkan nama, nomor registrasi, alamat
dan program pengobatan. Dalam pemberian obat, pasien berhak mengetahui
alasan obat diberikan, menolak penggunaan obat.selain itu perlu diperhatikan
perbedaan klien apabila ditemukan nama yang sama.
d. Benar cara pemberian
Dalam pemberian obat perlu diperhatikan cara pemberian obat tersebut apakah
oral, parenteral, topikal, rektal ataupun inhalasi.
e. Benar waktu
Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, dosis obat
harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari. Pemberian obat juga harus
sesuia dengan waktu paruh obat.

f. Benar dokumentasi
Setelah obat diberikan harus didokumentasikan dosis, rute, waktu, oleh siapa obat
diberikan. Pemberian obat harus sesuai dengan standar operasional prosedur yang
telah ditetapkan. Selain itu respon pasien mengenai obat yang diberikan juga perlu
untuk didokumentasikan.

4. Petunjuk Umum
a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
b. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
c. Ikuti petunjuk yang terdapat pada modul
d. Tanyakan kepada dosen bila ada hal-hal yang tidak dipahami atau kurang
dimengerti

5. Keselamatan Kerja
a Pusatkan pertanyaan pada pekerjaan yangdilakukan
b Susun dan letakkan peralatan atau bahan pada temapat yang mudah dijangkau
c Pakailah alat dan bahan sesuaifungsinya
d Perhatikan setiap langkah

6. Langkah Kerja
a Pemberian obat parenteral
1). Pemberian Obat melalui Intravena
a) Persiapan Alat dan Obat
(1) Daftar buku obat atau catatan jadwal pemberian obat
(2) Obat dalam tempatnya
(3) Kapas alkohol dalam tempatnya
(4) Spuit sesuai dengan jenis ukuran
(5) Cairan pelarut
(6) Bak instrument
(7) Bengkok
(8) Perlak dan alasnya
(9) Karet pembendung(torniket)
(10) Safety boks

b) Pelaksanaan
Langkah Pengerjaan dan key point Ilustrasi gambar
1 Menyiapkan alat dan bahan

Key point :
Pastikan obat tidak kadaluarsa dan terapkan
prinsip 6 benar dalam pemberian obat-obatan

2 Menyapa pasien atau keluarga dan


memperkenalkandiri

3 Menjelaskan tujuan tindakan yang


dilakukan

4 Menjaga privasi pasien : tutup sampiran

5 Cuci tangan efektif 6 langkah,


mengguankan sabun, dibawah air mengalir
dan dikeringkan
6 Bebaskan daerah yang akan dilakukan
suntikan

7 Pasang perlak/pengalas pada bawah daerah


yang akan dilakukan injeksi intravena

8 Gunakan handscoon

9 Ambil obat dalam tempatnya dengan spuit


sesuai dengan takaran/dosis yang akan
diberikan. Bila obat dalam sediaan bubuk
maka larutkan dengan cairan pelarut
(aquades steril). Tempatkan obat yang telah
diambil pada bakinjeksi/instrument

10 Pilih vena, lakukan pengikatan torniquet


pada bagian atas daerah yang akan
dilakukan pemberian obat atau minta
bantuan untuk membendung vena di atas
area yang akan dilakukan penyuntikan
11 Desinfeksi dengan kapas alcohol

12 Lakukan penusukan dengan lubang jarum


menghadap ke atas dengan memasukkan
ujung jarum ke pembuluh darah, dengan
sudut 45°

13 Lakukan aspirasi, bila sudah ada darah yang


masuk kedalam spuit lepaskan karet
pembendung dan langsung semprotkan obat
hingga habis

14 Setelah obat masuk semua tarik spuit dan


lakukan penekanan pada daerah penusukan
dengan kapas alkohol. Masukkan spuit yang
telah digunakan ke dalam bengkok/safety
boks
15 Membereskan alat-alat

16 Merapikan pasien dan memberikan posisi


senyaman mungkin

17 Mengevaluasi hasil tindakan :


menanyakan responpasien

18 Berpamitan

19 Cuci tangan efektif6 langkah, mengguankan


sabun, dibawah air mengalir dan
dikeringkan

20 Mendokumentasikan kegiatan yang telah


dilakukan
Key Point :
Prinsip 6 Benar, tanda tangan piñata

2). Pemberian Obat Melalui Intracutan


a. Alat dan bahan Intra Cutan (IC) :
1. Catatan pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit 1cc/spuit insulin
4. Kapas alkohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak instrumen
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
9. Safety boxs

b. Pelaksanaan
Langkah Pengerjaan dan key poin Ilustrasi gambar
1 Menyiapkan alat dan bahan
Key point :
Pastikan obat tidak kadaluarsa dan
prinsip 6 benar pemberian obat

2 Menyapa pasien atau keluarga dan


memperkenalkan diri

3 Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan


yang akan dilakukan

4 Menjaga privasi pasien : tutup


sampiran
5 Cuci tangan efektif 6 langkah,
mengguankan sabun, dibawah air
mengalir dan dikeringkan

6 Bebaskan daerah yang akan dilakukan


suntikan

7 Pasang perlak/pengalas pada bawah


daerah yang akan dilakukan injeksi
intrakutan

8 Gunakan handscoon

9 Ambil obat yang akan dilakukan tes


alergi. Kemudian larutkan/encerkan
dengan aquadest (cairan pelarut), ambil
0,55cc dan encerken lgi sampai 1cc,
lalu siapkan pada bak instrumen
10 Lokasi penyuntikan intra cutan
sebaiknya dipilih daerah yang mudah
diobservasi, tidak banyak rambut,
warna kulit lebih terang. Seperti pada
lengan bawah bagian dalam

11 desinfeksi daerah yang akan dilakukan


suntikan dengan kapas alcohol

12 Tegangkan dengan tangan kiri daerah


yang akan disuntik/diinjeksi

13 Lakukan penusukan dengan lubang


jarum menghadap keatas membentuk
sudut 15-20° terhadap permukaan kulit

14 Dorong obat dalam spuit hingga


terjadigelembung

15 Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan


masase

16 Tandai daerah penyuntikan secara


melingkar
Key point :
catat waktu dan nama obat yang
diberikan
17 Membereskan alat-alat

18 Merapikan pasien dan memberikan


posisi senyaman mungkin

19 Mengevaluasi hasil tindakan :


menanyakan responpasie

20 Berpamitan

21 Cuci tangan 6 langkah, mengguankan


sabun, dibawah air mengalir dan
dikeringkan

22 Periksa area penyuntikan/ reaksi obat


setelah ± 15 menit
22 Mendokumentasikan kegiatan yang
telahdilakukan
Key Point :
Prinsip 6 Benar, tanda tangan penata

3). Pemberian Obat Melalui Subkutan


a) Alat dan Bahan Sub Cutan (SC) :
a) Daftar buku obat, catatan pemberian dan jadwal pemberian obat
b) Obat dalamtempatnya
c) Spuit insulin
d) Kapas alkohol dalam tempatnya
e) Cairanpelarut
f) Bakinjeksi
g) Bengkok
h) Perlak pengalas
i) Safety box

b) Pelaksanaan

No
Langkah Pengerjaan dan key point Ilustrasi gambar

1 Menyiapkan alat dan bahan


Key point :
Pastikan obat tidak kadaluarsa

2 Menyapa pasien atau keluarga dan


memperkenalkan diri

3 Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan


yang akan dilakukan
4 Menjaga privasi pasien : tutup
sampiran

5 Cuci tangan 6 langkah, menggunakan


sabun / cairan antiseptik dibawah air
mengalir dan dikeringkan

6 Bebaskan daerah yang akan dilakukan


suntikan.

7 Pasang perlak/pengalas pada bawah


daerah yang akan dilakukan injeksi sub
cutan

8 Gunakan Handscoon
9 Ambil obat dalam tempatnya sesuai
dengan dosis yang akan diberikan.
Kemudian, tempatkan pada bak injeksi

10 Pilih daerah yang akan diberikan


suntikan. Lokasi penyuntikan :
Musculus mastoideus
Daerah sekitar perut umbilical
Paha sebelah luar sepertiga dari sendi
panggul
11 Desinfeksi dengan kapas alkohol

12 Cubit dengan tangan kiri daerah yang


akan dilakukan suntikan subkutan

13 lakukan penusukan dengan lubangjarum


menghadap ke atas membentuk sudut
45° terhadap permukaan kulit

14 Lakukan aspirasi. Bila tidak ada darah,


dorong obat dalam spuit perlahan hingga
habis
15 Tarik spuit dan tahan dengan
kapasalkohol. Spuit bekas suntikan
dimasukkan ke dalam bengkok / safety
box

16 Membereskan alat-alat

17 Merapikan pasien dan memberikan


posisi senyamanmungkin

18 Mengevaluasi hasil tindakan :


menanyakan responpasien

19 Berpamitan

20 Cuci tangan 6 langkah, menggunakan


sabun / cairan antiseptik, dibawah air
mengalir dan dikeringkan
21 Mendokumentasikan kegiatan yang
telahdilakukan
Key Point :
Prinsip 6 Benar, tanda tangan penata

4). Pemberian Obat Melalui Intramuskular


a. Alat dan Bahan Intra Muscular (IM) :
1. Catatan pemberianobat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit dan jarum sesui dengan ukuran (dewasa: panjang 2,5-3,75;
anak : panjang1,25-2,5cm)
4. Kapas alkohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
b. Pelaksanaan

No Langkah Pengerjaan dan key point Ilustrasi gambar


1 Menyiapkan alat dan bahan
Key point :
Pastikan obat tidak kadaluarsa

2 Menyapa pasien atau keluarga dan


memperkenalkandiri

3 Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan


yang akan dilakukan

4 Menjaga privasi pasien : tutup sampiran

5 Cuci tangan 6 langkah, menggunakan


sabun / cairan antiseptik , dibawah air
mengalir dan dikeringkan

6 Bebaskan daerah yang akan dilakukan


suntikan.
7 Gunakan handscoon

8 Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit


sesui dengan dosis, kemudian letakkan
dalam bak injeksi

9 Periksa tempat yang akan dilakukan


penyuntikan (lihat lokasipenyuntikan)

10 Desinfeksi dengan kapas alcohol

11 Lakukan penyuntikan :
Pada daerah paha (vastus
lateralis) dengan cara meminta
pasien untuk berbaring terlentang
dengan lutut sedikitfleksi
Pada ventrogluteal dengan cara
meminta pasien miring (posisi
sim), atau setengah telungkup,
atau telentang dengan lutut dan
panggul pada sisi yang akan
disuntik dalam keadaan fleksi
Pada dorsogluteal dengan
meminta pasien untuk telungkup
dengan lutut diputar kearah
dalam atau miring dengan lutut
bagaian atas dan panggul fleksi
dan diletakkan di depan
tungkaibawah
Pada deltoid (lengan atas) dengan
meminta pasien untuk duduk
atauberbaring mendatar dengan
lengan atas fleksi

12 Lakukan penusukkan dengan jarum posisi


tegak lurus 90 derajat

13 Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit


bila tidak ada darah dorong obat
dalam spuit secara perlahan hingga habis

14 Setelah selesai ambil spuit dengan menarik


spuit dan tekan daerah penyuntikan
dengan kapas alkohol, kemudian spuit
yang telah digunakan letakkan dibengkok
15 Membereskan alat-alat

16 Merapikan pasien dan memberikan posisi


senyaman mungkin

17 Mengevaluasi hasil tindakan :


menanyakan responpasien

18 Berpamitan

19 Cuci tangan 6 langkah, menggunakan


sabun / cairan antiseptik, dibawah air
mengalir dan dikeringkan
20 Mendokumentasikan kegiatan yang telah
dilakukan
Key Point :
Prinsip 6 Benar, tanda tangan penata

b Pemberian Obat Melalui Oral


a. Alat dan bahan terapi oral
1. Catatan/jadwal pemberian obat
2. Obat dan tempatnya
3. Air minum dalam tempatnya
b. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat secara oral adalah :
1. Pemberian obatnya adalah melalui mulut.
2. Mudah dan aman pemakaiannya, lazim dan praktis dalam
memberikannya.
3. Tidak semua obat dapat diberikan per-oral, contohnya adalah : obat
yang bersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang diuraikan oleh
getah lambung (benzilpenisilin, insulin danoksitoksin).
4. Pemberian obat oral ini dapat terjadi inaktivasi oleh hati sebelum
diedarkan ke tempat kerjanya
5. Pemberian obat per oral juga bisa digunakan untuk persiapan
pemeriksaan diagnostik, seperti pemberian bubur barium atau zat
kontras oral
6. Baik sekali untuk mengobati infeksiusus
7. Bentuk sediaan oral diantaranya yaitu : Tablet, Kapsul, Obat hisap,
Sirup dan Tetesan.
c. Pelaksanaan

NLangkah Pengerjaan dan key point Ilustrasi gambar


o
1 Menyiapkan obat dengan prinsip 6 benar
pemberian obat
Key point :
Pastikan obat tidak kadaluarsa,

2 Menyapa pasien atau keluarga dan


memperkenalkan diri

3 Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan


yang akan dilakukan

4 Menjaga privasi pasien : tutup


sampiran
5 Cuci tangan 6 langkah, mengguankan
sabun / cairan antiseptik, dibawah air
mengalir dan dikeringkan

6 Bantu untuk mium obat dengan cara :


Apabila memberikan tablet atau
kapsul dari botol, tuangkan
jumlah yang dibutuhkan
kedalam tutup botol dan
pindahkan ke tempat obat. Obat
berupa kapsul jangan
dilepaskanpembungkusnya
Kaji kesulitan menelan. Bila
ada kesulitan menelan, gerus
tablet menjadi bubuk dan
campurkan ke dalam minuman
Kaji frekuensi nadi dan tekanan
darah sebelum pemberian obat
yang membutuhkan pengkajian
7 Bereskan alat

8 Merapikan pasien dan memberikan posisi


senyaman mungkin
9 Mengevaluasi hasil tindakan :
menanyakan respon pasien

10 Berpamitan

11 Cuci tangan 6 langkah, menggunakan


sabun / cairan antiseptik, dibawah air
mengalir dan dikeringkan

12 Mendokumentasikan kegiatan yang


telah dilakukan
Key Point :
Prinsip 6 Benar, tanda tangan penata

c Pemberian Obat Inhalasi


Yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki
epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian
obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbutamol (ventolin), combivent,
berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
1. Prinsip Terapi inhalasi:
 Obat bekerja langsung pada saluran pernapasan
 Onset (waktu) kerjanya cepat dan dosis obat yang dipakai kecil
 Efek samping obat minimal karena konsentrasi obat dalam darah
rendah

2. Alat dan bahan


a) Catatan/jadwal pemberian obat
b) Obat dan tempatnya
c) Slang Nebulizer
d) Slang oksigen
e) Oksigen

3. Yang perlu diperhatikan dan diketahui dalam tehnik pemberian obat secara
Inhalasi adalah :
1) Obat diberikan untuk disedot melalui hidung atau mulut atau
disemprotkan
2) Penyerapan obat yang diberikan dengan inhalasi ini dapat terjadi pada
selaput mulut, tenggorokan dan pernafasan
3) Bentuk sediaan obat inhalasi adalah dalam bentuk gas dan zat padat,
tetapi bisa juga mempunyai efek sistemik. Bentuk inhalasi ini bisa
dalam wadah yang diberi tekanan dan mengandung zat pemancur
(aerosol, contohnya yaitu : Alupent Metered Aerosol ).

4. Pelaksanaan
Cara menggunakan inhalasi dengan memakai Nebulizer
1) Menyiapkan obat dengan prinsip 6 benar pemberian obat
2) Menyapa pasien atau keluarga dan memperkenalkan diri
3) Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
4) Menjaga privasi dengan menutup sampiran
5) Cuci tangan 6 langkah, mengguankan sabun / cairan antiseptik,
dibawah air mengalir dan dikeringkan
6) Buka tutup tabung obat nebulizer dan masukkan cairan obat ke
dalamnya.
7) Letakkan “mouth piece” di antara gigi & bibir (atau dapat juga
digunakan masker uap untuk anak-anak).
8) Tekan tombol “On”
9) Bernapas dgn normal dan hirup uap obat yang keluar sampai obat
habis
10) Matikan nebulizer
11)  Bersihkan wadah obat pada nebulizer menggunakan air hangat,
biarkan mengering. 
12) Bereskan alat
13) Merapikan pasien dan memberikan posisi senyaman mungkin
14) Mengevaluasi hasil tindakan : menanyakan respon pasien
15) Berpamitan
16) Mencuci tangan dengan teknik 6 langkah
17) Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakukan
d Pemberian Obat Sublingual
1. Alat dan bahan sublingual
a) Catatan/jadwal pemberian obat
b) Obat dan tempatnya
c) Air minum dalam tempatnya

2. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat secara Sublingual adalah


a) Pemberian Obat dengan cara ditaruh dibawah lidah.
b) Tidak melalui hati sehingga tidakdiinaktif.
c) Dari selaput di bawah lidah langsung ke dalam aliran darah, sehingga
efek yang dicapai lebih cepat misalnya : Pada pasien serangan Jantung
dan juga penyakit asma.
d) Kekurangannya kurang praktis untuk digunakan terus menerus dan
dapat merangsang selaput lender mulut.
e) Hanya untuk obat yang bersifat lipofil.
f) Bentuknya tablet kecil atau spray, contohnya adalah : Isosorbid Tablet
(ISDN).

3. Pelaksanaan
Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara
meletakkan obat dibawah lidah. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih
cepat yaitu setelah hancur dibawah lidah maka obat akan segera
mengalami absorbsi ke dalam pembuluh darah. Pasien diberitahu untuk
tidak menelan obat karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif oleh
adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat
tidak ditelan, maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap
dibawah lidah sampai obat hancur dan terserap.
Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu
obat vasodilator yang maempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah.
Obat ini banyak diberikan pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat
angina pektoris. Dengan cara ini, obat bereaksi dalam satu menit dan
pasien dapat merasakan efeknya dalam waktu tiga menit.

e Pemberian Obat Topikal


Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada
kulit atau pada membrane pada area mata, hidung dan lubang telinga. Tujuan
dari pemberian obat topikal secara umum adalah untuk memperoleh reaksi
lokal dari obat tersebut.
1. Pemberian obat pada kulit
Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topikal pada kulit
adalah obat yang berbentuk krim, lotion, sprei atau salep. Hal ini
dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau
menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi (contoh : lotion). Krim,
dapat mengandung zat anti fungal (jamur), kortikosteorid, atau antibiotic
yang dioleskan pada kulit dengan menggunakan kapas lidi steril.
Krim dengan antibiotic sering digunakan pada luka bakar atau ulkus
dekubitus. Krim adalah produk berbasis air dengan efek mendinginkan dan
emolien. Mereka mengandung bahan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dan jamur, tetapi bahan pengawet tertentu dapat
menyebabkan sensitisasi dan dermatitis kontak alergi. Krim kurang
berminyak dibandingkan salep dan secara kosmetik lebih baik ditoleransi.
Sedangkan salep, dapat digunakan untuk melindungi kulit dari iritasi
atau laserasi kulit akibat kelembaban kulit pada kasus inkontenansia urin
atau fekal.  Salep tidak mengandung air, mereka adalah produk berbasis
minyak yang dapat membentuk lapisan penutup diatas permukaan kulit
yang membantu kulit untuk mempertahankan air. Salep nenghidrasi kulit
yang kering dan bersisik serta meningkatkan penyerapan zat aktif, dan 
karena itu berguna dalam kondisi kulit kering kronis. Salep tidak
mengandung bahan pengawet.
Lotion adalah suspensi berair yang dapat digunakan pada permukaan
tubuh yang luas dan pada daerah berbulu. Losion memiliki efek
mengeringkan dan mendinginkan.
Obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit
untuk mendapatkan efek sistemik. Tersedia dalam bentuk lembaran.
Lembaran obat tersebut dibuat dengan membran khusus yang membuat zat
obat menyerap perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat sekaligus
mengontrol frekuensi penggunaan obat selama 24 ± 72 jam

Tujuan pemberian pada kulit, yaitu :


a) Untuk mempertahankan hidrasi
b) Melindungi permukaan kulit
c) Mengurangi iritasi kulit
d) Mengatasi infeksi

TINDAKAN :
1) Alat dan Bahan :
a) Obat dalam tempatnya (seperti lotion, krim, aerosal, salep)
b) Pinset anatomis
c) Kain kasa
d) Balutan
e) Pengalas
f) Air sabun, air hangat
g) Sarung tangan / handscoon

2) Prosedur Kerja :
a) Cuci tangan
b) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c) Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dilakukan tindakan
d) Gunakan sarung tangan
e) Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (apabila
terdapat kulit mengeras) dan gunakan pinset anatomis
f) Berikan obat sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti
mengoleskan atau mengompres
g) Jika diperlukan, tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah
diobati
h) Cuci tangan

2. Pemberian Obat pada Mata


Pemberian obat pada mata dilakukan dengan cara meneteskan obat
mata atau mengoleskan salep mata. Persiapan pemeriksaan struktur
internal mata dilakukan dengan cara mendilatasi pupil, untuk mengukur
refraksi lensa dengan cara melemahkan otot lensa, kemudian dapat juga
digunakan untuk menghilangkan iritasi mata
Obat mata biasanya berbentuk cairan dan ointment/ obat salep mata
yang dikemas dalam tabung kecil. Karena sifat selaput lendir dan jaringan
mata yang lunak dan responsif terhadap obat, maka obat mata biasanya
dibuat dengan kakuatan yang rendah misalnya 2 %
TINDAKAN :
1) Alat & Bahan :
a) Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa salep
b) Pipet tetes
c) Pinset anatomi dalam tempatnya
d) Korentang dalam tempatnya
e) Plester
f) Kain kasa
g) Kertas tisu
h) Balutan
i) Sarung tangan
j) Air hangat atau kapas pelembab

2) Prosedur Kerja :
a) Cuci tangan
b) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c) Atur posisi pasien dengan kepala menengadah, dengan posisi
perawat di samping kanan
d) Gunakan sarung tangan
e) Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab
dari sudut mata kearah hidung. Apabila sangat kotor basuh
dengan air hangat
f) Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah
dengan ibu jari, jari telunjuk di ataas tulang orbita
g) Teteskan obat mata diatas sakus konjungtiva . Setelah tetesan
selesai sesuai dengan dosis, anjurkan pasien untuk menutup
mata secara perlahan
h) Apabila obat mata jenis salep, pegang aplikator salep diatas
pinggir kelopak mata kemudian pijat tube sehingga obat keluar
dan berikan obat pada kelopak mata bawah. Setelah selesai
anjurkan pesian untuk melihat kebawah, secara bergantian dan
berikan obat pada kelopak mata bagian atas dan biarkan pasien
untuk memejamkan mata dan menggerakan kelopak mata
i) Tutup mata dengan kasa bila perlu
j) Cuci tangan
k) Catat obat, jumlah, waktu dan tempat pemberian

3. Pemberian Obat pada Telinga


Pemberian obat pada telinga dilakukan dengan cara memberikan tetes
telinga atau salep. Obat tetes telinga ini pada umumnya diberikan pada
gangguan infeksi telinga, khususnya pada telinga tengah (otitis eksternal)
dan dapat berupa obat antibiotik
.

TINDAKAN
1) Alat & Bahan :
a) Obat dalam tempatnya
b) Penetes
c) Spekulum telinga
d) Pinset anatomi dalam tempatnya
e) Korentang dalam tempatnya
f) Plester
g) Kain kasa
h) Kertas tisu
i) Balutan

2) Prosedur Kerja :
a) Cuci tangan
b) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c) Atur posisi pasien dengan kepala miring kekanan atau kekiri
sesuai dengan daerah yang akan diobati, usahakan agar lubang
telinga pasien diatas
d) Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas
atau ke belakang (pada orang dewasa), kebawah pada anak-
anak
e) Apabila obat berupa tetes maka teteskan obat pada dinding
saluran untuk mencegah terhalang oleh gelembung udara
dengan jumlah tetesan sesuai dosis
f) Apabila obat berupa salep maka ambil kapas lidih dan oleskan
salep kemudian masukan atau oleskan pada liang telinga
g) Pertahankan posisi kepala kurang lebih selama 2-3 menit
h) Tutup telingan dengan pembalut dan plester jika diperlukan
i) Cuci tangan
j) Catat jumlah, tanggal dan dosis pemberian

4. Pemberian Obat pada Hidung


Pemberian obat pada hidung dilakukan dengan cara memberikan
tetes hidung yang dapat dilakukan pada seseorang dengan keradangan
hidung (rhinitis) atau nasofaring.
Efek samping sistemik hampir tidak ada, kecuali pada bayi/anak
dan usia lanjut yang lebih peka terhadap efek sistemik. Namun ada
efek samping lain akibat vasokonstriksi lokal secara cepat yaitu, jika
pemberian obat tetes hidung ini dihentikan, dapat terjadi sumbatan
hidung yang lebih berat. Sumbatan sekunder in dapat menyebabkan
kerusakan jaringan setempat dan mengganggu bulu hidung.

Bentuk-bentuk Obatnya :
1) Tetes hidung (nasal drops). ditujukan untuk bayi, anak-anak dan
dewasa. contohnya Breathy, Alfrin, Iliadin, Otrivin.
2) Semprot hidung (nasal spray). ditujukan untuk orang dewasa.
contohnya Afrin, Iliadin, Otrivin.
3) Semprot hidung dengan dosis terukur (metered-dose nasal spray),
ditujukan untuk anak-anak usia tidak kurang dari 4 tahun dan
dewasa. contohnya Beconase, Flixonase, Nasacort AQ, Nasonex,
Rhinocort Aqua.

TINDAKAN :
1) Alat dan Bahan
a) Obat dalam tempatnya
b) Pipet
c) Spekulum hidung
d) Pinset anatomi dalam tempatnya
e) Korentang dalam tempatnya
f) Plester
g) Kain kasa
h) Kertas tisu
i) Balutan

2) Prosedur Kerja :
a) Cuci tangan
b) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c) Atur posisi pasien dengan cara :
- Duduk dikursi dengan kepala mengadah ke belakang
- Berbaring dengan kepala ekstensi pada tepi tempat tidur
- Berbaring dengan bantal dibawah bahu dan kepala
tengadah ke belakang
d) Berikan tetesan obat pada tiap lubang hidung (sesuai dengan
dosis)
e) Pertahankan posisi kepala tetap tengadah ke belakang
selama 5 menit
f) Cuci tangan
g) Catat, cara, tanggal dan dosis pemberian obat.

f Pemberian Obat Rektal (Suppositoria)


1. Pengertian
Memberikan obat melalui rectum merupakan pemberian obat dengan
memasukan obatmelalui anus dan kemudian raktum, dengan tujuan
memberikan efek local dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut
pemberian obat (upositotia yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi
obat, menjadikan lunak pada daerah fases, dan merangsang buangair besar.
Pemberian obat yang memiliki efek lokal, seperti Dulcolac Supositoria,
berfungsi untuk meningkatkan defekasi secara lokal. Pemberian obat
dengan efek sistemik, seperti obat Aminofilin Supositoria, berfungsi
mendilatasi Bronkhus. Pemberian obat Supositoria inidiberikan tepat pada
dinding Rektal yang melewati sphincter ani interna. Kontraindikasi pada
pasien yang mengalami pembedahan rectal.

2. TINDAKAN :
a) Alat dan Bahan :
1). Obat Supositoria dalam tempatnya
2). Sarung tangan / handscoon
3). Kain kasa
4). Vaseline/pelican/pelumas
5). Kertas tisu
6). Bengkok

b) Prosedur Kerja
1). Cuci tangan
2). Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3). Gunakan satung tangan.
4). Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5). Oleskan pelicin pada ujung obat Supositoria.
6). Regangkan glutea dengan tangan kiri. Kemudian masukan
Supositoria secara perlahan melalui anus, Sphincher ana interna,
serta mengenai dinding rectal ± 10 cm pada orang dewasa, 5 cm
pada bayi atau anak.
7). Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal
dengan tisu.
8). Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang atau miring
selama ± 45 menit
9). Setelah selesai, lepaskan sarung tangan kedalam bengkok
10). Cuci tangan
11). Catat obat, jumlah dosis, dan cara pemberian.

g Pemberian Obat melalui Vagina


Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat
melalui vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan
mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim
dan supositoria yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal.

TINDAKAN :
1) Alat dan Bahan
a) Obat dalam tempatnya
b) sarung tangan / handscoon
c) Kain kasa
d) Kertas tisu
e) Kapas sublimat dalam tempatnya
f) Pengalas
g) Korentang dalam tempatnya

2) Prosedur Kerja
a) Cuci tangan
b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
c) Gunakan sarung tangan
d) Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa
e) Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat
f) Anjurkan pasien tidur dengan posisi dorsal recumbert
g) Apabila jenis obat Supositoria, maka buka pembungkus dan
berikan pelumas pada obat
h) Renggangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan
obat sepanjang dinding kanal Vaginal posterior 7,5-10 cm
i) Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orivisium dan
labia dengan tisu
j) Anjurkan untuk tetap dalam posisi selama ± 10 menit agar obat
bereaksi
k) Cuci tangan
l) Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian

Evaluasi Praktikum
a. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secaralengkap
b. Mahasiswa mampu melakukan pemberian terapi obat secara sistematis dan
setiap langkah dilakukan secara tepat.
c. Mahasiswa memperhatikan tingkat kenyamanan pasien dan privasinya
selama prosedur
d. Mahasiswa wajib berlatih dengan menggunakan panduan modul praktikum
pada jam praktikum mandiri

G. PENCEGAHAN INFEKSI
1. Alat pelindung diri (APD)
a) Tujuan Pembelajaran Praktikum
1) Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2) Mahasiswa mampu melakukan pencegahan terhadap infeksi secara
sistematis dan setiap langkah dilakukan secara tepat.
b) Dasar Teori
1) Pengertian
Alat pelindung diri (APD) merupakan peralatan yang digunakan tenaga
kesehatan untuk melindungi diri dan mencegah infeksi nosokomial.
2) Tujuan
Tujuan penggunaan APD untuk melindungi kulit dan selaput lendir
tenaga kesehatan dari pajanan semua cairan tubuh dari kontak langsung
dengan pasien (Depkes, 2017).
3) Macam – macam APD
Alat pelindung diri pada tenaga kesehatan terdiri dari sarung tangan, alat
pelindung wajah (masker), penutup kepala (topi), gaun pelindung atau
apron, dan alas kaki atau sepatu.
4) Prosedur APD
(a). Prosedur Pemasangan masker
(1) Pengertian
Pemakaian masker adalah suatu kegiatan untuk melindungi diri
dari saat kontak langsung dengan pasien dengan menggunakan
masker penutup mulut dan hidung.
(2) Tujuan
Tujuan untuk mengurangi transmisi mikroorganisme melalui udara
dan droplet pada saat melakukan tindakan dan kontak dengan
pasien, serta melaksanakan tindakan steril dilingkungan steril.
(3) Alat dan bahan
Masker
(4) Prosedur
a) Mencuci tangan
b) Memberi tahu pasien tujuan penata memakai masker
c) Memasang masker menutupi hidung dan mulut, kemudian
mengikat tali- talinya. Tali bagian atas diikat kebelakang
kepala melewati bagian atas telinga sedangkan tali bagian
bawah diikat dibelakang leher.
d) Melepaskan masker dengan membuka ikatan tali-talinya
kemudian masker dapat dilipat dengan bagian luar kedalam.
e) Masker disposible dapat langsung dibuang hanya sekali
penggunaan.
f) Hal- hal yang harus diperhatikan yaitu :
 Memasang masker sebelum memasang sarung tangan atau
sebelum mencuci tangan.
 Tidak dianjurkan menyentuh masker ketika
menggunakannya.
 Mengganti masker ketika kotor dan lembab.
 Melepaskan masker dilakukan setelah melepaskan sarung
tangan dan cuci tangan.
 Tidak membiarkan masker menggantung di leher
 Segera melepaskan masker jika tidak digunakan.
 Tidak dianjurkan menggunakan kembali masker sekali
pakai.

(b). Prosedur Pemasangan skort


(1) Pengertian
Adalah suatu kegiatan untuk melindungi tubuh saat akan
melakukan tindakan atau kontak langsung dengan pasien.
(2) Tujuan
Penggunaan skort/celemek apron untuk melindungi penata dari
kemungkinan terkena percikan darah atau cairan tubuh yang
dapat mengenai dan berbahaya bagi petugas kesehatan /penata
untuk tertular atau terjangkit penyakit.
(3) Alat
Skort/ celemek apron sesuai ukuran, bertali dan bersih.
(4) Prosedur
a) Mencuci tangan.
b) Memakai skort/ celemek apron.
c) Melepas apron dengan bagian dalam diluar, kemudian
langsung dimasukkan kedalam kantong cucian (kantong
kain yang berwarna kuning).
d) Mencuci tangan.

(c). Prosedur Pemasangan sarung tangan/ handscoon (steril)


1). Prosedur sarung tangan steril
a) Pengertian
Adalah suatu kegiatan untuk melindungi diri tenaga
kesehatan atau penata khususnya pada kedua tangan
sebelum melakukan tindakan pembedahan atau tindakan
steril.
b) Tujuan
(1) Untuk mencegah kontak tangan dengan darah, cairan
tubuh, benda yang terkontaminasi.
(2) Mencegah kontak mikrooraganisme dari tangan
petugas kepada pasien.
c) Alat
(1) Sarung tangan/ handscoon steril.
(2) Nierbeken/ kantong kuning.
(3) Korentang jika perlu.

d) Prosedur
(1) Mencuci tangan dan keringkan .
(2) Membuka kemasan handskun steril dengan teknik
aseptic.
(3) Ambil bagian dalam handskun dengan tangan.
(4) Masukkan jari-jari tangan sesuai dengan jari-jari
sarung tangan.
(5) Lakukan juga tangan yang lain sama seperti diatas.
(6) Membuka sarung tangan kemudian dimasukkan ke
nierbeken atau kantong kuning (kantong infeksius).
(7) Membereskan peralatan.
(8) Mencuci tangan.

e) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan


handscoon steril
(1)Pastikan nomor handscoon sesuai dengan ukuran
tangan.
(2)Handscoon tidak boleh menyentuh benda lain yang
ada disekitar penata.
(3)Perhatikan bagian tangan kiri atau tangan kanan saat
memasang handscoon.

5) Syarat-syaratAPD :
a) Enak dipakai.
b) Tidak mengganggu kerja.
c) Memberikan perlindungan efektif sesuai dengan jenis bahaya di tempat
kerja.

6) Kelemahan APD :
a) Kemampuan perlindungan yang kurangsempurna:
b) Tidak tepat
c) Salah cara penggunaan
d) KualitasAPD
e) Sering APD tidak dipakai karena kurang nyaman.
f) Mengganggu penampilan

7) APD yang untuk tenaga Kesehatan


Alat APD Ilustrasi Gambar
Handscoon

Masker

Topi

Barack Short

Google/ Kaca mata

Sepatu

2. DETERMINASI ALAT (Penanganan Alat Medis Bekas Pakai)


A. Prosedur Determinasi Alat
1. Determinasi alat-alat logam, karet, tenun dan kaca
a. Pengertian
Adalah suatu proses untuk menghilangkan atau memusnahkan
mikroorganisme dan kotoran yang melekat pada peralatan medis
untuk memutus mata rantai penularan infeksi dari peralatan
medis kepada pasien atau petugas kesehatan sehingga aman
untuk penanganan selanjutnya
b. Tujuan
Mencegah infeksi nosokomial yang berasal dari alat medis
c. Alat
1) Tempat merendam alat (sesuai dengan keperluan)
2) Larutan desinfektan seperti lysol
3) Peralatan yang telah terkontaminasi seperti alat logam,
tenun, kassa
d. Prosedur
1) Gunakan sarung tangan
2) Membersihkan alat dari kotoran dibawah air mengalir
3) Merendam alat selama 2 jam atau sesuai dengan jenis larutan
Memakai handskun bersih
4) Dekontaminasi alat
5) kimia yang dipakai
6) Membersihkan dan mengeringkan alat
7) Membereskan alat
8) Melepaskan handscoon dan membuangnya kekantong
kuning.

2. Determinasi dengan bahan kimia (Dekontaminasi)


a. Pengertian
Suatu kegiatan untuk mensucihamakan alat-alat medis yang
digunakan pada saat pelaksanaan tindakan dengan
menggunakan bahan kimia.
b. Desinfeksi dengan larutan kimia
1) Peralatan yang bisa didesinfeksi dengan larutan kimia, yaitu
peralatan dari plastik atau kaca.
2) Kemudian peralatan dimasukkan dalam larutan desinfektan
yang sudah dipersiapkan (klorin 1% dalam aquabidest,
glutaraldehid 2% dalam alkohol 90%), kemudian ditunggu
sampai 90 menit.
3) Peralatan dicuci dalam air steril (aquabidest) dengan
menggunakan korentang steril.
4) Peralatan ditempatkan dalam bak instrumen dan bisa
digunakan.
c. Tujuan
Mencegah infeksi nosokomial yang berasal dari alat-alat medis
d. Alat
1) Larutan desinfektan (klorin 1%, glutaraldehid 2%
2) Desinfektan padat (formalin)
3) Peralatan yang akan disinfeksi (dari kaca atau plastik)
4) Air steril/ aquabides
e. Prosedur
1) Peralatan yang sudah dipakai, direndam dalam larutan
desinfektan (lisol 0,5%) selama 2 jam.
2) Kemudian dicuci bersih.
3. Desinfeksi dengan bahan kimia (Formalin):
(1) Peralatan yang bisa didesinfeksi dengan formalin, yaitu
kassa dan sarung tangan, tetapi karena sifatnya iritatif, perlu
dipertimbangkan bila mengenai pasien secara langsung.
Peralatan dimasukkan dalam dressing drum yang sudah
diberikan formalin yang sebelumnya dibungkus kassa.
(2) Dressing drum ditutup pori-porinya dan diberi label tanggal
dan jam proses dimulai.
(3) Ditunggu sampai 24 jam, baru bisa digunakan

3. CARA MEMBUAT LARUTAN


1. Pengertian
Menyiapkan atau membuat larutan desinfektan sesuai ketentuan .

2. Tujuan
Menyediakan larutan desinfektan yang dapat digunakan secara cepat,aman dan
dalam keadaan siap pakai.

3. Beberapa cairan disenfektan


(a). Larutan klorin
Daya kerja larutan klorin akan cepat mengalami penurunan sehingga harus
diganti paling sedikit satu kali 24 jam, atau lebih cepat jika terlihat telah kotor
atau keruh (Syafuddin, 2004).

Rumus Untuk Membuat Larutan Klorin 0,5%

Jumlah Bagian Air

Contoh:
Membuat larutan klorin 0,5% dari larutan klorin 5,25%
Hitung :

Jumlah Bagian Air =10-1=9

Jadi ambil 1 bagian larutan klorin sediaan 5.25% dan tambahkan dengan 9
bagian air

Membuat larutan klorin 0,1% dari larutan klorin 5%


Hitung :
Jumlah Bagian Air = 5 % - 1 = 50-1= 49
0.1%
Jadi ambil 1 bagian larutan klorin sediaan 5% dan tambahkan dengan 9
bagian air

Bila digunakan air matang, larutan klorin 0.1% cukup baik. Bila dilarutkan
dalam air bersih tetapi belum matang atau difiltrasi dibutuhkan konsentrasi 0.5
%. Hal ini disebabkan sebagian klorin yang ada diinaktivasi oleh
mikroorganisme yang terdapat di dalam air mentah.

Rumus membuat larutan yang mengandung klorin dari bubuk kering


Bubuk (g/l) = % pengenceran/diinginkan x 1000
% konsentrat/sediaan

Contoh :
Membuat larutan yang mengandung klorin 0.5 % dari bubuk kaporit dengan
konsentrat 35%

Hitung :
Bubuk (g/l) = 0.5% x 1000
35%
Tambahkan 14.2 g (dibulatkan 14 gram) dalam 1 liter air

2) Lisol
Jenis jenis lisol
1) Lisol 0.5% : untuk mencuci tangan
2) Lisol 1% : desinfeksi peralatan perawatan/kedokteran
3) Lisol 2-3% : untuk merendam peralatan yang digunakan pada pasien
penyakit menular selama 24 jam

Cara membuat larutan lisol


1) Membuat larutan lisol 0.5%
Campurkan 5cc lisol kedalam 1 liter air
2) Membuat larutan lisol 1 %
Campurkan 10cc lisol kedalam 1 liter air
3) Membuat larutan lisol 2-3 %
Campurkan 20cc lisol kedalam 1 liter air

3) Larutan savlon
Jenis jenis savlon
1) Savlon 0.5 % : untuk mencuci tangan
2) Savlon 1% : untuk merendam peralatan perawatan/kedokteran
Prosedur pelaksanaan
1) Membuat larutan savlon 0.5%
Campurkan 5cc savlon kedalam 1 liter air
2) Membuat larutan savlon 1 %
Campurkan 10cc savlon kedalam 1 liter air

4. Prosedur cara membuat larutan


(a). Persiapan alat
1) Tabung/ gelas ukur
2) Larutan desinfektan
3) Air (sesuai dengan yang dibutuhkan)
4) Ember (Tempat untuk air + cairan disenfektan)

(b).Pelaksanaan
1) Mencuci tangan
2) Membuat larutan sesuai petunjuk
3) Menggunakan sarung tangan (sarung tangan tebal dari karet) untuk
mengumpulkan dan memasukan instrument ke dalam larutan.
4) Siapkan wadah dengan ukuran yang memadai bagi sejumlah peralatan
instrument.
5) Jumlah cairan harus cukup untuk merendam seluruh instrument
6) Rendam selama 10 menit
7) Setelah semua instrument direndam, bersihkan sarung tangan didalam
larutan tersebut, lepaskan secara terbalik kemudian rendam dalam larytan
yang sama
8) Mencuci tangan
(c). Hal yang perlu diperhatikan
1) Jumlah cairan harus cukup untuk merendam seluruh instrument.
2) Gunakan larutan baru
3) Ganti larutan bila sudah digunakan berulang kali atau menjadi keruh,
kondisi larutan yang baik menjamin daya kerja yang efektif.

4. STERILISASI
1. Prosedur Sterilisasi
a. Pengertian
suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat, bahan, media dan lain-lain)
dari mikroorganisme yang tidak diharapkan.
b. Tujuan
Mencegah infeksi nosokomial yang berasal dari alat-alat medis
c. Alat
1). Larutan desinfektan (lisol, savlon, klorin).
2). Tempat untuk merendam alat.
3). Jenis sterilisator yang sesuai ( autoclave, oven).
d. Prosedur
1). Peralatan yang sudah dipakai, direndam dalam larutan desinfektan
selam 2 jam.
2). Kemudian dicuci bersih dan dikeringkan.
3). Sterilisasi dengan autoclave/ oven.
4). Peralatan yang bisa disterilisasi dengan autoclave, yaitu berbagai
peralatan dari lateks, sarung tangan, kain (laken, kassa).
5). Peralatan dipisahkan sesuai dengan jenisnya, dan dibungkus dengan
kain. Untuk sarung tangan bagian dalam ditaruh kassa atau kertas
tahan air, kemudian dibungkus dengan kertas tahan air (kertas
minyak).
6). Buka autoclave, isi bagian luar panci dengan air ± 1500 ml.
7). Masukkan peralatan dalam panci, atur agar panas dapat merata.
8). Tutup pipa uap, kemudian panaskan dalam tungku pemanas.
9). Tunggu sampai panas pada termometer mencapai 20°F, kemudian
buka pipa uap dan angkat dari sumber panas.
10). Tunggu sampai termometer menunjukkan angka 0, peralatan bisa
diangkat.
11). Sterilisasi dengan oven.
12). Peralatan yang bisa disterilisasi dengan sterilisasi, yaitu berbagai
peralatan dari logam (pinset, klem, dan lain-lain), kain (taken, kassa).
Untuk gunting bedah akan mudah tumpul dengan sterilisasi ini, dan
sarung tangan akan mudah rusak dengan sterilisasi ini. Untuk jenis
peralatan dari kain akan mudah rusak juga dengan papas yang kurang
merata pada oven.
13). Peralatan disusun berdasarkan dengan susunan rak dalam oven.
14). Kemudian atur tombol untuk pengaturan kerja otomatis atau manual.
15). Putar pengatur panas dan lamanya waktu pemanasan. Untuk
pemanasan 160°C selama 60 menit, 170°C selama 40 menit dan 180°C
selama 20 menit.
16). Kemudian tunggu oven bekerja sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Bila menggunakan kerja otomatis, oven akan langsung mati bila sudah
sesuai dengan pengaturan waktu dan panas. Bila menggunakan
pengaturan manual waktu dihitung mulai suhu oven mencapai suhu
yang diinginkan, matika oven bila sudah selesai..
17). Setelah dingin peralatan diangkat dan bisa digunakan atau disimpan
dalam tempat yang steril. Perhatikan tanggal pensterilan alat

5. HAND HYGIENE / MENCUCI TANGAN


A. Hand Hygiene
1. Defenisi

Hand Hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik untuk


hand hygiene dengan sabun antiseptik, maupun handrub antiseptik.
Pada tahun 1988 dan 1995, pedoman handhygiene dan antiseptic
tangan diterbitkan oleh Association for Professionals in Infection
Controls (APIC) (Boyce dan. Pitted, 2002 dalam WHO 2009).
Tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety challenge
dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi
kepatuhan Hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five
moments for Hand hygiene( WHO,2009).
Hand hygiene (kebersihan tangan) merupakan teknik dasar
yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
(Potter &Perry, 2003) dalam (Zulpahiyana, 2013). Menurut Van dan
Enk (2006) dalam Zulpahiyana (2013), hand hygiene adalah cara
yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial. Tujuan
hand hygiene untuk membuang kotoran dan organisme yang
menempel ditangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total
pada saat itu.

2. Tujuan hand hygiene


Tujuan dilakukan hand hygiene adalah untuk menghilangkan
mikroorganisme (Kozier, 2003 cit. Zulpahiyana, 2013). Hand
hygiene dilakukan untuk menghilangkan kotoran bahan organik dan
membunuh mikroorganisme yang terkontaminasi di tangan yang
diperoleh karena kontak dengan pasien terinfeksi/kolonisasi dan
kontak dengan permukaan lingkungan. Menurut Susianti (2008)
dalam Zulpahiyana (2013), tujuan dilakukannya hand hygiene yaitu;
a. Menekan atau mengurangi jumlah dan pertumbuhan bakteri
pada tangan
b. Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung
tangan
c. Mengurangi risiko transmisi mikroorganisme keperawat dan
pasien serta kontaminasi silang kepada pasien lain, anggota
keluarga, dan tenaga kesehatan lain.
d. Memberikan perasaan segar dan bersih.
Menurut Hidayat, et al (2011) dalam Zulpahiyana (2013), tujuan
hand hygiene antara lain:
a) Untuk memutus transmisi mikroba melalui tangan,
diantaranya :
1) Diantara area perawatan dan zona pasien
2) Diantara zona pasien dan area perawatan
3) Pada daerah tubuh pasien yang berisiko infeksi
(contoh: membrane mukosa, kulit non-intak,
alatinvasif)
4) Dari darah dan cairan tubuh.
b) Untuk mencegah
1) kolonisasi patogen pada pasien(termasuk yang
multiresisten)
2) penyebaran patogen ke area perawatan
3) infeksi yang disebabkan oleh mikroba endogen
4) kolonisasi dan infeksi pada tenaga kesehatan
3. Indikasi Hand Hygiene
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan
menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau
terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based
handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu
bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai
perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan
bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat :
a. Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh
pasien yaitu darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit
yang tidak utuh, ganti verban, walaupun telah memakai
sarung tangan.
b. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke
area lainnya yang bersih, walaupun pada pasien yang sama.

Indikasi melakukan hand hygiene atau dikenal dengan 5 moment hand


hygiene:
a. Sebelum kontak pasien
Hand hygiene sebelum kontak dengan pasien, untuk melindungi
pasien dari bakteri patogen yang ada pada tangan petugas.
b. Sebelum melakukan prosedur aseptic
Hand hygiene segera sebelum melakukan tindakan aseptik, untuk
melindungi pasien dari bakteri patogen, termasuk yang berasal dari
permukaan tubuh pasien sendiri.
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
Hand hygiene setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan
tubuh pasien (dan setelah melepas sarung tangan), untuk
melindungi petugas kesehatan dari bakteri patogen yang berasal
dari pasien.
d. Setelah kontak dengan pasien
Hand hygiene setelah menyentuh pasien, untuk melindungi para
petugas kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.
e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Hand hygiene setelah menyentuh objek yang ada disekitar pasien
pada saat meninggalkan pasien walaupun tidak menyentuh pasien,
untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas
dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.
Gambar 1 Five Moment Hand hygiene
Sumber: WHO (2009)

4. Jenis Hand hygiene


a. Hand Wash

Hand wash adalah tindakan membersihkan tangan dengan


menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir. Hand washing
(mencuci tangan) adalah proses menggosok kedua permukaan tangan
dengan kuat secara bersamaan menggunakan zat pembersih yang
sesuai dan dibilas dengan air mengalir dengan tujuan menghilangkan
mikroorganisme sebanyak mungkin.
b. Handrub

Handrub berbasis alkohol (handrubbing) dengan langkah-


langkah yang sistematik sesuai urutan, sehingga dapat mengurangi
jumlah bakteri yang berada pada tangan (WHO,2009).

5. Cara Melakukan Hand Hygiene


Menurut Permenkes Nomor 27 Tahun 2017, bahwa Hand Hygiene
dilakukan dengan cara langkah dengan cara Hand Wash dan Hand Rub

a. Cara mencuci tangan dengan Hand Wash.


b. Cara mencuci tangan dengan Hand rub.
1) Alat dan Bahan mencuci tangan
a) Tempat mencuci tangan dengan air mengalir.
b) Sabun.
c) Cairan berbasis alkohol.
d) Alat pengering.

2) Petunjuk Umum
a) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
b) Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang
diberikan
c) Ikuti petunjuk yang terdapat pada modul
d) Tanyakan kepada dosen bila ada hal-hal yang tidak dipahami
atau kurang dimengerti

3) Langkah Kerja
a) Gulung lengan baju sampai siku, lepaskan cincin, jam tangan
dan perhiasan tangan lain.
b) Basahi tangan sampai pergelangan tangan dibawah air mengalir
c) Ambil sabun dengan menggunakan bagian pinggir telapak
tangan kira-kira 5 ml, ratakan pada tangan yang telah dibasahi
d) Ratakan sabun pada kedua telapak tangan sebanyak 4 kali
putaran dengan arah berlawanan jarum jam, dengan posisi
tangan datar.
e) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan sebanyak 4 kali dan sebaliknya
f) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari selama 4 kali
hitungan
g) Bersihkan punggung jari dengan gerakan mengunci selama
4 kali hitungan
h) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan selama 4 kali hitungan, lakukan sebaliknya dan
dimulai dari ujung jari telunjuk
i) Bersihkan ujung jari tangan kanan dengan gerakan
memutar pada telapak tangan kiri sebanyak 4 kali hitungan
dan lakukan sebaliknya
j) Bilas kedua tangan dengan air mengalir
k) Keringkan tangan dengan tisu sekali pakai sampai benar-
benar kering
l) Gunakan tisu tersebut / atau siku untuk menutup kran

4) Catatan
a) Waktu untuk handwash 40-60 detik
b) Waktu untuk handscrub lebih dar 60 detik

6. Langkah Mencuci Tangan Steril Di Kamar Operasi


a. Periksa adanya luka pada tangan dan jari.
b. Lepaskan jam tangan, gelang atau cincin.
c. Gunakan pakaian bedah, penutup kepala, masker wajah, pelindung
mata jika dipakai.
d. Air dialirkan dengan pengontrol kaki atau siku.
e. Kedua tangan dibasahi dibawah air mengalir, mulai dari ujung jari-jari
sampai 3-5 cm diatas siku. Pertahankan tangan atas berada setinggi
siku selama prosedur.
f. Ambil sabun dengan siku kemudian dibuat busa ditelapak tangan dengan
posisi tangan tegak.
g. Sabun antiseptik cair dituangkan dalam telapak tangan (2-4 ml) dengan
siku ataupengontrol kaki.
h. Antiseptic diratakan dimulai dari ujung jari sampai 5 cm diatas siku
i. Kuku jari bagian dalam dibersihkan dengan menggunakan pembersih
kuku pada kedua tangan
j. Menyikat mulai ujung jari dan kuku 15 kali (selama ½ menit).
k. Jari-jari disikat dengan arah ke bawah selama 10 kali gerakan (kira-kira
1 menit).
l. Telapak dan punggung tangan disikat dengan arah memutar masing-
masing selama 10 gerakan (kira-kira ½ menit).
m. Pergelangan sampai diatas siku dengan arah memutar 10 kali gerakan
(selama 1 menit).
n. Membersihkan tangan dengan air mengalir, mulai ujung jari sampai
atas siku, biarkan sisa air menetes melalui siku. Keringkan dengan
handuk steril jika tersedia.

7. Evaluasi Praktikum
a. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
b. Mahasiswa mampu melakukan pencegahan terhadap infeksi secara
sistematis dan setiap langkah dilakukan secara tepat.
c. Mahasiswa wajib berlatih dengan menggunakan panduan modul
praktikum pada jam praktikum mandiri
H. PERAWATAN LUKA
1. PERAWAT LUKA KONVENSIONAL
a. Tujuan Pembelajaran Praktikum
1) Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap.
2) Mahasiswa mampu melakukan tindakan perawatan luka konvensional secara
sistematis dan setiap langkah dilakukan secara tepat.

b. Dasar Teori
1) Pengertian
Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dan melakukan
balutan untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau
jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang
dapat merusak permukaan kulit.

2) Tujuan
a) Untuk menghentikan perdarahan
b) Mencegah infeksi
c) Menilai kerusakan yang terjadi pada struktur yang terkena
d) Untuk menyembuhkan luka.

3) Alat dan Bahan


Trolley/baki berisi :
a) Set perawatan luka steril, berisi: kom kecil 2 buah, pinset anatomis 3
buah chirurgis 1 buah dan gunting jaringan 1 buah.
b) Handscoon steril 2 pasang dalam kemasan.
c) Hanscrub
d) Kassa steril sesuai kebutuhan dalam kemasan.
e) Verban sesuai kebutuhan.
f) Plester sesuai kebutuhan.
g) Gunting verban 1 buah.
h) Cairan NaCl 0,9 %.
i) Antiseptik sesuai rekomendasi.
j) Kantong sampah infeksius.
k) Pengalas/underpad.
l) Penggaris luka.

4) Prosedur
a) Tahap Pra-Interaksi
(1) Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien.
(2) Cuci tangan sesuai prosedur.
(3) Siapkan alat.
b) Tahap Orientasi
(1) Beri salam, Indentifikasi pasien : minta klien menyebutkan nama,
tanggal lahir dan nomor Rekam Medik (MR).
(2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
(3) Beri kesempatan klien untuk bertanya.
(4) Jaga privasi dan berikan kenyamanan pada pasien.

c) Tahap Kerja
(1) Mencuci tangan.
(2) Pasang APD sesuai kebutuhan.
(3) Menjaga keamanan, kenyamanan dan privacy pasien.
(4) Mendekatkan trolly yang berisikan alat – alat kedekat pasien.
(5) Memasang pengalas dibawah lokasi luka.
(6) Meletakkan nierbekken didekat luka pasien
(7) Memasang handscoon steril.
(8) Membuka balutan luka dengan pinset anatomi, jika balutan kering
basahi dengan larutan fisiologis steril (aquadest/nacl 0,9%)
(9) Kaji kondisi luka
(a). Measure: kaji lama luka, lebar, kedalaman.
(b). Exudate: kaji kuantitas dan kualitas (serous, purulen,
hemoserous, blood)
(c). Appearance: kaji dasar luka, jenis jaringan dan jumlah.
(d). Suffering : kaji jenis dan tingkat nyeri.
(e). Undermining : kaji apakah luka ada goa atau tidak.
(f). Re-evaluate: lakukan pengkajian secara teratur.
(g). Edge : kaji kondisi tepi luka sekitar kulit.
(10) Memasukkan bekas balutan luka kedalam nierbekken
(11) Memasukkan pinset yang telah digunakan ke dalam nierbekken
(12) Melepaskan handscoon kotor dan memasukkan ke tempat sampah
infeksius
(13) Mencuci tangan dengan menggunakan Hanscrub
(14) Membuka set perawatan luka, kassa steril dalam kemasan dan
memasukkannya ke dalam bak instrumen
(15) Menuangkan cairan antiseptic dan nacl0,9% kedalam masing-
masing kom kecil.
(16) Masukan kassa steril secukupnya ke dalam bak instrumen
(17) Memasang handscoon steril.
(18) Masukan kassa ke dalam cairan Nacl 0,9% , kemudian peras kassa
dengan menggunakan dua pinset
(19) Membersihkan luka dengan kassa yang di basahi Nacl 0,9% dengan
prinsip dari bersih ke kotor
(20) Membersihkan area sekitar luka
(21) Menutup luka dengan kassa kering sesuai ukuran luka dan beri plester.
(22) Mengkomunikasikan dengan klien bahwa perawatan luka telah selesai
dilakukan dan jelaskan kondisi luka.
(23) Menganjurkan pada pasien untuk menjaga kebersihan sekitar luka
(24) Membereskan alat-alat, melepaskan APD dan mencuci tangan.
(25) Mendokumentasikan kegiatan

d) Tahap Terminasi
a) Mendokumentasikan hasil perawatan luka: respon pasien, keadaan
luka, balutan dan drainase.
b) Menanyakan perasaan pasien setelah dilakukan tindakan.
c) Merencanakan tindakan dan kunjungan berikutnya
d) Mengucapkan Salam dan terima kasih atas kerjasamanya.

5) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka akut adalah


a) Prinsip perawatan luka steril.
b) Jaga prinsip steril selama melakukan perawatan luka.
c) Apabila balutan kering dan melengket pada luka maka siram balutan
dengan cairan Nacl 0,9%.
d) Usahakan tidak menimbulkan luka baru/luka kembali berdarah.
2. PERAWATAN LUKA AKUT
a. Tujuan Pembelajaran Praktikum
1) Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap.
2) Mahasiswa mampu melakukan tindakan perawatan luka akut secara sistematis
dan setiap langkah dilakukan secara tepat.

b. Dasar Teori
1. Pengertian
Luka akut adalah luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan luka.
2. Tujuan
1). Untuk menghentikan perdarahan.
2). Mencegah infeksi.
3). Menilai kerusakan yang terjadi pada struktur yang terkena.
4). Untuk menyembuhkan luka.
3. Alat dan bahan
1). Set perawatan luka steril, berisi: kom kecil 1 buah, pinset anatomis. 3 buah
dan chirurgis 1 buah, gunting jaringan 1 buah.
2). Handscoen steril 2 pasang dalam kemasan.
3). Hanscrub
4). Kassa steril sesuai kebutuhan dalam kemasan.
5). Verban sesuai kebutuhan.
6). Plester sesuai kebutuhan.
7). Gunting verban 1 buah.
8). Cairan NaCl 0,9 %.
9). Pengalas/underpad.
10). Salep luka.
11). Penggaris luka.
12). Nierbekken/ bengkok 2 buah.
13). Kantong sampah infeksius.

4. Prosedur Pelaksanaan
a. Tahap Pra-Interaksi
1) Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien.
2) Cuci tangan sesuai prosedur.
3) Siapkan alat.

b. Tahap Orientasi
1) Beri salam, Indentifikasi pasien : minta klien menyebutkan nama, tanggal
lahir dan nomor Rekam Medik (MR).
2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
3) Beri kesempatan klien untuk bertanya.
4) Jaga privasi dan berikan kenyamanan pada pasien.
c. Tahap Kerja
1). Mencuci tangan.
2). Pasang APD sesuai kebutuhan.
3). Dekatkan alat dengan tempat kerja.
4). Buka set perawatan luka steril dan tuangkan cairan NaCl 0,9 % ke dalam
kom kecil.
5). Masukan kassa secukupnya ke dalam set perawatan luka steril.
6). Pasang handscoon steril.
7). Pasang perlak atau underpad.
8). Buka balutan.
9). Balutan yang telah dibuka dimasukan kedalam bengkok/ Nierbekken.
10). Pinset yang telah digunakan dimasukan kedalam bengkok/ Nierbekken.
11). Masukan kassa ke dalam cairan NaCL 0.9 % , kemudian peras kassa
dengan menggunakan dua pinset/ Bilas luka dengan NaCL 0.9 %.
12). Bersihkan luka secara lembut dengan menggunakan kassa.
13). Keringkan luka dengan kassa steril.
14). Melepaskan handscoon dan masukan ke dalam sampah infeksius
15). Dokumentasikan kondisi luka.
16). Ukur luka dengan menggunakan penggaris luka dan foto luka.
17). Mencuci tangan dengan menggunakan Hanscrub.
18). Pakai handscoon steril
19). Angkat jaringan mati jika ada (slough dan nekrosis)
20). Oleskan salep pada seluruh permukaan luka
21). Tempelkan island dressing diatas luka.
22). Tempelkan kassa sesuai kebutuhan .
23). Beri plester atau balut luka dengan verban sesuai dengan kebutuhan
24). Komunikasikan kepada pasien bahwa perawatan luka telah selesai
dilakukan dan apabila ada keluhan laporkan kepada perawat.
25). Buat kontrak untuk perwatan luka selanjutnya.
26). Rapikan alat
27). Cuci tangan.

d. Tahap Terminasi
1) Mendokumentasikan hasil perawatan luka: respon pasien, keadaan luka,
balutan dan drainase.
2) Menanyakan perasaan pasien setelah dilakukan tindakan.
3) Merencanakan tindakan dan kunjungan berikutnya
4) Mengucapkan Salam dan terima kasih atas kerjasamanya.

5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka akut adalah


1) Prinsip perawatan luka steril.
2) Jaga prinsip steril selama melakukan perawatan luka.
3) Bahan dan salep yang digunakan disesuaikan dengan kondisi luka klien.
3. LUKA KRONIK
a. Tujuan Pembelajaran Praktikum
1). Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap.
2). Mahasiswa mampu melakukan tindakan perawatan luka kronik secara
sistematis dan setiap langkah dilakukan secara tepat.

b. Dasar Teori
1). Pengertian
Luka kronik adalah luka dengan masa penyembuhan tidak sesuai dengan
konsep penyembuhan luka.

2). Tujuan
a) Untuk menghentikan perdarahan.
b) Mencegah infeksi.
c) Menilai kerusakan yang terjadi pada struktur yang terkena.
d) Untuk menyembuhkan luka.

3). Alat dan bahan


a) Set perawatan luka steril, berisi: kom kecil 1 buah, pinset anatomis 3 buah
dan chirurgis 1 buah, gunting jaringan 1 buah
b) Handscoen steril 2 pasang dalam kemasan
c) Hanscrub
d) Kassa steril sesuai kebutuhan dalam kemasan
e) Verban sesuai kebutuhan.
f) Plester sesuai kebutuhan
g) Gunting verban 1 buah
h) Cairan NaCl 0,9 %
i) Sabun gentle antiseptik
j) Salep luka
k) Pengalas/underpad
l) Penggaris luka
m) Nierbekken 2 buah
n) Kantong sampah infeksius.

4). Prosedur pelaksanaan


a) Tahap Pra-Interaksi
(1) Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
(2) Cuci tangan sesuai prosedur
(3) Siapkan alat

b) Tahap Orientasi
(1) Beri salam, Indentifikasi pasien : minta klien menyebutkan nama,
tanggal lahir dan nomor Rekam Medik (MR).
(2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
(3) Beri kesempatan klien untuk bertanya.
(4) Jaga privasi dan berikan kenyamanan pada pasien.

c) Tahap Kerja
(1) Mencuci tangan.
(2) Pasang APD sesuai kebutuhan.
(3) Dekatkan alat dengan tempat kerja.
(4) Pasang Handscoen
(5) Pasang perlak atau underpad.
(6) Buka balutan.
(7) Balutan yang telah dibuka dimasukan kedalam bengkok/
Nierbekken.
(8) Cuci luka dengan sabun gentle antiseptik dan bilas dengan NaCL 0.9
%.
(9) Bersihkan luka secara lembut dengan menggunakan kassa.
(10) Keringkan luka dengan kassa steril.
(11) Melepaskan handscoon dan masukan kedalam tempat sampah
infeksius.
(12) Dokumentasikan kondisi luka .
(13) Kaji kondisi luka, ukur luka dengan menggunakan penggaris luka
dan foto luka.
(14) Mencuci tangan dengan menggunakan Hanscrub.
(15) Pakai handscoon steril .
(16) Angkat jaringan mati jika ada (slough dan nekrosis).
(17) Oleskan salep pada seluruh permukaan luka.
(18) Tempelkan island dressing diatas luka.
(19) Tempelkan kassa sesuai kebutuhan .
(20) Balut luka dengan verban sesuai dengan kebutuhan
(21) Komunikasikan kepada pasien bahwa perawatan luka telah selesai
dilakukan dan apabila ada keluhan laporkan kepada perawat.
(22) Buat kontrak untuk perwatan luka selanjutnya.
(23) Rapikan alat
(24) Cuci tangan

d) Tahap Terminasi
(1) Mendokumentasikan hasil perawatan luka: respon pasien, keadaan
luka, balutan dan drainase.
(2) Menanyakan perasaan pasien setelah dilakukan tindakan.
(3) Merencanakan tindakan dan kunjungan berikutnya
(4) Mengucapkan Salam dan terima kasih atas kerjasamanya.
5). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka kronik adalah
a) Prinsip perawatan luka bersih.
b) Bahan dan salep yang digunakan disesuaikan dengan kondisi luka klien.
4. Menjahit Luka (Hecting)

a) Definisi

Menjahit luka (hecting) adalah tindakan mendekatkan tepi-tepi luka dan


mempertahankan dengan benang atau jahitan sampai terjadi kontinuitas jaringan.
Tindakan menjahit luka dengan alat yang sudah disterilkan dan membersihkan
luka sesuai dengan keadaan luka.

b) Tujuan
1) Menghentikan perdarahan
2) Mencegah infeksi
3) Mencegah cacat
c) Prosedur Menjahit Luka
1) Cek program perawatan
2) Ucapkan salam terapeutik
3) Lakukan evaluasi keadaan klien
4) Lakukan kontrak (waktu, tempat, tindakan yang akan dilakukan).
5) Jelaskan tujuan tindakan
6) Persiapan alat dan bahan :
(a). Sarung tangan steril
(b).Duk lobang
(c). Arteri klem 1
(d).Pinset 1
(e). Benang jahit
(f). Jarum jahit
(g).Kassa steril
(h).Cairan Nacl 0,9%
(i). Cairan antiseptik
(j). Korentang steril
(k).Perlak dan pengalas
(l). Obat anestesi
(m).Plester
(n).Gunting benang
(o).Gunting plester
(p).Kom steril
(q).Bengkok
(r). puit 1 cc
7) Dekatkan alat ke pasien
8) Cuci tangan
9) Pakai sarung tangan steril
10) Pasang duk lobang
11) Ambil spuit 1cc, isi dengan procain/lidocain,
12) Bersihkan luka dengan Nacl sambil menilai area untuk anestesi
13) Injeksikan procain/lidocain ke sekeliling luka (tusukan jarum, dorong obat
sambil menarik serring spuit
14) Gunakan jarum untuk menjahit kulit, masukkan benang ke lubang jarum, pada
penggunaan jarum melengkung dari arah dalam keluar
15) Pegang jarum dengan menggunakan klem, kemudian mulai menjahit luka
16) Lakukan heacting dengan jarak ± 0,5 cm
17) Ikat benang dengan membentuk simpul
18) Potong benang, sisakan sepanjang 1mm (untuk jahitan dalam), 0,65 cm untuk
jahitan luar
19) Siap satu heacting, bersihkan dan lanjut ke heacting selanjutnya sampai luka
tertutup
20) Oleskan salep sesuai anjuran dokter
21) Tutup dengan kassa steril
22) Pasang plester/hipafix
23) Bereskan alat
24) Cuci tangan

Anda mungkin juga menyukai