Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang mengangkat
pembahasan mengenai “Pancasila dan Tantangan Ideologi Radikal Dalam Konteks
Keindonesiaan dan Global”.  Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber
dan referensi serta pengarahan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-
sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk semua pihak yang membaca. Aamiin.

Tangerang, 21 November 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………….…..…1


Daftar Isi …………………………………………………………………………………....2
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………….……...3
1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………..4
1.3. Tujuan Pembahasan …………………………………………………………...4
Bab II Pembahasan
2.1. Pengertian Integrasi dan Disintegrasi ………………………………………….5
2.2. Faktor Pendorong Integrasi dan Disintegrasi ………………………………….5
2.3. Upaya Mencegah Disintegrasi ………………………………………………...7
2.4. Pengertian Ideologi Radikal (Radikalisme) …………………………………...8
2.5. Eksistensi Gerakan Radikalisme di Indonesia ………………………………...8
2.6. Tantangan Radikalisme Dalam Konteks Ke Indonesiaan dan Global ………..9
2.7. Peran Pancasila Dalam Mengatasi Gerakan Radikalisme di Indonesiaan …...11
Bab III Penutup
3.1. Kesimpulan ……………………………………………………………………15
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………...16

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia dewasa ini dihadapkan dengan persoalan dan ancaman radikalisme dan
gerakan disintegrasi (separatism) yang kesemuanya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila
dan UUD NKRI 1945.
Radikalisme merupakan ancaman terhadap ketahanan ideologi. Apabila Ideologi
negara sudah tidak kokoh maka akan berdampak terhadap ketahanan nasional.Radikalisme
dapat diartikan sebagai sikap atau paham yang secara ekstrim, revolusioner dan militan untuk
memperjuangkan perubahan dari arus utama yang dianut masyarakat. Radikalisme tidak
harus muncul dalam wujud yang berbau kekerasan fisik. Ideologi pemikiran, kampanye yang
masif dan demonstrasi sikap yang berlawanan dan ingin mengubah mainstream dapat
digolongkan sebagai sikap radikal.
Di era reformasi ini, kemajemukan masyarakat cenderung menjadi beban daripada
modal bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari munculnya berbagai masalah yang sumbernya
berbau kemajemukan.
Saat ini pula bangsa Indonesia, masih mengalami krisis multidimensi yang
menggoncang kehidupan kita. Sebagai salah satu masalah utama dari krisis besar itu adalah
ancaman disintegrasi bangsa yang hingga saat ini masih belum mereda.
Masalah disintegrasi bangsa merupakan masalah yang sangat mengkhawatirkan
kelangsungan hidup bangsa ini. Perlunya ditegakkan kembali nilai-nilai Pancasila tidak bisa
ditunda-tunda lagi, bangsa ini sudah krisis dalam segala aspek kehidupan khususnya krisis
moral. Nilai-nilai Pancasila harus dihidupkan kembali dalam setiap aspek kehidupan, bukan
hanya terkristalisasi sebagi ideologi Negara.
Permasalahan disintegrasi ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi
permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang
tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi
sampai pada akar permasalahannya, maka akan menjadi problem yang berkepanjangan.
Untuk itulah, makalah ini disusun dalam rangka menyadarkan kembali akan
pentingnya nilai-nilai Pancasila ditegakkan kembali.
3
1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari integrasi dan disintegrasi?

2. Apa sajakah faktor-faktor pendorong integrasi dan disintegrasi?

3. Bagaimana upaya yang harus dilakukan dalam mencegah disintegarsi?

4. Apakah pengertian dari ideologi radikal (radikalisme)?

5. Bagaimana gerakan radikalisme dapat eksis di Indonesia?

6. Apa sajakah tantangan radikalisme dalam konteks ke Indonesia an dan global?

7. Bagaimana peran pancasila sebagai ideologi negaradalam mengatasi gerakan


radikalisme di Indonesia?

1.3. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian dari integrasi dan disintegrasi

2. Untuk mengetahui faktor pendorong integrasi dan disintegrasi

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mencegah disintegrasi

4. Untuk mengetahui pengertian dari radikalisme

5. Untuk mengetahui bagaimana gerakan radikalisme dapat eksis di Indonesia

6. Untuk mengetahui tantangan radikalisme dalam konteks ke Indonesia an dan global

7. Untuk mengetahui peran pancasila sebagai ideologi negara dalam mengatasi gerakan
radikalisme di Indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Integrasi dan Disintegrasi


Secara arti kata integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti
kesempurnaan atau keseluruhan. Atau dari kata “integer” yang berarti utuh, tidak retak, bulat,
padu. Jadi integrasi mempunyai pengertian sebagai suatu proses penyaluran dua unsur atau
lebih yang mengakibatkan tercapainya suatu keinginan yang berjalan secara baik dan lancar.
Secara umum integrasi berarti saling ketergantungan yang lebih rapat dan erat antar
bagian dalam organism hidup atau antar bagian dalam organism hidup atau antar anggota di
dalam masyarakat sehingga terjadi penyatuan hubungan yang dianggap harmonis.
Disintegrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan tidak
bersatu padu atau keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan.
Disintegrasi secara harfiah dipahami sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi bagian-bagian
yang saling terpisah (Webster’s New Encyclopedic Dictionary 1994). Pengertian ini mengacu
pada kata kerja disintegrate, “to lose unity or intergrity by or as if by breaking into
parts”. Potensi disintegrasi bangsa Indonesia menurut data empiris relatif tinggi. Salah satu
indikasi dari potensi ini adalah homogenitas ethnik dan linguistic yang rendah.

2.2. Faktor Pendorong Integrasi dan Disintegrasi

1. Faktor pendorong integrasi :

 Tingginya tingkat kesadaran akan integrasi dan partisipasi

 Adanya simbol persatuan

 Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan

 Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan


dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928

 Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan


5
perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan

 Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana


dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan

 Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi


Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan
Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia

 Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila, dengan semboyan


Bhinneka Tunggal Ika

2. Faktor pendorong disintegrasi :

 Berkembangnya paham kedaerahan (etnosentrisme).

 Berkembangnya paham stratifikasi sosial atau kelompok.

 Berkembangnya anggapan bahwa agama dan kepercayaan tertentu yang paling 

benar.

 Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor


kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah,
agama yang dianut, ras dan sebagainya.

 Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi
oleh lautan luas.

 Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang


merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari
dalam maupun luar negeri.

 Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil


pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah
SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan
kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.

 Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak langsung maupun
kontak tidak langsung.

6
 Kontak langsung, antara lain melalui unsur-unsur pariwisata, sedangkan kontak
tidak langsung, antara lain melalui media cetak (majalah, tabloid), atau media
elektronik (televisi, radio, film, internet, telepon seluler yang mempunyai fitur
atau fasilitas lengkap).

2.3. Upaya Mencegah Disintegrasi

1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk


bersatu.

2. Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.

3. Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma (nilai-nilai


Pancasila) yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek
kehidupan dan pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak,
semua wilayah.

5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang


arif dan bijaksana, serta efektif.

6. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.

7. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya tindakan KKN.

8. Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari


ancaman luar.

9. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.

10. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam
memerangi separatis.

11. Pancasila dan UUD1945 harus digemakan lagi sampai ke rakyat yang paling bawah,
dalam rangka pemahaman dan penghayatan.

12. GBHN yang pernah ada yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam membangun
bangsa dan negara perlu dihidupkan kembali.

7
13. Para tokoh dan elit bangsa harus dapat memberi contoh dan menjadi contoh rakyat,
jangan selalu berkelahi dan saling caci maki hanya untuk kepentingan kelompok atau
partai politiknya.

2.4. Pengertian Ideologi Radikal (Radikalisme)


Radikalisme merupakan paham pemikiran sekelompok masyarakat yang menginginkan
perubahan sosial dengan jalan kekerasan, meyakinkan dengansatu tujuan yang dianggap
benar tapi dengan menggunakan cara yang salah.Radikalisme dalam artian bahasa berarti
paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan
cara kekerasan atau drastis.
Makin banyak gerakan yang muncul karena persoalan agama, politik, maupun yang
lainnya.Sebagian besar bentuk radikalisme adalah perbuatan yang negatif untuk
umum.Demokrasi yang seharusnya menjadikan tatanan masyarakat semakin cair, egaliter dan
inklusif, tapi yang terjadi justru sebaliknya.

2.5. Eksistensi Gerakan Radikalisme di Indonesia

Jika dilihat dari letak Indonesia yang strategis dan merupakan kumpulan dari pulau-
pulau, Indonesia sering dilewati oleh negara lain. Baik sebagai tempat transit atau berhenti
dengan berbagai tujuan. Selain itu, Indonesia terdiri dari beraneka ragam budaya sehingga
radikalisme dapat dengan mudah masuk ke Indonesia. Baik melalui jalur darat maupun laut
bahkan karena luasnya Indonesia, banyak wilayah yang belum terjangkau oleh aparatur
negara.

Selain agama, radikalisme juga sudah “menjangkiti” aliran-aliran sosial, politik, budaya,
dan ekonomi.Ada anggapan di kalangan masyarakat awam bahwa radikalisme hanya
dilakukan oleh agama tertentu saja. Padahal sebenarnya bukan karena agamanya namun lebih
kepada perilaku manusia itu sendiri. Di Indonesia, aksi kekerasan (teror) yang terjadi selama
ini kebanyakan dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan/mendompleng
agama tertentu. Agama dijadikan tameng oleh mereka untuk melakukan aksinya.Selain itu
mereka juga memelintir sejumlah pengertian dari kitab suci. Teks agama dijadikan dalih oleh
mereka untuk melakukan tindak kekerasan atas nama jihad.
8
Beberapa contoh radikalisme keagamaan yang terjadi di Indonesia adalah
munculnya berbagai kelompok agama yang berhaluan keras, seperti Jama’ah Salafi,
Front Pembela Islam (FPI), Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), Majelis Mujahidin
Indonesia (MMI), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Dosen Fisip Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, M Zaki Mubarak dalam
diskusi yang mengupas tentang dilema penanganan terorisme di Indonesia di Wisma Intra
Asia, Jalan dr Soepomo, Tebet, Jaksel, Rabu (3/7/2013) menuturkan alasan utama kenapa
kelompok-kelompok ini melakukan aksi radikal adalah karena ketidakpuasan kepada
pemerintahan yang ada. Menurut mereka, tidak adanya pemimpin yang baik, menyebabkan
negara diambang kehancuran. Selain itu, mereka percaya negara ini terlalu mudah disetir oleh
kepemimpinan dunia barat. Ideologi yang mereka peroleh dari pendahulu mereka, bagi para
kelompok radikal masa kini dianggap sebagai acuan dan alasan kuat untuk melakukan teror
agar tujuan mereka dapat tercapai.
2.6. Tantangan Radikalime Dalam Konteks Ke Indonesia an dan Global

1. Tantangan Radikalisme Dalam Konteks Global


ISIS disebut sebagai gerakan atau kelompok ekstremis radikal karena tindakan yang
dilakukannya sangat sadis, salah satunya dengan memenggal kepala korbannya. ISIS
mengikuti ekstrem anti-Barat, mempromosikan kekerasan agama dan menganggap mereka
yang tidak setuju dengan tafsirannya sebagai kafir dan murtad Oleh karena cara yang
dilakukannya radikal dan biadab, ISIS menjadi perhatian khusus masyarakat internasional.
Bukan hanya karena jumlah korbannya telah mencapai ribuan, namun juga karena kelompok
tersebut terus melakukan ekspansi dan menduduki wilayah-wilayah di Irak dan Suriah.Serta,
menimbulkan teror bagi masyarakat internasional karena korban yang dipenggal acap kali
ditampilkan lewat media sosial.Mereka tidak peduli siapa pun korbannya, baik warga sipil,
anak-anak dan perempuan, militer serta jurnalis.
September 2014 sekitar 9.347 warga sipil tewas di tangan ISIS. Berdasarkan data PBB,
pada Juni 2014 ISIS juga membantai sekitar 1.500 tentara Irak dan petugas keamanan dari
bekas markas militer AS (Reuters.com 2014).ISIS juga menjadikan ratusan gadis sebagai
budak seks, merekrut anak-anak sebagai pasukan, melakukan penculikan dan pemerkosaan,
penjarahan, perusakan fasilitas publik, serta berbagai bentuk kekerasan dan tindakan
radikal.Beberapa negara, termasuk PBB, kemudian menyebutnya sebagai organisasi teroris
yang mengancam keamanan dunia.
Atas dasar itu, pada 15 September 2014, sebanyak 40 negara, termasuk sepuluh negara-
9
negara Arab, bertemu di Paris untuk membahas strategi melumpuhkan ISIS yang dipandang
telah melakukan kejahatan kemanusiaan dan mengancam dunia internasional.Hasilnya,
pasukan koalisi internasional yang dipimpin AS bersama beberapa negara kemudian
melancarkan serangan militer terhadap ISIS.Begitu juga PBB, menjadikan ISIS sebagai
pembahasan di Sidang Umum maupun Sidang Dewan Keamanan PBB, yang melahirkan
misalnya resolusi terkait ISIS sebagai organisasi teroris dan resolusi pejuang asing.
2. Tantangan Radikalisme Dalam Konteks Ke Indonesia an

a. Jamaah Salafi (Bandung)


Di Bandung, Abu Haedar adalah tokoh utama salafi, Gerakan salafi dipengaruhi oleh
gerakan Wahabi di Saudi Arabia. Muhammad Bin Abdul Wahab adalah pendiri Wahabi yang
berusaha mengubah wajah Islam sebelumnya agar sesuai dengan yang dipraktekkan oleh
Nabi. Salafi berusaha melakukan purifikasi, karena Islam yang ada dianggap terkotori oleh
pengaruh atau praktek dan pemikiran yang tidak berasal dari sahabat Nabi. Karena itulah,
mereka dalam hal ini selalu menolak pemikiran-pemikiran baru yang datang dari ulama atau
intelektual Islam lain selain kelompok mereka.misalnya, berbeda pendapat dengan apa yang
dilakukan oleh kelompok Islam lain yang menghancurkan beberapa tempat yang dianggap
maksiat.

b. Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS)


Di Surakarta, gerakan radikal Islam pernah muncul di zaman Orde Baru. Tokoh utama
gerakan tersebut adalah Abu Bakar Basyir yang harus menyingkir ke negara tetangga.
Konflik Ambon tahun 1999 merupakan faktor pendorong munculnya gerakan ini karena
terjadinya pembantaian umat Islam oleh kalangan Kristiani di Ambon.
Dengan prinsipnya untuk amar ma'ruf nahi munkar, FPIS telah tampil sebagai
kelompok yang lebih "berani" dibandingkan dengan organisasi lain yang ada di Surakarta,
tampilan FPIS dengan kegiatannya untuk melawan kemaksiatan telah memberi kesan bahwa
organisasi ini radikal. Pandangan awam seperti ini terdukung oleh penampilan keseharian
FPIS yang biasa menggunakan baju putih dengan sorban dan jidat berwarna hitam serta
jenggot bergelajut di wajah mereka, suatu stereotip yang biasanya melekat pada kaum
fundamentalis garis keras.Kalangan pemimpin maupun pendukung FPIS, misalnya, merespon
dan bahkan mengecam Abdurahman Wahid, sebagai presiden RI yang dinilai "anti"
formalisasi syariat Islam seperti dia perlihatkan melalui ketidaksetujannya terhadap Piagam
Jakarta. Dukungan FPIS terhadap Piagam Jakarta karena dalam piagam tersebut

c. Front Pembela Islam (FPI)


10
Kelahiran FPI secara resmi dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1998 di Pondok
Pesantren Al Umm, Cempaka Putih, Ciputat.Organisasi ini sejak pertama kali dideklarasikan
hingga saat ini dipimpin oleh seorang habieb yang masih cukup muda, yaitu Habieb
Muhammad Rizieq Shihab.

Dasar berdirinya FPI sendiri menurut Habieb Rizieq lebih dilatari oleh keprihatinan
terhadap semakin maraknya tindak kemaksiatan dan pornografi.Sementara aparat keamanan
yang semestinya memberantas berbagai macam kemaksiatan tersebut seperti tidak berdaya
dan bahkan membiarkan begitu saja.

d. Majelis Mujahidin Indonesia


Lahir pada masa transisi politik, dan kemudian banyak menyita perhatian.MMI ini di
deklarasikan melalui sebuah kongres yang cukup meriah pada tanggal 5-6 agustus 2002 di
Yogyakarta. Yang melatar belakangi diadakanya kongres ini adalah diilhami sebuah
semangat untuk mendzahirkan syariah ilahi dan dilatari oleh kesadaran akan pentingnya
menyelaraskan langkah perjuangan utnuk menuntaskan persoalan krisis dan krusial keumatan
maupun kemanusiaan, yaitu tegaknya syariah Islam.
Konsolidasi yang dilakukan para aktivis kelompok radikal yang mempelopori
terselenggaranya Kongres Mujahidin itu sendiri sebenarnya dalam prosesnya telah
berlangsung cukup lama.Para aktivis MMI, terutama beberapa kelompok mudanya, telah
merintis beberapa langkah konsolidasi untuk menyatukan beberapa elemen Islam, terutama
mereka yang berasal dari kubu Darul Islam semenjak tahun 1993.Seiring saat keluarnya
beberapa tahanan politik Darul Islam.Kelompok pemuda bekas tahanan inilah yang
menggagas betemunya para tokoh Islam radikal di Jogjakarta tersebut.

e. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)


Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik Islam yang didirikan oleh Taqiyuddin An-
Nabhany di Al-Quds, Palestina pada tahun 1952.Kegiatan utama partai ini adalah politik dan
berideologi Islam.Hizbut Tahrir bercita-cita membangun tatanan masyarakat dan sistem
politik berdasarkan akidah Islam.Islam harus menjadi tata aturan kemasyarakatan dan
menjadi dasar konstitusi dan undang-undang.Hizbut Tahrir juga berniat membangun kembali
Daulah Khilafah Islamiyah di seluruh dunia melalui ini Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa
hukum Islam dapat di berlakukan.
2.7. Peran Pancasila Dalam Mengatasi Gerakan Radikalisme di Indonesia
Pancasila merupakan pegangan hidup Bangsa Indonesia. Kini nilai-nilai yang
11
terkandung dalam Pancasila mulai terkikis seiring pesatnya perkembangan teknologi dan
kuatnya arus Informasi di Era Globalisasi saat ini. Padahahal seharusnya jika nilai-nilai
Pancasila ini diserap baik oleh Bangsa Indonesia maka tidak perlu takut terhadap faham-
faham radikalisme, sebab Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang bersifat fleksibel
terhadap perkembangan zaman namun tetap memiliki cirinya sendiri.
Idiologi Pancasila sebenarnya dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,
hanya saja nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak dijiwai oleh bangsanya sendiri.
Sehingga paham radikalisme bisa dengan mudahnya menembus pemikiran bangsa ini.
Padahal Pancasila sebagai idiologi bangsa ini sangatlah penting dipahami dan dijiwai. Sebab
nilai-nilai yang terkandung didalamnya memiliki tujuan yang mulia dan dapat membawa
bangsa ini kedalam peradaban yang baik.
Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu
padakualitas mereka. Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang justru menjadi
pelaku terorisme. Serangkaian aksiterorisme mulai dari Bom Bali-1, Bom Gereja Kepunton,
bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton,hingga aksi penembakan Pos Polisi Singosaren di
Solo dan Bom di Beji dan Tambora, melibatkan pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana,
salah satu pelaku Bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yang saat itu berusia 18 tahun
dan baru lulus SMA.
Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan radikalisme patut menjadi
keprihatinan kitabersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam
hal tersebut, mulai dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya
infiltrasi kelompok radikal, lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya pendidikan
kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus
modernitas negatif.
Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan
terorisme,Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan upaya
pencegahan melalui kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan dengan
membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, Pelatihan anti
radikal-terorisme bagi ormas, Training of Trainer (ToT) bagi sivitas akademika perguruan
tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme siswa SMA di empat provinsi.Ada beberapa
hal yang patut dikedepankan dalam pencegahan terorisme di kalangan pemuda:
Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan
menanamkanpemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui pendidikan
12
kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk menjunjung tinggi dan
menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan kearifan lokal seperti
toleransi antar-umat beragama, kebebasan yang bertanggungjawab, gotong royong,
kejujuran, dan cinta tanah air sertakepedulian antar-warga masyarakat.
Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di
bidangakademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.
Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda
tidakmudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di
lingkungan sekolah dan para pemuka agama di masyarakat sangat penting.
Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan
daripara penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya
yang dilakukan akan sia-sia.
Pancasila diakui negara sebagai falsafah hidup, cita-cita moral, dan ideologi bagi
kehidupan berbangsa. Pancasila diyakini mampu menyaring berbagai pengaruh ideologi yang
masuk ke Indonesia sebagai konsekwensi logis dari sebuah masyarakat dan bangsa yang
majemuk (bhinneka). Bangsa Indonesia tidak menafikan kehadiran budaya luar maupun
ideologi luar, tapi melalui Pancasila negara dapat memilah pengaruh mana yang dapat
diterima atau tidak. Negara juga mampu menyesuaikan pengaruh luar tersebut dengan
konteks budaya Indonesia ataupun menolak karena tidak sesuai dengan falsafah, cita-cita,
moral, dan ideologi nasional.
Selain itu Pancasila turut berfungsi sebagai falsafah hidup bangsa yang konsep dan
visinya dapat dijabarkan ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Terdapat lima sila yang
secara komprehensif menjabarkan arti kehidupan bernegara yang dapat dijadikan landasan
melawan ancaman ideologi radikal.
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ini mengandung makna toleransi, kemajemukan dan moderat yang seimbang.
Ideologi fundamentalis radikal bertentangan dengan Pancasila karena ia memaksakan
kehendak dengan menolak memberikan ruang kepada penafsiran yang berbeda.
Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini mengandung makna pengakuan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak sipil,
politik, ekonomi, dan hak sosial budaya. Dengan demikian, pemaksaan kehendak oleh
kelompok radikal secara hakiki bertentangan dengan Pancasila karena jelas melanggar
HAM yang menjadi landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
13
Sila ini mengandung makna bahwa Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan
asas kebangsaan, bukan atas dasar agama, suku, atau ras tertentu. Kelompok
fundamentalis radikal yang ingin mengubah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
dari negara kebangsaan menjadi negara dengan agama tertentu. Hal ini tentunya jelas
bertentangan dengan landasan ideologi nasional Pancasila.
Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Sila ini mengandung arti bahwa sistem kemasyarakatan dan kenegaraan di Indonesia
harus berlandaskan pada prinsip demokrasi dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Bagi
kelompok fundamentalis radikal bahwa demokrasi adalah haram. Pada umumnya
ideologi agama radikal menolak kedaulatan rakyat dan hanya mengakui kedaulatan
Tuhan yang dilaksanakan melalui sistem teokrasi.
Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila ini mengandung makna bahwa kesejahteraan menjadi hak warga negara RI.
Kelompok fundamentalis radikal tidak mengakui adanya hak bagi warga negara untuk
memperoleh kesejahteraan sebagai hak dasar mereka.
Indonesia telah menerima Pancasila sebagai dasar negara yang dirumuskan oleh para
pendiri bangsa dengan melalui proses dan musyawarah yang panjang. Pancasila menjadi
kontrak sosial kita untuk hidup di negara Indonesia dan karena itu dipahami sebagai paham
kebangsaan.
Menurut Abdurrahman Wahid, penerimaan Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa juga merupakan bentuk kesadaran akan realitas keberagaman di Indonesia. Islam di
Indonesia bukanlah satu-satunya agama yang ada. Dengan demikian, negara harus
memberikan pelayanan yang adil kepada semua agama yang diakui. Itu juga berarti negara
harus menjamin pola pergaulan yang serasi dan berimbang antarsesama umat.
Dalam sejarah panjang Indonesia, Pancasila merupakan nilai-nilai dasar kebangsaan
yang disepakati sebagai pengikat dan perekat bagi persatuan dan kesatuan Indonesia yang
multikultur. Bangsa indonesia juga memiliki pandangan hidup, filsafat hidup, dan pegangan
hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu Pancasila yang
dibentuk berdasarkan suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada diri bangsa
Indonesia sendiri.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Integrasi mempunyai pengertian sebagai suatu proses penyaluran dua unsur atau lebih
yang mengakibatkan tercapainya suatu keinginan yang berjalan secara baik dan lancer,
sedangkan disintegrasi adalah suatu keadaan tidak bersatu padu atau keadaan terpecah belah;
hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan. Jadi, integarsi dan disintegrasi memiliki
makna yang saling bertolak belakang satu sama lain. Begitupula mengenai faktor pendorong
integrasi dan disintegrasi. Faktor-faktor yang menjadi pendorong terjadinya integrasi disebut
sebagai faktor penghambat terjadinya disintegrasi, begitupula sebaliknya.

Radikalisme merupakan paham pemikiran sekelompok masyarakat yang menginginkan


perubahan sosial dengan jalan kekerasan. Dosen Fisip Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, M Zaki Mubarak menuturkan alasan utama kenapa kelompok-kelompok seperti
Jama’ah Salafi, Front Pembela Islam (FPI), Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melakukan aksi radikal
adalah karena ketidakpuasan kepada pemerintahan yang ada. Ideologi yang mereka peroleh
dari pendahulu mereka, bagi para kelompok radikal masa kini dianggap sebagai acuan dan
alasan kuat untuk melakukan teror agar tujuan mereka dapat tercapai.
15
Oleh karena itu, pancasila merupakan pegangan hidup Bangsa Indonesia. Kini nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila mulai terkikis seiring pesatnya perkembangan
teknologi dan kuatnya arus Informasi di Era Globalisasi saat ini. Padahahal seharusnya jika
nilai-nilai Pancasila ini diserap baik oleh Bangsa Indonesia maka tidak perlu takut terhadap
faham-faham radikalisme, sebab Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang bersifat
fleksibel terhadap perkembangan zaman namun tetap memiliki cirinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ahmad Norma Permata, 2005, Agama dan Terorisme, Yogyakarta : Muhammadiyah
University Press.
A.S Hornby, 2000, Oxford Advanced : Dictionary of Current English, Oxford
University Press, UK.
Endang Turmudzi dkk, 2004, Islam dan Radikalisme di Indonesia, Jakarta : LIPI Press.
Muhammad A.S. Hikam, 20016, Deradikalisasi : Peran Masyarakat Sipil Indonesia
Membendung Radikalisme, Jakarta : Kompas.
Syam, M.Si., Prof. Dr. Nur, 2009, Tantangan Multikulturalisme Indonesia Dari Radikalisme
Menuju Kebangsaan, Yogyakarta : Percetakan Kanisius.
Tolkhah, M.A., M Let, Dr. Imam, 2001, Anatomi Konflik Politik Di Indonesia, Jakarta :
Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Perkasa.
Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, 2001, Mencegah Keinginan beberapa Daerah Untuk
Memisahkan Diri dari Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta : Lemhannas.

ARTIKEL
Muhammad Shobahus Sadad, Ahmad Muzaqqi, dan Erlina, Menelisik Kembali Arti
Radikalisme Dan Integrasinya Dengan Praktek Kekerasan Dalam Perspektif Agama.
http://2beahumanbeing.Blogspot.Co.Id/2012/06/MakalahRadikalismePengertianKonsep.html

16
Diakses Minggu, 17 November 2019. Pukul 13.45 wib.
M. Arib Herzi S. Radikalisme. (online).
http://aribherzi020696.blogspot.co.id/2015/04/makalah-radikalisme.html
Diakses Minggu, 17 November 2019. Pukul 14.09 wib.
Anonimus. 2006. Disintegrasi dan Integrasi Masyarakat. (online).
http://akarsejarah.wordpress.com/2010/09/30/disintegrasi-integrasi-dan-tipologi-masyarakat/
Diakses Minggu, 17 November 2019. Pukul 14.22 wib.
Adhi. 2009. Mencegah Disintegrasi. (online).
http://mradhi.com/sosial-politik/mencegah-disintegrasi.html
Diakses Minggu, 17 November 2019. Pukul 15.06 wib.
Somantri,Gumilar Rusliwa. 2008. Disintegrasi Bangsa. (online).
http://staff.ui.ac.id/internal/131881133/publikasi/Artikel-DisintegrasiBangsa.pdf
Diakses Minggu, 17 November 2019. Pukul 15.20 wib.

17

Anda mungkin juga menyukai