Oleh:
Ilham Poernomo
April 2012
Modul/Diktat/Bahan Ajar: “Pengelolaan Sumber Daya Air” ini disiapkan sebagai salah satu pegangan
Mahasiswa dalam mengikuti kuliah pada mata kuliah “Pengelolaan Sumber Daya Air” pada Program S2
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Janabadra yang dimulai pada semester ganjil 2011.
Modul/Diktat/Bahan Ajar “Pola Pengelolaan Sumber Daya Air” ini merupakan rangkaian
modul/diktat/bahan ajar yang pertama, secara khusus mengambarkan proses dan tahapan pengelolaan
sumber daya yang berlaku atau berjalan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 Tentang Sumber Daya Air beserta pendalaman terhadap pengertian, pemahaman dan
penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada setiap wilayah sungai.
Modul/Diktat/Bahan Ajar ini setiap tahun selalu diperbaiki dan ditambah mengikuti perkembangan
yang ada, khususnya terhadap terbitnya peraturan perundangan baru terkait dengan pengelolaan
sumber daya air di Indonesia.
Semoga dengan direbitkannya Modul/Diktat/Bahan Ajar “Pengelolaan Sumber Daya Air” ini dapat
menambah pemahaman dan membuka wawasan para mahasiswa pada Program S2 Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Universitas Janabadra dalam partisipasinya sebagai “para pemangku kepentingan” atau
“stake holder” dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia.
( Ilham Poernomo)
DAFTAR ISI
KATA HANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tahapan Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengelolaan dan pengembangan sumber daya air di negara-negara maju (barat) menganut konsep one
river, one management and one plan, yaitu pengelolaan dan pengembangan sumber daya air yang
didasarkan pada konsep satu sungai, satu pengelolaan dan satu perencanaan. Artinya dalam setiap
setiap sungai harus dikelola dalam satu sistem pengeloaan (manajemen) dan satu kesatuan
perencanaan dari mulai hulu sampai hilir sungai. Konsep tersebut tidak mudah diterapkan di Indonesia
dengan mengingat belum ada peraturan perundangan yang mengatur serta banyaknya lembaga atau
organisasi baik pemerintah maupun swasta yang berkepentingan atau terkait dalam pengelolaan
sumber daya air. (catatan: alinea ini ditambahkan materi latar belakang IWRMP dari power pint)
Permasalahan sumber daya air di Indonesia selalu muncul dan selalu meningkat dari tahun ke tahun,
seperti penggundulan hutan, meluasnya lahan kritis, meningkatnya pencemaran terhadap sumber-
sumber air, menurunnya kuantitas ketersediaan air pada sumber-sumber air, menurunnya kualitas
sumber-sumber air, pelayanan air bersih untuk pemenuhan air rumah tangga (masyarakat belum
menikmati air bersih), perkotaan dan industri (RKI) sangat rendah, daya rusak air yang semakin
meninkat, hal ini ditunjukkan dengan; banjir yang terjadi semakin meningkat frekuensinya, dampak
luapan/genangan banjir semakin meningkat, kerusakan sungai akibat banjir semaikin meningkat,
pengendapan sungai dan muara karena sedimentasi tinggi, kerusakan pantai karena abrasi, sistem
pengeloaan pengukuran, pengamatan, pemantauan klimatologi, hujan, muka air sungai (debit sungai),
kualitas air sungai, peringatan dini (banjir) yang kurang terpelihara sehingga kurang berfungsi secara
baik, pengelolaan data iklim, hujan, debit banjir, kualitas air yang kurang terkoordinasi dan sulit dikases
serta kurangnya pelibatan atau peran masyarakat, dunia usaha dalam penentuan kebijakan dalam
pengelolaan masyarakat.
Kompleksnya permasalahan sumber daya air di atas, sebagai latar belakang diterbitkannya Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air (UU SDA No.7/2004) yang sering
disebut dengan Undang-Undang Sumber Daya Air. Undang-Undang Sumber Daya Air tersebut
merupakan paradigma baru yang digunakan sebagai landasan pengelolaan sumber daya air di Indonesia.
Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan: konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan
pengendalian daya rusak air (UU SDA No.7/2004, ps 1 no.7) yang kemudian disebut sebagai 3 (tiga)
“aspek” pengelolaan sumber daya air (penjelasan UU SDA No.7/2004, ps 77, ayat 2). Beberapa prinsip
dasar pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini, adalah pengelolaannya
dilaksanakan secara (UU SDA No.7/2004 ps 3, beserta pejelasannya):
1. menyeluruh, yaitu: mencakup 3 (tiga) aspek pengelolaan, yaitu konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air;
2. terpadu, yaitu: yaitu pengelolaan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pemilik
kepentingan antarsektor dan antarwilayah administrasi;
3. dan berwawasan lingkungan hidup, yaitu: pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan
ekosistem dan daya dukung lingkungan;
1
dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Undang-Undang Sumber Daya Air telah menggariskan bahwa tahapan pengelolaan sumber daya air,
yaitu diawali dengan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, penyusunan perencanaan
pengelolaan sumber daya air (master plan), studi kelayakan, penyusunan program, rencana detail,
pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, Poernomo (2007).
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, maka disusun pola
pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air
permukaan dan air tanah (UU SDA No.7/2004, ps 11, ayat 1 dan 2).
Undang-Undang Sumber Daya Air pasal 13, ayat 1 dan 2; telah mengamanatkan bahwa w ilayah sungai
dan cekungan air tanah ditetapkan dengan Keputusan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Sumber Daya Air Nasional. Namun untuk alasan operasional yang mendesak Menteri Pekerjaan
Umum menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan
Penetapan Wilayah Sungai, di Indonesia terdapat 133 Wilayah Sungai (WS), dengan status sebagai
berikut:
1. WS di dalam satu Kabupaten/Kota;
2. WS lintas Kabupaten/Kota;
3. WS Lintas Provinsi;
4. WS Strategis Nasional;
5. WS lintas Negara.
Yang dalam konsideran Keputusan Menteri PU tersebut; menimbang nomor c; disebutkan sambil
menunggu Keputusan Presiden RI Tentang Penetapan Wilayah Sungai dan Peraturan Pemerintah
Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Wilayah Sungai dan Cekungan Air Tanah perlu ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
Dalam pasal-pasal Undang-Undang Sumber Daya Air telah tersurat prosedur pengelolaan sumber daya
air pada suatu WS yang pada tahap awal harus dilaksanakan:
1. Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, yang merupakan arahan tujuan pengelolaan
sumber daya air, skenario dan alternatif strategi serta kebijakan operasional dalam pengelolaan
sumber daya air. Dokumen ini digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan tahap
berikutnya;
2. Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, yang merupakan arahan upaya fisik dan
non fisik setiap sektor dalam pengelolaan sumber daya air pada WS.
Dengan melaksanakan pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Sumber Daya Air No. 7/Th 2004 dan Peraturan Pemerintah No.42/Th 2008 maka diharapkan sumber
daya air dapat dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan
mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Pengelolaan sumber daya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural dan non struktural
untuk mengendalikan sistem sumber daya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat
manusia dan tujuan lingkungan (Kodoatie, 2005).
Dalam pasal-pasal Undang-Undang Sumber Daya Air telah tersirat tahapan pengelolaan sumber daya
air pada suatu WS. Robert Kodoati (2008) menyusun diagram pengelolaan sumber daya air dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Penyusunan Kebijakan Sumber Daya Air,
2. Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air,
3. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air (Rencana Induk),
4. Studi Kelayakan,
5. Penyusunan Program Pengelolaan Sumber Daya Air
6. Rencana Kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air,
7. Rencana Detail Pengelolaan Sumber Daya Air,
8. Pelaksanaan Konstruksi Prasarana Sumber Daya Air,
9. Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air.
Landasan penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya air; Undang-Undang Sumber Daya Air no.
7/Th 2004 pasal 13 ayat 1, pasal 14 ayat 1, pasal 15 ayat 1, pasal 16 ayat1, dan Peraturan Pemerintah
no.42/Th 2008 pasal 1 no7, pasal 3 nomor a, pasal 4 ayat 1 nomor a.
Landasan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air; Undang-Undang Sumber Daya Air no. 7/Th
2004 pasal 11, ayat 1 dan 2 dan Peraturan Pemerintah no.42/Th 2008 pasal 4, ayat 1 nomor c.
Landasan penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air; Undang-Undang Sumber Daya Air no.
7/Th 2004 pasal 59, ayat 3 dan Peraturan Pemerintah no.42/Th 2008 pasal 3, nomor a, Pasal 26, ayat 1.
Dalam Undang-Undang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air disebutkan pengertian dari Pola Pengelolaan Sumber Daya Air adalah
kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Apabila dikaitkan dengan tahapan pengelolaan yang diuraikan di atas maka Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air pada setiap wilayah sungai menjadi dokumen penting dan strategis untuk mengetahui
keberhasilan atau kegagalan dari pengelolaan sumber daya air pada suatu wilayah sungai.
BAB II. BATAS WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENGELOLA
Sesuai dengan kondisi topografinya maka DAS dapat diklasifikasikan menurut bentuk atau tipikal
dengan karakteristik sebagai berikut:
Laut
2 DAS Radial Bentuknya seperti kipas-linkaran
Anak sungainya memusat di satu
titik secara radial.
Banjir relatif besar tetapi relatif
tidak lama.
Laut
3 Das Paralel Bentuk seperti kipas
Anak sungainya 2-3 jalur sejajar;
pararel bermuara di bag. Hilir.
Banjir relatif besar tetapi relatif
tidak lama.
Laut
4. DAS Komplek Bentuknya gabungan dari bentuk
no. 1 s/d 3 di atas
Dalam setiap DAS terdapat daerah resapan dan tampungan air hujan (recharge), waduk, danau,
embung, situ dan sungai, penanganan air limbah, pengambilan air baku untuk air rumah tangga,
perotaan, industri, irigasi serta bangunan pengendalian banjir seperti digambarkan berikut:
Gambar 2.1. Daerah Aliran Sungai
Peraturan Menteri PU No. 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, di
Indonesia terdapat 133 Wilayah Sungah (WS), dengan status sebagai berikut:
4. WS Strategis Nasional, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sebanyak 37 WS;
Pulau Sumatera
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3 - 1 Meureudu - Baro N.A.D. Meureudu; Baro; Tiro; Pante Raja; Utue; Putu;
Trienggadeng; Pangwa; Beuracan; Batee
2 A3 - 2 Jambo Aye N.A.D. Jambo Aye; Geuruntang; Reungget; Lueng; Simpang
Ulim; Malehan; Julok Rayeu; Keumuning; Gading; Idi
Rayeuk; Lancang; Jeungki; Peundawa Rayeuk;
Peureulak; Peundawa Puntong; Leugo Rayeuk;
3 A3 - 3 Woyla - Seunagan N.A.D. Woyla; Seunagan;
4 A3 - 4 Tripa - Bateue N.A.D. Tripa; Bateue;
5 A3 - 5 Belawan - Ular - Sumatera Utara Belawan; Ular; Deli; Belumai; Padang; Martebing;
Padang Kenang; Serdang; Percut; Bedagai; Belutu
6 A3 - 6 Toba-Asahan Sumatera Utara Danau Toba; Sei Asahan; Silau; Tanjung; Suka
7 A3 - 7 Batang Angkola- Sumatera Utara Batang Angkola; Batang Gadis
Batang Gadis
8 A3 - 8 Siak Riau Siak; Siak Kecil; Bukit Batu; Palentung; Tapung Kanan;
Tapung Kiri; Masigit; Bulu Kala; Mandau; Dumai
9 A3 - 9 Reteh Riau Reteh; Gangsal
10 A3 - 10 Pulau Batam - Kepulauan Riau (Pulau Batam; Pulau Bintan)
Pulau Bintan
11 A3 - 11 Anai-Kuranji-Arau- Sumatera Barat Anai; Kuranji; Arau; Mangau; Antokan; Air Dingin;
Mangau-Antokan Tapakis; Ulakan; Andaman; Pariaman; Manggung;
Naras; Limau; Kamumuan; Paingan; Tiku; Bungus
12 A3 - 12 Sugihan Sumatera Burung; Gaja Mati; Pelimbangan; Beberi; Olok; Daras;
Selatan Medang; Padang
13 A3 - 13 Banyuasin Sumatera Banyuasin; Senda; Limau; Ibul; Puntian; Pangkalan
Selatan Balai; Buluain; Kepayang; Mangsang; Kedawang;
Titikan; Mendes; Tungkal; Keluang; Lalan; Supat; Lilin
14 A3 - 14 Way Seputih-Way Lampung Seputih; Sekampung; Wako; Kambas; Penet; Kuripan;
Sekampung Sabu; Sukamaju
Pulau Jawa
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3-15 Pemali - Comal Jawa Tengah Pemali; Pemali Notog; Comal; Cacaban; Waluh;
Sengkarang; Sambong; Sragi
2 A3-16 Jratunseluna Jawa Tengah Jragung, Tuntang; Serang; Lusi; Juwana; Anyar;
Klampok; Semarang;
Garang; Randuguntini
3 A3-17 Serayu - Jawa Tengah Serayu; Bogowonto; Bengawan; Ijo; Luk Ulo;
Bogowonto Cokroyasan; Sempor; Padegolan; Tipar; Wawar;
Telomoyo; Watugemulung; Pasir; Tuk; Yasa; Srati;
Donan
4 A3-18 Brantas Jawa Timur Brantas; Santun; Punyu; Bango; Putih; Widas; Konto
Pulau Kalimantan
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3-22 Kapuas Kalimantan Kapuas; Ambawang; Kubu; Landak; Nipah; Paduan;
Barat Peniti; Kapar; Mancar; Kerawang; Melendang; Satai
2 A3-23 Pawan Kalimantan Pawan; Simpang; Semandang; Semanai
Barat
3 A3-24 Seruyan Kalimantan Seruyan
Tengah
4 A3-25 Kahayan Kalimantan Kahayan; Sebangau
Tengah
5 A3-26 Mahakam Kalimantan Mahakam; Semboja; Senipah; Semoi
Timur
Pulau Sulawesi
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3-27 Sangihe Talaud Sulawesi Utara (Sangihe Talaud)
2 A3-28 Tondano - Sulawesi Utara Ranowangko; Ranopaso; Nimanga; Marondor;
Likupang Sosongae; Tondano; Likupa
3 A3-29 Paguyaman Gorontalo Paguyaman;
4 A3-30 Parigi - Poso Sulawesi Parigi; Poso; Tompis; Bambalemo; Podi; Dolago;
Tengah Tindaki
5 A3-31 Laa - Tambalako Sulawesi Laa; Tambalako; Tirongan; Salato; Morowali; Sumare;
Tengah Bahonbelu; Bahodopi
6 A3-32 Walanae - Sulawesi Walanae; Cenranae; Paremang; Bajo; Awo; Peneki;
Cenranae Selatan Keera; Ranang; Larompong; Gilirang; Noling; Suli;
Suto;
7 A3-33 Jeneberang Sulawesi Jeneberang; Jeneponto; Maros; Matulu; Salangketo;
Selatan Tangka; Aparang; Pamukulu
Pulau Maluku
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3-34 Pulau Buru Maluku (Pulau Buru)
2 A3-35 Pulau Ambon - Maluku (Pulau Ambon; Pulau Seram)
Pulau Seram
3 A3-36 Kepulauan Kei - Maluku (Kepulauan Kei - Aru)
Aru
4 A3-37 Kepulauan Maluku (Kepulauan Yamdena-Wetar)
Yamdena-Wetar
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, disusun pola
pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air
permukaan dan air tanah (UU SDA No.7/2004, pasal 11, ayat 1 dan 2), Hal ini ditegaskan kembali dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
(PP PSDA No.42/2008), pasal 4, ayat 1, nomor b dan c, yang menyatakan bahwa: pengelolaan sumber
daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada wilayah sungai (WS) dan cekungan air tanah (CAT)
yang ditetapkan; dan pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai (UU SDA
No.7/2004, ps 11, ayat 1 dan 2).
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Penetapan Cekungan Air Tanah
(PERPRES No.26/2011), di Indonesia terdapat 421 (empat ratus dua puluh satu) Cekungan Air Tanah
(CAT) yang terdiri dari;
- 205 (dua ratus lima) cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota,
- 176 (seratus tujuh puluh enam) cekungan air tanah lintas kabupaten/kota,
- 36 (tiga puluh enam) cekungan air tanah lintas provinsi dan
- 4 (empat) cekungan air tanah lintas negara.
Pemerintah kabupaten/kota mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas
penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya, demikian untuk hal
yang sama, pemerintah provinsi pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota dan pemerintah pusat
untuk cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara.
Pada PP PSDA No.42/2008, disebutkan adanya unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air
pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas Negara dan wilayah sungai strategis
nasional melaksanakan tugas:
- membantu wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam
penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air (pasal 19, 20, dan 21)
- menyusun rancangan rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai (pasal 35, 36, dan 37)
Maka untuk merealisasikan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada WS ditetapkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai
Besar Wilayah Sungai dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2006 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai Wilayah Sungai.
Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai dalam Peraturan Pemerintah no.42/2008 adalah
merupakan unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air dan dalam melaksanakan tugasnya
menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai;
b. penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai;
c. pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai;
d. penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan;
e. penggunaan dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai;
f. operasi dan pemeliharaan sumber daya air pada wilayah sungai;
g. pengelolaan sistem hidrologi;
h. penyelenggaraan data dan informasi sumber daya air;
i. fasilitasi kegiatam Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai;
j. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air;
k. pelaksanaan ketatausahaan Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai.
Kebijakan pengelolaan sumber daya air adalah arahan strategis dalam pengelolaan sumber daya air (PP
PSDA No.42/2008, ps 1, no.7).
Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, yang selanjutnya disebut kebijakan
nasional sumber daya air, disusun dan dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional dan
ditetapkan oleh Presiden (PP PSDA No.42/2008, ps 6, ayat1).
13
Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi disusun dan dirumuskan oleh wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air provinsi dan ditetapkan oleh gubernur (PP PSDA No.42/2008,
ps 6, ayat2).
Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat kabupaten/kota disusun dan dirumuskan oleh
wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota dan ditetapkan oleh bupati/walikota.
(PP PSDA No.42/2008, ps 6, ayat2)
3.3.4. Kebijakan Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat
Kebijakan pendayagunaan sumber daya air untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat, terdiri
dari :
1. Peningkatan Upaya Penatagunaan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan zona pemanfaatan sumber air untuk dijadikan acuan bagi penyusunan atau
perubahan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai paling lambat 5 (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
b. Menetapkan peruntukan air pada sumber air untuk memenuhi berbagai kebutuhan sesuai
dengan daya dukung dan daya tampung sumber air yang bersangkutan paling lambat 5
(lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
c. Melibatkan seluruh pemilik kepentingan dalam penyusunan rencana tindak pengelolaan
sumber daya air untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan mitigasi dalam
mengantisipasi dampak perubahan iklim; dan
d. Menetapkan alokasi ruang untuk pembangunan kawasan pemukiman, kawasan industri
dan industri di luar kawasan guna mengurangi alih fungsi lahan pertanian untuk
mewujudkan kawasan ramah lingkungan.
2. Peningkatan Upaya Penyediaan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan rencana alokasi dan hak guna air bagi pengguna air yang sudah ada dan yang
baru sesuai dengan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah
sungai;
b. Memastikan pengelolaan sumber daya air terpadu dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih
dan sanitasi;
c. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan pokok air sehari-hari serta kebutuhan air irigasi untuk
pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang ada sebagai prioritas utama dalam penyediaan; dan
d. Menetapkan standar layanan minimal kebutuhan pokok air sehari-hari secara nasional untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberi alokasi pemenuhan kebutuhan air
bagi penduduk dalam rencana penyediaan air paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA
ditetapkan.
3. Peningkatan Upaya Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan perangkat kelembagaan untuk pengendalian penggunaan sumber daya air di
wilayah sungai;
b. Meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku penggunaan sumber daya air yang berlebihan
di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; dan
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh para pengguna air irigasi dalam rangka peningkatan
produktivitas pertanian dan keberlanjutan ketahanan pangan nasional.
4. Peningkatan Upaya Pengembangan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menyusun program pengembangan sumber daya air yang didasarkan pada rencana pengelolaan
sumber daya air pada setiap wilayah sungai paling lambat I (satu) tahun setelah rencana
pengelolaan sumber daya air ditetapkan;
b. Melaksanakan program pengembangan sumber daya air dengan memadukan kepentingan
antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik-kepentingan dengan tetap memperhatikan daya
dukung lingkungan;
c. Mengembangkan sistem penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga,
perkotaan, dan industri dengan mengutamakan pemanfaatan air permukaan;
d. Melakukan upaya pengembangan sistem penyediaan air minum dalam rangka peningkatan
layanan penyediaan air minum untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekurang-
kurangnya mencapai 78% (tujuh puluh delapan perseratus) layanan di perkotaan dan 62% (enam
puluh dua perseratus) layanan di perdesaan pada Tahun 2015
e. Meningkatkan pengembangan sumber Jaya air termasuk sumber air irigasi alternati f dalam
skala kecil dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan
nasional, serta produksi pertanian lainnya;
f. Mengembangkan fungsi sungai, danau, waduk, dan rawa untuk keperluan transportasi air,
dan pembangkit listrik tenaga air pada wilayah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi;
g. Menyediakan insentif bagi usaha swadaya masyarakat dalam pengembangan infrastruktur
pembangkit listrik mikrohidro;
h. Mendorong perseorangan atau kelompok masyaraka tuntuk mengem-bangkan teknologi
pemenuhan kebutuhan air minum dari sumber air permukaan dalam upaya mengurangi
penggunaan air tanah; dan
i. Menerapkan teknologi modifikasi cuaca dalam kondisi luar biasa setelah mendapat
pertimbangan dari wadah koordinasi amber daya air wilayah sungai dan/atau dewan
sumber daya air provinsi.
5. Pengendalian Pengusahaan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Mengatur pengusahaan sumber daya air berdasarkan prinsip keselarasan antara
kepentingan sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, dengan tetap memperhatikan asas
keadilan dan kelestarian untuk, kesejahteraan masyarakat;
b. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) dalam pengusahaan
sumber daya air yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan kearifan
lokal paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
c. Meningkatkan peran serta perseorangan, badan usaha, dan lembaga swadaya masyarakat dalam
pengusahaan sumber daya air dengan izin pengusahaan;
d. Menyusun peraturan perundang-undangan daerah untuk mengendalikan penambangan
bahan galian pada sumber air guna menjaga kelestarian sumber Jaya air dan lingkungan
sekitar paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
e. Mengalokasikan kebutuhan air untuk pengusahaan sumber daya air sesuai dengan rencana
alokasi air yang ditetapkan; dan
f. Mengembangkan dan menerapkan sistem pemantauan dan pengawasan terhadap
pengusahaan sumber daya air.
3.3.6. Kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
Kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air terdiri
dari :
1. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Perencanaan Strategi untuk mewujudkan
kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan pemahaman serta kepedulian masyarakat dan dunia usaha mengenai
pentingnya keselarasan fungsi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dari sumber daya air;
b. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan kebijakan
pengelolaan sumber daya air;
c. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola dan rencana
pengelolaan sumber daya air di tingkat wilayah sungai; dan
d. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan kepada masyarakat agar
mampu berperan dalam perencanaan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik
kepentingan.
2. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pelaksanaan Strategi untuk mewujudkan
kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan dunia usaha untuk
menyampaikan masukan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air;
b. Memberi kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam proses
pelaksanaan yang mencakup pelaksanaan konstruksi, serta operasi dan pemeliharaan;
c. Mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembiayaan
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air;
d. Meningkatkan motivasi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam konservasi sumber
daya air dan pengendalian daya rusak air dengan cara memberikan insentif kepada yang telah
berprestasi;
e. Menyiapkan instrumen kebijakan dan/atau peraturan yang kondusif bagi masyarakat dan dunia
usaha untuk berperan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air di setiap daerah paling
lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
f. Mengembangkan dan mewujudkan keterpaduan pemberdayaan serta peran masyarakat dan
dunia usaha dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air; dan
g. Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, serta
pendampingan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik
kepentingan.
3. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengawasan Strategi untuk
mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
a. Membuka kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam
pengawasan pengelolaan sumber daya air dalam bentuk pelaporan dan pengaduan;
b. Menetapkan prosedur penyampaian laporan dan pengaduan masyarakat dan dunia usaha
dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air paling Iambat 2 (dua) tahun setelah
Jaknas SDA ditetapkan;
c. Menindaklanjuti laporan dan pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat dan
dunia usaha; dan
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, serta
pendampingan dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik
kepentingan.
3.3.7. Kebijakan Pengembangan jaringan Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA) dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air Nasional Terpadu
Kebijakan pengembangan jaringan SISDA yang terpadu, terdiri dari :
1. Peningkatan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengelola
SISDA Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai
berikut :
a. Menata ulang pengaturan dan pembagian tugas di berbagai instansi dan lembaga
pengelola data dan informasi sumber daya air paling lambat I (satu) tahun setelah
Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi
(SIH3) ditetapkan;
b. Meningkatkan ketersediaan dana untuk membentuk dan/ atau mengembangkan
SISDA terutama mengenai
c. Membentuk dan/atau mengembangkan instansi pengelola data dan informasi
sumber daya air terpadu di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah
sungai paling lambat 2 (dua) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi
Hidrologi, Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi (SIH3) ditetapkan;
d. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam lembaga pengelola SISDA oleh
para pemilik kepentingan; dan
e. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan data dan
informasi sumber daya air.
2 . Pengembangan Jejaring SISDA
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan lembaga yang mengkoordinasikan pengelolaan SISDA paling lambat 1 (satu)
tahun setelah Kebijakan Pengelolaan S11-13 ditetapkan;
b. Membangun jejaring SISDA antara instansi dan lembaga pusat dan daerah serta
antarsektor dan antarwilayah paling lambat 1 (satu) tahun setelah Kebijakan
Pengelolaan SIH3 ditetapkan; dan
c. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan
SISDA.
4. Pengembangan Teknologi Informasi
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan SISDA berbasis teknologi informasi hasil rancang bangun nasional
oleh para pemilik kepentingan;
b. Meningkatkan ketersediaan perangkat keras, perangkat lunak dalam SISDA, serta
memfasilitasi pengoperasiannya; dan
c. Memfasilitasi para pemilik kepentingan dalam mengakses data dan informasi sumber
daya air.
BAB IV. POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Undang-Undang Sumber Daya Air, telah mengamanatkan bahwa untuk menjamin sumber daya air
dapat memberikan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan
maka dalam setiap Wilayah Sungai diperlukan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang merupakan
kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air
dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah dengan melibatkan peran
masyarakat dan dunia usaha.
Keharusan Wilayah Sungai menyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dipertegas lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air (Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Sumber Daya Air)
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai harus memuat; tujuan, dasar pertimbangan
pengelolaan sumber daya air, skenario kondisi wilayah sungai pada masa yang akan datang, strategi
pengelolaan sumber daya air, dan kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan
sumber daya air yang disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada
wilayah administrasi yang bersangkutan (PP PSDA No.42/2008, pasal 5) dan dalam penyusunan
pengelolaan sumber daya air harus dilakukan secara terbuka melalui pelibatan berbagai pihak yang
berwenang agar pola pengelolaan sumber daya air mengikat berbagai pihak yang berkepentingan.
4.2. Pasal demi Pasal Landasan Hukum Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
4.2.1. Landasan Pokok
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Pasal 1, nomor 8 : Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Penjelasan :
Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air pada setiap wilayah sungai
dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pola pengelolaan sumber
daya air disusun secara terkoordinasi di antara instansi yang terkait, berdasarkan asas
kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, asas
kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan keserasian, asas keadilan, asas kemandirian,
serta asas transparansi dan akuntabilitas. Pola pengelolaan sumber daya air tersebut
kemudian dijabarkan ke dalam rencana pengelolaan sumber daya air.
Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia
usaha, baik koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun badan
usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran dalam
penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam proses
perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemantauan, serta
pengawasan atas pengelolaan sumber daya air.
(2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan
wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah.
Penjelasan :
Prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah diselenggarakan dengan
memperhatikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing instansi sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya.
(3) Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya.
Penjelasan :
Pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air
dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan dari para pemilik
kepentingan (stakeholders) untuk diolah dan dituangkan dalam arahan kebijakan pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha tersebut dilakukan
melalui konsultasi publik yang diselenggarakan minimal dalam 2 (dua) tahap.
Konsultasi publik tahap pertama dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan,
dan/atau keinginan masyarakat dan dunia usaha atas pengelolaan sumber daya air wilayah
sungai.
Konsultasi publik tahap kedua dimaksudkan untuk sosialisasi pola yang ada guna mendapatkan
tanggapan dari masyarakat dan dunia usaha yang ada di wilayah sungai yang bersangkutan.
Dunia usaha yang dimaksud di sini adalah koperasi, badan usaha milik negara, serta badan
usaha milik daerah dan swasta.
(4) Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya
konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan adalah
perlakuan yang proporsional untuk kegiatan konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.
(5) Ketentuan mengenai penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 3, Lingkup pengaturan pengelolaan sumber daya air dalam peraturan pemerintah ini meliputi:
a. proses penyusunan dan penetapan kebijakan, pola, dan rencana pengelolaan sumber
daya air;
b. pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air, operasi dan pemeliharaan sumber
daya air; dan
c. konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian
daya rusak air.
Pasal
4, (1) Pengelolaan sumber daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada:
a. kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
b. wilayah sungai dan cekungan air tanah yang ditetapkan; dan
c. pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai.
Penjelasan :
Kebijakan pengelolaan sumber daya air memuat visi, tujuan, dan prinsip pengelolaan
sumber daya air.
Pasal 15
(1) Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai disusun sebagai berikut:
a. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air
pada tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan;
b. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota
disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat
kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi disusun
dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi
yang bersangkutan;
d. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara dan
wilayah sungai strategis nasional disusun dengan memperhatikan kebijakan nasional
sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi
dan/atau kabupaten/kota yang bersangkutan.
(2) Rancangan pola pengelolaan sumber daya air mengacu pada data dan/atau informasi mengenai:
a. penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah yang bersangkutan;
b. kebutuhan sumber daya air bagi semua pemanfaat di wilayah sungai yang bersangkutan;
Penjelasan :
Ketentuan ini dimaksudkan agar tercapai keterpaduan pengelolaan sumber daya air dalam
rangka pemenuhan air baku untuk berbagai kebutuhan, misalnya, pemenuhan kebutuhan
air baku untuk air minum, dan pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian.
c. keberadaan masyarakat hukum adat setempat;
Penjelasan :
Keberadaan masyarakat hukum adat mencakup unsur masyarakat, unsur wilayah, dan
unsur hubungan antara masyarakat tersebut dan wilayahnya.
d. sifat alamiah dan karakteristik sumber daya air dalam satu kesatuan sistem hidrologis;
e. aktivitas manusia yang berdampak terhadap kondisi sumber daya air; dan
f. kepentingan generasi masa kini dan mendatang serta kepentingan lingkungan hidup.
(3) Rancangan pola pengelolaan sumber daya air disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun.
Pasal 16, Rancangan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
memuat:
a. tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan;
b. dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air;
Penjelasan :
Dasar yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air, antara lain
mencakup analisis kondisi yang ada, asumsi, standar, dan kriteria. Asumsi, standar, dan
kriteria tersebut perlu ditetapkan secara jelas sehingga analisis dan perhitungan yang
dilakukan mempunyai dasar yang jelas. Kejelasan tersebut diperlukan dalam penyusunan
skenario, strategi, dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air.
d. alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap skenario sebagaimana
dimaksud pada huruf c; dan
Penjelasan :
Strategi pengelolaan sumber daya air merupakan rangkaian upaya atau kegiatan
pengelolaan sumber daya air untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air sesuai
dengan skenario kondisi wilayah sungai.
Pasal 17
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota
dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota,
Dst membicarakan prosedur
Pasal 18
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dirumuskan
oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
Dst membicarakan prosedur
Pasal 19
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi dirumuskan oleh
wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi.
Dst membicarakan prosedur
Pasal 20
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara dirumuskan oleh
Dewan Sumber Daya Air Nasional.
Dst membicarakan prosedur
Pasal 21
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional dirumuskan oleh
wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional.
Dst membicarakan prosedur
Pasal 22
(1) Pola pengelolaan sumber daya air yang sudah ditetapkan dapat ditinjau dan dievaluasi paling
singkat setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Hasil peninjauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pertimbangan
bagi penyempurnaan pola pengelolaan sumber daya air.
Pasal 23
Pedoman teknis dan tata cara penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 21 diatur dengan peraturan Menteri.
Dewan Sumber Daya Air Nasional yang selanjutnya disebut Dewan SDA Nasional adalah wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat nasional.
Dewan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut dewan sumber daya
air provinsi adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat provinsi.
Dewan sumber daya air kabupaten/kota atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut dewan
sumber daya air kabupaten/kota adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat
kabupaten/kota.
Dewan sumber daya air wilayah sungai atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai atau TKPSDA WS adalah wadah koordinasi pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai.
Dewan sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut
Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Lintas Provinsi atau TKPSDA WS lintas
provinsi adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi.
Dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional atau dengan nama lain yang selanjutnya
disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Strategis Nasional atau TKPSDA
WS strategis nasional adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
strategis nasional.
Dewan sumber daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota atau dengan nama lain yang selanjutnya
disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Lintas Kabupaten/Kota atau
TKPSDA WS lintas kabupaten/kota adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota.
Dewan sumber daya air wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota atau dengan nama lain yang
selanjutnya disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai dalam satu
Kabupaten/Kota atau TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota adalah wadah koordinasi pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
INPUT ANALISIS
Menggunakan standar & kriteria yang ditetapkan untuk mendapatkan asumsi/prediksi kondisi 20 thn yad yang dimungkinkan dievaluasi setiap 5 tahun
Kebijakan Operasional;
INVENTARISASI DATA Alternatif PilihanArahan
Strategipokok
PSDA;untuk melaksanakan strategi PSDA yang telah ditentukan Yang secara comprehens
Analisis meliputi : merupakan rangkaian upaya atau kegiatan PSDA untuk mencapai tujuan PSDA sesuai dengan skenario kondisi wi
Skenario kondisi WS;
Konservasi SDA, tentang kondisi pada masa yang akan datang yang mungkin terjadi.
IDENTIFIKASI KONDISI LINGKUNGAN & PERMASALAHAN
Pendayagunaan SDA,
Potensi/Keterse diaan SDA
Pengendalian Daya Rusak Air,
Kebutuhan SDA
Ketersediaan Data dan Sistim Informasi SDA
Permasalahan yang ada
Pemberdayaan, Peningkatan Peran Masyarakat, Dunia Usaha (Stake Holder)
Stakeholder
(Pemerintah, Masyarakat & Dunia Usaha)
1. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas negara
BBWS/BWS (UPT)
Menyusun Sbg. Inisiator
PKM
MASYARAKAT/
SEKTOR TERKAIT
2. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas propinsi
BBWS/BWS (UPT)
Menyusun Sbg. Inisiator
PKM
MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT
Gubernur A &Gubernur B (melibatkan bupati/walikota)
konsultasi
BBWS/BWS (UPT)
Menyusun Sbg. Inisiator
PKM
MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT
tidak Menteri
Gubernur
Bupati/Walikota
4. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota
PKM
MASYARAKAT/
SEKTOR TERKAIT
konsultasi
ada
Wadah Koordinasi
GUBERNUR KETETAPAN GUBERNUR
SDA WS
Merumuskan &
Membahas bersama
menyerahkan kpd.
tidak
Bupati/Walikota
PKM
MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT
konsultasi
menyampaikan.
Wadah Koordinasi SDA WS Bupati/Walikota
ada KETETAPAN BUPATI/WALIKOTA
tidak
Wadah Koordinasi SDA Kab.
konsultasi
4.7. PKM
Pertemuan Konsultasi Masyarakat dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap.
Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) I adalah kegiatan untuk menampung aspirasi para pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya air, khususnya dalam melibatkan peran serta
masyarakat dan dunia usaha.
Tujuan dilaksanakannya PKM I adalah untuk memperoleh masukan, tanggapan, koreksi dari
masyarakat, dunia usaha dan seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air,
terhadap data yang diinventarisasi, identifikasi kondisi lingkungan dan identifikasi masalah yang telah
dilakukan untuk dibangun suatu kesepakatan-kesepakatan dari semua para pihak yang berkepentingan
dalam pengelolaan sumber daya air.
Instransi/lembaga yang diundang dalam PKM I, tercantum dalam pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Daftar Peserta Yang Di Undang Pada PKM 1
No. Instasi, Lembaga
1 Direktorat Bina PSDA, Direktorat Jenderal SDA
2 Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA
3 Balai Besar/Balai Wilayah Sungai
4 BPDAS
5 Bapeda Provinsi
6 Dinas PU Provinsi, Bid Pengairan
7 Balai PSDA Provinsi
8 Dinas Kehutanan Provinsi
9 Dinas Pertanian Provinsi
10 Dinas Perkebunan Provinsi
11 Dinas Perhubungan Provinsi
12 Dinas Provinsi yang terkait dengan SDA
13 Bappeda Kabupaten/Kota
14 Dinas PU Kabupaten/Kota, Bid Pengairan
15 Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota
16 Dinas Pertanian Kabupaten/Kota
17 Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota
18 Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota
19 Dinas Kab./Kota yang terkait dengan SDA
20 Pakar Pengelolaan Sumber Daya Air
22 Organisasi Masyarakat Pengguna Air
23 Organisasi Usaha Industri Pengguna Air
24 Lembaga Swadaya Masyarakat
25 Masyarakat Adat
26 Institusi Yang Bertanggung Jawab di Bidang
SDA di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota
Pada PKM 1 akan disampaikan dan dibahas mengenai kondisi pengelolaan sumber daya air yang
ada, hasil identifikasi masalah, hasil identifikasi potensi, isu – isu strategis yang dapat digali dari
daerah setempat serta konsep rumusan harapan dan tujuan pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai yang bersangkutan.
Hasil PKM 1 adalah rumusan masalah, potensi yang dapat dikembangakan terkait sumber daya air,
harapan dan tujuan pengelolaan sumber daya air yang akan dicapai dalam jangka waktu 20 tahun.
Tujuan dilaksanakannya PKM 2 adalah untuk memperoleh masukan, tanggapan, koreksi dari
masyarakat, dunia usaha dan seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air,
khususnya terhadap skenario kondisi wilayah sungai, alterntif pilihan strategi pengelolaan sumber
daya air, konsep kebijakan operasional untuk dibangun suatu kesepakatan – kesepakatan bersama
dari semua para pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya air untuk
merumuskan kebijakan operasional pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dalam jangka 20
tahun.
Peserta yang diundang dalam PKM 2, sama seperti peserta yang diundang pada PKM 1.
Pada PKM 2 akan disampaikan dan dibahas konsep rancangan pola pengelolaan sumber daya air
wilayah sungai berupa skenario kondisi wilayah sungai, alternatif pilihan strategi pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai dan kebijakan operasional pengelolaan sumber daya air wilayah
sungai.
Hasil PKM 2 adalah rumusan strategi pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dan kebijakan
operasional sumber daya air wilayah sungai dalam jangka waktu 20 tahun.
Rumusan kebijakan operasional Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai dalam jangka 20
tahun yang telah disepakati dalam PKM II kemudian disiapkan sebagai Rancangan Pola Pengelolaan
Sumber Daya Air Wilayah sungai mencakup aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, pengendalian daya rusak air, ketersediaan data dan sistim informasi sumber daya
air serta pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha.
Secara teknis data yang akan diinventarisasi, ditentukan tahun tertentu (base year) sebagai tahun dasar
atau kondisi sekarang, lalu periode dari data (panjang atau rentang data yang diperlukan), seperti
diuraikan pada tabel beikut :
Tabel 4.2. Pengumpulan Macam dan Jenis Data, Sumber Data dan Periode waktu
No. DATA SUMBER PERIODE
I. UNDANG-UNDANG dan
PERATURAN PEMERINTAH Departemen yang terkait Terkini
II. KEBIJAKAN SDA
Kebijakan Nasional, Pemerintah Pemerintah Pusat, Dep PU, Dep Terkini
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Dalam Negeri, Dep Kehutanan
Kota Tentang Pengelolaan SDA
C. Rencana Tata Ruang Bappeda Tk. I & Bappeda Tk. II Sesuai jangka waktu/tahun
berlakunya (kondisi terkini)
D. Peta
a. Peta Topografi Bakorsurtanal Terkini
b. Peta Tanah BPN Terkini
c. Peta Penggunaan Lahan BPN; Bakosurtanal, LAPAN Terkini,5-10Thn. Sebelumnya
A. Air Permukaan
(Hidroklimatologi)
1. Hujan BMG dan Dep PU/Dinas Min 10 Tahun
- Hujan Maksimum PSDA/BB/BWS
- Hujan Rata-Rata Harian
2. Debit Dep PU / Dinas PSDA / BB / BWS Min 10 Tahun
- Debit Maksimum
- Debit Minimum
- Sedimen dan Erosi
3. Iklim BMG / Dep PU / Dinas PU / BB / 5 – 10 Tahun
BWS
B. Air Tanah (hidrogeologi) :
1. Peta Cekungan Air Tanah GTL / ESDM Terkini
2. Peta Dinamika kondisi air tanah GTL / ESDM Terkini
3. Peta Geologi/ Permeabilitas GTL / ESDM Terkini
C. Peta
- Peta Dinamika Genangan/Banjir Dep PU / BB / BWS Terkini
- Peta Dinamika Kekeringan Dep PU / BB / BWS Terkini
D. Dinamika perubahan Kualitas Air Bappedalda Min 3 Tahun Terakhir
C. Data Lokasi Prasarana Sumber Daya BBM / BW / Dinas PSDA Kondisi Terkini
Air (Aset SDA) dan daerah
layanannya
VII. LAIN-LAIN
- dinamika kondisi lingkungan Bappedal/BPLH Dep. Kehutanan Tahunan (4 tahun terakhir)
- dinamika kondisi sosial budaya Pusat, Daerah tk I & tk. II Tahunan (4 tahun terakhir)
- dinamika kondisi ekonomi BPS Pusat ; TK I ; TK II Tahunan (4 tahun terakhir)
Macam dan jenis data yang belum masuk pada tabel di atas dapat diinventarisasi sesuai dengan
kebutuhan analisis yang akan dilakukan pada masing-masing wilayah sungai.
4.11. Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan Yang Terjadi Pada Wilayah Sungai
Pada masing-masing wilayah sungai mempunyai karakteristik permasalahan yang dihadapi, tahapan
identifikasi masalah diharapkan dapat menginventarisasi setiap masalah yang ada di wilayah sungai,
baik untuk permasalahan yang ada saat ini maupun potensi yang dapat dikembangkan dikemudian hari.
Beberapa aspek penting yang harus diidentifikasi meliputi :
1. Identifikasi terhadap Undang – Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah serta
Kebijakan Sumber daya Air Nasional, Provinsi, Kabupaten / Kota atau kebijakan pemerintah
serta kebijakan daerah terkait pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai setempat,
khususnya pada masing-masing aspek pengelolaan sumber daya air.
2. Iindentifikasi terhadap usaha konservasi sumber daya air, khususnya terhadap ;
a. Tingkat kekritisan Daerah Aliran Sungai, meliputi ; prosentasi tutupan lahan terhadap luas
Daerah aliran Sungai (DAS), angka erosi dan sedimentasi lahan dan angka sedimentasi
sungai, rasio debit maksimum dan minimum,
b. Tutupan vegetasi pada daerah sempadan sumber air, badan air, tepi/tebing sungai,
tepi/tebing muara dan pesisir pantai yang terkait dengan ekosistem hidrologis daerah aliran
sungai stempat,
c. Erosi dan penggerusan garis pantai pada wilayah sungai setempat.
d. Aset-aset untuk kepentingan konservasi SDA.
3. Identifikasi terhadap usaha pendayagunaan sumber daya air, khususnya terhadap :
a. Ketersediaan air permukaan dan air tanah,
b. Jaringan dan bangunan irigasi yang ada, meliputi luas daerah irigasi, neraca air irigasi,
potensi lahan yang dapat dikembangkan,
c. Sumber-sumber air untuk air baku dan kemampuan pelayanan air bersih,
d. Sektor-sektor yang kebutuhan airnya mendominasi,
e. Jumlah penggunaan air permukaan dan air tanah beserta komposisi penggunanya (meliputi
Domestic, Municipal, Industri, Irigasi),
f. Lokasi daerah yang mengalami kekurangan / kekeringan air dan daerah yang kelebihan air,
g. Neraca air per daerah/distrik.
h. Aset-aset untuk kepentingan pendayagunaan SDA serta pelaksanaan operasi dan
pemeliharaannya.
4. Identifikasi terhadap usaha pengendalian daya rusak air, khususnya terhadap :
a. Terjadinya Bencana, meliputi frekuensi kejadian bencana (banjir, longsor, gempa, tsunami,
abrasi pantai), lokasi daerah yang rawan terhadap bencana, usaha-usaha pengendalian
yang telah dilakukan, hambatan dan permasalahan yang dihadapi.
b. Erosi tebing dan dasar sungai,
c. Penutupan Muara Sungai,
d. Pencemaran Sungai, meliputi kualitas air sungai, jenis, jumlah dan lokasi limbah yang
dibuang ke sungai.
e. Aset-aset untuk kepentingan pengendalian daya rusak air serta pelaksanaan operasi dan
pemeliharaannya.
5. Identifikasi terhadap ketersediaan data dan sistim informasi sumber daya air, meliputi :
a. Kerapatan, jumlah dan kondisi (berfungsi/rusak) dari stasiun hujan, muka air/debit,
klimatologi, satsiun pengamatan kualitas air sumber dan badan air.
b. Keberadaan data (panjang, lengkap), keakuratan data.
c. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan dari stasiun pengamatan pada nomor a. di atas.
d. Keberadaan sistim informasi data SDA.
6. Identifikasi terhadap usaha pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha
serta kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai.
Khususnya terhadap :
a. Keberadaan & jumlah organisasi pengguna air,
b. Kemandirian organisasi (kemampuan swadaya)
c. Keberadaan & jumlah usaha yang sangat tergantung keberadaan air, peran dunia usaha
tersebut terhadap pengelolaan SDA.
d. Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Air, meliputi landasan hukum dari keberadaan
lembaga, jumlah kelembagaan yang terkait pengelolaan SDA, pelaksanaan kegiatan sesuai
tupoksi, duplikasi kegiatan, frekuensi koordinasi, koordinasi pada tingkat penyusunan
kegiatan, pelaksanaan dan evaluasi.
7. Identifikasi terhadap aspirasi seluruh pemangku kepentingan dengan sumber daya air,
khususnya mengenai harapan-harapannya terhadap pengelolaan sumber daya air wilayah
sungai masa yang akan datang, melalui kuesioner yang diedarkan kepada seluruh pemangku
kepentingan (stake holder) dalam pengelolaan sumber daya air.
8. Indentifikasi Potensi
Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap potensi yang pengembangannya terkait dengan
pengelolaan sumber daya air. Berikut diuraikan beberapa contoh potensi yang dapat
diidentifikasi :
a. Pengembangan transportasi sungai.
b. Peningkatan pertumbuhan pada sektor – sektor irigasi, industri, pariwisata, perkebunan dll
yang didukung oleh keberadaan sumber daya air secara dominan.
c. Pengembangan wisata air
d. Pengembangan pengusahaan sumber daya air
e. Dan lainnya.
9. Indentifikasi Isu Strategis
Pada tahap ini dilakukan penyusunan isu strategis nasional maupun isu lokal yang dapat
dikembangkan melalui tinjauan terhadap :
a. Kebijakan strategis yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
b. Millennium Development Goals (MDG) 2015,
c. Ketahanan Pangan Nasional,
d. Pengaruh Ekonomi Global,
e. Pengembangan Energi Alam,
f. Perubahan Iklim Global,
g. Penggalian dari potensi yang dimiliki daerah setempat.
h. dan lainnya.
Dengan menggunakan persamaan USLE dapat diprediksi laju rata-rata erosi dari suatu bidang tanah
tertentu, pada suatu kecuraman lereng dan dengan pola hujan tertentu, untuk setiap macam
pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang sedang atau yang mungkin
dapat dilakukan. Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik (dan
pengelolaan) yang mempengaruhi laju erosi ke dalam enam parameter utama. Persamaan USLE yang
diusulkan adalah sebagai berikut:
A=RKLSCP
Dimana :
A = adalah banyaknya tanah yang tererosi dalam [ton per hektar per tahun]
R = adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan (erosivitas hujan), yaitu
jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi
hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30) tahunan.
K = adalah faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R)
untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak
percobaan yang panjangnya 72,6 ft (22,1 m) dan terletak pada lereng 9% tanpa
tanaman.
L = adalah panjang lereng, yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari tanah
dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan
panjang lereng 72,6 ft (22,1 m) di bawah keadaan yang identik.
S = adalah kecuraman lereng, yaitu perbandingan antara besarnya erosi yang
terjadi dari suatu bidang tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap
besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
C = adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu
perbandingan antara besarnya erosi dari suatu bidang tanah dengan vegetasi
penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah
yang identik tanpa tanaman.
P = adalah faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu perbandingan
antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakukan tindakan konservasi
khusus (seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam stripping
atau terras) terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng
dalam keadaan yang identik.
Secara skematik persamaan USLE dapat dijelaskan pada Gambar di bawah ini.
A = R x K x LS x P x C
AET = CF x PET
ER = P – AET
SM = SMC – ISM
WS = ER - SM
I = Cds x WS
I = Cws x WS
GWS = 0.5 x (1 + K) x I x IGWS
S = GWS – IGWS
BF = I - S
DRO = WS – I
TRO = DRO + BF
QRO = A x TRO
Dimana ;
AET : Actual Evapotranspirasi (mm/hari)
CF : Crop Factor
PET (Eto) : Evapotranspirasi, evaporasi yang terjadi pada permukaan tanah, tanaman
dan sungai (mm/hari)
ER : Exces Rainfall, hujan langsung yang sampai permukaan tanah (mm/bulan)
P : Hujan (mm/bulan)
SM : Soil Moisture (mm)
SMC : Soil Moisture Capacity (mm)
ISM : Initial Soil Moisture (mm)
WS : Water Surplus, sisa air dari air hujan setelah digunakan untuk memenuhi
Soil Moisture (mm)
I : Infiltrasi, sisa air yang meresap ke dalam tanah (mm)
Cds, Cws : Koefisien infiltrasi musim kemarau dan musim penghujan
GWS : Ground Water Storage (mm)
IGWS : Initial Ground Water Storage (mm)
BF : Base Flow (mm/bulan)
DRO : Direct Run Off (mm/bulan)
TRO : Total Run Off (mm/bulan)
QRO : Debit Run Off (m3/det)
A : Luas daerah aliran sungai (km2)
P
AET
ER
WS
SMC DRO = WS – I
SM
I
ISM
GWS
S
IGWS
BF = I - S
Jumlah dan distribusi penyebaran penduduk akan menentukan besar kebutuhan air baki (domestik
dan non domestik). Untuk memproyeksikan jumlah penduduk akan sangat sulit diperhitungkan satu
persatu. Kebiasaan yang dilakukan adalah dengan memperhitungkan semua faktor tersebut di atas
ke dalam bentuk tingkat pertumbuhan penduduk, dimana termasuk didalamnya adalah faktor
urbanisasi penduduk dari desa ke kota.
Persamaan yang digunakan untuk proyeksi jumlah penduduk adalah:
Pt = Po (1 + r)t
Dengan: Pt = jumlah penduduk pada tahun ke-t
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar hitungan (tahun ke-0)
r = tingkat pertumbuhan penduduk
t = jumlah tahun antara tahun proyeksi dan tahun dasar hitungan
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
Potensi
3000
Kebutuhan
2000
1000
0
jan feb mar apr mei jun jul ags sep okt nov des
Gambar 4.10. Contoh Grafik Neraca Air Tahunan (tahun 2012)
Berdasarkan neraca air tahunan tersebut maka secara umum ketersediaan air di WS selalu berada di
atas kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI), dan lainnya.
2000
1500
1000
500
Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, maka suatu model simulasi wilayah sungai
harus dapat melakukan perhitungan simulasi dengan baik, dan mudah dioperasikan. Artinya model harus
mampu menirukan karakteristik penting dari wilayah sungai, terutama ketersediaan air, kebutuhan air,
pengoperasian sistem tata air, dan kemungkinan alternatif pengembangan; disamping memberikan
kemudahan pemasukan data dan keluaran informasi secara efisien, dalam format yang mudah disajikan,
dan dampak alternatif pengembangan (dalam bentuk peta dan grafik) yang mudah dievaluasi dengan cepat.
Dalam simulasi wilayah sungai terdapat dua hal penting, yaitu kondisi sistem tata air yang dinyatakan
dalam Skematisasi Sistem Tata Air; dan Alternatif Pengembangan Sumberdaya Air yang direncanakan.
Periode 2008-2013
Pada tahun 2008, air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang untuk RKI, Irigasi/Rawa dan lainnya adalah
sebesar 369,04 m3/det, sedangkan kebutuhan air pada tahun 2008 mencapai 381,5 m 3/det, sehingga
terdapat defisit air sebesar 12,53 m3/det.
Dengan skenario pada kondisi ekonomi rendah, kemampuan untuk membangun prasarana sumber
daya air sangat rendah.
Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake
(pengambilan air baku pada tampungan air) yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam
alokasi air dengan kapasitas 13,35 m3/det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang
pada tahun 2013 dapat mencapai 382,39 m 3/det. Pada kondisi ini masih terdapat defisit air sebesar
8,96 m3/det.
Periode 2013-2018
Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake
(pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam
alokasi air dengan kapasitas 13,35 m3/det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang
pada tahun 2018 dapat mencapai 395,75 m3/det. Pada saat ini diharapkan tidak terjadi defisit air.
Periode 2018-2023
Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake
(pengambilan air baku pada sungai), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air
dengan kapasitas 8,39 m3/det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun
2023 dapat mencapai 404,14 m3/det. Pada saat ini terdapat surplus air sebesar 0.33 m 3/det.
Periode 2023-2028
Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake
(pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam
alokasi air dengan kapasitas 8,39 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang
pada tahun 2028 dapat mencapai 412,54 m3/det. Pada saat ini diharapkan tidak terjadi defisit air.
Periode 2008-2013
Pada tahun 2008, air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang untuk RKI, Irigasi/Rawa dan lainnya adalah
sebesar 369,04 m3/det, sedangkan kebutuhan air pada tahun 2008 mencapai 381,5 m 3/det, sehingga
terdapat defisit air sebesar 12,53 m3/det.
Dengan skenario pada kondisi ekonomi sedang, kemampuan untuk membangun prasarana sumber
daya air cukup untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2013. Untuk itu disusun strategi ;
membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air) yang lokasinya
menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 23,34 m 3/det sehingga jumlah air
yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2013 dapat mencapai 392,38 m 3/det. Pada kondisi
ini terdapat surplus air sebesar 4,03 m 3/det.
Periode 2013-2018
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2018 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8,06 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2018 dapat mencapai 400,44 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 4,7 m3/det.
Periode 2018-2023
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2023 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.06 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2023 dapat mencapai 408,5 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 4,69 m3/det.
Periode 2023-2028
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2028 disusun strategi; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.06 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2028 dapat mencapai 416,56 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 4,03 m3/det.
Periode 2013-2018
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2018 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.5 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2018 dapat mencapai 404,24 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 8,5 m3/det.
Periode 2018-2023
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2023 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.5 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2023 dapat mencapai 412,74 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 8,93 m3/det.
Periode 2023-2028
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2028 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.5 m3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2028 dapat mencapai 421,24 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 8,7 m3/det, diharapkan mampu mencukupi kebutuhan air 5 (lima) tahun ke depan.
Catatan:
Skenario alokasi air di atas diperoleh dari hasil trial dan error (sesuai kondisi ekonomi; kemampuan
membangun tampungan air) menggunakan software Ribasim, namun apabila kesulitan dalam
menggunakan software tersebut maka dapat dihitung secara manual.
4.16. Alternatif Pilihan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Setiap Skenario dan Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi
pengelolaan sumber daya air
54
Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
No. Sub Hasil Sasaran /Target Strategi Kebijakan Instasi
Aspek Analisis Yang Akan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional /Lembaga
Dicapai (5 tahun) (10 tahun) (20 tahun)
1 Pencegahan
2 Penanggulangan
3 Pemulihan
56
Peta tematik “Pendayagunaan Sumber Daya Air” dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah
Sungai Bengawan Solo
Peta tematik “Pengendalian Daya Rusak Air” dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
Bengawan Solo
4. Sistim Informasi Sumber Daya Air Untuk menentukan keberhasilannya digunakan indikator-
indikator :
- Kerapatan jaringan stasiun hujan, muka air sungai,
klimatologi
- Keberadaaan dan kelengkapan data base SDA
Catatan :
Indikator-indikator tersebut di atas dapat dikembangkan dan
setelah 5 tahun, ditinjau apakah keberdaan jaringan stasiun
hujan, muka air sungai dan stasiun klimatologinya semakin
rapat atau tetap. Demikian pula untuk indikator keberdaan dan
kelengkapan data SDA.
- Laporan Penunjang
Selain laporan-laporan tersebut di atas, dibuat laporan pendukung yang terdiri dari:
- Album foto hasil inventarisasi dan PKM I, PKM II dan kegiatan-kegiatan lainnya,
- Abum peta yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air.