Anda di halaman 1dari 74

DIKTAT

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


DI INDONESIA
(Pola Pengelolaan SDA)

Oleh:
Ilham Poernomo

April 2012

PROGRAM S2 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JANABADRA
i
KATA HANTAR

Modul/Diktat/Bahan Ajar: “Pengelolaan Sumber Daya Air” ini disiapkan sebagai salah satu pegangan
Mahasiswa dalam mengikuti kuliah pada mata kuliah “Pengelolaan Sumber Daya Air” pada Program S2
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Janabadra yang dimulai pada semester ganjil 2011.

Modul/Diktat/Bahan Ajar “Pola Pengelolaan Sumber Daya Air” ini merupakan rangkaian
modul/diktat/bahan ajar yang pertama, secara khusus mengambarkan proses dan tahapan pengelolaan
sumber daya yang berlaku atau berjalan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 Tentang Sumber Daya Air beserta pendalaman terhadap pengertian, pemahaman dan
penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada setiap wilayah sungai.

Modul/Diktat/Bahan Ajar ini setiap tahun selalu diperbaiki dan ditambah mengikuti perkembangan
yang ada, khususnya terhadap terbitnya peraturan perundangan baru terkait dengan pengelolaan
sumber daya air di Indonesia.

Semoga dengan direbitkannya Modul/Diktat/Bahan Ajar “Pengelolaan Sumber Daya Air” ini dapat
menambah pemahaman dan membuka wawasan para mahasiswa pada Program S2 Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Universitas Janabadra dalam partisipasinya sebagai “para pemangku kepentingan” atau
“stake holder” dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia.

Yogyakarta, … April 2012

( Ilham Poernomo)
DAFTAR ISI

KATA HANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tahapan Pengelolaan Sumber Daya Air

BAB II. BATAS WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENGELOLA


2.1. Daerah Aliran Sungai
2.2. Wilayah Sungai
2.3. Cekungan Air Tanah
2.4. Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai

BAB III. KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


3.1. Penyusunan Visi Misi, Kebijakan dan Strategi
Visi Misi, Kebijakan dan Strategi
3.2. Perumus dan Penyusun Kebijakan Pengelolaan SDA
3.3. Kebijakan Nasional Sumber Daya Air

BAB IV. POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


4.1. Pengertian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
4.2. Pasal demi Pasal Landasan Hukum Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
4.3. Pedoman Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
4.4. Perumusan dan Penyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
4.5. Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air
4.6. Proses Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
4.7. PKM
4.8. Muatan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
4.9. Inventarisasi Data
4.10. Perumusan Tujuan Pengelolaan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
4.11. Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan
4.12. Analisis Sebagai Bahan Pertimbangan Pengelolaan Sumber Daya Air
4.13. Beberapa Skenario Kondisi Wilayah Sungai
4.14. Alternatif Pilihan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Setiap Skenario dan
Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air
4.15. Peninjauan dan Evaluasi
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebelum tahun 2004 pengelolaan sumber daya air di Indonesia didasarkan pada Undang Undang
Republik Indonesia No.11 Tahun 1974 Tentang Pengairan yang penekanannya pada upaya pengeloaan
pengairan untuk kepentingan irigasi dan air baku untuk air minum dan pengendalian banjir.

Pengelolaan dan pengembangan sumber daya air di negara-negara maju (barat) menganut konsep one
river, one management and one plan, yaitu pengelolaan dan pengembangan sumber daya air yang
didasarkan pada konsep satu sungai, satu pengelolaan dan satu perencanaan. Artinya dalam setiap
setiap sungai harus dikelola dalam satu sistem pengeloaan (manajemen) dan satu kesatuan
perencanaan dari mulai hulu sampai hilir sungai. Konsep tersebut tidak mudah diterapkan di Indonesia
dengan mengingat belum ada peraturan perundangan yang mengatur serta banyaknya lembaga atau
organisasi baik pemerintah maupun swasta yang berkepentingan atau terkait dalam pengelolaan
sumber daya air. (catatan: alinea ini ditambahkan materi latar belakang IWRMP dari power pint)

Permasalahan sumber daya air di Indonesia selalu muncul dan selalu meningkat dari tahun ke tahun,
seperti penggundulan hutan, meluasnya lahan kritis, meningkatnya pencemaran terhadap sumber-
sumber air, menurunnya kuantitas ketersediaan air pada sumber-sumber air, menurunnya kualitas
sumber-sumber air, pelayanan air bersih untuk pemenuhan air rumah tangga (masyarakat belum
menikmati air bersih), perkotaan dan industri (RKI) sangat rendah, daya rusak air yang semakin
meninkat, hal ini ditunjukkan dengan; banjir yang terjadi semakin meningkat frekuensinya, dampak
luapan/genangan banjir semakin meningkat, kerusakan sungai akibat banjir semaikin meningkat,
pengendapan sungai dan muara karena sedimentasi tinggi, kerusakan pantai karena abrasi, sistem
pengeloaan pengukuran, pengamatan, pemantauan klimatologi, hujan, muka air sungai (debit sungai),
kualitas air sungai, peringatan dini (banjir) yang kurang terpelihara sehingga kurang berfungsi secara
baik, pengelolaan data iklim, hujan, debit banjir, kualitas air yang kurang terkoordinasi dan sulit dikases
serta kurangnya pelibatan atau peran masyarakat, dunia usaha dalam penentuan kebijakan dalam
pengelolaan masyarakat.

Kompleksnya permasalahan sumber daya air di atas, sebagai latar belakang diterbitkannya Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air (UU SDA No.7/2004) yang sering
disebut dengan Undang-Undang Sumber Daya Air. Undang-Undang Sumber Daya Air tersebut
merupakan paradigma baru yang digunakan sebagai landasan pengelolaan sumber daya air di Indonesia.
Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan: konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan
pengendalian daya rusak air (UU SDA No.7/2004, ps 1 no.7) yang kemudian disebut sebagai 3 (tiga)
“aspek” pengelolaan sumber daya air (penjelasan UU SDA No.7/2004, ps 77, ayat 2). Beberapa prinsip
dasar pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini, adalah pengelolaannya
dilaksanakan secara (UU SDA No.7/2004 ps 3, beserta pejelasannya):
1. menyeluruh, yaitu: mencakup 3 (tiga) aspek pengelolaan, yaitu konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air;
2. terpadu, yaitu: yaitu pengelolaan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pemilik
kepentingan antarsektor dan antarwilayah administrasi;
3. dan berwawasan lingkungan hidup, yaitu: pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan
ekosistem dan daya dukung lingkungan;

1
dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.

Undang-Undang Sumber Daya Air telah menggariskan bahwa tahapan pengelolaan sumber daya air,
yaitu diawali dengan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, penyusunan perencanaan
pengelolaan sumber daya air (master plan), studi kelayakan, penyusunan program, rencana detail,
pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, Poernomo (2007).

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, maka disusun pola
pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air
permukaan dan air tanah (UU SDA No.7/2004, ps 11, ayat 1 dan 2).

Undang-Undang Sumber Daya Air pasal 13, ayat 1 dan 2; telah mengamanatkan bahwa w ilayah sungai
dan cekungan air tanah ditetapkan dengan Keputusan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Sumber Daya Air Nasional. Namun untuk alasan operasional yang mendesak Menteri Pekerjaan
Umum menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan
Penetapan Wilayah Sungai, di Indonesia terdapat 133 Wilayah Sungai (WS), dengan status sebagai
berikut:
1. WS di dalam satu Kabupaten/Kota;
2. WS lintas Kabupaten/Kota;
3. WS Lintas Provinsi;
4. WS Strategis Nasional;
5. WS lintas Negara.
Yang dalam konsideran Keputusan Menteri PU tersebut; menimbang nomor c; disebutkan sambil
menunggu Keputusan Presiden RI Tentang Penetapan Wilayah Sungai dan Peraturan Pemerintah
Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Wilayah Sungai dan Cekungan Air Tanah perlu ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.

Dalam pasal-pasal Undang-Undang Sumber Daya Air telah tersurat prosedur pengelolaan sumber daya
air pada suatu WS yang pada tahap awal harus dilaksanakan:
1. Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, yang merupakan arahan tujuan pengelolaan
sumber daya air, skenario dan alternatif strategi serta kebijakan operasional dalam pengelolaan
sumber daya air. Dokumen ini digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan tahap
berikutnya;
2. Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, yang merupakan arahan upaya fisik dan
non fisik setiap sektor dalam pengelolaan sumber daya air pada WS.
Dengan melaksanakan pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Sumber Daya Air No. 7/Th 2004 dan Peraturan Pemerintah No.42/Th 2008 maka diharapkan sumber
daya air dapat dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan
mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.

1.2. Tahapan Pengelolaan Sumber Daya Air


Pengelolaan sumber daya air terpadu (integrated water rasources management) adalah sebuah proses
yang mempromosikan koordinasi pengembangan dan pengelolaan air, tanah dan sumber-sumber
terkait dengan tujuan untuk mengoptimalkan resultan ekonomis dan kesejahteraan sosial dalam
perilaku yang cocok tanpa mengganggu kestabilan dari ekosistem-ekosistem penting (Global Water
Partnership Technical Advisory Committee, 2001).
Ditambahkan definisi umum pengelolaan SDA ..

Pengelolaan sumber daya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural dan non struktural
untuk mengendalikan sistem sumber daya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat
manusia dan tujuan lingkungan (Kodoatie, 2005).

Dalam pasal-pasal Undang-Undang Sumber Daya Air telah tersirat tahapan pengelolaan sumber daya
air pada suatu WS. Robert Kodoati (2008) menyusun diagram pengelolaan sumber daya air dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Penyusunan Kebijakan Sumber Daya Air,
2. Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air,
3. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air (Rencana Induk),
4. Studi Kelayakan,
5. Penyusunan Program Pengelolaan Sumber Daya Air
6. Rencana Kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air,
7. Rencana Detail Pengelolaan Sumber Daya Air,
8. Pelaksanaan Konstruksi Prasarana Sumber Daya Air,
9. Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air.

Landasan penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya air; Undang-Undang Sumber Daya Air no.
7/Th 2004 pasal 13 ayat 1, pasal 14 ayat 1, pasal 15 ayat 1, pasal 16 ayat1, dan Peraturan Pemerintah
no.42/Th 2008 pasal 1 no7, pasal 3 nomor a, pasal 4 ayat 1 nomor a.

Landasan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air; Undang-Undang Sumber Daya Air no. 7/Th
2004 pasal 11, ayat 1 dan 2 dan Peraturan Pemerintah no.42/Th 2008 pasal 4, ayat 1 nomor c.

Landasan penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air; Undang-Undang Sumber Daya Air no.
7/Th 2004 pasal 59, ayat 3 dan Peraturan Pemerintah no.42/Th 2008 pasal 3, nomor a, Pasal 26, ayat 1.

Dalam Undang-Undang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air disebutkan pengertian dari Pola Pengelolaan Sumber Daya Air adalah
kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

Apabila dikaitkan dengan tahapan pengelolaan yang diuraikan di atas maka Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air pada setiap wilayah sungai menjadi dokumen penting dan strategis untuk mengetahui
keberhasilan atau kegagalan dari pengelolaan sumber daya air pada suatu wilayah sungai.
BAB II. BATAS WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENGELOLA

2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)


Menurut Undang-Undang Sumber Daya Air pasal 1, nomor 11, definisi DAS adalah: Daerah aliran sungai
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Sesuai dengan kondisi topografinya maka DAS dapat diklasifikasikan menurut bentuk atau tipikal
dengan karakteristik sebagai berikut:

No. Tipikal/Bentuk Karakteristik Tampak Atas


1 DAS bulu burung Bentuknya memanjang seperti
bulu burung.
Anak sungainya langsung
mengalir ke sungai utama.
Banjir relatif kecil karena waktu
tiba air dari masing2 anak sungai
ber-beda2 (tdak bersamaan)

Laut
2 DAS Radial Bentuknya seperti kipas-linkaran
Anak sungainya memusat di satu
titik secara radial.
Banjir relatif besar tetapi relatif
tidak lama.

Laut
3 Das Paralel Bentuk seperti kipas
Anak sungainya 2-3 jalur sejajar;
pararel bermuara di bag. Hilir.
Banjir relatif besar tetapi relatif
tidak lama.

Laut
4. DAS Komplek Bentuknya gabungan dari bentuk
no. 1 s/d 3 di atas

Dalam setiap DAS terdapat daerah resapan dan tampungan air hujan (recharge), waduk, danau,
embung, situ dan sungai, penanganan air limbah, pengambilan air baku untuk air rumah tangga,
perotaan, industri, irigasi serta bangunan pengendalian banjir seperti digambarkan berikut:
Gambar 2.1. Daerah Aliran Sungai

Gambar 2.2. Perspektif Daerah Aliran Sungai


2.2. Wilayah Sungai
Menurut Undang-Undang Sumber Daya Air pasal 1, nomor 11, definisi Wilayah Sungai (WS) adalah:
adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai
dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

Peraturan Menteri PU No. 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, di
Indonesia terdapat 133 Wilayah Sungah (WS), dengan status sebagai berikut:

1. WS di dalam satu Kabupaten/Kota, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah


Kabupaten/Kota, sebanyak 13 WS;
2. WS lintas Kabupaten/Kota, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, sebanyak
51 WS;
3. WS Lintas Provinsi, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sebanyak 27 WS;

No Kode Nama Provinsi Nama-Nama


WS Wilayah Sungai DAS
1 A2 - 1 Alas - Singkil N A D -Sumatera Lae Pardomuan; Lae Silabuhan; Lae Siragian;
Utara Lae Singkil; L.Kuala Baru
2
Batang Natal -
A2 - 2 Sumut - Sumbar Btg. Batahan; Btg. Natal
Btg.Batahan
3 A2 - 3 Rokan Riau - Sumatera Rokan; Bangko; Rokan Kiri; Rokan Kanan; Kubu;
Barat -Sumatera Sumpur; Sontang; Asik; Air Pesut; Sibinail;
Utara Pagang; Pincuran Panjang;Timbawan
4 A2 - 4 Kampar Riau - Sumatera Kampar; Kampar Kiri; Kampar Kanan; Bt.Kapur;
Barat Bt.Mahat;
5 A2 - 5 Indragiri Riau - Sumatera Kuantan; Indragiri;Gaung Anak Serka; Guntung;
Barat Pateman; Palangki; Ombilin; Sinamar
6 A2 - 6 Batanghari Jambi - Sumatera Btg.Hari; Tungkal; Bentaro; Mandahara; Lagan;
Barat Air Hutan; Jujuhan; Siat; Timpeh; Kuko; Pangean;
Momong; Sipotar; Sangir; Talantam; Bangko;
Gumanti; Pinti Kayu;Pkl.Duri Besar
7 A2 - 7 Musi Sumsel-Bengkulu- Musi; Lakitan; Kelingi; Rawas; Semangus; Batang
Lampung Hari Leko;
8 A2 - 8 Mesuji - Tulang Lampung - Mesuji; Tlg. Bawang; Tjg. Pasir; Randam Bsr;
Bawang Sumsel Sibur Besar; Tawar; Bati Dalam Kecil; Randam
Besar; Meham Kecil
9 Teramang; Ipuh; Retak; Buluh; Selagan; Bantal;
A2 - 9 Teramang-Ipuh Bengkulu-Jambi Dikit; Manjuto
10 A2 - 10 Nasal - Padang Bengkulu - Air Nasal; Air Sambat; Air Tetap; Air Luas; Air
Guci Lampung Kinal; Air Padang Guci; Air Sulau; Air Kedurang;
Air Bengkenang; Air Manna
11 DKI Jakarta -
A2 - 11 Kepulauan Seribu (Kepulauan Seribu)
Banten
12 A2 - 12 Cidanau-Ciujung- Banten-DKI
Cisadane; Ciliwung; Citarum; Cidanau;
Cidurian-Cisadane- Jakarta-Jabar
Ciujung;Cidurian
Ciliwung-Citarum
13 A2 - 13 Citanduy Jawa Barat - Jawa Citanduy, Cibeureum; Cimeneng; Kadalmeteng;
Tengah Ciputra Pinggan; Sapuregel; Kawungaten;
Cikonde; Cikembulan; Cihaur
14 A2 - 14 Cimanuk - Jawa Barat - Jawa Cimanuk; Cisanggarung; Cipanas;
Cisanggarung Tengah Ciwaringin;Cikondang; Kasuncang; Babakan;
Kabuyutan; Kluwut
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
Progo - Opak - DI Yogyakarta -
15 A2 - 15 Progo; Opak; Serang; Tangsi; Elo; Oyo
Serang Jateng
16 A2 - 16 Bengawan Solo Jawa Timur - Keduwang; Jurang Gempal; B. Solo/Jurug Solo;
Jawa Tengah Grindulu; Lorong; Lamong; K. Gondang; K. Sragen;
Semawon; Wungu; Semawun; Geneng; Sondang
Kalteng -
17 A2 - 17 Jelai-Kendawangan Jelai; Kendawangan
Kalbar
18 A2 - 18 Barito - Kapuas Kalimantan
Selatan - Barito; Kapuas; Murung, Martapura; Riam Kanan; Riam
Kalimantan Kiwa; Negara; Ambawang; Kubu; Landak;Tapin
Tengah
19 A2 - 19 Dumoga - Sangkup Sulawesi Utara Dumoga; Sangkup; Buyat; Lomboit; Andagile; Bulawa;
- Gorontalo Tuliawa
Limboto - Bulango - Gorontalo -
20 A2 - 20 Bone Sulawesi Utara Limboto; Bulango; Bone
Gorontalo-
21 A2 - 21 Randangan Sulawesi Randangan;
Tengah
22 A2 - 22 Palu - Lariang Sulteng - Sulsel Palu; Lariang; Watutela; Pasangkayu; Mesangka;
- Sulbar Surumba; Sibayu; Tambu
23 A2 - 23 Kaluku - Karama Sulbar - Sulsel Kaluku; Karama; Babbalalang; Malunda; Mandar
24 A2 - 24 Pompengan - Sulsel - Sultra Pompengan; Larona; Kalaena; Latuppa; Bua; Lamasi;
Larona Makawa; Bungadidi; Kebo; Rongkong; Balease
25 A2 - 25 Sadang Sulsel - Sulbar Sadang; Mamasa; Rapang; Libukasi; Galang-galang;
Lissu; Barru; Lakepo; Lampoko;Kariango; Pangkajene;
Bone-bone; Segeri; Karajae; Malipi;
26 A2 - 26 Lasolo - Sampara Sul.Tenggara- Lasolo; Sampara; Lalindu; Aopa; Tinobu; Luhumbuti;
Sulsel-Sulteng Landawe; Amesiu
27 A2 - 27 Omba Papua - Irian
Omba; Lengguru; Madefa; Bedidi; Bomberai
Jaya Barat

4. WS Strategis Nasional, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sebanyak 37 WS;
Pulau Sumatera
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3 - 1 Meureudu - Baro N.A.D. Meureudu; Baro; Tiro; Pante Raja; Utue; Putu;
Trienggadeng; Pangwa; Beuracan; Batee
2 A3 - 2 Jambo Aye N.A.D. Jambo Aye; Geuruntang; Reungget; Lueng; Simpang
Ulim; Malehan; Julok Rayeu; Keumuning; Gading; Idi
Rayeuk; Lancang; Jeungki; Peundawa Rayeuk;
Peureulak; Peundawa Puntong; Leugo Rayeuk;
3 A3 - 3 Woyla - Seunagan N.A.D. Woyla; Seunagan;
4 A3 - 4 Tripa - Bateue N.A.D. Tripa; Bateue;
5 A3 - 5 Belawan - Ular - Sumatera Utara Belawan; Ular; Deli; Belumai; Padang; Martebing;
Padang Kenang; Serdang; Percut; Bedagai; Belutu
6 A3 - 6 Toba-Asahan Sumatera Utara Danau Toba; Sei Asahan; Silau; Tanjung; Suka
7 A3 - 7 Batang Angkola- Sumatera Utara Batang Angkola; Batang Gadis
Batang Gadis
8 A3 - 8 Siak Riau Siak; Siak Kecil; Bukit Batu; Palentung; Tapung Kanan;
Tapung Kiri; Masigit; Bulu Kala; Mandau; Dumai
9 A3 - 9 Reteh Riau Reteh; Gangsal
10 A3 - 10 Pulau Batam - Kepulauan Riau (Pulau Batam; Pulau Bintan)
Pulau Bintan
11 A3 - 11 Anai-Kuranji-Arau- Sumatera Barat Anai; Kuranji; Arau; Mangau; Antokan; Air Dingin;
Mangau-Antokan Tapakis; Ulakan; Andaman; Pariaman; Manggung;
Naras; Limau; Kamumuan; Paingan; Tiku; Bungus
12 A3 - 12 Sugihan Sumatera Burung; Gaja Mati; Pelimbangan; Beberi; Olok; Daras;
Selatan Medang; Padang
13 A3 - 13 Banyuasin Sumatera Banyuasin; Senda; Limau; Ibul; Puntian; Pangkalan
Selatan Balai; Buluain; Kepayang; Mangsang; Kedawang;
Titikan; Mendes; Tungkal; Keluang; Lalan; Supat; Lilin
14 A3 - 14 Way Seputih-Way Lampung Seputih; Sekampung; Wako; Kambas; Penet; Kuripan;
Sekampung Sabu; Sukamaju

Pulau Jawa
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3-15 Pemali - Comal Jawa Tengah Pemali; Pemali Notog; Comal; Cacaban; Waluh;
Sengkarang; Sambong; Sragi
2 A3-16 Jratunseluna Jawa Tengah Jragung, Tuntang; Serang; Lusi; Juwana; Anyar;
Klampok; Semarang;
Garang; Randuguntini
3 A3-17 Serayu - Jawa Tengah Serayu; Bogowonto; Bengawan; Ijo; Luk Ulo;
Bogowonto Cokroyasan; Sempor; Padegolan; Tipar; Wawar;
Telomoyo; Watugemulung; Pasir; Tuk; Yasa; Srati;
Donan
4 A3-18 Brantas Jawa Timur Brantas; Santun; Punyu; Bango; Putih; Widas; Konto

Pulau Bali, NTB dan NTT


No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3-19 Bali - Penida Bali Ayung; Ho; Balian; Daya; Sabah; Panarukan; Sangiang
Gede
2 A3-20 Pulau Lombok N.T.B. Dodokan; Jangkok; Babak; Renggung; Palung;
Blimbing; Segara; Pemining; Meninting; Sidutan
3 A3-21 Aesesa N.T.T. Aesesa; Wae Mokel; Naggaroro; Mautenda; Wolowona;
Waiwajo; Nebe

Pulau Kalimantan
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3-22 Kapuas Kalimantan Kapuas; Ambawang; Kubu; Landak; Nipah; Paduan;
Barat Peniti; Kapar; Mancar; Kerawang; Melendang; Satai
2 A3-23 Pawan Kalimantan Pawan; Simpang; Semandang; Semanai
Barat
3 A3-24 Seruyan Kalimantan Seruyan
Tengah
4 A3-25 Kahayan Kalimantan Kahayan; Sebangau
Tengah
5 A3-26 Mahakam Kalimantan Mahakam; Semboja; Senipah; Semoi
Timur

Pulau Sulawesi
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3-27 Sangihe Talaud Sulawesi Utara (Sangihe Talaud)
2 A3-28 Tondano - Sulawesi Utara Ranowangko; Ranopaso; Nimanga; Marondor;
Likupang Sosongae; Tondano; Likupa
3 A3-29 Paguyaman Gorontalo Paguyaman;
4 A3-30 Parigi - Poso Sulawesi Parigi; Poso; Tompis; Bambalemo; Podi; Dolago;
Tengah Tindaki
5 A3-31 Laa - Tambalako Sulawesi Laa; Tambalako; Tirongan; Salato; Morowali; Sumare;
Tengah Bahonbelu; Bahodopi
6 A3-32 Walanae - Sulawesi Walanae; Cenranae; Paremang; Bajo; Awo; Peneki;
Cenranae Selatan Keera; Ranang; Larompong; Gilirang; Noling; Suli;
Suto;
7 A3-33 Jeneberang Sulawesi Jeneberang; Jeneponto; Maros; Matulu; Salangketo;
Selatan Tangka; Aparang; Pamukulu

Pulau Maluku
No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A3-34 Pulau Buru Maluku (Pulau Buru)
2 A3-35 Pulau Ambon - Maluku (Pulau Ambon; Pulau Seram)
Pulau Seram
3 A3-36 Kepulauan Kei - Maluku (Kepulauan Kei - Aru)
Aru
4 A3-37 Kepulauan Maluku (Kepulauan Yamdena-Wetar)
Yamdena-Wetar

5. WS lintas Negara, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sebanyak 5 WS


No Kode Nama Provinsi Nama-Nama
WS Wilayah Sungai DAS
1 A1-1 Benanain NTT-Timor Benanain-Mena
Leste
2 A1-2 Noel-Mina NTT-Timor Noel Mina; N Termanu; Nugkurus; (P Rote); (P Sabu)
Leste
3 A1-3 Sesayap Kaltim_Serawak Sesayap; Sebakung; Sebakis; Sebuku; Sembaleun;
Malaysia Semenggaris; Noteh; Sinualan; Itai; Sekata; Linuang
Kayan, Ansam; Belayau
4 A1-4 Mamberami-Tami- Papua-Papua Memberamo; Gesa; Bigabu; Sobger; Tariku; Nawa;
Apauvar Nugini Taritatu; Van Dalen; Tani; Apauvar; Verkume; Tor; Biri;
Wiru; Sermo, Grime; Sentani.
5 A1-5 Enlanden-Digul- Papua-Papua Enlanden; Digul; Maro; Kumbe; Bulaka; Bian; Dolak;
Bikuma Nugini Digul; Cemara.
Catatan: dalam waktu dekat akan diterbitkan Keputusan Presiden tentang wilayah sungai.

2.3. Cekungan Air Tanah


Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua
kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung
(UU SDA No.7/2004, pasal 1, nomor 12).

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, disusun pola
pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air
permukaan dan air tanah (UU SDA No.7/2004, pasal 11, ayat 1 dan 2), Hal ini ditegaskan kembali dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
(PP PSDA No.42/2008), pasal 4, ayat 1, nomor b dan c, yang menyatakan bahwa: pengelolaan sumber
daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada wilayah sungai (WS) dan cekungan air tanah (CAT)
yang ditetapkan; dan pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai (UU SDA
No.7/2004, ps 11, ayat 1 dan 2).

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Penetapan Cekungan Air Tanah
(PERPRES No.26/2011), di Indonesia terdapat 421 (empat ratus dua puluh satu) Cekungan Air Tanah
(CAT) yang terdiri dari;
- 205 (dua ratus lima) cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota,
- 176 (seratus tujuh puluh enam) cekungan air tanah lintas kabupaten/kota,
- 36 (tiga puluh enam) cekungan air tanah lintas provinsi dan
- 4 (empat) cekungan air tanah lintas negara.
Pemerintah kabupaten/kota mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas
penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya, demikian untuk hal
yang sama, pemerintah provinsi pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota dan pemerintah pusat
untuk cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara.

2.4. Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai


Sesuai amamat Peraturan Pemerintah No.42/2008 maka yang dimaksud menteri yang membidangi
sumber daya air adalah menteri Pekerjaan Umum.

Pada PP PSDA No.42/2008, disebutkan adanya unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air
pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas Negara dan wilayah sungai strategis
nasional melaksanakan tugas:
- membantu wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam
penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air (pasal 19, 20, dan 21)
- menyusun rancangan rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai (pasal 35, 36, dan 37)

Maka untuk merealisasikan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada WS ditetapkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai
Besar Wilayah Sungai dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2006 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai Wilayah Sungai.

Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai dalam Peraturan Pemerintah no.42/2008 adalah
merupakan unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air dan dalam melaksanakan tugasnya
menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai;
b. penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai;
c. pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai;
d. penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan;
e. penggunaan dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai;
f. operasi dan pemeliharaan sumber daya air pada wilayah sungai;
g. pengelolaan sistem hidrologi;
h. penyelenggaraan data dan informasi sumber daya air;
i. fasilitasi kegiatam Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai;
j. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air;
k. pelaksanaan ketatausahaan Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai.

Balai Wilayah Sungai


No. Nama Balai Lokasi Wilayah Kerja
Tipe A
1 BWS Sumatera I Banda Aceh WS Meureudu-Baro, WS Jambo-Aye,WS
Woyla-Seunagan, WS Tripa-Bateu,WS
Alas-Singkil
2 BWS Sumetera II Medan WS Belawan-Ular Padang WS Toba-
Asahan, WS Batang Angkola-BatangGadis,
WS Batang Natal-Batang Batahan
3 BWS Sumatera III Pekanbaru WS Rokan, WS Siak, WS Kampar,
WSIndragiri, WS Reteh
4 BWS Sumatera V Padang WS Anai-Kuranji-Arau-Mangau-Antokan
5 BWS Sumatera VI Jambi WS Batanghari
6 BWS Sumatera VII Bengkulu WS Air Majunto-Sebelat
7 BWS Bali-Penida Denpasar WS Bali-Penida
8 BWS Nusa Tenggara I Mataram WS P. Lombok
9 BWS Kalimantan II Kuala WS Seruyan, WS Kahayan, WS Barito-
Kapuas Kapuas
10 BWS Kalimantan III Samarinda WS Sesayap, WS Mahakam
11 BWS Sulawesi III Palu WS Palu-Lariang, WS Parigi-Paso, WS Laa-
Tambalako, WS Kaluku-Karama
Tipe B
12 BWS Sumatera IV Batam WS P. Batam-P. Bintan

13 BWS Nusa Tenggara II Kupang WS Aesesa, WS Benanain, WS Neo-Mina


14 BWS Kalimantan I Pontianak WS Kapuas, WS Pawan, WS Jelai-
Kendawangan
15 BWS Sulawesi I Manado WS Sangihe-Talaud, WS Tondano-
Likupang, WS Dumoga-Sangkub
16 BWS Sulawesi II Gorontalo WS Limboto-Bulango-Bone,
WSPaguyaman, WS Randangan
17 BWS Maluku Ambon WS P. Buru, WS P. Ambon-Seram, WSKep.
Kei-Aru, WS Kep. Yamdena-Wetar
18 BWS Papua Jayapura WS Memberamo, WS Einlanden-Digul-
Bikuma

Balai Besar Wilayah Sungai


No. Nama Balai Lokasi Wilayah Kerja
1 BBWS Sumatera VIII Palembang WS Musi, WS Banyuasin, WS Sugihan
2 BBWS Mesuji-Sekampung Bandar WS Mesuji-Tulang Bawang dan WS Way
Lampung Seputih - Way Sekam-pung
3 BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian Serang WS Cidanau-Ciujung-Cidurian
4 BBWS Ciliwung-Cisadane Jakarta WS Ciliwung-Cisadane dan WS Kep. Seribu

5 BBWS Citarum Bandung WS Citarum


6 BBWS Cimanuk – Cisanggarung Cirebon WS Cimanuk-Cisanggarung
7 BBWS Citanduy Banjar WS Citanduy
8 BBWS Pemali-Juana Semarang WS Pemali-Comal dan WS Jratunseluna

9 BBWS Serayu-Opak Yogyakarta WS Serayu-Bogowonto dan WS Progo-


Opak-Serang
10 BBWS Bengawan Solo Surakarta WS Bengawan Solo
11 BBWS Brantas Surabaya WS Brantas
12 BBWS Pompengan-Jeneberang Makassar WS Pompengan - Larona, WS Sadang, WS
Walanae-Cenranae, WS Jeneberang dan
WS Lasolo-Sampara
BAB III. KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

3.1. Penyusunan Visi Misi, Kebijakan dan Strategi


Visi, Misi, Kebijakan dan Strategi yang disusun oleh pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota menjadi landasan dalam penyusunan pola pemgelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai.
Visi Misi
Visi adalah harapan yang akan dicapai oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/ kota sedangkan Misi adalah usaha yang akan dilakukan untuk mencapai atau mewujudkan
harapan tersebut.
Kebijakan
Kebijakan merupakan adalah arahan pokok untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air
yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan berfungsi sebagai instrumen dalam
melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air.
Strategi
Strategi pengelolaan sumber daya air merupakan rangkaian upaya atau kegiatan pengelolaan sumber
daya air untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air sesuai dengan skenario kondisi wilayah
sungai.

3.2. Perumus dan Penyusun Kebijakan Pengelolaan SDA


Menurut UU SDA No.7/2004, pasal 14 s/d 16, ayat 1,
1. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah adalah menetapkan kebijakan nasional sumber
daya air.
2. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi adalah menetapkan kebijakan
pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air
dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya.
3. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota adalah menetapkan kebijakan
pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air
dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten sekitarnya.

Kebijakan pengelolaan sumber daya air adalah arahan strategis dalam pengelolaan sumber daya air (PP
PSDA No.42/2008, ps 1, no.7).

Pengelolaan sumber daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada:


a. kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
b. wilayah sungai dan cekungan air tanah yang ditetapkan; dan
c. pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai.
(PP PSDA No.42/2008, ps 4, ayat 1).

Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, yang selanjutnya disebut kebijakan
nasional sumber daya air, disusun dan dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional dan
ditetapkan oleh Presiden (PP PSDA No.42/2008, ps 6, ayat1).

13
Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi disusun dan dirumuskan oleh wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air provinsi dan ditetapkan oleh gubernur (PP PSDA No.42/2008,
ps 6, ayat2).

Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat kabupaten/kota disusun dan dirumuskan oleh
wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota dan ditetapkan oleh bupati/walikota.
(PP PSDA No.42/2008, ps 6, ayat2)

3.3. Kebijakan Nasional SDA


Kebijakan nasional pengelolaan sumber daya air telah dirumuskan oleh Dewan Nasional Sumber Daya
Air dan ditetapkan oleh Presiden, melalui Peraturan Presiden RI, Nomor 33 Tahun 2011, Tentang
Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air.

3.3.1. Latar Belakang


Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa selain berperan sebagai penopang sistem
kehidupan juga sebagai modal pembangunan. Hampir seluruh aktivitas dan komoditas dalam kehidupan di
muka bumi ini sangat tergantung pada ketersediaan air. Hasil pembangunan sumber daya alam
(termasuk sumber daya air) telah mampu menyumbang kepada produk domestik bruto dan
menyerap tenaga kerja.
Meskipun potensi total tahunan sumber daya air di Indonesia masih berlimpah, tetapi distribusinya
tidak merata baik ditinjau dari letak geografis setiap pulau maupun dari segi distribusi curah hujan
bulanan. Ketidaksiapan dalam mengantisipasi dinamika kependudukan dan pembangunan yang
terus meningkat serta siklus air musiman yang semakin tidak menentu sebagai dampak perubahan iklim
global, akan menghadapkan kita pada situasi krisis sumber daya air baik yang terjadi saat ini maupun di
waktu mendatang.
Pembangunan yang sangat pesat, pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya kegiatan
ekonomi selama tiga dasawarsa terakhir mengakibatkan peningkatan alih fungsi lahan di berbagai
wilayah. Perubahan kawasan hutan dan lahan menjadi lahan permukiman, perkotaan, dan pertanian
serta peruntukan lainnya mengakibatkan berkurangnya kapasitas resapan air, peningkatan erosi
lahan, sedimentasi pada sumber-sumber air, serta peningkatan kerentanan kawasan terhadap bahaya
kekeringan, banjir dan tanah longsor, pencemaran air, intrusi air laut serta penurunan produktivitas lahan
yang kesemuanya itu akan mengakibatkan kerugian ekonomi, kerawanan sosial dan kerusakan lingkungan.
Beberapa permasalahan lain, yang juga perlu mendapat perhatian yaitu:
1. Konflik dalam penggunaan air
Akibat ketidak-seimbangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan, pada musim kemarau
seringkali terjadi persengketaan dalam penggunaan air antarpetani, antarpengguna air,
antara masyarakat yang tinggal di kawasan hulu dan hilir baik antarkelompok maupun
antarwilayah administrasi pemerintahan.
2. Keterbatasan peran masyarakat dan dunia usaha.
Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber
Jaya air menjadi faktor penyebab kurangnya perhatian dan peran mereka terhadap upaya pelestarian
sumber daya air dan pemeliharaan sarana dan prasarananya.
3. Tumpang tindih peran lembaga pengelolaan sumber daya air.
Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah yang
memerlukan keterpaduan. Hingga saat ini masih banyak terjadi tumpang tindih dan kesenjangan
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi antarinstansi, sehingga menyebabkan pengelolaan
sumber daya air menjadi tidak efektif dan efisien.
4. Keterbatasan data dan informasi sumber daya air yang benar dan akurat
Tumpang tindih dalam pengumpulan data dan data yang tidak konsisten antarsektor masih
sering terjadi karena setiap instansi bekerja menurut keperluannya masing-masing. Sehingga
data dan informasi sumber daya air untuk mendukung pengambilan keputusan pada berbagai
tingkatan, belum cukup terjamin keakuratan dan kebenarannya, baik pada tingkat manajerial
maupun operasional.
Selain itu terdapat pula tantangan sebagai berikut:
1. Millenium Development Goals
Dalam pergaulan masyarakat internasional, Indonesia terikat pada kesepakatan Millenium
Development Goals dan Johannesburg Summit 2002 yang mentargetkan agar jumlah
penduduk yang belum mendapat layanan air bersih dan sanitasi pada tahun 2000, berkurang hingga
separuh pada tahun 2015. Sementara itu, tingkat layanan terhadap kebutuhan air bersih dan sanitasi
pada saat ini masih rendah, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah kumuh perkotaan,
perdesaan, pulau-pulau kecil dan kawasan pantai, merupakan tantangan dalam pemenuhan
kebutuhan tersebut.
2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Budaya Terkait Air
IImu pengetahuan dan teknologi pengelolaan sumber daya air yang terus dikembangkan oleh negara
lain merupakan tantangan bagi Indonesia agar tidak mengalami ketertinggalan. Penelitian,
pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi serta peningkatan sumber daya
manusia sangat diperlukan, agar Indonesia lebih mampu dan mandiri dalam pengelolaan
sumber daya air. Kerja sama pengelolaan sumber daya air antarnegara diperlukan mengingat
Indonesia memiliki beberapa wilayah sungai yang berbatasan dengan negara lain. Menghadapi
realita permasalahan dan tantangan sebagaimana tersebut diatas diperlukan kebijakan
nasional pengelolaan sumber daya air yang berfungsi:
1) Memberi arah pengelolaan sumber daya air di tingkat nasional untuk periode tahun 2011
- 2030;
2) Men ja di acuan bagi me nte ri dan pimp ina n lem baga pem erin - tah
nonkementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang
sumber daya air;
3) Menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan
4) Menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi,
dan penyusunan rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai strategis
nasional, dan wilayah sungai lintas negara.
Kebijakan nasional pengelolaan sumber Jaya air disusun berdasarkan visi: "Sumber Daya Air Nasional
yang dikelola secara Menyeluruh, Terpadu, dan Berwawasan Lingkungan untuk Keadilan dan
Kesejahteraan Masyarakat Indonesia", dan berpedoman pada tujuh asas pengelolaan
sebagaimana telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air, yaitu: kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keadilan, kemandirian, transparansi dan akuntabilitas.
Untuk mewujudkan visi tersebut, kebijakan nasional pengelolaan sumber daya air dalam 20 (dua puluh)
tahun ke depan dilakukan melalui lima misi sebagai berikut :
1. Meningkatkan konservasi sumber daya air secara terus menerus;
2. Mendayagunakan sumber daya air untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat;
3. Mengendalikan dan mengurangi daya rusak air;
4. Meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air; dan
5. Membangun jaringan sistem informasi sumber daya air nasional yang terpadu antarsektor dan
antarwilayah.
3.3.2. Kebijakan Umum terdiri dari
Kebijakan umum terdiri dari:
1. Peningkatan Koordinasi dan Keterpaduan Pengelolaan Sumber Daya
Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut
:
a. Menata ulang tugas pokok dan fungsi lembaga yang terkait dengan pengelolaan
sumber daya air untuk meningkatkan efektifitas koordinasi dan keterpaduan program lintas
sektor, paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
b. Menyelesaikan penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air selambat-lambatnya pada
Tahun 2015 di semua wilayah sungai sesuai dengan kewenangannya;
c. Meningkatkan efektifitas fungsi dan peran koordinasi Dewan Sumber Daya Air Nasional
dalam rangka mengoptimalkan sinergi dan keselarasan program antarsektor, antarwilayah, dan
antarpemilik kepentingan;
d. Membentuk dewan sumber daya air provinsi oleh pemerintah provinsi selambat-
lambatnya pada akhir Tahun 2011, serta memfasilitasi agar dapat berfungsi secara optimal;
e. Membentuk dan mengefektifkan fungsi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA)
di wilayah sungai strategis nasional, paling lambat 1 (satu) tahun setelah Keputusan Presiden
tentang Penetapan Wilayah Sungai ditetapkan;
f. Membentuk dan mengefektifkan fungsi TKPSDA di wilayah sungai lintas kabupaten/kota
dengan intensitas permasalahan tinggi oleh pemerintah provinsi, paling lambat 1 (satu)
tahun setelah Keputusan Presiden tentang Penetapan Wilayah Sungai ditetapkan; dan
g. Memberikan dukungan sumber daya untuk memperkuat peran TKPSDA wilayah sungai
terhadap sinkronisasi program dan anggaran lintas sektor, lintas provinsi dan lintas
kabupaten/kota.
2. Pengembangan llmu Pengetahuan dan Teknologi serta Budaya Terkait Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Membangkitkan dan membangun etika serta budaya masyarakat yang menjunjung
tinggi nilai dan manfaat air melalui pendidikan formal dan nonformal oleh pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha;
b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan teknologi dalam
bidang sumber daya air serta menerapkan hasil-hasilnya dengan meningkatkan alokasi
dana;
c. Meningkatkan jaringan kerja sama penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang
sumber daya air antarlembaga pemerintah, lembaga nonpemerintah, perguruan tinggi,
lembaga penelitian tingkat nasional dan internasional;
d. Memfasilitasi pengurusan Hak Atas Kekayaan Intelektual bagi penemuan ilmu pengetahuan
dan inovasi teknologi terkait bidang sumber daya air; dan
e. Menginventarisasi dan mengevaluasi keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat atas
sumber daya air sebagai dasar untuk pengukuhan dalam bentuk peraturan perundang-
undangan paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan.
3. Peningkatan Pembiayaan Pengelolaan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan sistem, instrumen, dan kelembagaan pembiayaan pengelolaan
sumber daya air, yang berasal dari anggaran pemerintah;
b. Meningkatkan kontribusi dunia usaha dan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air;
c. Meningkatkan hasil penerimaan dari biaya jasa pengelolaan sumber daya air dari penerima
manfaat secara bertahap untuk membiayai pengelolaan sumber daya air paling lambat 2
(dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; dan
d. Memanfaatkan hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air secara efisien,
efektif, berkeadilan, dan berkesinambungan.
4. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Mewujudkan sistem pengawasan dalam pelaksanaan ketentuan pengelolaan sumber daya air
dengan meIibatkan peran masyarakat, paling lambat 2 (clua) tahun setelah Jaknas SDA
ditetapkan; dan
b. Mempercepat pembentukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penegakan
hukum bidang sumber daya air pada setiap wilayah sungai paling lambat 2 (dua) tahun setelah
Jaknas SDA ditetapkan.

3.3.3. Kebijakan Peningkatan Konservasi Sumber Daya Air Secara Terus-Menerus


Kebijakan peningkatan konservasi sumber daya air secara terus menerus terdiri d ari:
1. Peningkatan Upaya Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air Strategi untuk
mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Memelihara daerah tangkapan air dan menjaga kelangsungan fungsi resapan air berdasarkan
rencana pengelolaan sumber daya air pada suatu wilayah sungai oleh semua pemilik
kepentingan, antara lain dengan:
1) Meningkatkan pengendalian budi daya pertanian terutama di daerah hulu sesuai
dengan kemiringan lahan dan kaidah konservasi tanah dan air;
2) Meningkatkan tampungan air dengan membangun lebih banyak waduk, embung, sumur
resapan, menambah ruang terbuka hijau;
3) Mengendalikan alih fungsi lahan untuk mencegah penurunan fungsi resapan air dan
pembangunan permukiman, perkotaan dan industri;
4) Menentukan zona imbuhan dan zona pengambilan air tanah, yang hasilnya dapat
diakses oleh masyarakat dan sebagai salah satu dasar penyusunan atau
penyempurnaan rencana tata ruang wilayah paling lambat 2 (dua) tahun setelah
Keputusan Presiden tentang Cekungan Air Tanah ditetapkan;
5) Melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada daerah aliran sungai prioritas
yang dilakukan secara partisipatif dan terpadu dengan capaian 2.500.000 (dua juta
lima ratus ribu) hektar paling lambat (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
6) Menetapkan dan mempertahankan luas kawasan hutan minimal 30% (tiga puluh
perseratus) dari luas daerah aliran sungai dan/atau pulau, dan tetap
mempertahankan luas kawasan hutan yang masih memiliki luas lebih dari 30% (tiga
puluh perseratus) dengan sebaran yang proporsional untuk menjamin keseimbangan
tata air dan lingkungan; dan
7) Menambah luas kawasan hutan dan penutupan vegetasi pada daerah aliran sungai
atau pulau yang mempunyai luas kawasan hutan dengan fungsi optimal kurang dari
30% (tiga puluh perseratus).
b. Meningkatkan upaya perlindungan sumber air, pengaturan daerah sempadan sumber
air, dan pengisian air pada sumber air antara lain untuk meningkatkan ketersediaan air baku
dalam rangka mendukung pencapaian sasaran MDGs sekurang-kurangnya 69% (enam puluh
sembilan perseratus) pada Tahun 2015, dengan cara:
1) Meningkatkan perlindungan dan pelestarian seluruh sumber air melalui pencegahan,
pengaturan, dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik
pada sumber air, pemanfaatan sumber air dan lahan, terutama yang berada di kawasan
permukiman;
2) Meningkatkan pengendalian izin dan kegiatan penambangan pada kawasan lindung
sumber air dan hutan lindung;
3) Menetapkan dan menata ulang daerah sempadan sumber air, terutama pada kawasan
perkotaan dan mengatur penggunaannya untuk mengamankan dan
mempertahankan fungsi sumber air serta prasarana sumber daya air melalui peraturan
perundang-undangan paling lambat 5 (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; dan
4) Meningkatkan kapasitas resapan air melalui pengaturan pengembangan kawasan,
berupa penerapan persyaratan pembuatan kolam penampungan, sumur
resapan, atau berbagai teknologi resapan air.
c. Meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan sumber air, dan pengaturan
prasarana dan sarana sanitasi, dengan cara
1) Mengendalikan pemanfaatan sumber air sesuai dengan ketentuan pemanfaatan
zona sumber air yang bersangkutan; dan
2) Menetapkan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan semua pengembang
kawasan untuk menyediakan dan mengoperasikan prasarana dan sarana sanitasi
agar tidak menambah beban pencemaran di kawasan hilir paling lambat 2 (dua) tahun
setelah Jaknas SDA ditetapkan.
2. Peningkatan Upaya Pengawetan Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan upaya penyimpanan air yang berlebih di musim hujan oleh para pemilik
kepentingan dengan cara:
1) Meningkatkan dan memelihara keberadaan sumber air dan ketersediaan air sesuai
dengan fungsi dan manfaatnya, melalui pemeliharaan dan pembangunan waduk dan
embung;
2) Menjaga dan melindungi keberadaan dan fungsi serta merehabilitasi penampung air,
baik alami maupun buatan, yaitu danau, rawa, waduk, dan embung serta cekungan air
tanah;
3) Meningkatkan pemanenan air hujan melalui pembangunan dan pemeliharaan
penampung air hujan; dan
4) Melaksanakan sosialisasi mengenai pengawetan air kepada masyarakat dan dunia usaha.
b. Meningkatkan upaya penghematan air serta pengendalian penggunaan air tanah oleh para
pemilik kepentingan, dengan cara:
1) Menciptakan sistem insentif dan disinsentif melalui skema tarif progresif kepada pemakai air
paling lambat 3 (tiga) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
2) Mendorong penggunaan teknologi daur ulang air Iimbah untuk memanfaatkan
kembali air daur ulang menjadi air baku;
3) Mendorong pengembangan dan penerapan teknologi hemat air untuk pertanian, rumah
tangga, perkotaan dan industri;
4) Mengendalikan pengambilan air tanah pada cekungan air tanah yang kondisinya kritis dan
sungai bawah tanah pada kawasan karst dengan membatasi pengambilan sesuai kapasitas
spesifik;
5) Merehabilitasi dan meningkatkan fungsi lahan sebagai kawasan imbuhan air tanah;
dan
6) Membatasi penggunaan air tanah dengan mengatur ulang alokasi penggunaan air di
berbagai sumber air untuk meningkatkan manfaat air baku yang berasal dari air
permukaan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan.
3. Peningkatan Upaya Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Strategi untuk
mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan kelas air pada sungai prioritas dan menetapkan status tropik pada waduk,
embung dan danau;
b. Meningkatkan dan memulihkan kualitas air pada sumber air dengan melibatkan
masyarakat dan dunia usaha untuk mencapai kelas air dan/atau status tropik yang telah
ditetapkan;
c. Menetapkan beban maksimum limbah yang boleh di buang ke sungai dan saluran dari setiap
kawasan permukiman dan industri paling Iambat 2 (dua) tahun setelah jaknas SDA ditetapkan;
d. Membangun dan mengoperasikan sistem pengelolaan limbah cair komunal atau terpusat di
kawasan permukiman, serta kawasan industri dan industri di luar kawasan oleh pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha paling lambat 4 (empat) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
e. Mengembangkan dan menerapkan teknologi ramah lingkungan untuk perbaikan kualitas
air;
f. Membangun dan meningkatkan sistem pemantauan limbah sebelum masuk ke dalam sumber
air dan sistem pemantauan kualitas air pada sumber air paling lambat 2 (dua) tahun setelah
Jaknas SDA ditetapkan;
g. Mengendalikan budi daya perikanan karamba atau jaring apung di danau, waduk, dan rawa
dengan mempertimbangkan fungsi sumber air dan daya tampung serta daya dukung sesuai
dengan peruntukannya secara bertahap sampai Tahun 2014; dan
h. Memfasilitasi penyediaan sarana sanitasi umum untuk kawasan permukiman yang berada di
dekat dan/atau di atas badan air yang sesuai rencana tata ruang paling lambat 4 (empat)
tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan.

3.3.4. Kebijakan Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat
Kebijakan pendayagunaan sumber daya air untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat, terdiri
dari :
1. Peningkatan Upaya Penatagunaan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan zona pemanfaatan sumber air untuk dijadikan acuan bagi penyusunan atau
perubahan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai paling lambat 5 (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
b. Menetapkan peruntukan air pada sumber air untuk memenuhi berbagai kebutuhan sesuai
dengan daya dukung dan daya tampung sumber air yang bersangkutan paling lambat 5
(lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
c. Melibatkan seluruh pemilik kepentingan dalam penyusunan rencana tindak pengelolaan
sumber daya air untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan mitigasi dalam
mengantisipasi dampak perubahan iklim; dan
d. Menetapkan alokasi ruang untuk pembangunan kawasan pemukiman, kawasan industri
dan industri di luar kawasan guna mengurangi alih fungsi lahan pertanian untuk
mewujudkan kawasan ramah lingkungan.
2. Peningkatan Upaya Penyediaan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan rencana alokasi dan hak guna air bagi pengguna air yang sudah ada dan yang
baru sesuai dengan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah
sungai;
b. Memastikan pengelolaan sumber daya air terpadu dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih
dan sanitasi;
c. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan pokok air sehari-hari serta kebutuhan air irigasi untuk
pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang ada sebagai prioritas utama dalam penyediaan; dan
d. Menetapkan standar layanan minimal kebutuhan pokok air sehari-hari secara nasional untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberi alokasi pemenuhan kebutuhan air
bagi penduduk dalam rencana penyediaan air paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA
ditetapkan.
3. Peningkatan Upaya Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan perangkat kelembagaan untuk pengendalian penggunaan sumber daya air di
wilayah sungai;
b. Meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku penggunaan sumber daya air yang berlebihan
di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; dan
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh para pengguna air irigasi dalam rangka peningkatan
produktivitas pertanian dan keberlanjutan ketahanan pangan nasional.
4. Peningkatan Upaya Pengembangan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menyusun program pengembangan sumber daya air yang didasarkan pada rencana pengelolaan
sumber daya air pada setiap wilayah sungai paling lambat I (satu) tahun setelah rencana
pengelolaan sumber daya air ditetapkan;
b. Melaksanakan program pengembangan sumber daya air dengan memadukan kepentingan
antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik-kepentingan dengan tetap memperhatikan daya
dukung lingkungan;
c. Mengembangkan sistem penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga,
perkotaan, dan industri dengan mengutamakan pemanfaatan air permukaan;
d. Melakukan upaya pengembangan sistem penyediaan air minum dalam rangka peningkatan
layanan penyediaan air minum untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekurang-
kurangnya mencapai 78% (tujuh puluh delapan perseratus) layanan di perkotaan dan 62% (enam
puluh dua perseratus) layanan di perdesaan pada Tahun 2015
e. Meningkatkan pengembangan sumber Jaya air termasuk sumber air irigasi alternati f dalam
skala kecil dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan
nasional, serta produksi pertanian lainnya;
f. Mengembangkan fungsi sungai, danau, waduk, dan rawa untuk keperluan transportasi air,
dan pembangkit listrik tenaga air pada wilayah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi;
g. Menyediakan insentif bagi usaha swadaya masyarakat dalam pengembangan infrastruktur
pembangkit listrik mikrohidro;
h. Mendorong perseorangan atau kelompok masyaraka tuntuk mengem-bangkan teknologi
pemenuhan kebutuhan air minum dari sumber air permukaan dalam upaya mengurangi
penggunaan air tanah; dan
i. Menerapkan teknologi modifikasi cuaca dalam kondisi luar biasa setelah mendapat
pertimbangan dari wadah koordinasi amber daya air wilayah sungai dan/atau dewan
sumber daya air provinsi.
5. Pengendalian Pengusahaan Sumber Daya Air
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Mengatur pengusahaan sumber daya air berdasarkan prinsip keselarasan antara
kepentingan sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, dengan tetap memperhatikan asas
keadilan dan kelestarian untuk, kesejahteraan masyarakat;
b. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) dalam pengusahaan
sumber daya air yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan kearifan
lokal paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
c. Meningkatkan peran serta perseorangan, badan usaha, dan lembaga swadaya masyarakat dalam
pengusahaan sumber daya air dengan izin pengusahaan;
d. Menyusun peraturan perundang-undangan daerah untuk mengendalikan penambangan
bahan galian pada sumber air guna menjaga kelestarian sumber Jaya air dan lingkungan
sekitar paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
e. Mengalokasikan kebutuhan air untuk pengusahaan sumber daya air sesuai dengan rencana
alokasi air yang ditetapkan; dan
f. Mengembangkan dan menerapkan sistem pemantauan dan pengawasan terhadap
pengusahaan sumber daya air.

3.3.5. Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air Dan Pengurangan Dampak


Kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak terdiri dari:
1. Peningkatan Upaya Pencegahan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut
a. Memetakan dan menetapkan kawasan rawan bencana yang terkait air sebagai acuan
dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah dan pengendalian pemanfaatan
ruang pada setiap wilayah sungai;
b. Mengintegrasikan perencanaan, pembangunan dan pengelolaan drainase kawasan
produktif, drainase perkotaan, drainase jalan, dan sungai ke dalam sistem pengendalian
banjir;
c. Meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan banjir
dan kekeringan;
d. Memprakarsai pembentukan pola kerjasama yang efektif antara kawasan hulu dan
kawasan hilir dalam pengendalian daya rusak air;
e. Meningkatkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan oleh para pemilik kepentingan;
f. Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan cara
1) Mencegah dan membebaskan bantaran sungai dari hunian dan bangunan liar
serta mengatur pemanfaatan bantaran sungai;
2) Menertibkan penggunaan sempadan sungai sesuai dengan rencana yang ditetapkan;
3) meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai kawasan retensi banjir dan
kawasan rawan bencana yang terkait air;
4) Meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim
global dan daya rusak air;
g. Melakukan pengendalian aliran air di sumber air, dengan cara:
1) Meningkatkan resapan air ke dalam tanah untuk mengurangi aliran permukaan oleh
para pemilik kepentingan;
2) Meningkatkan kapasitas pengaliran sungai dan saluran air oleh para pemilik
kepentingan;
3) Menetapkan kawasan yang memiliki fungsi retensi banjir sebagai prasarana
pengendali banjir paling lambat 3 (tiga) tahun setelah jaknas SDA ditetapkan;
4) Mempertahankan kawasan yang memiliki fungsi retensi banjir sebagai prasarana pengendali
banjir oleh para pemilik kepentingan; dan
5) Menyediakan prasarana pengendalian banjir untuk melindungi prasarana umum,
kawasan permukiman, dan kawasan produktif.
2. Peningkatan Upaya Penanggulangan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan mekanisme penanggulangan kerusakan dan/atau bencana akibat daya rusak
air paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
b. Melaksanakan sosialisasi mekanisme penanggulangan kerusakan dan/atau bencana akibat daya
rusak air;
c. Mengembangkan sistem prakiraaan dan peringatan dini untuk mengurangi dampak daya rusak
air pada setiap kawasan rawan bencana terkait air;
d. Meningkatkan pengetahuan, kesiap-siagaan, dan kemampuan masyarakat dalam
menghadapi bencana akibat daya rusak air, antara lain dengan melakukan simulasi dan
peragaan mengenai cara-cara penanggulangan bencana oleh para pemilik kepentingan;
e. Memperbaiki sistem dan meningkatkan kinerja penanggulangan bencana akibat daya rusak air;
dan
f. Menyusun sistem penganggaran yang sesuai dengan kondisi darurat untuk penanggulangan
daya rusak air yang bersumber dari Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) serta sumber dana lain paling lambat 1
(satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan.
3. Peningkatan Upaya Pemulihan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut
a. Merehabilitasi dan merekonstruksi kerusakan prasarana sumber daya air dan memulihkan fungsi
lingkungan hidup dengan mengalokasikan dana yang cukup dalam APBN/APBD, dan sumber dana
lainnya;
b. Mengembangkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam kegiatan yang
terkoordinasi untuk pemulihan akibat bencana daya rusak air; dan
c. Memulihkan dampak sosial dan psikologis akibat bencana terkait air oleh para pemilik
kepentingan.

3.3.6. Kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
Kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air terdiri
dari :
1. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Perencanaan Strategi untuk mewujudkan
kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan pemahaman serta kepedulian masyarakat dan dunia usaha mengenai
pentingnya keselarasan fungsi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dari sumber daya air;
b. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan kebijakan
pengelolaan sumber daya air;
c. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola dan rencana
pengelolaan sumber daya air di tingkat wilayah sungai; dan
d. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan kepada masyarakat agar
mampu berperan dalam perencanaan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik
kepentingan.
2. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pelaksanaan Strategi untuk mewujudkan
kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan dunia usaha untuk
menyampaikan masukan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air;
b. Memberi kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam proses
pelaksanaan yang mencakup pelaksanaan konstruksi, serta operasi dan pemeliharaan;
c. Mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembiayaan
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air;
d. Meningkatkan motivasi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam konservasi sumber
daya air dan pengendalian daya rusak air dengan cara memberikan insentif kepada yang telah
berprestasi;
e. Menyiapkan instrumen kebijakan dan/atau peraturan yang kondusif bagi masyarakat dan dunia
usaha untuk berperan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air di setiap daerah paling
lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
f. Mengembangkan dan mewujudkan keterpaduan pemberdayaan serta peran masyarakat dan
dunia usaha dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air; dan
g. Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, serta
pendampingan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik
kepentingan.
3. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengawasan Strategi untuk
mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
a. Membuka kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam
pengawasan pengelolaan sumber daya air dalam bentuk pelaporan dan pengaduan;
b. Menetapkan prosedur penyampaian laporan dan pengaduan masyarakat dan dunia usaha
dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air paling Iambat 2 (dua) tahun setelah
Jaknas SDA ditetapkan;
c. Menindaklanjuti laporan dan pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat dan
dunia usaha; dan
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, serta
pendampingan dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik
kepentingan.

3.3.7. Kebijakan Pengembangan jaringan Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA) dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air Nasional Terpadu
Kebijakan pengembangan jaringan SISDA yang terpadu, terdiri dari :
1. Peningkatan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengelola
SISDA Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai
berikut :
a. Menata ulang pengaturan dan pembagian tugas di berbagai instansi dan lembaga
pengelola data dan informasi sumber daya air paling lambat I (satu) tahun setelah
Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi
(SIH3) ditetapkan;
b. Meningkatkan ketersediaan dana untuk membentuk dan/ atau mengembangkan
SISDA terutama mengenai
c. Membentuk dan/atau mengembangkan instansi pengelola data dan informasi
sumber daya air terpadu di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah
sungai paling lambat 2 (dua) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi
Hidrologi, Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi (SIH3) ditetapkan;
d. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam lembaga pengelola SISDA oleh
para pemilik kepentingan; dan
e. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan data dan
informasi sumber daya air.
2 . Pengembangan Jejaring SISDA
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan lembaga yang mengkoordinasikan pengelolaan SISDA paling lambat 1 (satu)
tahun setelah Kebijakan Pengelolaan S11-13 ditetapkan;
b. Membangun jejaring SISDA antara instansi dan lembaga pusat dan daerah serta
antarsektor dan antarwilayah paling lambat 1 (satu) tahun setelah Kebijakan
Pengelolaan SIH3 ditetapkan; dan
c. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan
SISDA.
4. Pengembangan Teknologi Informasi
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan SISDA berbasis teknologi informasi hasil rancang bangun nasional
oleh para pemilik kepentingan;
b. Meningkatkan ketersediaan perangkat keras, perangkat lunak dalam SISDA, serta
memfasilitasi pengoperasiannya; dan
c. Memfasilitasi para pemilik kepentingan dalam mengakses data dan informasi sumber
daya air.
BAB IV. POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

4.1. Pengertian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air


Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, maka disusun
pola pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara
air permukaan dan air tanah (UU No.7/2004, ps 11, ayat 1 dan 2), yang dalam perencanaan
alokasinya disusun dengan mempertimbangkan penggunaan dan ketersediaan air tanah dalam
cekungan air tanah (CAT) pada wilayah sungai dengan tetap mengutamakan penggunaan air
permukaan (PP No.42 Th 08, ps26, ayat3).

Undang-Undang Sumber Daya Air, telah mengamanatkan bahwa untuk menjamin sumber daya air
dapat memberikan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan
maka dalam setiap Wilayah Sungai diperlukan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang merupakan
kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air
dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah dengan melibatkan peran
masyarakat dan dunia usaha.

Keharusan Wilayah Sungai menyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dipertegas lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air (Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Sumber Daya Air)

Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai harus memuat; tujuan, dasar pertimbangan
pengelolaan sumber daya air, skenario kondisi wilayah sungai pada masa yang akan datang, strategi
pengelolaan sumber daya air, dan kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan
sumber daya air yang disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada
wilayah administrasi yang bersangkutan (PP PSDA No.42/2008, pasal 5) dan dalam penyusunan
pengelolaan sumber daya air harus dilakukan secara terbuka melalui pelibatan berbagai pihak yang
berwenang agar pola pengelolaan sumber daya air mengikat berbagai pihak yang berkepentingan.

4.2. Pasal demi Pasal Landasan Hukum Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
4.2.1. Landasan Pokok
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Pasal 1, nomor 8 : Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Penjelasan :
Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air pada setiap wilayah sungai
dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pola pengelolaan sumber
daya air disusun secara terkoordinasi di antara instansi yang terkait, berdasarkan asas
kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, asas
kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan keserasian, asas keadilan, asas kemandirian,
serta asas transparansi dan akuntabilitas. Pola pengelolaan sumber daya air tersebut
kemudian dijabarkan ke dalam rencana pengelolaan sumber daya air.
Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia
usaha, baik koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun badan
usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran dalam
penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam proses
perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemantauan, serta
pengawasan atas pengelolaan sumber daya air.

Pasal 11, ayat 1 s/d 5 :


(1) Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan
disusun pola pengelolaan sumber daya air.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia baik sebagai
perseorangan, kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang berhimpun dalam
suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan.

(2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan
wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah.
Penjelasan :
Prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah diselenggarakan dengan
memperhatikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing instansi sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya.

(3) Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya.
Penjelasan :
Pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air
dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan dari para pemilik
kepentingan (stakeholders) untuk diolah dan dituangkan dalam arahan kebijakan pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha tersebut dilakukan
melalui konsultasi publik yang diselenggarakan minimal dalam 2 (dua) tahap.
Konsultasi publik tahap pertama dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan,
dan/atau keinginan masyarakat dan dunia usaha atas pengelolaan sumber daya air wilayah
sungai.
Konsultasi publik tahap kedua dimaksudkan untuk sosialisasi pola yang ada guna mendapatkan
tanggapan dari masyarakat dan dunia usaha yang ada di wilayah sungai yang bersangkutan.
Dunia usaha yang dimaksud di sini adalah koperasi, badan usaha milik negara, serta badan
usaha milik daerah dan swasta.

(4) Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya
konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan adalah
perlakuan yang proporsional untuk kegiatan konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.

(5) Ketentuan mengenai penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 14, Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:


a. menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;
b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah
sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

Pasal 15, Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:


a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan
nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
Pasal 16, Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi :
a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan
nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan
memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota;

Peraturan Pemerintah RI No.42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan SDA WS


Pasal 1, ayat 8 Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

Pasal 3, Lingkup pengaturan pengelolaan sumber daya air dalam peraturan pemerintah ini meliputi:
a. proses penyusunan dan penetapan kebijakan, pola, dan rencana pengelolaan sumber
daya air;
b. pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air, operasi dan pemeliharaan sumber
daya air; dan
c. konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian
daya rusak air.

Pasal
4, (1) Pengelolaan sumber daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada:
a. kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
b. wilayah sungai dan cekungan air tanah yang ditetapkan; dan
c. pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai.
Penjelasan :
Kebijakan pengelolaan sumber daya air memuat visi, tujuan, dan prinsip pengelolaan
sumber daya air.

Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air,


Pasal 5
Kebijakan pengelolaan sumber daya air mencakup aspek konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, dan sistem informasi sumber daya
air yang disusun dengan memperhatikan kondisi wilayah masing-masing.
Penjelasan :
Kebijakan pengelolaan sumber daya air meliputi kebijakan pengelolaan air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut yang berada di darat.
Yang dimaksud dengan “kondisi wilayah masing-masing”, misalnya, kondisi hidrologis,
hidrometeorologis, hidrogeologis, demografis, dan sosial budaya.

Pola Pengelolaan Sumber Daya Air,


Pasal 14
(1) Pola pengelolaan sumber daya air disusun dan ditetapkan berdasarkan rancangan pola
pengelolaan sumber daya air.
(2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kerangka
dasar dalam pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara
air permukaan dan air tanah serta keseimbangan antara upaya konservasi sumber daya air dan
pendayagunaan sumber daya air.
Penjelasan :
Prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah merupakan keterpaduan dalam
pengelolaan yang diselenggarakan dengan memperhatikan wewenang dan tanggung jawab
instansi masing-masing sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Pasal 15
(1) Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai disusun sebagai berikut:
a. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air
pada tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan;
b. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota
disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat
kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi disusun
dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi
yang bersangkutan;
d. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara dan
wilayah sungai strategis nasional disusun dengan memperhatikan kebijakan nasional
sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi
dan/atau kabupaten/kota yang bersangkutan.
(2) Rancangan pola pengelolaan sumber daya air mengacu pada data dan/atau informasi mengenai:
a. penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah yang bersangkutan;
b. kebutuhan sumber daya air bagi semua pemanfaat di wilayah sungai yang bersangkutan;
Penjelasan :
Ketentuan ini dimaksudkan agar tercapai keterpaduan pengelolaan sumber daya air dalam
rangka pemenuhan air baku untuk berbagai kebutuhan, misalnya, pemenuhan kebutuhan
air baku untuk air minum, dan pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian.
c. keberadaan masyarakat hukum adat setempat;
Penjelasan :
Keberadaan masyarakat hukum adat mencakup unsur masyarakat, unsur wilayah, dan
unsur hubungan antara masyarakat tersebut dan wilayahnya.
d. sifat alamiah dan karakteristik sumber daya air dalam satu kesatuan sistem hidrologis;
e. aktivitas manusia yang berdampak terhadap kondisi sumber daya air; dan
f. kepentingan generasi masa kini dan mendatang serta kepentingan lingkungan hidup.

(3) Rancangan pola pengelolaan sumber daya air disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun.

Pasal 16, Rancangan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
memuat:
a. tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan;
b. dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air;
Penjelasan :
Dasar yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air, antara lain
mencakup analisis kondisi yang ada, asumsi, standar, dan kriteria. Asumsi, standar, dan
kriteria tersebut perlu ditetapkan secara jelas sehingga analisis dan perhitungan yang
dilakukan mempunyai dasar yang jelas. Kejelasan tersebut diperlukan dalam penyusunan
skenario, strategi, dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air.

c. beberapa skenario kondisi wilayah sungai;


Penjelasan :
Skenario kondisi wilayah sungai merupakan asumsi tentang kondisi pada masa yang akan
datang yang mungkin terjadi, misalnya, kondisi perekonomian, perubahan iklim, atau
perubahan politik.

d. alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap skenario sebagaimana
dimaksud pada huruf c; dan
Penjelasan :
Strategi pengelolaan sumber daya air merupakan rangkaian upaya atau kegiatan
pengelolaan sumber daya air untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air sesuai
dengan skenario kondisi wilayah sungai.

e. kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air.


Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “kebijakan operasional” adalah arahan pokok untuk melaksanakan
strategi pengelolaan sumber daya air yang telah ditentukan, misalnya, arahan pokok yang
harus dituangkan dalam substansi peraturan perundang-undangan yang harus disusun
sebagai instrumen untuk:
a. penghematan penggunaan air, antara lain, penerapan tarif progresif; dan
b. mendukung upaya konservasi sumber daya air, antara lain, baku mutu air limbah yang
boleh dibuang ke perairan umum.

Pasal 17
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota
dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota,
Dst membicarakan prosedur

Pasal 18
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dirumuskan
oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
Dst membicarakan prosedur

Pasal 19
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi dirumuskan oleh
wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi.
Dst membicarakan prosedur

Pasal 20
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara dirumuskan oleh
Dewan Sumber Daya Air Nasional.
Dst membicarakan prosedur

Pasal 21
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional dirumuskan oleh
wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional.
Dst membicarakan prosedur

Pasal 22
(1) Pola pengelolaan sumber daya air yang sudah ditetapkan dapat ditinjau dan dievaluasi paling
singkat setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Hasil peninjauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pertimbangan
bagi penyempurnaan pola pengelolaan sumber daya air.

Pasal 23
Pedoman teknis dan tata cara penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 21 diatur dengan peraturan Menteri.

4.2.2. Landasan Terkait


Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang terkait dengan penyusunan Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air Wilayah Sungai, meliputi:
1. Undang-Undang Dasar 1945,
2. Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana,
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
4. Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah,
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
9. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup,
12. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati,
13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan,
14. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2008 tentang Air Tanah,
16. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
17. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi,
18. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum,
19. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air,
20. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai,
21. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan,
22. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa,
23. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1981 tentang Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan
Pemeliharaan Prasarana Pengairan,
24. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung,
25. Peraturan Menteri PU Nomor11A Tahun 2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai,
26. Peraturan Menteri PU Nomor 67/PRT/1993 tentang Panitia Tata Pengaturan Air ProvinsiDaerah
Tingkat I,
27. Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat
Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai,
28. Peraturan Menteri PU Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin Pengggunaan
Air dan atau Sumber Air,
29. Keputusan Menteri PU Nomor 458/KPTS/1986 tentang Ketentuan Pengamanan Sungai Dalam
Hubungan Dengan Penambangan Bahan Galian Golongan C.

4.3. Pedoman Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air


Proses penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air mulai dari tahap persiapan, penyusunan dan
penetapan telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2009 Tentang
Pedoman Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air.

4.4. Perumusan dan Penyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air


Perumusan dan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air telah ditetapkan dalam PP PSDA
No.42/2008, mulai dari pasal 17 sampai pasal 21 sesuai status wilayah sungainya sebagai berikut:
1. Wilayah Sungai dalam Satu Kabupaten/Kota
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber
daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
Dinas pada tingkat kabupaten/kota membantu wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber
daya air.
Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air harus dilakukan melalui konsultasi publik
dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.
2. Wilayah Sungai Lintas Kabupaten/Kota
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber
daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
Dinas pada tingkat provinsi membantu wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air.
Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik dengan
instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.

3. Wilayah Sungai Lintas Provinsi


Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber
daya air pada wilayah sungai lintas provinsi.
Unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi membantu
wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi dalam penyusunan
rancangan pola pengelolaan sumber daya air.
Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik dengan
instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.

4. Wilayah Sungai Lintas Negara


Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional.
Unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air wilayah sungai lintas negara membantu
Dewan Sumber Daya Air Nasional dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air.
Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik dengan
instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.

5. Wilayah Sungai Strategis Nasional


Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber
daya air pada wilayah sungai strategis nasional.
Unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air wilayah sungai strategis nasional membantu
wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional dalam
penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air.
Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik dengan
instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.

4.5. Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air


Pengelolaan sumber daya air sebagaimana dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasikan
kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air (UU
SDA No.7/2004, ps 85, ayat 2).
Koordinasi dilakukan oleh suatu wadah koordinasi yang bernama dewan sumber daya air atau dengan
nama lain (UU SDA No.7/2004, ps 86, ayat 1).
Wadah koordinasi mempunyai tugas pokok menyusun dan merumuskan kebijakan serta strategi
pengelolaan sumber daya air (UU SDA No.7/2004, ps 86, ayat 2).
Wadah koordinasi beranggotakan unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah dalam jumlah yang
seimbang atas dasar prinsip keterwakilan (UU SDA No.7/2004, ps 86, ayat 3.
Wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air adalah institusi tempat segenap pemilik kepentingan
dalam bidang sumber daya air melakukan koordinasi dalam rangka mengintegrasikan kepentingan
berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air (PP PSDA No.42,
pasal 1, no.36)
Peraturan Menteri PU Nomor 04/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi
Pengelolaan Sumber Daya Air Pada Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Wilayah Sungai.
Dewan sumber daya air adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air yang meliputi Dewan
Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain, dewan sumber daya
air kabupaten/kota atau dengan nama lain, dan dewan sumber daya air wilayah sungai atau dengan
nama lain.

Dewan Sumber Daya Air Nasional yang selanjutnya disebut Dewan SDA Nasional adalah wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat nasional.

Dewan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut dewan sumber daya
air provinsi adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat provinsi.

Dewan sumber daya air kabupaten/kota atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut dewan
sumber daya air kabupaten/kota adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat
kabupaten/kota.

Dewan sumber daya air wilayah sungai atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai atau TKPSDA WS adalah wadah koordinasi pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai.

Dewan sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut
Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Lintas Provinsi atau TKPSDA WS lintas
provinsi adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi.

Dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional atau dengan nama lain yang selanjutnya
disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Strategis Nasional atau TKPSDA
WS strategis nasional adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
strategis nasional.

Dewan sumber daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota atau dengan nama lain yang selanjutnya
disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Lintas Kabupaten/Kota atau
TKPSDA WS lintas kabupaten/kota adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota.

Dewan sumber daya air wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota atau dengan nama lain yang
selanjutnya disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai dalam satu
Kabupaten/Kota atau TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota adalah wadah koordinasi pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.

4.6. Proses Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air


Proses penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air mulai dari tahap persiapan, penyusunan dan
penetapannya sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2009 Tentang Pedoman
Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, maka proses tahapan penyusunan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dapat digambarkan dalam bagan alir sebagai berikut:
Gambar 4.1. Bagan Alir Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Proses di atas secara umum meliputi kegiatan “Input-Proses-Output” sebagai berikut:


UU & PP terkait
RTRW
Kebijakan Pem., Prop, Kab/Kota & Perda terkait

INPUT ANALISIS
Menggunakan standar & kriteria yang ditetapkan untuk mendapatkan asumsi/prediksi kondisi 20 thn yad yang dimungkinkan dievaluasi setiap 5 tahun
Kebijakan Operasional;
INVENTARISASI DATA Alternatif PilihanArahan
Strategipokok
PSDA;untuk melaksanakan strategi PSDA yang telah ditentukan Yang secara comprehens
Analisis meliputi : merupakan rangkaian upaya atau kegiatan PSDA untuk mencapai tujuan PSDA sesuai dengan skenario kondisi wi
Skenario kondisi WS;
Konservasi SDA, tentang kondisi pada masa yang akan datang yang mungkin terjadi.
IDENTIFIKASI KONDISI LINGKUNGAN & PERMASALAHAN
Pendayagunaan SDA,
Potensi/Keterse diaan SDA
Pengendalian Daya Rusak Air,
Kebutuhan SDA
Ketersediaan Data dan Sistim Informasi SDA
Permasalahan yang ada
Pemberdayaan, Peningkatan Peran Masyarakat, Dunia Usaha (Stake Holder)

ISU STRATEGIS; Isu nasional & isu lokal

Stakeholder
(Pemerintah, Masyarakat & Dunia Usaha)

Gambar 4.2. Bagan Alir Input-Analisis-Output Pola Pengelolaan SDA


Sumber: Paparan Direktur BPSDA pada Fasilitasi Penetapan Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai di
Yogyakarta 11 Mei 2009.
Proses penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air mulai dari tahap persiapan, penyusunan dan
penetapannya sesuai sesuai dengan status wilayah sungainya diuraikan dalam diagram sebagai berikut:

1. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas negara

BBWS/BWS (UPT)
Menyusun Sbg. Inisiator

PKM
MASYARAKAT/
SEKTOR TERKAIT

DEWAN SDA NASIONAL,


BUPATI/ WALIKOTA, Disesuaikan kembali
GUB., MENLU, MENHAN
Pola PSDA yang telah ditetapkan TIDAK SESUAI perjanjian PSDA dg. Negara ybs.
Merumuskan Rancangan
Pola PSDA
Sudah ada Perjanjian
Menyerahk an kpd. Menteri
Pola PSDA yang telah ditetapkan SESUAI perjanjian PSDA dg. Negara ybs.
KETETAPAN MENTERI Pola PSDA dpt dipakai

Sbg. bhn penyusunan perjanjian


Belum ada Perjanjian Pengelolaan SDA dlm. Wil. RI mengacu pada
pengelolaan SDA dg. neg. tetangga
Pola PSDA WS yg telah ditetapkan oleh Menteri

Gambar 4.3. Skema proses penyusunan&penetapan wilayah sungai lintas negara

2. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas propinsi

BBWS/BWS (UPT)
Menyusun Sbg. Inisiator

PKM
MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT
Gubernur A &Gubernur B (melibatkan bupati/walikota)

konsultasi

WADAH KOORDINASI SDA WS


ada
Wadah Koordinasi SDA WS
Merumuskan
KETETAPAN MENTERI
Menyerahkan kpd. Menteri

tidak Gubernur A & Gubernur B (melibatkan bupati/walikota)

Gambar 4.4. Skema proses penetapan wilayah sungai lintas propinsi


3. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional

BBWS/BWS (UPT)
Menyusun Sbg. Inisiator

PKM
MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT

WADAH KOORDINASI SDA WS


ada
Wadah Koordinasi SDA WS
Merumuskan
Menyerahkan kpd. Menteri KETETAPAN MENTERI

tidak Menteri
Gubernur
Bupati/Walikota

Gambar 4.5. Skema proses penetapan wilayah sungai strategis nasional

4. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota

DINAS PROV. (UPT)


Menyusun Sbg. Inisiator

PKM
MASYARAKAT/
SEKTOR TERKAIT
konsultasi

ada
Wadah Koordinasi
GUBERNUR KETETAPAN GUBERNUR
SDA WS
Merumuskan &
Membahas bersama
menyerahkan kpd.
tidak
Bupati/Walikota

Gambar 4.6. Skema proses penetapan wilayah sungai lintas kabupaten/kota


5. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dalam kabupaten/kota

DINAS PROV. (UPT)


Menyusun Sbg. Inisiator

PKM
MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT

konsultasi

menyampaikan.
Wadah Koordinasi SDA WS Bupati/Walikota
ada KETETAPAN BUPATI/WALIKOTA

tidak
Wadah Koordinasi SDA Kab.
konsultasi

Apabila tidak ada  dinas terkait lgsg. Menyerahkan kpd. Bupati/walikota

Gambar 4.7. Skema proses penetapan wilayah sungai dalam kabupaten/kota

4.7. PKM
Pertemuan Konsultasi Masyarakat dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap.
Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) I adalah kegiatan untuk menampung aspirasi para pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya air, khususnya dalam melibatkan peran serta
masyarakat dan dunia usaha.
Tujuan dilaksanakannya PKM I adalah untuk memperoleh masukan, tanggapan, koreksi dari
masyarakat, dunia usaha dan seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air,
terhadap data yang diinventarisasi, identifikasi kondisi lingkungan dan identifikasi masalah yang telah
dilakukan untuk dibangun suatu kesepakatan-kesepakatan dari semua para pihak yang berkepentingan
dalam pengelolaan sumber daya air.

Instransi/lembaga yang diundang dalam PKM I, tercantum dalam pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Daftar Peserta Yang Di Undang Pada PKM 1
No. Instasi, Lembaga
1 Direktorat Bina PSDA, Direktorat Jenderal SDA
2 Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA
3 Balai Besar/Balai Wilayah Sungai
4 BPDAS
5 Bapeda Provinsi
6 Dinas PU Provinsi, Bid Pengairan
7 Balai PSDA Provinsi
8 Dinas Kehutanan Provinsi
9 Dinas Pertanian Provinsi
10 Dinas Perkebunan Provinsi
11 Dinas Perhubungan Provinsi
12 Dinas Provinsi yang terkait dengan SDA
13 Bappeda Kabupaten/Kota
14 Dinas PU Kabupaten/Kota, Bid Pengairan
15 Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota
16 Dinas Pertanian Kabupaten/Kota
17 Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota
18 Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota
19 Dinas Kab./Kota yang terkait dengan SDA
20 Pakar Pengelolaan Sumber Daya Air
22 Organisasi Masyarakat Pengguna Air
23 Organisasi Usaha Industri Pengguna Air
24 Lembaga Swadaya Masyarakat
25 Masyarakat Adat
26 Institusi Yang Bertanggung Jawab di Bidang
SDA di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota

Pada PKM 1 akan disampaikan dan dibahas mengenai kondisi pengelolaan sumber daya air yang
ada, hasil identifikasi masalah, hasil identifikasi potensi, isu – isu strategis yang dapat digali dari
daerah setempat serta konsep rumusan harapan dan tujuan pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai yang bersangkutan.
Hasil PKM 1 adalah rumusan masalah, potensi yang dapat dikembangakan terkait sumber daya air,
harapan dan tujuan pengelolaan sumber daya air yang akan dicapai dalam jangka waktu 20 tahun.

Tujuan dilaksanakannya PKM 2 adalah untuk memperoleh masukan, tanggapan, koreksi dari
masyarakat, dunia usaha dan seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air,
khususnya terhadap skenario kondisi wilayah sungai, alterntif pilihan strategi pengelolaan sumber
daya air, konsep kebijakan operasional untuk dibangun suatu kesepakatan – kesepakatan bersama
dari semua para pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya air untuk
merumuskan kebijakan operasional pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dalam jangka 20
tahun.
Peserta yang diundang dalam PKM 2, sama seperti peserta yang diundang pada PKM 1.
Pada PKM 2 akan disampaikan dan dibahas konsep rancangan pola pengelolaan sumber daya air
wilayah sungai berupa skenario kondisi wilayah sungai, alternatif pilihan strategi pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai dan kebijakan operasional pengelolaan sumber daya air wilayah
sungai.
Hasil PKM 2 adalah rumusan strategi pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dan kebijakan
operasional sumber daya air wilayah sungai dalam jangka waktu 20 tahun.
Rumusan kebijakan operasional Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai dalam jangka 20
tahun yang telah disepakati dalam PKM II kemudian disiapkan sebagai Rancangan Pola Pengelolaan
Sumber Daya Air Wilayah sungai mencakup aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, pengendalian daya rusak air, ketersediaan data dan sistim informasi sumber daya
air serta pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha.

4.8. Muatan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air


Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, Pasal 16,
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air memuat:
a. tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan;
b. dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air;
Penjelasan :
Dasar yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air, antara lain mencakup
analisis kondisi yang ada, asumsi, standar, dan kriteria. Asumsi, standar, dan kriteria tersebut
perlu ditetapkan secara jelas sehingga analisis dan perhitungan yang dilakukan mempunyai dasar
yang jelas. Kejelasan tersebut diperlukan dalam penyusunan skenario, strategi, dan evaluasi
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air.
c. beberapa skenario kondisi wilayah sungai;
Penjelasan :
Skenario kondisi wilayah sungai merupakan asumsi tentang kondisi pada masa yang akan datang
yang mungkin terjadi, misalnya, kondisi perekonomian, perubahan iklim, atau perubahan politik.
d. alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap skenario sebagaimana
dimaksud pada huruf c;
Penjelasan :
Strategi pengelolaan sumber daya air merupakan rangkaian upaya atau kegiatan pengelolaan
sumber daya air untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air sesuai dengan skenario
kondisi wilayah sungai.
e. kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “kebijakan operasional” adalah arahan pokok untuk melaksanakan
strategi pengelolaan sumber daya air yang telah ditentukan, misalnya, arahan pokok yang harus
dituangkan dalam substansi peraturan perundang-undangan yang harus disusun sebagai
instrumen untuk:
- penghematan penggunaan air, antara lain, penerapan tarif progresif; dan
- mendukung upaya konservasi sumber daya air, antara lain, baku mutu air limbah yang boleh
dibuang ke perairan umum.

4.9. Inventarisasi Data


Pada tahap inventarisasi data, akan dikumpulkan macam dan jenis data tentang atau yang terkait
dengan pengelolaan SDA khususnya pada usaha konservasi, pendayagunaan SDA dan pengendalian
daya rusak air, sistim informasi SDA dan pemberdayaan peran masyarakat dan dunia usaha. Data yang
diinventarisasi dikelompokkan sebagai berikut :
1) Undang – Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah
Data yang diinventarisasi meliputi semua Undang-Undang, Peraturan Pemerintah serta
Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yang terkait dengan Pengelolaan SDA WS.
2) Kebijakan Sumber daya Air Nasional, Provinsi, Kabupaten / Kota.
Data yang diinventarisasi meliputi semua kebijakan baik di tingkat nasional maupun di
tingkat daerah yang terkait dengan Pengelolaan SDA WS.
3) Data Umum
Meliputi ; RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota, Kabupaten/Kota
Dalam Angka, Peta Dasar, DEM ((Digital Elevation Mode), Laporan Hasil Studi, Kajian Teknis,
Perencanaan terkait dengan Pengelolaan SDA WS.
4) Sumber Daya Air
Meliputi : Iklim, Air Permukaan ( Hujan, Muka Air Sungai/Debit, Tampungan Air), Air Tanah,
Peta Tematik terkait SDA, Sedimen Lahan dan Sungai, Muka Air Pasang surut, Kualitas Air
Badan Air dan Sumber-sumber Air, Air Tanah (peta cekungan air tanah, peta
geologi/permeabilitas, potensi air tanah) Prasarana/Infrastruktur SDA
5) Kebutuhan Air :
Standar kebutuhan Air Minum, Irigasi, Industri, Perkotaan, Gelontor, Pertanian, Perkebunan
(kelapa sawit), Perikanan, Pariwisata dan lain-lain sesuai penggunaannya di daerah yang
bersangkutan.
6) Isu Strategis
Penyusunan isu strategis dapat dikembangkan melalui tinjauan terhadap :
a. Kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah.
b. Millennium Development Goals (MDG) 2015.
c. Ketahanan pangan.
d. Penggalian dari potensi yang dimiliki daerah setempat.
7) Lain – lain :
a. Dinamika perubahan lingkungan,
b. Dinamika perubahan sosial budaya,
c. Dinamika perubahan sosial ekonomi,

Secara teknis data yang akan diinventarisasi, ditentukan tahun tertentu (base year) sebagai tahun dasar
atau kondisi sekarang, lalu periode dari data (panjang atau rentang data yang diperlukan), seperti
diuraikan pada tabel beikut :
Tabel 4.2. Pengumpulan Macam dan Jenis Data, Sumber Data dan Periode waktu
No. DATA SUMBER PERIODE
I. UNDANG-UNDANG dan
PERATURAN PEMERINTAH Departemen yang terkait Terkini
II. KEBIJAKAN SDA
Kebijakan Nasional, Pemerintah Pemerintah Pusat, Dep PU, Dep Terkini
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Dalam Negeri, Dep Kehutanan
Kota Tentang Pengelolaan SDA

III DATA UMUM

A. Kab. Dalam angka BPS Tahunan (4 tahun terakhir)


Data yang dibutuhkan diantaranya:
- Dinamika Kependudukan
- Dinamika PDRB

B. Laporan Tahunan Departemen terkait/Dinas Tahunan (kondisi terkini)

C. Rencana Tata Ruang Bappeda Tk. I & Bappeda Tk. II Sesuai jangka waktu/tahun
berlakunya (kondisi terkini)
D. Peta
a. Peta Topografi Bakorsurtanal Terkini
b. Peta Tanah BPN Terkini
c. Peta Penggunaan Lahan BPN; Bakosurtanal, LAPAN Terkini,5-10Thn. Sebelumnya

E. DEM (Digital Elevation Mode) Bakosurtanal / LAPAN Terkini

IV. SUMBER DAYA AIR

A. Air Permukaan
(Hidroklimatologi)
1. Hujan BMG dan Dep PU/Dinas Min 10 Tahun
- Hujan Maksimum PSDA/BB/BWS
- Hujan Rata-Rata Harian
2. Debit Dep PU / Dinas PSDA / BB / BWS Min 10 Tahun
- Debit Maksimum
- Debit Minimum
- Sedimen dan Erosi
3. Iklim BMG / Dep PU / Dinas PU / BB / 5 – 10 Tahun
BWS
B. Air Tanah (hidrogeologi) :
1. Peta Cekungan Air Tanah GTL / ESDM Terkini
2. Peta Dinamika kondisi air tanah GTL / ESDM Terkini
3. Peta Geologi/ Permeabilitas GTL / ESDM Terkini

C. Peta
- Peta Dinamika Genangan/Banjir Dep PU / BB / BWS Terkini
- Peta Dinamika Kekeringan Dep PU / BB / BWS Terkini
D. Dinamika perubahan Kualitas Air Bappedalda Min 3 Tahun Terakhir

E. Tampungan Air(Waduk/Embung): Pengelola Waduk / Dep PU Min 5 Tahun data


I. Data karakteristik waduk
- kapasitas tampungan
- sedimentasi
- manfaat waduk
- kapasitas tampungan aktual

F. Data Pasang Surut Dinas PU Bakosurtanal/Dep Min 3 Tahun Terakhir


Kelautan P/TNI AL
G. Salinitas di Sungai Dinas PU/Bakosurtanal/Dep Min 3 Tahun Terakhir
Kelautan P/TNI AL
H. Gelombang Dinas PU/Bakosurtanal/Dep Min 3 Tahun Terakhir
Kelautan P/TNI AL

V. DINAMIKA KEBUTUHAN AIR


Untuk:
A. Pertanian BBWS / BWS/Dinas PSDA Tahunan (4 tahun terakhir)
Irigasi Dinas Pertanian
Perikanan Dinas Perikanan
B. Rumah tangga, perkotaan dan PDAM, BPS dan Dep.Perindustrian; Tahunan (4 tahun terakhir)
Industri Data SIPA

C. Data Lokasi Prasarana Sumber Daya BBM / BW / Dinas PSDA Kondisi Terkini
Air (Aset SDA) dan daerah
layanannya

VI. PROGRAM PEMERINTAH

A. Millennium Development Goals Departemen Terkait Terkini


(MDG) 2015

B. Ketahanan Pangan Instansi Pemerintah Terkait Terkini

VII. LAIN-LAIN
- dinamika kondisi lingkungan Bappedal/BPLH Dep. Kehutanan Tahunan (4 tahun terakhir)
- dinamika kondisi sosial budaya Pusat, Daerah tk I & tk. II Tahunan (4 tahun terakhir)
- dinamika kondisi ekonomi BPS Pusat ; TK I ; TK II Tahunan (4 tahun terakhir)

Macam dan jenis data yang belum masuk pada tabel di atas dapat diinventarisasi sesuai dengan
kebutuhan analisis yang akan dilakukan pada masing-masing wilayah sungai.

4.10. Perumusan Tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air


Perumusan tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai diperoleh dari visi dan misi
pembangunan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang terdapat dalam
rencana strategi pembangunan daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan
Kabupaten/Kota.

4.11. Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan Yang Terjadi Pada Wilayah Sungai
Pada masing-masing wilayah sungai mempunyai karakteristik permasalahan yang dihadapi, tahapan
identifikasi masalah diharapkan dapat menginventarisasi setiap masalah yang ada di wilayah sungai,
baik untuk permasalahan yang ada saat ini maupun potensi yang dapat dikembangkan dikemudian hari.
Beberapa aspek penting yang harus diidentifikasi meliputi :
1. Identifikasi terhadap Undang – Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah serta
Kebijakan Sumber daya Air Nasional, Provinsi, Kabupaten / Kota atau kebijakan pemerintah
serta kebijakan daerah terkait pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai setempat,
khususnya pada masing-masing aspek pengelolaan sumber daya air.
2. Iindentifikasi terhadap usaha konservasi sumber daya air, khususnya terhadap ;
a. Tingkat kekritisan Daerah Aliran Sungai, meliputi ; prosentasi tutupan lahan terhadap luas
Daerah aliran Sungai (DAS), angka erosi dan sedimentasi lahan dan angka sedimentasi
sungai, rasio debit maksimum dan minimum,
b. Tutupan vegetasi pada daerah sempadan sumber air, badan air, tepi/tebing sungai,
tepi/tebing muara dan pesisir pantai yang terkait dengan ekosistem hidrologis daerah aliran
sungai stempat,
c. Erosi dan penggerusan garis pantai pada wilayah sungai setempat.
d. Aset-aset untuk kepentingan konservasi SDA.
3. Identifikasi terhadap usaha pendayagunaan sumber daya air, khususnya terhadap :
a. Ketersediaan air permukaan dan air tanah,
b. Jaringan dan bangunan irigasi yang ada, meliputi luas daerah irigasi, neraca air irigasi,
potensi lahan yang dapat dikembangkan,
c. Sumber-sumber air untuk air baku dan kemampuan pelayanan air bersih,
d. Sektor-sektor yang kebutuhan airnya mendominasi,
e. Jumlah penggunaan air permukaan dan air tanah beserta komposisi penggunanya (meliputi
Domestic, Municipal, Industri, Irigasi),
f. Lokasi daerah yang mengalami kekurangan / kekeringan air dan daerah yang kelebihan air,
g. Neraca air per daerah/distrik.
h. Aset-aset untuk kepentingan pendayagunaan SDA serta pelaksanaan operasi dan
pemeliharaannya.
4. Identifikasi terhadap usaha pengendalian daya rusak air, khususnya terhadap :
a. Terjadinya Bencana, meliputi frekuensi kejadian bencana (banjir, longsor, gempa, tsunami,
abrasi pantai), lokasi daerah yang rawan terhadap bencana, usaha-usaha pengendalian
yang telah dilakukan, hambatan dan permasalahan yang dihadapi.
b. Erosi tebing dan dasar sungai,
c. Penutupan Muara Sungai,
d. Pencemaran Sungai, meliputi kualitas air sungai, jenis, jumlah dan lokasi limbah yang
dibuang ke sungai.
e. Aset-aset untuk kepentingan pengendalian daya rusak air serta pelaksanaan operasi dan
pemeliharaannya.
5. Identifikasi terhadap ketersediaan data dan sistim informasi sumber daya air, meliputi :
a. Kerapatan, jumlah dan kondisi (berfungsi/rusak) dari stasiun hujan, muka air/debit,
klimatologi, satsiun pengamatan kualitas air sumber dan badan air.
b. Keberadaan data (panjang, lengkap), keakuratan data.
c. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan dari stasiun pengamatan pada nomor a. di atas.
d. Keberadaan sistim informasi data SDA.
6. Identifikasi terhadap usaha pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha
serta kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai.
Khususnya terhadap :
a. Keberadaan & jumlah organisasi pengguna air,
b. Kemandirian organisasi (kemampuan swadaya)
c. Keberadaan & jumlah usaha yang sangat tergantung keberadaan air, peran dunia usaha
tersebut terhadap pengelolaan SDA.
d. Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Air, meliputi landasan hukum dari keberadaan
lembaga, jumlah kelembagaan yang terkait pengelolaan SDA, pelaksanaan kegiatan sesuai
tupoksi, duplikasi kegiatan, frekuensi koordinasi, koordinasi pada tingkat penyusunan
kegiatan, pelaksanaan dan evaluasi.
7. Identifikasi terhadap aspirasi seluruh pemangku kepentingan dengan sumber daya air,
khususnya mengenai harapan-harapannya terhadap pengelolaan sumber daya air wilayah
sungai masa yang akan datang, melalui kuesioner yang diedarkan kepada seluruh pemangku
kepentingan (stake holder) dalam pengelolaan sumber daya air.
8. Indentifikasi Potensi
Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap potensi yang pengembangannya terkait dengan
pengelolaan sumber daya air. Berikut diuraikan beberapa contoh potensi yang dapat
diidentifikasi :
a. Pengembangan transportasi sungai.
b. Peningkatan pertumbuhan pada sektor – sektor irigasi, industri, pariwisata, perkebunan dll
yang didukung oleh keberadaan sumber daya air secara dominan.
c. Pengembangan wisata air
d. Pengembangan pengusahaan sumber daya air
e. Dan lainnya.
9. Indentifikasi Isu Strategis
Pada tahap ini dilakukan penyusunan isu strategis nasional maupun isu lokal yang dapat
dikembangkan melalui tinjauan terhadap :
a. Kebijakan strategis yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
b. Millennium Development Goals (MDG) 2015,
c. Ketahanan Pangan Nasional,
d. Pengaruh Ekonomi Global,
e. Pengembangan Energi Alam,
f. Perubahan Iklim Global,
g. Penggalian dari potensi yang dimiliki daerah setempat.
h. dan lainnya.

4.12. Analisis Sebagai Bahan Pertimbangan Pengelolaan SDA


4.12.1. Analisis Pola Pengelolaan SDA Menurut PERMEN 22
Untuk mendapatkan dasar pertimbangan dalam menentukan skenario dan alternatif strategi
pengelolaan sumber daya air maka dilakukan analisis kondisi wilayah sungai pada masing-masing aspek,
sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. No.
22/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air.
Variabel-variabel pada masing-masing aspek pengeloaan sumber daya air yang dianalisis dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4.3. Variabel-Variabel Yang Dianalisis Pada Aspek Pengelolaan Sumber Daya Air
No. Aspek Pengelolaan Sumber Variabel-Variabel Pokok Yang Dianalisis
Daya Air
1 Konservasi Sumber Daya Air Tutupan lahan, Potensi erosi lahan, Angkutan
sedimen dan lainnya.
2 Pendayagunaan SDA Ketersediaan air permukaan, Kebutuhan air untuk
rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI),
Kebutuhan irigasi dan lainnya, Neraca air
tahunan, Neraca air 20 tahunan, Alokasi air dan
lainnya.
3 Pengendalian Daya Rusak Air Genangan banjir, Debit banjir dan lainnya
Variabel-variabel yang dianalisis di atas dilakukan secara terpisah pada masing-masing aspek
pengelolaan sumber daya air berdasarkan hasil identifikasi kondisi lingkungan dan permasalahan yang
terjadi pada wilayah sungai. Hasil analisis merupakan prediksi atau asumsi kondisi yang akan datang
serta target/sasaran penyelesaian masalah yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Hasil
analisis ini kemudian digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun skenario dan strategi
pengelolaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak
air.

4.12.2. Tutupan Lahan


Tagaguna lahan setiap wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota terdapat baik yang terdapat dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, atau Provinsi Kabupaten/Kota Dalam Angka
yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik setempat akan menggambarkan kondisi tutupan lahan pada
wilayah tersebut. Lahan yang memiliki tutupan berupa hutan akan memiliki kemampuan untuk
menahan air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah dalam jumlah yang lebih besar (dalam kondisi
ini aliran permukaan/run off kecil) dibandingkan dengan lahan yang memiliki tutupan berupa tanaman
semak-semak (pada kondisi ini aliran permukaan/runoff sangat besar).

4.12.3. Potensi Erosi Lahan dan Angkutan Sedimen


Untuk mengetahui tingkat kekritisan suatu DAS, salah satu indikatornya adalah besarnya erosi yang
terjadi pada DAS tersebut. Dari sekian banyak rumusan yang dapat dipergunakan untuk memprediksi
besarnya erosi, model yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) – yang biasa dikenal
dengan the Universal Soil Loss Equation (USLE) – dianggap merupakan metode yang paling populer dan
banyak digunakan untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erotion)
termasuk di dalamnya erosi alur (rill erotion) pada suatu keadaan tertentu. Perlu dijelaskan di sini
bahwa rumus ESLE dikembangkan untuk suatu bidang tanah dengan ukuran/luas kecil, sehingga bila
ingin diterapkan pada suatu DAS dengan ukuran/luas besar, maka DAS tersebut perlu dibagi menjadi
sejumlah luas-luasan kecil, yang disebut sebagai unit lahan. Erosi yang terjadi selanjutnya dihitung pada
masing-masing unit lahan, dan besarnya erosi total pada DAS dapat diperoleh dengan cara menjumlah
erosi yang terjadi pada seluruh unit lahan.

Dengan menggunakan persamaan USLE dapat diprediksi laju rata-rata erosi dari suatu bidang tanah
tertentu, pada suatu kecuraman lereng dan dengan pola hujan tertentu, untuk setiap macam
pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang sedang atau yang mungkin
dapat dilakukan. Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik (dan
pengelolaan) yang mempengaruhi laju erosi ke dalam enam parameter utama. Persamaan USLE yang
diusulkan adalah sebagai berikut:

A=RKLSCP
Dimana :
A = adalah banyaknya tanah yang tererosi dalam [ton per hektar per tahun]
R = adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan (erosivitas hujan), yaitu
jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi
hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30) tahunan.
K = adalah faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R)
untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak
percobaan yang panjangnya 72,6 ft (22,1 m) dan terletak pada lereng 9% tanpa
tanaman.
L = adalah panjang lereng, yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari tanah
dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan
panjang lereng 72,6 ft (22,1 m) di bawah keadaan yang identik.
S = adalah kecuraman lereng, yaitu perbandingan antara besarnya erosi yang
terjadi dari suatu bidang tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap
besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
C = adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu
perbandingan antara besarnya erosi dari suatu bidang tanah dengan vegetasi
penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah
yang identik tanpa tanaman.
P = adalah faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu perbandingan
antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakukan tindakan konservasi
khusus (seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam stripping
atau terras) terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng
dalam keadaan yang identik.
Secara skematik persamaan USLE dapat dijelaskan pada Gambar di bawah ini.

Hujan Erosive Erodibiltas


Besar Erosi

Sifat Tanah Pengelolaan

Intensitas Hujan Pengelolaan LahanPengelolaan Vegetasi

A = R x K x LS x P x C

Gambar 4.8. Skematik Persamaan Penduga Erosi USLE

Dengan memasukkan parameter-parameter R, K, L, S, P dan C dalam rumus USLE, dapat


diprediksi besarnya erosi tanah yang terjadi; parameter-parameter tersebut dapat diperoleh
dari literatur (Kironoto dan Yulistiyanto, 2000). Besarnya erosi yang terjadi dapat memberikan
gambaran tingkat erosi (kekritisan) yang terjadi pada suatu DAS, apakah dalam tingkatan yang
membahayakan atau belum, sebagaimana diperlihatkan pada tabel 3.3. berikut:

Tabel 4.4. Klasifikasi Kelas Bahaya Erosi


Kelas Tanah Hilang,
Keterangan
Bahaya Erosi A [ton/ha/tahun]
I < 15 Sangat ringan
II 15 – 60 Ringan
III 60 – 180 Sedang
IV 180 – 480 Berat
V > 480 Sangat Berat
4.12.4. Ketersediaan Air Permukaan
Ketersediaan data debit aliran sungai pada umumnya sangat terbatas beberapa tahun saja, sedangkan
data hujan pada suatu DAS pada umumnya tersedia cukup lengkap dalam rentang waktu yang panjang
(lebih dari 10 tahun). Dengan mengingat kondisi yang demikian maka metoda analisis ketersediaan
yang dikembangkan pada umumnya merupakan model pengalihragaman hujan menjadi limpasan
langsung (debit) salah satunya adalah Model Mock.
Mock (1973, dalam Bustomi, 2000) memperkenalkan model hujan aliran (lihat Gambar 2.2) yang dapat
diterapkan di Indonesia yang kemudian sering disebut dengan “Model Mock” melalui beberapa
persamaan berikut ini :

AET = CF x PET
ER = P – AET
SM = SMC – ISM
WS = ER - SM
I = Cds x WS
I = Cws x WS
GWS = 0.5 x (1 + K) x I x IGWS
S = GWS – IGWS
BF = I - S
DRO = WS – I
TRO = DRO + BF
QRO = A x TRO

Dimana ;
AET : Actual Evapotranspirasi (mm/hari)
CF : Crop Factor
PET (Eto) : Evapotranspirasi, evaporasi yang terjadi pada permukaan tanah, tanaman
dan sungai (mm/hari)
ER : Exces Rainfall, hujan langsung yang sampai permukaan tanah (mm/bulan)
P : Hujan (mm/bulan)
SM : Soil Moisture (mm)
SMC : Soil Moisture Capacity (mm)
ISM : Initial Soil Moisture (mm)
WS : Water Surplus, sisa air dari air hujan setelah digunakan untuk memenuhi
Soil Moisture (mm)
I : Infiltrasi, sisa air yang meresap ke dalam tanah (mm)
Cds, Cws : Koefisien infiltrasi musim kemarau dan musim penghujan
GWS : Ground Water Storage (mm)
IGWS : Initial Ground Water Storage (mm)
BF : Base Flow (mm/bulan)
DRO : Direct Run Off (mm/bulan)
TRO : Total Run Off (mm/bulan)
QRO : Debit Run Off (m3/det)
A : Luas daerah aliran sungai (km2)
P
AET

ER

WS
SMC DRO = WS – I
SM
I
ISM

GWS 
S
IGWS
BF = I - S

Gambar 4.9. Model Tangki Mock

4.12.5. Ketersediaan Air Tanah


Ketersediaan air tanah diperoleh dari peta CAT yang diterbitkan oleh Kementerian Energi Sumber Daya
Mineral (ESDM).

4.12.6. Kebutuhan Air


1. Kebutuhan Air Rumah Tangga
Kebutuhan air domestik (rumah tangga) dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat
pertumbuhan, kebutuhan air perkapita dan proyeksi waktu yang direncanakan. Kriteria penentuan
kebutuhan air domestik yang dikeluarkan oleh Puslitbang Pengairan Departemen Pekerjaan Umum,
menggunakan parameter jumlah penduduk sebagai penentuan jumlah air yang dibutuhkan
perkapita per hari. Adapun kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5. di bawah ini.

Tabel 4.5. Kriteria Penentuan Kebutuhan Air Domestik

Domestik Non Domestik Kehilangan Air


Jumlah Penduduk
(liter/kapita/hari) (liter/kapita/hari) (liter/kapita/hari)
> 1.000.000 150 60 50
500.000 – 1.000.000 135 40 45
100.000 – 500.000 120 30 40
20.000 – 100.000 105 20 30
< 20.000 82,5 10 24

Jumlah dan distribusi penyebaran penduduk akan menentukan besar kebutuhan air baki (domestik
dan non domestik). Untuk memproyeksikan jumlah penduduk akan sangat sulit diperhitungkan satu
persatu. Kebiasaan yang dilakukan adalah dengan memperhitungkan semua faktor tersebut di atas
ke dalam bentuk tingkat pertumbuhan penduduk, dimana termasuk didalamnya adalah faktor
urbanisasi penduduk dari desa ke kota.
Persamaan yang digunakan untuk proyeksi jumlah penduduk adalah:
Pt = Po (1 + r)t
Dengan: Pt = jumlah penduduk pada tahun ke-t
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar hitungan (tahun ke-0)
r = tingkat pertumbuhan penduduk
t = jumlah tahun antara tahun proyeksi dan tahun dasar hitungan

2. Kebutuhan Air Perkotaan


Kebutuhan perkotaan dideskripsikan sebagai kebutuhan untuk mengatasi kebakaran, taman
dan penghijauan, serta kehilangan/kebocoran air. Menurut Direktorat Teknik Penyehatan,
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, kebutuhan air untuk umum,
kehilangan air dan kebakaran diambil 45% dari kebutuhan air total domestik. Distribusi
persentase kebutuhan sebagai berikut: 3% untuk umum yang berupa kebutuhan air untuk
taman kota dan penghijauan, 28% untuk kehilangan air dan 14% untuk kebutuhan air pemadam
kebakaran.

3. Kebutuhan Air Industri


Kebutuhan air industri sangat dipengaruhi oleh proses industri yang dilakukan/dikerjakan serta
jumlah tenaga kerja yang bekerja di perusahaan industri tersebut. Namun untuk mendapatkan
kebutuhan yang sesuai tidak mudah, oleh karena itu digunakan pendekatan standar, sebagai
berikut:
1) Kebutuhan air industri dihitung berdasarkan jumlah unit perusahaan/industri, yaitu
sebesar 2000 liter/hari/unit (standar Cipta Karya),
2) Kebutuhan air industry dapat juga dihitung berdasarkan jumlah kapita/penduduk, yaitu
50-300 liter/kapita/hari (Tchobanoglous dan Schroeder, 1985).

4. Kebutuhan Air Irigasi


Kebutuhan air irigasi sebagian besar dicukupi dari air permukaan. Untuk lahan-lahan tertentu
yang tidak dapat dioncori dengan air permukaan, karena jauh atau tidak adanya sumber air
permukaan (sungai, waduk,dll), lahan diairi dengan irigasi pompa.
Kebutuhan air irigasi dihitung dengan persamaan (Standar Perencanaan Irigasi 1986, KP-01):

Etc  WLR  P  Re


KAI  IE x A

Dengan: KAI = Kebutuhan air irigasi, dalam liter/detik


Etc = Kebutuhan air konsumtif, dalam mm/hr
IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, dalam mm/hr
WLR = Kebutuhan air untuk mengganti kebutuhan air, dalam mm/hr
P = Perkolasi, dalam mm/hr
Re = Hujan efektif, dalam mm/hr
IE = Efisiensi irigasi, dalam %
A = Luas areal irigasi, dalam luas (ha).
4.12.7. Neraca Air Tahunan
Berdasarkan hasil analisis ketersediaan air di atas serta analsis kebutuhan air rumah tangga, perkotaan
dan industri (RKI), dan kebutuhan lainnya pada WS, maka diperoleh tabel dan neraca air sebagai
berikut :
Berikut diberikan contoh hasil neraca air tahunan pada suatu WS

Tabel 4.6. Contoh Tabel Neraca Air Tahunan (dalam juta m 3)


Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des
Potensi Air 7332 5438 5927 6631 3757 3240 4109 2969 3940 5840 8544 9079
Kebutuhan Air 1022 1022 1022 1022 1022 1022 1022 1022 1022 1022 1022 1022

10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
Potensi
3000
Kebutuhan
2000
1000
0

jan feb mar apr mei jun jul ags sep okt nov des
Gambar 4.10. Contoh Grafik Neraca Air Tahunan (tahun 2012)

Berdasarkan neraca air tahunan tersebut maka secara umum ketersediaan air di WS selalu berada di
atas kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI), dan lainnya.

4.12.8. Neraca Air 20 Tahun


Berdasar neraca air tahunan maka di dihitung neraca air selama 20 tahun, berikut diberikan contoh
neraca air pada suatu WS.
Kebutuhan air untuk Rumah tangga, Perkotaan, dan Industri (RKI), Pariwisata dan lainnya mulai tahun
2012, 2017, 2022, 2027 sampai dengan tahun 2032 terlihat meningkat.
Potensi ketersediaan air tahun 2012 merupakan ketersediaan rata-rata pada tahun 2012 yang diperoleh
dari neraca air tahunan (tahun 2012), yaitu sebesar = 2080.301 m3/det. Ketersediaan ini merupakan
potensi air berdasarkan curah hujan yang diprediksi menjadi aliran limpasan.
Ketersediaan air tahun 2012 sampai dengan tahun 2032 dianggap stabil dengan pertimbangan bahwa
selama 20 tahun tidak tejadi perubahan iklim secara signifikan serta keberadaan tutupan hutan pada
daerah recharge air serta lahan kritis pada wilayah sungai semakin berkurang.

Tabel. 4.7. Contoh Neraca Air 20 Tahun


URAIAN Th 2012 Th 017 Th 2022 Th 2027 Th 2032
Potensi Ketersediaan (m3/det) 2080.301 2080.301 2080.301 2080.301 2080.301
Kebutuhan (m3/det) 381.5642 388.3542 395.7494 403.8081 412.5413
2500

2000

1500

1000

500

2012 2017 2022 2027 2032

Potensi Ketersediaan (m3/det) Kebutuhan (m3/det)


Gambar 4.11. Contoh Grafik Neraca Air 20 Tahun

4.12.9. Ketersediaan Air Nyata Pada Tahun 2012


Ketersediaan air nyata pada tahun 2012 adalah jumlah air atau debit air yang dapat disuplai / dilayani /
disediakan / terpasang saat ini (eksisting) untuk kebutuhan rumah tangga, perkotaan, industri, irigasi,
dan lainnya.
Ketersediaan air nyata dihitung, seperti terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.8. Ketersediaan Air Nyata
No Ketersediaan Air Nyata Debit (m3/det) Keterangan
1. RKI melalui PDAM 22.88 Kapasitas produksi PDAM
2. Irigasi / Rawa 216.716 Berdasarkan luas areal daerah irigasi/rawa yang
dapat dilayani (dapat air)
3. Danau, Embung 90.220 Tampungan air yang ada (eksisting)
4. Perkebunan 34.180 Luas areal perkebunan produktif
5. Tambak 5.040 Luas tambak produktif
6. Lainnya -
Jumlah 369.036

4.12.10. Pengembangan Analisis Pola Pengelolaan SDA


Dalam pola pengelolaan sumber daya air terdapat muatan, berupa: tujuan pengelolaan, dasar
pertimbangan, skenario kondisi wilayah sungai, alternatif strategi untuk setiap skenario seperti
diuraikan di atas, hal ini menunjukan :
1. bahwa analisis sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air
merupakan bentuk decision support system (DSS) dalam pengelolaan sumbe daya air.
2. adanya hubungan yang berjenjang antara tujuan, kriteria yang digunakan sebagai dasar
pertimbangan dan alternatif strategi dalam beberapa skenario, seperti yang dikembangkan oleh
Saaty 1988, yaitu metode pengambilan keputusan dari suatu kriteria majemuk ( multi criteria)
dalam suatu proses yang berkenjang (hierarchy process) yang kemudian dikenal dengan Analytical
hierarchy process (AHP).
Uraian di atas memunculkan ide bahwa analisis pengelolaan sumber daya air yang metodenya telah
ditetapkan dalam PERMEN Pedoman Pola No.22/2009 masih dapat dikembangkan dengan metode
yang terkait dengan analisis multi kriteria dalam pengambilan keputusan tentang pola pengelolaan
sumber daya air.

4.13. Model Simulasi Wilayah Sungai


Pemodelan simulasi alokasi air di tingkat wilayah sungai akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang kerapkali muncul dalam pengembangan sumberdaya air, antara lain sebagai berikut :

a) Evaluasi alternatif dan potensi pengembangan sumberdaya air.


- Untuk suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan ketersediaan airnya yang berfluktuasi, sampai
sejauh mana dapat dikembangkan jaringan irigasi dan pemasokan air baku tanpa menimbulkan
kekurangan air atau merugikan pemakai air lainnya?
Apakah akan terjadi benturan kepentingan (conflict of interests) antara para pemakai air (irigasi,
listrik tenaga air, air baku, dan lainnya) di masa mendatang? Bilamana dan dimana?
- Berapa potensi listrik tenaga air ? Berapa debit andalan (reliable flow) dengan atau tanpa waduk?
b) Pengkajian upaya-upaya pembangunan infrastruktur pengairan dan upaya-upaya pengelolaan air.
- Seberapa efektif upaya pembangunan waduk terhadap pemenuhan kebutuhan air irigasi dan
tambak?
- Berapa ukuran waduk yang diperlukan, dan bagaimana pola pengoperasian yang optimal?

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, maka suatu model simulasi wilayah sungai
harus dapat melakukan perhitungan simulasi dengan baik, dan mudah dioperasikan. Artinya model harus
mampu menirukan karakteristik penting dari wilayah sungai, terutama ketersediaan air, kebutuhan air,
pengoperasian sistem tata air, dan kemungkinan alternatif pengembangan; disamping memberikan
kemudahan pemasukan data dan keluaran informasi secara efisien, dalam format yang mudah disajikan,
dan dampak alternatif pengembangan (dalam bentuk peta dan grafik) yang mudah dievaluasi dengan cepat.
Dalam simulasi wilayah sungai terdapat dua hal penting, yaitu kondisi sistem tata air yang dinyatakan
dalam Skematisasi Sistem Tata Air; dan Alternatif Pengembangan Sumberdaya Air yang direncanakan.

4.14. Beberapa Skenario Kondisi Wilayah Sungai


Skenario kondisi wilayah sungai merupakan asumsi tentang kondisi pada masa yang akan datang dalam
kurun waktu 20 tahun ke depan yang mungkin terjadi, misalnya, kondisi perekonomian, perubahan
iklim, atau perubahan politik. (PPRI, No.42 Th 2008 Ttg Pengelolaan SDA, pasal 16, ayat b)
Kondisi perubahan iklim dan perubahan politik yang mempengaruhi kondisi wilayah sungai sangat sulit
diasumsikan pada masa 20 tahun yang akan datang, oleh karenanya skenario kondisi wilayah sungai
diasumsikan berdasarkan kondisi perekonomian pada masa yang akan datang dengan melakukan
tinjauan terhadap kondisi perkonomian rendah, sedang dan tinggi.
Untuk menentukan asumsi kondisi perekonomian rendah, sedang dan tinggi pada masa yang akan
datang (20 tahun) dapat digunakan beberapa pendekatan:
1. Analisis kecenderungan pertumbuhan ekonomi pada daerah provinsi, kabupaten/kota yang
berada pada wilayah sungai berdasarkan pada pertumbuhan sektor-sektor dalam PDRB,
2. Perbandingan antara pertumbuhan ekonomi pada daerah provinsi, kabupaten/kota yang berada
pada wilayah sungai dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Penentuan kondisi perekonomian menggunakan pendekatan no. 2 di atas, diuraikan sebagai berikut :
Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2006-2007 berkisar antara 6% sampai 6,7 %, rata
pertumbuhan nasional adalah 6,35%, berdasarkan hal tersebut pertumbuhan ekonomi dikategorikan
kedalam skenario pertumbuhan ekonomi rendah, sedang dan tinggi dengan kriteria sebagai berikut :
1) Skenario ekonomi rendah.
Skenario ekonomi rendah ditetapkan dengan pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih rendah dari
rata-rata pertumbuhah ekonomi nasional yaitu < 6,35%
Pada kondisi ini, pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai akan mengalami kesulitan
dalam pembiayaan, oleh karena itu target/sasaran dari strategi (rangkaian upaya dan kegiatan)
pengelolaan sumber daya air pada masa 20 tahun tidak akan tercapai.
2) Skenario ekonomi sedang
Skenario ekonomi sedang ditetapkan dengan pertumbuhan ekonomi yang mendekati rata-rata
pertumbuhah ekonomi nasional yaitu 6,35%. Pada kondisi ini, pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai dapat dibiayai secara terbatas, oleh karena itu target/sasaran dari strategi
(rangkaian upaya dan kegiatan) pengelolaan sumber daya air akan tercapai sebagian.
3) Skenario 3: pertumbuhan ekonomi tinggi apabila pertumbuhan ekonomi > 6,5%
Skenario ekonomi tinggi ditetapkan dengan pertumbuhan ekonomi yang berada di atas rata-rata
pertumbuhah ekonomi nasional yaitu > 6,35%
Pada kondisi ini, pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dapat dibiayai sepenuhnya,
oleh karena itu target/sasaran dari strategi (rangkaian upaya dan kegiatan) pengelolaan sumber
daya air pada masa 20 tahun dapat tercapai sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan.

4.15. Neraca Air Pada Skenario Kondisi Ekonomi


Berikut diberikan contoh penyusunan neraca air pada scenario kondisi ekonomi mulai dari rendah,
sedang dan tinggi dengan target 20 tahun, yang dimulai pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2028.

Neraca Air Skenario Ekonomi Rendah

Gambar 4.12. Contoh Grafik Neraca Air Skenario Ekonomi Rendah

Periode 2008-2013
Pada tahun 2008, air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang untuk RKI, Irigasi/Rawa dan lainnya adalah
sebesar 369,04 m3/det, sedangkan kebutuhan air pada tahun 2008 mencapai 381,5 m 3/det, sehingga
terdapat defisit air sebesar 12,53 m3/det.
Dengan skenario pada kondisi ekonomi rendah, kemampuan untuk membangun prasarana sumber
daya air sangat rendah.
Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake
(pengambilan air baku pada tampungan air) yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam
alokasi air dengan kapasitas 13,35 m3/det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang
pada tahun 2013 dapat mencapai 382,39 m 3/det. Pada kondisi ini masih terdapat defisit air sebesar
8,96 m3/det.

Periode 2013-2018
Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake
(pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam
alokasi air dengan kapasitas 13,35 m3/det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang
pada tahun 2018 dapat mencapai 395,75 m3/det. Pada saat ini diharapkan tidak terjadi defisit air.

Periode 2018-2023
Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake
(pengambilan air baku pada sungai), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air
dengan kapasitas 8,39 m3/det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun
2023 dapat mencapai 404,14 m3/det. Pada saat ini terdapat surplus air sebesar 0.33 m 3/det.

Periode 2023-2028
Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake
(pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam
alokasi air dengan kapasitas 8,39 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang
pada tahun 2028 dapat mencapai 412,54 m3/det. Pada saat ini diharapkan tidak terjadi defisit air.

Neraca Air Skenario Ekonomi Sedang

Gambar 3.15. Contoh Grafik Neraca Air Skenario Ekonomi Sedang

Periode 2008-2013
Pada tahun 2008, air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang untuk RKI, Irigasi/Rawa dan lainnya adalah
sebesar 369,04 m3/det, sedangkan kebutuhan air pada tahun 2008 mencapai 381,5 m 3/det, sehingga
terdapat defisit air sebesar 12,53 m3/det.
Dengan skenario pada kondisi ekonomi sedang, kemampuan untuk membangun prasarana sumber
daya air cukup untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2013. Untuk itu disusun strategi ;
membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air) yang lokasinya
menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 23,34 m 3/det sehingga jumlah air
yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2013 dapat mencapai 392,38 m 3/det. Pada kondisi
ini terdapat surplus air sebesar 4,03 m 3/det.

Periode 2013-2018
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2018 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8,06 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2018 dapat mencapai 400,44 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 4,7 m3/det.

Periode 2018-2023
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2023 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.06 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2023 dapat mencapai 408,5 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 4,69 m3/det.

Periode 2023-2028
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2028 disusun strategi; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.06 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2028 dapat mencapai 416,56 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 4,03 m3/det.

Neraca Air Skenario Ekonomi Tinggi


Lihat Gambar 3.16. Grafik Neraca Air Skenario Ekonomi Tinggi di bawah ini :

Gambar 3.16. Contoh Grafik Neraca Air Skenario Ekonomi Tinggi


Periode 2008-2013
Pada tahun 2008, air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang untuk RKI, Irigasi/Rawa dan lainnya adalah
sebesar 363,03 m3/det, sedangkan kebutuhan air pada tahun 2008 mencapai 381,5 m 3/det, sehingga
terdapat defisit air sebesar 12,53 m3/det.
Dengan skenario pada kondisi ekonomi tinggi, kemampuan untuk membangun prasarana sumber daya
air cukup tinggi oleh karena itu pemenuhan kebutuhan air pada tahun 2013 dapat mencukupi sampai
tahun 2018. Untuk itu disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air
baku pada tampungan air) yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan
kapasitas 25,32 m3/det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2013
dapat mencapai 395,74 m3/det. Pada kondisi ini tidak terdapat defisit air.

Periode 2013-2018
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2018 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.5 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2018 dapat mencapai 404,24 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 8,5 m3/det.

Periode 2018-2023
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2023 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.5 m 3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2023 dapat mencapai 412,74 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 8,93 m3/det.

Periode 2023-2028
Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2028 disusun strategi ; membangun embung, bendung
dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik
dalam alokasi air dengan kapasitas 8.5 m3/det sehingga jumlah air yang dapat
disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2028 dapat mencapai 421,24 m 3/det. Pada kondisi ini terdapat
surplus air sebesar 8,7 m3/det, diharapkan mampu mencukupi kebutuhan air 5 (lima) tahun ke depan.
Catatan:
Skenario alokasi air di atas diperoleh dari hasil trial dan error (sesuai kondisi ekonomi; kemampuan
membangun tampungan air) menggunakan software Ribasim, namun apabila kesulitan dalam
menggunakan software tersebut maka dapat dihitung secara manual.
4.16. Alternatif Pilihan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Setiap Skenario dan Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi
pengelolaan sumber daya air

Aspek Konservasi Sumber Daya Air


Sub Hasil Sasaran /Target Strategi
Yang Akan Kebijakan Instasi
No. Aspek Analisis Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Dicapai Operasional /Lembaga
(5 tahun) (10 tahun) (20 tahun)
1 Perlindun Pemeliharaan kelangsungan fungsi
gan dan resapan air dan daerah tangkapan
pelestari air;
an SDA Pengendalian pemanfaatan sumber
air.
Pengisian air pada sumber air;
Pengaturan prasarana dan sarana
sanitasi;
Perlindungan sumber air
Pengendalian pengolahan tanah di
daerah hulu;
Pengaturan daerah sempadan
sumber air;
Rehabilitasi hutan dan lahan dan
pelestarian hutan lindung, kawasan
suaka alam, dan kawasan
pelestarian alam
2 Pengawe Menyimpan Air
tan air Menghemat air
Mengendalikan penggunaan air
tanah.
3 Pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air

Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air


Sasaran /Target Strategi
Sub Hasil Yang Akan Jangka Pendek Jangka Jangka Panjang Kebijakan Instasi
No. Aspek Analisis Dicapai (5 tahun) Menengah (20 tahun) Operasional /Lembaga
(10 tahun)
1 Penatagunaan SDA
2 Penyediaan sumber daya air
3 Penggunaan sumber daya air
4 Pengembangan sumber daya air
5 Pengusahaan sumber daya air

54
Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
No. Sub Hasil Sasaran /Target Strategi Kebijakan Instasi
Aspek Analisis Yang Akan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional /Lembaga
Dicapai (5 tahun) (10 tahun) (20 tahun)
1 Pencegahan
2 Penanggulangan
3 Pemulihan

Sistim Informasi Sumber Daya Air


Sub Hasil Sasaran /Target Strategi
Yang Akan Kebijakan Instasi
No. Aspek Analisis
Dicapai Operasional /Lembaga
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
(5 tahun) (10 tahun) (20 tahun)
1 Peningkatan peran
Pemerintah & Pemda.
2 Penyediakan Informasi yang
akurat, benar dan tepat
waktu serta dapat di akses
oleh berbagai pihak.

Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat


Sub Hasil Sasaran /Target Strategi
Yang Akan Kebijakan Instasi
No. Aspek Analisis Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Dicapai Operasional /Lembaga
(5 tahun) (10 tahun) (20 tahun)
1 Melibatkan peran masy
dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan
konstruksi, pengawasan dan
O&P SDA.

2 Pendidikan, pelatihan, pe- -


nelitian dan pengembangan
serta pendampingan.
3 Peningkatan kemampuan
swadaya masyarakat
pengguna air atas prakarsa
sendiri

Catatan: matriks strategi tersebut dilengkapi dengan peta tematik


Berikut diberikan contoh :
Peta tematik “Konservasi Sumber Daya Air” dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
Bengawan Solo

56
Peta tematik “Pendayagunaan Sumber Daya Air” dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah
Sungai Bengawan Solo
Peta tematik “Pengendalian Daya Rusak Air” dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
Bengawan Solo

4.17. Peninjauan dan Evaluasi Pola Pengelolaan SDA


Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 pasal 15 dan pasal 22, tentang Pengelolan
Sumber Daya Air, disebutkan bahwa Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air disusun untuk
jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang sudah ditetapkan dapat
ditinjau dan dievaluasi paling singkat setiap 5 (lima) tahun sekali.
Peninjauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah
Sungai dapat dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur apa yang akan dicapai serta bagaimana keberhasilannya.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan dari Pengelolaan
Sumber Daya Air disusun untuk setiap aspek pengelolaan sumber daya air, menggunakan standar dan
kriteria yang telah ditetapkan berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar dan kriteria yang
jelas sumbernya, memiliki referensi, dan ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan pihak-pihak
terkait (stake holder).
Berikut pada tabel 4.1. diberikan contoh beberapa indikator-indikator pada masing-masing aspek
pengelolaan sumber daya air yang dapat digunakan untuk melakukan tinjauan dan evaluasi Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai.
Tabel 4.1. Indikator-indikator pada Aspek Pengelolaan Sumber Daya Air
No. Aspek Pengelolaan Uraian
1. Konservasi Sumber Daya Air Untuk menentukan keberhasilannya digunakan indikator-
indikator DAS Kritis, diantaranya :
- Prosentase tutupan lahan tehadap luas DAS,
- Erosi dan Sedimentasi Lahan,
- Sedimentasi Sungai,
- Perbandingan Qmax dengan Qmin
Catatan :
Indikator-indikator tersebut di atas dapat dikembangkan dan
setelah 5 tahun, ditinjau apakah kondisi DAS akan semakin
membaik atau semakin kritis

2. Pendayagunaan Sumber Daya Air Untuk menentukan keberhasilannya digunakan indikator-


indikator :
- Neraca air per distrik
- Penggunaan air tanah terkendali
- Pengusahaan air berkelanjutan
Catatan :
Indikator-indikator tersebut di atas dapat dikembangkan dan
setelah 5 tahun, ditinjau neraca airnya surplus, mencukupi atau
tidak mencukupi. Demikian pula untuk indikator penggunaan air
tanah dan pengusahaan air.

3. Pengendalian Daya Rusak Air Untuk menentukan keberhasilannya digunakan indikator-


indikator :
- Frekuensi kejadian banjir
- Luas daerah genangan banjir
- Tingkat kerawanan bencana banjir dan longsor
Catatan :
Indikator-indikator tersebut di atas dapat dikembangkan dan
setelah 5 tahun, ditinjau apakah kejadian banjirnya semakin
tinggi atau semakin rendah. Demikian pula untuk indikator luas
daerah genangan banjir.

4. Sistim Informasi Sumber Daya Air Untuk menentukan keberhasilannya digunakan indikator-
indikator :
- Kerapatan jaringan stasiun hujan, muka air sungai,
klimatologi
- Keberadaaan dan kelengkapan data base SDA
Catatan :
Indikator-indikator tersebut di atas dapat dikembangkan dan
setelah 5 tahun, ditinjau apakah keberdaan jaringan stasiun
hujan, muka air sungai dan stasiun klimatologinya semakin
rapat atau tetap. Demikian pula untuk indikator keberdaan dan
kelengkapan data SDA.

5. Pemberdayaan dan Peningkatan Untuk menentukan keberhasilannya digunakan indikator-


Peran Masyarakat dan Dunia Usaha indikator :
- Peran aktif dan kemandirian masyarakat pengguna air
- Peran aktif dunia usaha
Catatan :
Indikator-indikator tersebut di atas dapat dikembangkan dan
setelah 5 tahun, ditinjau apakah peran aktif dan kemandirian
masyarakatnya semakin bertambah atau sebaliknya. Demikian
pula untuk indikator peran aktif dunia usaha.
Hasil tinjauan dan evaluasi terhadap aspek-aspek di atas dapat ditindak lanjuti dalam beberapa
alternatif sebagai berikut :
a. Apabila hasil tinjauan dan evaluasi tidak menunjukkan adanya rekomendasi perubahan kebijakan
operasional pengelolaan sumber daya air wilayah sungai maka pelaksanaan pengelolaan sumber
daya air wilayah sungai tetap berdasarkan pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
yang telah ditetapkan.
b. Apabila hasil tinjauan dan evaluasi terdapat rekomendasi perubahan kebijakan operasional
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai maka harus dilakukan revisi untuk disepakati dalam
PKM 2.
c. Apabila hasil tinjauan dan evaluasi terdapat rekomendasi perubahan tujuan pengelolaan sumber
daya air wilayah sungai, maka harus dilakukan revisi untuk disepakati dalam PKM 1 dan selanjutnya
diproses sampai pada penetapan ulang.

4.18. Dokumen Pola Pengelolaan SDA


- Laporan Pendahuluan; isi laporan, kerangka laporan  daftar isi
Laporan Pendahuluan (Inception Report)
Laporan pendahuluan, berisikan:
- Latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi kegiatan, lingkup pekerjaan,
- Gambaran umum wilayah sungai; wilayah administrasi dan wilayah sungai, letak dan kondisi
geografi, kependudukan dan demografi, klimatologi dan geohidrologi.
- Pendekatan dan metodologi;
- Temuan-temuan awal, baik yang menyangkut baik masalah teknis maupun non teknis
- Kendala-kendala yang ditemukan selama melaksanakan pekerjaan pendahuluan.
- Rencana-rencana kegiatan secara keseluruhan.

- Laporan Antara; idem


Laporkan antara berisikan :
- Latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi kegiatan, lingkup pekerjaan,
- Hasil pengumpulan seluruh data yang terkait dengan aspek-aspek pengelolaan sumber daya air
wilayah sungai yang bersangkutan,
- Penyusunan kondisi pengelolaan sumber daya air yang ada (eksisting) dan berjalan saat ini.
- Identifikasi masalah, identifikasi potensi serta isu-isu strategis yang berkembang di daerah.
- Analisis awal untuk merumuskan tujuan pengelolaan sumber daya air yang akan datang sesuai
harapan seluruh stake holder.

- Laporan Akhir; idem


Draft Laporan Akhir berisikan :
- Latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi kegiatan, lingkup pekerjaan,
- Perumusan hasil PKM 2.
- Tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai pada masing-masing aspek-aspek
dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
- Dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air;
- Beberapa skenario kondisi wilayah sungai;
- Alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap skenario
- Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air.

- Laporan Penunjang
Selain laporan-laporan tersebut di atas, dibuat laporan pendukung yang terdiri dari:
- Album foto hasil inventarisasi dan PKM I, PKM II dan kegiatan-kegiatan lainnya,
- Abum peta yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air.

- Executuve Summary; idem


- Dokumen Pola Pengelolaan SDA; idem.

Anda mungkin juga menyukai