Anda di halaman 1dari 7

Nama: Diah Ayu Syafira Safitri

Jurusan: Psikologi 2019

Sejarah Palang Merah Internasional

Kepalangmerahan lahir pertama kali di tengah-tengah kebengisan dan


penderitaan Perang Solferino, di kota Solferino, Italia Utara. Perang Solferino pecah
pada tanggal 24 Juni 1859, antara pasukan Prancis dan Italia melawan pasukan Austria.
Perang Solferino menelan korban sebanyak 40.000 jiwa dan korban-korban kekejaman
Perang Solferino tidak mendapatkan pertolongan dan ditelantarkan begitu saja. Pada
saat yang sama, Jean Henry Dunant– seseorang berkebangsaan Swiss – sedang dalam
rangka perjalanannya menemui Kaisar Prancis Napoleon III, ia melihat korban-korban
perang tersebut dan tergerak hatinya untuk mengumpulkan tenaga-tenaga sukarela
dari penduduk untuk membantu korban perang.

Beberapa waktu kemudian, Henry Dunant kembali ke Swiss dan menuliskan


pengalamannya menolong dan merawat korban perang yang luka-luka dalam sebuah
buku yang berjudul Un souvenir de Solférino atau A Memory of Solferino (Sebuah
Kenang-Kenangan di Solferino). Dalam bukunya, ia mengisahkan tentang kondisi akibat
perang dan mengusulkan agar segera dibentuk tenaga satuan tenaga sukarela yang
bernaung di bawah satuan lembaga dan memberikan bantuan kepada orang-orang
yang terluka akibat perang. Henry Dunant bertujuan buku tersebut dapat mewujudkan
impiannya untuk suatu organisasi yang dapat membantu orang lain.

Dalam bukunya, Henry Dunant mengajukan dua gagasan, yaitu:

1. Membentuk organisasi kemanusiaan internasional, yang dapat dipersiapkan pada


masa damai untuk menolong para prajurit yang terluka di medan perang.
2. Mengadakan perjanjian internasional guna melindungi yang cedera di medan perang
serta perlindungan sukarelawan dan organisasi tersebut pada saat memberikan
pertolongan.

Buku karangan Henry Dunant mengetuk hati empat orang terkemuka di Swiss,
Jenderal Dufour, Dr. Maunoir, Dr. Appia, dan Hakin Moynier untuk mewujudkan
gagasan Henry Dunant yang pertama pada tahun 1863 dan membentuk komisi yang
dikenal dengan nama Komisi Jenewa. Mereka bersama-sama membentuk Komite
Internasional Palang Merah atau International Committee of the Red Cross (ICRC) yang
berkedudukan di Jenewa, Swiss. Kemudian diadakan suatu konferensi yang dihadiri
oleh 16 negara, dan berhasil membentuk badan “Palang Merah Internasional” pada
Oktober 1863.

Untuk mewujudkan gagasan Henry Dunant yang kedua, maka pada tahun 1864
diselenggarakan konverensi di Jenewa yang disebut juga dengan Konvensi Jenewa.
Pada konverensi ini diresmikan lambing pelindung bagi petugas/penolong di medan
perang, yaitu palang berwarna merah di atas kain berwarna putih. Selanjutnya, komite
tersebut memilih anggota sukarelawan. Konvensi Jenewa terdiri dari empat perjanjian
dan pada Konvensi Jenewa IV atau disebut juga Konvensi Palang Merah pada tahun
1959 membahas tentang perlindungan orang sipil pada masa perang (Perjanjian
Jenewa).

Selain Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red


Cross), kemudian dibentuk juga Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional pada tanggal 8 Mei 1919 yang merupakan federasi Perhimpunan
Palang Merah Internasional, dengan tujuan untuk mengkoordinir dan mempererat
Palang Merah sedunia.

Palang Merah sendiri dapat diartikan sebagai suatu perkumpulan yang anggota-
anggotanya memberi pertolongan dengan sukarela. Palang merah berpedoman pada
Tujuh Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yang
disahkan dalam Konferensi Internasional Palang Merah ke-20 di Wina, Austria pada
tahun 1965. Ada pun Tujuh Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah, yaitu:

1. Kemanusiaan, seseorang memberikan pertolongan tanpa diskriminasi nasional


maupun internasional.

2. Kesamaan, tidak berpihak dan tidak membeda-bedakan antara suku, agama, ras,
kepentingan politik, kedudukan, dan etnis.

3. Kenetralan, tidak melibatkan diri dalam pertentangan yang memihak suatu


kelompok tertentu

4. Kemandirian, memelihara otonominya sehingga mampu bertindak sesuai dengan


prinsip-prinsip Palang Merah.

5. Kesukarelaan, memberi bantuan secara sukarela dan tidak mengharapkan


keuntungan.

6. Kesatuan, satu negara hanya dapat berdiri satu organisasi Palang Merah.

7. Kesemestaan, semua perhimpunan memiliki kedudukan yang sama dan tanggung


jawab serta kewajiban yang sama pula.

Sejarah Palang Merah Indonesia

Pada mulanya Palang Merah di Indonesia sudah muncul pada tahun 1873 yang
dibangun oleh pemerintah colonial Belanda dengan nama Het Nederland-Indiche rode
Kruis (NIRK) yang kemudian berubah Namanya menjadi Nederlands rode kruiz
Afdelinbg Indie (NERKAI). Namun, Palang Merah bentukan Belanda ini cenderung
hanya menolong orang-orang Belanda padahal banyak rakyat Indonesia juga yang
terluka. Di tengah penderitaan rakyat Indonesia, timbul semangat untuk mendirikan
Palang Merah Indonesia yang dipelopori oleh dr. RCL. Senduk dan Bahder Djohan. Pada
tahun 1940, mereka mengajukan proposal pendirian Palang Merah Indonesia pada
kongres NERKAI tahun 1940, tetapi mendapat penolakan karena Belanda menganggap
Indonesia tidak memiliki rasa kemanusiaan dan dapat mengganggu situasi politik saat
itu. Namun, semangat kedua dokter tersebut tidak padam untuk membentuk Palang
Merah untuk rakyat Indonesia sendiri. Pada saat penjajahan Jepang, proposal kembali
diajukan, namun tetap ditolak.

Setelah kemerdekaan, cita-cita kita untuk membentuk badan Palang Merah


sendiri dapat terwujud setelah presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri
Kesehatan Indonesia saat itu, Buntaran Martoatmojo untuk membentuk suatu Badan
Palang Merah Nasional. Pada tanggal 5 September 1945 dibentuk panitia lima oleh dr,
buntaran yang anggotanya terdiri dari dr. R. Mochtar, dr. Bahder Johan, dr. Joehana,
Dr. Marjuki dan dr. Sitanala untuk mempersiapkan pembentukan Palang Merah
Indonesia.

Akhirnya pada tanggal 17 September 1945, terbentuk Palang Merah Indonesia


(PMI) yang diketuai oleh Dr. Mohammad Hatta. Palang Merah Indonesia juga
mempunyai cita-cita yang sama sebagaimana Palang Merah Internasional yaitu untuk
mewujudkan perikemanusiaan, di mana manusia diakui sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Indonesia juga dapat lebih cepat dalam menolong prajurit-prajurit yang
terluka di medan perang.

Kongres Palang Merah Indonesia diadakan pertama kali pada tanggal 16 – 17


Oktober 1946 di kota Yogyakarta. Dalam kongres ini, dibahas pemindahan markas
besar dari Jakarta ke Yogyakarta karena keadaan kota Jakarta semakin gawat dan
setiap sudut kota sudah diduduki oleh Belanda. Kongres kedua Palang Merah
Indonesia dilaksanakan pada tanggal 13 – 14 oktober 1948 di Yogyakarta untuk
memperkuat kedudukan Palang Merah Indonesia. Dalam kongres ini, diputuskan
tanggal 17 September diperingati sebagai hari berdirinya Palang Merah Indonesia.

Karena dalam satu negara hanya boleh memiliki satu perhimpunan Palang
Merah nasional, maka Pemerintah Belanda membubarkan NERKAI dan menyerahkan
asetnya kepada PMI yang diwakili oleh dr. B. Van Trich sedangkan pihak Indonesia
diwakili oleh dr. Bahder Djohan. PMI diakui oleh Pemerintah Indonesia pada Keppres
RIS No. 25 tanggal 16 Januaro 1950 dan diperkuat dengan Keppres RIS No. 246 tanggal
29 November 1963. Tugas utama PMI adalah memberikan pertolongan pertama pada
korban bencana alam dan korban perang sesuai dengan isi Konvensi Jenewa 1949.
Akhirnya, secara internasional keberadaan PMI diakui oleh Komite Palang Merah
Internasional (ICRC) pada Juni 1950 dan menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68
oleh Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau yang sekarang
disebut Federasi internasional Pehimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
(IFRC) pada Oktober 1950.

PMI diundangkan dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 2018 tentang


Kepalangmerahan guna menjalankan kegiatan Kepalangmerahan yang bertujuan
mencegah dan meringankan penderitaan korban tawanan perang dan bencana tanpa
membedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, dan pandangan politik.
Adapun tugas yang dilakukan oleh PMI, yaitu:

1. Memberikan bantuan kepada korban konflik bersenjata, kerusuhan dan lainnya.

2. Memberikan pelayanan darah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan.

3. Melakukan pembinaan relawan.

4. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan Kepalangmerahan.

5. Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan kegiatan Kepalangmerahan.

6. Membantu dalam penanganan musibah dan/atau bencana di dalam dan di luar


negeri.

7. Membantu pemberian pelayanan kesehatan dan sosial

8. Melaksanakan tugas kemanusiaan lainnya yang diberikan oleh pemerintah.


Kini PMI telah berdiri di 33 Provinsi, 474 Kabupaten/kota dan 3.406 (data per februari
2019) di seluruh Indonesia.
Daftar Pustaka

Haris, T., & Sutjianingsih, S. (1994). Kumpulan Buklet Hari Bersejarah II. Direktorat
Jenderal Kebudayaan.

Sejarah Palang Merah Indonesia. Diakses pada 3 April 2020, dari


http://www.pmi.or.id/index.php/tentang-kami/sejarah-pmi.html

Anda mungkin juga menyukai