Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Asuransi
Hukum adalah sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan
mempunyai sanksi. Dimana hukum tertulis adalah hukum yang tertulis pada KUHD.
Sedangkan Hukum tidak tertulis adalah hukum praktek sehari-hari masyarakat mengenai
pertanggungan.
Jadi dapat disimpulkan hukum asuransi adalah hukum atau sekumpulan peraturan
tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sanksi yang mengatur tentang
peralihan resiko kepada orang lain untuk mendapatkan ganti kerugian dan adanya peristiwa
tidak tertentu yang menjadi acuan.
Dari segi hukum, asuransi dipandang sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam
golongan perjanjian untung-untungan. Suatu perjanjian untung-untungan (kansovereenskomst)
ialah suatu penjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu peristiwa yg belum pasti akan
terjadi, peristiwa tersebut akan menentukan untung ruginya salah satu pihak dalam perjanjian
asuransi.
Didalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) disebut bahwa,
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penangung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu Premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapakan, yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tak
tertentu.”
Berdasaarkan pengertian pasal 246 KUHD dapat disimpulkan ada tiga unsur dalam
Asuransi, yaitu:
1. Pihak tertanggung, yakni yang mempunyai kewajiban membayar uang premi kepada
pihak penanggung baik sekaligus atau berangsur-angsur
2. Pihak penanggung, mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada
pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur apabila unsur ketiga berhasil
3. Suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi.

Menurut  UU No. 2 Thn 1992, pasal 1 butir 1, tentang Usaha Perasuransian. Asuransi
adalah “Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan
atau tanggung jawab hukum pihak ketiga  yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

3
Menurut Wirdjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia,
asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang
dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin
akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.
Dari pengertian tersebut di atas, ada beberapa unsur yang terkandung dalam asuransi,
yaitu :
1. Subjek asuransi, penanggung (assuradeur) dan tertanggung (ge assureerde).
2. Peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung.
3. Pembayaran premi dari tertanggung kepada penanggung (asas perseimbangan).
4. Peristiwa yang tidak tentu (evenement).
5. Pembayaran ganti kerugian.

B. Pengaturan Hukum Asuransi


Keberadaan asuransi pada mulanya diatur dalam beberapa pasal dari Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam perkembangannya asuransi sekarang ini telah
diatur dengan Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang
diundangkan pada tanggal 11 Febuari 1992.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tidak berarti keberadaan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak berlaku lagi. Dengan kata lain,
meskipun telah ada Undang-Undang No.2 tahun 1992 maka Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) tetap berlaku sepanjang tidak berkepentingan dengan undang-undang ini.
Hal ini didasarkan pada pasal 26 Undang-Undang No.2 Tahun 1992 yang menentukan,
bahwa “Peraturan perundang-undangan mengenai usaha perekonomian yang telah ada pada
saat undang-undang ini mulai berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang
ini, dinyatakan tetap berlaku sampai peraturan perundang-undangan yang menggantikannya
berdasarkan undang-undang ini ditetapkan”.
Salah satu dasar pertimbangan diterbitkannya Undang-Undang No.2 Tahun 1992
adalah dalam rangka meningkatkan peranan kesempatan yang lebih luas bagi pihak-pihak
yang ingin berusaha di bidang perasuransian, dengan tidak mengabaikan prinsip usaha yang
sehat dan bertanggung jawab, yang sekaligus dapat mendorong kegiatan perekonomian pada
umumnya.

4
C. Peranan dan Fungsi Asuransi
Dengan makin meluasnya keinginan manusia untuk melengkapi kebutuhannya, maka
semakin besar pula resiko yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh karenanya
manusia melakukan berbagai upaya sebagai usaha untuk mengurangi resiko tersebut . Peran
asuransi merupakan salah satu yang dapat membantu seseorang untuk dapat mengurangi
suatu resiko yang akan timbul dikemudian hari. Menangani sesuatu yang timbul akan
menghasilkan tuntutan yang timbul tersebut akan dilakukan oleh perusahaan Loss Adjuster
yang bertugas atas instruksi perusahaan asuransi yang sudah dikenalnya untuk menangani
klaim asuransi secepatnya setelah timbulnya kejadian dan kemudian membuat atau
menerbitkan laporan akhirnya yang berisi Adjustment yang diperuntukkan bagi perusahaan
asuransi yang menunjuknya, disertai dengan rekomendasi tentang jumlah kerugian sewajar
mungkin sehingga pihak asuransi dapat menyelesaikan klaim dari pemegang polisnya.
Rekomendasi yang dibuat oleh seorang Loss Adjuster setelah semua tugasnya selesai
mempunyai sifat yang tidak mengikat pihak asusransi dalam menyelesaikan klaim tersebut.
Pihak asuransi tidak perlua terikat dengan angka-angka dan jumlah kerugian yang
direkomendasikan oleh Loss Adjuster sebagai agen konsultan, maka kelemahan yang timbul
mengakibatkan adanya kepastian tidak tetap dalam perjanjian. Perlu diingat bahwa Loss
Adjuster bersifat mendiri (independent) dan tidak terikat (impartial) sehingga tidak ada
keterikataan antara penanggung dan tertanggung.
Perusahaan asuransi sebagai penolong bagi setiap risiko usaha, agar setiap usaha yang
bersangkutan dapat tetap stabil menjalankan usaha-usahanya.
Risiko yang diklasifikasikan menjadi 4 jenis risiko utama, yaitu:
 Risiko Murni (Pure Risk). Karakteristik dari pure risk adalah risiko yang jika terjadi
pasti menimbulkan kerugian. Apabila risiko ini tidak terjadi maka tidak ada kerugian
maupun keuntungan yang akan dihasilkan. Contoh dari risiko ini adalah kebakaran,
kecelakaan, pailit, dan lain sebagainya.
 Risiko Spekulatif (Speculative Risk). Risiko spekulatif adalah risiko yang
diakibatkan dari pertaruhan keberuntungan. Jika risiko terjadi, hal itu akan
menimbulkan tiga kemungkinan, yaitu memberikan keuntungan, menyebabkan
kerugian, atau tidak memberikan keuntungan atau menyebabkan kerugian sama
sekali. Contoh dari risiko ini adalah ketika berinvestasi saham di bursa efek.
 Risiko Khusus (Particular Risk). Risiko khusus adalah suatu risiko yang sebab
maupun akibatnya hanya mempengaruhi lingkungan lokal (pribadi), baik secara

5
kuantitas maupun kualitas. Contohnya seorang pengangguran ataupun pencuri. Ketika
seseorang mencuri maka risiko yang ditimbulkan hanya akan mempengaruhi individu
tersebut.
 Risiko Fundamental (Fundamental Risk). Kebalikan dari risiko khusus, risiko
fundamental akan menimbulkan dampak yang sangat luas yang dapat disebabkan oleh
faktor atau pihak tertentu, seperti bencana alam, kebijakan pemerintah, dan lain
sebagainya.
Terdapat 5 fungsi utama Asuransi, yaitu :
1. Asuransi bias mengalihkan risiko
Dengan memiliki asuransi, maka sejumlah risiko yang mungkin saja menimpa diri
Anda bisa teralihkan pada jaminan yang ada di produk asuransi tersebut. Artinya,
kerugian yang mungkin saja timbul akibat sesuatu hal, bisa  tercover oleh asuransi
yang Anda miliki.
2. Asuransi bias sebagai investasi
Sebab, dana yang dihimpun dari nasabah itu akan dikembangkan oleh pihak asuransi.
Karena tidak sedikit pula, asuransi yang bisa diambil pada masa tertentu karena tidak
pernah ada klaim sama sekali sebelumnya.
3. Jaminan keseimbangan premi yang dibayarkan dengan perlindungan
Memberikan keseimbangan antara premi yang dibayarkan dengan perlindungan yang
nantinya diberikan apabila nasabah mengalami peristiwa yang merugikan. Artinya,
nasabah akan diberikan ganti rugi yang seimbang atau sesuai dengan premi yang
dibayarkan setiap bulannya.
4. Asuransi berfungsi mengurangi risiko kebangkrutan
Bisa melindungi nasabah dan menghimpun dana nasabah atau yang disebut dengan
investasi. Ketika Anda sudah menginvestasikan uang melalui premi yang sudah
dibayarkan setiap bulan, tentu Anda akan mendapatkan pemasukan yang bagus dan
bisa dijadikan sebuah perlindungan tepat bagi usaha Anda.
5. Asuransi bias membantu perbaikan Perekonomian Nasional
asuransi juga memiliki andil terhadap perekonomian nasional. Dengan membaiknya
pertumbuhan ekonomi, maka taraf hidup masyarakatnya juga akan semakin baik pula.

6
D. Macam-Macam Asuransi
Berdasarkan pasal 247 KUHD menyebutkan tentang lima macam asuransi ialah:
1. Asuransi terhadap kebakaran
2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian
3. Asuransi terhadap kematian orang ( Asuransi jiwa )
4. Asuransi terhadap bahaya dilaut dan perbudakan
5. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan didarat dan disungai-sungai
Secara garis besar asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:
1. Asuransi Kerugian
Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan), kepentingan
keungan (pecuniary), tanggung jawab hokum (liability), dan asuransi
diri (kecelakaan atau kesehatan)
2. Asuransi Jiwa
Pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang
menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan oleh resiko
kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), resiko hari
tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi tidak pasti
berapa lama) dan resiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi, tetpi tidak mustahil
terjadi).
3. Asuransi Sosial
Adalah program asuransi wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah
berdasarkan undang-undang. Maksud dan tujuan asuransi social adalah
menyediakan jaminan dasar bagi masyrakat dan tidak bertujuan untuk mendapat
keuntungan komersial.

7
E. Tata Cara Pembuatan Perjanjian Asuransi
Tata cara pembuatan Perjanjian Asuransi Kerugian antara nasabah dengan
perusahaan asuransi yaitu dimulai dengan adanya kesepakatan dimana pihak penanggung
dan tertanggung mengadakan perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Sebagai suatu perjanjian maka penutupan asuransi harus memenuhi syarat-syarat
seperti diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: sepakat, cakap, adanya objek dan
sebab yang halal. Demikian juga dalam pelaksanaannya tertanggung membayar premi
sesuai yang diperjanjikan, kemudian perusahaan asuransi akan memindahkan
ketidakpastian atas risiko dan harta bendanya kepada pihak penanggung/  perusahaan
asuransi. Permasalahan hukum yang dapat terjadi pada pembuatan suatu perjanjian
asuransi kerugian adalah bila tidak dipatuhinya perjanjian Asuransi Kerugian termasuk
pada syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan
kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung).
Perjanjian asuransi memuat klausula-klausula khusus yang dirumuskan secara tegas
dalam polis. Jenis atau kesepakatan itu disebut klausula asuransi yang maksudnya untuk
menentukan batas-batas hak dan kewajiban para pihak, tanggung jawab penanggung dalam
pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Di samping
prinsip-prinsip tentang asuransi, juga harus memuat prinsip-prinsip perjanjian kaena kegiatan
asuransi berdasarkan dengan perjanjian. Perjanjian asuransi juga telah dijiwai oleh beberapa
asas yang berlaku seperti:
1. Perjanjian asuransi memiliki asas sepakat (konsensual), adalah suatu perjanjian
asuransi akan berlaku dan mengikat setelah ada kata sepakat.
2. Perjanjian asuransi asas bersyarat (conditiuonal) adalah perwujudan prestasi pihak
penanggung digantungkan kepada suatu peristiwa yang tidak pasti, yaitu apakah
risiko yang dipertanggungkan akan terjadi atau tidak akan terjadi.
3. Perjanjian asuransi memiliki asas kepercayaan (trust) adalah pengalihan risiko kepada
pihak penanggung melalui pembayaran premi, sehingga pihak tertanggung percaya
bahwa apabila risiko terjadi, pihak penanggung akan memberikan penggantian atas
kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung.
Dalam perjanjian asuransi sering ditentukan janji-janji khusus yang dicantumkan
dengan tegas dalam polis yang lazim disebut “klausula Pertanggungan”. Maksud dari
klausula ini adalah untuk mengetahui sampai dimana batas tanggung jawab

8
penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peritiwa yang
menimbulkan kerugian.
Sesuai dengan sifat benda pertanggungan dan macam bahaya yang
mengancam dalam tiap-tiap pertanggungan dikenal beberapa macam klausula, yaitu :
1. Klausula Primer Risque
Menurut klausula ini apabila penanggung dibawah nilai benda terjadi kerugian
sebagian (Partial Loss), penanggung akan membayar ganti kerugan seluruhnya
sampai maksimum jumlah yang dipertanggungkan (Pasal 253 ayat (3) KUHD).
2. Klausula All risk
Bahwa penanggung memikul segala risiko atas benda yang dipertanggungkan.
Penanggung akan menggangti semua kerugia yang timbul karena peristiwa
apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal
276 KUHD).
3. Klausula Renuntiatie
Penanggung tidak akan menggugat tertanggung dengan alasan tidak ada
pemberitahuan (Pasal 251 KUHD), kecuali apabila hakim menetapkan bahwa
pasal tersebut harus dilakukan secara jujur atau dengan itikan baik dan menurut
adat kebiasaan.
4. Klausula Sudah Mengetahui
5. Bahwa penanggung sudah mengetahui betul keadaan, kontruksi, letak dancara
pemakaian bangunan yang ditanggung. Klausula ini terdapat pada asuransi
kebakaran.

9
F. Berakhirnya Perjanjian Asuransi
Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian dan sebagai
perjanjian, tentunya akan berakhir sesuai dengan yang disepakati antara penanggung
dan tertanggung.
Perjanjian asuransi atau pertanggungan berakhir karena hal-hal sebagai berikut :
1. Tenggang waktu berlakunya telah habis
Tenggang waktu perjanjian asuransi ditentukan dalam polis dan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak mengatur secara tegas
mengenai hal tersebut.
2. Terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian
Apabila peristiwa atau bahaya yang dijanjikan dalam polis terjadi maka
perjanjian asuransi berakhir.
3. Pertanggungan berhenti
Berhentinya pertanggungan dapat terjadi karena persetujuan kedua belah pihak
atau karena factor di luar kemauan para pihak. Persetujuan kedua belah
pihak, ,isalnya karena premi, tidak dibayar dan biasanya diperjanjikan dalam
polis,. Pertanggungan berhentidi luar kemauan para pihak, misalnya
terjadipemberatan risiko setelah pertanggungan berjalan (Pasal 293 dan 638
KUHD).
4. Petanggungan gugur
Pertanggungan gugur biasanya terdapat dalam asuransi pengangkutan. Apabila
barang yang akan diangkut diadakan pertanggungan kemuadian tidak jadi
diangkut maka pertanggungan gugur.
Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian
asuransi:
1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan
kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut
(Pasal 251 KUHD);
2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi
ditandatangani (Pasal 269 KUHD);

10
3. Memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui  pengadilan
membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal
272 KUHD);
4. Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal
282 KUHD);
5. Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh
diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang
digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan
perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).

G. Sanksi Asuransi
Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tetanggung dapat
dikenakan sanksi berupa:
1. Sanksi Administratif, (berlaku hanya untuk perusahaan perasuransian, bukan
pada tertanggung); dan
2. Sanksi Pidana.

1.  Sanksi Administratif
Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan
pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
1. Perizinan usaha;
2. Kesehatan keuangan;
3. Penyelenggaraan usaha;
4. Penyampaian laporan;
5. Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan
langsung;
dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi
pencabutan izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
a. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan
laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak

11
mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu
yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000.000 (satu juta
Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;
b. Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak
menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000 (lima ratus ribu Rupiah)
untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).

2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21
UU Asuransi, berikut ini:
a. Terhadap pelaku utama
Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin
usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan,
menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi
Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah).
b. Terhadap pelaku pembantu
Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali
kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau
patut diketahuinya bahwa barang–barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan
Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi,
dianjam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp. 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).
c. Terhadap pemalsu dokumen
Orang yang secara sendiri–sendiri atau bersama–sama melakukan pemalsuan atas
dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau
Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan
denda paling banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).

12

Anda mungkin juga menyukai