Anda di halaman 1dari 2

9 Ajaran Utama Syekh Siti Jenar

Agama ageing aji, yaitu agama sebagai nilai-nilai luhur yang menjadi landasan hidup bangsa
Indonesia, sesuai dengan sila pertama pada Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama dalam
bingkai ageing aji bukanlah agama dalam arti golongan atau agama sebagai organisasi (organized
religion), tetapi agama sebagai basis moralitas dan perilaku manusia. Agama dalam arti ini pernah
menjadi polemic dan perang wacana di Kepulauan Nusantara karena Indonesia belum lahir dan
tepatnya di Pulau Jawa pada pertengahan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16. Tokoh sentral
dalam polemic dan perang wacana pada masa itu adalah Yekh Siti Jenar atau dikenal dengan nama
Syekh Lemah Abang. Dia seorang guru dan pelaku spiritual yang mengajarkan agama sebagai jalan
hidup dan bukan sebagai kepercayaan. Meskipun Syekh Siti Jenar seorang muslim, tetapi ajarannya
menarik berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang ada waktu itu. Mereka yang belajar dan
menjadi murid Syekh Siti Jenar berasal dari berbagai kalangan, baik kalangan elite yaitu para adipati
maupun dari kalangan rakyat biasa. Mereka berasal dari pemeluk Hindu, Buddha, Syiwa-Buddha,
Islam, dan pemeluk kepercayaan yang berkembang di Pulau Jawa waktu itu. Apa yang diajarkan oleh
Syekh Siti Jenar sehingga daya tarik ajarannya luar biasa dan menyebabkan penguasa Kesultanan
Demak Bintara kegerahan waktu itu. Yang diajarkan sebenarnya bukanlah hal yang asing bagi mereka
yang hidup di Kepulauan Nusantara waktu itu. Yang diajarkan adalah paham Manunggaling Kawalu
Gusti, yaitu satunya hamba dengan Tuhan. Paha mini sudah ada di agama Hindu dan Buddha yang
sebelum berdirinya Kesultanan Demak, dipeluk oleh mayoritas penduduk Nusantara. Paham ini
diikuti oleh kalngan sufi dalam agama islam. Bahkan, mereka yang dikenal sebagai anggota
Walisongo juga berpaham Manunggaling Kawalu Gusti. Padahal, berdasarkan sejarah Walisongo
yangbergelar sunan itu adalah pendukung dan penasehat Sultan Demak di zaman itu. Meskipun
Walisongo dan Syekh Siti Jenar sepaham, tetapi pada tataran implementasinya dalam kehidupan
berbeda. Bagi Syekh Siti Jenar, Manunggaling Kawalu Gusti merupakan landasan, jalan dan alat
untuk menjadikan manusia merdeka sejati. Manunggaling Kawalu Gusti menggerakkan manusia
untuk menjadi dirinya sendiri, menjadikan manusia yang memiliki kepribadian. Inilah inti dari
Manunggaling Kawalu Gusti yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar. Tentu pikiran semacam ini
melompat terlalu jauh ke depan pada zamannya. Jangankan pada masa 500 tahun yang lalu, pada saat
ini juga sebagian besar orang tidak hidup sebagai pribadi, tetapi hidup berdasarkan pikiran orang lain.
Sedangkan Manunggaling Kawalu Gusti yang diajarkan oleh Walisongo lebih bersifat teoritis, dan
tidak memberikan implikasi nyata dalam kehidupan masyarakat. Ajaran Manunggaling Kawalu Gusti
Syekh Siti Jenar mendobrak feodalisme yang tumbuh subur pada masa itu, sedangkan walisongo
justru melanggengkan system feodalisme. Syekh Siti Jenar membangkitkan kesetaraan antara kawulu
(rakyat) dengan rajanya (Gusti). Walisongo melestarikan system rakyat menyembah raja. Syekh Siti
Jenar membebaskan orang dari belenggu ketakhayulan dan pikiran picik, sedangkan Walisongo malah
menjadikan agama dan kepercayaan sebagai alat kekuasaan. Puncak pertarungan paham berakhir
ketika Sultan Patah memerintahkan Walisongo untuk menghentikan kegiatan mengajar Syekh Siti
Jenar dan peengikutnya dihancurkan. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, kata
peribahasa. Ajaran Syekh Siti Jenar dipadamkan meski demikian, ajaran Syekh Siti Jenar tetap
berjalan dan disampaikan secara sembunyi-sembunyi. Rakyat patuh kepada raja secara pasif,
sedangkan kalangan elite berebut kekuasaan. Akibatnya, umur kerajaan taka da yang panjang, Demak
jatuh disusul dengan berdirinya Pajang, dan dalam satu generasi saja Pajang hilang dan muncul
Mataram. Karena rakyat bodoh dan elite kerajaan berebut kekuasaan, maka MAtaram hanya dalam
kurun waktu 50 tahun berdiri sudah goyah karena adanya infiltrasi VOC, yang akhirnya Mataram
menjadi Negara taklukan VOC. Dan hal ini menjadi pelajaran berharga bangsa Indonesia. Dengan
memperhatikan kembali ajaran Syekh Siti Jenar kita akan dididik untuk menjadi manusia merdeka,
sehingga siap untuk menahan gangguan dan ancaman asing agar bangsa Indonesia tidak terus-
menerus terjajah oleh Negara lain dalam segala bentuknya.

Inilah 9 ajaran pokok Syekh Siti Jenar

Manusia hidup di atas bangunan opini atau pendapat orang lain. Pada umumnya manusia tidak
mengetahui hakikat hidupnya sendiri, dan tidak mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi pada
dirinya. Pikiran sebagian besar orang merupakan pendapat orang lain, sehinggga kita berbicara
menggunakan bahasa orang lain. Mereka yang berpengaruhlah yang telah menanamkan pengaruhnya
yang berupa bahasa, perilaku, pendapat, da sebagainya untuk membangun identitas tunggal. Seorang
filosof Barat menyatakan bahwa menghilangkan identitas pribadi. Oleh karena itu, sebagian besar
orang yang beragama (memeluk agama resmi) biasa melakukan ritual dan menjalankan apa yang
biasa dilakukan atau diharapkan oleh orang lain, tanpa penghayatan pribadi apa yang dilakukannya.
Kebanyakan orang hidup dalam kedangkalan dan formalism kosong, dan demikian yang terjadi
sehingga seluruh generasi terjebak dipinggiran akal budi yang berlumpur. Inilah yang menyebabkan
roda kemajuan berhenti berputar. Pendapat sebagai hasil oleh piker manusia berkembang terus, dan
bila pemikiran seseorang, suatu golongan atau bangsa mandek, maka ia akan terlindas oleh perubahan
yang terjadi di dunia ini. …………………………………………..

1. Syekh Siti Jenar adalah tidak mengabsolutkan pendapat. Pendapat boleh diperdebatkan, akan
tetapi pendapat tiddak utnuk melindas pendapat orang lain. Munculnya berbagai mazhab
dalam berbagai agama didunia membuktikan bahwa ajaran agama pasca pendirinya ndapat
yang dikembangkan dari ajaran asal agama itu. Jadi, kebenaran pendapat adalah kebenaran
yang dibangun atas akseptabilitas masyarakat atau komunitas tempat pendapat itu
berkembang.
2. Menjadi manusia hakiki, yaitu manusia yang merupakan perwujudan dari hak, kemandirian,
dan kodrat. Hak kebanyakan kita berpendapat bahwa kita harus mendahulukan kewajiban
daripada hak. Perhatikan para pejabat kita selalu menuntut rakyat utnuk menjalankan
kewajibannya dulu sebelum mendapatkan haknya. Warga dituntut untuk membayar pajak ,
mematuhi UU, dan peraturan yang ditentukan oleh para elite politik dan melaksanakan
berbagai macam kepatuhan. Menurut Syekh Siti Jenar harus ada hak hidup lebih dulu, inilah
kebenaran tidak ada kewajiban apapun yang bisa diberikan kepada seorang bayi yang baru
dilahirkan. Oleh karena itu, begitu seorang bayi manusia dilahirkan semua hak-haknya
sebagai manusia harus dipenuhi terlebih dahulu tidak peduli ia dilahirkan di keluarga kaya
atau miskin hak memperoleh pengasuhan, perawatan, penjagaan, perlindungan, dan
mendapatkan pendidikan harus dipenuhi. Hak-hak tersebut dipenuhi agar ia menajdi manusia
yang dapat menjalankan kewajibannya sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan Negara.
Dengan cara itu akhirnya ia menjadi manusia hakiki, manusia sebenarnya yang dapat
berkiprah dalam kehidupan nyata. Baik sebagai pribadi maupun warga sebuah Negara. Salah
satu unsur untuk menjadi manusia yang hidup merdeka terpenuhi kemandirian, pemenuhan
hak, dan kewajiban baru tahap awal utnuk menjadi manusia hakiki. Tahap berikutnya adalah
menjadi
3.

Anda mungkin juga menyukai