Anda di halaman 1dari 2

Perang Dagang Amerika –China: Peluang Resesi Global Meningkat

Perang dagang merupakan konflik ekonomi yang diwujudkan dengan pemberlakuan


kebijakan pembatasan impor antar-negara. Pembatasan impor tersebut antara lain dengan
meningkatkan bea masuk barang, melarang barang tertentu diimpor, membuat standard barang
yang masuk menjadi lebih tinggi, barang tertentu harus diuji lagi dan mendapat sertifikasi tambahan.
Adapun tujuan dari perang dagang ini yaitu untuk merugikan perdagangan negara satu sama lain.
Seruan Donald Trump terkait eskalasi bea masuk tarif impor untuk produk-produk dari China
terutama baja dan aluminium memicu perang dagang dengan negeri Tirai Bambu tersebut. China
bereaksi atas seruan presiden AS dengan melakukan hal yang sama. China menaikkan bea masuk tarif
impor untuk produk AS, utamanya kedelai, minuman anggur, dan buah. Bagi AS, China merupakan
pasar terbesar sehingga AS menjadi negara pemasok terbesar untuk produk-produk tersebut di China.
Pengaruh perang dagang bagi perekonomian suatu negara adalah dengan naiknya bea masuk
tarif impor baja dan aluminium dari China, maka jumlah impor atas kedua jenis produk tersebut
berkurang. Lebih lanjut, kedua jenis produk tersebut akan sulit ditemukan di pasar AS. Hal ini
mengakibatkan terhambatnya proses produksi dari perusahaan-perusahaan di AS yang menggunakan
bahan baku baja dan aluminium. Jika pun ada, harganya pasti lebih mahal. Bahan baku yang mahal
tentu akan berpengaruh pada harga produk akhir siap jual yang mahal pula. Tak hanya produsen,
konsumen yang membutuhkan produk tersebut juga mau tidak mau terkena imbasnya, yakni harus
membayar mahal untuk produk yang dibutuhkannya itu. Pembatasan impor untuk produk-produk dari
AS seperti kedelai, minuman anggur, buah, mobil, pesawat, dan lainnya juga berpengaruh pada
perekonomian dalam negeri China sendiri.
Seperti yang kita ketahui resesi ekonomi merupakan kondisi di mana pertumbuhan ekonomi
mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Potensi terjadinya resesi ekonomi meningkat
menyusul eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Namun, Indonesia belum
mengalami resesi ekonomi akibat perang dagang tersebut, tetapi masih dalam tahap “berpotensi”
karena perekonomian di Indonesia masih stabil.
Dampak perang dagang pada perekonomian negara ini bisa positif bisa juga negatif. Dampak
positifnya, negara-negara lain berkesempatan untuk menjadi pemasok atau mengekspor produk ke
negara-negara yang terlibat dalam perang dagang, dalam kasus ini baik AS maupun China.
Adanya pembatasan impor yang diberlakukan oleh AS dan China tentu akan berpengaruh pada
keterbatasan produk kebutuhan di kedua negara. Kenaikan bea masuk tarif impor yang diberlakukan
AS terhadap produk China, mendorong China untuk mencari negara alternatif yang mampu menjadi
pemasok produk-produk kebutuhannya. Demikian pula dengan AS. Sebab itulah, perang dagang
antara AS dengan China ini membuka peluang bagi negara-negara lain untuk masuk ke pasar kedua
negara yang sedang bersitegang secara ekonomi tersebut. Peluang ini tentu menjadikan kegiatan
impor di Indonesia meningkat. Dampak negatifnya dengan pembatasan impor produk baja dan
aluminium dari China oleh AS mendorong China untuk mencari pasar lain. Artinya, China akan
meningkatkan penjualan baja dan aluminium ke beberapa negara lain, termasuk Indonesia. Hal ini
pasti akan meresahkan produsen baja dalam negeri yang sebelumnya cukup merajai pasar lokal.
Akibat dari perang dagang ini tentu membuat kegiatan ekspor Indonesia tertekan, selama tsrif bea
masuk belum diturunkan signifikan permintaan bahan baku dan komoditas dari Indonesia untuk
manufaktur AS dan China akan Menurun. Upaya pemerintah Indonesia dalam menangani kegiatan
ekspor yang tertekan adalah dengan diberlakukannya peraturan perpajakan ekspor dan impor.
Pemerintah mengatur semuanya pada regulasi perpajakan melalui besaran tariff ekspor dan impor
dengan membuat dan mengkomsumsi produk dalam negeri.
Perang dagang yang dilakukan dengan membatasi impor dari masing-masing kedua negara
tak hanya berdampak pada perekonomian negara-negara yang terlibat perang saja, tetapi juga negara-
negara lainnya seperti: Argentina, Afrika Selatan, Turki, India, Singapura, Malaysia, Thailand, dan
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai