Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN : CEPHALOPELVIC DISPRORTION (CPD)

LAPORAN PENDAHULUAN

1.    Definisi
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan ketika kepala
bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka ketidaksesuaian antara
kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
 Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka ketidaksesuaian antara
kepala janindan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan ketika kepala
bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu. Sering kali, diagnosis ini
dibuat setelah wanita telah bekerja keras selama beberapa waktu, tetapi lain kali, itu
dimasukkan ke dalam catatan medis wanita sebelum ia bahkan buruh. Sebuah misdiagnosis
of CPD account untuk banyak yang tidak perlu dilakukan bedah caesar di Amerika Utara dan
di seluruh dunia setiap tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan seorang
wanita melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu hamil untuk
meningkatkan peluangnya untuk melahirkan melalui vagina.

2.      Etiologi
            Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
a.       Kelainan karena gangguan pertumbuhan
1)      Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
2)      Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasA
3)      Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuranmuka belakang
4)      Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit.
5)      Panggul belah : symphyse terbuka

b.      Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya


1)      Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-
lain
2)      Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
3)      Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
c.       Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
1)      Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
2)      Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring.
d.       Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu
anggota menyebabkan panggul sempit miring. e.fraktura dari tulang panggul yang menjadi
penyebab kelainan panggul (www.tabloid nakita.com/2009)
3.      Patofisiologi
            Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa
dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang – tulang ini satu dengan
lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri,
disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os
sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan
os sakrum (tl panggul) dan os koksigis (tl.tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi
pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar,misalnya
ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.Hal ini dapat
dilakukan bila ujung os koksigis
menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung
os koksigis itu dapat ditekan ke belakang. Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian
yaitu pelvis mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor
adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false pelvis.
Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada
ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ –organ abdominal selain itu pelvis
mayor merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan
pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung
kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui
diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levatorani dan muskulus koksigeus.
a.    Ukuran Panggul
1)   Pintu Atas Panggul
        Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah
simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan
memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh
permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari
tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus
pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada
promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata
diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan
mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata
obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam
simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika
sedikit sekali.
2)   Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
        Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah
tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika,
sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua
spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu
sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm.
Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum
berukuran 4,5 cm.3,4 .
3)   Pintu Bawah Panggul
        Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga dengan
dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu
bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua
tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah
distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah
simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

4.      Komplikasi
Apabila persalinan dengan disproporsisefalo pelvik dibiarkan berlangsung sendiri tampa-
bilamana perlu. Pengambiilan tindakan yang tepat, timbulnya bahaya bagi ibu dan janin
(Sarwono)
1)   Bahaya pada ibu
a.    Partus lama yang sering disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil dapat
menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi intrapartum
b.    Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan dapat timbul
regangan segmen bawah uerus dan pembentukan lingkaranretrasi patologik (Bandl). Keadaan
ini terkenal dengan ruptura uteri mengancam. Apabila tidak segera diambil tindakan untuk
mengurangi regangan, akan timbul ruptur uteri
c.    Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalo pelvik jalan lahir pada suatu tempat
mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal ini meninbulkan
gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya Iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat
tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesiko servikalis, atau fitula vesiko
vaginalis atau fistula rekto vaginalis
2)   Bahaya pada janin
a.    Patuslama dapat meningkatkan kematian Perinatal, apabila jika ditambah dengan infeksi
intrapartum
b.    Prolasus Funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang sangat besar bagi janin dan
memerlukan kelahiranya dengan apabila ia masih hidup.
c.    Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati rintangan pada panggul
dengan mengadakan moulage dapat dialami oleh kepala janin tampa akibat yang jelek sampai
batas – batas tertentu. Akan tetapi apabila batas – batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan
pada tentorium serebelli dan pendarahan intrakrahial
d.   Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang – kadang oleh simfiksi pada panggul
picak menyababkan perlukaan pada jaringan diatas tulang kepala janin, malahan dapat pula
meninbulakan fraktur pada Osparietalis
5.    Penatalaksanaan
a.       Persalinan Percobaan
            Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan
panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat
dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya
akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar
diketahui sebelum persalinan.
            Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada
letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah
umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga
sukar terjadi moulage
dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percoba
an.
            Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga
sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam
melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas,
kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-
hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan
pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana
sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih
juga belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha
melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri,
penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke
diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.
            Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of
labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya
adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan
berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya
pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat
kematian anak yang tinggi pada cara ini.
            Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam atau
dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila
pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada
lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP
dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan
seksio sesarea.
b.       Seksio Sesarea
            Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan
aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
            Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan
karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan
selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
c.       Simfisiotomi 
            Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis.
Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
d.      Kraniotomi dan Kleidotomi
            Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila
panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio
sesarea.
            Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang menentukan apakah anak
dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain yang memegang peranan dalam
prognosa persalinan. Bila konjugata vera 11 cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada
kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul. Untuk CV kurang dari 8,5
cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut.
1)   CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir dengan partus
spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong dengan secio caesaria sekunder atas
indikasi obstetric lainnya
2)   CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer
3)   CV=6 cm dilakukan SC primer mutlak.
Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada:
a. His atau tenaga yang mendorong anak.
b. Besarnya janin, presentasi dan posisi janin
c. Bentuk panggul
d. Umur ibu dan anak berharga
e. Penyakit ibu

6.    Pemeriksaan Penunjang
1)      Pemeriksaan Radrologi
Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto
a.       Foto pintu atas panggul
Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung rontgen tegak lurus diatas pintu
atas panggul
b.      Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horizontal pada trochanter maya samping
7.      Diagnosa Keperawatan
1)   Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang  prosedur
perawatan sebelum dan sesudah melahirkan melalui operasi SC
2)    Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi fisiologis dan cidera jaringan.
3)   Cemas berhubungan dengan ancaman pada konsep diri.
4)   Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam kehidupan.

8.       Nursing Care Planning


1)      Dx: Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur dan
perawatan sebelum melahirkan melalui operasi SC.
Tujuan :
Klien dapat memahami tentang prosedur proses persalinan melalui SC dan
bersedia bekerjasama dalam persiapan pra bedah
Kriteria Hasil: 
a. Klien memahami prosedur persalinan melalui SC
b. Klien bersedia bekerja sama dalam persiapan pra bedah.
Intervensi: 
a.  Diskusikan dengan klien dan orang terdekat alasan untuk SC.
 b. Jelaskan prosedur praoperasi dan kemungkinan resiko yang dapat terjadi
(Informed Consent).
c. Berikan kesaksian dalam proses penandatanganan persetujuan tindakan.
d. Dapatkan tanda vital dasar.
e. Kolaborasi dalam pemriksaan Lab. (DPL, elektrolit, golongan darah dan urine).
2)      Dx: Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi fisiologis dan cidera jaringan.
Tujuan:
Resiko tinggi terhadap gangguan dan cidera tidak terjadi.
Kriteria Hasil: 
Klien mampu menerapkan perilaku untuk menurunkan risiko cidera dan
perlindungan diri agar dapat bebas darikomplikasi.
Intervensi :
a.    Observasi tanda-tanda vital.
b.    Observasi balutan terhadap perdarahan yang berlebihan.
c.    Perhatikan kateter, jumlah lokia dan konsistensi fundus.
d.   Pantau asupan cairan dan pengeluaran urin.
e.    Anjurkan latihan kaki/pergelangan kaki dan ambulasi dini.
f.     Anjurkan klien untuk merubah selalu posisi tubuh (duduk, berbaring dalam   posisi datar).
g.    Observasi daerah luka operasi (apakah sudah ada perubahan kearah penyembuhan atau tanda-
tanda infeksi).
h.    Observasi daerah ekstremitas bawah terhadap tanda tromboplebitis
i.      Berikan cairan infus sesuai dengan program.
j.      Periksa Hb, Ht pasca operasi bandingkan dengan kadar pra operasi.
3)      Dx: Cemas berhubungan dengan ancaman pada konsep diri.
Tujuan: Cemas tidak terjadi.
Kriteria hasil :
a.    Klien mengerti, memahami dan mampu mengungkapkan cemas serta mampu
mengidentifikasi cara untuk menurunkan tingkat atau menghilangkan cemas secara mandiri.
b.    Klien mengatakan bahwa cemas sudah terkendali dan berada pada keadaan yang dapat
ditanggulangi.
c.     Klien terlihat santai serta dapat tidur dan beristirahat dengan cukup.
Intervensi: :
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
b. Bantu klien mengidentifikasikan mekanisme koping yang lazim dan mengembangkan
strategi koping yang dibutuhkan.
c. Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien maupun bayinya.
d.Anjurkan klien untuk sering kontak dengan bayi sesegera mungkin.
4)      Dx :  Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam  kehidupan.
Tujuan:
Perasaan harga diri rendah situasional tidak terjadi.
Kriteria hasil :
a.        Klien mampu mendiskusikan masalah berhubungan dengan peran dan persepsi terhadap
pengalaman kelahiran
b.       Klien atau pasangan dan mampu mengekspresikan harapan diri yang positif.
Intervensi :
a.       Tentukan respon emosional klien atau pansangan terhadapn kelahirsn SC.
b.       Kaji ulang partipasi dan peran klien / pasangan dalam pengalaman kelahiran.
c.       Beritahukan klien tentang hampir samanya antara kelahiran SC dan kelahiran melalui vagina.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo
Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: BP-SP,
2008.
Diambil di http://aangcoy13.blogspot.com/2012/05/askep-cephalopelvic-disproportion-
cpd.html pada tanggal 24 Oktobel 2014 pukul 14.00 WITA
Diambil di http://rumahkitabro.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-cephalo-
pelvik.html pada tanggal 24 Oktobel 2014 pukul 14.00 WITA

Anda mungkin juga menyukai