Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK SEREBRI

OLEH
AGUNG NUR RASYID
I4051191011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
A. Definisi
Infark cerebri merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi
pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan
kematian (Muttaqin, 2008:234).
Infark cerebri adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi
di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai
oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131).

B.   Etiologi
Ada beberapa penyebab (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah
cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri.
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium
Faktor Resiko Terjadinya (Brunner & Suddarth, 2000: 94-95) :
a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q. Asam urat
Faktor resiko (Muttaqin, 2008: 236) :
a. Hipertensi.
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematocrit
f. Diabetes Melitus
g. Merokok
C. Klasifikasi
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai
di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani,
2000, Juwono, 1993: 19).
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya
arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll).
(Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf
Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam
TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina
dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia danlain-lain).
2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi
saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.
Perbedaan CVA infark dan haemoragie :
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hypertensi,
aterosklerosis di retina, aterosklerosis, HHD
koroner, perifer. Emboli
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP - +
X foto Skedel + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma. AVM. massa
intra hemisfer/ vaso-
spasme.
CT Scan Densitas berkurang Massa intrakranial
(lesi hypodensi) densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Opthalmoscope Crossing phenomena Perdarahan retina atau
Silver wire art corpus vitreum
Lumbal pungsi :
      Tekanan Normal Meningkat
      Warna Jernih Merah
      Eritrosit < 250/mm3 >1000/mm3
Arteriografi oklusi ada shift
EEG di tengah shift midline echo

Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam Rangka
Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung PDAM
Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan
Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya
Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

D. Tanda Dan Gejala


Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu:
1. Lobus Frontal
a. Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan
keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
a. Dominan :
- Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi
superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon
terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
- Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).
b. Non Dominan
- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak
dengan tepat)
- Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
- Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan
ganda), buta.
4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

E. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-
252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap
darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah
merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan
adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka
lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L),
kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali)    dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan
aliran  darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa  stroke (Prince,dkk ,
2005:1122).
5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara 
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia  fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan   pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince,
dkk ,2005:1122).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan  memetabolisme glukosa serta
luas cedera  (Prince, dkk ,2005:1122)
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Prince, dkk ,2005:1123).
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik  untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).

F. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan (Muttaqin, 2008:14):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
3. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
4. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
5. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
6. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
a. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
b. Osmoterapi antara lain :
- Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-
30 menit, 4-6 kali/hari.
- Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c. Posisi kepala head up (15-30⁰)
d. Menghindari mengejan pada BAB
e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas
 
II.      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat
dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penyalahgunaan obat (kokain).
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
g. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena
pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut
akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
h. Kebutuhan
1. Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2. Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3. Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4. Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
i. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman
pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan
kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang
sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem
respirasi.
2. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut
jantung irreguler, adanya murmur
3. Sistem neurologi
Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk
menilai tingkat kesadaran klien
4. Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding
atau infark
5. Pemeriksaan saraf kranial
- Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
- Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-
spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
- Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
- Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
- Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indera pengecapan normal.
6. Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
7. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual.
8. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
9. Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia
alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan
X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
10. Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan
motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas.
Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan Ciri-ciri
otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh

2.      Diagnosa Keperawatan


No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Gangguan Perfusi NOC : NIC :
jaringan cerebral  Circulation status  Monitor TTV
b/d gangguan  Neurologic status  Monitor AGD, ukuran
afinitas Hb oksigen,  Tissue Prefusion : pupil,
penurunan konsentrasi cerebral ketajaman, kesimetrisan dan
Hb, Setelah dilakukan reaksi
Hipervolemia, asuhan  Monitor adanya diplopia,
Hipoventilasi, selama……… pandangan
gangguan transport O2, ketidakefektifan perfusi kabur, nyeri kepala
gangguan aliran arteri jaringan cerebral teratasi  Monitor level kebingungan
dan dengan kriteria hasil: dan
vena  Tekana orientasi
DO n systole dan diastole  Monitor tonus otot
- Gangguan status dalam rentang yang pergerakan
mental diharapkan  Monitor tekanan intrkranial
- Perubahan perilaku  Tidak dan
- Perubahan respon ada respon nerologis
motorik ortostatikhipertensi  Catat perubahan pasien
- Perubahan reaksi  Komuni dalam
pupil kasi jelas merespon stimulus
- Kesulitan menelan  Menunj  Monitor status cairan
- Kelemahan atau ukkan konsentrasi dan  Pertahankan parameter
paralisis orientasi hemodinamik
ekstrermitas  Pupil  Tinggikan kepala 0-45o
- Abnormalitas bicara seimbang dan reaktif tergantung
 Bebas pada konsisi pasien dan order
dari aktivitas kejang medis

2 Penurunan curah NOC : NIC :


jantung Cardiac Pump  Evaluasi adanya nyeri dada
b/d gangguan irama effectiveness  Catat adanya disritmia
jantung, Circulation Status jantung
stroke volume, pre load Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan
dan Tissue perfusion: gejala
afterload, kontraktilitas perifer penurunan cardiac putput
jantung. Setelah dilakukan  Monitor status pernafasan
DO/DS: asuhan yang
- Aritmia, takikardia, selama………penurunan menandakan gagal jantung
bradikardia kardiak output klien  Monitor balance cairan
- Palpitasi, oedem teratasi dengan kriteria  Monitor respon pasien
- Kelelahan hasil: terhadap efek
-  Tanda Vital dalam pengobatan antiaritmia
Peningkatan/penurunan rentang normal  Atur periode latihan dan
JVP (Tekanan darah, Nadi, istirahat untuk
- Distensi vena respirasi) menghindari kelelahan
jugularis  Dapat mentoleransi  Monitor toleransi aktivitas
- Kulit dingin dan aktivitas, tidak ada pasien
lembab kelelahan  Monitor adanya dyspneu,
- Penurunan denyut  Tidak ada edema fatigue,
nadi paru, tekipneu dan ortopneu
perifer perifer, dan tidak ada  Anjurkan untuk
- Oliguria, kaplari refill asites menurunkan stress
lambat  Tidak ada penurunan  Monitor TD, nadi, suhu,
- Nafas pendek/ sesak kesadaran dan RR
nafas  AGD dalam batas  Monitor VS saat pasien
- Perubahan warna normal berbaring, duduk,
kulit  Tidak ada distensi atau berdiri
- Batuk, bunyi jantung vena  Auskultasi TD pada kedua
S3/S4 leher lengan dan
- Kecemasan  Warna kulit normal bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi dan
irama jantung
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban
kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan
vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan
dari
pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk
mengurangi
stress
 Kelola pemberian obat anti
aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator
untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian
antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress
lingkungan
3. Bersihan Jalan Nafas NOC:  Pastikan kebutuhan oral /
tidak  Respiratory status : tracheal
efektif berhubungan Ventilation suctioning.
dengan:  Respiratory status :  Berikan O2 ……l/mnt,
- Infeksi, disfungsi Airway patency metode………
neuromuskular,  Aspiration Control  Anjurkan pasien untuk
hiperplasia Setelah dilakukan istirahat dan napas
dinding bronkus, alergi tindakan dalam
jalan nafas, asma, keperawatan selama Posisikan pasien untuk
trauma …………..pasien memaksimalkan
- Obstruksi jalan menunjukkan ventilasi
nafas : keefektifan Lakukan fisioterapi dada
spasme jalan nafas, jalan nafas dibuktikan jika perlu
sekresi dengan kriteria hasil : Keluarkan sekret dengan
tertahan, banyaknya  Mendemonstrasika batuk atau
mukus, adanya jalan n batuk efektif dan suction
nafas suara nafas yang bersih, Auskultasi suara nafas,
buatan, sekresi tidak ada sianosis dan catat adanya suara
bronkus, dyspneu (mampu tambahan
adanya eksudat di mengeluarkan sputum, Berikan bronkodilator :
alveolus, bernafas dengan Monitor status
adanya benda asing di mudah, tidak ada pursed hemodinamik
jalan lips) Berikan pelembab udara
nafas.  Menunjukkan jalan Kassa basah NaCl
DS: nafas yang paten (klien Lembab
- Dispneu tidak merasa tercekik, Berikan antibiotik :
DO: irama nafas, frekuensi Atur intake untuk cairan
- Penurunan suara pernafasan dalam mengoptimalkan
nafas rentang normal, tidak keseimbangan.
- Orthopneu ada suara nafas Monitor respirasi dan
- Cyanosis abnormal) status O2
- Kelainan suara nafas  Mampu Pertahankan hidrasi yang
(rales, mengidentifikasikan dan adekuat untuk
wheezing) mencegah faktor yang mengencerkan sekret
- Kesulitan berbicara penyebab. Jelaskan pada pasien dan
- Batuk, tidak efekotif  Saturasi O2 dalam keluarga tentang
atau batas normal penggunaan peralatan : O2,
tidak ada  Foto thorak dalam Suction,
- Produksi sputum batas normal Inhalasi
- Gelisah
- Perubahan frekuensi
dan
irama nafas

4. Risiko Aspirasi NOC : NIC:


DO:  Respiratory Status :  Monitor tingkat kesadaran,
- Peningkatan tekanan Ventilation reflek batuk
dalam lambung  Aspiration control dan kemampuan menelan
- elevasi tubuh bagian  Swallowing Status  Monitor status paru
atas Setelah dilakukan  Pelihara jalan nafas
- penurunan tingkat tindakan  Lakukan suction jika
kesadaran keperawatan selama…. diperlukan
- peningkatan residu pasien tidak mengalami  Cek nasogastrik sebelum
lambung aspirasi dengan kriteria: makan
- menurunnya fungsi  Klien  Hindari makan kalau residu
sfingter esofagus dapat bernafas dengan masih
- gangguan menelan mudah, tidak irama, banyak
- NGT frekuensi pernafasan  Potong makanan kecil kecil
- Penekanan reflek normal  Haluskan obat
batuk  Pasien sebelumpemberian
dan gangguan reflek mampu menelan,  Naikkan kepala 30-45
- Penurunan motilitas mengunyah tanpa derajat setelah
gastrointestinal terjadi aspirasi, dan makan
mampumelakukan oral
hygiene
 Jalan
nafas paten, mudah
bernafas, tidak merasa
tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
5. Risiko infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko :  Immune Status Pertahankan teknik
- Prosedur Infasif  Knowledge : aseptif
- Kerusakan jaringan Infection Batasi pengunjung bila
dan control perlu
peningkatan paparan  Risk control Cuci tangan setiap
lingkungan Setelah dilakukan sebelum dan sesudah
- Malnutrisi tindakan tindakan keperawatan
- Peningkatan paparan keperawatan Gunakan baju, sarung
lingkungan patogen selama…… tangan sebagai
- Imonusupresi pasien tidak mengalami alat pelindung
- Tidak adekuat infeksi dengan kriteria Ganti letak IV perifer dan
pertahanan hasil: dressing sesuai
sekunder (penurunan  Klien bebas dari dengan petunjuk umum
Hb, tanda Gunakan kateter
Leukopenia, dan gejala infeksi intermiten untuk
penekanan  Menunjukkan menurunkan infeksi kandung
respon inflamasi) kemampuan untuk kencing
- Penyakit kronik mencegah timbulnya Tingkatkan intake nutrisi
- Imunosupresi infeksi Berikan terapi
- Malnutrisi  Jumlah leukosit antibiotik:.................................
- Pertahan primer tidak dalam Monitor tanda dan gejala
adekuat (kerusakan batas normal infeksi sistemik
kulit,  Menunjukkan dan lokal
trauma jaringan, perilaku Pertahankan teknik isolasi
gangguan hidup sehat k/p
peristaltik)  Status imun, Inspeksi kulit dan
gastrointestinal, membran mukosa
genitourinaria dalam terhadap kemerahan, panas,
batas normal drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC).


United states of America: Mosb
Hudak, C. M. Gallo, B. M. (1996). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistic Edisi holistik
volume II. Jakarta: EGC.
http://catatantanganaurora.blogspot.co.id/2014/05/laporan-pendahuluan-cva.html
Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United states of
America: Mosby.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: salemba medika.
Price, Sylvia A. (2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai