Anda di halaman 1dari 11

MATA AIR SUCI CANDI PENATARAN

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Antropologi yang dibina oleh Ibu Rossyana Septiasih,S.Kp.M.pd

Oleh
Nadhea Mahardiga
P17210183056

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN
Maret 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu saja saya
tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliah Antropologi
dengan judul “Sumber Air Suci di Candi Penataran”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Malang, 18 Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tradisi berasal dari kata “traditium” pada dasarnya berarti segala sesuatu yang di warisi dari
masa lalu. Tradisi merupakan hasil cipta dan karya manusia objek material, kepercayaan, khayalan,
kejadian, atau lembaga yang di wariskan dari sesuatu generasi ke generasi berikutnya.seperti misalnya
adat-istiadat,kesenian, properti maupun kepercayaan yang dianut. Bagi para pewaris, tradisi yang
diterima akan menjadi unsur yang hidup didalam kehidupan para pendukungnya. Ia menjadi bagian
dari masa lalu yang di pertahankan sampai sekarang dan mempunyai kedudukan yang sama dengan
inovasi- inovasi baru.

Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke
generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Selain itu,
tradisi juga dapat diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia, yang secara
otomatis akan mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota masyarakat
itu.

Dengan adanya tadisi yang diwariskan oleh leluhur, membuat sebagian masyarakat
mengesampingkan logika. Pasalnya tradisi atau kepercayaan tersebut kerap tidak logis serta diluar
nalar seseorang. Masih banyak masyarakat yang percaya akan hal tersebut, umumnya masyarakat
yang mempercayai hal-hal tersebut merupakan masyarakat pedesaan yang tingkat pendidikan serta
penguasaan iptek yang kurang. Berbeda dengan masyarakat perkotaan yang kurang mempercayai hal-
hal takhayul dikarena tidak logis serta telah memahami perkembangan iptek yang begitu pesat.

Namun adakalanya tradisi atau kepercayaan tersebut terbukti ampuh, hal inilah yang membuat
masyarakat semakin yakin dengan tradisi tersebut. Entah hanya kebetulan atau tradisi tersebut
memang benar adanya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah deifinisi dari candi?
2. Bagaimana sejarah singkat candi penataran?
3. Bagaimana mitos tentang sumber mata air di kawasan candi penataran?
1.3. Tujuan
1. Untuk menambah wawasan tentang transcultural keperawatan
2. Untuk mengetahui definisi candi
3. Untuk menambah pengetahuan tentang candi penataran
4. Untuk mengetahui mitos sumber mata air candi prambanan
5. Untuk meningkatkan toleransi perawat terhadap ragam budaya pasien

1.4. Manfaat
Makalah ini dibuat untuk lebih mengetahui tentang adanya mitos sumber mata air di kawasan
candi penataran yang dipercaya masyarakat dapat membuat awet muda.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Tinjauan Umum

Candi berasal dari kata candhika grha yang berarti rumah Dewi Candika, yaitu Dewi maut atau
Dewi kematian Durga, oleh karena itu candi selalu dihubungkan dengan monumen tempat
pendharmaan untuk memuliakan raja yang telah meninggal. Candi merupakan bangunan tempat
ibadah dari peninggalan masa lampau yang berasal dari agama Hindu-Budha. Istilah candi tidak
hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, tetapi juga sebagai istana,
pemandian/petirtaan, gapura, dan sebagainya (Daniel Agus Maryanto, 2007: 8).

Soekmono (1977: 241) menegaskan bahwa candi bukanlah makam, tetapi bangunan kuil.
Yudoseputro (1933: 118) mengemukakan bangunan candi sebagai bangunan suci di India sendiri
tidak dipakai. Bangunan kuil tempat menyelenggarakan upacara agama Hindu di India dikenal dengan
sebutan vimanna yang berarti rumah dewa atau ratha yang berarti kendaraan dewa, sedangkan untuk
keperluan ibadah Budha di India dikenal dengan sebutan stupa. Di Indonesia bangunan suci Budha
disebut candi. Sebutan candi di Indonesia menunjuk bangunan yang memiliki bermacam-macam
fungsi yaitu candi yang berfungsi sebagai kuil Hindu, candi sebagai stupa dan bihara Budha, candi
sebagai pintu gerbang, dan candi sebagai bale kambang

Berdasarkan pendapat para ahli disimpulkan bahwa candi adalah monumen peringatan
meninggalnya raja atau kerabatnya. Candi merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Hindu
Budha di Indonesia. Beberapa candi di kecamatan Kalasan memberikan inspirasi kepada masyarakat
bahwa daerah ini dulu tentunya merupakan daerah subur penuh keindahan dengan berbagai khasanah
budaya yang menunjukkan kekayaan penciptanya. Di Indonesia sendiri terdapat ribuan candi yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke, salah satu candi yang terkenal adalah Candi Prambanan di
Blitar Jawa Timur.
2.2. Tinjauan Khusus

2.2.1. Lokasi Candi Penataran

Candi Penataran merupakan satu-satunya candi terluas di Jawa Timur yang memiliki luas
kurang lebih 12.946 m2. Lokasinya terletak di desa Penataran, kecamatan Nglegok, Blitar. Tepatnya
di lereng barat daya Gunung Kelud pada ketinggian 450 meter di atas permukaan air laut. Secara
keruangan candi ini memiliki tiga halaman (konsep bangunan Tri-Mandala) yang mana halaman I-nya
terletak di bagian paling barat, halaman II berada di tengah dan halaman III terletak dibagian paling
belakang, tiap halaman tersebut disekat oleh pagar dan dihubungkan dengan pintu gerbang/gapura.
Keletakan bangunan tersebut semakin ke belakang semakin tinggi dan semakin suci (Kumoro, 2007).

2.2.2. Sejarah Candi Penataran

Arkeolog meyakini bahwa candi Penataran di masa penggunaannya dulu dinamakan Candi
Palah, sebagaimana disebut dalam prasasti Palah. Isi prasasti menyebutkan tahun 1194 sebagai tahun
pembangunan oleh Raja Çrnga (Syrenggra) yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara
Triwikramawataranindita Çrengalancana Digwijayottungadewa yang memerintah kerajaan Kediri
antara tahun 1190 – 1200. Maksud pembangunan adalah sebagai candi gunung untuk tempat upacara
pemujaan agar dapat menangkal atau menghindar dari mara bahaya akibat Gunung Kelud yang sering
meletus dan merusak kawasan pemukiman dan pertanian.

Kompleks Candi Penataran pertama kali dilaporkan oleh Sir Thomas Stamford Raffles dalam
History of Java dimana disebutkan bahwa pada tahun 1815, Dr. Horsfield menemukan reruntuhan
Candi Hindu di Panataran. Dari sisa-sisa struktur dan artefak yang ada di lingkungan kompleks candi
diketahui bahwa kompleks candi ini terdiri dari beberapa bangunan yang pembangunannya tidak
dilakukan secara serentak, namun pembangunannya dilakukan bertahap dalam kurun waktu yang
relative panjang.

Diperkirakan kompleks candi ini mulai dibangun mulai abad ke XII M sampai abad ke XV M.
Dengan demikian kompleks candi Panataran telah dibangun pada masa kerajaan Kadiri dan terus
dilanjutkan pada maas pemerintahan Kerajaan Singasari dan berakhir pada masa pemerintahan
Majapahit.
BAB III
TINJAUAN KASUS

  Ketika berkunjung ke Blitar, khususnya di wisata sejarah Candi Penataran. Terletak di Desa
Penataran, Nglogok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tepat di 450 meter di atas permukaan laut di kaki
Gunung Kelud.  Di kawasan Candi Penataran ini terdapat sumber mata air yang menarik perhatian
pengunjung, yakni 'Mata air yang tak pernah kering'.

Menurut ketua pemandu wisata di Blitar, Anto, mata air tersebut mengandung banyak mitos.
Terlebih,  mata air sudah ada semenjak Candi Penataran dibuat, awalnya tempat ini merupakan tempat
mengambil air suci untuk upacara dewa gunung. Istimewanya, walaupun sudah ada sejak beribu-ribu
tahun lalu, dan terkena kemarau. Mitos yang paling terkenal adalah sejak dahulu kala terdapat tulang
belulang ikan lele, yang dipercaya dapat mengabulkan permintaan apa pun, memberi kekayaan,
dan awet muda. "Sejak dahulu dipercaya, membuat siapa pun yang membasuh tubuh di air suci akan
tampak awet muda, dan apabila Anda melemparkan koin dengan cara menghadap belakang dan
masuk ke dalam kolam tersebut, keinginan Anda akan terkabul," ujar Anto. "Orang zaman dahulu
percaya nasib mereka dapat berubah dalam jangka waktu 35 hari. Jadi, apabila koin yang Anda
masukan tidak berhasil. Anda harus berusaha lebih keras, dan mencoba sekali lagi, setelah 35 hari,"
tambahnya. 

Hal ini pun sontak membuat para pengunjung, yang datang ke kompleks Candi Penataran,
berkeinginan membasuh wajah, dan melempar koin ke dalam mata air tersebut. Walaupun sudah tidak
terlihat adanya tulang belulang di dalam mata air itu, namun tempat tersebut menjadi tempat tinggal
para ikan lele dengan ukuran yang sangat besar. Mata air tersebut juga sangat jernih, dan jika dan
tidak menimbulkan bau sedikit pun. 
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari kasus diatas dapat dijelaskan bahwa mitos sumber mata air yang ada di candi penataran
masih dilakukan dalam masyarakat, baik dilakukan karena tradisi maupun coba-coba hanya
memuaskan rasa penasaran. Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara
sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan
keperawatan. Jika seorang perawat menemukan kasus semacam itu maupun kasus transcultural
lain, maka perawat memiliki 3 prinsip untuk melakukan tindakan, yakni:

Cara I : Mempertahankan budaya

  Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.  

Cara II : Negosiasi budaya

 Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien
agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti
dengan sumber protein hewani yang lain.

Cara III : Restrukturisasi budaya

 Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok
menjadi tidak merokok.

Dalam kasus diatas, hal pertama yang harus dilakukan perawat adalah meneliti apakah
kandungan sumber mata air di kawasan candi penataran ini mengandung zat berbahaya atau tidak.
Jika perawat tidak menemukan hal yang membahayakan maka perawat dapat melakukan cara 1, yakni
mempertahankan budaya. Dengan mempertahankan budaya yang telah dianut, pasien akan dengan
mudah mempertahankan ataupun meningkatkan status kesehatannya. Namun, apabila perawat
menemukan zat yang membahayakan maka perawat harus menerapkan cara 2 maupun cara 3. Cara 2
dilakukan dengan negosiasi budaya, hal ini dilakukan dengan mengarahkankan pasien pada budaya
lain yang lebih mendukung status kesehatan. Perawat juga dapat melakukan cara 3, yakni rekonstruksi
budaya. Cara ini perawat berupaya mengganti gaya hidup pasien, yang awalnya membasuh dengan
sumber mata air candi prambanan diganti dengan wudhu air bersih dan mengalir (bagi beragama
islam).
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Candi merupakan bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa lampau yang berasal dari
agama Hindu-Budha. Istilah candi tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat
ibadah saja, tetapi juga sebagai istana, pemandian/petirtaan, gapura, dan sebagainya (Daniel Agus
Maryanto, 2007: 8).

Candi Panataran atau nama aslinya adalah Candi Palah adalah sebuah gugusan candi terbesar
di Jawa Timur yang bersifat keagamaan Hindu Siwaitis yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan
Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan
candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri sekitar tahun 1200 Masehi dan
berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar
tahun 1415. Di kawasan Candi Penataran ini terdapat berbagai mitos diantaranya adalah dapat
mengabulkan permintaan apa pun, memberi kekayaan, dan awet muda.

Prinsip yang dapat dilakukan perawat saat melakukan transcultural nursing adalah pertama,
mempertahankan budaya. Kedua, negosiasi budaya dan yang terakhir rekonstruksi budaya.

5.2. Saran

Sebagai perawat harusnya memiliki pengetahuan yang luas tentang transcultural nursing.
Transcultural ini dapat membantu pasien meningkatkan status kesehatannya. Maka dari itu
pengetahuan ini dianggap penting. Tidak hanya harus memiliki pengetahuan tentang transcultural,
perawat juga harus mampu menerapkan prinsip-prinsip transcultural pada asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Candi
https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Penataran
https://sejarahlengkap.com/bangunan/sejarah-candi-penataran
https://www.viva.co.id/gaya-hidup/travel/999142-misteri-mata-air-tak-pernah-kering-candi-penataran
https://www.academia.edu/35260561/MAKALAH_TRANSKULTURAL_NURSING_KEPERAWA
TAN_LINTAS_BUDAYA

Anda mungkin juga menyukai