BAB I
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang
memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar
kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur.
Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga
tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan
bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur
yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara
negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun
di daerah.
B . BATASAN MASALAH
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis
membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1. Bagaimana sejarah pancasila?
2. Siapa-siapa yang terlibat dalam perumusan pancasila?
C . TUJUAN
Dalam menyusun makalah ini penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Penulis ingin mengetahui sejarah pancasila.
2. Penulis ingin mengetahui siapa-siapa yang terlibat dalam perumusan pancasila.
BAB II
SEJARAH PANCASILA
Mari kita telusuri fakta-fakta sejarah tentang kelahiran pancasila. Dalam rapat BPUPKI pada
tanggal 1 juni 1945, Bung Karno menyatakan antara lain:”Saya mengakui, pada waktu saya
berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi seorang
sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, – katanya : jangan
berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan
mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917. akan tetapi pada tahun
1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat Sen !
Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, saya
mendapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars
itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh“The THREE
people’s Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap
Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno juga seorang
Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih
kepada Dr. Sun Yat Sen, -sampai masuk ke liang kubur.”
Lebih lanjut ketika membicarakan prinsip keadilan sosial, Bung Karno, sekali lagi
menyebutkan pengaruh San Min Cu I karya Dr. Sun Yat Sen:”Prinsip nomor 4 sekarang saya
usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu kesejahteraan,
prinsip: tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya San
Min Cu I ialah “Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalism, democracy, socialism.
Maka prinsip kita …..harus …… sociale rechtvaardigheid.”
Pada bagian lain dari pidato Bung Karno tersebut, dia menyatakan:”Maka demikian pula
jikalau kita mendirikan negara Indonesia merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan:
Apakah Weltanschaung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia merdeka di atasnya?
Apakah nasional sosialisme ? ataukah historisch-materialisme ? Apakah San Min Cu I,
sebagai dikatakan oleh Dr. Sun Yat Sen ? Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan
negara Tiongkok merdeka, tapi “Weltanschaung” telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak
salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku “The THREE people’s Principles” San Min
Cu I,-Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalisme, demokrasi, sosialisme,- telah
digunakan oleh Dr. Sun Yat Sen Weltanschaung itu, tapi batu tahun 1912 beliau mendirikan
negara baru di atas “Weltanschaung” San Min Cu I itu, yang telah disediakan terlebih dahulu
berpuluh-puluh tahun.” (Tujuh Bahan Pokok demokrasi, Dua – R. Bandung, hal. 9-14.)
Pengaruh posmopolitanisme (internasionalisme) kaya A. Baars dan San Min Cu I kaya Dr.
Sun Yat Sen yang diterima bung Karno pada tahun 1917 dan 1918 disaat ia menduduki
bangku sekolah H.B.S. benar-benar mendalam. Ha ini dapat dibuktikan pada saat Konprensi
Partai Indonesia (partindo) di Mataram pada tahun 1933, bung Karno menyampaikan gagasan
tentang marhaennisme, yang pengertiannya ialah :
(a) Sosio – nasionalisme, yang terdiri dari : Internasionalisme, Nasionalisme
(b) Sosio – demokrasi, yang tersiri dari : Demokrasi, Keadilan sosial.
Jadi marhaenisme menurut Bung Karno yang dicetuskan pada tahun 1933 di Mataram yaitu :
Internasionalisme ; Nasionalisme ; Demokrasi : Keadilan sosial. (Endang Saifuddin Anshari
MA. Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, Pustaka Bandung1981, hql 17-19.)
Dan jika kita perhatikan dengan seksama, akan jelas sekali bahwa 4 unsur marhainisme
seluruhnya diambil dari Internasionalisme milik A. Baars dan Nasionalisme, Demokrasi serta
keadilan sosial (sosialisme) seluruhnya diambil dari San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
Sekarang marilah kita membuktikan bahwa pancasila yang dicetuskan Bung Karno pada
tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI adalah sama dengan Marheinisme yang
disampaikan dalam Konprensi Partindo di Mataram pada tahun 1933, yang itu seluruhnya
diambil dari kosmopolitanisme milik A. Baars dan San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
Di dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 itu antara lain berbunyi :”Saudara-
saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ?
Bukan !Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita
membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca Dharma, tetaoi….saya namakan ini dengan
petunjuk seorang teman kita ahli bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau
dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Kelima sila tadi berurutan sebagai berikut:
(a) Kebangsaan Idonesia;
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
(c) Mufakat atau domokrasi;
(d) Kesejahteraan sosial;
(e) Ke-Tuhanan.
(Pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 dimuat dalam “20 tahun Indonesia Merdeka”
Dep. Penerangan RI. 1965.)
Kelima sila dari Pancasila Bung Karno ini, kita cocokkan dengan marhaenisme Bung Karno
adalah persis sama, Cuma ditambah dengan Ke Tuhanan. Untuk lebih jelasnya baiklah kita
susun sebagai berikut:
(a) Kebangsaan Indonesia berarti sama dengan nasionalisme dalam marhaenisme, juga sama
dengan nasionalisme milik San Min Cu I milik Dr. Sun yat Sen, Cuma ditambah dengan kata-
kata Indonesia.
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan berarti sama dengan internasionalisme dalam
marhaenisme, juga sama dengan internasionalisme (kosmopolitanisme) milik A. Baars.
(c) Mufakat atau demokrasi berarti sama dengan demokrasi dalam marhaenisme, juga sama
dengan demokrasi dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen;
(d) Kesejahteraan sosial berarti sama dengan keadilan sosial dalam marhaenisme, juga berarti
sama dengan sosialisme dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
(e) Ke-Tuhanan yang diambil dari pendapat-pendapat para pemimpin Islam, yang berbicara
lebih dahulu dari Bung Karno, di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945.
Dengan cara mencocokkan seperti ini, berarti nampak dengan jelas bahwa Pancasila yang
dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus Pancasila I”,
sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber yaitu:
a) Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen (Cina);
b) Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c) Dari umat Islam.
Jadi Pancasila 1 juni 1945, adalah bersumber dari : (1) Cina; (2) Belanda; dan (3) Islam.
Dengan begitu bahwa pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia
sendiri atau dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru dan salah !
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa sebelum sidang pertama BPUPKI itu berakhir,
dibentuklah satu panitia kecil untuk :
a) Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara, berdasarkan pidato yang diucapkan
Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.
b) Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamirkan Indonesia merdeka.
Dari dalam panitia kecil itu dipilih lagi 9 orang untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana
mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian diberikan nama dengan
“Piagam Jakarta”.
Piagam Jakarta berbunyi:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum Dasar Negara Indonesia yang berdasar
kedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada : Ke- Tuhanan, dengan menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk – kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indinesia.”
Jakarta, 22-6-1605.
Ir. SOEKARNO ;
Drs. Mohammad Hatta ;
Mr. A.A Maramis ;
Abikusno Tjokrosujoso ;
Abdul Kahar Muzakir ;
H.A. Salim ;
Mr. Achmad Subardjo ;
Wachid Hasjim ;
Mr. Muhammad Yamin
(Moh. Hatta dkk. Op.cit. hal. 30-32)
Dengan begitu, maka Pancasila menurut Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan ini merupakan
Rumus Pancasila II, berbeda dengan Rumus Pancasila I. Lebih jelasnya Rumus Pancasila II
ini adalah sebagai berikut ;
a) Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
c) Persatuan Indonesia ;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan ;
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumus Pancasila II ini atau lebih dikenal dengan Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal
22 Juni 1945, baik mengenai sitimatikanya maupun redaksinya sangat berbeda dengan
Rumus Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno tanggal 1 juni 1945. pada
rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila kelima, sedangkan pada Rumus
Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama, ditambah dengan anak kalimat – dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Kemudian pada Rumus
Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang berada pada sila pertama, redaksinya berubah sama
sekali menjadi Persatuan Indonesia pada Rumus Pancasila II, dan tempatnyapun berubah
yaitu pada sila ketiga. Demikian juga pada Rumus Pancasila I . Internasionalisme atau peri
kemanusiaan, yang berada pada sila kedua, redaksinya berubah menjadi Kemanusiaan yang
adil dan beradab. Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat atau Demokrasi, yang
berbeda pada sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali pada Rumus Pancasila II, yaitu
menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan dan menempati sila keempat. Dan juga pada Rumus Pancasila I, kesejahteraan
sosial yang berada pada sila keempat, baik redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini,
tentunya mempunyai pengertian yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I.
Rumus Pancasila II ini atau yang lebih populer dengan nama Pancasila menurut Piagam
Jakarta tertanggal 22 Juni 1945, yang dikerjakan oleh panitia 9, maka pada rapat terakhir
BPUPKI pada tanggal 17 Juni 1945, secara bulat diterima rumus Pancasila II ini.
Sehari sesudah proklamasi, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadilah rapat “Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (PPKI). Panitia ini dibentuk sebelum proklamasi dan
mulai aktip bekerja mulai tanggal 9 Agustus 1945 dengan beranggotakan 29 orang. Dengan
mempergunakan rancangan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI, maka PPKI dapat
menyelesiakan acara hari itu, yaittu:
a) Menetapkan Undang-Undang Dasar ; dan
b) Memilih Presidan dan Wakil Presiden dalam waktu rapat selama 3 jam.
Dengan demikian terpenuhilah keinginan Bung Karno yang diucapkan pada waktu membuka
rapat itu sebagai ketua panitia dengan kata-kata sebagai berikut ; “Tuan-tuan sekalian tentu
mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu zaman yang beralih sebagai kilat
cepatnya. Maka berhubungan dengan itu saya minta sekarang kepada tuan-tuan sekalian,
supaya kitapun bertindak di dalam sidang ini dengan kecepatan kilat.”
Sedangkan mengenai sifat dari Undang-Undang Dasarnya sendiri Bung Karno
berkata:”Tuan-tuan tentu mengerti bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar
sementara, Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah
revolutie grodwet. Nanti kita akan membuat undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan
lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar kita ini harus bisa selesai dengan
Undang-Undang Dasar itu.”
Dalam beberapa menit saja, tanpa ada perdebatan yang substansil disahkan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, dengan beberapa perubahan, khususnya dalam
rumus pancasila. (Pranoto Mangkusasmito, Pancasila dan sejarahnya, Lembaga Riset Jakarta,
1972, hal. 9-11.)
Adapun Pembukaan undang-Undang Dasar, yang didalamnya terdapat Rumus Pancasila II,
yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah sebagai berikut :
PEMBUKAAN
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan
kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan
berdasarkan kepada : Ke- Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Dengan demikian disahkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945, maka Rumus Pancasila mengalami perubahan lagi, yaitu:
a) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
c) Persatuan Indonesia ;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan ;
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan esensial dari Rumus Pancasila II atau Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal
22 Juni 1945 dengan Rumus Pancasila III atau Pancasila menurut Pembukaan Undang-
Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945, yaitu pada sila pertama “Ke-Tuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” diganti dengan “Ke-
Tuhanan Yang Maha Esa” . perubahan ini ternyata dikemudian hari menumbuhkan benih
pertentangan sikap dan pemikiran yang tak kunjung berhenti sampai hari ini. Sebab umat
Islam menganggap bahwa pencoretan anak kalimat pada sila pertama Ke-Tuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, oleh PPKI adalah suatu
pengkhianatan oleh golongan nasionalis dan kristen. Karena Rumus Pancasila II telah
diterima secara bulat oleh BBUPKI pada tanggal 17 Juli 1945.
Selanjutnya melalui aksi militer Belanda ke-I dan ke- II , dan dibentuknya negara-negara
bagian oleh Belanda, pemberontakan PKI di Madiun, statemen Roem Royen yang
mengembalikan Bung Karno dan kawan-kawannya dari Bangka ke Jogjakarta, sedangkan
Presiden darurat RI pada waktu itu ialah Mr. Syafruddin Prawiranegara, sampailah sejarah
negara kita kepada konfrensi meja bundar di Den Haag (Nederland). Konfrensi ini
berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949 sampai tanggal 2 November 1949. dengan
ditandatanganinya “Piagam Persetujuan” antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi
pertemmuan untuk permusyawaratan federal (B.F.O.) mengenai “Konstitusi Republik
Indinesia Serikat” (RIS) di Seyeningen pada tanggal 29 Oktober 1949, maka ikut berubahlah
Rumus Pancasila III menjadi Rumus Pancasila IV. Rumus Pancasila IV ini termuat dalam
muqadimah Undang-Undang Dasar Republik Indinesia Serikat (RIS), yang bunyinya sebagai
berikut:
Mukadimah
Kami bangsa Indonesia semenjak berpuluh-puluh tahun lamanya bersatu padu dalam
perjuangan kemerdekaan, dengan senantiasa berhati teguh berniat menduduki hak hidup
sebagai bangsa yang merdeka berdaulat.
Ini dengan berkat dan rahmat Tuhan telah sampailah kepada ringkatan sejarah yang
berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam satu piagam negara yang
berbentuk Republik Federasi berdasarkan pengakuan “Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri
kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan keadilan sosial.”
Untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
Secara jelasnya Rumus Pancasila IV atau pancasila menurut mukadimah Undang-Undang
Dasar RIS tanggal 29 Oktober 1949, adalah sebagai berikut;
a. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b. Peri-Kemanusiaan.
c. Kebangsaan.
d. Kerakyatan dan
e. Keadilan sosia.
Perubahan yang terjadi antara Rumus Pancasila II dengan Rumus Pancasila IV adalah
perubahan redaksional yang sangat banyak, yang sudah barang tentu akan membawa akibat
pengertian pancasila itu menjadi berubah pula.
Republik Indinesia Serikat tidak berumur sampai 1 tahun. Pada tanggal 19 Mei 1950 ditanda
tangani “Piagam Persetujuan” antara pemerintah RIS dan pemerintah RI. Dan pada tanggal
20 Juli 1950 dalam pernyataan bersama kedua pemerintah dinyatakan, antara lain menyetujui
rencana Undang-Undang Dasar sementara negara kesatuan Republik Indonesia seperti yang
dilampirkan pada pernyataan bersama”. Pembukaan Undang-Undang Dasar sementara negara
kesatuan Repiblik Indonesia seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama. Pembukaan
Undang-Undang Dasar sementara 1950, yang didalamnya terdapat rumus Pancasila, adalah
sebagai berikut;
Mukadimah
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dengan berkat dan rahmat Tuhan tercapailah tingkat sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang
berbentuk Republik Kesatuan, berdasarkan pengakuan ketuhanan yang maha esa, peri
kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan,
kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan yang berdaulat sempurna”.
Untuk jelasnya Rumus Pancasila di dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara
dapat disusun sebagai berikut;
a) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b) Peri-Kemanusiaan.
c) Kebangsaan.
d) Kerakyatan dan
e) Keadilan sosial.
Rumus Pancasila dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara adalah merupakan
rumus pancasila V. dan ternyata antara Rumus Pancasila IV dan Rumus Pancasila V tidak
ada perubahan baik sistimatikanya maupun redaksinya.
Tetapi setelah dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang menyatakan “Pembubaran kostituante
dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar 1945”, Rumus Pancasila mengalami
perubahan, baik redaksinya maupun pengertiannya secara esensial dan mendasar. Sebab
setelah itu Bung Karno merumuskan Pancasila dengan menggunakan “ Teori Perasan” yaitu
pancasila itu diperasnya menjadi tri sila ( tiga sila) : sosionasionalisme (yang mencakup
kebangsaan Indonesia dan peri kemanusiaan); Sosio demokrasi (yang mencakup demokrasi
dan kesejahteraan sosial dan ketuhanan. Trisila ini diperas lagi menjadi Ekasila (satu sila);
Ekasila itu tidak lain ialah gotong-royong. Dan gotong royong diwujudkan oleh Bung Karno
dalam bentuk nasakom (nasional, agama dan komunis).
Lebih jelasnya teori perasan Bung Karno dapat disusun sebagai berikut:
1. Pancasila itu diperasnya menjadi tri sila (tiga sila).
2. Trisila terdiri atas:
a) Sosionasionalisme
b) Sosio
c) Ketuhanan.
3. Trisila diperas menjadi Ekasila
4. Ekasila yaitu gotong-royong.
Teori perasan Bung Karno ni bukan masalah baru, tetapi itulah hakekat Pancasila yang ia
lahirkan pada tanggal 1 Juni 1945; dan hal ini dapat dilihat dari pidatonya pada tanggal 1 Juni
1945 di depan BPUPKI, yang antara lain berbunyi, “Atau barang kali ada saudara-saudara
yang tidak senang adas bilangan itu ? Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja. Saudara
Tanya kepada saya apakah perasan tiga perasan itu ? Berpuluh-puluh tahun sudah saya
pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia, Weltanschaung kita. Dua dasar yang pertama,
kebangsaan dan internasionalisme; kebangsaan dan peri kemanusiaan, saya peras menjadi
satu : itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalisme. Dan demokresi yang bukan
demokrasi barat, tetapi pilitiek economiche democratie, yaitu pilitieke democratie dengan
sociale rechtvaardigheid, demikrasi dengan kesejahteraan saya peraskan pula menjadi satu.
Inilah yang dulu saya namakan socio democratie.
Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socionationalisme, sociodemocratie dan
ketuhanan. Kalau tuan senang dengan simbul tiga ambillah yang tiga ini. Tetapui barangkali
tidak semua tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu dasar saja ? Baiklah, saya
jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu ? ……Jikalau saya peras
yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan
Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong ! alangkah hebatnya ! negara gotong-
royong.
Selain “teori perasan’ Pancasila, Bung Karno menjabarkan dan melengkapi Pancasila itu
dengan Manifesto Politik ( Manipol ) dan USDEK ( Undang-Undang Dasar 45, Sosialisme
Indonesis, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribaian Indonesia). Hal ini
bisa kita jumpai di dalam “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi”, ynag antara lain menyatakan :
“Ada orang menanya : Kepada Manifesto Polotik ? Kan kita sudah mempunyai Pancasila?
Manifesto Politik adalan pancaran dari Pancasila; USDEK adalah pemancaran dari pada
Pancasila. Manifesto Politik, USDEK dan Pancasila adalah terjalin satu salam lain. Manifesto
politik, USDEK dan pancasila tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika saya harus
mengambil qiyas agama – sekadar qiyas – maka saya katakan : Pancasila adalah semacam
Qur’annya dan Manifesto Politik dan USDEK adalah semacam Hadits-haditsnya. Awas saya
tidak mengatakan bahwa Pancasila adalah Qur’an dan Manifsesto Politik dan USDEK adalah
hadits ! Qur’an dan Hadits shahih merupakan satu kesatuan, – maka pancasila dan Manifesto
politik dan USDEK adalah merupakan satu kesatuan. Teori perasan Pancasila yang
dilengkapi dengan manifesto Politik dan USDEK adalah merupakan Rumus Pancasila VI.
Dengan Naskaom memberi peluang yang besar kepada golongan komunis seperti Partai
Komunis Indonesia ( PKI ) untuk memasuki berbagai instansi sipil dan militer. Dominasi
komunis di dalam pemerintahan dan berbagai sektor kehidupan, memberikan kesempatan
kepada mereka untuk melakukan kudeta dan perebutan kekuasaan; meletuslah Gerakan 30
September PKI.
Meletusnya G 30 S / PKI dari kandungan Nasakom, yang membawa runtuhnya rezim Orde
Lama, menurut regim Orde baru disebabkan oleh penyelewengan pancasila dari rel yang
sebenarnya. Oleh karena itu rezim Orde Baru mencanangkan semboyan “Laksanakan
Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen”.
Menurut Orde baru, khususnya angkatan ’66, bahwa penyelewengan Pancasila oleh rezim
orde Lama disebabkan “belum jelasnya filsafat Pancasila dan belum adanya tafsiran yang
terperinci”. Pendapat ini bisa dilihat dari kesimpulan “Simposium Kebangkitan Generasi ’66
Menjelajah Tracee baru”, yang diselenggarakan pada tanggal 6 mei 1966, bertempat di
Universitas Indonesia; yang isinya antara lain sebagai berikut : Hal ini sebagaimana yang
tercantum dalam undang-undang dasar ’45 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Kedaulatan adalah
ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.” Dan juga terdapat dalam pasal 3 yang
berbunyi: “MPR menetapkan undang-undang dasar dan garis-garis besar pada haluan
negara.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya
berisi:
1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil
dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
BAB III
PENUTUP
A . KESIMPULAN
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila
juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka manusia
Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan
kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus dimulai
dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan
berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.
B . SARAN
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan falsafah
negara kita republik Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan mengamalkan sila-
sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
http://info.g-excess.com/id/info/SejarahLahirnyaPancasilasebagaiIdeologidan
DasarNegara.info
http://eri32.wordpress.com/2009/07/31/sejarah-lahirnya-pancasila/
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan khadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat menyelasaikan tugas makalah ini dengan judul
“SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA”.
Kami menyadari sepenuhnya sebagai manusia biasa, bahwa dalam penyusunan makalah ini
tidak lupt dari segala kekurangan. Sumbangan saran dan kritik sangat kami harapkan demi
kesempurnaan tugas ini semoga yang kami kerjakan ini memiliki arti yang baik dan
bermanfaat bagi kita semua, khusunya penulis.. AMIN.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………. i
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG …………………………………………………… 1
B . BATASAN MASALAH …………………………...…………………….. 1
C . TUJUAN …………………………………………...……………………. 1
BAB II
SEJARAH PANCASILA …………………………………………………………….
BAB III
PENUTUP
A . KESIMPULAN …………………………………………………………………..
B . SARAN ……………………………………………………………………………
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………
Wednesday
MAKALAH : SEJARAH PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI BANGSA By ADI F, DKK
Diposkan oleh BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA UMK Senin, 18 Juni 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pancasila adalah rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia yang telah dirumuskan oleh para pendiri negeri. Pancasila juga telah memberi
kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir
batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila
yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji
kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang
mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang
terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta
setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan
ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan
Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan
berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Makalah ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh karena itu
makalah ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu
dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan
yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah
muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula
yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam
Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden5
Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis
membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
C. TUJUAN PENULISAN
3. Penulis ingin menggali lebih dalam mengenai sila-sila yang terdapat Pancasila
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu
penulis mencari buku-buku dan situs internet yang berhubungan dengan Pancasila dan
kewarganegaraan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pancasila
Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit. Pancasila artinya lima dasar atau lima asas
yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak
zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca
dan buku Sutasoma karangan Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu
sendi yang lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan
yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut:
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia yang ditetapkan sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945. sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan
pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasrkan kenyataan,
nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia
dan kita teruskan sampai sekarang.
B. Rumusan-rumusan Pancasila
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah
muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula
yang sama karena dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat
usulan-usulan pribadi yang dikemukakan. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari
Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD
1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di
masyarakat.
Setidaknya terjadi sepuluh kali perumusan pancasila. Dalam setiap perumusan terjadi
perbedaan yang tidak jauh berbeda dari satu rumusan dengan rumusan yang lain. Justru, dalam
setiap perumusan pancasila berkembang menjadi ideologi yang lebih ideal.
baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
a) Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin
mengemukakan lima calon dasar negara yaitu :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
b) Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh. Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan
dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan
rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu:
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara,
diantaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai
hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon
dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan
dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas
saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu
rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
a) Rumusan Pancasila
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
b) Rumusan Trisila
1. Socio-nationalisme
2. Socio-demokratie
3. ke-Tuhanan
c) Rumusan Ekasila
1. Gotong-Royong
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara
golongan Islamyang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang
menghendaki bentuk negarasekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di
bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum
dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang
disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar
negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”
(paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence).
Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
a) Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
b) Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam
Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana
terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat
tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
[A] dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar[:]
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan[;]
serta
[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
d) Rumusan populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di
masyarakat adalah:
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen
“Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam
rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut
dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence
(berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf
4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945
hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta”
dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang
merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.
a) Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
5. Rumusan V: PPKI
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain
itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus
Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-
Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia
hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
a) Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam
hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI
Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT,
dan NST. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa
dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi
RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun
1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang
Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950.
Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah
(pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
a) Rumusan kalimat
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan,
kerakyatan dan keadilan sosial, …”
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara
sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk
ketetapannya, diantaranya:
a) Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan
yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia
dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
a) Rumusan
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima
secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan
diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya
sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta
dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
a) Rumusan
Sesuai dengan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang tercantum pada Tap
MPR No. II/MPR/1978, ada 45 butir pengamalan Pancasila.
Sila pertama
Sila kedua
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Sila kelima
A. Simpulan
1) Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia
2) Dengan mempelajari Pancasila, kita juga belajar umtuk menjalani hidup dengan baik dan benar
3) Pancasila adalah ideology bangsa yang harus ditaati, diamalkan, dan dijaga keutuhannya
1. Bintang
2. Rantai
3. Pohon beringin
4. Kepala banteng
5. Padi dan kapas
DAFTAR PUSTAKA
UUD 1945
Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945. Edisi kedua.
Jakarta: SetNeg RI
Tim Fakultas Filsafat UGM (2005) Pendidikan Pancasila. Edisi 2. Jakarta: Universitas Terbuka
WEBSITE INTERNET
www.wikipedia.org
Pendidikan Pancasila
`BAB I
PENDAHULUAN
Merupakan suatu fakta historis yang sukar dibantah, bahwa sebelum tanggal 1 Juni 1945
yang disebut sebagai tanggal “lahirnya” Pancasila Ir. Soekarno yang diakui sebagai tokoh nasional
yang menggali Pancasila tidak pernah berbicara atau menulis tentang Pancasila, baik sebagai
pandangan hidup maupun, atau apalagi, sebagai dasar negara. Dalam pidato yang beliau sampaikan
tanpa konsep pada tanggal tersebut, yang mendapat berkali-kali applause dari para anggota Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), beliau menjelaskan bahwa
gagasan tentang Pancasila tersebut terbersit bagaikan ilham setelah mengadakan renungan pada
malam sebelumnya. Renungan itu beliau lakukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan Dr
Radjiman Wedyodiningrat, Ketua BPUPKI, tentang apa dasar negara Indonesia yang akan dibentuk.
Lima dasar atau sila yang beliau ajukan itu beliau namakan sebagai filosofische grondslag.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam memahami Pancasila secara lengkap dan utuh terutama dalam kaitannya dengan jati diri
bangsa Indonesia, mutlak diperlukan pemahaman sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk
membentuk suatu negara yang berdasarkan suatu asas hidup bersama demi kesejahteraan hidup
bersama, yaitu negara yang berdasarkan Pancasila. Selain itu secara epistemologis sekaligus sebagai
pertanggungjawaban ilmiah, bahwa Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesia juga sebagai
pandangan hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa serta sebagai perjanjian seluruh bangsa
Indonesia pada waktu mendirikan negara.
BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400M, dengan ditemukannya prasasti yang
berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa rajaMulawarman
keturunan dari raja Aswawarman ketrurunan dari Kudungga. Raja Mulawarman menurut prasasti
tersebut mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada para Brahmana, dan para Brahmana
membangun yupa itu sebagai tanda terimakasih raja yang dermawan(Bambang Sumadio, dkk.,1977 :
33-32). Masyarakat kutai yang membuka zaman sejarahIndonesia pertama kalinya ini menampilkan
nilai-nilai sosial politik dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada
para Brahmana.
Dalam zaman kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai integrasi dengan
wilayah yang meliputi hampir separoh Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia sekarang yaitu
kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di Jawa.
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Wijaya, di bawah
kekuasaaan bangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedudukan Bukit di kaki
bukitSguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 caka atau 683 M., dalam bahasa melayu kuno
huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan Maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-
kunci lalu-lintas laut di sebelah barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian
selat Malaka (775). Pada zaman itu kerjaan Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang cukup disegani
di kawasan asia selatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan pedagang pengrajin dan
pegawai raja yang disebut Tuhan An Vatakvurah sebagai pengawas danpengumpul semacam
koperasi sehingga rakat mudah untuk memasarkan dagangannya (Keneth R. Hall, 1976 : 75-77).
Demikian pula dalam sistem pemerintahaannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda,
kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-
patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat
dilepaskan dengan nilai Ketuhanan (Suwarno, 1993, 19).
Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan mendirikan suatu universitas agamaBudha, yang
sangat terkenal di negara lain di Asia. Banyak musyafir dari negara lain misalnya dari Cina belajar
terlebih dahulu di universitas tersebut terutama tentang agam Budha dan bahasa Sansekerta
sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan banyak guru-guru besar tamu dari India yang
mengajar di Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu
negara adalah tercemin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat vanua criwijaya
dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur) (Sulaiman, tanpa tahun : 53).
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu
kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama. Dalam kitab tersebut telah telah terdapat
istilah “Pancasila”. Empu tantular mengarang buku Sutasoma, dan didalam buku itulah kita jumpai
seloka persatuan nasional, yaitu “Bhineka Tunggal Ika”, yang bunyi lengkapnya
“Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda , namun satu jua
adanya sebab tidak ada agama yang memiliki tuhan yang berbeda.
Pada abat ini sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras untuk
memperkuat dan mengitensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Melihat hal tersebut maka
munculah perlawanan yang masih bersifat kedaerahaan. Seperti di Maluku (1817), ImamBonjol
(1821-1837), Pangeran Diponegoro dan masih banyak lainnya.
Dorongan akan cinta tanah air menimbulkan semangat untuk melawan penindasan
belanda, namun sekali lagi karena tidak adanya kesatuan dan persatuan di antara mereka dalam
melawan penjajah, maka perlawanan terebut senantiasa kandas dan menimbulkan banyak korban.
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama islam
dengan pesatnya di Indonesia. Bersama dengan itu berkembang pulalah kerajaan-kerajaan islam
seperti kerajan Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di nusantara. Mereka itu
antara lain orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-orangSpanyol yang ingin mencari pusat
tanaman rempah-rempah.
Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada awalnya berdagang adalah orang-orang
portugis. Pada akhir abad ke XVI bangsa Belanda datang pula ke Indonesia dengan menempuh jalan
yang penuh kesulitan. Utuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri, kemudian mereka
mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C, yang dikalangan rakyat dikenal dengan
istilah ‘kompeni’.
Di Makasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital berhasil juga dikuasai kompeni tahun
1667 dan timbullah perlawanan dari rakyat Makasar di bawah Hasanudin. Menyusul pula
wilayah Banten (Sultan Ageng Tirtoyoso) dapat ditundukkan pula oleh kompeni pada tahun 1684.
Perlawanan Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke XVII nampaknya tidak
mampu meruntuhkan kekuasa. Demikian kompeni pada saat itu. Demikian pula ajakan Ibnu Iskandar
pimpinan Armada dari Minangkabau untuk mengadakan perlawanan bersama terhadap kompeni
juga tidak mendapat sambutan yang hangat. perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan
yang terpencar-pencar dan tidak memiliki koordinasi tersebut banyak mengalami kegagalan
sehingga banyak menimbulkan korban bagi anka-anak bangsa.
Dalam masalah ini munculah PNI (1927) yang dipelopori oleh Soekarno. Mulailah perjuangan
bangsa Indonesia menitik beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan yang jelas yaitu Indonesia
merdeka. Kemudian pada tanggal 28 Oktober 1928 lahirlah SumpahPemuda sebagai penggerak
kebangkitan nasional.
Pada masa ini banyak berdiri gerakan-gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang
memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuataannya sendiri. Diantaranya adalah Budi Utomo
yang dipelopori oleh Dr. Wahidin Sudiro Husodo pada 20 Mei 1908, kemudian Sarekat Dagang Islam
(SDI) tahun 1909 serta Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927 yang didirikan oleh Soekarno,
Cipto Mangunkusumo, Sartono serta tokoh lainnya.
Sejak saat itu perjuangan nasional Indonesia mempunyai tujuan yang jelas yaitu Indonesia
merdeka. Perjuangan nasional diteruskan dengan adanya gerakan Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928 yang menyatakan satu bahasa, satu bangsa serta satu tanah air yaitu Indonesia Raya.
Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah suatu kebohongan belaka dan tidak
pernah menjadi kenyataan sampai akhir penjajahan Belanda tanggal 10 Maret 1940. Kemudian
Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang memimpin Asia. Jepang saudara tua
bangsa Indonesia”.
Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah Jepang akan
memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Janji ini diberikan karena Jepang terdesak oleh
tentara Sekutu. Bangsa Indonesia diperbolehkan memperjuangkan kemerdekaannya, dan untuk
mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia maka Jepang menganjurkan untuk
membentuk suatu badan yang bertugas menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan yaitu
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zyumbi Tiosakai.
Pada hari itu juga diumumkan sebagai Ketua (Kaicoo) Dr. KRT. Radjiman Widyodiningrat yang
kemudian mengusulkan bahwa agenda pada sidang BPUPKI adalah membahas tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun kaisar jepang, memberikan hadiah
ulang tahun kepada bangsa indonesia yaitu kemerdekaan tanpa syarat setelah
panghancuran Nagasaki dan Hirosima oleh sekutu. Untuk mendapatkan simpati dan dukungan
terbentuklah suatu badan BPUPKI.
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-
usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
yaitu :
Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara
sebagai berikut :
I. Peri kebangsaan
II. Peri kemanusian
III. Peri Ketuhanan
Selain usulan tersebut pada akhir pidatonya Muh. Yamin menyerahkan naskah sebagai lampiran
yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan Undang Undang Dasar RI
Dalam pidatonya Prof. Dr. Supomo mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut:
Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo mengusulkan
hal-hal mengenai: kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, keadilan
rakyat.
Dalam hal ini Ir. Soekarno menyampaikan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang
rumusanya yaitu:
1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia.
Penyusunan pancasila oleh panitia sembilan, serta pemakaian istilah “hukum dasar” diganti
dengan undang-undang dasar karena hal ini merupakan hukum retulis atas saran prof. Soepomo.
Serta membahas bentuk negara yang setuju adalah pro republik. Keputusan-keputusan lain adalah
membentuk panitia kecil. Perancang undang-undang dasar di ketuai olehSoekarno, panitia ekonomi
dan keuangan di ketuai oleh Moh. Hatta dan pembea tahan air di ketuai
oleh Abikusno Tjokrosoejono.
Dalam sidang ini dibentuk panitia kecil yang terdiri dari 9 orang dan popular disebut dengan
“panitia sembilan” yang anggotanya adalah sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno
2. Wachid Hasyim
4. Mr. Maramis
6. Mr. Soebarjo
8. Abikoesmo Tjokrosoejoso
Panitia sembilan ini mengadakan pertemuan secara sempurna dan mencapai suatu hasil baik
yaitu suatu persetujuan antara golongan islam dengan golongan kebangsaan. Adapun naskah
preambule yang disusun oleh panitia sembilan tersebut pada bagian terakhir adalah sebagai berikut :
“…………maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada : Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-
pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sreta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosisal bagi seluruh rakyat Indonesia”
Dalam sidang BPUPKI kedua ini pemakaian istilah hukum dasar diganti dengan istilah undang-
undang dasar. Keputusan penting dalam rapat ini adalah tentang bentuk negara republik dan luas
wilayah negara baru. tujuan anggota badan penyelidik adalah menghendaki Indonesia raya yang
sesungguhnya yang mempersatukan semua kepulauan Indonesia.
Susunan Undang Undang Dasar yang diusulkan terdiri atas tiga bagian yaitu :
a) Pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan dimuka dunia atas Penjajahan Belanda
Pada pertengahan bulan agustus 1945 akan dibentuk PPKI. Untuk keperluan itu Ir. Soekarno
dan Drs. Muh. Hatta dan Dr. Radjiman diberangkatkan ke Saigon atas pangilan jendral
besar Terauchi. Pada tanggal 9 agustus 1945 Jendral Terauchi memberikan kepada mereka 3 cap,
yaitu :
1. Soekarno diangkat sebagai ketua PPKI, Muh. Hatta sebagai wakil dan Radjiman sebagai anggota
Sekembaliannya dari saigon 14 agustus 1945, Ir. Soekarno mengumumkan dimuka umum
bahwa bangsa Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga (secepat mungkin) dan
kemerdekaan bangsa Iindonesia ini bukan merupakan hadiah dari Jepang melainkan dari hasil
perjuangan sendiri. Setelah Jepang menyerah pada sekutu, maka kesempatan itu dipergunakan
sebaik-baiknya oleh para pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk mempersiapkan
Proklamasi tersebut maka pada tengah malam, Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda di
Oranye Nassau Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol No.1).
Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan pada larut malam
dengan Mr. Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M. Diah, Sayuti Melik, Dr.Buntaran, Mr.
Iwakusuma Sumantri dan beberapa anggota PPKI untuk merumuskan redaksi naskah Proklamasi.
Pada pertemuan tersebut akhirnya konsep Soekarno lah yang diterima dan diketik oleh Sayuti Melik.
Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan timur 56 Jakarta, tepat
pada hari Jumat Legi, jam 10 pagi Waktu Indonesia Barat (Jam 11.30 waktu jepang), Bung Karno
dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan khidmad dan diawali
dengan pidato, sebagai berikut :
P R O K L A M A S I
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yeng
mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya.
Soekarno Hatta
Sehari setelah Proklamasi keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan
sidangnya yang pertama.
Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan sebagai berikut :
Setelah melakukan beberapa perubahan pada piagam Jakarta yang kemudian berfungsi sebagai
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari badan penyilidik pada tanggal 17 juli
1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan dengan perubahan piagam Jakarta,
kemudian berfungsi sebagai undang-undang dasar 1945.
Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai badan Musyawarah darurat.
Pebedaan terjadi antara golongan muda dan dolongan muda tentang kapan pelaksanaan proklamasi.
Oleh karena iti perbedaan memuncak dan menyebabkan soekarno hatta ke rengas dengklok agar
tidak mendapat pengaruh jepang. Kemudian oada pagi hari tanggal 17 agustus 1945 di jalan
penggasan timur 56 jakarta, bung karno di damopingi oleh bung hatta membacakan teks proklamasi.
b.) Sidang PPKI
1. Setelah melakukan perubahan piagam jakarta yang kemudian berfungsi sebagai pembukaan UUD
1945
2. Menetapkan rancangan hukum dasar yang telah diterima dari badan penyelidik pada tanggal 17 juli
1945, mengalami perubahan karena berkaitan dengan perubahan piagam jakarta dan kemudian
berfungsi sebagai UUD 1945.
- Memilih presiden dan wakil presiden yang pertama menetapkan berdirinya komite nasional
indonesia pusat sebagai badan musawarah darurat.
- Tentang daerah propinsi : jawa barat, jawa tengah, jawa timur, sumatra, borneo, sulawesi, maluku
dan sunda kecil.
- Untuk sementara waktu kedudukan kooti dan sebagainya di teruskan seperti sekarang.
- Untuk sementara waktu kedudukan dan gemeente diteruskan seperti sekarang dan di bentuknya 12
departemen kementrian.
Melakukan pembahasan terhadap agenda tentang “badan penolong korban perang” yang
terdiri dari 8 pasal tersebut yaitu pasal 2 dibentuklah suatu badan yang disebut
“Badan Keamanan Rakyat” BKR.
Secara ilmiah masa Proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai berikut :
a) Dari sudut hukum ( secara yuridis) proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum
kolonial.
b) Secara politis ideologis proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbebas dari
penjajahan bangsa asing melalui kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri dalam suatu negara
Proklamasi Republik Indonesia.
2) Maklumat pemerintah tanggal 03 Nopember 1945, tantang pembentukan partai politik yang
sebanyak–banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan pada saat itu bahwa salah
satu ciri demokrasi adalah multi partai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia barat
menilai bahwa negara Proklamasi sebagai negara Demokratis
3) Maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya maklumat ini mengubah sistem
kabinet Presidental menjadi kabinet parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal.
Sebagai hasil dari konprensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu persetujuan (mantel
resolusi) Oleh ratu belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada tanggal 27
Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya
dengan konstitusi RIS, antara lain :
a) Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (fderalis) yaitu 16 Negara pasal (1 dan 2)
b) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas demokrasi liberal dimana mentri-
mentri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (pasal 118
ayat 2)
c) Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaan UUD
1945, proklamasi kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.
d) Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh karena itu persetujuan
27 Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan”
atau “pengakuan kedaulatan”
Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik secara
politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD
1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa pemerintah
negara.......” yang melindungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah negara
Indonesia .....” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan
unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri
dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang
berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu :
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negaraRI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara
bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.
Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan
UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi
Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih bergantinya kabinet yang rata-rata hanya
berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berakibat tidak mempunyai Pemerintah yang menyusun program
serta tidak mampu menyalurkan dinamika Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan menimbulkan
pertentangan -pertentangan, gangguan - gangguan keamanan serta penyelewengan -
penyelewengan dalam masyarakat.
b. Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati perumusan
otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of Independence bangsa Indonesia.
Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun
juga RIS yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.
Pada pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan dan keinginan
masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada politik, social ,ekonomi, dan hankam. Hal
ini disebabkan oleh konstituante yang seharusnya membuat UUD negara RI ternyata membahas
kembali dasar negara, maka presiden sebagai badan yang harus bertanggung jawab mengeluarkan
dekrit atau pernyataan pada tanggal 5 Juli 1959, yang isinya :
1. Membubarkan Konstituante
Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di negara Republik
Indonesia hingga sat ini. Dekrit adalah suatu putusan dari orang tertinggi(kepala negara atau orang
lain) yang merupakan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak. Dekrit dilakukan bila negara
dalam keadaan darurat, keselamatan bangsa dan negara terancam oleh bahaya. Landasan mukum
dekrit adalah ‘Hukum Darurat’yang dibedakan atas dua macam yaitu :
Hukum Tatanegara Darurat Subjektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberi wewenang kepada
orang tertinggi untuk mengambil tindakan-tindakan hukum.
b. Hukum Tatanegara Darurat Objektif
Hukum Tatanegara Darurat Objektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberikan wewenang
kepada organ tertinggi negara untuk mengambil tindakan-tindakan hukum, tetapi berlandaskan
konstitusi yang berlaku.
c. Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959 keadaan tatanegara Indonesia mulai stabil, keadaan ini
dimanfaatkan oleh kalangan komunis dengan menanamkan ideology belum selesai. Ideology pada
saat itu dirancang oleh PKI dengan ideology Manipol Usdek serta konsep Nasakom. Puncak peristiwa
pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk merebut kekuasaan yang sah negara RI,
pemberontakan ini disertai dengan pembunuhan para Jendral yang tidak berdosa. Pemberontakan
PKI tersebut berupaya untukmenggabti secara paksa ideology dan dasar filsafat negara Pancasila
dengan ideology komunis Marxis. Atas dasar tersebut maka pada tanggal 1Oktober 1965 diperingati
bangsa Indonesia sebagai ‘Hari Kesaktian Pancasila’
‘Orde Baru’, yaitu suatu tatanan masyrakat dan pemerintahan yang menutut dilaksanakannya
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Munculnya orde baru diawali dengan aksi-aksi
dari seluruh masyarakat antara lain : Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi guru Indonesia (KAGI), dan lainnya. Aksi tersebut
menuntut dengar tiga tuntutan atau yang dikenal dengan ‘Tritura’, adapun isi tritura tersebut
sebagai berikut :
3. Penurunan harga
Karena orde lama tidak mampu menguasai pimpinan negara, maka Panglima tertinggi
memberikan kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto dalam
bentuk suatu surat yang dikenal dengan ‘surat perintah 11 Maret 1966’ (Super Semar). Tugas
pemegang super semar yaitu untuk memulihkan keamanan dengan jalan menindak pengacau
keamanan yang dilakukan oleh PKI. Orde Baru berangsur-angsur melaksanakan programnya dalam
upaya merealisasikan pembangunan nasional sebagai perwujudan pelaksanaan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada tahun 1923 berdirilah kerajaan Majapahit di bawah pemerintahaan raja Hayam Wuruk
Praktek VOC penuh dengan paksaan sehingga mendapatkan perlawanan dari rakyat dan kerajaan-
kerajaan
Di Indonesia kebangkitan nasional(1908) dipelopori oleh dr.Wahidin Sudirohusodo dengan Budi
Utomo
Naskah preambule yang disusun oleh panitia Sembilan tersebut pada bagian terakhir adalah sebagai
berikut :
“…………maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada : Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-
pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sreta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosisal bagi seluruh rakyat Indonesia “.
‘Orde Baru’, yaitu suatu tatanan masyrakat dan pemerintahan yang menutut dilaksanakannya
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
3) Penurunan harga
3.2 Saran
Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan
Makalah kami
Bagi para pembaca dan teman-teman mahasiswa yang lainnya, jika ingin menambah wawasan dan
ingin mengetahui lebih jauh, maka penulis mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca
buku-buku lainnya yang berkaitan dengan judul “PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH
PERJUANGAN BANGSA INDONESIA “
Menjadikan Makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa dan mahasiswiberfikir
aktif dan kreatif
DAFTAR REFERENSI
http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini nama Pancasila telah dikenal oleh segenap bangsa Indonesia, tidak
saja sebagai nama Dasar Negara kita, tetapi juga nama dari Falsafah Bangsa, nama dari
Kepribadian Bangsa, nama dari Jiwa Bangsa dan sebagainya (Dardji Darmodihardjo,
Santiaji Pancasila).
Mengenal nama Pancasila tidak begitu sukar, tetapi untuk mengerti apa itu Pancasila
cukup sukar. Apalagi untuk menetapkan secara pasti siapa pengalinya, merupakan suatu
masalah yang komplek.
Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia atau sebagai way of life bangsa
Indonesia telah tumbuh di jiwa bangsa Indonesia lama sebelum Indonesia ini merdeka.
“Tuan-tuan sekalian, weltanschaung ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita
dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang” (Ir. Soekarno, pidato Lahirnya
Pancasila).
Untuk mengemukakan siapa penggali Pancasila itu, maka kita perlu menengok
tonggak-tonggak sejarah dalam hubungannya dengan Pancasila tersebut.
BAB II
Bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya (abad VII–XII) dan zaman Majapahit (abad
XIII-XVI) telah mencapai kemegahan sebagai bangsa merdeka. Karena telah berhasil
menciptakan persatuan yang kuat, kedaulatan, keadilan dan kemakmuran. Unsur-unsur
yang terkandung di dalam Pancasila merupakan tujuan yang diperjuangkan dan
dipertahankan. Pada masa itu bertakhta raja-raja yang adil dan dicintai rakyatnya. Di
samping itu terdapat pula Mpu-Mpu yang bijaksana.
Para raja yang selalu berusaha menegakkan keadilan dan kemakmuran rakyatnya ,
menciptakan persatuan dan menghormati kedaulatan rakyatnya, di samping para Mpu yang
mengajarkan ilmu keagamaan dan falsafah hidup, adalah penggali Pancasila pada
zamannya.
b. Masa penjajahan Bangsa Barat (abad XVI-XX)
Para patriot yang tampil memimpin rakyat melawan penjajah waktu itu, adalah
pribadi-pribadi yang berusaha agar butir-butir Pancasila yang hilang oleh penjajah dapat
tetap hidupdi Nusantara ini.
Dr. Wahidin Sudiro Husodo, sebagai pelopor pendiri Budi Utomo, merupakan orang
pertama yang menyadari dan mewujudkan perlunya mengangkat derajat bangsa Indonesia
dengan mengadakan pendidikan dan pengajaran, memajukan kebudayaan dan sosial,
membangkitkan kesadaran bangsa menuju negara merdeka untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur.
Dr. Wahidin Sudiro Husodo sebagai pelopor yang dibantu oleh Dr. Sutomo dan Dr.
Gunawan Mangunkusomo, adalah penggali Pancasila pada zamannya.
Pada masa ini para pemuda dan pemudi Indonesia mengadakan Kongres di Jakarta.
Mereka menghendaki: satu Tanah Air Indonesia, satu bangsa Indonesia, satu Bahasa
Indonesia. Para pemuda dan pemudi ini juga penggali Pancasila pada zamannya.
Para pemuda tampil dengan cara-caranya yang berbeda, tetapi tujuan sama, yakni
menciptakan persatuan, kebebasan, kedaulatan rakyat, untuk mencapai kesejahteraan.
Para pemuda yang berjuang ini juga adalah penggali Pancasila pada zamannya.
Badan ini dibentuk pada tanggal pada 29 April 1945. Dilantik pada tanggal 28 Mei
1945. Fungsinya: Membicarakan/mempersiapkan keperluan-keperluan kemerdekaan
Indonesia, seperti: Persiapan Undang-Undang Dasar yang berisi Dasar Negara, tujuan
negara, bentuk negara, dan sistem pemerintahannya. Sebagai ketua adalah Dr. KRT
Rajiman Widiodiningrat.
Pada sidang tanggal 29 Mei 1945 Mr. M. Yamin, sebagai Ketua Panitia Konsep UUD
mengusulkan secara lisan Dasar Nagara Indonesia, yaitu:
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Peri Kesejahteraan Rakyat
Kemudian secara tertulis, tercantum dalam Rancangan Pembukaan UUD Negara RI,
sebagai berikut:
1. Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3. Rasa kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari hasil yang dikemukakan oleh Mr. M. Yamin ini, jelas bahwa beliau adalah penggali
Pancasila yang lebih khusus, yakni Pancasila sebagai Dasar Negara.
g. Ir. Soekarno (1 Juni 1945).
Ir. Soekarno mengusulkan Dasar Negara itu adalah Pancasila. Usul ini dikemukakan
beliau dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
tanggal 1 Juni 1945, yakni:
1. Kebangsaan Indonesia
2. .Internasionalisme, atau peri kemanusiaan.
3. Mufakat, atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ke-Tuhanan yang berkebudayaan.
Pidato ini ketika diterbitkan pada tahun 1947 diberi judul: Lahirnya Panca Sila.
Karena Ir. Soekarno juga mengemukakan butir-butir yang kemudian dikenal dengan
Pancasila tersebut, maka beliau juga adalah penggali Pancasila.
Mereka adalah: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta. Mr. A.A. Maramis, Abikusno
Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr.A. Soebardjo, K.H. Wahid Hasjim dan
Mr. M. Yamin.
Tugas mereka: membahas pidato/usul Mr. M. Yamin. Dari pertemuan ini mereka
berhasil menyusun naskah yang di dalamnya terdapat rumusan Dasar Negara, yaitu:
3. Persatuan Indonesia.
Naskah yang mengandung rumusan Dasar Negara ini diberi nama oleh Mr. M.
Yamin dengan “Piagam Jakarta”. Panitia Sembilan adalah penggali Pancasila menurut
rumusannya sendiri.
i. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Badan ini dibentuk pada tanggal 9 Agustus 1945. Ketuanya Ir. Soekarno, wakil ketua
adalah Drs. M. Hatta.
diadakan pengesahan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, selain itu memilih
Presiden (Ir. Soekarno) dan Wakil Presiden (Drs. M. Hatta).
Dalam Pembukaan UUD 1945 dicantumkan Rumusan Dasar Negara Pancasila, yaitu:
3. KEBANGKITAN NASIONAL
Cita dan citra kepemimpinan seorang tokoh bersumber dari nilai fundamental yang
menjiwai kepribadiannya: agama, filsafat hidup, akal-budi nuraninya; cinta dan ketulusannya
melahirkan kebijakan, strategi dan tindakan sebagai amal kebajikan pengabdiannya.
Sejarah Indonesia Raya memasuki abad XXI ternyata membuktikan bahwa visi-misi
kebangkitan Orde Baru: “Melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan
konsekuen”, tetap valid, bahkan mendesak lebih-lebih untuk mereformasi reformasi (1998)
yang sesat (=menyimpang dari Dasar Negara dan Ideologi Nasional Pancasila)
sebagaimana tergelar dalam UUD 2002 (Perubahan I dan IV UUD 45) yang menjadi asas
konstitusional era reformasi!.
Dalam kondisi era reformasi demikian, ternyata NKRI sebagai Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 bahkan dalam tantangan yang makin meningkat terutama
budaya neo-liberalisme (demokrasi liberal, ekonomi liberal, HAM liberal) sinergis dengan
kebangkitan neo-PKI-atheisme dan terorisme + NII—yang “dihormati” atas nama demokrasi
dan HAM oleh Pemerintah Reformasi!—.
Dalam sejarah nasional kepemimpinan nasional Bung Karno sebagai Presiden
pertama RI, secara sosio-politik, filosofis-ideologis dan konstitusional dilanjutkan oleh tahap
sejarah nasional Kebangkitan Orde Baru. Semangat dan ruh perjuangan dimaksud adalah
bagaimana Orde Baru melaksanakan amanat kepemimpinan Presiden Soekarno (sebagai
amanat nasional), terutama melalui Surat Perintah 11 Maret 1966—yang terkenal sebagai
Supersemar—. Nilai fundamental dari Supersemar, terutama: Menegakkan Integritas Dasar
Negara Pancasila dan UUD 45 sebagai Landasan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45!.
Analisis historis dan normatif di atas, terutama melalui Supersemar, integritas dasar
negara (ideologi nasional, ideologi negara) Pancasila yang manunggal dalam UUD
Proklamasi 45 sesungguhnya menjadi murni (sublimasi) dan sesuai dengan hakekat
fundamental filsafat Pancasila—sejak dimusyawarahkan dan dimufakati di dalam PPKI yang
berpuncak dengan pengesahan UUD Negara Proklamasi pada 18 Agustus 1945!—karena
tidak lagi ada “polusi ideologi” NASAKOM jiwaku yang memberi peluangseparatisme
ideologi bagi marxisme-komunisme-atheisme (PKI, neo-PKI/KGB).
Bangsa Indonesia bersyukur dan bangga bahwa Dasar Negara Pancasila berakar dari
pandangan hidup bangsa (filsafat hidup, Weltanschauung) sekaligus sebagai jiwabangsa
(Volksgeist), jatidiri nasional yang memancarkan integritas kepribadian dan martabat
nasional Indonesia Raya.
Dinamika nasional dan internasional senantiasa mengalami pasang-surut, bahkan
tantangan—sekarang tantangan dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernismeyang
sinergis dengan politik supremasi ideologi yang bermuara neo-imperialisme!--. Tantangan ini
menjadi lengkap dengan makin meningkatnya gerakan neo-liberalisme baik melalui politik,
maupun sosial-ekonomi; juga sinergis dengan “Kebangkitan Neo-PKI/KGB”, termasuk
ekstrem kanan (terorisme dan NII)! Keprihatinan nasional tetap meningkat, justru karena
kepemimpinan nasional dalam era reformasi “hanya” lebih mementingkan kebebasan atas
nama demokrasi dan HAM—tanpa visi-misi bagaimanamengawal integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, yang pada hakekatnya bagaimana
membudayakan nilai Dasar Negara Pancasila dan UUD Proklamasi 45 sebagaimana
diamanatkan PPKI (the founding fathers)!
Kepemimpinan nasional Orde Baru sesungguhnya adalah bagian integral dari ksatria
pejuang Indonesia Raya yang menyelamatkan amanat Proklamasi yang pernah dibelokkan
oleh makar PKI-atheisme (18 September 1948, di Madiun) ditumpas oleh Dwitunggal
Soekarno-Hatta, dikawal oleh prajurit utama TNI: Panglima Besar Soedirman, dibantu A. H.
Nasution dan Soeharto. Ternyata, sejarah nasional mencatat, G30S/PKI 1 Oktober 1965
sebagai makar (lanjutan) juga dihadapi (dan ditumpas) oleh Presiden Soekarno dan dibantu
oleh Jenderal (TNI) A. H. Nasution dan Jenderal (TNI) Soeharto. Dunia dan bangsa
Indonesia mencatat bagaimana kepemimpinan nasional Indonesia Raya mulai Dwitunggal
Soekarno-Hatta; berlanjut dengan Dwitunggal A. H. Nasution dan Soeharto telah (diberkati)
untuk menyelamatkan integritas Negara Proklamasi tetap sebagai Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45. Makna dari fenomena sejarah nasional ini terutama: bahwa
kepemimpinan Dwitunggal Soekarno-Hatta (Pahlawan Proklamator) bersama Tritunggal
ksatria-patriot-pahlawan bhayangkari penegak dan penyelamat integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 ialah: Panglima Besar Jenderal Soedirman,
Jenderal Besar (TNI) A. H. Nasution dan Jenderal Besar (TNI) Soeharto (HMS) yang
membanggakan.
Nilai monumental kepemimpinan Orde Baru, terutama oleh peran Presiden (ke 2) RI
HMS adalah tekad menegakkan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi
45 dalam wujud: “Melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen”; yang
justru awal abad XXI ini (baca: era reformasi yang sarat kontroversial dan degradasi) , kita
semua amat prihatin untuk meneruskan bagaimana visi-misi “Melaksanakan Pancasila dan
UUD 45 secara murni dan konsekuen” sebagai misi Pembudayaan nilai moral Pancasila dan
UUD Proklamasi 45 sebagaimana diamanatkan the founding fathers(PPKI) khususnya. Visi-
misi ini sebagai wujud kesetiaan dan kebanggaan nasional adalah visi-misi dan pengabdian
seluruh rakyat dan bangsa Indonesia Raya selamanya.
BAB III
KESIMPULAN
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia.
Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia.
Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama
dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu
pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara
negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap
lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang
adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
DAFTAR PUSTAKA
http://info.g-excess.com/id/info/SejarahLahirnyaPancasilasebagaiIdeologidan
DasarNegara.info
http://eri32.wordpress.com/2009/07/31/sejarah-lahirnya-pancasila/