Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENYULUHAN PERILAKU HIDUP

SEHAT PADA REMAJA

Nama : Shely Sagita Putri

1.

Dosen pengampu : Dewi Ristawaty, SKM. M.Kes

UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI


S1 KEBIDANAN TRANSFER
TAHUN AJARAN 2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan proposal penyuluhan tentang “PERILAKU HIDUP SEHAT
PADA REMAJA”.

Adapun pembuatan proposal ini telah kami usahakan semaksimal mungkin


dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuatan proposal ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan proposal
ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki proposal ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari proposal penyuluhan tentang


“PERILAKU HIDUP SEHAT PADA REMAJA” ini dapat diambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Jambi, April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………….1


Kata pengantar………………………………………………………………….2
Daftar isi ………………………………………………………………………...3
BAB I Pendahuluan ……………………………………………………………4
1.1 Latar Belakang ……………………….…..………………………….4
1.2 Tujuan ……………………………...………………………………..4
1.3 Sasaran …………………………………………………….………..4
1.4 Manfaat ……………………………………………………………...4
1.5 Satuan Acara Penyuluhan (SAT) …………………………………....5
BAB II Tinjauan Pustaka………………………………………...……………9
2.1 Pengertian Perilaku Sehat………………………………….………..9
2.2 Domain Perilaku Sehat…………………………………….…..........10
2.3 Bentuk-bentuk Perilaku Sehat ……………………………………...12
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat ……………………......16
2.5 Dukungan Sosial …………………………………………...…….....19
2.6 Asp[ek Dukungan Sosial …………………………………………...21
2.7 Sumber Dukungan Sosial …………………………………………..23
2.8 Hubungan Dukungan Sosial dengan Perilaku Sehat ……………….24
BAB III PENUTUP …………………………………………………………..29
3.1 Kesimpulan ………………………………………………..….……29
Daftar isi
Lampiran

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan individu/kelompok dapat menolong dirinya sendiri dalam bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat.
Pengertian perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sekolah adalah
upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah
agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat
serta berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sekolah sehat
adalah sekolah yang mampu menjaga dan meningkatkan kesehatan
masyarakat sekolah dan untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan
kecerdasan anak sekolah melalui berbagai upaya kesehatan .
Menyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit, perilaku tidak
hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma,
melainkan juga dimensi ekonomi, yaitu hal-hal yang mendukung perilaku.
Maka promosi kesehatan dan PHBS diharapkan dapat melaksanakan strategi
yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan
perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga
strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS (Dinas Kesehatan Kota Surabaya,
2009).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan
paradigma sehat dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat yang
berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan
melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Selain
itu juga program perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,
kelompok, keluarga, dengan membuka jalur komunikasi, informasi, dan
edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku sehingga para

4
anak sekolah yang belum mengetahui tentang mencuci tangan dan menyikat
gigi dengan benar dapat terhindar dari masalah, seperti sakit gigi dan sakit
perut yang dapat mengganggu proser belajarnya maka kami dari mahasiswi
tertarik untuk melakukan penyuluhan di sekolah tersebut.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kagiatan PHBS (Perilaku Hidup Sehat dan Bersih)
diharapkan para siswa mampu memelihara kesehatan dirinya sendiri dari
kondisi lingkungan disekitarnya.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan kegiatan PHBS para siswa dapat :
a. Mengetahui dan menjelaskan PHBS (Perilaku Hidup Sehat dan
Bersih).
b. Memahami dan menjelaskan penyebab dan dampak jika tidak
malakukan PHBS (Perilaku Hidup Sehat dan Bersih).
c. Mendemonstrasikan PHBS (Perilaku Hidup Sehat dan Bersih).
d. Mempraktekan dan mengajarkan kepada teman-temannya tentang
pentingnya PHBS (Perilaku Hidup Sehat dab Bersih).
1.3 Sasaran
a. Siswa/siswi
b. Lingkungan sekitarnya
1.4 Manfaat
a. Bagi siswa/siwi bisa mengetahui cara PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat)
b. Agar lingkungan sehat dan bersih
c. Mengembagkang perilaku PHBS
1.5 Satuan Acara Penyuluhan
a. Nama Kegiatan
Penyuluhan tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) pada
Remaja
b. Peserta

5
Peserta siswa/siswi di sekolah
c. Langkah Pencapaian Tujuan
1. Tahap persiapanMembentuk kepanitiaan kegiatan
a. Melakukan koordinasi untuk menetukan waktu pelaksanaan
pertemuan.
b. Menyusun proposal (pre planning).
c. Melakukan proses bimbingan pelaksanaan kegiatan.
2. Tahap- tahap pelaksanaan.
Tempat : Sekolah Menengah Atas
Hari : Jum’at
Tanggal : 17 april 2020
Pukul : 08.00 Wib s/d Selesai
3. Pelaksana : Seluruh mahasiswi prodi S1 Kebidanan Jk
4. Strategi atau langkah pelaksanaan
a. Kegiatan :
1) Kegiatan pendahuluan : perkenalan dan  penjelasan tujuan
pelaksanaan kegiatan PHBS (Perilaku Hidup Sehat dan Bersih)
pada remaja
2) Kegiatan inti : penyampaian materi, tanya jawab dan praktek
langsung tentang PHBS (Prilaku Hidup Sehat dan Bersih) pada
remaja
3) Kegiatan penutup : penarikan kesimpulan tentang PHBS (Prilaku
hidup Sehat dan Bersih) pada remaja
4) Metode : ceramah, LCD dan tanya jawab.
5) Media : Laptop dan infokus
b. Evaluasi
Sasaran evaluasi mencakup aspek :
1) Proses pelaksanaan
Aspek-aspek yang dinilai selama penyuluhan adalah Penilaian
untuk mengetahui proses penyelenggaraan penyuluhan.
2) Komponen yang dinilai :

6
a) Penerimaan panitia
b) Penyediaan materi penyuluhan
c) Penyediaan ruangan
d) Penyediaan alat bantu
e) Bantuan panitia dalam menyelesaikan masala
f) Kegunaan materi penyuluhan
c. Peserta
1) Penilaian untuk mengetahui tingkat penyerapan materi oleh peserta
penyuluhan
2) Komponen yang dinilai :
a) Kemampuan peserta menerima materi.
b) Sikap : penilaian tentang sikap perlu ada sistem penilaian yang
dilakukan terus menerus selama berlangsungnya penyuluhan.
c) Kesimpulan diberikan melalui diskusi pada akhir penyuluhan oleh
pembimbing atau pengajar yang memberikan penilaian.
d) Disiplin : kehadiran semua perserta dalam kegiatan sesuai jadwal
yang telah ditentukan melaksanakan kegiatan tepat waktu.
d. Kerja sama:
1) Pembimbing peserta dapat menerima pendapat atau saran dan kritik
peserta lain atau   penyelenggara.
2) Pembimbing peserta mampu memberikan bantuan apabila diperlukan
oleh kelompok dan lingkungannya.
3) Prakarsa
a) Menunjukan inisiatif dan kreatifitas, misalnya dalam
memanfaatkan waktu luang.
b) Mampu mengajukan saran yang bermanfaat bagi tercapainya
tujuan penyuluhan.
4) Kepemimpinan
a) Mampu diteladani oleh orang lain dalam sikap dan perilaku
sehari hari.
b) Menunjukan tanggung jawab sesuai dengan perannya.

7
c) Kemampuan siswa untuk memperagakan tentang materi yang
diberikan.
5. Materi Penyuluhan.
6. Agenda Acara
Terlampir
7. Susunan Penitia
Terlampir

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Sehat


A. Pengertian Perilaku Sehat
Menurut World Health Organization (WHO) sehat keadaan
sempurna meliputi sehat fisik, sehat psikis, sehat sosial, dan
spiritual. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, sehat
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Secara
luas sehat berarti suatu keadaan dinamis di mana individu dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan internal (seperti
psikologis, intelektual, spiritual dan penyakit) dan lingkungan
eksternal (seperti lingkungan fisik, sosial dan ekonomi) dalam
mempertahankan kesehatannya (Saam & Wahyuni, 2012). Menurut
Lukaningsing (2011) pada kesehatan fisik seringkali dipengaruhi
oleh pikiran atau non-fisik. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
sehat secara fisik maka non-fisik harus mendukung. Dengan
demikian sehat adalah kesejahteraan individu meliputi fisik, psikis,
sosial dan spiritual.
Menurut Notoatmodjo (2014) perilaku sehat adalah perilaku-
perilaku yang berkaitan dengan upaya mencegah atau menghindari
penyakit dan mencegah atau menghindari penyebab datangnya
penyakit atau masalah kesehatan (preventif), serta perilaku dalam
mengupayakan, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
(promotif). Berbeda dengan perilaku sakit yang mencakup respon
individu terhadap sakit dan penyakit. Perilaku sehat merupakan
perilaku preventif dan promotif.
Menurut Becker (dalam Marmi & Margiyati, 2013) perilaku
sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan

9
kesehatannya. Perilaku tersebut mencakup; menu seimbang,
olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan
narkoba, istirahat cukup, mengendalikan stres dan perilaku atau
gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan.
Menurut Marmi & Margiyati (2013) perilaku sehat adalah
tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatanya, termasuk pencegahan penyakit,
perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga
dan makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu
yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu
mereka betul-betul sehat.
Berdasarkan uraian di atas, perilaku sehat adalah perilaku
individu yang berkaitan dengan upaya mencegah atau menghindari
penyakit dan penyebab masalah kesehatan (preventif), dan perilaku
dalam mengupayakan mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan (promotif). Perilaku tersebut mencakup, makan dengan
menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum
minuman keras dan narkoba, istirahat cukup, mengendalikan stres
dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan,
misalnya menjaga kebersihan lingkungan.
2.2 Domain Perilaku Sehat

Skinner (dalam Marmi & Margiyati, 2013) memiliki rumus


perilaku yaitu S-O-R atau Stimulus mempengaruhi organisme,
kemudian organisme tersebut menghasilkan respon. Berdasarkan teori
S-O-R tersebut, Skinner mengelompokan perilaku menjadi dua, yakni:
1. Perilaku Tertutup (covert behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut
masih belum bisa diamati orang lain secara jelas. Respon seseorang
masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, dan sikap

10
terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk perilaku tertutup
adalah pengetahuan dan sikap.
2. Perilaku Terbuka (overt behaviour)
Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat diamati atau
dapat diobservasi. Perilaku ini terjadi bila respons terhadap stimulus
sudah berupa tindakan atau praktik yang dapat diamati oleh orang
lain. Jadi, bentuk perilaku terbuka yaitu tindakan atau praktik
(dalam Notoatmodjo, 2014).
Secara lebih operasional, menurut Becker (dalam
Notoatmodjo, 2014), perilaku sehat mencakup pengetahuan, sikap
dan tindakan. Berikut ini penjelasannya:
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.
Sebagian besar pengetahuan didapatkan dari indera penglihatan dan
pendengaran. Terkait kesehatan, pengetahuan kesehatan meliputi
apa yang diketahui individu terkait cara-cara memelihara kesehatan,
seperti pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang
faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan,
pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan
untuk menghindari kecelakaan.
b. Sikap
Sikap juga merupakan respon tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat
dan emosi yang bersangkutan. Sikap terhadap kesehatan adalah
pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan pemeliharaan kesehatan. Seperti sikap terhadap penyakit
menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan
kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.

11
c. Praktik
Praktik kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan
atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti
tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan
terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau memengaruhi
kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, juga
tindakan untuk menghindari kecelakaan.
Ketiga domain tersebut akan dijadikan alat ukur di dalam
penelitian ini. Sebagaimana menurut Notoatmodjo (2014), untuk
pengukuran perilaku sehat yaitu mencangkup ketiga domain di atas.
Menurutnya, apabila perilaku terbuka didasari oleh perilaku
tertutup, jika itu bernilai positif bagi individu maka perilaku tersebut
akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng. Oleh karena itu
ranah atau domain perilaku di atas akan dikaitkan dengan bentuk-
bentuk perilaku sehat hipertensi.
Berdasarkan paparan di atas, perilaku sehat dikelompokan
menjadi perilaku tertutup dan terbuka. Perilaku tertutup terdiri dari
pengetahuan dan sikap. Sementara perilaku terbuka yaitu praktik
atau tindakan. Menurut teori tersebut, dalam berperilaku individu
tidak dapat bertindak tanpa didasari oleh pengetahuan dan sikap.
2.3 Bentuk-bentuk Perilaku Sehat
Berikut ini beberapa macam bentuk perilaku sehat. Pertama,
Menurut Becker (dalam Benih, 2014), dalam perilaku sehat,
mencakup:
1. Makan dengan menu seimbang
Menu seimbang yang dimaksud adalah menu seimbang
dalam arti kualitas dan kuantitas. Kualitas berarti mengandung zat-
zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Sementara kuantitas berarti
asupan gizi yang dikonsumsi tidak kurang juga tidak berlebihan.
2. Olahraga teratur

12
Olahraga sama halnya dengan pola makan, yakni mencakup
kualitas dan kuantitas. Kualitas mencakup gerakan sementara
kuantitas mencakup frekuensi dan waktu yang digunakan untuk
olahraga. Kedua aspek ini bergantung dari usia dan status kesehatan
yang bersangkutan.
3. Tidak merokok
Merokok berbahaya karena dapat menimbulkan pelbagai
penyakit. Di antaranya, kanker paru-paru dan penyakit
kardiovaskular (Mackay, dkk & Syafei, dkk, dalam Prawitasari,
2012). Selain tidak merokok secara aktif, individu juga harus
menghindari menjadi perokok pasif. Perokok pasif adalah orang
yang menghisap asap rokok orang lain (Prawitasari, 2012). Dampak
yang ditimbulkan sama dengan perokok aktif. Bahkan ada pendapat
yang menyatakan bahwa perokok pasif lebih berbahaya, karena asap
sisa yang dihembuskan perokok aktif mengandung 75% zat
berbahaya yang ada pada rokok, sementara perokok sendiri hanya
menghirup 25% dari kandungan rokok karena menghisap hasil
pembakaran per batang lewat filter di ujung hisap. Artinya perokok
pasif menghirup zat berbahaya 3 kali lebih banyak dari perokok
aktif (Perdana & Waspada, 2014).
4. Tidak minum minuman beralkohol
Alkohol adalah obat yang sangat keras. Alkohol dapat
berperan sebagai depresan dalam tubuh dan memperlambat aktivitas
otak. Apabila digunakan dalam kuantitas tertentu, alkohol dapat
mencederai atau bahkan membunuh jaringan biologis, termasuk sel-
sel otot dan sel-sel otak. Beberapa hambatan yang ditimbulkan
sebagai akibat dari terlalu banyak mengkonsumsi alkohol, yaitu;
fungsi intelektual, kendali perilaku dan penilaian menjadi semakin
kurang efisien (Santrock, 2007).

13
5. Istirahat cukup
Istirahat yang cukup bukan hanya memelihara kesehatan
fisik, tetapi juga memelihara kesehatan mental. Istirahat yang cukup
merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan
kesehatan diri. Kurangnya waktu istirahat individu dapat
membahayakan kesehatan.
6. Mengendalikan stres
Stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem
fisik tubuh yang berkaitan dengan kesehatan individu. Hubungan
antara stres dan kesehatan ditandai dengan meningkatnya proses
pelepasan hormon adrenalin. Bilamana terlalu tinggi dapat
menyebabkan hipertensi yang berakhir pada serangan jantung yang
membuat kematian secara tiba-tiba (Sarafino, 1998). Stres adalah
respon individu terhadap stresor, yaitu situasi dan peristiwa yang
mengancam mereka dan menuntut kemampuan coping mereka
(Santrock, 2007). Stres tidak dapat dihindari oleh siapapun, hanya
saja yang dapat dilakukan adalah pengelolaan stres. Pengelolaan
stres bertujuan agar individu tidak mengakibatkan gangguan
kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Cara
mengelola stres yang terbukti efektif adalah dengan rutin berekreasi
dan melakukan komunikasi dengan keluarga, teman atau orang
terdekat (Benih, 2013).
7. Perilaku lain yang positif bagi kesehatan
Perilaku lain yang positif bagi kesehatan misalnya: tidak
berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks, penyesuaian diri
dengan lingkungan dan sebagainya.
Menurut Sayogo (2014), dikaitkan dengan penyakit
hipertensi, maka perilaku sehat terhadap pencegahan hipertensi
terdiri dari:
a. Pengaturan berat badan (BB)

14
Pengaturan berat badan (BB) dalam batas normal, bisa
tercapai apabila tubuh dalam keadaan imbang energi. Langkah
awal yang harus dilakukan adalah dengan menghitung
kebutuhan energi per hari. Cara praktis untuk menghitung kalori
per hari adalah dengan cara rule of thumb: kebutuhan kalori 25-
30 kalori/ KgBB. Berdasarkan rule of thumb;
BB ideal yang digunakan apabila orang termasuk obes
atau gemuk; dan BB aktual yang digunakan apabila bukan
termasuk obes.
b. Menjalankan Dietary Approach to Stop Hypertension
Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH) yaitu
menjalankan pola asupan gizi atau pola makan yang dapat
mengatasi atau mencegah penyakit hipertensi. Di dalam
prosesnya, terdapat 4 hal yang harus dilakukan. Empat hal
tersebut yaitu:
1) Konsumsi makanan sehari-hari yang kaya akan sayur dan
buah. Sesuai dengan anjuran World Health Organization
(WHO); konsumsi sayur dan buah lima porsi atau lebih
perhari.
2) Dianjurkan untuk mengkonsumsi produk atau hasil olah
susu yang rendah lemak.
3) Membatasi asupan lemak jenuh dan lemak total.
4) Membatasi asupan natrium. Garam dipercaya dapat
meningkatkan tekanan darah tinggi. Oleh karena itu
kandungan natrium dalam makanan sehari-hari sangat perlu
diatur.
c. Menjalankan aktivitas fisik
Olahraga memberikan dampak yang sangat positif pada
hipertensi. Aktivitas fisik sedang, berupa berjalan kaki cepat
selama 30-45 menit per hari dilakukan setiap hari dalam
seminggu. Aktivitas fisik mempunyai hubungan erat dengan

15
keberhasilan penurunan berat badan maupun mempertahankan
berat badan. Anjuran per hari untuk beraktivitas fisik adalah 60
– 90 menit per hari. Sementara jenis olahraga yang dianjurkan
adalah aerobik seperti berjalan kaki cepat. Jenis olahraga lainnya
adalah renang, dan speda statis.
Secara lebih ringkas, menurut Kementrian Kesehatan
(2012), hipertensi dapat dikendalikan dengan menerapkan
perilaku CERDIK. CERDIK adalah akronim dari beberapa
indikator perilaku pencegahan hipertensi, diantaranya: Cek
kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktivitas
fisik, Diet sehat, Istirahat yang cukup, Kendalikan stres.
Dari beberapa teori di atas, perilaku sehat tercermin
dengan cek kesehatan berkala, tidak mengkonsumsi hal-hal yang
bersifat adiksi seperti rokok dan alkohol, rajin berolahraga,
melakukan diet sehat, istirahat berkualitas dan mampu
mengendalikan stres. Indikator yang dijadikan sebagai alat ukur
di dalam penelitian ini adalah indikator perilaku sehat yang
disesuaikan dengan upaya pencegahan hipertensi menurut
Sayogo dan Kementrian Kesehatan.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat
Menurut Green (dalam Notoatmodjo, 2014) perilaku individu
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing), yaitu faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang. Faktor ini terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin (enabling), yaitu faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi individu untuk
berperilaku. Faktor ini terwujud dalam ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku sehat. Ketiadaan
fasilitas dapat menurunkan niat individu untuk berperilaku sehat.

16
3. Faktor penguat (reinforcing), yaitu faktor-faktor yang mendorong
atau mendukung dan memperkuat terjadinya perilaku. Faktor ini
terwujud dalam adanya dukungan sosial, sikap dan perilaku
petugas kesehatan serta adanya referensi dari pribadi yang
dipercaya. Sementara itu, menurut Karr (dalam Notoatmodjo,
2014) menyebutkan bahwa adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku sehat. Faktor-faktor tersebut yaitu:
a. Niat (Behaviour intention)
Adanya niat individu untuk bertindak sehubungan objek
atau stimulus diluar dirinya. Seseorang untuk bertindak
sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya.
Misalnya, pria mau menggunakan alat kontrasepsi apabila dia
memiliki niat untuk menggunakan alat kontrasepsi tersebut
(Notoatmodjo, 2014).
b. Dukungan sosial (Social support)
Dukungan dari masyarakat sekitar mempengaruhi perilaku
individu. Di dalam kehidupan masyarakat, perilaku individu
cenderung memerlukan penghargaan dari masyarakat.
Seminimalnya dalam berperilaku sehat tidak menjadi gunjingan
di masyarakat. Selain itu, dukungan sosial dinilai sukses dalam
mempengaruhi perilaku sehat individu (Benih, 2014). Menurut
banyak penelitian, keberadaan dukungan sosial amatlah penting
dalam mempengaruhi perilaku sehat. Seringkali ditemui
kegagalan atau keberhasilan yang bersifat sementara di dalam
penyelenggaraan promosi kesehatan, karena dukungan sosial
kurang bahkan tidak ada. Seringkali upaya menerapkan perilaku
sehat sia-sia karena kurangnya dukungan sosial (Notoatmodjo,
2014; Benih, 2014; Marmi, 2013; Prawitasari, 2012; Taylor,
2003; Sheridan, 1992).
c. Akses Informasi (Accessebility of information)

17
Akses informasi adalah tersedianya informasi-informasi
terkait dengan tindakan yang akan diambil seseorang. Informasi
yang cukup dapat menghasilkan pengetahuan terkait bagaimana
mencegah suatu penyakit, sehingga individu dapat mengenali
permasalahan yang ada. Hal ini mendorong untuk berperilaku
sehat.
d. Otonomi Pribadi (Personal autonomy)
Otonomi pribadi adalah kewenangan berperilaku yang
ditentukan berdasarkan keinginan diri sendiri. Dalam
pengambilan keputusan yang bebas oleh individu saat ini dinilai
masih sukar. Misalnya di Indonesia, istri harus tunduk terhadap
suami. Sehingga ruang pengambilan keputusan tergantung suami.
e. Situasi yang memungkinkan (Action situation)
Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan meliputi
pengertian yang luas, baik itu berkaitan dengan fasilitas yang
tersedia maupun kemampuan yang tersesdia. Tersediannya
fasilitas dan kemampuan membuat individu mampu mewujudkan
sikap. Tindakan tidak akan terlaksana tanpa adanya sarana dan
prasarana (Notoatmodjo, 2014).
Lebih sederhana lagi menurut World Health Organization
(WHO) yang menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor
utama yang menentukan perilaku sehat individu. Yaitu:
1) Pemikiran dan perasaan. Pertimbangan-pertimbangan
pribadi terhadap objek atau stimulus merupakan modal
awal untuk berperilaku. Didasarkan pertimbangan untung
ruginya, manfaat dan sumber daya atau uang yang tersedia
dan sebagainya.
2) Adanya acuan atau referensi dari seseorang yang
dipercayai. Seringkali perubahan perilaku masyarakat
bergantung acuan kepada tokoh masyarakat setempat. Hal
tersebut senada dengan Benih (2014), bahwa lingkungan

18
sosial individu lebih sukses mempengaruhi perilaku
individu tersebut. Adanya dukungan sosial atau sebaliknya
menimbulkan konsekuensi yang baik untuk mengubah
kebiasaan di kalangan masyarakat. Bagi remaja sendiri,
perilaku sehat bergantung acuan lebih kepada orangtua
atau keluarga dan teman sebaya (Santrock, 2012).
3) Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung
terjadinya perubahan perilaku. Dalam teori Green,
sumberdaya ini adalah sama dengan faktor enabling
(sarana dan prasarana).
4) Sosiobudaya setempat biasanya sangat berpengaruh
terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini dapat
terlihat dari perilaku tiap-tiap etnis berbeda-beda, karena
memang masing-masing etnis mempunyai budaya yang
berbeda yang khas.
Dari uraian ketiga teori di atas dapat disimpulkan bahwa
perilaku individu atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan dan dibentuk oleh pengetahuan yang diterima.
Kemudian timbulah persepsi dari individu dan memunculkan
niat, sikap, keyakinan yang dapat mewujudkan keinginan
menjadi suatu perbuatan. Penguatan konsep mulai dari “tahu”
menjadi “mau” dan “mampu”, akan terlaksana apabila ada
faktor eksternal yang mempengaruhi situasi di luar diri
individu, seperti: dukungan sosial, fasilitas yang tersedia dan
sarana serta prasarana yang mendukung.
2.5 Dukungan Sosial
Menurut Sarason (2003) dukungan sosial adalah keberadaan,
kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan dalam
menghargai dan menyayangi seorang individu. Dukungan sosial
tersebut selalu mencakup dua hal, yaitu; sumber dukungan sosial dan
tingkat kepuasan dari dukungan sosial tersebut. Sumber dukungan

19
sosial menurut Zimet, et al (1988), sumber dukungan sosial meliputi
keluarga, teman dan significant other.
Pendapat lain seperti Baron dan Byrne (dalam Maslihah, 2011)
menyatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan secara fisik
dan psikologis yang diberikan oleh teman dan atau anggota keluarga.
Gottlieb (dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial terdiri
dari informasi atau nasehat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata,
atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena
kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek
perilaku bagi pihak penerima.
Sheridan & Radmachen (1992) menyebutkan bahwa dukungan
sosial adalah sumber daya individu yang disediakan dari hasil
interaksinya dengan orang lain. Artinya, dukungan sosial dapat dilihat
dari banyaknya kontak sosial yang terjadi atau yang dilakukan individu
dalam menjalin hubungan dengan sumber-sumber yang ada di
lingkungan. Definisi ini memperlihatkan dukungan sosial yang ada
tetapi belum tentu dirasakan individu.
Dalam penelitian ini, dukungan sosial yang digunakan adalah
persepsi atau dukungan yang dirasakan. Menurut Maslihah (2011)
segala sesuatu yang ada di lingkungan dapat menjadi dukungan sosial
atau tidak, tergantung pada sejauhmana individu merasakan hal itu
sebagai dukungan sosial. Oleh karena itu, dukungan sosial yang
dipersepsikan adalah lebih penting dalam perilaku preventif. Sejalan
dengan itu, definisi operasional yang diusulkan Sarafino (dalam Smet,
1994) yaitu dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang
dirasakan, penghargan akan kepedulian, atau membantu orang
menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain.
Dari pelbagai pengertian di atas, dukungan sosial adalah
persepsi akan keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang
yang dapat diandalkan dalam menghargai dan menyayangi seorang
individu. Dukungan sosial digambarkan sebagai diterimanya dukungan

20
yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu, meliputi keluarga,
teman dan significant other.
2.6 Aspek-aspek Dukungan Sosial
House (Smet, 1994) menyatakan empat aspek dukungan sosial
yaitu, dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif.
Berikut ini penjelasannya;
1. Dukungan Emosi
Dukungan jenis ini meliputi ungkapan rasa empati,
kepedulian dan perhatian terhadap individu. Biasanya, dukungan
ini diperoleh dari pasangan atau keluarga, seperti memberikan
pengertian terhadap masalah yang sedang dihadapi atau
mendengarkan keluhannya. Adanya dukungan ini akan
memberikan rasa nyaman, kepastian, perasaan memiliki dan
dicintai kepada individu.
2. Dukungan Penghargaan
Dukungan ini terjadi melalui ungkapan positif atau
penghargaan yang positif pada individu, dorongan untuk maju atau
persetujuan akan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan
yang positif individu dengan orang lain. Dukungan jenis ini, akan
membangun perasaan berharga, kompeten dan bernilai.
3. Dukungan Instrumental
Dukungan jenis ini meliputi bantuan secara langsung dalam
bentuk pinjaman, hadiah atau jasa yang dibutuhkan individu.
Dukungan semacam ini dapat menurunkan stres dengan
memecahkan masalah secara langsung atau dengan meningkatkan
waktu untuk relaksasi atau hiburan. Individu yang meminjamkan
uang atau menghibur saat ada yang sakit, individu tersebut telah
memberikan seseorang dukungan instrumental (Sheridan &
Radmachen, 1992).

21
4. Dukungan informasi
Dukungan jenis ini meliputi pemberian nasehat, saran atau
umpan balik kepada individu. Dukungan ini, biasanya diperoleh dari
sahabat, rekan kerja, atasan atau seorang profesional seperti dokter
atau psikolog. Adanya dukungan informasi, seperti nasehat atau
saran yang diberikan oleh orang-orang yang pernah mengalami
keadaan yang serupa akan membantu individu memahami situasi
dan mencari alternatif pemecahan masalah atau tindakan yang akan
diambil.
Sementara itu, menurut Sarafino (1998) aspek dukungan
sosial adalah sebagai berikut:
a. Dukungan penghargaan
Dukungan ini dapat berupa penghargaan positif kepada
orang lain, mendorong dan memberikan persetujuan atas ide-ide
individu atau perasaannya, memberikan semangat, dan
membandingkan orang tersebut secara positif. Individu memiliki
seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka.
b. Dukungan emosional
Dukungan emosional merupakan dukungan yang
berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga
kedaan emosi, afeksi atau ekspresi. Dukungan ini meliputi
ekspresi empati, kepedulian, dan perhatian pada individu,
memberikan rasa nyaman, memiliki dan perasaan dicintai.
c. Dukungan instrumental
Dukungan ini merupakan pemberian sesuatu berupa
bantuan lansung. Seperti ketika seseorang memberi bantuan
berupa uang atau memberikan pekerjaan ketika stres. Selain itu,
pemberian hadiah juga termasuk dukungan instrumental.
d. Dukungan informasi

22
Dukungan ini diberikan dengan cara menyediakan
informasi, memberikan saran secara langsung, atau umpan balik
tentang kondisi individu dan apa yang harus dilakukan.
Dukungan ini dapat membantu individu dalam mengenali
masalah yang sebenarnya.
e. Dukungan jaringan
Dukukan jaringan soaial yaitu dukungan yang
menimbulkan perasaan memilikipada individu karena ia menjadi
anggota di dalam kelompok. Dalam hal ini individu dapat
membagi minat dan aktivitas sosialnya, sehingga individu
merasa dirinya dapat diterima oleh kelompok tersebut.
Berdasarkan paparan di atas, aspek dukungan sosial
yaitu, dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan
informasi. Dukungan emosional mencangkup kepedulian,
dukungan penghargaan mencangkup penghargaan diri atau
afirmasi, dukungan instrumental mencangkup bantuan langsung
dan dukungan informatif mencangkup pemberian informasi atau
saran.
Aspek yang digunakan sebagai alat ukur penelitian ini
adalah aspek dukungan sosial menurut House (dalam Smet,
1994). Empat aspek tersebut
dinilai cocok untuk perilaku pencegahan terhadap
penyakit. Dibandingkan aspek menurut Sarafino (1998) aspek
kelima tidak digunakan karena jaringan sosial lebih cocok untuk
individu yang telah didiagnosis suatu penyakit. Aspek tersebut
cocok digunakan bagi pengidap kanker.
2.7 Sumber Dukungan Sosial
Zimet, Dahlem, Zimet & Farley (1998) mengungkapkan pada
dasarnya ada 3 jenis orang yang memberikan dukungan, yaitu:
1. Dukungan keluarga (family support), yaitu bantuan-bantuan yang
diberikan oleh keluarga individu seperti ibu, bapak, kakek, nenek,

23
saudara. Dukungan keluarga dapat membantu dalam membuat
keputusan maupun kebutuhan secara emosional. Keluarga yang sehat
akan mencari jalan untuk membantu mencapai potensi kesehatan
yang lebih tinggi. Pendekatan yang menyenangkan dari orang yang
berarti dari lingkungan yang simpatik dan bersahabat akan
membawanya kepada pembinaan lingkungan dan emosi, sehingga
dapat meningkatkan motivasi dan keinginan untuk memanfaatkan
fasilitas kesehatan. Dorongan dan anjuran dari orang terdekat dan
anggota keluarga untuk mencari pengobatan akan berpengaruh besar
terhadap keinginan dan motivasi untuk mendapatkan jasa pelayanan
kesehatan (Notoatmodjo, 2014).
2. Dukungan teman (friend support), teman sebaya adalah kawan,
sahabat atau teman yang seumur dan memiliki kelompok sosial yang
sama, seperti teman kampus, teman sekolah atau teman kerja.
Dukungan teman yaitu bantuan-bantuan yang diberikan oleh teman-
teman individu. Misalnya dalam membantu kegiatan sehari-hari atau
bantuan dalam bentuk lainnya.
3. Dukungan orang yang istimewa (significant other support), yaitu
bantuan-bantuan yang diberikan oleh orang-orang istimewa atau
berarti dalam kehidupan individu. Orang-orang tersebut meliputi
pasangan, kekasih, guru, dosen, dokter, psikolog dan orang-orang
dekat yang dapat dipercaya individu lainnya. Pada penelitian ini
sumber dukungan dari Zimet et al (1988), yaitu dukungan sosial
bersumber dari keluarga, teman dan significant other, akan
dikolaborasikan dengan aspek dukungan sosial yaitu, dukungan
emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi sebagai alat
ukur yang akan digunakan pada penelitian ini.
2.8 Hubungan Dukungan Sosial Dengan Perilaku Sehat
Gaya mahasiswa yang serba asal-asalan diketahui mengancam
kualitas keberlangsungan hidup dimasa depan (Santrock, 2012).
Ditambah lagi fakta bahwa penyakit-penyakit kardiovaskular jaman ini

24
semakin tidak memandang usia (Sayogo, 2014). Mahasiswa yang
memiliki riwayat penyakit tertentu dikombinasi gaya hidup tidak sehat,
semakin memperkuat terjadinya sakit. Penyakit tidak dapat dipandang
sembarangan untuk mahasiswa, karena akan mempengaruhi kehidupan
masa depan salah satunya kesejahteraan hidup (Pritoyo, 2014). Oleh
karena itu, perilaku sehat perlu diterapkan sedini mungkin, mengingat
hal tersebut adalah satu-satunya cara agar terhindar dari pelbagai
ancaman penyakit. Namun pada praktiknya mahasiswa yang hidup jauh
dari orangtua, kurang menerapkan gaya hidup sehat. Ditambah lagi
beban akademik yang membuat mahasiswa kesulitan dalam mengelola
stres. Hal-hal tersebutlah yang mengganggu kesehatan mahasiswa.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku sehat
individu. Salah satunya adalah dukungan sosial. Dukungan sosial
bermanfaat sebagai tempat berbagi untuk individu ketika stres bahkan
depresi (Priyoto, 2014). Ketiadaan dukungan sosial membuat individu
terisolasi sehingga rentan terhadap pelbagai penyakit. Selain itu,
individu yang merasa tidak didukung untuk berperilaku sehat
kemungkinan besar berperilaku tidak sehat (Goleman, 2015).
Berikut ini gambaran hubungan dukungan sosial dengan
perilaku sehat. Aspek pertama dukungan sosial adalah dukungan emosi.
Dukungan emosi dapat meningkatkan perilaku sehat individu
khususnya kemampuan mengelola stres. Menurut Goleman (2015),
apabila terdapat dukungan emosi maka akan menghilangkan isolasi
pada individu. Isolasi muncul karena ketiadaan dukungan sosial. Isolasi
seringkali menyebabkan stres bahkan depresi sehingga mempengaruhi
kesehatan individu. Stres atau tekanan hidup pada remaja adalah salah
satu alasan mengapa remaja merokok (Prawitasari, 2012). Senada
dengan Goleman (2015), isolasi pada pria dapat meningkatkan perilaku
merokok dan timbulnya penyakit hipertensi. Oleh karena itu dukungan
emosi penting dalam mengelola stres agar tidak menimbulkan isolasi
pada individu sehingga individu berperilaku sehat. Pernyataan tersebut

25
didukung oleh hasil penelitian Rosengern (1993) yang menunjukan
bahwa pada pasien hipertensi yang mempunyai dukungan emosional
kuat dari keluarga, pasangan dan sahabat, cenderung memiliki umur dua
kali lebih panjang daripada mereka yang tidak mendapatkan dukungan
emosi. Dari penjelasan tersebut, diketahui bahwa dukungan emosi dapat
mempengaruhi perilaku sehat individu.
Dukungan kedua yaitu dukungan penghargaan. Menurut Smet
(1994) dukungan penghargaan dapat memberikan efek rasa dihargai
pada individu. Individu yang melakukan perilaku sehat kemudian
diapresiasi positif, misalnya di katakan “kamu hebat!”, “kamu pasti
bisa!” atau lainnya, akan meningkatkan harga diri sehingga perilaku
sehat tersebut akan dilakukan atau semakin rutin dilakukan. Hal
tersebut dijelaskan oleh Benih (2014) bahwa dukungan penghargaan
berupa afirmasi atau pengakuan positif dapat menumbuhkan perasaan
dihargai pada individu sehingga timbulah citra diri yang positif dan
karenanya perasaan positif ini memampukan individu untuk
menghadapi informasi ancaman yang relevan terhadap diri individu
tersebut. Jadi, pesan kesehatan tentang penyakit dapat mengancam
individu, namun dengan afirmasi dapat menaikan keterbukaan atau
tanggap terhadap potensi ancaman tersebut, tanggap tersebut
menyebabkan perilaku sehat (Benih. 2014). Senada dengan hal tersebut,
menurut Henriques & Calhoun dalam Syahrani (2015), orang yang
memiliki harga diri yang positif cenderung berperilaku sehat. Sebagai
pendukung pernyataan di atas, penelitian yang dilakukan Ningrum
(2012) memperoleh hasil bahwa dukungan sosial akan meningkatkan
rasa dihargai. Pasien hipertensi yang dihargai akan dapat
mengoptimalkan hidupnya dengan mengatur gaya hidup. Dengan
demikian, semakin tinggi dukungan penghargaan maka semakin tinggi
pula perilaku sehat individu.

26
Aspek ketiga adalah dukungan instrumen. Dukungan ini berupa
pemberian hadiah, ajakan rekreasi atau dapat pula dengan pemberian
pekerjaan yang dapat menghilangkan stres. Menurut Goleman (2015),
tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat timbul disebabkan kesulitan
keuangan. Individu yang memiliki orang-orang untuk dimintai
pertolongan berupa bantuan langsung dan hiburan dapat menurunkan
stres. Selain itu, menurut Notoatmodjo (2014) pemberian hadiah akan
meningkatkan semangat berperilaku sehat. Hadiah tersebut dapat
berupa uang, barang atau bahkan sekadar pujian berupa kata-kata lisan.
Ketika individu diberikan hadiah atau karena melakukan perilaku sehat
mereka akan termotivasi untuk melakukannya secara rutin. Pendapat di
atas sesuai dengan teori reward dan punishment (Skinner, dalam
Notoatmodjo,2014) bahwa hadiah dapat meningkatkan perilaku,
sementara hukuman dapat menurunkan perilaku. Menurut Notoatmodjo
(2014), agar berperilaku sehat, masyarakat dengan prestasi tertinggi
harus diberi hadiah. Dengan demikian dukungan langsung turut
mempengaruhi perilaku sehat.
Dukungan informasi juga dapat mempengaruhi perilaku sehat
individu yakni dengan pemberian informasi, saran maupun nasihat.
Saran maupun nasehat dapat bersumber dari norma yang ada di
lingkungan sosial. Menurut Benih (2014), hidup dalam lingkungan
masyarakat pasti terdapat norma-norma sosial yang harus dipatuhi.
Salah satunya adalah norma subjektif. Norma subjektif ini dapat
mempengaruhi seseorang untuk bertindak sesuai pengaruh kelompok
bagaimana biasanya kelompok bersikap dan bertingkah laku (Fishbein
& Ajzen, dalam Benih, 2014). Contoh, seseorang merokok di usia muda
ketika masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Lingkungan
sekitarnya merasa resah dan memintannya untuk berhenti merokok.
Mau tidak mau akan mengikuti saran tersebut, meskipun upayanya
dirasa berat. Teori ini disebut Planned Behaviour (Ajzen, 1991). Orang-
orang sekitar memberikan saran atau informasi kemudian

27
mempengaruhi sikap individu, akhirnya individu mengikuti saran
tersebut karena terpengaruh lingkungan. Dalam teori tersebut terdapat
dukungan informasi yang diberikan orang lain terhadap individu. Ini
menjelaskan bahwa perlu adanya kontrol dari luar terhadap perilaku
individu. Kontrol luar tersebut berupa saran atau nasehat (Smet, 1994).
Menurut Subagiyo (2015) teori Planned Behaviour baik diaplikasikan
untuk mengatasi perilaku merokok, perilaku makan, penggunaan alat
kontrasepsi, narkoba dan sebagainya.
Selain itu, dukungan informasi dapat juga dilihat dalam
konseling psikologis. Prawitasari (2012) menjelaskan, dalam konseling
pemberhentian merokok, seseorang akan melalui tahapan-tahapan
intervensi yang didalamnya terdapat pemberian informasi terkini,
manajemen diri serta dukungan sosial yang berperan sebagai
pencegahan kekambuhan di tahap mempertahankan. Dukungan sosial
dalam konseling ini dinilai berhasil dengan metode yang sederhana
(Prawitasari, 2012). Keberhasilannya dibuktikan dengan penelitian
Fawzani & Triratnawati (2005), yang menyatakan bahwa dukungan
sosial dari konseling berhenti merokok dapat membantu individu untuk
berhenti merokok.

28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demikian proposal ini kami sampaikan dengan harapan dapat di
jadikan sebagai acuan dalam pelaksanaannya sehingga kegiatan
penyuluhan ini sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2006). Perilaku Hidup Bersih Sehat di Rumah


Tangga. Jakarta: Depkes RI.

Departement Kesehatan RI, 2008. Pusat Promosi Kesehatan, Promosi Kesehatan


Sekolah. Jakarta: Depkes RI.

Dinas Kesehatan Kota Semarang. (2010). Pedoman Program Pembinaan Perilaku


Hidup Bersih dan Sehat. Semarang : Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Joesafira, (2012). Kesehatan Remaja : Problem dan Solusinya. Jakarta : Salemba


Medika. Provera & Rahmawati, (2012).

Kesehatan Remaja : Problem dan Solusinya. Jakarta : Salemba Medika.

Konsultan Manajemen Nasional Bidang Pengembangan Program. 2010. Petunjuk


Teknis Kegiatan Usaha Sekolah (UKS) Dalam PNPM Mandiri
Perdesaan.PNPM Mandiri.

Maryunani, (2013). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta : Trans
Info Media. Mubarak. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar
dan Teori. Jakarta : Salemba Medika.

Mubarak & Chayatin, (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas : Pengantar dan


Teori. Jakarta : Salemba Medika.

30
Lampiran : I

Susunan kepanitiaan :

1. Devisi pengabdian masyarakat


Nama :
2. Devisi perlengkapan
Nama :
3. Devisi keamanan
Nama :
4. Devisi konsumsi
Nama :
5. Devisi acara
Nama :
6. Devisi dokemtasi
Nama :

31
Lampiran : II

Agenda Acara

JAM KEGIATAN PENYAJI MODERATOR


08.00-08.05 Pembukaan
08.05-08.10 PembacaanDo’a
08.10-08.20 SambutanKepalaSekolah

08.20-08.30 SambutanDosenPembimbing

08.30-09.00 PersentasiMateriTentangPHBS

09.00-09.30 Praktek Langsung Tentang


PHBS

09.30-10.00 PembacaanDo’adan Penutup

10.00- FotoBersama/ Dokumentasi


selesai

32

Anda mungkin juga menyukai