Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


KISTE OVARIUM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


KEPERAWATAN MATERNITAS II
yang dibina oleh Ns. Awatiful Azza, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Mat.

Oleh :
Kelompok 4
Arofatul Maghfiroh (1711011008)
Restri Wahyuningtyas (1711011020)
Siti Zainiyah (1711011024)
Arwanda Hedi Sagita (1711011030)
Apriliya Dwi Prasanti (1711011039)
Sherly Siliviany A.P. (1711011041)
Maretha Florencia Irena P. (1711011043)
Jefry Trio Hanas (1711011045)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kiste Ovarii”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Jember, 28 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................ 2
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Medis................................................................................ 3
1. Anatomi Fisiologi...................................................................... 3
2. Definisi....................................................................................... 3
3. Klasifikasi.................................................................................. 4
4. Etiologi....................................................................................... 7
5. Patofisiologi............................................................................... 9
6. Pathway...................................................................................... 10
6. Manifestasi Klinis...................................................................... 11
7. Komplikasi................................................................................. 12
8. Pemeriksaan Penunjang............................................................. 13
9. Penatalaksanaan......................................................................... 13
10. Pencegahan.............................................................................. 15
B. Konsep keperawatan...................................................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 39
B. Saran.............................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 40

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ovarium mempunyai fungsi yang sangat penting pada reproduksi dan
menstruasi pada wanita. Gangguan pada ovarium dapat menyebabkan
terlambatnya pertumbuhan, perkembangan dan kematangan sel telur.
Gangguan yang paling sering terjadi adalah kista ovarium, sindrom polikistik
dan kanker ovarium.
Kiste ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit reproduksi yang
banyak menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan
yang bisa dikatakan adanya pertumbuhan sel˗sel otot polos pada ovarium
yang jinak. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan untuk menjadi
tumor ganas atau kanker. Perjalanan penyakit ini sering disebut silent killer
atau secara diam˗diam menyebabkan banyak wanita yang tidak menyadari
bahwa dirinya sudah terserang kiste ovarium dan hanya mengetahui pada saat
kiste sudah dapat teraba dari luar atau membesar.
Kiste ovarium memiliki ukuran beragam, berkapsul dengan berisi
cairan. Beberapa kiste ovarium ini tidak menimbulkan gejala, dan dapat
mengalami resolusi spontan, tetapi ada yang menyebabkan nyeri dan perasaan
tidak nyaman. Ada beberapa yang menjadi ganas, dengan risiko terjadinya
karsinoma terutaman pada wanita yang mulai menopause.
Keganasan ovarium merupakan kasus terbanyak dan merupakan
penyebab kematian karena keganasan ginekologi. Penanganan terhadap kista
ovarium didasarkan pada jenis kista tersebut. Sehingga untuk menentukan
apakah kista tersebut harus diangkat atau tidak, diagnosisnya harus
benar˗benar jelas.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi ovarium?
2. Apa definisi kiste ovarium?
3. Bagaimana klasifikasi kiste?
4. Apa penyebab terjadinya kiste ovarium?

1
5. Bagaimana perjalanan penyakit / patofisiologi kiste ovarium?
6. Bagaimana pohon masalah / pathway pada kiste ovarium?
7. Bagaimana tanda dan gejala pada pasien dengan kiste ovarium?
8. Apa saja komplikasi pada pasien dengan kiste ovarium?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien dengan kiste ovarium?
10. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan kiste ovarium?
11. Bagaimana pencegahan kiste ovarium?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kiste ovarium?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi ovarium
2. Untuk mengetahui definisi kiste ovarium
3. Untuk mengetahui klasifikasi kiste
4. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kiste ovarium
5. Untuk mengetahui perjalanan penyakit / patofisiologi kiste ovarium
6. Untuk mengetahui pohon masalah / pathway kiste ovarium
7. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada pasien dengan kiste ovarium
8. Untuk mengetahui komplikasi pada pasien dengan kiste ovarium
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien dengan kiste
ovarium
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien dengan kiste ovarium
11. Untuk mengetahui pencegahan kiste ovarium
12. Untuk mengethaui asuhan keperawatan pasien dengan kiste ovarium

2
BAB II
ISI
A. Konsep Medis
1. Anatomi Fisiologi Ovarium
Ovarium merupakan organ kecil berbentuk seperti buah kenari
berwarna putih dan konsistensinya agak padat. Ukuran ovarium 3cm x
2cm x 1cm dan beratnya 5 ˗ 8 gram. Indung telur pada seorang dewasa
sebesar ibu jari tangan, terletak di kiri dan kanan, dekat pada dinding
pelvis di fossa ovarika. Ovarium terletak pada lapisan belakang
ligamentum latum. Bagian ovarium kecil berada di dalam ligamentum
latum (hilus ovarii). Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang
ligamentum latum dengan ovarium dinamakan meovarium. Ovarium
menghasilkan sel telur dan hormon wanita. Hormon merupakan bahan
kimia yang mengontrol jalannya dari sel dan organ tertentu (Wiknjosastro,
2008).
2. Definisi
Kista ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang
berisi cairan, yang tumbuh di indung telur. Cairan ini bisa berupa air,
darah, nanah, atau cairan coklat kental seperti darah menstruasi. Kista
banyak terjadi pada wanita usia subur atau usia reproduksi (Dewi, 2010).
Kista ovarium juga merupakan rongga berbentuk kantong berisi cairan di
dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena
terbentuk setelah sel telur dilepaskan sewaktu ovulasi. Kista fungsional
akan mengerut dan menyusut setelah beberapa waktu (1 ˗ 3 bulan),
demikian pula yang terjadi bila seorang perempuan sudah menopause,
kista fungsional tidak terbentuk karena menurunnya aktivitas indung telur
(Yatim, 2005).

3
3. Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2008), klasifikasi kista ovarium antara lain :
a. Kista Ovarium Non Neoplastik
1) Kista Folikel
Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak berovulasi,
namun tumbuh terus menjadi kista folikel. Kistaini berdiameter 1 ˗
1 1/2 cm. Kista ini bisa menjadi sebesar jeruk nipis. Bagian
dalamdinding kista yang tipis terdiri dari beberapa lapisan sel
granulose, akan tetapi karena tekanan di dalam kista, terjadilah
artrofi pada lapisan ini. Cairan dalam kista jernih dansering kali
mengandung esterogen, oleh sebab itu kista kadang ˗ kadang dapat
menyebabkan gangguan haid. Kista folikel lama kelamaan mengecil
dan dapat menghilang, atau bisa terjadi rupture dan kista
menghilang.
2) Kista Korpus Luteum
Korpus luteum disebut kista korpus luteum jika berukuran
>3cm, kadang ˗ kadang diameter kista ini dapat sebesar 10 cm, rata
˗ rata 4 cm (Benson, 2008). Dalam keadaan normal, korpus luteum
lama kelamaan mengecil dan menjadi korpus albikans. Perdarahan
yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista, kista
ini berisi cairan yang berwarna merah coklat. Pada pembelahan
ovarium kista korpus luteum member gambaran yang khas. Dinding
kista terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas sel ˗ sel
luteum yang berasal dari sel ˗ sel teka. Kista korpus luteum dapat
menimbulkan gangguan haid, berupa amenorea diikuti oleh
perdarahan yang tidak teratur. Adanya kista dapat menyebabkan
rasa berat di perut bagian bawah. Rasa nyeri di dalam perut yang
mendadak dengan adanya amenorea sering menimbulkan kesulitan
dalam diagnosis. Penanganan kista luteum ialah menunggu sampai
kista hilang sendiri.

4
3) Kista Teka Lutein
Kista teka lutein biasanya bilateral, kecil dan jarang terjadi
dibandingkan kista folikel atau kista korpus luteum. Kista teka
lutein berisi cairan berwarna kekuning ˗ kuningan. Berhubungan
dengan penyakit trofofoblastik kehamilan (misalnya mola
hidatidosa, koriokarsioma), penyakit ovarium polikistik dan
pemberian zat perangsang ovulasi. Gejala yang timbul biasanya rasa
penuh atau menekan pada pelpis (Benson, 2008). Tumbuhnya kista
ini ialah akibat pengaruh hormone koriogononadotropin yang
berlebihan, dan hilangnya mola atau koriokarsinoma, ovarium yang
mengecil secara spontan.
4) Kista Inkusi Germinal
Tumor ini lebih banyak terdapat pada wanita usia lanjut, dan
besarnya jarang melebihi diameter 1cm. Kista ini biasanya secara
kebetulan ditemukan pada pemeriksaan histologik ovarium yang
diangkat waktu operasi. Kista ini terletak di bawah permukaan
ovarium, dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel, berisi cairan
jernih.
5) Kista Endometrium
Kista ini endometriosis yang berlokasi di ovarium.
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium
yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan
endometrium terdapat di dalam miometrium atau pun di luar uterus.
Endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita diusia muda, dan
wanita yang tidak memiliki banyak anak. Gambaran mikroskopik
dari endometriosis yaitu pada ovarium tampak kista ˗ kista biru
kecil sampai kista besar berisi darah tua menyerupai coklat (kista
coklat atau endometrioma) (Wiknjosastro, 2008).

5
6) Kista Stein Leventhal
Pada tahun 1955 Stein dan Leventhal meminta perhatian
terhadap segolongan wanita muda dengan gejala ˗ gejala infertilitas,
amenorea. Kista ini disebabkan oleh gangguan hormonal.
b. Kista Ovarium Neoplastik
1) Kistoma Ovarii Simplek
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding
kista tipis dan cairan di dalam kista jernih dan berwarna kuning.
Pada dinding kista tampak lapisan epitel kubik. Berhubung adanya
tangkai dapat terjadi torsi (putaran tangkai) dengan gejala ˗ gejala
mendadak. Terapi yang dilakukan dengan pengangkatan kista
dengan reseksi ovarium, akan tetapi jaringan yang dikeluarkan
harus segera diperiksa secara histologik untuk mengetahui apakah
ada keganasan atau tidak.
2) Kistadenoma Ovarii Musinosum
Tumor musinosum merupakan 15% ˗ 25% dari semua
neoplasma ovarium dan menyebabkan 6% ˗ 10% kanker ovarium.
Sekitar 8% ˗ 10% adalah bilateral. Tumor ini bisa sangat besar
(>70kg) tetapi rata ˗ rata berdiameter 16 ˗ 17 cm saat didiagnosis
dan terutama ditemukan pada dua kelompok umur (10 ˗ 30 tahun
dan > 40 tahun). Biasanya tidak menimbulkan gejala selain rasa
penuh akibat adanya massa dalam perut. Tumor musinosum
berdinding licin halus dan berisi cairan kental, tebal, kecoklatan
(Benson, 2008). Bila terjadi keganasan terapi yang dilakukan adalah
dengan pembedahan.
3) Kistadenoma Ovarii Serosum
Kista jenis ini tidak mencapai ukuran yang sangat besar
dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor
biasanya licin dan berwarna keabu ˗ abuan. Ciri khas kista ini ialah
potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 5%. Isi

6
kista cair, kuning, dan kadang ˗ kadang coklat karena campuran
darah.
4) Kista Endometrioid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada
dinding dalam terdapat satu lapisan sel ˗ sel, yang menyerupai
lapisan epitel endometrium. Kista ini ditemukan oleh Sartesson
tahun 1969, kista ini tidak ada hubungannya dengan endometriosis
ovarii.
5) Kista Dermoid
Tidak ada ciri khas pada kista dermoid. Dinding kista kelihatan
putih dan keabu ˗ abuan, dan agak tipis. Pada umumnya terdapat
satu daerah pada dinding bagian dalam yang menonjol dan padat.
Kista dermoid dapat terjadi torsi tangkai (komplikasi) dengan gejala
nyeri mendadak di perut bagian bawah. Ada kemungkinan pula
terjadinya sobekan dinding kista dengan akibat pengeluaran isi kista
dalam rongga peritoneum. Perubahan keganasan jarang terjadi,
kira˗kira 1,5% dari semua kista dermoid, dan biasanya terjadi pada
wanita sesudah menopause. Kista dermoid penanganannya dengan
pengangkatan seluruh ovar.
4. Etiologi
Kista ovarium disebakan oleh gangguan (pembentukan) hormon
pada hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. (Setyorini,2014)
Faktor penyebab terjadinya kista antara lain adanya penyumbatan
pada saluran yang berisi cairan karena adanya infeksi bakteri dan virus.
Adanya zat dioksin dari asap pabrik dan pembakaran gas bermotor yang
dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia, dan kemudian akan
membantu tumbuhmya kista.
Faktor makanan, lemak berlebihan atau lemak yang tidak sehat yang
mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses
metabolisme sehingga akan meningkatkan resiko tumbuhnya kista dan
faktor genetik (Andang, 2013).

7
Menurut Kurniawati, dkk (2009) ada beberapa faktor pemicu yang
dapat mungkin terjadi, yaitu :
a. Faktor Internal
1) Faktor genetik
Dimana di dalam tubuh manusia terdapat gas pemicu kanker
yang disebut gen protoonkogen. Protoonkogen tersebut dapat terjadi
akibat daei makanan yang bersifat karsinogen, polusi, dan paparan
radiasi.
2) Gangguan Hormon
Individu yang mengalami kelebihan hormon estrogen atau
progesteron memicu terjadinya penyakit kista.
3) Riwayat Kanker Kolon
Individu yang mempunyai riwayat kanker kolon, dapat
berisiko terjadinya penyakit kista. Dimana, kanker tersebut dapat
menyebar secara merata kebagian alat reproduksi lainnya.
b. Faktor Eksternal
1) Kurang Olahraga
Olahraga sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia.
Apabila jarang olahraga maka kadar lemak akan tersimpan di dalam
tubuh dan akan menumpuk di sel-sel jaringan tubuh, sehingga
peredaran darah dapat terhambat oleh jaringan lemak yang tidak
dapat berfungsi dengan baik.
2) Merokok dan Konsumsi Alkohol
Merokok dan mengkonsumsi alkohol merupakan gay hidup
tidak sehat yang dialami oleh setiap manusia. Gaya hiduo yang tidak
sehat dengan merokok dan mengkonsumsi alkohol akan
menyebabkan kesehatan tubuh manusia terganggu, terjadi kanker,
peredaran darah tersumbat, kemandulan, cacat janin, dan lain-lain.
3) Mengkonsumsi Makanan yang Tinggi Lemak dan Serat
Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan serat salah
satu gaya hidup yang tidak sehat pula, selain merokok dan konsumsi

8
alkohol. Makanan yang tinggi serat dan lemak dapat menyebabkan
penimbunan zat-zat yang berbahaya untuk tubuh di dalam sel-sel
darah tubuh manusia, terhambatnya saluran pencernaan di dalam
peredaran darah atau sel-sel darah tubuh manusia yang dapat
mengakibatkan sistem kerja tidak berfungsi dengan baik sehingga
akan terjadi obesitas, konstipasi, dan lain-lain.
4) Sosial Ekonomi Rendah
Sosial ekonomi yang rendah salah satu faktor pemicu
terjadinya kista, walaupun sosial ekonomi yang tinggi
memungkinkan pula terkena penyakit kista. Namun, baik sosial
ekonomi rendah atau tinggi, sebenarnya dapat terjadi risiko
terjadinya kista apabila setiap manusia tidak menjaga pola hidup
sehat.
5) Sering Stress
Stress adalah salah satu faktor pemicu risiko penyakit kista,
karena apabila stress, manusia banyak melakukan tindakan ke hal-
hal yang tidak sehat, seperti merokok, seks bebas, minum alkohol,
dan lain-lain.
5. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan
folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel
tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur,
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk
kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk
beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus,
folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan
oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang
pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-
tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan
mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi
fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara

9
gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari
proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak
(Nugroho, 2010).
6. Pathway
Etiologi :
Ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron
Pertumbuhan folikel tidak seimbang
Degenerasi ovarium
Infeksi ovarium
Gangguan reproduksi
rereproduksi
Tanda dan gejala : Diagnosa : Komplikasi :
Tanpa gejala Anamnesa Pembenjolan perut
Nyeri saat menstruasi Pemeriksaan fisik Pola haid berubah

Nyeri di perut bagian bawah Pemeriksaan penunjang Perdarahan

Nyeri saat berhubungan seksual Torsio (putaran tangkai)

Nyeri saat berkemih atau BAB Infeksi


Kista ovarium
Siklus menstruasi tidak teratur Dinding kista robek
Perubahan keganasan
Kista fungsional Kista non fungsional

Konservatif :
Observasi 1-2 bulan
Laparatomi Laparoskopi

Keluhan tetap :
Aktivitas hormon Salpingo
Discomfort Ovarian cystectomi
oophorectomi

Perawatan post operasi : Penyulit post operasi :


Obat analgetik Nyeri
Mobilisasi Perdarahan
Personal hygiene Infeksi

10
7. Manifestasi Klinis
Adapun gejala klinis kista ovarium :
a. Pembesaran, tumor yang kecil mungkin diketahui saat melakukan
pemeriksaan rutin. Tumor dengan diameter sekitar 5cm, dianggap
belum berbahaya kecuali bila dijumpai pada ibu yang menopause atau
setelah menopause. Besarnya tumor dapat menimbulkan gangguan
berkemih dan buang air besar terasa berat di bagian bawah perut dan
teraba tumor di perut.
b. Gejala gangguan hormonal. Indung telur merupakan sumber hormone
wanita yang paling utama sehingga bila terjadi pertumbuhan tumor
dapat mengganggu pengeluaran hormone. Gangguan hormone selalu
berhubungan dengan pola menstruasi yang menyebabkan gejala klinis
berupagangguan pola menstruasi dan gejala karena tumor
mengeluarkan hormon.
c. Gejala klinis karena komplikasi tumor. Gejala komplikasitumor dapat
berbentuk infeksi kista ovarium dengan gejala demam, perut sakit,
tegang, dan nyeri, penderita tampak sakit. Mengalami torsi pada tangkai
dengan gejala perut mendadak sakit hebat dan keadaan umum penderita
cukup baik (Manuaba, 2009).
Kebanyakan kiste ovarium tumbuh tanpa menimbulkan gejala dan
mengganggu organ tubuh yang lain. Jika kista sudah mulai menekan
saluran kemih, usus, saraf, atau pembuluh darah besar di sekitar rongga
panggul, maka akanmenimbulkan keluhan berupa susah buang air kecil
dan buang air besar, gangguan pencernaan, kesemutan atau bengkak pada
kaki (Andang, 2013).
Menurut nugroho (2014), gejala klinis kiste ovarium adalah nyeri
saat menstruasi, nyeri di perut bagian bawah, nyeri saat berhubungan
badan, siklus menstruasi tidak teratur, dan nyeri saat buang air kecil dan
buang air besar.
Gejala tidak menentu, terkadang hanya ketidaknyamanan pada perut
bagian bawah. Pasien akan merasa perutnya membesar dan menimbulkan

11
gejala perut terasa penuh dan sering sesak nafas karena perut tertekan oleh
besarnya kista (Manuaba, 2009).
8. Komplikasi Kista Ovarium
Komplikasi kista ovarium diantaranya :
a. Torsi kista ovarium
Biasanya terjadi saat hamil atau post partum. Keluhannya nyeri
perut mendadak, mual, muntah. Torsi menahun tidak dirasakan karena
perlahan˗lahan sehingga tidak banyak menimbulkan rasa nyeri
abdomen, timbulnya torsi karena ada tumor dalamperut. Terapi yang
dilakukan adalah tindakan laparotomi.
b. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi trauma abdomen, langsung pada
kistanya. Keluhan seperti trauma diikuti rasa nyeri mendadak.
Perdarahan menimbulkan pembesaran kista dan memerlukan tindakan
laparotomi. Tidak ada patokan mengenai ukuran besarkista yang
berpotensi pecah. Ada kista yang berukuran 5cm sudah pecah, namun
ada pula yang sampai berukuran 20cm belum pecah. Pecahnya kista
menyebabkan pembuluh darah robek dan menimbulkan terjadinya
perdarahan.
c. Infeksi kista ovarium
Infeksi pada kista terjadi akibat infeksi asenden dari serviks, tuba
dan menuju lokus ovulasi, sampai abses. Keluhan infeksi kista ovarium
yaitu badan panas, nyeri abdomen, abdomen terasa tegang, diperlukan
laparotomi dan laboratorium untuk mengetahui adanya infeksi pada
kista.
d. Ruptura kapsul kista
Ruptur kapsul kista terjadi akibat dari perdarahan mendadak,
infeksi kista dengan pembentukan abses membesar rupture. Diperlukan
tindakan laparotomi untuk mengetahui terjadinya ruptura kapsul kista.

12
e. Degenerasi ganas
Degenerasi ganas berlangsung pelan “silent killer”. Terdiagnosa
setelah stadium lanjut, diagnose dini karsinoma ovarium menggunakan
pemeriksaan tumor marker CA 125 untuk mengetahui terjadinya
degenerasi ganas (Manuaba, 2010).
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Laparoskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat˗sifat tumor
itu.
b. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kemih, apakah
tumor kistik atau solid, dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam
ronggaperut yang bebas dan yang tidak.
c. Foto rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
d. CA˗125
Memeriksa kadar protein dalam darah yang disebut CA˗125.
Kadar CA˗125 juga meningkat pada perempuan subur, meskipun tidak
ada proses keganasan. Tahap pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada
perempuan yang berisiko terjadi proses keganasan, kadar normal
CA˗125 adalah (0 ˗ 35 u/ml).
e. Parasintesis pungsi asites
Berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu diperhatikan
bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan
isi kista bila dinding kista tertusuk (Wiknjosastro, 2008).
10. Penatalaksanaan
a. Obsevasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor
(dipantau) selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang

13
dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini
diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nigroho,2010: 105).
b. Terapi bedah
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka
tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada
gelaja akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu
dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan
biasanya memerlukan operasi pengankatan. Selain itu, wanita
menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi
pengangkatan untuk meminimalisir risiko cukup besar terkena kanker
jenis ini. Bila hanya kista yang diangkat, maka operasi ini disebut
ovarium cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium
termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo oophorectom.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak,
kondisi ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyababkan posisi batang ovarium terlilit
(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan
tindaka darurat pembedahan untuk megembalikan posisi ovarium
menurut Yatim, (2008), yaitu :
1) Apabila kistanya kecil misal sebesar permen dan pada pemeriksaan
sonogram tidak terlihat tanda-tanda keganasan biasanya dilakukan
Laparaskopi
2) Apabila kista agak besar dilakukan Laparatomi
3) Untuk Polistik ovarium biasanyan dengan pengobatan oral yaitu pil
KB denan gabungan estrogen – progesterone untuk mengurangi
ukuran besar kista.
Menurut Winkjosastro, 2008, yaitu :
a. Kista yang besarnya tidak melebihi jeruk nipis dengan diameter
kurang dari 5cm disebut kista folikel atau korpus luteum.

14
Penanganannya adalah dengan pengangkatan tumor dengan
mengadakan reseksi pada bagian ovarium.
b. Jika kista berukuran besar atau ada komplikasi perlu dilakukan
pengangkatan ovarium biasanya disertai dengan pengangkatan tuba
(salpingo ooforektomi)
c. Jika terdapat keganasan dilakukan histerektomi dan sapingo
ooforektomi bilateral.
11. Pencegahan Kista Ovarium
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer yaitu tindakan pencegahan bilapenyakit kista
ovarium belum muncul. Upaya pencegahan primer dapat dilakukan
dengan memberikan informasi mengenai kista ovarium. Gaya hidup
yang tidak sehat dapat memicu terjadinya penyakit kista ovarium.
Risiko kista ovarium fungsional meningkat dengan merokok. Risiko
dari merokok mungkin meningkat lebih lanjut dengan indeks massa
tubuh menurun. Selain karena merokok, pola makan yang tidak sehat
seperti konsumsi tinggi lemak, rendah serat, konsumsi zat tambahan
pada makanan, konsumsi alcohol dapat juga meningkatkan risiko
penderita kista ovarium (Bustam, 2007).
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mencegah penyebaran
penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi penyakit kista melalui
upaya diagnose dini serta pengobatan yang tepat (Asmadi, 2008).
Kista non neoplastik akibat peradangan umumnya dalam anamnesis
menunjukkan gejala˗ gejala ke arahperadangan genital. Kista non
neoplastik umumnya tidakmenjadi besar, dan diantaranya pada suatu
waktu biasanya menghilang sendiri. Jika kista ovarium itu bersifat
neoplastik, maka perlu pemeriksaan yang cermat dan analisis yang
tajam, dari gejala˗gejala yang ditemukan dapat membantu dalam
pembuatan diagnosis diferensial.

15
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dilakukan bertujuan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi supaya penderita kista
ovarium melakukan aktivitasnya kembali. Upaya rehabilitasi
dilakukan dengan dukungan moril dari orang˗orang terdekat terhadap
penderita kista ovarium pasca operasi karena penderita akan
kehilangan harga diri sebagai seorang wanita. Berdasarkan penelitian
Triyanto (2009), terdapat hubungan antara dukungan suami dengan
tingkat stress istri yang menderita kista ovarium. Dukungan suami
atau keluarga diperlukan sepanjang kehidupan seorang wanita.
Apabila tidakada tindakan atau dukungan dari keluarga, maka wanita
yang menderita kista ovarium akan mengalami stress bahkan depresi.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan
semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap.
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada
dokter dalam 30 manajemen kolaborasi perawat akan melakukan
konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah
mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi
keadaan pasien. (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
1) Data subyektif
a) Identitas pasien
(1) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak
keliru dengan pasien-pasien lain.
(2) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam
masa reproduksi.
(3) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien
mengenai gangguan reproduksi.

16
(4) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana
tingkat intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya.
(5) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari pasien.
(6) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur
tingkat sosial ekonominya.
(7) Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan
b) Alasan Kunjungan
Tulis sesuai ungkapan
(1) Keluhan utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk
mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai
kesehatan reproduksi.
(2) Riwayat kesehatan
(a) Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu
pernah diderita yang dapat mempengaruhi dan
memperparah penyakit yang saat ini diderita.
(b) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang
berhubungan dengan gangguan reproduksi terutama kista
ovarium.
(c) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan
adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan
kesehatan pasien.

17
(3) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali
menikah, syah atau tidak, umur berapa menikah dan lama
pernikahan.
(4) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus,
lama menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji
untuk mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi
sehubungan dengan menstruasi.
(5) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit,
maka bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan
bahwa apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau
patologis.
(6) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan
saat ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab
atau berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
(7) Pola pemenuhan kebutuhan sehari˗hari
(a) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka
memakan makanan yang masih mentah dan apakah ibu
suka minum minuman beralkohol karena dapat
merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh.
(b) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu
kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah,
konsistensi dan bau serta kebiasaan air kecil meliputi
frekuensi, warna, jumlah.

18
(c) Hubungan seksual
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi
tersebut apakah menimbulkan keluhan pada hubungan
seksual atau sebaliknya.
(d) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat
yang cukup atau tidak.
(e) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.
(f) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien
sehari hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas
terhadap kesehatannya.
2) Data objektif
a) Pemeriksaan umum
(1) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau
tidak.
(2) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
(3) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan
kondisi yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah,
temperatur/ suhu, nadi serta pernafasan
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung
kaki.
(1) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan
rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.

19
(2) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem
atau tidak, pucat atau tidak.
(3) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera
ikterik atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
(4) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris
atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
(5) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan
sekret atau tidak.
(6) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah
atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
(7) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
(8) Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe atau tidak.
(9) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau
tidak, ada benjolan atau tidak.
(10) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas
operasi dan pembesaran perut.
(11) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor
baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
(12) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor
baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek
patella positif atau tidak.
(13) Genitalia: Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses
ataupun pengeluaran yang tidak normal.
(14) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid
atau tidak.
c) Pemeriksaan khusus
(1) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk
melihat keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.

20
(2) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau
tangan, digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.
(d) Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi,
kelainan dan penyakit.
b. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk.
2009: 115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan
menjadi diagnosa keperawatan dan masalah.
1) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan
dengan nama ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data
dasar meliputi:
a) Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang
dialami ibu.
b) Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
2) Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien.
Data dasar meliputi:
a) Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
b) Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.

21
c. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah
Potensial
Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau
diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis
yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika
memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi
klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosis atau masalah
potensial benar-benar terjadi. Langkah ini menentukan cara perawat
melakukan asuhan yang aman (Purwandari, 2008:79).
d. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan
yang Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan
dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang
gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan
keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu
intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan
kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter
(Muslihatun, dkk. 2009: 117).
e. Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data
dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi(Purwandari, 2008: 81).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita
tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan

22
penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau 40 psikologis.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup
setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana
asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien,
agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian
pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas
perawat adalah merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan
rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama
sebelum melaksanakannya (Purwandari, 2008: 81).
f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian
dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan yang lain. Jika perawat tidak melakukannya sendiri ia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.
Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu dari asuhan klien (Muslihatun, dkk. 2009: 118).
g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang
diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana
tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat
proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada
rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008: 82).
Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan
pengkajian yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi
tindakan serta orientasi proses klinis. Karena proses manajemen
tersebut berlangsung di dalam situasi klinis dan dua langkah yang

23
terakhir tergantung pada klien dan situasi klinis, tidak mungkin
manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Purwandari, 2008: 83).
2. Diagnosis
Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien
dengan kista ovarium adalah :
a. Pre Operasi
(1) Nyeri akut b.d agen cedera biologi
(2) Ansietas b.d perubahan status kesehatan
b. Post Operasi
(1) Nyeri akut b.d agen cedera biologi
(2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
(3) Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik
3. Intervensi
a. Pre operasi

RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosis Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

1. Nyeri akut b.d agen cidera Setelah dilakukan asuhan NIC : pain
biologi keperawatan selama 3x24 management
jam diharapkan nyeri a. Lakukan
pasien berkurang pengkajian nyeri
NOC : secara
a. Pain Level, komprehensif
b. Pain control, termasuk lokasi,
c. Comfort level karakteristik,
Kriteria Hasil : durasi, frekuensi,
a. Mampu mengontrol kualitas dan faktor

24
nyeri (tahu penyebab presipitasi
nyeri, mampu b. Observasi reaksi
menggunakan tehnik nonverbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri, c. Gunakan teknik
mencari bantuan) komunikasi
b. Melaporkan bahwa terapeutik untuk
nyeri berkurang dengan mengetahui
menggunakan pengalaman nyeri
manajemen nyeri pasien
c. Mampu mengenali d. Kaji kultur yang
nyeri (skala, intensitas, mempengaruhi
frekuensi dan tanda respon nyeri
nyeri) e. Evaluasi
d. Menyatakan rasa pengalaman nyeri
nyaman setelah nyeri masa lampau
berkurang f. Evaluasi bersama
e. Tanda vital dalam pasien dan tim
rentang normal kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
g. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
h. Kontrol
lingkungan yang
dapat

25
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
i. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal)
k. Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
l. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
m. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
n. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
o. Tingkatkan
istirahat
p. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri

26
tidak berhasil
2. Kecemasan bd diagnosis Setelah dilakukan asuhanNIC : Anxiety
dan pembedahan keperawatan selama 3x 24Reduction
jam diharapakan cemasi(penurunan
terkontrol kecemasan)
NOC : a. Gunakan
a. Anxiety control pendekatan yang
b. Coping menenangkan
Kriteria Hasil : b. Nyatakan dengan
a. Klien mampu jelas harapan
mengidentifikasi dan terhadap pelaku
mengungkapkan gejala pasien
cemas c. Jelaskan semua
b. Mengidentifikasi, prosedur dan apa
mengungkapkan dan yang dirasakan
menunjukkan tehnik selama prosedur
untuk mengontol cemas d. Temani pasien
c. Vital sign dalam batas untuk memberikan
normal keamanan dan
d. Postur tubuh, ekspresi mengurangi takut
wajah, bahasa tubuh e. Berikan informasi
dan tingkat aktivitas faktual mengenai
menunjukkan diagnosis,
berkurangnya tindakan prognosis
kecemasan f. Dorong keluarga
untuk menemani
anak
g. Lakukan back /
neck rub
h. Dengarkan dengan
penuh perhatian

27
i. Identifikasi tingkat
kecemasan
j. Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan
k. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
l. Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik relaksasi
m. Barikan obat
untuk mengurangi
kecemasan

b. Post Operasi
 RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosis
No. Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agenSetelah dilakukan asuhanNIC : pain
injuri fisik keperawatan selama 3x24 jammanagement
diharapkan nyeri pasiena. Lakukan
berkurang pengkajian nyeri
NOC : secara

28
a. Pain Level, komprehensif
b. Pain control, termasuk lokasi,
c. Comfort level karakteristik,
Kriteria Hasil : durasi, frekuensi,
a. Mampu mengontrol nyeri kualitas dan
(tahu penyebab nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan tehnikb. Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk nonverbal dari
mengurangi nyeri, mencari ketidaknyamanan
bantuan) c. Gunakan teknik
b. Melaporkan bahwa nyeri komunikasi
berkurang dengan terapeutik untuk
menggunakan manajemen mengetahui
nyeri pengalaman nyeri
c. Mampu mengenali nyeri pasien
(skala, intensitas, frekuensid. Kaji kultur yang
dan tanda nyeri) mempengaruhi
d. Menyatakan rasa nyaman respon nyeri
setelah nyeri berkurang e. Evaluasi
e. Tanda vital dalam rentang pengalaman nyeri
normal masa lampau
f. Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri
masa lampau
g. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan

29
menemukan
dukungan
h. Kontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
i. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal)
k. Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
l. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
m. Berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri

30
o. Tingkatkan
istirahat
p. Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhanNIC : Infection
penurunan keperawatan selama 3x 24 jamControl (kontrol
pertahanan primer diharapakan infeksi terkontrol infeksi)
NOC : a. Bersihkan
a. Immune Status lingkungan
b. Knowledge : Infection control setelah dipakai
c. Risk control pasien lain
Kriteria Hasil : b. Pertahankan
a. Klien bebas dari tanda dan teknik isolasi
gejala infeksi c. Batasi
b. Mendeskripsikan proses pengunjung bila
penularan penyakit, factor perlu
yang mempengaruhid. Instruksikan
penularan serta pada pengunjung
penatalaksanaannya, untuk mencuci
c. Menunjukkan kemampuan tangan saat
untuk mencegah timbulnya berkunjung dan
infeksi setelah
d. Jumlah leukosit dalam batas berkunjung
normal meninggalkan
e. Menunjukkan perilaku hidup pasien
sehat e. Gunakan sabun
antimikrobia

31
untuk cuci
tangan
f. Cuci tangan
setiap sebelum
dan sesudah
tindakan
kperawtan
g. Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
h. Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV
perifer dan line
central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
j. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan
infeksi kandung
kencing
k. Tingktkan intake
nutrisi
l. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu

32
Infection
Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
a. Monitor tanda
dan gejala
infeksi sistemik
dan lokal
b. Monitor hitung
granulosit, WBC
c. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
d. Batasi
pengunjung
e. Saring
pengunjung
terhadap
penyakit menular
f. Partahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
g. Pertahankan
teknik isolasi k/p
h. Berikan
perawatan kuliat
pada area
epidema
i. Inspeksi kulit
dan membran

33
mukosa terhadap
kemerahan,
panas, drainase
j. Ispeksi kondisi
luka / insisi
bedah
k. Dorong
masukkan nutrisi
yang cukup
l. Dorong masukan
cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
o. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
p. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
q. Laporkan
kecurigaan
infeksi
r. Laporkan kultur
positif
3. Hambatan mobilisasi Setelah Dilakukan TindakanNIC : Terapi
fisik berhubungan Keperawatan selama 3x24 jamlatihan fisik
dengan kelemahan diharapkan hambatan mobilitas(mobilitas sendi)

34
fisik fisik dapat teratasi. a. Monitoring vital
NOC : Mobilitas sign
Kriteria Hasil : sebelm/sesudah
a. Klien meningkat dalam latihan dan lihat
aktivitas fisik respon pasien saat
b. Mengerti tujuan dari latihan
peningkatan mobilitas b. Ajarkan pasien
c. Memverbalisasikan perasaan atau tenaga
dalam meningkatkan kekuatan kesehatan lain
dan kemampuan berpindah tentang teknik
ambulasi
c. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
d. Latih pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADL
secara mandiri
sesuai
kemampuan
e. Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan.

35
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ovarium merupakan organ kecil berbentuk seperti buah kenari
berwarna putih dan konsistensinya agak padat. Ukuran ovarium 3cm x 2cm x
1cm dan beratnya 5 ˗ 8 gram.
Kista ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang
berisi cairan, yang tumbuh di indung telur. Cairan ini bisa berupa air, darah,
nanah, atau cairan coklat kental seperti darah menstruasi. Kista banyakterjadi
pada wanita usia subur atau usia reproduksi (Dewi, 2010).
Faktor penyebab terjadinya kista antara lain adanya penyumbatan pada
saluran yang berisi cairan karena adanya infeksi bakteri dan virus. Apabila

36
kista ukurannya besar, biasanya dilakukan pengangkatan kista dengan
laparotomi.
B. Saran
1. Untuk pasien kiste ovarium perlu adanya bantuan keluarga dalam
menjalankan aktivitas pasca operasi.
2. Untuk pasien kiste ovarium pasca operasi sebaiknya banyak mengonsumsi
nutrisi tinggi protein untuk mempercepat proses penyembuhan luka.

DAFTAR PUSTAKA
Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta:
Fitramaya

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.


Yogyakarta : Nuha Medika

Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka Sarwomo Prawirohardjo

Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur,


Kanker Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta:
Pustaka Populer Obor

37

Anda mungkin juga menyukai