Anda di halaman 1dari 9

Muhammad Haitsam Azhar [17/414146/EK/21548]

Raadifah Faradina Cahyani [17/414154/EK/21556]


BAB 16: Pinjaman Daerah

Bila terjadi defisit anggaran, maka defisit akan ditutupi melalui silpa tahun sebelumnya, pencairan
dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerima pinjaman, dan
penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerima piutang. Menurut UU Nomor 17 Tahun
2003 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Jenis pembiayaan [Pasal 60 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006]:


1. Penerimaan Pembiayaan, bersumber dari:
a. SiLPA
b. Pencairan dana cadangan
c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
d. Penerimaan pinjaman daerah
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman
f. Penerimaan piutang daerah
2. Pengeluaran Pembiayaan, bersumber dari:
a. Pembentukan dana cadangan
b. Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah
c. Pembayaran pokok utang
d. Pemberian pinjaman daerah

Pengelolaan Pinjaman Daerah. Hak untuk mendapatkan sumber keuangan:


1. Kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang
diserahkan.
2. Kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak daerah dan retribusi
3. Hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber daya nasional yang berada di daerah dan
dana perimbangan lainnya
4. Hak untuk mengelola kekayaan daerah
5. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah
6. mendapatkan sumber pembiayaan termasuk pinjaman

Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau
menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban
untuk membayar kembali.
Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah dengan ​prinsip dasar​ sebagai berikut:
1. Pinjaman daerah adalah satu alternatif sumber pendanaan yang digunakan untuk menutupi
kekurangan kas, defisit anggaran, dan pengeluaran pembiayaan.
2. Pinjaman daerah merupakan inisiatif pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan
kewenangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Pemerintah daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.
Muhammad Haitsam Azhar [17/414146/EK/21548]
Raadifah Faradina Cahyani [17/414154/EK/21556]
4. Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah yang dananya berasal
dari luar negeri (on-lending)
5. Tidak melebihi batas defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman daerah yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam mengajukan pinjaman daerah, pemerintah daerah harus memenuhi persyaratan pinjaman
daerah,yaitu sebagai berikut:
1. Sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75%
penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
2. Memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah yang ditetapkan pemerintah.
3. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman daerah.
4. Pinjaman jangka menengah dan jangka panjang dilakukan dengan persetujuan DPRD,
termasuk dalam hal pinjaman tersebut diterus pinjamkan , dihebahkan , dan atau dijadikan
penyertaan modal kepada BUMD

Obligasi Daerah
Obligasi diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 147/PMK.07/2006. Pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi daerah sepanjang
memenuhi persyaratan pinjaman daerah dan hanya dapat dilakukan di pasar Modal domestik serta
dalam mata uang rupiah.

Sanksi
Pemerintah pusat menerapkan sanksi pada pemerintah daerah bila terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Jika pemerintah daerah melakukan pinjaman langsung ke pihak LN, dikenakan sanksi
penundaan/ pemotongan DAU atau DBH yang menjadi hak daerah tersebut.
2. Jika pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman daerah,
dikenakan sanksi pembayaran kewajiban dan diperhitungkan dengan DAU dan atau DBH
yang menjadi hak daerah tersebut.
3. Jika pemerintah daerah tidak menyampaikan laporan posisi kumulatif pinjaman dan
kewajiban pinjaman kepada Menteri Keuangan dan Menteri dalam negeri, dikenakan sanksi
penundaan penyaluran dana perimbangan.

Isu Seputar Pinjaman daerah:


● Pinjaman daerah merupakan alternatif pembiayaan yang belum dioptimalkan
● Persyaratan dan Mekanisme pinjaman daerah yang ketat
● Pinjaman Daerah dalam bentuk obligasi mulai diminati

DAFTAR PUSTAKA

Halim, A. 2014. ​Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika penerimaan dan pengeluaran
Pemerintah.​ Jakarta: Salemba Empat.
Muhammad Haitsam Azhar [17/414146/EK/21548]
Raadifah Faradina Cahyani [17/414154/EK/21556]
BAB 17: Penyertaan Modal Daerah

Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara atau
daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan
untuk diperhitungkan sebagai modal/ saham negara atau daerah pada BUMN,BUMD, atau badan
hukum lainnya yang dimiliki negara.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang mendasari penyertaan modal pemda:


● Pasal 24 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
● Pasal 24 Ayat 4 UU Nomor 17 Tahun 2003
● UU Nomor 23 Tahun 2014
● Permendagri No.52 Tahun 2012

Pengertian Investasi
Menurut Mahmudi(2009) Investasi daerah adalah pengeluaran daerah yang dilakukan dalam rangka
memperoleh keuntungan di masa yang akan datang.
Permendagri Nomor 52 Tahun 2012 menyebutkan investasi daerah adalah penempatan sejumlah
dana atau barang milik daerah oleh pemerintah daerah dalam jangka panjang untuk investasi
pembelian surat berharga dan investasi langsung yang mampu mengembalikan nilai pokok
ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial, dan atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Permendagri Nomor 21 tahun 2011, ​Investasi dikelompokkan​ menjadi:


1. Investasi jangka pendek: investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan
dalam rangka manajemen kas dan berisiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12
bulan. Contoh: SUN, SBI, SPN
2. Investasi jangka panjang: investasi yang dimiliki lebih dari 12 bulan yang terdiri dari
investasi permanen dan nonpermanen. Contohnya: pembelian surat berharga pada suatu
badan usaha.

Pembagian Investasi Jangka Panjang:


1. Investasi permanen: investasi yang bertujuan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada
niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali. Contoh: penyertaan modal daerah
pada BUMD
2. Investasi non permanen: investasi yang bertujuan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan
atau ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali: Contoh pembelian obligasi yang
dimaksudkan untuk dimiliki sampai tanggal jatuh tempo.

Bentuk Investasi pemerintah daerah ​menurut permendagri Nomor 52 tahun 2012:


1. Investasi Surat berharga. Investasi yang dilakukan dengan membeli saham atau surat utang
2. Investasi Langsung. Investasi langsung dapat berupa penyertaan modal dalam badan usaha
dan pemberian pinjaman dalam bentuk penyaluran melalui lembaga perbankan atau non
perbankan.
Muhammad Haitsam Azhar [17/414146/EK/21548]
Raadifah Faradina Cahyani [17/414154/EK/21556]

Kontribusi Perusahaan daerah bagi pendapatan Asli Daerah


Penyertaan modal pemda bertujuan untuk:
1. Memberi kontribusi bagi penerima PAD melalui penerimaan hasil kekayaan yang
dipisahkan /dividen.
2. Membantu permodalan badan usaha tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan
masyarakat untuk dapat lebih maju sehingga mampu meningkatkan pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat.

Permasalahan Pengelolaan Perusahaan Daerah


Dari laporan hasil studi Biro Analisis Keuangan Depkeu tentang analisis kinerja BUMD, berikut
berbagai permasalahan yang timbul:
1. Kemampuan manajemen perusahaan yang lemah
2. Kemampuan modal perusahaan yang lemah
3. Kondisi mesin dan peralatan yang sudah tua atau ketinggalan dibandingkan dengan usaha
lain yangs sejenis
4. Kemampuan pelayanan dan pemasaran yang lemah sehingga susah untuk bersaing
5. Koordinasi antar BUMD khususnya dalam kaitannya dengan industri hulu maupun hilir
masih kurang
6. Perhatian dan kemampuan atas pemeliharaan aset yang dimiliki masih kurang, sehingga
produktivitas , mutu, dan ketepatan hasil produksi menjadi rendah.
7. Beban administrasi yang besar akibat relatif banyaknya jumlah pegawai dengan kualitas
yang rendah.
8. BUMD yang selama ini merugi masih dipertahankan, dengan alasan menghindarkan PHK
dan kewajiban pemberian pelayanan umum bagi masyarakat.

Dilema Penyertaan Modal Pemerintah Daerah pada BUMD:


Beberapa alasan pendirian BUMD yaitu:
1. Alasan strategis​, yaitu pendirian lembaga usaha bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.
2. Alasan budget​, yaitu badan usaha daerah didirikan untuk meningkatkan penerimaan daerah
yang berasal bukan dari pajak maupun penerimaan dari pemerintah pusat untuk mendukung
belanja daerah dan pembangunan.
3. Alasan politis​, yaitu pendirian usaha bermaksud untuk mempertahankan potensi ekonomi
yang mempunyai daya dukung politis.

DAFTAR PUSTAKA

Halim, A. 2014. ​Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika penerimaan dan pengeluaran
Pemerintah.​ Jakarta: Salemba Empat.
Muhammad Haitsam Azhar [17/414146/EK/21548]
Raadifah Faradina Cahyani [17/414154/EK/21556]

CHAPTER 18

BELANJA MODAL DAERAH

Belanja Daerah

Pengertian belanja daerah mengacu pada beberapa peraturan yang ada di Indonesia, yaitu
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, dan Permendagri No. 21 Tahun 2011, merupakan kewajiban pemerintah daerah
yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Sedangkan pengertian belanja daerah menurut
Halim adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran

Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, belanja daerah dapat dikelompokkan menjadi
belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung merupakan belanja yang dipengaruhi
secara langsung oleh adanya program dan kegiatan SKPD yang kontribusinya terhadap pencapaian
prestasi kerja dapat diukur, sedangkan belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak
dipengaruhi secara langsung oleh ada tidaknya program dan kegiatan SKPD.

Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 belanja modal dapat dikategorikan menjadi 5, yaitu
belanja modal tanah, belanja modal peralatan, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal
jalan, irigasi, dan jaringan, dan belanja modal fisik lainnya. Belanja modal merupakan belanja yang
dapat mendorong pertumbukan ekonomi secara riil. Belanja modal bersifat investasi dikarenakan
manfaat yang diberikan dari belanja modal bersifat jangka panjang sehingga pemerintah harus lebih
memprioritaskan belanja modal terutama untuk pembangunan infrastruktur dibanding kegiatan
konsumtif lainnya.

Permasalahan dan Solusi Kegiatan Belanja Modal

-​ Masalah yang muncul pada tahap perencanaan dan solusinya


a. Dalam masalah penetapan alokasi anggaran, solusi yang harus diambil oleh seorang manajer di

daerah dalam menyusun anggaran adalah dengan melihat aspirasi dan kebutuhan publik secara
nyata serta melakukan moratorium penerimaan pegawai di pemerintah daerah untuk sementara
waktu agar anggaran belanja yang sudah dialokasikan dapat digunakan untuk belanja modal

b. Dalam masalah penetapan mata anggaran, solusi yang perlu diambil adalah dilkukan pemilihan

personel yang memang memahami proses penganggaran, akuntansi pemerintah, dan sifat barang
yang akan dibelanjakan agar tidak terjadi kesalahan transaksi

c. Dalam masalah adanya intervensi dari pihak legislatif, solusi yang harus diambil adalah

manajer anggaran harus menjaga independensinya agar tidak mudah ditekan oleh pihak lain

d. Dalam masalah penetapan mekanisme anggaran, harus ada orang yang kompeten dalam

menjankan mekanisme penganggaran


Muhammad Haitsam Azhar [17/414146/EK/21548]
Raadifah Faradina Cahyani [17/414154/EK/21556]
e. ​Dalam masalah ketidakpatuhan terhadap arahan dan kebijakan umum belanja modal, solusi

yang perlu diambil adalah manajer perlu mencermati kebijakan umum agar sistem
penganggaran dapat berjalan dengan tepat guna

f. Dalam masalah lemahnya studi kelayakan, solusi yang perlu diambil adalah manajer yang

terkait harus memahami apa itu studi kelayakan sehingga dapat menganalisis kelayakan
program yang akan dianggarkan pada periode anggaran selanjutnya

-​ Masalah yang muncul pada tahap pelaksanaan dan solusinya


a. Pada masalah kebenaran formal kegiatan pengadaan, solusi yang dapat dilakukan adalah

dengan memberikan kewenangan pada bagian keuangan pemda untuk melakukan verifikasi
kebenaran substansional apabila dirasa perlu sebelum melakukan pembayaran

b. ​Pada masalah adanya korupsi dalam pengadaan belanja modal, solusi yang dapat diambil adalah
dengan melakukan reformasi birokrasi dengan cara diadakannya sistem ​reward ​dan ​punishment​,
mengoptimalkan peran inspektorat, dan adanya kontak pengaduan yang dapat diakses oleh
masyarakat

c. Pada masalah penyerapan anggaran, solusi yang dapat diimpleentasikan adalah dengan adanya

seleksi personel yang akan menjadi pelaksana proyek, memberikan edukasi pada personel
terpilih, memberikan pengarahan pada Pejabat Pembuat Komitmen agar dapat menjalankan
tugasnya dengan baik, serta kecepatan transfer dana dari pusat ke daerah

-​ Masalah yang muncul pada tahap penatausahaan dan solusinya


a. Masalah terakhir yang sering muncul dalam realisasi suatu anggaran, termasuk belanja modal,

adalah penatusahaan atas transaksi yang ditimbulkan atau secara spesifik menyangkut perlakuan
akuntansinya. Solusi yang perlu diambil adalah penyusunan suatu sistem penatausahaan
pengadaan belanja modal yang mewajibkan adanya prosedur verifikasi berjenjang pada pihak
yang memiliki kewenangan sebelum memasukkan data di sistem akuntansi pemda, adanya
pendidikan dan pelatihan yang memadai dalam sistem penatausahaan, dan pembenahan sistem
pengarsipan dan pemenuhan infrastruktur penyimpanan dokumen terhadap dokumen pengadaan
belanja modal.

DAFTAR PUSTAKA

Halim, A. 2014. ​Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika penerimaan dan pengeluaran
Pemerintah.​ Jakarta: Salemba Empat.
Muhammad Haitsam Azhar [17/414146/EK/21548]
Raadifah Faradina Cahyani [17/414154/EK/21556]

CHAPTER 19

BELANJA HIBAH: BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

Bantuan Operasional Sekolah

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program pemerintah yang pada dasarnya
adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasional nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar
sebagai pelaksana program wajib belajar, yang secara umum bertujuan untuk meringankan beban
masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam wangka wajib belajar sembilan tahun yang
bermutu.

Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap
pembiayaan pendidikan dalam wangka wajib belajar sembilan tahun yang bermutu, berperan dalam
mempercepat pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada sekolah-sekolah yang belum
memenuhi SPM, dan pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada sekolah-sekolah yang
sudah memenuhi SPM.

Sedangkan tujuan khusus program BOS yaitu membebaskan pungutan bagi seluruh siswa
SD Negeri dan SMP Negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), membebaskan pungutan seluruh
siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun di sekolah negeri maupun swasta, dan
meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

Mekanisme Penyaluran Dana BOS

Mekanisme penyaluran dana BOS beberapa kali terdapat perubahan karena terdapat
beberapa kelemahan dalam penyalurannya. Mulai tahun 2020 penyaluran dana BOS langsung
ditransfer ke rekening sekolah secara ​online s​ ehingga penyaluran menjadi lebih lancar dan dapat
dengan mudah di ​monitoring. ​Dengan penyaluran ke sekolah, maka sekolah akan dapat menerima
dana lebih cepat sehingga dapat cepat digunakan

Permasalahan Dana BOS

-​ Masalah penganggaran yang mengakibatkan terlambatnya penyaluran


Pada pengalokasian dana BOS, terdapat banyak perubahan mulai dari yang awalnya bermula
dari transfer dana dekonsentrasi dari pusat ke provinsi, kemudian langsung dihibahkan ke APBD
Kabupaten/Kota, hingga sekarang menjadi transfer langsung ke rekening tiap sekolah. Dengan
adanya beberapa perubahan diatas, maka akan terjadi kebingungan terhadap siapa yang seharusnya
menganggarkan sehingga nantinya dana BOS akan ditransfer kemana.

Dikarenakan kurang jelasnya mekanisme penganggaran, maka tentu akan menghambat


proses cairnya dana BOS karena anggaran yang belum disusun sejak lama. Proses penganggaran
Muhammad Haitsam Azhar [17/414146/EK/21548]
Raadifah Faradina Cahyani [17/414154/EK/21556]
dana BOS yang memakan mwaktu tentu akan memundurkan jadwal pencairan dana BOS sehingga
ada potensi dana BOS menjadi tidak terserap dengan maksimal.

-​ Masalah besaran dana BOS per siswa


Dana BOS disalurkan pada sekolah yang sudah memiliki Nomor Pokok Sekolah Nasional
(NPSN) dan terdata dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sehingga dana BOS dapat diperoleh
oleh sekolah negeri maupun swasta. Semua sekolah berhak untuk mendapat keringanan biaya
operasional sehingga amanat negara untuk menjalankan program wajib belajar sembilan tahun tidak
memberatkan rakyat.

Berdasarkan Permendikbud RI Nomor 161 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis


Penggunaan dan pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah dana yang
diperoleh tiap siswa pada tiap jenjangnya disama ratakan antar siswa. Penyeragaman besaran dana
BOS per siswa ini dalam hal penganggaran memang sangat memudahkan dalam proses
perhitungannya. Namun hal ini dirasa kurang adil karena biaya operasional tiap sekolah di tiap
wilayah berbeda-beda, padahal dengan adanya dana BOS ini sekolah dilarang memungut biaya lain
kepada peserta didik.

- ​Masalah penggunaan dan pertanggung jawaban dana BOS yang dianggap kurang
transparan

Program dana BOS diberikan pada sekolah dengan menerapkan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS), yaitu dana BOS diterima oleh sekolah secara utuh, dan dikelola secara mandiri
oleh sekolah dengan melibatkan Dewan Guru dan Komite Sekolah. Sehingga dengan adanya MBS
ini secara umum bertujuan memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan untuk
mengatur sendiri dana bantuannya dan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan mutu
pendidikan sekolah.

Dalam pelaksanaannya terdapat berbagai kendala dalam proses pengelolaan dan tanggung
jawabnya, diantaranya sekolah tidak mencantumkan penerimannya dalam dana BOS, sekolah tidak
menggratiskan biaya operasional pada peserta didiknya, dan dana BOS tidak dialokasikan pada
sektor-sektor yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu masih terdapat kurangnya pelibatan
komite sekolah dalam pengelolaan dana BOS sehingga sekolah cenderung mempermainkan dana
BOS bahkan ada indikasi terhadap penyalahgunaan terhadap dana BOS yang diperoleh oleh
sekolah. Akibatnya pertanggungjawaban penggunaan dana BOS menjadi tidak tranparan dan mudah
terjadi penyelewengan dana.

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Haitsam Azhar [17/414146/EK/21548]
Raadifah Faradina Cahyani [17/414154/EK/21556]
Halim, A. 2014. ​Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika penerimaan dan pengeluaran
Pemerintah.​ Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai