Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ni Kadek Anggara Dwi Putri

NIM : 1701571021

Theodor Adorno

1. Biografi Theodor Adorno


Theodor Adorno lahir pada 11 September 1903 dan meninggal 6 Agustus 1969
pada umur 65 tahun. Pemilik nama lengkap Theodor Ludwig Wiesengrund Adorno
adalah seorang sosiolog, filsuf, musikolog, dan komponis berkebangsaan Jerman pada
abad 20. Dia adalah seorang keturunan yahudi yang diliputi oleh suasana musik. Sejak
belia dia sudah belajar musik, kemudian dia belajar sosiologi, filsafat, dan musik di
Universitas asalnya. Selama kuliah dia kenal dan akrab dengan Hokheimer. Mereka
adalah sahabat dekat yang akhirnya menjalin hubungan kerjasama dalam bidang
intelektual. Adorno mendapatkan gelar doktor filsafat dengan mempertahankan
disertasinya tentang fenomenologi Husserl. Ia juga selalu aktif dalam menulis tentang
sosiologi musik pada artikel di majalah untuk penelitian musik.
Ketika tahun 1934, Adorno hijrah dari Inggris ke AS. Bersama dengan
Hokheimer dia disana menulis buku tentang “dialektika pencerahan”, tepatnya ada tahun
1947. Kemudian pada 1949 dia ke Jerman untuk mendirikan institut penelitian sosial
bersama sahabatnya Hokheimer. Disinilah dia memperoleh gelar profesor. Setelah
kepemimpinan Hokheimer di institut ini, Adornolah yang menggantikan posisi
Hokheimer sebagai direktur hingga Hokheimer meninggal, yaitu tanggal 06 Agustus
1969.
Sebagai seornag penulis, Adorno dikenal sebagai penulis yang sangat luas. karya
yang pernah ditulisnya antara lain adalah “Filsafat tentang musik modern” (1949),
“pengantar sosiologi musik” (1962), “dialektika negatif (1966)”. Kebanyakan karya
Adorno tersebut diterbitkan dalam bahasa Jerman. Karyanya yang paling terkenal adalah
“The Authoritarian Personality” (1950).

2. Pemikiran Theodor Ardono


Salah satu sumbangannya terhadap masyarakat modern adalah kritiknya pada
masyarakat modern sebagai bentuk penindasan terhadap manusia yang dilakukan
kapitalisme salah satunya adalah industri musik yang bergeser dari nilai seni kepada
konsumerisme.
Salah satu pemikiran Theodor Adorno adalah tentang hubungan antara
lingkungan dengan manusia. Adorno menjelaskan bahwa manusia menjadi rakus untuk
mengambil sumber daya alam dengan teknologinya. Kondisi ini dinamakan Adorno
sebagai "negativitas total". Kondisi ini mencerminkan bahwa alam menguasai manusia.
Akibat dari "negativitas total" ini, maka kerusakan lingkungan merupakan akibat yang
harus ditanggung oleh manusia itu sendiri. Ia memberikan solusi agar manusia
meninggalkan sifat ketamakan.

Negasi Dialektika Pencerahan


Pada umumnya apa yang menjadi pemikiran Adorno memiliki kesamaan dengan
tradisi marxisme dan idealisme di Jeman. Namun demikian, tidak selamanya apa yang
menjadi pemikiran Adorno semurni seperti apa yang ada pada tradisi marxisme dan
idealisme. Adorno mengkritik identitas sebagai basis atas idealisme. Seperti yang telah
diketahui bila idealisme pada era Plato dan Hegel lebih menekankan pada realitas dan
pengertian atas realitas. Adorno justru melakukan yang sebaliknya. Bagi Adorno, yang
terpenting adalah menemukan kontradiksi nonidentitas. Inilah yang dimaksudkan oleh
Adorno sebagai dialketika negatif yang menjadi inti sistem. Titik sentral yang dia bidik
adalah rasionalitas. Adorno mempertahankan ide tentang pencerahan, karena di dalam
pencerahan terdapat sebuah emansipasi atau pembebasan. Namun disini Adorno
menambahnya dengan rasionalitas.
Adorno memiliki pandangan yang berbeda dari Hegel. Dimana Hegel mengklaim
dialketis melalui “negasi dari negasi”. Disini Adorno mengusulkan tentang adanya
prinsip “dialektika negatif”. Dimana ia menolak segala bentuk jenis pembenaran atau
positivisme. Bagi Adorno, dialektika negatif itu nonindentitas. Meskipun konsep
nonidentitas ini penting, Adorno juga mengungkapkan bila tidak ada pemikiran yang
dapat mengungkapkan nonidentitas ini. Pemikiran identitas ini hanya bisa memikirkan
kontradiksi sebagai sesuatu yang murni. yaitu sebagai identitias yag lain. Lalu bagaimana
konteks nonidentitas ini bisa memberikan bekas pada pemikiran. Hal itu bisa dilakukan
dengan cara menggunakan berbagai pembalikan. Adorno mengakui bahwa pada
prinsipnya filsafat akan selalu terjebak pada jalan yang sesat. Namun itulah yang
membuat filsafat akan terus bergerak kearah yang lebih maju. Oleh karena itulah filsafat
adalah dialektika negatif dalam pengetiannya yang paling kuat. Dia adalah nonidentitas
yang ingin dikonseptualisasikannya. Dalam mengkonseptualisasikan sesuatu, maka yang
dibutuhkan adalah bahasa. Karena bahasa akan setara dengan tampilnya”
ketidakbebasan”.
Filsafat adalah seperti halnya ketidakmungkinan untuk mengkonseptualisasikan
nonidentitas ini. bila bahasa kemudian tidak penting lagi di dalam filsafat, maka bahasa
ini akan mirip dengan ilmu. Dengan kritik radikal yang dilancarkan oleh Adorno atas
pemikiran masa pencerahan yang dinaungi oleh adanya rasionalitas. Teori-teori kemajuan
yang dikembangkan tak lain hanyalah berasal dari pertetangan satu sama lain. sejarah
telah dipandang sebagai pembebasan manusia dari cengkeraman alam. Pada saat itulah
manusia berusaha untuk membebaskan dari dominasi alam. Akhirnya manusia terbebas
dari ketergantungan dengan alam. Jika manusia telah mendapatkan kebebasan dari
cengkeraman alam, maka pada hakikatnya manusia telah mendapatkan kebebasan secara
penuh. Akan tetapi yang perlu diingat adalah bahwa proses kemajuan yang diperoleh oleh
manusia tak pernah lepas dari kemundurannya. Karena kemajuan yang dilontarkan
manusia dengan menghancurkan alam adalah kemajuan yang menuju kemunduran.
Dalam hal ini, Adorno melihat bila substansi dialektika yang berkembang adalah
penguasaan, sama dengan prinsip rasionalitas. Ketika manusia telah berhasil
mentakhlukkan alam dengan rasionalitasnya. Disini Adorno melihat teknologi yang
dibuat oleh manusia adalah manifestasi dari rasionalitas. Teknologi digunakan oleh
manusia untuk membebaskan manusia dari dominasi alam. Namun pada akhirnya,
ternyata manusialah yang akan di dominasi oleh teknologi yang dibuatnya sendiri.
Manusia menjadi diperbudak oleh teknologi. Disini terlihat bahwa terjadi sebuah
pembalikan dari subyek ke objek. Pembalikan inilah yang menjadi problem bagi Adorno.
Hilangnya kebebasan manusia sebagai bentuk pembalikan disebut sebagai negatifitas
total.
Dalam hal ini Adorno melihat sejarah ternyata hanya untuk mereka yang menang.
Sejarah bukanlah untuk mereka yang terkalahkan. Dalam bukunya tentang dilektika
negatif. Kesejarahan mereka yang terkalahkan ini akan dirumuskan kedalam keadaan
negatif yang membuatnya menderita. Inilah yang dianggap Adorno sebagai malapetaka
permanen atas sejarah. Keadaan yang negatif ini kemudian menjadi awal pemikiran
manusiawi. Selanjutnya hal itu kemudian dirumuskan kedalam negasi dari keadaan yang
awalnya negatif. Hal itu dilakukan untuk mengubah dan mengatasi situasi penderitaan.
Tampaknya pada tahap ini pandangan Adorno hampir memiliki kesamaan dengan Marx.
Bagi Adorno, bukan kesadaran yang membentuk keadaan, tapi keadaanlah yang
membentuk kesadaran.

Adorno dan Kebudayaan Massa


Pernyataan Adorno tentang dialektika pencerahan tersebut tentu perlu
mendapatkan perhatian yang lebih dalam lagi. Adorno sangat tertarik dengan musik dan
seni avant garde. Adorno tertarik pada hal itu karena ia ingin menentang hogenisasi pada
komersialisasi seni (reifikasi). Dimana dalam hal ini seni akan direduksikan kearah hal-
hal yang bisa dipertukarkan. Subyektifitas akan direduksikan kearah yang memiliki status
“objek”. Dalam hal ini Adorno ingin mengembalikan kembali kemurnian dari
subyektifitas seperti yang tampil di dalam obyek seni. Hal itu dilakukan dengan cara
melawan pasar dimana nilai itu disamakan dengan harga. Hal ini mirip seperti yang
dinyatakan oleh Marx tentang konsep adanya nilai guna yang diubah menjadi nilai tukar
bagi para kapitalis. Pada tahap inilah akhirnya yang membuat para pekerja kapitalis
menjadi terasing atau teralienasi atas karyanya. Kemudian yang muncul berikutnya
adalah fetisisme komoditas. Dimana di tangan kapitalis, komoditas menjadi suatu berhala
yang harus disembah atas nilai tukar yang telah tereifikasi.
Dalam pemikiran Adorno, kebudayaan massa merupakan produk nyata dari
pemikiran pencerahan semu kapitalisme. Apa yang dilakukan oleh masyarakat
kapitalisme pada kebudayaan adalah dengan menjadikan kebudayaan menjadi patuh pada
hukum komoditi kapitalisme. Dalam bahasa Adorno, orang yang seperti ini hanya akan
menghasilkan apa yang disebutnya sebagai “kebudayaan industri”. Yaitu industri
kebudayaan yang ditujukan untuk massa dan produksi yang dilakukan adalah berdasarkan
pada mekanisme kekuasaan sang produser dalam menentukan bentuk, gaya, dan
maknanya. Dalam hal ini Adorno menganggap bila kebudayaan industri adalah bentuk
pengkomandoan konsumer dalam kepentingan kapitalisme melalui kebudayaan.
Adorno menyatakan bila kebudayaan industri merupakan bentuk dehumanisasi melalui
kebudayaan. Rasionalisasi dan komodifikasi kebudayaan sebagai perwujudan dari
pencerahan yang dikomandoi oleh kapitalis sebenarnya hanyalah berisi kepalsuan yang
nantinya akan menghambat aspirasi dan kreatifitas individu. Inilah yang sebenarnya akan
menghambat mimpi manusia untuk hidup dalam kebebasan dan kebahagiaan yang
sesungguhnya. Yang diperoleh dari para konsumer atas konsumsi kebudayaan sebenarnya
hanyalah tak lebih dari produk seni yang memberikan kebahagiaan dan kesenangan yang
palsu. Apa yang dikonsumsi oleh konsumer atau massa atas berbagai kebebasan untuk
memilih produk gaya hidup, sebenarnya hanyalah kebebasan yang berada dalam
keterbatasan pilihan. Bagi Adorno, seni seharusnya menolak segala muatan ideologis
tertentu. Karena dalam hal ini Adorno sangat menjunjung tinggi kemurnian seni.

Anda mungkin juga menyukai