Anda di halaman 1dari 20

TEORI SOSIOLOGI KRITIS

THEODOR ADORNO
DOSEN PENGAMPU : DR. RIDHA TAQWA

Kelompok 6 :

1. 07021281823170 Eka Yustiana Sari


2. 07021181823014 Heni Fitria Sari
3. 07021181823164 Heru Sukoco
4. 07021281823072 Oktavianus Theodora Prima
5. 07021281823090 Popy Valentina
6. 07021281823048 Qonita Alifa Nabila AS

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2020
A. Biografi Theodor W. Adorno

Theodor Ledwig Wiesengrund, Ardono lahir pada 11 september 1903


sebagai anak seorang pedagang anggur Jerman kaya dengan latar belakang
Yahudi.Theodor W. Adorno adalah seorang filsuf, sosiolog, musikolog, dan
komponis berkebangsaan Jerman. Pada abad 20 ia adalah tokoh penting kritikus
social Jerman setelah perang dunia II. Meskipun kurang dikenal dikalangan filsuf
kontemporer seper Hans Georg Gadamer, Ardono memiliki pengaruh penting
pada ahli dan intelektual Jerman.

Pada tahun 1950 ia menjadi salah satu seorang penantang paling menonjol
selai Karl Rimund Popper terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat eksistensi
Dorno belajar filsafat neo-Kantian dari Hans Cornelius dan music dari Alban
Berg. Ia menyelesaikan Habilitationsschirfnya pada estetika Kiergaard pada tahun
1931, dibawah bimbingan sorang Kristen sosialis Paul Tillich. Setelah dua tahun
menjadi dosen privat di universitas, ia di usir oleh Nazi Bersama dengan professor
lain dari keturunan yahudi.

Beberapa tahun kemudian ia mengubah Namanya dengan mengadopsi


nama keluarga ibu dan selanjutnya ia di kenal dengan nama “Adorno” Adorno
meninggalkan Jerman pada musim semi 1934. Selama era Nazi ia tinggal di
Oxford, New York City, dan Clifornia selatan. Di sana ia menulis bebaiira buku
yang ia kemudian menjadi terkenal, termasuk Dialektika Pencerahan (dengan Max
Horkheimer), Philosophy of new music, The Authoritarian Personality (proyek
kolaboratif), dan Minima Moralia.

Tempat, Tanggal Lahir : Jerman, 11 September 1903

Meninggal : 6 Agustus 1969 (umur 65)

Era : Abad 20

Aliran : critical theory. Marxisme

Minat : Teori Sosial. Sosiologi. Psykoanalis. Epistemology. Seni. Music.


Media Massa.
Pendidikan

 Saat berusia 15 tahun (1918-1919) belajar di bawah arahan Slegfried


Kracauer dan menyelesaikan Pendidikan ditingkat gymnasium.
 Tahun 1921-1924 studi di Universitas Frankfurt untuk belajar sosiologi,
filsafat dan music, dia lulus dengan tesis Transendesis Material dan
Noermatik dalam Fenomenologi Hussert.

Karya-karya Adorno

i. Dialectic of Enlightenment
Pencerahan dengn Max Horkheim, filosofi music baru yang otoriter
personality (berkepribadian otoriter)
ii. Minima Moralia
Kemerosotan moral berupa kritik provikatig dari budaya masyarakat dan
budaya inustri.
iii. Teori Kritis
Mengkritik ideology kapitalis yang materialistic yang kuat.
iv. Teori estetika
Untuk melakukan keadilan kepada karya seni dan seni impor, harus
dipegang dinamika internal dan dinamika sosiohistorical secara totalitas.
v. Negatif Dialektika
Mencoba untuk merumuskan falsafah “materialism” dan sejarah yang
kritis namun tidak dogmatis.
vi. The Authoritial Personality
Buku sosiologi ini yang dibuat Theodor W. Adorno dengan Else Erenkel
Brunswik, Daniel Lavinson, dan Nevitt Sndford pada saat dan sesudah
Peranng Dunia ke 2 (karya Adorno yang paling terkenal).
B. Asal Mula Teori

 Teori Kritis

Teori Kritis pertama kali didefinisikan oleh Max Horkheimer dari


sosiologi Frankfurt School dalam esainya tahun 1937 Tradisional dan Teori Kritis:
Teori Kritis adalah teori social berorientasi pada mengkritisi dan mengubah
masyarakat secara keseluruhan, berbeda dengan teori tradisional yang berorientasi
hanya untuk memahami atau menjelaskan suatu hal. Horkheimer ingin
membedakan teori kritis sebagai bentuk emansipatoris radikal teori Marxis,
mengkritisi kedua model ilmu pengetahuan yang diajukan oleh positivisme logis
dan apa yang ia dan rekan-rekannya lihat sebagai positivisme rahasia dan
otoritarianisme dari Marxisme ortodoks dan Komunisme .

Konsep inti adalah:

i. Bahwa teori sosial kritis harus diarahkan pada totalitas masyarakat


dalam kekhususan sejarah (yaitu bagaimana ia datang untuk
dikonfigurasi pada titik spesifik di waktu tertentu)
ii. Bahwa teori kritis harus meningkatkan pemahaman tentang masyarakat
dengan mengintegrasikan semua ilmu-ilmu sosial utama, termasuk
geografi , ekonomi , sosiologi , sejarah , ilmu politik , antropologi ,
dan psikologi.

Versi teori berasal dari Kant (abad ke-18) dan Marx (abad ke-19) dengan
penggunaan istilah seperti dalam Critique of Pure Reason dan konsep Marx lewat
karyanya Das Kapital yang berwujud ; Untuk idealisme transendental Kant,
berarti memeriksa dan menetapkan batas-batas validitas kemampuan, jenis, atau
tubuh pengetahuan, khususnya melalui akuntansi untuk keterbatasan yang
dibebankan oleh fundamental, konsep tereduksi digunakan dalam sistem
pengetahuan. Marx secara eksplisit mengembangkan gagasan kritik ke dalam
kritik ideologi dan terkait dengan praktik revolusi sosial, seperti dalam Thesis
Feuerbach, Para filsuf hanya menafsirkan dunia dengan cara tertentu, intinya
adalah untuk mengubahnya.
Pada tahun 1960, Jürgen Habermas mengangkat diskusi epistemologis ke
tingkat yang baru dalam Knowledge and Human Interests, dengan
mengidentifikasi pengetahuan kritis berdasarkan prinsip yang membedakannya
baik dari ilmu-ilmu alam atau humaniora, melewati orientasi untuk refleksi diri
dan emansipasi. Meskipun tidak puas dengan Adorno dan Horkeimer dalam
pemikiran yang disajikan di Dialectic of Enlightenment, Habermas berbagi
pandangan bahwa, dalam bentuk rasionalitas instrumental, era modernitas
menandai pindahnya pembebasan pencerahan menuju ke bentuk perbudakan baru.

Ide-idenya tentang hubungan antara modernitas dan rasionalisasi dalam


hal ini dipengaruhi oleh Max Weber. Habermas lebih lanjut larut dalam unsur-
unsur dari teori kritis yang berasal dari Hegelian Idealisme Jerman , meskipun
pikirannya tetap meluas ke Marxis dalam pendekatan epistemologis tersebut.

Mungkin dua ide yang paling berpengaruh adalah konsep ruang publik dan
aksi komunikatif; yang terakhir tiba sebagian sebagai reaksi terhadap post-
struktural atau post-modern sebagai tantangan baru untuk wacana modernitas.
Habermas terlibat dalam korespondensi rutin dengan Richard Rorty dan rasa yang
kuat terhadap pragmatism filosofis dapat dirasakan dalam teorinya tentang
pemikiran yang sering melintasi batas-batas antara sosiologi dan filsafat.

 Teori Kritis Postmodern

Sementara teori kritis modernis (seperti dijelaskan di atas) fokus sendiri


dengan bentuk otoritas dan ketidakadilan yang menyertai evolusi kapitalisme
industri dan korporasi sebagai system politik-ekonomi, teori kritis postmodern
berpolitik pada masalah sosial dengan menempatkan mereka dalam konteks
sejarah dan budaya, untuk melibatkan diri dalam proses pengumpulan dan analisis
data, dan menisbikan temuan mereka. Artinya, itu dipandang sebagai kestabilan
karena transformasi yang cepat dalam struktur sosial. Akibatnya, fokus penelitian
berpusat pada manifestasi lokal, bukan generalisasi luas.
Penelitian kritis postmodern juga ditandai oleh krisis representasi, yang
menolak gagasan bahwa pekerjaan seorang peneliti adalah sebuah
"gambaran obyektif yang stabil atau lainnya. Sebaliknya, banyak sarjana
postmodern telah mengadopsi alternatif yang mendorong refleksi tentang politik
dan puisi dari pekerjaan mereka.

Dalam akun ini, diwujudkan, kolaboratif, dialogis, dan aspek yang


menjelaskan improvisasi penelitian kualitatif Istilah teori kritis sering disesuaikan
ketika seorang penulis (mungkin terutama oleh Michel Foucault) bekerja dalam
istilah sosiologis, sampai menyerang ilmu-ilmu sosial atau humaniora (sehingga
mencoba untuk tetap di luar dari kerangka penyelidikan).

Jean Baudrillard juga telah digambarkan sebagai tokoh teori kritis sejauh
ini karena ia adalah seorang sosiolog konvensional dan kritis; apropriasi ini hanya
kebetulan sama, memiliki hubungan yang sedikit atau tidak ada sama sekali
dengan Frankfurt School.

C. Pemikiran – Pemikiran Theodor Ardono

i. Teori Filsafat
Teori filsafat dalam karyanya bersama Max Horkheimer dalam buku
berjudul Dialektika Pencerahan diawali dengan pertanyaan; “Mengapa umat
manusia, bukannya memasuki kondisi manusiawi yang sejati, malahan tenggelam
dalam barbarisme baru?”. Salah satu pemikiran Theodor Adorno adalah tentang
hubungan antara lingkungan dengan manusia. Adorno menjelaskan bahwa
manusia menjadi rakus untuk mengambil sumber daya alam dengan teknologinya.
Kondisi ini dinamakan Adorno sebagai negativitas total.
Kondisi ini mencerminkan bahwa alam menguasai manusia. Akibat dari
negativitas ini, maka kerusakan lingkungan merupakan akibat yang harus
ditanggung oleh manusia itu sendiri. Ia memberikan solusi agar manusia
meninggalkan sifat ketamakan.(O’Connor, 2010)
ii. Mitos Odisseus

Odisseus terkenal cerdas, peristiwa yang tekenal adalah dalam perang


Troya. Dia juga handal dalam dunia Armada. Begitu cerdas Odesius sehingga
mampu mengelabuhi para dewa di Yunani. Odisseus sering lolos dari setiap
persoalan hidupnya ketika dia melakukan perjalanan keluar istananya, Ithaka dan
meninggalkan istrinya yang benama Penelope.

Walaupun usahanya untuk mengelabuhi pada dewa selalu berhasil, dia


sendiri menyangkal esensi atau identitasnya sebagai Odisseus. Misalnya ketika dia
diperhadapkan dengan raksasa mata satu, Kiklops yang disuruh oleh Poseidon
untuk membunuhnya, dia tidak mengatakan bahwa dirinya Odisseus dan justru
menjawab bukan siapa-siapa, sehingga dia menyangkal identitasnya. Sama
dengan manusia yang selalu ingin keluar dari persoalan hidupnya, pada zaman
modern justru terjebak dalam hilangnya segi manusiawinya, hal ini karena hakikat
manusianya terjebak dalam kebutuhan-kebutuhan materi, hiburan, kenyamanan
dan lain sebagainya.(Theodor W. Adorno, Horkheimer, & Hullot-Kentor,
1992)

iii. Teori Estetika

Selain teori sosialnya, Adorno juga dikenal sebagai seorang yang


mempunyai tempat tersendiri dalam kelompok elit musisi. Dia menganalisis
mengenai musik pop sebagai salah satu produk industri budaya. Musik pop
merupakan objek analisisnya dalam memandang budaya popular yang
berkembang di masyarakat berkat kehendak kaum kapitalis.

Menurutnya, hal yang mendasari teori musik pop adalah standardisasi dan
individualitas semu. Dalam membuktikan pandangannya, Adorno menggunakan
musik klasik sebagai pembanding.(Theodor W. Adorno, 1984) Ahli teori Sekolah
Frankfurt termasuk di antara ahli teori pertama yang meneliti peran fundamental
media dalam membentuk pemikiran dan perilaku, mempengaruhi politik, dan
mengelola permintaan konsumen di abad kedua puluh.
Analisis Horkheimer dan Adorno tentang industry budaya menghadirkan
model media sebagai instrumen kekuasaan dan kontrol sosial yang dikembangkan
oleh Walter Benjamin, Herbert Marcuse, Erich Fromm, dan Jürgen Habermas,
yang memberikan landasan sejarah pada analisis industri budaya Horkheimer dan
Adorno. (Theodor W. Adorno & Rabinbach, 1975) Sekolah Frankfurt juga
mempelajari efek budaya massa dan kebangkitan masyarakat konsumen pada
kelas pekerja yang menjadi instrumen revolusi dalam skenario Marxis klasik.

Mereka juga menganalisis bagaimana industri budaya dan masyarakat


konsumen menstabilkan kapitalisme kontemporer dan dengan demikian menjadi
yang pertama melihat peran media massa dan komunikasi yang berkembang
dalam politik, dan kehidupan sosial, budaya dan konstruksi subjektivitas.(Theodor
W. Adorno & Horkheimer, 2007)

iv. Media dan Teori Sosial

Media dan teori sosial yang dikembangkan Sekolah Frankfurt dan


keterbatasan mereka, memperlihatkan bahwa Adorno dan Habermas sama-sama
memperjuangkan tujuan masyarakat yang rasional. Namun, mereka berbeda
secara signifikan tentang seperti apa masyarakat itu seharusnya dan bagaimana
cara terbaik untuk mencapainya. Menjelajahi tempat yang dibagikan oleh kedua
ahli teori kritis, bersama dengan ketidaksepakatan mendalam mereka tentang
kondisi sosial hari ini, buku itu membela Adorno terhadap kritik Habermas yang
berpengaruh terhadap akunnya tentang masyarakat Barat dan prospek untuk
mencapai kondisi kehidupan manusia yang wajar. (Livingstone &
Thompson, 1997).

Adorno dan Habermas mengikuti Georg Lukacs ketika mereka


berpendapat bahwa dominasi terdiri dari perpanjangan bentuk pemikiran yang
menghitung dan merasionalisasi ke semua bidang kehidupan manusia. Pandangan
mereka tentang reifikasi dibahas dalam bab kedua dan tiga. Pemikiran mereka
yang saling bertentangan tentang kemunculan historis dan perkembangan jenis
rasionalitas yang terjadi di Barat.
Adorno dan Habermas memiliki pandangan kritis pada kehidupan sosial
yang dipertanggung- jawabkan, pengaruh kritis teori-teori mereka diurai dalam
bab empat. Pada bab terakhir menampilkan pandangan mereka yang bertentangan
tentang seperti apa sebuah masyarakat yang rasional akan terlihat, serta klaim
mereka tentang prospek untuk membentuk masyarakat seperti itu. Adorno,
Habermas dan Pencarian untuk Masyarakat yang Rasional akan menjadi bacaan
penting bagi mahasiswa dan peneliti teori kritis.(Cook, 2004) Adorno adalah
musisi ulung, awalnya berfokus pada teori budaya dan seni.

Dia kemudian beralih ke masalah dialektika yang mengalahkan diri sendiri


atas alasan dan kebebasan modern. Daftar spesialis khusus Adorno
mengeksplorasi berbagai kontribusinya pada filsafat, sejarah, teori musik, estetika
dan sosiologi dalam kumpulan esai ini. Dia adalah penulis banyak buku, termasuk
Dialektika Pencerahan.

v. Mazhab Frankfurt

Mazhab Frankfurt tentang teori kritis pada 1920-an menyaksikan lahirnya


beberapa tulisan paling menarik dan menantang di abad ke20. Di luar latar
belakang inilah kritikus besar Theodor Adorno muncul. Esai-esai terbaiknya
dikumpulkan, menawarkan wawasan yang tak tertandingi kepada pembaca
tentang pemikiran Adorno tentang budaya.

Dia berpendapat bahwa industri budaya mengkomodifikasi dan


menstandarisasi semua seni. Pada gilirannya, ini mencekik individualitas dan
menghancurkan pemikiran kritis. Pada saat itu, Adorno dituduh telah memulai
reaksi berlebihan, akibatnya menimbulkan histeria oleh banyak penentangnya. Di
dunia sekarang ini, di mana konsumen yang paling tidak sinis pun sadar akan
pengaruh media, akhirnya karya Adorno menjadi terasa lebih penting. Industri
Budaya adalah dakwaan yang tidak ada bandingannya atas banalitas budaya
massa.(Rahman, 2015)
Pandangan pesimistis Adorno bahwa film sangat populer dalam pengertian
konsumeris sangat terkenal sehingga menyebabkan ahli teori kritis baru-baru ini
memberikan judul bukunya tentang budaya populer Roll over Adorno. Sedangkan
dalam literatur dan khususnya dalam musik, Adorno mengidentifikasi janji seni
yang benarbenar emansipatoris, pada kenyataannya tidak sepenuhnya melihat
semua alasan mengapa kita membutuhkan pembebasan. Sebagian sikapnya adalah
produk dari pengalaman pribadi Adorno, ia menghabiskan pengasingannya dari
Jerman selama perang dunia ke-2 di Los Angeles tepat di sebelah Hollywood,
markas besar yang ia, bersama Max Horkheimer, datang untuk memanggil
industri budaya.(Miklitsch, 2006b).

Pemikiran Adorno, semakin dianggap sebagai kontributor terpenting bagi


estetika Jerman abad 20. Selain banyak membaca dalam literatur Jerman dan
Perancis, ia belajar komposisi dengan Alban Berg dan dianggap sebagai pianis
konser. Banyaknya volume tulisannya tentang musik, filsafat dan budaya dibagi
antara teori filosofis yang padat dan kumpulan kritik musik dan sastra yang
relative lebih mudah diakses. Namun, Adorno memiliki reputasi beragam.
Aesthetic Theory dan karyakarya besar lainnya berulang, tidak jelas dan tanpa
argumentasi langsung atau organisasi yang jelas - mungkin dengan sengaja
demikian. Esai yang lebih mudah dipahami banyak pembaca sebagai olokolok
elitis pesimistis yang tidak bisa dibenarkan. (Miklitsch, 2006a) .

Pembaca yang simpatik memaafkan kesalahan yang tampak sebagai tanda


integritas dan sebagai satu-satunya strategi penulisan yang tersedia bagi seorang
filsuf yang telah meragukan kemampuan filsafat modern untuk mengatasi kondisi
manusia. Dengan demikian, ketidakjelasan pembesarannya tampaknya merupakan
strategi yang disengaja dan dapat dipertahankan untuk membebaskan pembaca
dari penutup mata yang didapat secara historis. Dia memperingatkan bahwa
nuansa tulisan Jermannya tidak dapat diterjemahkan.

Rupanya dan meskipun ada banyak kesamaan dalam hal substansi dan
tujuan Sekolah Frankfurt memiliki sedikit pengaruh langsung pada kontributor
terkemuka untuk “La Pensée 68” di Prancis. Tetapi, dalam konteks Anglophone,
karya-karya Adorno dan Horkheimer, Marcuse dan Fromm dimasukkan ke dalam
ransel para intelektual muda yang membentuk gerakan politik dan kontra-budaya
pada 1960-an.

Ketika tiba saatnya bagi mereka untuk merangkul teori Prancis dan
postmodernisme akademis secara lebih umum, mereka memfasilitasi merger yang
berkontribusi pada gangguan disiplin ilmu humaniora di seluruh dunia.(“Luc
Ferry, Alain Renault La Pensee 68—Essai sur l’antihumanisme contemporain,”
1986)

vi. Adorno dan Teori Kritis

Bahasan yang berfokus pada kehidupan dan karya Theodor Adorno, secara
selektif; tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang cukup tentang apa
isi Teori Kritis awalnya, sehingga pengaruh akhirnya dalam konteks Anglophone.
Katakanlah, studi budaya dapat dinilai secara adil. Ini sangat jelas dari semua
bentuk neoMarxisme" yang selamat dari kesadaran bahwa superstruktur
budaya memiliki khasiat historisnya sendiri, teori kritis yang dipahami oleh
Sekolah Frankfurt adalah yang paling berpengaruh dan produktif. Sebagai pemikir
Adorno keberatan terhadap filsafat sistematis dan meragukan apakah pemikiran
yang sebenarnya dapat transparan.

Hal ini berasal dari keberatannya terhadap berpikir metodologis. Filsafat


sistematis dan pemikiran metodologis memiliki kecenderungan untuk sampai pada
kesimpulan yang hanya mengkonfirmasi asumsi yang terkandung dalam
premispremisnya. Adorno adalah pemikir antiHegel dan, sekaligus, sepenuhnya
Hegelian. Dia tidak setuju terhadap filosofis Hegel yang bercorak totalitarianisme.
Adorno meyakini bahwa pemikiran konseptual muncul dari kebutuhan terhadap
adaptasi dan, karenanya, selalu membawa benih-benih dominasi di dalamnya.
Dalam sistem pemikiran Hegel, dominasi pada wilayah materi tercermin dengan
dominasi pada tataran konsep.

Totaliarianisme system pemikiran paralel dengan totalitarian fasisme dan


totalitarianisme dalam industri kebudayaan. Karenanya, Adorno menolak sistem
Hegelian dan pemikiran sistematis secara umum juga kecenderungan apapun
terhadap sintesis final. Dia menekankan hak untuk tidak sama.
Dalam karyanya bersama Horkheimer berjudul Dialectic of
Enlightenment, Adorno berusaha memberikan analisis konseptual tentang
bagaimana Pencerahan, yang pada mulanya ditujukan untuk mengamankan
kebebasan dari ketakutan dan otoritas manusia, berubah menjadi beberapa bentuk
dominasi politik, sosial, dan budaya dimana manusia kehilangan individualitas
dan masyarakat kehilangan makna kemanusiaan. Analisis ini diberikan dengan
penjelasan tentang motif konseptual dari prses rasionalisasi masyarakat dalam
konteks Weberian, dimana dominasi kapitalis merupakan bahaya terbesar yang
muncul darinya.(Horkheimer & Adorno, 2002)

Konsep sosiologi yang diformulasikan Adorno dimulai dengan usaha


untuk memahami kaitan antara musik dan masyarakat. Pada terbitan pertama
jurnal yang dipublikasikan Institut Penelitian Sosial Frankfurt, Adorno menulis
essay berjudul On the Social Situation of Music, yang memaparkan beberapa
temuantemuan sosiologis. Essay ini penting karena analisis musik adalah awal
dari refleksi sosiologis Adorno, yang bertujuan untuk menyingkap kandungan
sosiologis dalam tekstur karya estetis. Hal ini berlanjut dengan penemuan apa
yang disebut mediasi sosial, yang berarti kesalingterpengaruhan antara yang
universal dan partikular; masyarakat dan individu.(T. W. Adorno,1978).

Objek sentral dalam teori kritis Adorno adalah hubungan saling


keterpengaruhan antara pertentanganpertentangan dalam masyarakat sebagai
sebuah totalitas dan bentuk konkrit kehidupan subjek-subjek dalam masyarakat.
Teori kritis diorientasikan pada ide tentang masyarakat sebagai subjek, dengan
individu sebagai pusat. Sebuah teori menjadi ”kritis” dengan menegasikan
ketidakadilan, egoisme, dan alienasi yang dihasilkan oleh kondisi sosial dibawah
ekonomi kapitalis.(Arnold, 2015)

Beberapa artikel yang berbicara tentang penggunaan filsafat Dekolonial


untuk menghilangkan pandangan Eurosentris dan rasionalitas yang tersirat dalam
teori kritis. Topik yang dibahas dalam artikel termasuk modernitas Eropa, teori
kritis di Amerika Latin, dan teori Postkolonial. Pandangan kritis para ahli teori
termasuk Amy Allen, Jürgen Habermas, dan Theodor Adorno juga disajikan,
mazhab Frankfurt telah menulari dunia dengan pemikiran alternatif yang hingga
kini terus menjadi perbincangan.(Huhn, 2004) Esai-esai Adorno, telah menjadi
pembanding bagi Todorov, The Conquest of America (Todorov) dan Dialectics of
Enlightenment.

Sebuah perbandingan singkat, dalam The Conquesto of America dan


Dialectics of Enlightenment, dua teks yang teliti dan istimewa yang tampaknya
terikat pada keharusan etis-diskursif untuk tidak berpartisipasi, namun secara
kiasan, dalam kekerasan yang mereka usahakan pertanggungjawabkan. Beberapa
berbeda: sementara Todorov mengistimewakan hubungan dengan orang lain,
Adorno dan Horkheimer memberikan analisis mereka pada hubungan pencerahan-
mitos. Tetapi pada intinya, tidak ada teks yang menyediakan panduan yang
memadai untuk sosiologi dan budaya dari tradisional peradaban mitos; mereka
dengan demikian dicela karena beroperasi dalam kerangka acuan Eurosentris,
bahkan ketika mereka mencela peradaban Eropa.(A. Todorov, 2008)

Dalam gaya proto-dekonstrusi, Adorno dan Horkheimer tidak memberikan


deskripsi panjang untuk pertunangan atau mitos dalam isolasi; dengan demikian
mereka melakukan, pada tingkat tekstual, pernyataan mereka bahwa setiap istilah
dalam biner secara internal ditandai oleh yang lain yang tampak. Deskripsi
pandangan Todorov tentang Aztecs, mengatakan: Orang Indian mengintegrasikan
kedatangan Spanyol ke dalam jaringan hubungan alam, sosial, dan supranatural,
di mana peristiwa tersebut dengan demikian kehilangan singularitasnya: entah
bagaimana ia dijinakkan, diserap ke dalam urutan kepercayaan yang sudah ada.
Membandingkan fitur modern Cortez dengan gambar pencerahan Adorno dan
Horkheimer.

Gagasan Adorno dan Horkheimer tentang mitos sebagai mode. of


domination, Mitos dan logika substitusi, Dialektika mitos dan enlitghtenment.(E.
Todorov, 2004) Adorno dan Horkheimer, menilai secara langsung, urutan
konvensional antara modern dan primitif, pencerahan, dan mitos, ia berpartisipasi
pada tingkat makro dari argumennya dalam proyeksi sendiri. Diantaranya
dalektika bahwa orang Spanyol memandang orang Indian sebagai objek, bukan
subjek, tidak serta merta berarti akan menjajah dan membinasakan mereka.
Dominasi suatu objek hanya mewakili satu kemungkinan relasi dengan
objek; ini bukan konsekuensi yang diperlukan dari hubungan subjek-objek.
Hampir setiap komentar tentang Dialektika Pencerahan telah merespons, dan
mencoba menjelaskan, cynisme model Adorno dan Horkheimer. Pendahuluan
Konsep sejarah berkembang dalam berbagai arah selama periode filsafat Jerman
modern. Mulai dari analisis struktural makro tentang evolusi peradaban
hingga deskripsi pengalaman sosial temporal individu, sejarah pada dasarnya
adalah konsep kritis, konsep yang berusaha mengungkap gagasan naif yang
diduga tentang sifatsifat tetap budaya dan individu yang mungkin hidup dalam
mereka. Adorno termasuk dalam tradisi filsafat historis kritis ini. Filsafat
sejarahnya sangat ditandai oleh berbagai ide Hegelian, Marxian, Nietzschean dan
hermeneutis. Keasyikan dengan gagasan sejarah terbukti dari awal karier Adorno.
Dari Habilitationsschrift (1931) hingga Aesthetic Theory (tidak lengkap pada saat
kematiannya pada 1969).(Symes, 2010) Untuk mengenal secara komprehensif
dengan berbagai pengaruh dan beragamnya aplikasi konsep sejarah dalam karya
Adorno akan menjadi koekstensif dengan analisis kritis terhadap oeuvre- nya,
juga sebagai penanda yang akan membatasi diri pada keterlibatan Adorno dengan
apa yang mungkin secara khusus dianggap sebagai ‘teori sejarah’, diantaranya
kritik Adorno tentang:

a. gagasan sejarah universal


b. kemajuan;
c. pembacaan dialektisnya tentang gagasan sejarah
d. penilaiannya tentang peran totalitas dalam produksi sejarah.

vii. Teori Kritis

Habermas, teori kritis bukanlah teori ilmiah, yang biasa dikenal


dikalangan publik akademis dalam masyarakat kita. Jurgen Habermas
menggambarkan Teori kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam
ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi). Teori Kritis
tidak hanya berhenti pada fakta-fakta objektif, yang umumnya dianut oleh aliran
positivistik.
Teori krtis berusaha menembus realitas sosial sebagai fakta sosiologis,
untuk menemukan kondisi yang bersifat trasendental yang melampaui data
empiris. Dapat dikatakan, Teori kritis merupakan kritik ideologi. (Rahman, 2015)

Teori kitis ini dilahirkan oleh Mazhab Frankfurt memiliki maksud


membuka seluruh selubung ideologis dan irasionalisme yang telah melenyapkan
kebebasan dan kejernihan berpikir manusia modern. Akan tetapi, semua itu
konsep Teori Kritis yang ditawarkan oleh para pendahulu Jurgen Habermas (Max
Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse) mengalami kemacetan atau
berakhir dengan rasa pesimis. Akan tetapi, teori ini tidak berakhir begitu saja,
Jurgen Habermas sebagai penerus Mazhab Frankfurt akan membangkitkan
kembali teori tersebut dengan sebuah paradigma baru.(“TEORI SOSIAL DALAM
PERSPEKTIF TEORI KRITIS MAX HORKHEIMER,” 2017)

viii. Paradigma Baru Teori Kritis

Jurgen Habermas menambahkan konsep komunikasi di dalam Teori Kritis


tersebut. Menurut Jurgen Habermas, komunikasi dapat menyelesaikan kemacetan
Teori kritis yang ditawarkan oleh pendahulunya. Jurgen Habermas membedakan
antara pekerjaan dan komunikasi (interaksi). Pekerjaan merupakan tindakan
instrumental, jadi sebuah tindakan yang bertujuan untuk mencapai sesuatu.
Sedangkan komunikasi adalah tindakan saling pengertian. Dalam tradisi Mazhab
Frankfurt, teori dan praksis tidak dapat dipisahkan. Praksis dilandasi kesadaran
rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan-kegiatan yang berkerja melulu,
melainkan interaksi dengan orang lain menggunakan bahasa sehari-hari. Selain itu
juga, para pendahulunya memandang rasionalitas sebagai penaklukan, kekuasaan.
(Habermas, 2013) Kedua hal itulah yang membuat kemacetan dalam Teori Kritis
menurut Jurgen Habermas.

Pandangan ini telah membuat sudut pandang masyarakat tentang krtik


dengan penaklukan itu sama dan praksis dengan penaklukan itu sama. Jurgen
Habermas berpendirian kritik hanya dapat maju dengan rasio komunikatif yang
dimengerti sebagai praksis komunikatif atau tindakan komunikatif.
Masyarakat komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik
melalui revolusi atau kekerasan, tetapi melalui argumentasi. Kemudian Habermas
membedakan dua macam argumentasi, yaitu: perbincangan atau diskursus dan
kritik.(Boyne & Habermas, 1986)

ix. Teori Kritis dalam Paradigma Komunikasi

Paradigma yang lama disebut Habermas sebagai filsafat kesadaran atau


filsafat subjek dianggap tidak cocok lagi untuk kondisi-kondisi masyarakat
dewasa ini yang ditandai oleh pluralitas bentuk kehidupan dan orientasi nilai. Di
dalam paradigma yang lama itu menurut Habermas, terkandung pemahaman
tertentu tentang subjektivitas, yaitu subjek yang mengenal dan menguasai
objeknya secara monologis. Misalnya dalam berbagai ilmu-ilmu kemanusiaan
dewasa ini yang berlandaskan seperti yang dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, yaitu
mengobjektifikasi manusia, mengambil sikap netral terhadap objek riset, bahkan
bila perlu memanipulasi objek riset itu secara eksperimental. (Yasir, 2012)

Bentuk kesadaran yang mengontrol objeknya namun juga berpikir secara


monolog ini disebut Habermas sebagai filsafat kesadaran. Filsafat jenis ini
menurutnya, merupakan ciri khas filsafat modren sejak Descartes, filosof yang
menemukan kesadaran diri (cogito) sebagai realitas akhir.

Habermas lalu menunjukkan kebuntuan yang dihadapi oleh generasi tua


Teori Kritis. Sama seperti seorang ideolog, seorang kritikus masyarakat ingin
menguasai objek yang dikritiknya secara monologis untuk memaksakan visi-visi
dan keyakinankeyakinan kepada orang lain. Dengan cara ini, kritik ibarat
manifestasi lain dari ideologi. Para pendahulu Habermas, tidak dapat menemukan
jalan keluar dari dilemma macam ini karena tolok ukur kritik mereka sama dengan
tolok ukur objek yang dikritiknya, yaitu ideologi.

Dengan kata lain, kritik pada akhirnya diungkapkan dalam kaitannya


dengan kekuasaan.(Surahman, 2005) Paradigma baru Habermas adalah paradigma
teori komunikasi. Paradigma ini tidak lagi memahami subjektivitas sebagai subjek
yang terisolasi yang ditandai dengan cara pengenalan monologis dan manipulasi
objek-objek yang ada di hadapannya.
Pengetahuan adalah hasil dari konsensus dengan subjek-subjek lain.
Pergeseran fokus ini menandaiseluruh proyek Teori Kritis Habermas.(Halik,
2019) Setelah mengatasi kemacetan Teori Kritis generasi pertama Habermas
menitikberatkan Teori Kritisnya pada perkembangan teoritis konsep rasio
komunikatif sebagai rekonstruksi teori kritis terhadap masyarakat. Perihal
terpenting dalam rasio prosedural bukanlah soal masuk akal atau tidaknya hal
yang dirancang oleh seorang subjek secara monologis, melainkan prosedur yang
diakui secara intersubjektif.

Lewat prosedur itulah produk-produk dari proses rasional mendapat


kesahihannya. Hal ini berarti bahwa sifat rasional tidak dicapai semata-mata oleh
seorang subjek tunggal.(Iwan, 2014) Misalnya di dalam proses pengadilan dapat
didekati melalui argumentasi rasional dengan peserta lain. Begitu pula sifat
rasional dari sebuah klaim rasio hanya dapat dicapai secara komunikatif, yaitu
melalui pemahaman timbal balik dengan subjek-subjek lainnya. Di dalam
pengadilan keadilan tidak dapat terwujud bila kekuasaan campur tangan di dalam
proses pengadilan. Demikian juga klaim rasio tidak masuk akal, jika klaim itu
dikeluarkan di bawah paksaan.

Habermas pernah menunjukkan di dalam Erkenntnis und Interesse bahwa


ilmu-ilmu sosial kemanusiaan yang disebutnya ilmu-ilmu historishermeneutis
diarahkan oleh kepentingan kognitif praktis untuk saling memahami di dalam
sebuah proses komunikasi. Karena itu untuk memberi sifat rasional sebuah klaim,
sangat pentinglah sebuah prosedur yang memastikan bahwa orang dapat
mengeluarkan klaim tersebut tanpa paksaan dan bebas kekuasaan. Mekanisme
pemeriksaan secara intersubjektif tersebut dan prosedur yang diterima secara
intersubjektif adalah syarat-syarat formal yang mengandung rasio prosedural.
(Bungin & Burhan, 2009).
D. Gagasan Inti Theodor Ardono

Tidak dapat diragukan lagi bahwa pemikir Jerman ini bergerak dalam
wilayah ilmiah yang amat luas. Namanya menjadi tersohor dalam hubungan
dengan filsafat, sosiologi, psikologi maupun musikologi. Dan terus menerus ia
menerobos tapal batas antara ilmu-ilmu itu.

Salah satu ciri yang menonjol dalam pandangan filosofisnya adalah


penolakannya terhadap pemikiran sistematis. Hal ini berasal dari keberatannya
terhadap berpikir metodologis. Filsafat sistematis dan pemikiran metodologis,
menurutnya memiliki kecenderungan untuk sampai pada kesimpulan yang hanya
mengkonfirmasi asumsi yang terkandung dalam premis-premisnya.

i. Emansipasi dan Rasionalitas


Adorno ingin mempertahankan ide dasar Aufklarung, yaitu emansipasi
dengan menambah jalan rasionalitas. Hanya dengan kritik radikal atas pemikiran
masa Pencerahan yang berkisar pada paham “kemajuan”, dapat ditentukan arti
rasionalitas bagi zaman kita ini. Dengan kata lain, hanya dengan mencari sebab-
sebab gagalnya emansipasi yang begitu dicita-citakan oleh teori-teori kemajuan
dalam masa Pencerahan dan sesudahnya, dapat kita buka perspektif baru bagi
zaman kita sekarang.(Nielsen, 1977)
“Dialektika Pencerahan” adalah judul sebuah buku karya terkenal dari
Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno yang ditulis bersama pada tahun 1944.
Buku ini aslinya ditulis dalam bahasa Jerman dengan judul “Dialektik der
Aufklarung” dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai “Dialectic of
Enlightenment”. Secara umum isi buku tersebut bermuatan kritik terhadap
modernitas yang dipandang oleh Adorno dan Horkheimer sebagai sejarah
dominasi atau penguasaan. Pemikiran mereka secara umum senada dengan
kritik Karl Marx, adapun yang membedakan adalah bahwa Adorno dan
Horkheimer tidak menjelaskan sejarah penguasaan dari hubungan produksi,
melainkan dari dorongan psikologis manusia yang berkeinginan kuat untuk
menguasai pihak lain.(Horkheimer & Adorno, 2002).
Melalui Dialektika Pencerahan tersebut Adorno dan Horkheimer lebih
jauh mengkritik kesadaran yang ada pada masyarakat dengan kesadaran modern,
yang dengannya bahwa rasio sebagai alat utama dominasi. Lebih lanjut, Adorno
dan Horkheimer juga beranggapan bahwa pencerahan yang dipandang sebagai
kemajuan dari cara pandang mitologis, sebenarnya telah menjadi mitos itu sendiri.

Lebih jauh, mitos itu pada gilirannya juga menghasilkan penindasan dan
penguasaan manusia yang satu terhadap yang lainnya. Kenyataan terjadinya
penindasan, antara lain sebagaimana yang dialami Adorno sendiri, yaitu dengan
munculnya ideologi fasisme di Jerman, disamping juga, kepincangan yang
diakibat-kan dari kemajuan teknologi yang telah memanipulasi manusia, pada
umumnya.

ii. Kemajuan Sebagai Teori Dialektis

Sejarah dipandang sebagai pembebasan manusia semakin mendalam dari


cengkeraman alam. Kemajuan sepanjang sejarah merupakan suatu emansipasi.
Namun kemajuan tidak dapat dipikirkan terlepas dari kemundurannya. Sebab,
kemajuan tidak mungkin jika tidak ada sesuatu yang ditiadakan atau dihancurkan
yaitu alam dari mana manusia membebaskan diri. Maka dari itu suatu teori
tentang kemajuan hanya mungkin sebagai teori dialektis, artinya kemajuan hanya
dimengerti kemunduran, inti dialektis adalah penguasaan.(Munawir, 2009).

iii. Negativitas Total


Adorno menyamakan prinsip penguasaan dengan prinsip rasionalitas.
Dengan rasionalitasnya manusia menaklukkan bumi kepadanya. Hal ini
dinamakan Adorno sebagai teknologi. Yang paling penting bagi Adorno ialah
dengan menaklukkan alam kepadanya manusia belum masuk dalam
kebebasannya. Namun, manusia ingin membebaskan diri dengan menguasai alam,
pada zaman sekarang ini menjadi obyek penguasaan itu.
Daripada menghasilkan emansipasi manusia, ilmu pengetahuan dan teknik
(atau dengan perkataan lain, seluruh proses penguasaan alam) membuat manusia
menjadi obyek. Manusia sebagai subyek yang menguasai, menjadi obyek
penguasaannya sendiri. Ia yang ingin membebaskan dirinya sendiri, pada
kenyatannya diperbudak saja. Keadaan inilah yang disebut sebagai “negativitas
total”.(Sunarto, 2017).
iv. Sejarah Ditandai Malapetaka Permanen
Adorno beranggapan bahwa sejarah ditandai oleh suatu “malapetaka
permanen” (a permanent catastrophe). Hal ini harus mempunyai dasarnya dalam
awal-mula sejarah. Pada permulaan sejarah sebagai malapetaka permanen terdapat
suatu tindakan irrasional, yaitu kemampuan untuk menguasai alam secara total.
Tetapi jika permulaan sejarah, dan dengan itu juga seluruh sejarah selanjutnya
bersifat irrasional, Adorno mengakui kemungkinan utopi, artinya kemungkinan
timbulnya suatu masyarakat yang sama sekali lain daripada yang kita kenal dalam
sejarah konkret, serentak juga ia merasa pesimistis terhadap kemungkinan untuk
sekarang ini merealisasikan suatu masyarakat yang benar.
Penderitaan Mendobrak Penguasaan Rasio sendiri tidak dapat
memecahkan belenggu yang mengikatkan rasionalitas yang terbelenggu. Namun
demikian, sudah nyata suatu kritik radikal hanya mungkin berdasarkan
rasionalitas (yang terbelenggu itu). Cara mendobrak penguasaan total itu menurut
Adorno hal itu hanya mungkin berdasarkan pengalaman tentang pederitaan.

Penderitaan meloloskan diri dari penguasaan total dan akibatnya dapat


menyadarkan serta mengatasi negativitas total. Adorno melukiskan penderitaan
sebagai obyektifitas yang menekan subyektifitas. Maksudnya bahwa penderitaan
merupakan sesuatu hal yang bersifat subyektif (menyangkut subyek sebagai
subyek), tetapi serentak juga melebihi subyek, karena disebabkan oleh fakta-fakta
obyektif. Kebebasan filsafat, menurut Adorno tidak lain daripada kesanggupan
untuk memberi suara kepada ketidakbebasan. Kiranya sudah jelas bahwa filsafat
Adorno bersifat pesimistis.(Jongha Lee, 2011).

Kebebasan filsafat, menurut Adorno tidak lain daripada kesanggupan


untuk memberi suara kepada ketidakbebasan. Kiranya sudah jelas bahwa filsafat
Adorno bersifat pesimistis.

Anda mungkin juga menyukai