Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN BAWAH

Dosen Pengampu :

Septi Muharni, M.Farm, Apt

Oleh

Kelompok 1

Ainun Alfatma (1701047)


Alimia Woelandari (1701048)
Annisya Shafira Al-Fadhlillah (1701049)
Arava Putri Fadhila (1701050)
Berliani Aprilia Rahmadewi (1701051)
Yoga Yudhistira (1701091)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami tentang penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Bawah.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu pada mata kuliag
Farmakoterapi II.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Pekanbaru, 08 Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang …………………………………………………………. 4
2. Tujuan …………………………………………………………………. 4
BAB II ISI
1. Bronkitis ……………………………………………………………….. 5
2. Bronkiolitis ………………………………………………………...... 11
3. Pneumonia …………………………………………………………… 13
4. Psittacosis …………………………………………………………… 17
5. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) …………………………… 20
6. Tuberkolosis (TB) ……………………………………………………. 22

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan ……………………………………………………………… 39
2. Saran …………………………………………………………………….. 39

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. 40

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, dan protozoa yang menyerang saluran napas bagian
epiglotis atau laring, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli. Sebagian
besar infeksi ini disebabkan oleh bakteri.
Secara umum, semua bakteri patogen harus mempunyai kemampuan
tertentu selaras dengan patogenesis penyakit, yaitu masuk ke dalam pejamu,
bertahan pada pintu masuk sel pejamu, evasi atau sirkumvensi terhadap
mekanisme pertahanan tubuh, menimbulkan gejala klinis, dan keluar dari
pejamu untuk melanjutkan siklus infeksi berikutnya.
Proses terjadinya penyakit infeksi merupakan resultan fungsi faktor
virulensi yang bersifat mosaik serta merupakan bagian integral dari respon
tubuh pejamu yang juga bersifat mosaik.
Pada makalah ini kita akan membahas lebih lanjut mengenai penyakit
yang termasuk dalam infeksi saluran pernafasan bawah dan mengetahui
penyebab serta terapi yang cocok untuk penyakit tersebut
2. Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab infeksi saluran pernafasan bawah
2. Untuk mengetahui jenis-jenis infeksi saluran pernafasan bawah.

4
BAB II

ISI

1. BRONKITIS
A. Pengertian
Kejadian infeksi saluran pernafasan yang paling sering adalah
bronchitis. Bronkitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronkus .
Bronchitis merupakan inflamasi pada cabang trcheobronkial tidak
termasuk alveola yang umumnya bergubungan dengan infeksi pernafasan
umum. Bronchitis bisa bersifat akut ataupun kronis dan dapat terjadi di
segala usia.

B. Jenis Bronchitis
1. Bronchitis akut
 Etiologi
Infeksi virus merupakan penyebab 95% kasus bronchitis akut.
Virus utama yang paling sering dihubungkan dengan gangguan ini

5
adalah rhinovius,coronavirus, virus influenza A, virus parainfluenza,
adenovirus dan respiratory syncytial virus (RSV),
Infeksi bakteri yang menyebabkan bronchitis 5-20% kasus
bronchitis akut. Bakteri yang utama menyebabkan bronchitis adalah
chlamydia psittaci, chlamydia pneumonia, mycoplasma pneumonia
dan bordetella pertussis.
 Patofisiologi
Brokitis akut di karakterisasi oleh adanya infeksi pada cabang
trakeobronkial. Infeksi ini menyebabkan hyperemia dan odema pda
membrane mukosa yang kemudian menyebabkan peningkatan secret
bronkial. Karena adanya perubahan pada membrane mukosa ini , maka
terjadi kerusakan pada lapisan epithelia saluran nafas yang
menyebabkan berkurangnya fungsi pembersihan mukosiliar.
Peningkatan sekresi bronkial dapat mrnjadi kental dan liat, maka akan
memperparah gangguan pembersihan mukosiliar.
 Gejala dan tanda
1. Infeksi saluran pernafasan atas seperti : hidung berair, tidak enak
badan, menggigil, pegal-pegal, sakit kepala dan tenggorokan sakit.
Demam <39oc dan akan berakhir dalam waktu 3-5 hari
2. Kemudian batuk yang awalnya kering berubah menjadi batuk
produktif. Batuk terjadi sekitar 7-10 hari bahkan beberapa pasie
bertahan selama 3 minggu.
3. Pemeriksaan dada akan dijumpai ronchi dan Wheezing
4. Bronchitis akut sering terjadi pada musim dingin.
5. Uji deteksi virus dapat dilakukan untuk diagnose spesifik
 Terapi
 Tujuan terapi adalah membuat pasien nyaman dan pada kasus
berat untuk menobati dehidrasi dan gangguan respirasi.
 Terapi farmakologi yang dapat dilakukan :

6
1. Terapi simtomatis dan suportif seperti antipiretik tunggal
seringkali cukup, istirahat dan analgetik antipiretik lemah
sering dapat untuk mengatasi keluhan. Contohnya aspirin,
parasetamol, atau ibuprofen

2. Pasien dianjurkan untuk minum cairan yang cukup untuk


mencegah dehidrasi dan kemungkinan penurunan sekresi
respirasi dan kekentalan mucus.
3. Terapi embun atau uap dapat mengencerkan secret. Untuk
batuk ringan yang menetap yang mengganggu dapat diterapi
dengan dektrometorfan tetapi batuk yang lebih berat
mungkin membutuhkan kodein atau sejenisnya
4. Penggunaan antibiotic rutin tidak dianjurkan, tetapi pada
pasien demam menetp dan gejala pernafasan lebih 4-6 hari,
kemungkinan adanya infeksi baru dicurigai.
5. Bila mungkin terapi antibiotic ditunjukkan terhadap
pathogen yang diantisipasi seperti streptococcus pneuminiae
dan haemophilus influenza dan atau bakteri yang dominan
tumbuh pada kultur kerongkongan
6. M.pneumoniae bila dicurigai atau positif aglutinin dingin
(titer ≥1:32) dan dipastikan oleh kultur/ serologi. Terapi
dengan eritromisin atau analognya (klaritromisin atau
aitromisin).fluorokuinolon juga menunjukkan aktivitas
terhadap pathogen tersebut
7. Selama epidemic yang melibatkan virus influenza A,
Amantadin atau Rimantadin mungkin efektif untuk
meminimkan gejala-gejala terkait bila diberikan di awal
penyakit

7
 obat yang dapat diberikan

2. bronchitis kronis
Bronchitis kronis adalah salah satu komponen dari penyakit
paru obstruktif kroniks (PPOK). Bronchitis kronis adalah batuk
berdahak yang terjadi selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk
2 tahun berturut turut.
 Etiologi

8
Faktor utama bronchitis kronis adalah merokok dan hampir semua
pasien bronchitis kronis memiliki riwayat merokok. Debu , bau-bauan
dan polusi lingkungan juga berkontribusi terhadap terjadinya
bronchitis kronis

Infeksi virus berperan dalam 7% sampai 64% kejadian eksaserbasi


(memburuknya gejala respirasi) akut bronchitis kronis. Virus yang
paling sering dijumpai pada eksaserbasi akut kronis adalah virus
influenza A atau B, parainfluenza, coronavirus dan rhinovirus.
Sedangkan bakteri yang sering dijumpai pada eksaserbasi akut adalah
S. pneuminiae, S. aureus, H. influenza, H. parainfluenzae, M.
catarrhalis, spesies Neisseria dan spesies psedudomonas.
 Patofisiologis
Beberapa abnormalitas fisiologis pada mukosa bronkus dapat
menyebabkan bronchitis kronis. Telas diketahui pasien bronchitis
kronis lebuh kerap mengalami infeksi saluran nafas karena terjadinya
kegagalan pembersihan mukosiliar terhadap inhalasi kronis berbagai
senyawa iritan. Factor kegagalan pembersihan mukosiliar adalah
adanya proliferasi sel goblet (sel yang memproduksi mucus) dan
pergantian epitel yang bersilia dengan yang tidak bersilia. Hal ini
menyebabkan ketidak mampuan bronkus pada penderita bronchitis
kronis untuk membersihkan dahak yang kental dan lengket.
 Gejala dan tanda
1. Gejala mirip bronchitis akut namun yang utama adalah batuk
2. Batuk bisa ringan sampai berat denagn adanya dahak
3. Pasien biasanya akan terbatu batuk pada pagi hari untuk
mengeluarkan dahak dalam jumlah banyak
4. Dahak purulent, batuk berdarah, dada sesak, sesak nafas dan
mengi

9
5. Kehilangan selera makan
6. Demam dan menggigil

 Terapi
 Tujun terapi adalah mengurangi keparahan gejala dan
menghilangkan kekambuhan akut dan mencapai perpanjangan
interval yang bebas infeksi
 Terapi farmakologi yang dapat dilakukan :
1. Pada eksaserbasi akut pemberian bronkodilator oral
atauaerosol seperti albuterol aerosol
2. Pemilihan antibiotic sesuai dengan pathogen, rsiko interaksi
rendah dan tidak menimbulkan dan tidak menimbulkan
masalah kepatuhan
3. Pemilihan antibiotic harus mempertimbangkan resistensi
pathogen terhadap penisilin
4. Bila mikoplasma terlibatdalam infeksi maka dapat diberikan
azitromisin
5. Pada pasien yang menderita karena ada factor pencetus seperti
musim dingin maka percobaab profilaksis antibiotic dapat
dilakukan
6. Antibiotic dapat digunakan dengan durasi 10-14 hari

10
 Obat yang dapat diberikan

2. BRONKHIOLITIS

A. Pengertian
 Infeksi virus akut pada saluran pernafasan bawah bayi yang
menunjukkan pola musiman yang tetap, puncaknya selama musim
dingin dan mentap sampai awal musim semi.
 Penyakit ini umumnya mempengaruhi bayi berumur 2-10 bulan.
Penyebab utama, 45-60% adalah virus Respiratory syncytial,

11
penyebab kedua virus parainfluenzae. Bakteri sebagai patogen
sekunder hanya lah sedikit pada kasus.

B. Manifestasi Klinik
 Gambaran klinik
Tanda dan gejala
 Diawali dengan gelisah, demam rendah, batuk, ingusan.
 Gejala berkembang; muntah, diare, pernafasan berbunyi, peningkatan
laju pernafasan. Pernafasan lambat dan sulit dengan dada tertarik dan
hidung memerah.

Pemeriksaan fisik

Takikardia, laju pernafasa 40-80/menit pada bayi di RS. Pernafasan


berbunyi, konjuntivitas ringan pada sepertiga pasien, otitis media pada 5-
10% pasien.

Pemeriksaan laboratorium
 Sel darah perifer normal atau sedikit meningkat. Gas darah arteri;
hipoksemia dan hipercarbia/hiperkapnia (jarang). Sering terjadi
dehidrasi karena asupan cairan kurang pada penderita yang batuk,
demam, mual dan muntah.
 Diagnosa terutama berdasarkan pada penemuan klinik dan riwayat.
Isolasi patogen akan menegakkan diagnosa dugaan.
C. Terapi
 Bronkiolotis adalah penyakit yang sembuh sendiri dan umumnya
tidak memerlukan terapi, selain menghilangkan kecemasan dan

12
antipiretik, kecuali untuk bayi yang mengalami hipksia atau
dehidrasi.
 Pada kasus berat, terapi pilihan adalah terapi oksigen dan cairan IV.
 Terapi beta adrenergik aerosol nampaknya bermanfaat sedikit untuk
sebagian besar pasie terapi mungkin berguna pada anak dengan
predisposisi yang mengarah ke bronkospasme.

 Karena bakteri bukan penyebab utama maka antibiotik secara rutin


sebaiknya tidak diberikan. Tetapi sering Dokter memberikan di awal
karena penemuan klinik dan radiologi sering menunjukkan
kemungkinan bakteri pneumonia.

3. PNEUMONIA
A. Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan
paru (alveoli). (DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
(Zuh Dahlan. 2006)
B. Gejala
Khusus pneumonia ini dimulai dari rasa demam dan menggigil. Sekitar
70% penderita akan merasakan berat, nyeri di dada karena penyakit ini muncul
memang pada paru-paru, sebagai organ penting dari pernapasan. Rasa nyeri ini
sering pindah ke bahu atau lambung, jika infeksi tersebut sampai ke permukaan
paru-paru dan diafragma terserang, sekat otot yang memisahkan dada. Rasa sakit
pada lambung bagian atas dan rasa tidak enak pada dinding lambung kadang-
kadang muncul secara spontan.

13
Gejala pneumonia biasanya yang tidak pernah luput adalah rasa demam yang
tinggi, sedang nafas sesak, nafas dan cepat dari biasa, serta hasil rontgen
memperlihatkan tanda-tanda pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru
dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk
membunuh kuman tadi. Namun hal ini mengakibatkan fungsi paru terganggu dan
sulit untuk bernapas, karena tidak ada sisa ruang untuk oksigen.

C. Klasifikasi
a) Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia,
CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di
luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit
selama > 14 hari. (Buke, 2009)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang
terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini
didapat selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir
1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia
selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang
dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia (Supandi, 1992)
c) Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob
lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini
biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien
dengan gangguan refleks menelan (Buke, 2009)
d) Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya
steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan
mikobakteri, selain organisme bakteria lain (Buke, 2009)
e) Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi
pada fibrosis kistik dan bronkietaksis (Buke, 2009)
D. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), etiologi pneumonia adalah

14
a. Bakteri
Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat dan
nosokomial. Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi
pneumonia di masyarakat dan nosokomial:
 Lokasi sumber masyarakat
Bakterinya adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae,
Legionella pneumoniae, Chlamydida pneumoniae, Anaerob oral
(aspirasi), dan Influenza tipe A dan B.
 Lokasi sumber nosokomial
Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, dan
Anaerob oral (aspirasi).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial
Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran
pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.
Berikut ini adalah virus yang dapat menyebakan terjadinya pneumonia:
 Influenza virus
 Adenovirus
 Virus respiratory
 Syncytial repiratory virus
 Pneumonia virus
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling
umum. Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis tiga tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada media
kultur khusus tetapi berbeda dengan virus. Pneumonia mikoplasma sering
terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewas muda.

15
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Berikut ini adalah protozoa yang dapat menyebabkan
pnuemonia:
 Pneumositis karini
 Pneumonia pneumosistis
 Pneumonia plasma sel
e. Penyebab Lain
Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi radiasi,
bahan kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi radiasi
untuk kanker payudara atau paru, biasanya 6 minbbu atau lebih setelah
pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi terjadi setelah mencerna kerosin atau
inhalasi gas yang mengiritasi.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel sputum pra pengobatan. Terapi yang
dapat dilakukan antara lain :

Terapi Farmakologi
a. Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakteri. Pneumonia lain dapat
diobati dengan antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi sekunder
yang dapat berkembang dari infeksi asal. Antibiotik yang biasa
diberikan adalah Penisilin, Ampisilin, Eritromisin, Tetrasiklin,
Gentamisin, dan lain-lain.
b. Analgesik bisa diberikan untuk meredakan nyeri dada pleuritik.
c. Mukolitik, membantu mengencerkan sekresi sehingga sekresi dapat
keluar pada saat batuk

16
d. Bronkodilator, untuk meningkatkan diameter lumen percabangan
trankeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
e. Kortikosteroid, berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan
Tetapi Non-farmakologi
a. Istirahat
b. Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
c. Terapi oksigen yang dilembabkan dilakukan untuk menangani
hipoksia
d. Penanganan tambahan meliputi makanan kaya-kalori, asupan cairan
yang cukup, dan beristirahat di ranjang
e. Teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan
mengurangi resiko atelektasis.
(Corwin, 2007).

4. PSITTACOSIS
A. Epidemiologi:
Burung Psittacine merupakan sumber penting terjadinya infeksi pada
manusia oleh C. psittaci, namun burung lain termasuk kalkul, bebek, dan
merpati juga dapat menyebabkan infeksi. Oleh sebab itu istilah ornithosis
lebih cepat.
 Infeksi lebih sering terjadi pada orang dewasa, yang mencerminkan
pajanan lebih besar terhadap burung terinfeksi.
 Transmisi terjadi karena merawat burung sakit yang terinfeksi, atau
yang lebih jarang yaitu dengan menghirup organisme pada debu kering
pada droplet burung. Wabah jarang terjadi dan biasanya berkaitan
dengan sumber yang terinfeksi di tempat kerja.
 Transmisis antar burung, terutama bila disimpan dalam kandang, sering
terjadi. Sehingga sering kali burung yang diimpor merupakan sumber
infeksi.

17
 Hanya 20% pasien dengan psittacosis memiliki riwayat kontak dengan
burung.
 Sebagian infeksi bersifat ringan atau subklinis.
 Burung dengan infeksi C. psittaci terlihat tidak sehat, walaupun kadang-
kadang menifestasinya hanya menunjukkan penyakit ringan.
 Chlamdya psittaci meliputi <3% kasus pneumonia yang di dapat di
komunitas di Inggris; kira-kira 300 kasus pertahun.
 Transmisi manusia ke manusia dapat terjadi namun jarang.
 Masa inkubasi 10 hari (berkisar 7-15 hari).
B. Patologi dan Patogenesis:
Lokasi primer penyakit pada manusia adalah paru. Bakteri masuk
melalui saluran pernafasan, dan setelah terjadi bakterimia transien, bakteri
berkembang dalam system retikuloendotelial. Di paru terjadi alveolitis yang
diikuti oleh eksudat intertisial. Sumbatan mucus merupakan manifestasi kasus
kronik. Bakteremia kedua terjadi bersamaan dengan onset gejala. Hepatitis
seringkali terdapat pada uji biokimia dan jarang jelas terlihat serta menjadi
manifestasi primer; biopsi menunjukkan hepatitis reaktif namun dapat juga
menunjukkan granulomata.
C. Manifestasi Klinis:

Karekristiknya adalah sebagai berikut :

 Onset mendadak, disertai demam, kaku otot, nyeri kepala, myalgia, dan
batuk kering (kadang-kadang dengan bercak darah); nyeri pleuritik jarang
terjadi.
 Pemeriksaan klinis dada mungkin tidak bermakna walaupun didapatkan
gambaran bermakna pada rotgen toraks.

 Splenomegaly terjadi pada sepertiga kasus dan ruam kulit jarang


ditemukan (bercak Horder).

18
 Nyeri abdomen, diare, icterus, faringitis dan ensefalopati ringan kadang-
kadang terjadi.
 Terdapat bradikardia relative.
D. Komplikasi:
 Gagal nafas
 Hepatitis
 Ensefalopati, glomerulonephritis, miokarditis, endocarditis.
E. Diagnosis:
Psittacosis diduga dari:
 Riwayat terpajan burung
 Rotgen toraks menunjukkan bercak infiltrate halus yang timbul dari
hilus dan meliputi zona bagian bawah
 Hitung leukosit dan LED normal
 Peningkatan ringan tes fungsi hati.

Psittacosis dikonfirmasi dengan:


 Peningkatan atau penurunan titer antibodi sebanyak empat kali lipat
atau titer antibody yang tinggi pada pengukuran tunggal melalui fiksasi
komplemen. Pembedaan dari C. pneumoniae membutuhkan uji
imunofluoresensi yang spesifik tipe. Pengobatan segera dapat menunda
dan atau menghentikan respon antibody.
F. Pengobatan:

Pengobatan pilihan adalah tetrasiklin; eritromisin juga efektif dan merupakan


obat lini pertama pada anak-anak. Terapi harus dilanjutkan selama 2 minggu.
Rifampisin, siprofloksasin, dan makrolida generasi baru (misalnya klaritromisin)
juga telah berhasil digunakan namun uji klinisnya sedikit.

G. Pencegahan:

19
 Karantina dan pemberian tetrasiklin profilaktik untuk burung impor.
 Tetrasiklin yang diberikan pada maknan hewan dapat mencegah infeksi
klamidia pada kawanan unggas namun dapat menciptakan masalah lebih besar
akibat Salmonella yang rersisten terhadap antibiotic.
 Tidak terdapat vaksin
H. Prognosis:
Mortalitas terjadi pada sekitar 1% kasus, namun pada kasus berat yang
mengalami komplikasi insufiensi ginjal, mortalitasnya meningkat menjadi
20%.
5. SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)
A. Pengertian
Sars pertama kali dikenal sebagai ancaman global oleh WHO pada
pertengahan Maret tahun 2003. SARS corona virus ( SARS-CoV) adalah
agens penyebab dan diyakini sebagai virus hewan yang mampu menembus
batasan spesies ke manusia. Reservoir alami SARS – CoV belum ditemukan ,
tetapi sejumlah spesies liar, termasuk musang Himalayan (Masked Palm
Civet) dengan nama latin Paguma larvata, musang cina (Melogale moschata),
dan rakun (Nyctereutes procyonoides) diduga menjadi reservoir virus SARS.
Kemungkinan terbesar sumber infeksi SARS – CoV pada manusia adalah dari
reservoir hewan di atas atau hewan lain atau dari pajanan di laboratorium
tempat virus digunakan atau disimpan untuk tujuan diagnostik dan penelitian.

B. Manifestasi Klinis
 Selama satu minggu pertama , pasien akan mengalami gejala prodromal
mirip influenza seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, dan
limfopenia.
 Batuk kering, dispnea, dan diare dalam volume besar dapat terjadi
selama dua minggu pertama.

 Penyebaran terjadi selama minggu kedua.

20
 Pada kasus yang berat , gawat napas berkembang dengan cepat dan
terjadi desaturasi oksigen, sekitar 20 % memerlukan perawatan intensif.

Pertimbangan Geriatrik dan Pediatrik

 Geriatrik
Penyakit tanpa demam atau bersamaan dengan
sepsis/pneumonia bakteri terjadi antara penderita infeksi SARS yang
berusia lanjut ( mereka yang berusia diatas 60 tahun). Di antara
kelompok lansia tersebut dengan gangguan atau penyakit yang sudah
ada sebaiknya dikeluarkan dari perawatan untuk pasien SARS dan
penanganan khusus SARS-CoV.
 Pediatrik
SARS-CoV yang terjadi pada anak – anak dan memiliki
presentasi yang lebih ringan. Penyebab hal ini belum diketahui.
C. Komplikasi
 Dapat terjadi gagal napas dan kematian.
 Mereka yang selamat dapat mengalami gangguan fungsi paru untuk bulan
– bulan selanjutnya.
 Untuk wanita hamil yang mengidap SARS, mengalami peningkatan
insiden keguguran di awal kehamilan dan kematian maternal pada masa
kehamilan lanjut.

D. Penanganan
Agen anti-inflamasi deksametason dan immunoglobulin intravena
diberikan. Deksametason menghambat produksi sitokin dan menghambat
pengerahan kemokin pada proses inflamasi, sementara immunoglobulin
muncul untuk memodulasi sitokin yang berlebihan dan menghambat aktivasi
limfosit untuk makrofag.

21
Tuberkolosis TB

I. DESKRIPSI PENYAKIT
D. Definisi

TUBERKULOSIS disebebkan oleh mikroorganisme mycobacterium


tuberkulosisn yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet) dari
satu individu ke indiidu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau
alveolus.

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:
M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai
Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas
dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang
bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.

Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu Makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala
TBC yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.

B. Epidemiologi:

22
Meskipun jumlah kematian akibat tuberkulosis menurun 22% antara tahun
2000 dan 2015, namun tuberkulosis masih menepati peringkat ke-10 penyebab
kematian tertinggi di dunia pada tahun 2016 berdasarkan laporan
WHO(www.who.int/gho/mortality_burden_disease/cause_death/top10/en/).
Oleh sebab itu hingga saat ini TBC masih menjadi prioritas utama di dunia
dan menjadi salah satu tujuan dalam SDGs (Sustainability Development Goals).
Angka prevalensi TBC Indonesia pada tahun 2014 sebesar 297 per 100.000
penduduk. Eliminasi TBC juga menjadi salah satu dari 3 fokus utama pemerintah di
bidang kesehatan selain penurunan stunting dan peningkatan cakupan dan mutu
imunisasi. Visi yang dibangun terkait penyakit ini yaitu dunia bebas dari tuberkulosis,
nol kematian, penyakit, dan penderitaan yang disebabkan oleh TBC.

C. Etiologi Tuberculosis

23
                        Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman   berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 /um dan tebal 0,3 – 0,6
/um.    Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak lipid. Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik. Kumandapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Di dalam
jaringan,kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis.
(Departemen Kesehatan RI, 2004).

                        Ada dua macam  Mycobacterium Tuberculosis, yaitu tipe Human yang


biasa berada pasa droplet dan udara yang berasal dari penderita TBC dan orang yang
terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. Dan tipe Bovin yang berada pada
susu sapi yang menderita mastitis dan TB usus (Wim De Jong). Selain itu
mikroorganisme ini juga bersifat aerob yang menyukai daerah yang lebih banyak
oksigen, yaitu   terutama terdapat pada apikal/apeks paru (Somantri, 2009:67).        

            Dalam perjalanan penyakitnya,TB terdapat 3 fase, yaitu :

            1.Fase 1 (Fase Tuberkuosis Primer),

                        Selama tahap pertama, mycrobacteria menyerang jaringan di


pelabuhan masuk (biasanya paru-paru)dan berkembang biak dalam waktu sekitar 3
minggu. Mereka membentuk lesi inflamasi kecil di paru-paru sebelum berpindah ke
kelenjar    getah bening regional dan seluruh tubuh, membentuk lesi tambahan.Jumlah
lesi bergantung pada jumlah bakteri yang menyerang dan resistensi umum host.
Tahap ini  biasanya simtomatik

               2.Fase 2 (Infeksi laten)

24
               Limfosit dan antibodi meningkatkan respons fibroblastik terhadap invasi
yang membungkus lesi,membentuk granuloma noncaseating. Ini menandai tahap
laten, dimana individu tersebut mungkin tetap berada di tahap ini selama beberapa 
minggu sampai bertahun-tahun, bergantung pada kemampuan tubuh untuk      
mempertahankan resistensi spesifik dan nonspesifik

               3.Tahap 3 (postprimary).

Tahap ketiga terjadi ketika tubuh tidak dapat menahan infeksi, dan proses nekrotik
dan kavitasi dimulai pada lesi di port masuk atau pada lesi tubuh lainnya. Kasus
terjadi dan lesi bisa pecah, menyebarkan residu nekrotik dan basil di seluruh jaringan
di sekitarnya. Bakteri diseminata membentuk lesi baru, yang pada gilirannya menjadi
meradang dan membentuk granuloma noncaseating dan kemudian mengaitkan rongga
nekrotik. Paru-paru adalah tempat yang paling umum untuk penyakit rekrudescent,
tapi bisa terjadi di manapun di tubuh. Penyakit yang tidak diobati memiliki banyak
remisi dan eksaserbasi

D. Manifestasi Klinis
                        Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.
              
            Gejala sistemik/umum:
            • Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
            • Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul
            • Penurunan nafsu makan dan berat badan
            • Perasaan tidak enak (malaise), lemah

            Gejala khusus:

25
            • Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar
getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas
melemah yang   disertai sesak.
            • Terdapat cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
            • Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada    suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara            ini akan keluar cairan nanah.
            • Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

E. Patofisiologi
                        
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius yang
keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang sangat
kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup oleh
penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi

26
kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada
dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang
aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag,
pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang
disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha
otot pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital,
berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang menyebabkan
penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang
abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.
       Setelah terhirup, tetesan menular menetap di seluruh saluran udara. Sebagian
besar bacilli terjebak di bagian atas saluran napas dimana terdapat sel piala yang
mengeluarkan lendir. Lendir yang dihasilkan menangkap zat asing, dan silia di
permukaan sel terus-menerus mengalahkan lendir dan partikelnya yang terjepit ke
atas untuk diangkat.Sistem ini memberi tubuh pertahanan fisik awal yang mencegah
infeksi pada kebanyakan orang yang terpapar tuberkulosis.
       Bakteri dalam tetesan yang melewati sistem mukosiliar dan mencapai alveoli
dengan cepat dikelilingi dan dilumpuhkan oleh makrofag alveolar,sel efektor imun
yang paling banyak terdapat di ruang alveolar. Makrofag ini, barisan pertahanan tuan
rumah berikutnya, adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh bawaan dan memberi
kesempatan bagi tubuh untuk menghancurkan mikobakteri yang menyerang dan
mencegah infeksi.
       Makrofag adalah sel fagosit yang tersedia yang banyak melawan patogen tanpa
memerlukan paparan sebelumnya terhadap patogen. Beberapa mekanisme dan
reseptor makrofag terlibat dalam pengambilan mikobakteri.Lipoarabinomannan
mikobakteri adalah ligan kunci untuk reseptor makrofag.
       Sistem pelengkap juga berperan dalam fagositosis bakteri.    Protein pelengkap
C3 berikatan dengan sel dinding dan meningkatkan pengenalan mikobakteri oleh
makrofag. Opsonisasi oleh C3 sangat cepat, bahkan di ruang udara dari seorang host
tanpa paparan Microbacteryum tuberkulosis sebelumnya.

27
       Fagositosis berikutnya oleh makrofag memulai serangkaian kejadian yang
menghasilkan kontrol infeksi yang berhasil, diikuti oleh TB laten, atau
perkembangan. untuk penyakit aktif, yang disebut tuberkulosis progresif
primer.Hasilnya pada dasarnya ditentukan oleh kualitas pertahanan host dan
keseimbangan yang terjadi di antara pertahanan inang dan invasi mycobacteria.
            Setelah dicerna oleh makrofag, mikobakteri terus berkembang biak perlahan-
lahan, dengan pembelahan sel bakteri terjadi setiap 25 sampai 32 jam. Terlepas dari
apakah infeksi menjadi terkontrol atau berlanjut, perkembangan awal melibatkan
produksi enzim proteolitik dan sitokin oleh makrofag di upaya untuk menurunkan
bakteri. Released sitokin menarik limfosit T ke situs, sel-sel yang merupakan
imunitas yang dimediasi sel. Makrofag kemudian menyajikan antigen mikobakteri di
permukaannya ke sel T.Proses kekebalan awal ini berlangsung selama 2 sampai 12
minggu; mikroorganisme terus tumbuh sampai mencapai jumlah yang cukup untuk
mendapatkan secara maksimal respon imun yang dimediasi oleh sel, yang dapat
dideteksi dengan tes kulit.
       Bagi orang dengan imunitas yang dimediasi oleh sel utuh, langkah defensif
berikutnya adalah pembentukan granuloma di sekitar organisme tuberkulosis M16 .
Lesi tipe nodular ini terbentuk dari akumulasi limfosit T dan makrofag aktif, yang
menciptakan lingkungan mikro yang membatasi replikasi dan penyebaran
mikobakteri. Lingkungan ini menghancurkan makrofag dan menghasilkan nekrosis
padat dini di pusat lesi. Namun, bakteri dapat beradaptasi untuk bertahan hidup.
       Faktanya, organisme Microbacteryum tuberkulosis dapat mengubah ekspresi
fenotipe mereka, seperti regulasi protein, untuk meningkatkan kelangsungan hidup.
Pada 2 atau 3 minggu, lingkungan nekrotik menyerupai keju lunak, sering disebut
nekrosis caseous, dan ditandai dengan kadar oksigen rendah, pH rendah, dan nutrisi
terbatas. Kondisi ini membatasi pertumbuhan lebih lanjut dan menetapkan latency.
Lesi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang memadai umumnya mengalami
fibrosis dan kalsifikasi, berhasil mengendalikan infeksi sehingga bacilli terkandung
dalam lesi yang tidak aktif dan sembuh. Lesi pada orang dengan kemajuan sistem
kekebalan tubuh kurang efektif terhadap TB progresif primer.

28
Pemeriksaan penunjang
- Tuberculin skin testing
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tween-
stabilized liquid PPD pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam
wkatu 48 – 72 jama, area yang menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur; dengan
hasil positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9
mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapat
BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak
kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi ≥ 5 mm harus dinilai
positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian immunosupreson,
penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk, morbili, varicella dan
penyakit infeksi lain.
- Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top lordotik, oblik, CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapatmemberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian perifer
paru dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus(pembesaran kelenjar nilus)
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
 Nekrosis, paratrakeal, mediastinum, atelektasis, konsolidasi,  Cavitasi (terutama
tampak pada foto posisi apical lordotik), Fibrosis dan retraksi region hilus,
Bronchopneumoni, Infiltrate interstitia,Pola milier, Gambaran ini merupakan
gambaran dari TB primer lanjut
3. TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara
massif
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali
pemeriksaan rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya
melihat apakah penyakit tersebut dalam proses progesi atau regresi.
- Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai

29
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Bahannya dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa diantaranya
dengan
1. Pemeriksaan BACTEC
Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang digunakan adalah metode
radiometrik. M. Tuberkulosis metabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan
CO2 yang akan dideteksigrowth indexnya oleh mesin ini.
2. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,termasuk
DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benar
dan sesuai dengan standar internasional.
- Pemeriksaan Serologi
a.  Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral
berupa proses antigen antibodi yang terjadi.3 Kelemahan utama dari teknik ELISA ini
adalah pengenceran serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk
mencegah ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik.25
b. ICT (Immun Chromatografic Tuberculosis)
Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam serum.
Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik
yang berasal dari membran sitoplasmaM. Tuberculosis.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang berbentuk
sisir plastik.
d.  Uji peroksidase anti peroksidase

30
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
e.Uji serologi yang baru/ IgG TB
Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG
dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri metode ini
lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk
diagnosa TB pada anak.3
- Pemeriksaan darah
kurang spesifik Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru
mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung
jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah
mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan
jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa
juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama
globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.
-Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman
BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
-   Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberkulosis. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi.
-   Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis.

31
32
F. Terapi Farmakologi

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Jenis , sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah yang
tergolong pada lini pertama. Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada tabel
dibawah ini:

33
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: •
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan


langsung (DOT = Directly Observed Treatment) olehseorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
· Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
o Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
· Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR

34
o Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat diIndonesia terdiri
dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide,
sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol. · Paduan
OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis
obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
· Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
· Pasien baru TB paru BTA positif.
· Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
· Pasien TB ekstra paru

35
Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
· Pasien kambuh
· Pasien gagal
· Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

36
Catatan:
· Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
· Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
· Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).

37
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru
tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada
OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi
pada OAT lini kedua.

38
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Infeksi saluran napas bawah merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, dan protozoa yang menyerang saluran napas bagian
epiglotis atau laring, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli. Sebagian
besar infeksi ini disebabkan oleh bakteri.
Beberapa penyakit yang termasuk ISPB ini adalah bronchitis,
bronkiolitis, pneumonia, Psittacosis dan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Dengan mengetahui apa penyebab dan penanganannya diharapkan
kita menjadi lebih baik lagi dalam menjaga kesehatan
2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menjadikan makalah
ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.

39
DAFTAR PUSTAKA

 Buke C, Biyikli B, Tuncel M,Aydemir S, Tunger A,Sirin H, Kocaman A. 2009.


Nosocomial Infections in a Neurological Intensive Care Unit. Journal of
Neurological Sciences (Turkish). Volume 26. Number 3. Page(s) 298-304.
 Depkes RI, 2007, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi II,
Jakarta : Bakti Husada
 Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi. Jakarta: EGC.
 Doenges, Marilynn, E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC.

 Dr. ret. Nat dkk,2016 , mengenal anti tuberkolosis, ugm-yogyakarta

 J. Crowin Elizabeth.2009. Buku Saku Patofisiologis . Jakarta. EGC


 Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga.
 Kementerian Kesehatan RI, 2016. National Strategic Plan of Tuberculosis
Control 2016-2020, Jakarta.
 Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak
Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor PopulerBare Brenda
G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.
 Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta:
Pustaka Obor Populer.
 Suriadi, Rita Yuliana. 2006. Asuhan Keperawtan pada Anak. Jakarta : Penebar
Swadaya.

 Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah ; Brunner and Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta :
EGC.

 Smeltzer, Suzanne C. O’Connell. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s


Textbook of Medical-surgical Nursing Ed 12th. Lippincott Williams & Wilkins.

40
 Yulinah, elin dkk. 2013. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI

 Zullies. 2016. Penatalaksanaan Terapi penyakit Sistem Pernafasan . Yogjakarta:


Bursa Ilmu

41

Anda mungkin juga menyukai