Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN DBD

Disusun Oleh
Nama : Septa Adi Tama
NIM :181440136
Jurusan/tingkat : Keperawatan

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES
PANGKALPINANG
TAHUN 2020

1
A. PENGERTIAN
Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh
nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah
manusia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh.
DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak,
remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi.
Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever
( DHF ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty.

B. ETIOLOGI
 Meningkatnya suhu tubuh
 Nyeri pada otot seluruh tubuh
 Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
 Suara serak
 Batuk
 Epistaksis
 Disuria
 Nafsu makan menurun
 Muntah
 Petekie
 Ekimosis
 Mele
C. PATOFISIOLOGI

Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk

2
aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah
komplek virus antibodi, dalam sirkulasi akan mengakt,ivasi sistem
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator
kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
dan menghilangkan plasma mealui endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagalasi (protambin, faktor V, VII, IX, X dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
teutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Renjatan
terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma
klien mengalami hypovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia
jangan asidosis dan kematian.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium :
1. Trombosit menurun
2. Hematokrit meningkat 20% atau lebih
3. Leukosit menurun pada hari kedua dan ketiga

3
4. Kadar albumin menurun dan bersifat sementara
5. Hipoproteinemia( Protein darah rendah )
6. Hiponatremia( NA rendah )

b. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto trorax( pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di
dapatkan efusi pleura

E. TERAPI DAN PENGOBATAN


Belum atau tanpa renjatan:
1. Grade I dan II :
a. Oral ad libitum atau
b. Infus cairan Ringer
Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg
atau 50 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg bersama-sama
diberikan minuman oralit, air buah atau susu secukupnya.
Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum
sebnyak-banyaknya dan sesering mungkin.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan
infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita
dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
 Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik
untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Dengan Renjatan ;
2. Grade III
a. Berikan infus Ringer
Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg

4
dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral
hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi
dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung
berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan
cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

b. Apabila satu jam setelah


pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih
terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander
( dextran L atau yang lainnya ) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan
dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan
cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
c. Apabila satu jam setelah
pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi
menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg
BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun
waktu 24 jam.

F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.

5
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A.  Pengkajian
Pengkajian pada anak dengan Penyakit infeksi Demam Berdarah Dengue
Menurut Nursalam 2005 adalah :
 Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
 Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Demam Berdarah Dengue untuk
datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
 Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil, dan
saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke
3 dan ke 7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri uluh hati, dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya manisfestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade 3
dan 4), melena, atau hematemesis.
 Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Demam Berdarah Dengue, anak
bisa mengalami serangan ulangan Demam Berdarah Dengue dengan tipe
virus yang lain.
 Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
 Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita Demam Berdarah Dengue dapat bervariasi.
Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila

6
terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan napsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut, dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi,
maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
menjadi kurang.
 Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
 Pola kebiasaan
1)   Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, napsu makan
berkurang, napsu makan menurun.
2)   Eliminasi atau buang air besar.Kadang-kadang anak mengalami diare
atau konstipasi. Sementara Demam Berdarah Dengue pada grade III-IV
bisa terjadi melena.
3)   Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah sering kencing
sedikit atau banyak sakit atau tidak. Pada Demam Berdarah Dengue grade
IV sering terjadi hematuria.
4)   Tidur dan istirihat. Anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas
tidur maupun istirahatnya kurang.
5)   Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersikan tempat sarang
nyamuk Aedes Aegypti.
6)   Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
 Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan atau (grade) Demam
Berdarah Dengue, keadaan fisik anak adalah sebgai berikut:
1)   Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi lemah.
2)   Grade II: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, dan
perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi

7
lemah, kecil dan tidak teratur.
3)   Grade III : kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4)   Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit tampak biru.
 Sistem integument
1)   Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab.
2)   Kuku sianosis/tidak
3)   Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,
III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami
hiperemia pharing ( pada Grade II, III, IV).
4)   Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan ( efusi pleura),
rales (+), Ronchi (+), yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5)   Abdomen
Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati (hepetomegali), asites.
6)      Ekstremitas.
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

B.  Patofisiologi Penyimpangan KDM

8
C.  Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan penyakit infeksi
Demam Berdarah Dengue tergantung pada data yang ditemukan.
Menurut Nursalam 2005 diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
1.    Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.
2.    Nyeri berhubungan dengan gangguan metabolisme pembuluh darah
perifer.
3.    Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.
4.    Potensial terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

9
5.    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
permeabilitas kapiler, muntah dan demam.
6.    Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan tubuh.
7.    Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.

D.  Intervensi
1.    Dx 1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.
Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari
kedinginan.
Intervensi Keperawatan
 Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi dan pernapasan setiap 3 jam
atau sering lagi.
Rasional : Suhu 38,9-41,1oc menunjukkan proses penyakit
infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
 Berikan penjelasan mengenai penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Untuk memberikan pengetahuan pemahaman tentang
penyebab dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar.
 Berikan penjelasan kepada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mengatasi demam.
Rasional : Perubahan dapat lebih tampak oleh orang terdekat,
meskipun adanya perubahan dapat dilihat oleh orang lain yang jarang kontak
dengan pasien.
 Catatlah asupan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan baik intake
maupun output.
 Anjurkan anak untuk banyak minum paling tidak ± 2,5 liter tiap 24 jam dan
jelaskan manfaat bagi anak.
Rasional : Untuk mempercepat proses penguapan melalui urine
dan keringat, selain itu dimaksudkan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
 Berikan kompres dingin pada daerah axila dan lipatan paha.
Rasional : kompres air dingin dapat memberikan efek vasodilatasi

10
pembululuh darah.
 Anjurkan agar anak tidak memakai selimut dari pakaian yang tebal.
Rasional : Untuk memudahkan dalam proses penguapan.
 Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai dengan program
dokter.
Rasional : Pemberian terapi cairan intravena untuk mengganti cairan yang
hilang dan obat-obatan sebagai preparat yang di formulasikan untuk penurunan
panas.

2.    Dx 2. Nyeri berhubungan dengan gangguan metabolisme pembuluh darah


perifer.
Tujuan : Nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil : Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
Intervensi keperawatan.
 Kaji tingkat nyeri yang dialami anak dengan menggunakan skala nyeri (0-
10). Biarkan anak memutuskan tingkat nyeri yang dialami. Tipe nyeri yang
dialami dan respons anak terhadap nyeri.
Rasional : Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga
tanda-tanda perkembangan resolusi komplikasi.
 Atur posisi yang nyaman dan usahakan situasi yang tenang.
Rasional : Posisi yang nyaman dan situasi yang tenang dapat
mengurangi rasa nyeri atau mengurangi stimulus nyeri.
 Ciptakan suasana yang gembira pada anak, alihkan perhatian anak dari rasa
nyeri (libatkan keluarga) misalnya: membaca buku, mendengar musik, dan
menonton TV.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri pada anak.
 Berikan kesempatan pada anak untuk berkomunikasi dengan teman-temannya
atau orang terdekat.
Rasional : Dapat menguragi ansietas dan rasa takut, sehingga
mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit.
 Berikan obat-obat analgetik (kolaborasi dengan dokter).

11
Rasional : Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman.

3.    Dx 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.
Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi
yang adekuat.
Kriteria hasil : Anak mengkonsumsi jumlah makanan yang adekuat.
Intervensi keperawatan
 Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh anak.
Rasional : Untuk memberikan nutrisi yang optimal meskipun
kehilangan napsu makan serta memotivasi anak agar mau makan.
 Berikan makanan yang mudah ditelan, seperti bubur dan tim, serta
dihidangkan selagi masih hangat
Rasional` : Memudahkan proses menelan dan meringankan
kerja lambung untuk mencerna makanan dan menghindari rasa mual.
 Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik
porsi kecil tetapi sering.
Rasional : karena porsi biasanya ditoleransi dengan lebih baik.
 Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala
yang sama.
Rasional : Untuk membantu status nutrisi.
 Mempertahankan kebersihan mulut pasien
Rasional : Untuk merangsang napsu makan.
 Mempertahankan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit.
Rasional : Untuk menghindari intoleransi makanan.
 Jelaskan pada keluarga manfaat makanan/ nutrisi bagi anak terutama saat
sakit.
Rasional : Makanan merupakan penambahan tenaga bagi orang
sakit.
 Catatlah jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.

12
Rasional : Untuk mengetahui jumlah intake makanan dan
penentuan dalam pemberian diet dan selanjutnya.

4.    Dx 4. Potensial terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.


Tujuan : tidak terjadi perdarahan
Kriteria hasil : Jumlah trombosit dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan
 Monitor penurunan trombosit yang di sertai dengan tanda klinis
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan penyakit apabila
terjadi perdarahan bawah kulit.
 Monitor jumlah trombosit setiap hari
Rasional : Mengetahui nilai batas normal dan perkembangan
penyakit.
 Berikan penjelasan mengenai pengaruh trombositopenia pada pada anak.
Rasional : Penjelasan yang akurat tentang trombositopenia
merupakan faktor penyebab terjadinya syok apabila terjadi penurunan trombosit
yang hebat.
 Anjurkan anak untuk banyak istirahat
Rasional : Memberikan relaksasi untuk anggota organ tubuh serta
membantu dalam proses penyembuhan.

5.    Dx 5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


permeabilitas kapiler, muntah dan demam.
Tujuan : Anak menunjukkan terpenuhinya tanda-tanda kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
-       Anak mendapatkan cairan yang cukup
-       Menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat yang dibutuhkan dengan tanda-
tanda vital dan turgor kulit yang normal, membran mukosa lembab.
Intervensi keperawatan.
 Monitor keadaan umum pasien
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan penyakit.

13
 Observasi tanda-tanda vital setiap 2-3 jam.
Rasional : Untuk meningkatkan hidrasi dan mencegah dehidrasi.
 Perhatikan keluhan pasien seperti mata kunang-kunang, pusing, lemah,
ekstremitas dingin dan sesak napas.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi bila adanya
kekurangan cairan sehingga mendapatkan perawatan lebih baik.
 Mengobservasi dan mencatat intake dan output.
Rasional : Untuk menentukan status hidrasi
 Memberikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Rasional : Menentukan adanya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
 Monitor nilai laboratorium : elektrolit darah, serum albumin.
Rasional : Menentukan adanya ketidakseimbangannya cairan dan elektrolit.
 Mempertahankan intake dan output yang adekuat.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan cairan menurunkan resiko dehidrasi.
 Monitor dan mencatat berat badan.
Rasiona : merupakan indikator cairan dan nutrisi.
 Pasang infus dan beri terapi cairan intravena jika terjadi perdarahan
(kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Pemberian infus dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang
akibat kebocoran plasma.

6.    Dx 6. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan tubuh.


Tujuan : Anak mendapat istirahat yang adekuat
Kriteria hasil :
-       Anak melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
-       Kebutuhan istirahat anak terpenuhi.
Intervensi keperawatan
 Bantulah anak untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari seperti:
mandi, makan dan eliminasi, sesuai dengan tingkat keterbatasan anak.
Rasional :Melindungi anak dari cedera selama melakukan aktivitas dan
memungkinkan penghematan energi atau kelemahan tubuh.

14
 Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak
Rasional : Bantuan keluarga membuat anak merasa aman secara moril dan fisik
serta membantu perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien.
 Dekatkan dan siapkan alat-alat yang dibutuhkan di dekat anak
Rasional : Memudahkan pasien dapat mengambil keperluannya.

7.    Dx 7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.


Tujuan :Keluarga menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal koping
yang adatif.
Kriteria hasil :
-       Keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit dan terapinya
-       Keluarga menunjukkan perilaku koping positif terhadap anak.
Int ervensi keperawatan
 Mengkaji perasaan dan persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap
situasi yang penuh stress.
Rasional : Karena hal ini biasanya terjadi dalam proses
penyesuaian dan untuk menguatkan pemahaman keluarga.
 Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang
lebar, dan identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga.
Rasional : Agar keluarga mendapat dukungan yang di butuhkan sehingga
kemampuan mereka untuk mengatasi masalah dapat dimaksimalkan.
 Identifikasi koping yang biasa digunakan dan seberapa besar keberhasilannya
dalam mengatasi keadaan.
Rasional : Untuk memberikan dukungan dan ketenangan sesuai kebutuhan.
 Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilakukan untuk membuat anak
atau keluarga menjadi lebih baik atau dan jika memungkinkan memberikan
apa yang diminta oleh kelurga.
Rasional : Untuk memberikan perawatan yang optimal terhadap intervensi lanjut.
 Memenuhi kebutuhan dasar anak; jika anak sangat tergantung dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, ijinkan hal ini terjadi dalam waktu yang
tidak terlalu lama. Kemudian secara bertahap meningkatkan kemandirian

15
anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Rasional : Untuk memberikan dukungan sehingga kemampuan anak
untuk melakukan koping dapat di maksimalkan serta menurunkan resiko
cedera.

16
DAFTAR PUSTAKA

Christantie, Effendy. SKp. Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995

Pusponegoro.H.D., dkk, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan anak. Edisi I.


Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ralph & Rosenberg, 2003. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-
2006, Philadelphia USA.

17
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN DIARE

Disusun Oleh
Nama : Septa Adi Tama
NIM :181440136
Jurusan/tingkat : Keperawatan

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES
PANGKALPINANG
TAHUN 2020

18
Konsep Dasar Diare
A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk
cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO
(1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih
dalam sehari) (Depkes RI Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2
berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis
(Mansjoer,A.1999,501).
Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah
buang air besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau
darah atau lendir saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.
Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :

 Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan
dehidrasi sedang, diare dengan dehidrasi ringan
 Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare
persiten dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
 Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.

B. Etiologi

1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus


(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada
anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak,
sayuran dimasak kurang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
6. Obat-obatan : antibiotic.
7. Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis, obstruksi
usus

C. Manifestasi Klinis

19
Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu:

1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah


2. Suhu tubuh meninggi/demam
3. Feces encer, berlendir atau berdarah
4. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
5. Anus lecet
6. Muntah sebelum dan sesudah diare
7. Anoreksia
8. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
9. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor
kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa
kering.
10. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
11. Keram abdominal
12. Mual dan muntah
13. Lemah
14. Pucat
15. Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
16. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran
air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya

20
dapat timbul diare pula.
4. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan
toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
a) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
b) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
c) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
d) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
e) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

21
Pathways

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi


KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik


dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt gangguan


Kehilangan
berlebihan integritas kulit
nutrisi
berlebihan

gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah


perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang

22
E. Komplikasi

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi, seperti:

1. Dehidrasi

 Dehidrasi Ringan

Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik


turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada
keadaan syok.

Penatalaksanaan : Berikan cairan 1 jam pertama 25-50 ml/kg bb


selanjutnya 125 ml/kg bb/hari

 Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik


turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.

Penatalaksanaan : Berikan cairan 1 jam pertama 50-100 ml/kg bb


selanjutnya 125 ml/kg bb/hari

 Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik


seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran
menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

Penatalaksanaan :
 Bayi baru lahir (berat badan 2-3 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam dengan pemberian
cairan 4:1 ( 4 glukosa5%+1 NaHCOз 1½%) dengan cara
pemberian: 4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam, 20 jam berikutnya
150 ml/kg bb/20 jam.
 Bayi berat badan lahir rendah (berat badan < 2 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam, pemberian cairan
adalah 4 glukosa 10% + 1 NaHCOз 1½%, dengan pemberian
4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam, 20 jam berikutnya 150 ml/kg
bb/20 jam .
 Umur 2-5 tahun (berat badan 3-10kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 40 ml/kg bb/jam
kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 12 ml/kg bb/menit dan
16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
 Umur 2-5 tahun (berat badan 10-15 kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 30 ml/kg bb/jam
kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan
16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
 Umur 5-10 tahun (berat badan 15-25kg)

23
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 20 ml/kg bb/jam
kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan
16 jam kemudian 105 ml/kg bb ( FKUI,1985 ).

2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein

F. Pemeriksaan Diagnostik
 Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
 Kultur tinja
 Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinine, dan glukosa.
 Pemeriksaan tinja : pH, leukosit, glukosa, dan adanya darah.

G. Penatalaksanaan

 Medis

1) Pemberian cairan.

a. Cairan per oral.

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan


peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan
Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi
ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri
(mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula
dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah
sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung
dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
Jadwal pemberian cairan

a)   Belum ada dehidrasi

 Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar


 Parenteral dibagi rata dalam 24 jam

24
b)   Dehidrasi ringan

 1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik


 Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari

c)    Dehidrasi sedang

 1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik


 Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari

d)   Dehidrasi berat

Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak

2) Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan


tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu
diperhatikan :

 Memberikan asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori,
protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
 Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi
tim) bila anak tidak mau minum susu.
 Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu rendah laktosa atau asam lemak
yang berantai sedang atau tidak jenuh.

3) Obat-obatan.

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang


melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air
tajin, tepung beras, dll)

 Obat anti sekresi.


 Obat anti spasmolitik.
 Obat pengeras tinja.
 Obat antibiotik.
Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan
lingkungan yang bersih dan sehat :
1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh
makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.

25
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi
standar di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar
mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki,
dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di
sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri
saat ke sekolah.
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat
tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar.
Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan
sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak
terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air
bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan
sebagainya.

26
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan
cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
 Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
 Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
 Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
 Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
27
mulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic,
mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
 Autonomy vs Shame and doundt
 Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui
dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri,
jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag
terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anak.
 Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.

28
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 detik, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat,
PCO2 meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

29
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare
atau output berlebihan dan intake yang kurang
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : <
40 x/mnt )
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan
segera untuk memperbaiki defisit
2) Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses
3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum
banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4) Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
R/ Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini
bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan penurunan
berat badan serta pemendekan durasi penyakit
5) Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
30
kehilangan cairan 1 lt
7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam
atau sesuai indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan
gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolaritas yang tinggi
9) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan
masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap
aturan terapeutik

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out
put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan saluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Observasi dan catat respos terhadap pemberian makan
R/ Untuk mengkaji toleransi pemberian makan
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu

31
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
6) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat
R/ untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terpautik

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses


infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas
tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan


peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas
kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik
dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah
dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena
kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga
tak terjadi iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama di rumah sakit, klien
mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak
rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan

32
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa
aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

Diagnosa 6 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi,


kurang pengetahuan.
Tujuan : Keluarga memahami tentangg penyakit anaknya dan pengobatannya
serta mampu memberikan perawatan.
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan kemampuan untuk merawat anak, khususnya
di rumah.
Intervensi :
1) Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan terapeutik
R/ Untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik, khususnya jika
sudah berada di rumah.
2) Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan pada anak.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman pada anak serta mau
kooperatif
3) Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak sebanyak
yang mereka inginkan
R/ Untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga.
4) Instruksikan keluarga mengenai pencegahan
R/ Untuk mencegah penyebaran infeksi.
5) Atur perawatan kesehaan pascahospitalisasi
R/ Untuk menjamin pengkajian dan pengobatan yang kontinu.
6) Rujuk keluarga pada lembaga perawatan kesehatan komunitas
R/ Untuk pengawasan perawata di rumah sesuai kebutuhan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Doenges,ME, et all. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta:EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

34
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN BBLR

Disusun Oleh
Nama : Septa Adi Tama
NIM :181440136
Jurusan/tingkat : Keperawatan

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES
PANGKALPINANG
TAHUN 2020

35
KONSEP DASAR TEORI

A. Definisi
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang BB < 2.500 gram
(sampai dengan 2.499 gram). BBLR dapt dibagi menjadi 2 golongan :
1. Prematur murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan BB sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan BB kurang dari BB seharusnya untuk masa gestasi itu, berarti
bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dan merupakan bayi yang kecil
untuk masa kehamilannya.
(Indrasanto, 2008)

B. Etiologi
1. Faktor Ibu
a. Penyakit, penyakit yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum,
dan nefritis akut.
b. Usia ibu, angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan
multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada
usia antara 26-35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya
prematuritas. Kejadian tertinggi teradapat pada golongan social ekonomi rendah.
Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan
antenatal yang kurang. Demikian pula kejadian prematuritas pada bayi yang
lahir dari perkawinan yang tidak sah, ternyata lebih tinggi bila dibandingakan
dengan bayi yang lahir perkawinan yang sah.
d. Sebab lain, karena ibu merokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat
narkotik.
2. Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom
3. Faktor Lingkungan

36
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat
tertentu.
(Suryadi dan Yuliani, 2006 )

C. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang

belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya

bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya

lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.

Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam

kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta,

infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke

bayi jadi berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak

mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal.

Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita

sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan

melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan

yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering

melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih

lagi bila ibu menderita anemia.

Sistem pernapasan pada dasarnya cenderung kurang berkembang pada bayi

prematur. Kapasitas vital dan kapasitas residual fungsional paru-paru pada

37
dasarnyakecil berkaitan dengan ukuran bayi. Sebagai akibatnya sindrom gawat

napas sering merupakan penyebab umum kematian. Masalah besar lainnya pada

bayi premature adalah pencernaan dan absorpsi makanan yang inadekuat. Bila

prematuritas bayilebih dari dua bulan, system pencernaan dan absorpsi hampir

selalu inadekuat. Absorpsi lemak juga sangat buruk sehingga bayi premature harus

menjalani diet rendah lemak. Lebih jauh lagi, bayi premature memiliki kesulitan

dalam absorpsi kalsium yang tidak lazim dan oleh karena itu dapat mengalami rikets

yang berat sebelum kesulitan tersebut dikenali. Imaturitas organ lain yang sering

menyebabkan kesulitan yang berat pada bayi premature meliputi system imun yang

menyebabkan daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar

IgG gamma globulin, serta bayi premature relatif belum sanggup membentuk

antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik

sehingga bayi premature beresiko mengalami infeksi, system integumen dimana

jaringan kulit masih tipis dan rawan terjadinya lecet, system termoregulasi dimana

bayi premature belum mampu mempertahankan suhu tubuh yang normal akibat

penguapan yang bertambah karena kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan

pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya sehingga

beresiko mengalami hipotermi atau kehilangan panas dalam tubuh

(Ngastiyah, 2005)

38
D. Pathways

Faktor Pencetus

Faktor Ibu Faktor Janin Faktor Lingkungan


1. Hydroamnion 1. Tempat tinggal
1. Faktor penyakit 2. Kehamilan di dataran tinggi
(toksemia multiple/ganda 2. Radiasi
gravidarum, 3. Kelainan 3. Zat-zat beracun
trauma fisik, dll) kromosom
2. Faktor usia
BBLR

Kulit tipis dan lemak Imaturitas system pernafasan Reflek menelan dan menghisap
subcutan kurang blm sempurna
Tidak dapat menyimpan Pernafasan belum Intake nutrisi tidak
panas sempurna adekuat
Asupan gizi kurang
Mudah kehilangan panas O2 dalam darah CO2

kedinginan O2 dalam sel darah rendah Co2 Sel-sel kekurangan nutrisi


tinggi

hipotermi Kerusakan sel


Asidosis respiratoris
Penurunan BB/kematian
Gangguan pertukaran
gas
E. Manifestasi Klinis
Ketidakseimbangan nutrisi
Gambaran klinis BBLR secara umum adalah : kurang dari kebutuhan tubuh
a) Berat kurang dari 2500 gram
b) Panjang kurang dari 45 cm
c) Lingkar dada kurang dari 30 cm
d) Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
f) Kepala lebih besar

39
g) Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
h) Otot hipotonik lemah
i) Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
j) Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
k) Kepala tidak mampu tegak
l) Pernapasan 40 – 50 kali / menit
m) Nadi 100 – 140 kali / menit
(Prawirohardjo. 2005)
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia


2. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
3. Titer Torch sesuai indikasi
4. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
5. Pemantauan elektrolit
6. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )
(Ngastiyah, 2005)

G. Komplikasi
Menurut (Potter, 2005) komplikasi pada masa awal bayi berat lahir rendah
antara lain yaitu :
 Hipotermia.
 Hipoglikemia.
 Gangguan cairan dan elektrolit.
 Hiperbilirubinemia.
 Sindroma gawat nafas (asfiksia).
 Paten suktus arteriosus.
 Infeksi.
 Perdarahan intraventrikuler.
 Apnea of prematuruty.

40
 Anemia
Komplikasi pada masa berikutnya yaitu :
1) Gangguan perkembangan.
2) Gangguan pertumbuhan.
3) Gangguan penglihatan (retionopati).
4) Gangguan pendengaran.
5) Penyakit paru kronis.
6) Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit.
7) Kenaikan frekuensi kelainan bawaan.

H. Penatalaksanaan
Menurut Prawirohardjo (2005), penanganan bayi dengan berat badan lahir
rendah adalah sebagai berikut :
1. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar perawatan
yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis lebih besar. Semua
perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator
2. Pelestarian suhu tubuh

Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam


mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan, asal suhu
rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 370 C.
Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu
normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Bayi berat
rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka, juga memerlukan
pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus diatas 25 0 C, bagi
bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 300 C untuk bayi dengan berat
kurang dari 2000 gram
3. Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator. Prosedur
perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan baju“. Sebelum
memasukkan bayi kedalam incubator, incubator terlebih dahulu dihangatkan,
sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,20C untuk bayi yang
lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan
pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi
terhadap pernafasan lebih mudah.
4. Pemberian oksigen

41
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O 2yang diberikan
sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi o 2 yang tinggi dalam
masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang
dapat menimbulkan kebutaan
5. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang
kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan terhadap
infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci
tangan sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas,
lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk kekamar bayi dalam keadaan
infeksi dan sakit kulit.
6. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah
terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama, dapat
diberikan melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap dan
menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih
banyak kalori, dibandingkan dengan bayi preterm.
7. Petunjuk untuk volume susu yang diperlukan

Umur/hari Jmlh ml/kg BB


1 50- 65
2 100
3 125
4 150
5 160
6 175
7 200
14 225
21 175
28 150
I. Pengkajian
Fokus
1. Sirkulasi :

42
Nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur dalam batas normal (120-160
dpm). Mur-mur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktusarteriosus
paten (PDA).
2. Makanan/cairan
Berat badan kurang 2500 (5lb 8 oz).
3. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar
dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakan, fontanel
mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata
mungkin merapat(tergantung usia gestasi). Refleks tergantung pada usia gestasi ;
rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32; koordinasi refleks untuk
menghisap, menelan, dan bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32;
komponen pertama dari refleks Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan
membuka tangan)tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen keduaa(fleksi
anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke
32.Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37.
4. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur;
pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt). Mengorok,
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai
derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi “ampelas” pada auskultasi,
menandakan adaya sindrom distress pernafasan (RDS).
5. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah. Wajah mungkin
memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan atau tembus pandang,
warna mungkin merah. muda/kebiruan, akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo
terdistribusi secara luas diseluruh tubuh. Ekstremitas mungkin tampak edema.
Garis telapak kaki mungkin tidak ada pada semua atau sebagian telapak. Kuku
mungkin pendek.
6. Seksualita
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan
klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau
tidak ada pada skrotum.
(IDAI, 2004)

J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga
paru

43
2. Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan lemak subkotis tipis

3. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan immaturitas fungsi


imunologik.

4. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan.

(Ngastiyah, 2005)

K. Intervensi Keperawatan
NO TUJUAN INTERVENSI
1. Setelah mendapat tindakan 1.1. Monitor pernafasan (kedalaman,
keparawatan 3x24 jam tidak
irama, frekuensi )
terjadi gangguan jalan nafas(nafas
efektif) 1.2. Atur posisi kepala lebih tinggi
Kriteria Hasil :
1.3. Monitor keefektifan jalan nafas,
 Akral hangat
kalau kerlu lakukan suction.
 Tidak ada
1.4. Lakukan auskultasi bunyi nafas
sianosis
tiap 4 jam
 Tangisan aktif
1.5. Perthankan pemberian O2
dan kuat
2. 1.6. Pertahankan bayi pada inkubator
 RR : 30-
dengan penghangat
40x/mt
1.7. Kolaborasii untuk X foto thorax
 Tidak ada
retraksi otot pernafasan
2.1. Pertahankan bayi pada inkubator
dengan kehangatan 37oC
2.2. Beri popok dan selimut sesuai
Setelah mendapatkan tindakan
kondisi
keperawatan 3x24 jam tidak
terjadi gangguan hipotermi 2.3. Ganti segera popok yang basah
3.
Kriteria Hasil :
oleh urine atau faeces
 Badan hangat
2.4. Hindarkan untuk sering
 Suhu : 36,5-
membuka penutup karena akan
37oC

44
menyebabkan fluktuasi suhu dan
peningkatan laju metabolisme
2.5. Atur suhu ruangan dengan panas
yang stabil
Setelah mendapat tindakan 3.1. Monitor tanda-tanda
keperawatan 3x24 jam tidak
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor,f
terjadi infeksi
Kriteria Hasil : ungsiolaesa)
 Tidak ada tanda-
3.2. Lakukan cuci tangan sebelum
4.
tanda
dan sesudah kontak dengan bayi
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor
3.3. Anjurkan kepada ibu bayi untuk
,fungsiolaesa)
memakai jas saat masuk ruang
 Suhu tubuh normal
bayi dan sebelum dan/sesudah
(36,5-37oC)
kontak cuci tangan
3.4. Barikan gizi (ASI/PASI) secara
adekuat
3.5. Pastikan alat yang kontak
dengan bayi bersih/steril
3.6. Berikan antibiotika sesuai
program
Setelah tindakan keperawatan
3.7. Lakukan perawatan tali pusat
3x24 jam tidak terjadi gangguan
nutrisi setiap hari
Kriteria Hasil :
 Diet yang
4.1. Kaji refleks menghisap dan
diberikan habis tidak ada
menelan
residu
4.2. Monitor input dan output
 Reflek menghisap
4.3. Berikan minum sesuai program
dan menelan kuat
lewat sonde/spin
 BB meningkat 100
4.4. Sendawakan bayi sehabis
gr/3hr.
minum

45
4.5. Timbang BB tiap hari.

46
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Jakarta : YBP-SP.

Indrasanto Eriyati. Dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency
Komprehensif (PONEK) : Asuhan Neonatal Esensial. Jakarta : JNPK, KR, IDAI, POGI.

Judith M. Wilkinson & Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.
Jakarta : EGC.

Suriyadi, Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Ed.2.
Jakarta : CV. Agung Seto.

Potter, P. A, Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,


dan Praktik. Ed.4 Vol.2. Jakarta : EGC.

47

Anda mungkin juga menyukai