DENGAN DBD
Disusun Oleh
Nama : Septa Adi Tama
NIM :181440136
Jurusan/tingkat : Keperawatan
1
A. PENGERTIAN
Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh
nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah
manusia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh.
DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak,
remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi.
Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever
( DHF ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty.
B. ETIOLOGI
Meningkatnya suhu tubuh
Nyeri pada otot seluruh tubuh
Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
Suara serak
Batuk
Epistaksis
Disuria
Nafsu makan menurun
Muntah
Petekie
Ekimosis
Mele
C. PATOFISIOLOGI
2
aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah
komplek virus antibodi, dalam sirkulasi akan mengakt,ivasi sistem
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator
kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
dan menghilangkan plasma mealui endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagalasi (protambin, faktor V, VII, IX, X dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
teutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Renjatan
terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma
klien mengalami hypovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia
jangan asidosis dan kematian.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium :
1. Trombosit menurun
2. Hematokrit meningkat 20% atau lebih
3. Leukosit menurun pada hari kedua dan ketiga
3
4. Kadar albumin menurun dan bersifat sementara
5. Hipoproteinemia( Protein darah rendah )
6. Hiponatremia( NA rendah )
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto trorax( pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di
dapatkan efusi pleura
4
dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral
hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi
dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung
berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan
cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
5
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6
terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan napsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut, dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi,
maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
menjadi kurang.
Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, napsu makan
berkurang, napsu makan menurun.
2) Eliminasi atau buang air besar.Kadang-kadang anak mengalami diare
atau konstipasi. Sementara Demam Berdarah Dengue pada grade III-IV
bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah sering kencing
sedikit atau banyak sakit atau tidak. Pada Demam Berdarah Dengue grade
IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirihat. Anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas
tidur maupun istirahatnya kurang.
5) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersikan tempat sarang
nyamuk Aedes Aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan atau (grade) Demam
Berdarah Dengue, keadaan fisik anak adalah sebgai berikut:
1) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, dan
perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
7
lemah, kecil dan tidak teratur.
3) Grade III : kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit tampak biru.
Sistem integument
1) Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab.
2) Kuku sianosis/tidak
3) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,
III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami
hiperemia pharing ( pada Grade II, III, IV).
4) Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan ( efusi pleura),
rales (+), Ronchi (+), yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati (hepetomegali), asites.
6) Ekstremitas.
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
8
C. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan penyakit infeksi
Demam Berdarah Dengue tergantung pada data yang ditemukan.
Menurut Nursalam 2005 diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.
2. Nyeri berhubungan dengan gangguan metabolisme pembuluh darah
perifer.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.
4. Potensial terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
9
5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
permeabilitas kapiler, muntah dan demam.
6. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan tubuh.
7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
D. Intervensi
1. Dx 1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.
Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari
kedinginan.
Intervensi Keperawatan
Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi dan pernapasan setiap 3 jam
atau sering lagi.
Rasional : Suhu 38,9-41,1oc menunjukkan proses penyakit
infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
Berikan penjelasan mengenai penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Untuk memberikan pengetahuan pemahaman tentang
penyebab dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar.
Berikan penjelasan kepada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mengatasi demam.
Rasional : Perubahan dapat lebih tampak oleh orang terdekat,
meskipun adanya perubahan dapat dilihat oleh orang lain yang jarang kontak
dengan pasien.
Catatlah asupan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan baik intake
maupun output.
Anjurkan anak untuk banyak minum paling tidak ± 2,5 liter tiap 24 jam dan
jelaskan manfaat bagi anak.
Rasional : Untuk mempercepat proses penguapan melalui urine
dan keringat, selain itu dimaksudkan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
Berikan kompres dingin pada daerah axila dan lipatan paha.
Rasional : kompres air dingin dapat memberikan efek vasodilatasi
10
pembululuh darah.
Anjurkan agar anak tidak memakai selimut dari pakaian yang tebal.
Rasional : Untuk memudahkan dalam proses penguapan.
Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai dengan program
dokter.
Rasional : Pemberian terapi cairan intravena untuk mengganti cairan yang
hilang dan obat-obatan sebagai preparat yang di formulasikan untuk penurunan
panas.
11
Rasional : Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman.
12
Rasional : Untuk mengetahui jumlah intake makanan dan
penentuan dalam pemberian diet dan selanjutnya.
13
Observasi tanda-tanda vital setiap 2-3 jam.
Rasional : Untuk meningkatkan hidrasi dan mencegah dehidrasi.
Perhatikan keluhan pasien seperti mata kunang-kunang, pusing, lemah,
ekstremitas dingin dan sesak napas.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi bila adanya
kekurangan cairan sehingga mendapatkan perawatan lebih baik.
Mengobservasi dan mencatat intake dan output.
Rasional : Untuk menentukan status hidrasi
Memberikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Rasional : Menentukan adanya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Monitor nilai laboratorium : elektrolit darah, serum albumin.
Rasional : Menentukan adanya ketidakseimbangannya cairan dan elektrolit.
Mempertahankan intake dan output yang adekuat.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan cairan menurunkan resiko dehidrasi.
Monitor dan mencatat berat badan.
Rasiona : merupakan indikator cairan dan nutrisi.
Pasang infus dan beri terapi cairan intravena jika terjadi perdarahan
(kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Pemberian infus dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang
akibat kebocoran plasma.
14
Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak
Rasional : Bantuan keluarga membuat anak merasa aman secara moril dan fisik
serta membantu perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Dekatkan dan siapkan alat-alat yang dibutuhkan di dekat anak
Rasional : Memudahkan pasien dapat mengambil keperluannya.
15
anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Rasional : Untuk memberikan dukungan sehingga kemampuan anak
untuk melakukan koping dapat di maksimalkan serta menurunkan resiko
cedera.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN DIARE
Disusun Oleh
Nama : Septa Adi Tama
NIM :181440136
Jurusan/tingkat : Keperawatan
18
Konsep Dasar Diare
A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk
cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO
(1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih
dalam sehari) (Depkes RI Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2
berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis
(Mansjoer,A.1999,501).
Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah
buang air besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau
darah atau lendir saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.
Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :
Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan
dehidrasi sedang, diare dengan dehidrasi ringan
Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare
persiten dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
19
Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu:
D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran
air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
20
dapat timbul diare pula.
4. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan
toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
a) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
b) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
c) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
d) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
e) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
21
Pathways
Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus
DIARE
Gangg. Tumbang
22
E. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi, seperti:
1. Dehidrasi
Dehidrasi Ringan
Dehidrasi Sedang
Dehidrasi Berat
Penatalaksanaan :
Bayi baru lahir (berat badan 2-3 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam dengan pemberian
cairan 4:1 ( 4 glukosa5%+1 NaHCOз 1½%) dengan cara
pemberian: 4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam, 20 jam berikutnya
150 ml/kg bb/20 jam.
Bayi berat badan lahir rendah (berat badan < 2 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam, pemberian cairan
adalah 4 glukosa 10% + 1 NaHCOз 1½%, dengan pemberian
4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam, 20 jam berikutnya 150 ml/kg
bb/20 jam .
Umur 2-5 tahun (berat badan 3-10kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 40 ml/kg bb/jam
kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 12 ml/kg bb/menit dan
16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
Umur 2-5 tahun (berat badan 10-15 kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 30 ml/kg bb/jam
kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan
16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
Umur 5-10 tahun (berat badan 15-25kg)
23
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 20 ml/kg bb/jam
kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan
16 jam kemudian 105 ml/kg bb ( FKUI,1985 ).
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein
F. Pemeriksaan Diagnostik
Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
Kultur tinja
Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinine, dan glukosa.
Pemeriksaan tinja : pH, leukosit, glukosa, dan adanya darah.
G. Penatalaksanaan
Medis
1) Pemberian cairan.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung
dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
Jadwal pemberian cairan
24
b) Dehidrasi ringan
Memberikan asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori,
protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi
tim) bila anak tidak mau minum susu.
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu rendah laktosa atau asam lemak
yang berantai sedang atau tidak jenuh.
3) Obat-obatan.
25
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi
standar di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar
mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki,
dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di
sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri
saat ke sekolah.
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat
tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar.
Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan
sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak
terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air
bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan
sebagainya.
26
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan
cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
27
mulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic,
mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui
dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri,
jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag
terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anak.
Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.
28
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 detik, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat,
PCO2 meningkat, HCO3 menurun )
Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
29
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare
atau output berlebihan dan intake yang kurang
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : <
40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan
segera untuk memperbaiki defisit
2) Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses
3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum
banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4) Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
R/ Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini
bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan penurunan
berat badan serta pemendekan durasi penyakit
5) Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
30
kehilangan cairan 1 lt
7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam
atau sesuai indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan
gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolaritas yang tinggi
9) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan
masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap
aturan terapeutik
31
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
6) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat
R/ untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terpautik
32
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa
aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN BBLR
Disusun Oleh
Nama : Septa Adi Tama
NIM :181440136
Jurusan/tingkat : Keperawatan
35
KONSEP DASAR TEORI
A. Definisi
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang BB < 2.500 gram
(sampai dengan 2.499 gram). BBLR dapt dibagi menjadi 2 golongan :
1. Prematur murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan BB sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan BB kurang dari BB seharusnya untuk masa gestasi itu, berarti
bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dan merupakan bayi yang kecil
untuk masa kehamilannya.
(Indrasanto, 2008)
B. Etiologi
1. Faktor Ibu
a. Penyakit, penyakit yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum,
dan nefritis akut.
b. Usia ibu, angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan
multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada
usia antara 26-35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya
prematuritas. Kejadian tertinggi teradapat pada golongan social ekonomi rendah.
Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan
antenatal yang kurang. Demikian pula kejadian prematuritas pada bayi yang
lahir dari perkawinan yang tidak sah, ternyata lebih tinggi bila dibandingakan
dengan bayi yang lahir perkawinan yang sah.
d. Sebab lain, karena ibu merokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat
narkotik.
2. Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom
3. Faktor Lingkungan
36
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat
tertentu.
(Suryadi dan Yuliani, 2006 )
C. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya
bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya
lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.
Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam
kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta,
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal.
Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita
sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan
yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih
37
dasarnyakecil berkaitan dengan ukuran bayi. Sebagai akibatnya sindrom gawat
napas sering merupakan penyebab umum kematian. Masalah besar lainnya pada
bayi premature adalah pencernaan dan absorpsi makanan yang inadekuat. Bila
prematuritas bayilebih dari dua bulan, system pencernaan dan absorpsi hampir
selalu inadekuat. Absorpsi lemak juga sangat buruk sehingga bayi premature harus
menjalani diet rendah lemak. Lebih jauh lagi, bayi premature memiliki kesulitan
dalam absorpsi kalsium yang tidak lazim dan oleh karena itu dapat mengalami rikets
yang berat sebelum kesulitan tersebut dikenali. Imaturitas organ lain yang sering
menyebabkan kesulitan yang berat pada bayi premature meliputi system imun yang
menyebabkan daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar
IgG gamma globulin, serta bayi premature relatif belum sanggup membentuk
antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik
jaringan kulit masih tipis dan rawan terjadinya lecet, system termoregulasi dimana
bayi premature belum mampu mempertahankan suhu tubuh yang normal akibat
penguapan yang bertambah karena kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan
(Ngastiyah, 2005)
38
D. Pathways
Faktor Pencetus
Kulit tipis dan lemak Imaturitas system pernafasan Reflek menelan dan menghisap
subcutan kurang blm sempurna
Tidak dapat menyimpan Pernafasan belum Intake nutrisi tidak
panas sempurna adekuat
Asupan gizi kurang
Mudah kehilangan panas O2 dalam darah CO2
39
g) Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
h) Otot hipotonik lemah
i) Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
j) Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
k) Kepala tidak mampu tegak
l) Pernapasan 40 – 50 kali / menit
m) Nadi 100 – 140 kali / menit
(Prawirohardjo. 2005)
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Komplikasi
Menurut (Potter, 2005) komplikasi pada masa awal bayi berat lahir rendah
antara lain yaitu :
Hipotermia.
Hipoglikemia.
Gangguan cairan dan elektrolit.
Hiperbilirubinemia.
Sindroma gawat nafas (asfiksia).
Paten suktus arteriosus.
Infeksi.
Perdarahan intraventrikuler.
Apnea of prematuruty.
40
Anemia
Komplikasi pada masa berikutnya yaitu :
1) Gangguan perkembangan.
2) Gangguan pertumbuhan.
3) Gangguan penglihatan (retionopati).
4) Gangguan pendengaran.
5) Penyakit paru kronis.
6) Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit.
7) Kenaikan frekuensi kelainan bawaan.
H. Penatalaksanaan
Menurut Prawirohardjo (2005), penanganan bayi dengan berat badan lahir
rendah adalah sebagai berikut :
1. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar perawatan
yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis lebih besar. Semua
perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator
2. Pelestarian suhu tubuh
41
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O 2yang diberikan
sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi o 2 yang tinggi dalam
masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang
dapat menimbulkan kebutaan
5. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang
kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan terhadap
infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci
tangan sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas,
lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk kekamar bayi dalam keadaan
infeksi dan sakit kulit.
6. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah
terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama, dapat
diberikan melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap dan
menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih
banyak kalori, dibandingkan dengan bayi preterm.
7. Petunjuk untuk volume susu yang diperlukan
42
Nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur dalam batas normal (120-160
dpm). Mur-mur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktusarteriosus
paten (PDA).
2. Makanan/cairan
Berat badan kurang 2500 (5lb 8 oz).
3. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar
dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakan, fontanel
mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata
mungkin merapat(tergantung usia gestasi). Refleks tergantung pada usia gestasi ;
rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32; koordinasi refleks untuk
menghisap, menelan, dan bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32;
komponen pertama dari refleks Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan
membuka tangan)tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen keduaa(fleksi
anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke
32.Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37.
4. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur;
pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt). Mengorok,
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai
derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi “ampelas” pada auskultasi,
menandakan adaya sindrom distress pernafasan (RDS).
5. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah. Wajah mungkin
memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan atau tembus pandang,
warna mungkin merah. muda/kebiruan, akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo
terdistribusi secara luas diseluruh tubuh. Ekstremitas mungkin tampak edema.
Garis telapak kaki mungkin tidak ada pada semua atau sebagian telapak. Kuku
mungkin pendek.
6. Seksualita
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan
klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau
tidak ada pada skrotum.
(IDAI, 2004)
J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga
paru
43
2. Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan lemak subkotis tipis
4. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan.
(Ngastiyah, 2005)
K. Intervensi Keperawatan
NO TUJUAN INTERVENSI
1. Setelah mendapat tindakan 1.1. Monitor pernafasan (kedalaman,
keparawatan 3x24 jam tidak
irama, frekuensi )
terjadi gangguan jalan nafas(nafas
efektif) 1.2. Atur posisi kepala lebih tinggi
Kriteria Hasil :
1.3. Monitor keefektifan jalan nafas,
Akral hangat
kalau kerlu lakukan suction.
Tidak ada
1.4. Lakukan auskultasi bunyi nafas
sianosis
tiap 4 jam
Tangisan aktif
1.5. Perthankan pemberian O2
dan kuat
2. 1.6. Pertahankan bayi pada inkubator
RR : 30-
dengan penghangat
40x/mt
1.7. Kolaborasii untuk X foto thorax
Tidak ada
retraksi otot pernafasan
2.1. Pertahankan bayi pada inkubator
dengan kehangatan 37oC
2.2. Beri popok dan selimut sesuai
Setelah mendapatkan tindakan
kondisi
keperawatan 3x24 jam tidak
terjadi gangguan hipotermi 2.3. Ganti segera popok yang basah
3.
Kriteria Hasil :
oleh urine atau faeces
Badan hangat
2.4. Hindarkan untuk sering
Suhu : 36,5-
membuka penutup karena akan
37oC
44
menyebabkan fluktuasi suhu dan
peningkatan laju metabolisme
2.5. Atur suhu ruangan dengan panas
yang stabil
Setelah mendapat tindakan 3.1. Monitor tanda-tanda
keperawatan 3x24 jam tidak
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor,f
terjadi infeksi
Kriteria Hasil : ungsiolaesa)
Tidak ada tanda-
3.2. Lakukan cuci tangan sebelum
4.
tanda
dan sesudah kontak dengan bayi
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor
3.3. Anjurkan kepada ibu bayi untuk
,fungsiolaesa)
memakai jas saat masuk ruang
Suhu tubuh normal
bayi dan sebelum dan/sesudah
(36,5-37oC)
kontak cuci tangan
3.4. Barikan gizi (ASI/PASI) secara
adekuat
3.5. Pastikan alat yang kontak
dengan bayi bersih/steril
3.6. Berikan antibiotika sesuai
program
Setelah tindakan keperawatan
3.7. Lakukan perawatan tali pusat
3x24 jam tidak terjadi gangguan
nutrisi setiap hari
Kriteria Hasil :
Diet yang
4.1. Kaji refleks menghisap dan
diberikan habis tidak ada
menelan
residu
4.2. Monitor input dan output
Reflek menghisap
4.3. Berikan minum sesuai program
dan menelan kuat
lewat sonde/spin
BB meningkat 100
4.4. Sendawakan bayi sehabis
gr/3hr.
minum
45
4.5. Timbang BB tiap hari.
46
DAFTAR PUSTAKA
Indrasanto Eriyati. Dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency
Komprehensif (PONEK) : Asuhan Neonatal Esensial. Jakarta : JNPK, KR, IDAI, POGI.
Judith M. Wilkinson & Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.
Jakarta : EGC.
Suriyadi, Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Ed.2.
Jakarta : CV. Agung Seto.
47