Anda di halaman 1dari 28

Bahasa Indonesia

Teks Artikel Ilmiah

Dosen : Prof. Dr.Hasnah Faiza, AR.M.Hum

OLEH:
Selvi Rahmawati (1901033)
S1-A FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU


YAYASAN UNIV RIAU
T.A 2019/2020
ARTIKEL ILMIAH PENELITIAN

PENGEMBANGAN E-COMIC INTEGRATIF DALAM PEMBELAJARAN


TEMATIK TERPADU DI KELAS IV SEKOLAH DASAR
Taufik Hidayat
Universitas PGRI Semarang Jl. Sidodadi Timur No. 24 Semarang
e-mail : taufik100793@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian dan pengembangan ini dilatarbelakangi oleh adanya potensi dan


masalah, potensi yang dimaksud adalah perkembangan dunia teknologi yang
pesat, khususnya dunia internet. Hal tersebut ditunjukan dari peningkatan jumlah
pengguna internet yang mencapai 88,1 juta pengguna atau meningkat 34,9% dari
tahun sebelumnya. Perkembangan tersebut sejatinya dapat diimplementasikan
dalam dunia pendidikan, sehingga menjadi sebuah potensi tersendiri. Namun yang
menjadi masalah adalah, belum banyak media berbasis internet yang dapat dengan
mudah digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah khususnya sekolah dasar.
Oleh sebab itu diperlukan pengembangan media pembelajaran berlandasakan oleh
potensi perkembangan teknologi, sehingga dibuatlah media E-Comic Integratif.
Penelitian ini berusaha untuk mengetahui bagaimanakah pengembangan
media E-Comic Integratif dalam pembelajaran tematik terpadu Kelas IV di
Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian Research and
Development (R&D), dengan prosedur pengembangan model ADDIE (Analysis,
Design, Development, Implementation, and Evaluation).
Hasil validasi ahli media dari validasi 1 dan 2 didapat hasil rata-rata
persentase keidealan yaitu 63,33%, dan 90,83%. Penilaian oleh ahli materi dari
validasi 1 dan 2 didapat hasil rata-rata persentase keidealan yaitu 77,92% dan
96,67%. Sementara dari hasil validasi dengan ahli media dari guru didapat hasil
rata-rata persentase keidealan sebanyak 83,33% dan hasil validasi dengan ahli
materi dari guru didapat hasil rata-rata persentase keidealan sebanyak 93,75%,
sementara hasil uji coba dilakukan kepada kelompok kecil 4 dan 8 siswa serta
seluruh siswa kelas IV SD N Sendangmulyo 03 Semarang, dengan hasil berurutan
yaitu 88,54%, 93,23%, dan 92,20%. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu E-Comic
Integratif layak digunakan sebagai media pembelajaran bagi siswa kelas IV
Sekolah Dasar.

Kata Kunci: E-Comic Integratif, Komik, Tematik Terpadu.


PENDAHULUAN

Dewasa ini, dunia teknologi di Indonesia khususnya penggunaan jaringan


internet mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal tersebut ditandai
dengan jumlah pengguna internet yang terus meningkat. Pangeran Samuel A
(2015) menyampaikan bahwa selama tahun 2014 menunjukkan pengguna internet
naik menjadi 88,1 juta atau dengan kata lain penetrasi sebesar 34,9%. Lebih lanjut
Pangeran Samuel A (2015) juga menyampaikan bahwa sebanyak 85% pengguna
internet melakukan aktivitas di dunia maya memakai telepon seluler
(handphone),  32% memakai laptop/netbook, 13% memakai tablet, dan PC
sebesar 14%.
Perkembangan dunia teknologi di Indonesia bisa menjadi potensi yang
sangat bagus dalam upaya meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM).
Implementasi perkembangan teknologi dapat menciptakan proses pendidikan
yang lebih efektif dan efisien. Sehingga diperlukan upaya implementasi kemajuan
teknologi pada bidang pendidikan dengan pengembangan teknologi pada bidang
pendidikan. Seperti disampaikan oleh Hustandi dan Sutjipto (2011: 7) bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya
pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar.
Namun perkembangan dunia teknologi khususnya bidang internet belum
dimanfaatkan secara optimal di dalam dunia pendidikan. Khususnya pendidikan
Sekolah Dasar. Dari wawancara dan observasi di Sekolah Dasar. Ian Bagus Koko
Darminto, S.Pd guru kelas IV Sekolah Dasar mengatakan “Guru jarang membuat
media pembelajaran sendiri, hal tersebut karena guru kesulitan untuk membuat
media yang efektif dan efisien secara murah”. Kondisi seperti yang disampaikan
oleh narasumber menekankan bahwa pentingnya media yang siap digunakan oleh
guru dalam proses pembelajaran. Dengan media yang sudah siap untuk digunakan
guru dalam proses pembelajaran maka akan menjadikan proses pembelajaran
menjadi lebih efektif dan efisien.
Mengingat kembali pada perkembangan teknologi khususnya bidang
internet yang cepat, serta masalah tentang kurangnya media berbasis teknologi
yang digunakan di Sekolah Dasar. Dikhawatirkan tujuan pembelajaran lebih
lambat untuk dicapai. Maka peneliti mencoba untuk mengembangan E-Comic
Integratif, yang merupakan media pembelajaran berbentuk komik yang dapat
digunakan dalam ponsel seorang siswa.
Atas dasar pembahasan di atas maka penulis mengembangkan media
pembelajaran komik berbasis teknologi. Pengembangan media tersebut yaitu E-
Comic Integratif. Alasan yang telah diuraikan di atas merupakan faktor-faktor
yang melatarbelakangi peneliti untuk mengadakan penelitian yang berjudul
“Pengembangan E-Comic Integratif dalam Pembelajaran Tematik terpadu di
Sekolah Dasar”. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pengembangan E-
Comic integratif dalam pembelajaran tematik terpadu kelas IV di Sekolah Dasar.
METODE PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah kualitatif yaitu penelitian yang sering disebut pula
memakai metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada
kondisi yang alamiah (natural setting) dengan menggunakan metode deskriptif
yaitu penelitian yang digunakan dalam pengertian (bersifat cerita) tentang
memaparkan atau kejadian. Jadi dalam pengolahan data dan hasil penelitian
semua menggunakan deskripsi dari peneliti.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian berjudul
“Pengembangan E-Comic integratif dalam Pembelajaran Tematik Terpadu Kelas
IV Sekolah Dasar” adalah Penelitian dan Pengembangan (Reseacrch and
Development/R&D). Pemilihan metode penelitian tersebut dikarenakan peneliti
hendak mengembangkan media pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Borg dan Gall (1988) dalam Sugiyono (2009: 4) yang menyatakan bahwa,
penelitian dan pengembangan (research and development) merupakan metode
penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk-
produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. Penulis berusaha
untuk mengembangkan sebuah media pembelajaran. Untuk itu diperlukan validasi
terhadap media tersebut.
Selanjutnya, prosedur dalam penelitian pengembangan ini menerapkan
prosedur ADDIE. Model ini, terdiri dari lima tahap utama, yaitu (A)nalysis,
(D)esain, (D)evelopment, (I)mplementation, dan (E)valuation (Pribadi, 2011:125).
Metode penelitian dan pengembangan adalah metode yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu. Prosedur pengembangan ADDIE, dalam tahapan
pengembangan Borg & Gall, hanya mencapai pada tahap ke enam. Penelitian dan
pengembangan tersebut dimualai dari analisis untuk menemukan tujuan, sampai
pada tahap terakhir yaitu ke enam melakukan evaluasi dengan jumlah 30-80
subjek.
B.       Uji Coba Ahli

Produk media E-Comic Integratif divalidasi oleh ahli. Terdapat dua ahli
yang memvalidasi media E-Comic Integratif yaitu ahli media dan ahli materi.
Tingkat validitas media diketahui melalui hasil analisis kegiatan uji coba yang
dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu:
1.      Uji ahli media pembelajaran dan ahli materi pelajaran. Kegiatan ini dilakukan
untuk me-review produk awal dan memberikan masukan unuk perbaikan.
2.      Angket respon siswa. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
anak senang belajar dengan media E-Comic Integratif.

C.       Subjek Penilai

Pada penelitian pengembangan, subjek penilai kualitas media E-Comic


integratif pada pembelajaran tematik terpadu kelas IV sekolah dasar adalah tiga
pakar ahli media dan materi. Daftar subjek penilai dapat dilihat pada tabel 1
sebagai berikut:
Tabel 1.
Daftar Nama Ahli Media dan Ahli Materi
No. Nama Lengkap Ininstitusi

Fajar Cahyadi, S. Pd, M.Pd Medimedia Universitas PGRI Semarang


Fine Reffiane, S.Pd,
Matemateri Universitas PGRI Semarang
M.Pd
Media dan
Agus Sarjito, S.Pd.SD SD N 03 Sendangmulyo Semarang
Materi
D.      Uji Coba Produk

Produk media E-Comic Integratif yang sudah melewati tahap revisi, diuji
cobakan di kelas IV SD N 03 Sendangmulyo Kota Semarang. Penulis
menyampaikan materi pembelajaran sekaligus menerapkan media E-Comic
Integratif dalam proses pembelajaran.

E.       Jenis Data


Pada dasarnya data yang diperoleh bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif berupa angka yang diperoleh dari angket penilaian produk
pengembangan dan angket tanggapan siswa yang disusun dengan skala Likert
(skala bertingkat) dan skala Guttman. Data kualitatif berupa tanggapan, kritik dan
saran yang dituangkan dalam angket. Data yang dihasilkan berkaitan dengan
kelayakan atau kesesuaian atas produk pengambangan yang dibuat.
F.        Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah angket berbentuk check list yang


digunakan untuk mendapatkan penilaian dari ahli tentang kualitas media E-Comic
Integratif. Kualitas media pembelajaran ini ditinjau dari beberapa aspek, yaitu
aspek kesesuaian materi, visualisasi media, kesesuaian dengan prinsip-prinsip
pengembangan media, kelayakan dan penyajian kompetensi. Aspek-aspek
tersebut dijabarkan ke dalam indikator-indikator dan pengembangan lebih dilanjut
oleh peneliti. Peneliti mengembangkan angket penelitian menggunakan tujuh
buah angket dalam pengumpulan data, yaitu angket ahli media, angket ahli materi,
angket ahli media dari guru, angket ahli materi dari guru, angket ujicoba 4 siswa,
angket ujicoba 8 siswa, dan penilaian (respon) untuk siswa kelas IV.
G.      Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk melihat nilai masing-masing aspek atau

deskriptor pada angket. Data diperoleh dari angket yang diberikan kepada ahli

media, ahli materi, dan respon siswa. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara

menghitung rata-rata skor yang diperoleh. Analisis skor yang digunakan yaitu

analisis deskriptif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A.      Temuan Hasil Penelitian
    1.    Analisis
Analisis dalam penelitian ini dilakukan pada analisis terhadap potensi,
masalah, kajian pustaka, kompetensi, tujuan intruksional, materi dan
perkembangan peserta didik. Dari hasil analisis tersebut diperoleh data sebegai
berikuti:
a.      Analisis potensi, terdapat perkembangan dunia teknologi yang pesat khususnya
bidang internet. Hal tersebut didukung oleh data yang diperoleh yang menunjukan
bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 88,1 juta pada tahun 2014.
b.    Analisis masalah dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber
yaitu Ian Bagus Koko Darminto.S.Pd Kelas IV Guru Sekolah Dasar tentang
penggunaan media pembelajaran. Hasil wawancara menujukan bahwa guru jarang
membuat media pembelajaran sendiri, hal tersebut dikarenakan guru kesulitan
untuk membuat media pembelajaran secara efektif dan efisien.
c.     Analisis kajian pustaka, berdasarkan atas potensi dan masalah yang ada peneliti
mencoba untuk mencari solusi. Solusi tersebut didasari oleh analisis kajian
pustaka yang dilakukan oleh peneliti. Selanjutnya berlandasakan atas potensi dan
masalah, maka peneliti mengembangkan media pembelajaran E-Comic Integratif.
Pengembangan tersebut mengacu dari pendapat ahli yaitu Sudjana dan Rivai
yang menyampaikan bahwa media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
d.   Analisis SK-KD, peneliti menganalisis kompetensi yang ada dalam objek materi
yang akan dikembangkan melalui ruang lingkup pembelajaran dan SK KD.
e.    Analisis intruksional, Analisis instruksional dalam pengembangan media E-Comic
Integratif ini dilakukan dengan menjabarkan dan mengembangkan kompetensi inti
dan kompetensi dasar ke dalam indikator-indikator yang harus dicapai.
f.     Analisis karakteristik siswa, teori Piaget tentang perkembangan kemampuan anak
disampaikan bahwa terdapat tahapan perkembangan kemampuan anak dalam
belajar. Menurutnya anak usia sekolah dasar (8-11 tahun) masih berada pada
tahap operasi konkrit, sehingga anak membutuhkan benda konkrit untuk
menterjemahkan konsep yang dimilikinya. Penggunanaan media dalam kegiatan
belajar mengajar pada periode ini sangat penting karena pada masa ini siswa
masih berfikir konkrit, belum mampu berfikir abstrak. Media akan membantu
pesan yang disampaikan guru untuk dapat lebih mudah diterima oleh siswa.
    2.    Desain
Pada tahap desain diperoleh hasil bahwa konsep desain dari media E-
Comic Integratif ini terdiri dari tujuh langkah yaitu: 1) ide cerita, 2) menentukan
tokoh, 3) menentukan tema, 4) menyusun setting, 5) menyusun kerangka cerita, 6)
menghubungkan materi dengan cerita, 7) menyusun kerangka cerita E-Comic
Integratif.
    3.    Tahap Pengembangan
a.    Langkah-langkah Pengembangan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengembangan dan
produksi terdiri dari beberapa tahap, untuk mengetahui tahapnya berikut ini
peneliti jabarkan tahapan demi tahap dalam pengembangan dan produksi.
Langkah-langkahnya yaitu, sebagai berikut: 1) Menggambar dan menentukan
tokoh utama dalam E-Comic Integratif, 2) Membuat seluruh gambar E-Comic
Integratif sesuai dengan kerangka cerita E-Comic Integratif dengan menggunakan
media intrumen HVS dan pena, untuk dilanjutkan dengan proses pewarnaan
dengan menggunakan media atau aplikasi photoshop, 3) Memasukan percakapan
dalam cerita E-Comic integratif dengan menggunakan aplikasi Comic Life 2, 4)
Mengubah file gambar E-Comic Integratif yang telah selesai dibuat menjadi file
pdf. Bentuk pdf, berfungsi agar media E-Comic Integratif ini dapat dibuka pada
media atau alat seperti telepon seluler, komputer, laptop, dan tablet. 5)
Mengupload file pdf, ke Google drive. Dengan mengupload file E-Comic
Integratif ke Google Drive akan membuat setiap orang dapat mengunduh atau
mendownload E-Comic Integratif tersebut melalui link shere yang dibagikan
dengan mudah. 6) Membagikan link shere E-Comic Integratif ke dalam website
yaitu exyezet.com, hal tersebut difungsikan untuk mempermudah setiap orang
menemukan E-Comic Integratif. Seseorang dapat menemukan file tersebut hanya
dengan mencarinya melalui google search.
b.        Penilaian Pengembagan
Penilaian dilakukand dengan cara melakukan validasi media dan materi,
dari hasil penilaian diperoleh data sebagai beriktu;
Tabel 2
Hasil Validasi Pertama Ahli Media
No Skor Persentase
Aspek Penilaian Kategori
. rata-rata Keidealan
1. Indikator kesesuaian materi 13 Cukup 65,00%
2. Visualisasi Media 24 Cukup 60,00%
3. Kesesuaian dengan prinsip- 26 Cukup 65,00%
prinsip pengembangan media
Tabel 3
Hasil Validasi Kedua Ahli Media
No Skor Persentase
Aspek Penilaian Kategori
. rata-rata Keidealan
1. Indikator kesesuaian materi 18 Sangat Baik 90,00%
2. Visualisasi Media 37 Sangat Baik 92,50%
3. Kesesuaian dengan prinsip- 36 Sangat Baik 90,00%
prinsip pengembangan media
Tabel 4
Hasil Validasi Pertama Ahli Materi
No Skor Persentase
Aspek Penilaian Kategori
. rata-rata Keidealan
1. Indikator kesesuaian 9 Cukup 60,00%
2. Indikator kelayakan 15 Baik 75,00%
3. Indikator Penyajian 9 Sangat Baik 90,00%
4. Indikator Kompetensi 26 Sangat Baik 86,67%
Tabel 5
Hasil Validasi Kedua Ahli Materi
No Skor Persentase
Aspek Penilaian Kategori
. rata-rata Keidealan
1. Indikator kesesuaian 15 Sangat Baik 100,00%
2. Indikator kelayakan 18 Sangat Baik 90,00%
3. Indikator Penyajian 10 Sangat Baik 100,00%
4. Indikator Kompetensi 29 Sangat Baik 96,67%
Tabel 6
Hasil Validasi Ahli Media Guru
No Skor Persentase
Aspek Penilaian Kategori
. rata-rata Keidealan
1. Indikator kesesuaian materi 17 Sangat Baik 85,00%
2. Visualisasi Media 32 Baik 80,00%
3. Kesesuaian dengan prinsip- 34 Sangat Baik 85,00%
prinsip pengembangan media

Tabel 7
Hasil Validasi Ahli Materi Guru
No Skor Persentase
Aspek Penilaian Kategori
. rata-rata Keidealan
1. Indikator kesesuaian 14 Sangat Baik 93,33%
2. Indikator kelayakan 19 Sangat Baik 95,00%
3. Indikator Penyajian 9 Sangat Baik 90,00%
4. Indikator Kompetensi 29 Sangat Baik 96,67%

   4.    Penerapan (Implementation)

Setelah media E-Comic Integratif dinyatakan layak sebagai media


pembelajaran. Langkah selanjutnya yaitu menerapkan media tersebut. Penerapan
dilakukan menjadi tiga tahap, yaitu kelompok kecil 4 siswa, kelompok 8 siswa,
dan penerapan di kelas IV SD Sendangmulyo 03 Semarang.
Berdasarkan penerapan media E-Comic Integratif tersebut, siswa
selanjutnya memberikan penilaian atau respon terhadap media E-Comic Integratif.
Penilaian atau respon siswa dilakukan dengan angket (ya-tidak) yang disesuaikan
dengan apa yang dirasakan oleh siswa setelah melakukan pembelajaran dengan
menggunakan media tersebut. Berikut ini merupkan respon siswa hasil dari uji
coba yang diterapkan:
Tabel 8
Hasil Uji Coba oleh 4 Siswa Kelas IV SD N Sendangmulyo 03 Semarang
No Skor Persentase
Aspek Penilaian Kategori
. rata-rata Keidealan
1. Kemudahan Pemahaman 3 Sangat Baik 100,00%
2. Kemandirian Belajar 1,5 Sangat Baik 87,50%
3. Keaktifan dalam Belajar 3,25 Sangat Baik 87,50%
4. Minat terhadap E-Comic
2,25 Baik 75,00%
Integratif
5. Penyajian E-Comic Integratif 3,5 Sangat Baik 87,50%
6. Penggunaan E-Comic
3,75 Sangat Baik 93,75%
Integratif

Tabel 9
Hasil Uji Coba oleh 8 Siswa Kelas IV SD N Sendangmulyo 03 Semarang
No Skor Persentase
Aspek Penilaian Kategori
. rata-rata Keidealan
1. Kemudahan Pemahaman 3 Sangat Baik 100,00%
2. Kemandirian Belajar 1,75 Sangat Baik 87,50%
3. Keaktifan dalam Belajar 3,62 Sangat Baik 90,63%
4. Minat terhadap E-Comic 2,62
Sangat Baik 87,50%
Integratif
5. Penyajian E-Comic Integratif 4 Sangat Baik 100,00%
6. Penggunaan E-Comic 3,75
Sangat Baik 93,75%
Integratif

Tabel 10
Hasil Uji Coba oleh Siswa Kelas IV SD N Sendangmulyo 03 Semarang
No Skor Persentase
Aspek Penilaian Kategori
. rata-rata Keidealan
1. Kemudahan Pemahaman 2,85 Sangat Baik 95,10%
2. Kemandirian Belajar 1,79 Sangat Baik 89,71%
3. Keaktifan dalam Belajar 3,7 Sangat Baik 92,65%
4. Minat terhadap E-Comic
2,82 Sangat Baik 94,12%
Integratif
5. Penyajian E-Comic Integratif 3,59 Sangat Baik 89,71%
6. Penggunaan E-Comic
3,68 Sangat Baik 91,91%
Integratif
5.    Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi digunakan untuk menyempurnakan produk, evaluasi didasarkan
oleh keseluruhan saran dari ahli media dan materi, serta hasil respon siswa.
Selanjutnya media E-Comic Integratif dinyatakan sangat baik menjadi media
pembelajaran, sehingga tidak diperoleh saran perbaikan media tersebut. Dengan
demikian maka media E-Comic Integratif dinyatakan layak sebagai media
pembelajaran.

B.       Pembahasan
Peneliti mengembangan media E-Comic Integraitif, media ini
dikembangkan berdasarkan langkah-langkah penelitian dan pengembangan atau
research and development (R&D). Metode yang digunakan dalam penelitian dan
pengembangan ini adalah metode ADDIE. Pemilihan metode ADDIE karena
metode ini adalah metode yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu,
dan menguji kelayakan produk tersebut. ADDIE yaitu analysis, design,
development, implementation, evaluation.
Media E-Comic Integratif dikembangkan dengan berdasarkan oleh adanya
potensi dan masalah. Potensi yang dimaskud sebagai dasar pengembangan ini
adalah perkembangan teknologi yang pesat. Ditandai dengan tumbuhnya
pengguna internet yang tinggi serta penggunaan perangkat teknologi sejenis
telepon seluler (handphone), laptop, komputer dan tablet yang meluas. Sementara
yang manjadi dasar masalah dari pembuatan media E-Comic Integratif adalah
kurangnya media berbasis elektronik yang dapat diimplementasikan dengan
mudah dalam proses pembelajaran.
Media E-Comic Integratif selanjutnya dikembangkan berdasarkan analisis
kesesuaian dengan mata pelajaran. Selanjutnya didasarkan atas standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Serta dianalis sesuai dengan indikator yang
dikembangkan dari kompetensi dasar masing-masing mata pelajaran. Hasil
analisis kemudian digunakan peneliti untuk merancang desain dari E-Comic
Integratif .
Dalam pengembangannya, media perlu divalidasi oleh ahli sebelum diuji
cobakan untuk mengetahui kelayakannya. Validator terdiri dari ahli media
pembelajaran, dan ahli materi. Berdasarkan hasil penilaian oleh ahli media dan
ahli materi dilakukan perbaikan pada model media dikembangkan.
Setelah media divalidasi dan media dinyatakan layak digunakan dalam
proses pembelajaran. Kemudian media E-Comic Integratif diujicobakan di
sekolah dasar untuk melihat respon dari siswa. Pengujian ini dilakukan di SD N
Sendangmulyo 03 Semarang. Pengujian dilakukan dari uji kelompok kecil 4
siswa, dilanjutkan 8 siswa dan uji satu kelas yaitu kepada siswa kelas IV SD N
Sendangmulyo 03 Semarang.
Hasil validasi dengan ahli media, diperoleh data sebagai berikut 1) pada
validasi I tingkat keidealan media E-Comic Integratif adalah 63,33%. Oleh sebab
itu dilakukan revisi dan validasi kedua, 2) pada validasi II tingkat keidealan media
E-Comic Integratif yang telah direvisi mencapai 90,83%. Sehingga media E-
Comic Integratif sudah layak digunakan. Hasil validasi ahli materi, diperoleh data
sebagai berikut 1) pada validasi I tingkat keidealan media E-Comic Integratif
adalah 77,92%. Oleh sebab itu dilakukan revisi dan validasi kedua, 2) pada
validasi II tingkat keidealan media E-Comic Integratif yang telah direvisi
mencapai 96,67%. Sehingga media E-Comic Integratif sudah layak digunakan.
Sementara hasil validasi ahli media dari guru, diperoleh data dimana tingkat
keidealan media E-Comic Integratif adalah 83,33%. Sedangkan hasil validasi
materi dari guru, diperoleh data dimana tingkat keidealan media E-Comic
Integratif adalah 93,75%.
Hasil dari uji coba media E-Comic Integratif, dilakukan secara bertahap
dari kelompok kecil 4 siswa, 8 siswa sampai ke siswa 1 kelas. Dari hasil respon
siswa diperoleh data kuantitatif. Produk diuji cobakan kepada 4 siswa kelas IV SD
N Sendangmulyo 03 Semarang diperoleh hasil nilai rata-rata respon siswa yaitu
88,54%. Produk diuji cobakan kepada 8 siswa kelas IV SD N Sendangmulyo 03
Semarang diperoleh hasil nilai rata-rata respon siswa yaitu 93,23%. Sedangkan
Produk diuji cobakan kepada 34 siswa kelas IV SD N Sendangmulyo 03
Semarang diperoleh hasil nilai rata-rata respon siswa yaitu 92,20%.
Berdasarkan dari validasi dengan ahli media dan berdasarkan respon siswa
atas implementasi media E-Comic Integratif dalam proses belajar. Dapat
disimpulkan bahwa media ini disusun dengan sangat baik. Oleh sebab itu media
E-comic integratif dapat menjadi media pembelajaran yang diterapkan dalam
proses belajar mengjar.
BAGIAN AKHIR
A.      Simpulan
Dari hasil penelitian dan pengembangan media E-Comic Integratif yang
telah dilakukan di SDN Sendangmulyo 03 Semarang, diperoleh data yang
menunjukan bahwa media E-Comic Integratif laya digunakan. Data-data tersebut
diperoleh dari validasi oleh ahli materi dan media serta data dari tanggapan atau
respon siswa. Sehingga dapat sisimpulkan secara umum bahwa media E-Comic
Integratif layak digunakan sebagai media pembelajaran tematik di kelas IV
Sekolah Dasar.
B.       Saran
Mengingat media E-Comic integratif telah dinyatakan layak diguanakan
sebagai media pembelajaran di kelas IV, maka bagi guru diharapkan mau untuk
menerapkan media E-Comic dalam proses pembelajaran. Jika di sekolah belum
terdapat media berbasis internet dan teknologi yang dapat digunakan, digarapkan
guru mau untuk menggunakan sebagaian tunjangan profesinya untuk
meningkatkan operasional perlengkapan proses pembelajaran.
C.       Ucapan Terimakasih
Peneliti meyakini bahwa peneliti tidak akan pernah bisa menyelesaikan
penelitian ini tanpa bantuan dan bimbingan dari rang-orang disekitarnya yang luar
biasa. Oleh sebab itu disini peneliti hendak menyampaikan ucapan terimakasih
yang tidak seberapa ini dibandingkan bantuan-bantuannya kepada Ibu Ervina Eka
Subekti,S.Si., S.Pd selaku dosen pembimbing I, ibu Arfilia Wijayanti, S.Pd., M.Pd
selaku dosen pembimbing II, Bapak Joko Sulianto,S.Pd., M.Pd, selaku Ketua
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah menyetujui usulan
topik skripsi penulis. Serta seluruh pihak yang telah membantu yang tentu tidak
dapat saya sampaikan seluruhnya. Terimakasih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA


Avrilliyanti, Herlina. Dkk. 2013. “Penerapan Media Komik Untuk Pembelajaran Fisika
Model Kooperatif Dengan Metode Diskusi Pada Siswa Smp Negeri 5 Surakarta
Kelas Vii Tahun Ajaran 2011/2012 Materi Gerak”. Jurnal Pendidikan Fisika
(2013) Vol.1 No.1 halaman 156. http://eprints.uns.ac.id/14512/1/1790-3995-1-
SM.pdf
Daryanto. 2013. Media Pembelajaran Perannya Sangat Penting Dalam Mencapai Tujuan
Pembelajaran. Yogyakarta: GAVA MEDIA
Hustandi, Cecep & Sutjipto, Bambang. 2011. Media Pembelajaran Manual dan Digital.
Jakarta: Ghalia Indonesia
Mulyasa, H. E. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Pangeran, Samuel A. “Pengguna Internet Indonesia Tahun 2014, Sebanyak 88,1 Juta
(34,9%)....” . 23 Maret 2015. http://www.apjii.or.id/read/content/info-
terkini/301/pengguna-internet-indonesia-tahun-2014-sebanyak-88.html
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal
26 ayat 1.
Pribadi, Benny A. 2011. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Putra, Nusa. 2015. Research & Development. Jakarta: Rajawali Pers.
Rusman. 2015. PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU Teori Praktik dan Penilaian.
Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA
Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia
Indonesia
Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Soegeng, A.Y. Ysh. 2006. Dasar-Dasar Penelitian. Semarang: IKIP PGRI SEMARANG
PRESS.
Sudjana, Naana dan Rivai, Ahmad. 2011. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Algensindo Offset
2013. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset
Sudjana, Nana. 2013. Tuntunan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Bandung: Sinar Baru
Algensindo Offset.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA
. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Wahyuningsih, Ary Nur. 2011 “Pengembangan Media Komik Bergambar Materi
Sistem Saraf Untuk Pembelajaran Yang Menggunakan Strategi Pq4r”.
JURNAL PP VOLUME 1, NO. 2.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpppasca/article/viewFile/1533/1709.
Diakses pada tanggal 10 Desember 2014, pukul 07.10

Pada teks artikel ilmiah penelitian diatas merupakan contoh artikel ilmiah penelitian yang
memiliki struktur, berupa :

Struktur teks genre mikro yang


diharapkan
Abstrak Abstrak

Pendahuluan Eksposisi meliputi Deskripsi

Metodologi Penelitian Rekon meliputi


Deskripsi,Prosedur,Laporan
Hasil Deskripsi meliputi
Laporan,Rekon
Pembahasan Diskusi meliputi Eksplanasi

Simpulan Eksposisi meliputi Deskripsi

Struktur teks nya tidak tepat karena tidak ada tinjauan pustaka, namun genre mikro yang
digunakan sudah tepat dan formulasi bahasa yang digunakan sudah baik.

ARTIKEL ILMIAH KONSEPTUAL

SIKAP PROFESIONAL GURU DALAM MENGHADAPI


TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI

Rimasi
RimasihGatto@gmail.com
Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Islam Malang

Abstrak
Sikap professional seorang guru sangat diperlukan dalam menghadapi pendidikan
di era globalisasi ini. Tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik,
mengasuh, membimbing dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan
mengembangkan sumber daya manusia. Kesalahan guru dalam memahami
profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan.
Sehingga akan mengakibatkan hubungan antara guru dan siswa yang semula
saling membutuhkan akan berubah menjadi hubungan yang saling acuh tak acuh,
tidak membahagiakan dan membosankan.
Kata Kunci: sikap profesional, guru, pendidikan, era globalisasi.

PROFESSIONAL TEACHER IN DEALING WITH ATTITUDE


CHALLENGES OF EDUCATION IN THE ERA OF GLOBALIZATION

Abstract
Professional attitude of a teacher is needed in the face of education in this era
of globalization. The task not only teach, but also educate, nurture, guide and
shape the personality of students in order to prepare and develop human
resources. Error teachers to understand the profession will result in the shifting of
teachers function slowly. So will result in the relationship between teachers and
students initially need each other will turn into a relationship of mutual
indifference, unhappy and dull.

Keywords: professional attitude, teacher, education, globalization.

Pendahuluan
Di era globalisasi saat ini, Indonesia harus mampu meningkatkan mutu
pendidikan, sehingga tidak kalah bersaing dengan negara lain. Negara kita harus
mencetak orang-orang yang berjiwa mandiri dan mampu berkompetisi di tingkat
dunia. Saat ini, Indonesia membutuhkan orang-orang yang dapat berfikir secara
efektif, efisien dan juga produktif. Hal tersebut dapat diwujudkan jika kita
mempunyai tenaga pendidik yang handal dan mampu mencetak generasi bangsa
yang pintar dan bermoral.

Guru merupakan komponen pendidikan yang sangat berperan penting


dalam kegiatan belajar mengajar. Kedudukan guru merupakan posisi yang penting
dalam dunia pendidikan khususnya di lembaga pendidikan formal. Oleh karena
itu, kebijakan sertifikasi bagi guru dan dosen memang suatu langkah yang
strategis untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Secara konseptual guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi
berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya
secara profesional, sementara kondisi riil di lapangan masih jauh dari yang
diharapkan, baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan
ini masih ditambah dengan adanya berbagai tantangan ke depan yang masih
kompleks di era global.
Kompetensi guru merupakan seperangkat penguasaan kemampuan yang
harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerja secara tepat dan efektif.
Sedangkan guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dan
keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu melaksanakan tugas
dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Guru merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar
mengajar. Sudah selayaknya seorang guru itu diberikan kesejahteraan berupa
sertifikasi. Dapat dipahami bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang disertai dengan
peningkatan kesejahteraan yang layak.
Bagian Inti
1.      Profesionalisme Guru
Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah paham yang
mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional.
Istilah profesional aslinya adalah kata sifat dari kata ”profession” (pekerjaan)
yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Sebagai kata benda, profesional
lebih berarti orang yang melaksanakan sebuah profesi dengan menggunakan
profesi sebagai mata pencaharian.(Mc. Leod,1989).
Profesionalisme guru merupakan kondisi,arah, nilai,tujuan, dan kualitas
suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang
berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Adapun
guru yang profesional itu sendiri adalah guru yang berkualitas, berkompeten, dan
guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu
mempengaruhi proses belajar siswa yang nantinya akan menghasilkan prestasi
belajar siswa yang lebih baik.
Secara sederhana pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan
yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu
dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat atau
tidak memperoleh pekerjaan yang lainnya.
Guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan
pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun
metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang
diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan
secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang
dinyatakan dalam bentuk sertifikasi, akreditasi, dan lisensi dari pihak yang
berwenang (dalam hal ini pemerintah dan organisasi profesi). Dengan keahliannya
itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun
sebagai pemangku profesinya.
Kita tidak perlu menciptakan definisi atau kriteria guru profesional sendiri.
Karena di dalam undang-undang guru dan dosen sudah dijelaskan mengenai
definsi atau kriteria guru profesional. Berdasarkan UU NO. 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen, pasal 10 ayat 1, guru disebut profesional jika sudah
memiliki 4 kompetensi. Kompetensi tersebut antara lain: (1) Kompetensi
Pedagogik,yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, (2)
Kompetensi Kepribadian, yaitu kemampuan guru yang mencerminkan sebuah
kepribadian yang mantap, berbudi pekerti   luhur, wibawa dan bisa menjadi
tauladan yang baik bagi siswa-siswanya, (3) Kompetensi Sosial, yaitu
kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan siswa, sesama guru, orang tua
siswa dan masyarakat, (4) Kompetensi Profesional, yaitu kemampuan guru dalam
menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam, itu adalah point pokoknya.
Dari point pokok tersebut tentunya masih bisa dijabarkan lagi ke dalam hal-hal
yang lebih kompleks. Itulah definisi atau kriteria guru profesional menurut
undang-undang guru dan dosen. Semoga definisi atau kriteria guru profesional
tersebut mampu kita amalkan di lapangan dengan sebaik-baiknya.
Guru Profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya.Yaitu bahwa
dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik
untuk/dalam belajar.guru dituntut untuk mencari tahu terus-menerus bagaimana
seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik,
guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar
bersama dengan peserta didik; bukan mendiamkannya atau malahan
menyalahkannya (Baskoro Poedjinoegroho E, Kompas Kamis, 05 Januari 2006).
Guru memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya
membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa dalam kerangka
pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya kehadiran guru hingga saat ini
bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan pernah dapat digantikan oleh yang
lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang multikultural dan multibudaya,
kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan tugas-tugas guru yang cukup
kompleks dan unik.
Oleh sebab itu, diperlukan guru yang memiliki kemampuan yang potensial
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan diharapkan secara
berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, maupun professional.
Menurut Arifin, guru yang profesional dipersyaratkan
mempunyai, (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan
terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengeta-
huan di era globalisasi, (2) penguasaan kiat-kiat profesi
berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan
sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep
belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan
dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan
pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia, (3)
pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan,
profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus
dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.
Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan
terputusnya program pre-service dan in-service karena
pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan
yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu
adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru yang
profesional di era globalisasi, yaitu; 1) memiliki kepribadian yang
matang dan berkembang, 2) penguasaan ilmu yang kuat, 3)
keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains
dan teknologi, dan 4) pengembangan profesi secara
berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah
dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan
profesi guru yang professional. Ada beberapa karakteristik yang
harus dimiliki gueu dalan menghadapi tantangan di era
globalisasi ini diantaranya adalah, (1) Guru sebagai fasilitator, (2)
Guru sebagai kawan belajar, (3) Penyelidikan dan perancangan,
(4) kolaboratif, (5)   Hasilnya terbuka, (6) Keanekaragaman yang
kreatif, (7) Komputer sebagai media belajar, (8) Interaksi
multimedia yang dinamis, (9)   Interaksi multimedia yang
dinamis, (10) Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan
sebaya dan diri sendiri.
Berdasarkan poin-poin diatas penulis dapat mengambil
beberapa kesimpulan bahwa; 1) Pada era globalisasi
menginginkan paradigma belajar melalui proyek-proyek dan
permasalahan-permasalahan, inkuiri dan desain, menemukan
dan penciptaan. 2) Betapa sulitnya mencapai reformasi yang
sistemik, karena bila paradigma lama masih dominan, dampak
reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma
lama. 4) Praktek pembelajaran di era globalisasi lebih sesuai
dengan teori belajar modern. Melalui penggunaan prinsip-prinsip
belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai
aktivitas kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar
kontekstual yang didasarkan pada dunia nyata dalam konteks
pada peningkatan perhatian pada tindakan-tindakan atas
dorongan pembelajaran sendiri. 5) Pada era globalisasi praktek
pembelajaran tergantung pada piranti-piranti pengetahuan
modern yakni komputer dan telekomunikasi, namun sebagian
besar karakteristik era globalisasi bisa dicapai tanpa
memanfaatkan piranti modern. Meskipun teknologi informasi dan
telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa
guru pada metode belajar era globalisasi, tetapi yang membeda-
kan metode tersebut adalah pelaksanaan hasilnya bukan alatnya
2.      Karakter guru menghadapi arus globalisasi.
Arus globalisasi siap mendobrak semua aspek kehidupan termasuk
pendidikan. Dengan dalih globalisasi orangtua dan peserta didik menghendaki
lembaga pendidikan bertaraf internasional, peroleh ijazah dan sertifikat yang
dapat diakui oleh dunia luar. Alhasil, globalisasi menuntut pendidikan sanggup
mempersiapkan diri. Jika lembaga pendidikan (sekolah) tidak mampu memenuhi
harapan itu, maka sangat tidak mungkin akan ditinggalkan oleh siswa/
masyarakat, dan tidak ada lagi yang mau belajar di sekolah konvensional.
Globalisasi akan menjadi tantangan tersendiri bagi para guru, terlebih yang telah
memperoleh legalitas pengakuan akan professionalitas keguruannya, yaitu
sertifikat guru. Apabila guru tidak siap menghadapinya maka akan diterjang, dan
jika tidak mampu menyesuaikan diri maka akan menjadi orang tidak berguna dan
hanya akan menjadi penonton.
Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-benar
profesional. Dalam konteks ini Maka Giansar menawarkan empat kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era global, yaitu
kemampuan antisipasi, kemampuan mengenali dan mengatasi masalah,
kemampuan mengakomodasi, dan kemampuan melakukan reorientasi.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh guru yang profesional bukanlah
pengetahuan yang setengah-tengah tetapi merupakan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tuntas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi
itu sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak mempunyai ilmu
pengetahuan yang kuat, tuntas dan setengah-setengah akan tercecer dan tidak
mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia akan berada
jauh di belakang, dan akhirnya akan tertinggal dari profesinya.
Dalam upaya meningkatkan kualiatas pengajaran, guru dengan
profisionalitasnya harus bisa mengembangkan tiga intelejensi dasar peserta didik,
yaitu, intelektual, emosional, dan moral. Tiga unsur tersebut harus ditanamkan
pada diri peserta didik sekuat-kuatnya agar terpatri di dalam dirinya. Kecuali itu
guru harus memperhatikan dimensi spiritual siswa.
Guru yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara
tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik
dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya. Setidaknya
ada empat prasyarat bagi seorang guru agar dapat bekerja professional, yaitu (1)
Kemampuan guru mengolah/ menyiasati kurikulum, (2)   Kemampuan guru
mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan, (3) Kemampuan guru
memotivasi siswa untuk belajar sendiri, dan (4) Kemampuan guru untuk
mengintegrasikan berbagai mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh.
Di era global karakteristik guru harus jelas dan tegas dipertahankan antara
lain adalah (1) Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan
tidak setengah-setengah, (2) Memiliki kepribadian yang prima, (3) Memiliki
keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan
dan teknologi.
3.      Tantangan profesional guru di era globalisasi
Globalisasi sebagai suatu produk pembangunan dimotori Barat selaku
pemegang konstelasi dunia dalam sains-iptek dan ekonomi. Namun, perlu disadari
bahwa keberhasilan Barat menjadi pihak paling berpengaruh di dunia
sesungguhnya tidak terlepas dari keberadaan dan peranan lembaga pendidikan.
Jadi, persoalan globalisasi tidak terlepas dari keberadaan lembaga pendidikan
selaku pencetak Sumber Daya Manusia (SDM). Munculnya kategori negara
berkembang (developing countries) dan negara-negara maju (developed
countries), pada dasarnya sebagai konsekuensi atas perbedaan tingkat kualitas
SDM untuk keperluan modernisasi. Sebagaimana moderisasi, globalisasi
merupakan kehalusan sejarah. Globalisasi merupakan bagian dari dinamika
peradaban manusia. Islam memandang menuntut ilmu dengan orang yang
berjuang di jalan Allah (fi sabilillah). Manusia harus berupaya mengejar ilmu
tentang bagaimana sesungguhnya syariat dan akhlak Islam. Seorang mewujudkan
dimensi praktik agama (syari`ah) dan dimensi pengalaman (akhlak), dia harus
mendahlukan dimensi pengetahuan (ilmu). Sebab dimensi ilmu merupakan
prasyarat bagi terlaksananya dimensi peribadatan dan dimensi pengalaman.
Sejalan dengan berkembang sains-teknologi dan meluasnya pengaruh globalisasi,
pendidik senantiasa dituntut dapat mengimbangi perkembangan sains-teknologi
yang terus berkembang. Seorang pendidik diharapkan mampu pula menghasilkan
anak didik sebagai SDM yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi
tantangan hidup dengan penuh percaya diri. Untuk mencipatakan SDM
berkualitas tersebut.
Sejumlah kecenderungan dan tantangan globalisasi yang harus diantisipasi
pendidik dengan pentingnya mengedepankan profesionalisme. Pertama,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar.
Dengan kondisi ini, seorang pendidik diharapkan dengan menyesuaikan diri
dengan responsif, arief, dan bijaksana. Responsif artinya pendidik harus bisa
mengusai dengan baik produk iptek, terutama yang berkaitan dengan dunia
pendidikan, seperti pembalajaran dengan menggunakan multimedia. Tanpa
penguasaan iptek yang baik, pendidik akan tertinggal dan menjadi korban iptek.
Kedua, krisis “moral” yang melanda bangsa dan negara Indonesia akibat
pengaruh iptek dan globalisasi telah menjadi penggeseran nilai-nilai yang ada
dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang sangat menjunjung
tinggi moralitas bisa saja dapat bergeser seiring dengah pengaruh iptek dan
globalisasi. Di kalangan remaja sangat begitu terasa akan pengaruh iptek dan
globalisasi. Pengaruh hiburan baik berasal dari media cetak maupun media
elektronik yang menjurus pada hal-hal pornografi telah menjadikan sebagian
remaja tergoda dalam suatu “pilihan” kehidupan yang menjurus pada pergaulan
bebas dan materialisme. Mereka sebenarnya hanya menjadi korban dari
globalisasi yang selalu menuntut kepraktisan, kesenangan balaka (hedonisme) dan
budaya cepat saji (instant).
Ketiga, krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan
kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat dunia. Akibat perkembangan industri
dan kepitalisme maka muncul masalah-masalah sosial yang ada dalam
masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia
industri dan kapitalisme. Mereka yang lemah secara pendidikan, akses, dan
ekonomi akan menjadi korban ganasnya industralisasi dan kapitalisme, ini
merupakan tentangan bagi guru dalam merespons realitas ini, terutama dalam
kaitannya dengan unia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang
formal dan sudah mendapat kepercayaan (trust) dari masyarakat harus mampu
menghasilkan peserta didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi
bagaimanapun. Dunia pendidikan harus menjadi solusi dari suatu masalah sosial
(kriminalitas,kekerasan, penganggura, dan kemiskinan) bukan menjadi bagian
bahkan penyebab dari masalah sosial tersebut.
Keempat, krisis identitas sebagai bangsa, sebagai bangsa dan negara di
tengah bangsa lain di dunia membutuhkan identitas kebangsaan (nasionalisme)
yang tinggi dari warga negara Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan tetep
eksisnya bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme tinggi dari warga negara
akan mendorong jiwa berkorban untuk bangsa dan negara sehingga akan membuat
perilaku positif dan terbaik untuuk bangsa dan negara. Dalam dekade terakhir, ada
kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti kurang apresiasinya generasi muda
terhadap “kebudayaan asli” bangsa Indonesia, pola dan hidup remaja yang
kebarat-baratan, dan beberapa idikator lainnya. Melihat realitas perilaku generasi
muda ini, pendidik/guru sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme
harus mampu memberikan kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa
nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kelima, adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik,
maupun dunia. Kondisi ini membutuhkan kesiapan yang matang terutama dari
segi SDM. Indonesia, ke depan, membutuhkan SDM yang andal dan unggul yang
siap bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dunia pendidikan mempunyai peranan
yang penting dan strategi dalam menciptakan SDM yang berkualitas.dibutuhkan
pendidik/guru yang visioner, kompeten, berdedikasi tinggi dan berkomitmen agar
mampu membekali peserta didik, output, dengan sejumlah kompetensi yang
diperlukan dalam kehidupan di tengah masyarakat sedang dan terus berubah.
Penutup
Kesimpulan/Saran
Setelah penulis membaca dan mereviu beberapa artikel dalam jurnal
kependidikan, pada artikel ini sudah penulis menegaskan kembali tentang
bagaimana sikap seorang guru yang dikatakan sudah memiliki sikap profesional
yaitu jika sudah memiliki empat kompetensi diantaranya, (1) Kompetensi
Pedagogik, (2) Kompetensi Kepribadian, (3) Kompetensi Sosial, dan (4)
Kompetensi Profesional, yaitu kemampuan guru dalam menguasai materi
pelajaran secara luas dan mendalam, serta penulis juga menjelaskan tentang
bagaimana karakter seorang guru menghadapi tantangan dalam dunia pendidikan
di era gloobalisasi ini (1) Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat,
tuntas dan tidak setengah-setengah, (2) Memiliki kepribadian yang prima, (3)
Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan yang terakhir adalah sikap yang harus dimiliki
guru dalam menghadapi tantangan di era globalisasi ini diantaranya guru harus (1)
seorang pendidik diharapkan dengan menyesuaikan diri dengan responsif, arief,
dan bijaksana, (2) seorang guru diharapkan mampu menerapkan dan menjelaskan
bagaiama pentingnya menjunjung tinggi nilai moralitas dalam kehidupan
bermasyarakat hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan pengaruh buruk yang
bisa saja timbul dari perkembangan iptek dan globalisasi, (3) seorang guru harus
cepat merespons berbagai permasalahan yang terjadi dilingkungan pendidikannya
terutama dalam kaitannya dengan kriminalitas, dan kekerasan. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan yang formal dan sudah mendapat kepercayaan (trust) dari
masyarakat harus mampu menghasilkan peserta didik yang siap hidup dalam
kondisi dan situasi bagaimanapun, (4) pendidik/guru sebagai penjaga nilai-nilai
termasuk nilai nasionalisme harus mampu memberikan kesadaran kepada generasi
muda akan pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, (5) pendidik/guru yang visioner, kompeten, berdedikasi tinggi dan
berkomitmen agar mampu membekali peserta didik, output, dengan sejumlah
kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan di tengah masyarakat sedang dan
terus berubah.
Di era globalisasi saat ini, Indonesia harus mampu meningkatkan mutu
pendidikan, sehingga tidak kalah bersaing dengan negara lain. Negara kita harus
mencetak orang-orang yang berjiwa mandiri dan mampu berkompetisi di tingkat
dunia. Saat ini, Indonesia membutuhkan orang-orang yang dapat berfikir secara
efektif, efisien dan juga produktif. Hal tersebut dapat diwujudkan jika kita
mempunyai tenaga pendidik yang handal dan mampu mencetak generasi bangsa
yang pintar dan bermoral.
Daftar Rujuk
Arifin. 1995. Kapita Selekta Pendidikan (islam dan umum). Jakarta: Bumi
Aksara.
Idi,Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Opini Baskoro Poedjinoegroho E, Kompas Kamis, 05 Januari 2006.
Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Samana, A. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.
Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Uzer, Usman. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Bandung: Citra Umbara.2005.

Pada teks artikel ilmiah konseptual diatas merupakan contoh artikel ilmiah
konseptual yang memiliki struktur, berupa :

Struktur teks genre mikro yang diharapkan


Abstrak Abstrak

Pendahuluan Eksposisi meliputi Deskripsi

Pembahasan Diskusi meliputi Eksplanasi

kesimpulan Eksposisi meliputi Deskripsi

Struktur teks nya tidak tepat karena tidak ada tinjauan pustaka, namun genre mikro yang
digunakan sudah tepat dan formulasi bahasa yang digunakan sudah baik.
ARTIKEL ILMIAH POPULER

Sistem Sekolah BATIK (Berkarakter, Aktif, Kreatif, Kompetitif) Untuk


Membentuk Generasi Indonesia yang Unggul

Karya; Andri Kosiret, dan Chindy Listia Utami

Pendidikan menjadi salah satu sarana yang berpengaruh besar dalam membentuk
sumber daya manusia berkualitas. Melalui pendidikan, dapat tercipta generasi
berkarakter yang mampu mengaktualisasikan diri menjadi ujung tombak
kemajuan peradaban.

Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan


nasional pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang pada
akhirnya akan menopang kesejahteraan rakyat. Bila ditinjau ke dalam realita
pendidikan Indonesia saat ini, indikator keberhasilan dari tujuan tersebut masih
sangatlah jauh dari kata tercapai. Belum bangkitnya pendidikan Indonesia dari
keterpurukan sejatinya menimbulkan satu masalah besar, akan dibawa kemana
peradaban negeri ini kelak?

Hasil PISA (Programme for International Student Assessement) yang menguji


pelajar sedunia dalam keterampilan membaca, Ilmu Pengetahuan Alam, dan
Matematika menempatkan Indonesia di posisi ke-64 dari 65 negara partisipan.

Bergeser sedikit ke lingkup sosial, maraknya pemberitaan media masa tentang


tindak kriminal hingga asusila ternyata kerap dilakukan oleh kalangan remaja
yang notabene adalah pelajar. Dua kondisi yang tampak di atas menggambarkan
bahwa pendidikan Indonesia berada dalam masa yang amat kritis, baik dari segi
kompetensi bidang maupun segi karakter dan perilaku peserta didik.

Kondisi para pelajar Indonesia ini masih sangat jauh dari harapan sebagai generasi
yang cerdas dan mampu bersaing di kancah internasional. Jika ditarik garis
beberapa tahun kebelakang, dapat disaksikan bersama bahwa Indonesia terkenal
dengan jati diri bangsa yang berkaraker dan berbudi luhur.

Terbentuknya asas dasar Negara Indonesia melalui kondisi bangsa yang penuh
kearifan serta religiusitas masyarakatnya sangat tinggi secara tidak langsung
membuktikan telah adanya benih karakter yang tertanam pada diri individu
masyarakat Indonesia, begitu pula dengan siswa-siswi Indonesia.

Hal ini menjadi ciri khas yang membedakan siswa Indonesia dengan siswa bangsa
lain. Berpadu dengan wawasan intelektual pemuda yang luas harusnya dapat
menjadi modal tambah bagi para pelajar Indonesia untuk lebih unggul.
Berbagai kebijakan pendidikan dibuat pemerintah dengan harapan dapat
mengarahkan para siswa menjadi unggul dalam segala bidang, baik dari segi
kompetensi, karakter, serta jiwa kompetitif sebagai bekal bersaing dengan
pelajarpelajar dari negara lain. Salah satu kebijakan pendidikan tersebut adalah
perubahan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 menjadi Kurikulum 2013.


Akan tetapi kebijakan tersebut hingga kini belum juga membuahkan generasi
unggul yang mampu bersaing di kancah internasional seperti yang telah lama
dinanti-nantikan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, adanya inovasi baru dalam kebijakan


pendidikan untuk mengatasi permasalahan pendidikan dan membentuk generasi
unggul, yakni generasi muda berkarakter, aktif, kreatif, dan kompetitif merupakan
hal yang sangat penting. Solusi yang tepat untuk hal ini adalah Sistem Sekolah
BATIK (Berkarakter, Aktif, Kreatif, dan Kompetitif), yakni inovasi sistem
pendidikan yang mengedepankan adanya perubahan dalam tiga hal pokok, antara
lain metode pembelajaran, kalangan pengajar, dan kuantitas siswa di tiap kelas.

Pada teks artikel ilmiah populer diatas merupakan contoh artikel ilmiah populer
yang memiliki struktur eksposisi atau diskusi, genre mikro yang digunakan adalah
ekposisi atau diskusi, formulasi bahasa yang digunakan sudah baik.

Anda mungkin juga menyukai