Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ahmad Fauzi Ridwan, S.Pd.

I
Mapel : Sejarah Kebudayaan Islam

SUBSTANSI DAN STRATEGI DAKWAH KHULAFA’ AR-RASYIDIN

I. Kompetensi Dasar
3.2 Mendeskripsikan substansi dan strategi dakwah khulafa’ Ar-Rasyidin
II. Indikator
3.2. Mengidentifikasi strategi dakwah Khulafa’ Ar-Rasyidin
1
3.2. Menguraikan substansi dan strategi dakwah Khulafa’ Ar-Rasyidin
2
III. Peta Konsep
A. Strategi Dakwah Khulafa’ Ar-Rasyidin

Pidato Pembaiatan,
Ajakan/Seruan Tulisan, Karya
yang dibukukan

Dakwah bi Lisan Dakwah bi


Tadwin
ABU Kebijakan Politik,
UMAR Kekuasaan,
BAKAR
BIN Ekspansi/Penaklukan
Administrasi negra, AS-
KHATTAB
Karya nyata dalam SHIDDIQ
bidang pemerintahan
Dakwah bi Hal UTSMAN ALI BIN Dakwah bi Yad
BIN ABI
AFFAN THALIB

• Dakw
ah Uswatun
Hasanah

Karakter, sifat,
sikap yang patut
dicontoh

1
B. Substansi dan Strategi Dakwah Khulafa’ Ar-Rasyidin
1. Substansi dan strategi dakwah Abu Bakar As-Shiddiq

Pidato Pembaiatan
11 H
Tsaqifah Bani Saidah Pengumpulan A-Qur’an
Muhajirin-Anshor Dakwa 12 H
Ikuti jika sesuai Al-Qur’an Dakwa h bi Saran Umar
Sunnah Ketua: Zaid bin Tsabit
h bi Tadwin
Jangan ikuti jika tidak sesuai
Al-Qur’an Sunnah
Lisan

Lembaga
STRATEGI & Dakwah Pemerintahan:
Dakwa SUBSTANSI DAKWAH bi Hal Perbendaharaan
h bi ABU BAKAR negara
Peperangan:
Riddah
Yad Pertahanan &
Keamanan
11 H
Yudikatif
Khalid bin Walid
Eksekutif
Melawan kaum Murtad Dakwah
Yarmuk bi
Penaklukan Irak Keteladanan:
Uswah
Penaklukan Syiria Sabar
Hasana
h Rendah hati
Sopan-santun
Tawadhu’
Tegas
berwibawa

2. Substansi dan strategi dakwah Umar bin Khattab

Pidato Pembaiatan
13 H
Aklamasi Abu Bakar
“Akan menunjukkan jalan Dakwa
lurus kepada siapa saja Dakwa h bi
seperti pengendara menarik Penentuan kalender hijriyah
unta”
h bi Tadwin
Lisan

Pembaruan organisasi
STRATEGI & Dakwah pemerintahan
Dakwa SUBSTANSI DAKWAH bi Hal Administrasi
h bi UMAR BIN pemerintahan
Perluasan Baitul Mal
Wilayah Kekuasaan,
Yad KHATTAB Ijtihad baru dalam
wilayah kekuasaan Persia hukum
& Romawi
Seluruh Syria, Palestina Dakwah
dan Mesir bi
Pesisir Afrika Utara Keteladanan:
Uswah
sampai Cyrenaica Rendah hati
Hasana
Tawadhu’
h
Tegas
Berwibawa
Berani

2
3. Substansi dan strategi dakwah Utsman bin Affan

Pidato Pembaiatan
23 H
Musyawarah Dewan Syura Satandarisasi A-Qur’an
“Bergegaslah sedapat Dakwa Terjadi perbedaan cara baca
mungkin menuju kebaikan Dakwa h bi Al-Qur’an
sebelum ajal datang Standarisasi dan mengutus da’i
h bi Tadwin ke wilayah-wilayah Islam
menjemput”.
Lisan

Lembaga
STRATEGI & Dakwah
Dakwa SUBSTANSI DAKWAH bi Hal Pemerintahan:
h bi UTSMAN BIN
Angkatan laut
Ekspansi Wilayah: Yad
Persia ditaklukan, Cyprus AFFAN
Di bagian Afrika Utara berhasil
mencapai Tripoli (sekarang Libya)
Andalus (Spanyol). Dakwah
Di bagian Timur: Armenia, bi
Uswah Keteladanan:
Kaukasus, hingga ke Sungai Oxus Sabar
di Iran, Heart di Afghanistan dan Hasana
h Lembut
Sind di anak benua India. Pemalu
Dermawan

4. Substansi dan strategi dakwah Ali bin Abi Thalib

Pidato Pembaiatan
35 H
Desakan para pemeberontak Dasar Ilmu Bahasa
“Segerakan urusan orang Dakwa Nahwu
banyak, dan urusan khusus Dakwa h bi
masing-masing kalian adalah h bi Tadwin
maut”.
Lisan

Lembaga
STRATEGI & Dakwah Pemerintahan:
Dakwa SUBSTANSI DAKWAH bi Hal Mengangkat
h bi ALI BIN ABI gubernur baru
Peperangan: Yad Menarik tanah negara
Perang Jamal THALIB
Membagi rata
36 H Ghanimah
Ali melawan Aisyah, Thalhah dan
Zubair Dakwah
Kemenangan pasukan Ali bi
Perang Shiffin Uswah Keteladanan:
37 H Hasana Tangkas
Ali melawan Muawiyah Cerdas
h
Diakhiri dengan Tahkim Tegas
Perang Nahrawan Teguh pendirian
38 H Pemberani
Ali melawan Khawarij
Kemenangan pasukan Ali

3
IV. Rangkuman
SUBSTANSI DAN STRATEGI DAKWAH KHULAFA’ AR-RASYIDIN
A. Strategi Dakwah Khulafa’ Ar-Rasyidin
1. Dakwah bi Lisan
Yang dimasud dengan dakwah bi lisan adalah memanggil, menyeru
ke jalan Tuhan untuk kebahagiaan hidup akhirat. Sebuah ajakan dakwah
dengan menggunakan lisan, antara lain mengingat orang lain jika berbuat
salah, baik dalan beribadah maupun perbuatan. Dengan berbicara dalam
pergaulanna sehari-hari yang disertai dengan misi agamanya, yaitu
agama Allah dan agama Islam. Menyajikan materi dakwah di depan
umum. Isi dari materi dakwah tidak terlalu banyak, akan tetapi menarik
perhatian khalayak.
2. Dakwah bi Tadwin
Dakwah bi tadwin adalah dakwah yang dilakukan melalui tulisan.
Metode dakwah ini disampaikan dengan cara menuliskan penjelasan
mengenai seruan yang hendak disampaikan. Dalam konteks sejarah,
terutama pada masa awal dakwah Islam sebelum dibukukannya berbagai
macam ilmu pengetahuan seperti pada masa pemerintahan Khulafa’ Ar-
Rasyidin lebih identik dengan kebijakan pembukuan Al-Qur’an maupun
standarisasi Al-Qur’an.
3. Dakwah bi Yad
Dakwah bi yad adalah dawah Islam yang dilakukan dengan
menggunakan kekuasaan. Hal-hal yang berkaitan dengan usaha dan upaya
mendapatkan, mempertahankan dan memanfaatkan kekuasaan. Jadi,
makna dakwah bi yad adalah dakwah melalui aktivitas politik.
4. Dakwah bi Hal
Dakwah bi hal merupakan dakwah dengan menggunakan kerja nyata.
Dalam kegiatan dakwah bi hal tidak terlepas dari lima prinsip yang utama,
yaitu: a) harus menghubungkan ajaran Islam dengan kondisi sosial budaya
atau masyarakat tertentu, b) bersifat pemecahan masalah yang dihadapi
umat dalam suatu wilayah tertentu, c) harus mampu mendorong dan
menggerakkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalah dalam
masyarakat misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan
lain sebagainya, d) harus mampu membangkitkan swadaya masyarakat,
agar mereka dapat membangun dirinya, sekaligus dapat memberikan
manfaat masyarakat sekitar, dan e) mampu mendorong semangat kerja
keras dan kebersamaan dalam rangka meningkatkan hubungan kerja sama
yang harmonis dan produktif terutama untuk saling memenuhi
kebutuhannya.
5. Dakwah bi Uswah Hasanah
Kata uswah berarti keteladanan seseornag yang diikiuti oleh orang
lain, baik itu keteladanan tentang kebaikan atau keburukan. Kata hasanah
juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang sesuai dengan pandangan
mata dan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan hati nurani. Uswatun
Hasanah atau keteladanan yang baik berarti perbuatan-perbuatan baik.
Dakwah seperti ini dalam sejarah, berupa nilai karakter yang dapat dicontoh
atau ditiru dari seorang tokoh dalam peristiwa sejarah.

4
B. Substansi dan Strategi Dakwah Khulafa’ Ar-Rasyidin
1. Substansi dan Strategi Dakwah Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
Abu Bakar As-Shiddiq menjadi khalifah selama 2 tahun, sejak 11-13
H/632-634 M. Abu Bakar merupakan sosok sahabat Sabar, Rendah hati, Sopan-
santun, Tawadhu’, dan berwibawa. Ia menjadi khalifah berdasarkan hasil
musyawarah kaum Muhajirin dan Anshor di Tsaqifah bani Saidah. Pada saat
pembaitannya dirinya, Khalifah Abu Bakar berpidato di depan kaum muslimin:
“Saya bukanla yang terbaik diantara kamu sekalian. Oleh karena itu saya
sangat menghargai dan mengharapkan saran dan pertolongan kalian semua.
Menyampaikan kebenaran kepada seorang yang terpilih sebagai penguasa
adalah kesetiaan yang sebenar-benarnya, sedang menyembunyikan
kebenaran adalah suatu kemunafikan. Orang yang kuat maupun yang lemah
adalah sama kedudukannya dan saya akan memperlakukan kalian semua
secara adil. Jika aku bertindak dengan hukum Allah dan Rasul-Nya, taatilah
aku, tetapi jika aku mengabaikan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, tidaklah
layak kalian menaatiku.”
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Kholifah Abu Bakar, sebagaimana
pada masa Rasulullah, bersifat sentral. Kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif terpusat di tangan khalifah. Pada masa awal masa pemerintaannya,
Khalifah Abu Bakar disibukkan dengan penumpasan golongan orang-orang yang
murtad, enggan membayar zakat serta memberantas orang yang mengaku sebagai
nabi. Perang melawan golongan ini dikenal dengan sebutan perang Riddah.
Peperangan ini menyebabkan persoalan dalam diri umat Islam dengan banyaknya
para sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam pertempuran riddah tersebut.
Keadaan ini menyebabkan Umar bin Khattab mengusulkan agar Khalifah Abu
Bakar melakukan pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an guna menjaga Al-
Qur’an agar tidak hilnag bersamaan dengan gugurnya para huffazh di medan
pertempuran.
Setelah berhasil meyakinkan Abu Bakar bahwa pengumpulan Al-Qur’an
akan sangat bermanfaat bagi keutuhan Al-Qur’an sendiri. Akhirnya, Abu Bakar
menugaskan Zaid bin Tsabit untuk memimpin pengumpulan Al-Qur’an. Zaid
ditunjuk karena ia pemuda yang cerdas dan berpengalaman mencatat ayat-ayat
Al-Qur’an. Zaid bin Tsabit dapat melaksanakan tugas tersebut dengan baik.
Ketika Abu Bakar menjabat sebagai khalifah pertama, ia berusaha
mewujudkan keinginan dalam upaya memperluas wilayah kekuasaan Islam ke
daerah Syiria. Ketika itu Syiria berada di bawah kekuasaan Romawi pimpinan
Kaisar Heraklius. Sebenarnya pengembangan Islam ke Syiria ini telah dimulai
sejak Nabi akan wafat, di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Namun terhenti
karena pasukan Islam mendengar berita tentang wafatnya nabi Muhammad
SAW.. Kemudian dilanjutkan kembali pada masa pemerintahan Abu Bakar.
2. Substansi dan Strategi Dakwah Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khattab menjadi khalifah selama 10 tahun, sejak 13-23 H/634-
644 M. Umar bin Khattab menjadi khalifah atas dasar aklamasi atau penunjukkan
langsung yang dilakukan oleh khalifah sebelumnya. Umar merupakan sosok
tegas, rendah hati, tawadhu', berwibawa, berani. Setelah pembai’atannya, Umar
bin Khattab berpidato:
“Aku telah dipilih menjadi khalifah. Kerendahan hati Abu Bakar sejalan
dengan jiwanya yang terbaik diantara kalian, dan lebih kuat diantara
kalian, serta lebih mampu memikul urusan-urusan kalian yang berat. Aku
diangkat menjadi khalifah, tidak sama dengan beliau. Seandainya aku tahu
5
ada orang yang lebih kuat untuk memikul jabatan ini dari padaku, maka
aku lebih memilih memberikan leherku untuk dipenggal daripada memikul
jabatan ini.”
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, usaha pengembangan Wilayah
Islam terus dilanjutkan. Kemenangan dalam perang Yarmuk pada masa Abu
Bakar, membuka jalan bagi Umar untuk menggiatkan lagi usahanya. Dalam
pertempuran di Ajnadin tahun 16 H/636 M, tentara Romawi dapat dikalahkan.
Selanjutnya beberapa kota di pesisir Syiria dan Pelestina, seperti Jaffa, Gizar,
Ramla, Typus, Uka (Acre), Askalon dan Beirut dapat ditundukkan pada tahun 18
H/638 M dengan diserahkan sendiri oleh Patrik kepada Umar bin Khattab.
Khalifah Umar bin Khattab melanjutkan perluasa dan pengembangan
wilayah Islam ke Persia yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar.
Pasukan Islam yang menuju Persia ini berada di bawah pimpinan panglima Saad
bin Abi Waqas. Dalam perkembangna berikutnya, berturut-turut dapat ditaklukan
beberapa kota, seperti kadisia tahun 16 H/636M, kota Jalula tahun 17 H/638 M.
Madain tahun 18 H / 639 M dan Nahawand tahun 21 H / 642 M.
Khalifah Umar bin Khattab juga mengembangkan kekuasaan Islam ke
Mesir. Pada saat itu penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang
mengalami penganiayaan dari bangsa Romawi dan sangat mengaharapkan
bantuan dari orang-orang Islam. Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan
Palestina, Khalifah Umar bin Khattab memberangkatkan pasukannya yang
berjumlah 4000 orang menuju Mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash. Sasaran
pertama adalah menghancurkan pintu gerbang al Arisy, lalu berturut-turut al
Farma, bilbis, tendonius (Ummu Dunain), Ain Sams, dan juga berhasil merebut
benteng babil dan Iskandariyah.
Di antara jasa dan peninggalan Umar bin Khattab selama ia menjabat
khalifah adalah menertibkan pemerintahan dengan mengeluarkan undang-undang.
Diadakan kebijakan peraturan perundangan mengenai ketertiban pasar, ukuran
dalam jual beli, mengatur kebersihan jalan dan lain-lain. Khalifah Umar bin
Khattab juga membagi daerah menjadi beberapa daerah pemerintahan, yaitu
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Khalifah bertindak sebagai
pemimpin pemerintahan pusat, sedangkan di daerah dipegang oleh para gubernur
yang membantu tugas pemerintahan khalifah di daerah-daerah. Selain itu,
Khalifah Umar bin Khattab juga membentuk beberapa dewan, di antarannya
Dewan Perbendaharaan Negara, dan Dewan Militer. Ia juga membentuk utusan
kehakiman, di mana hakim yang terkenal pada waktu itu adalah Ali bin Abi
Thalib.
3. Substansi dan Strategi Dakwah Khalifah Utsman bin Affan
Utsman bin Affan menjadi khalifah selama 12 tahun, sejak 23-35 H/644-
656 M. Utsman bin Affan terpilih sebagai khalifah melalui hasil musyawarah
dewan syuro yang dibentuk oleh Khalifah Umar bin Khattab sebelum wafatnya.
Beliau merupakan sosok penyabar, lembut, pemalu, dan dermawan. Pada saat
pembaiatan dirinya sebagai khalifah, Utsman bin Affan menyampaikan
pidatonya:
“Sesungguhnya kalian berada di tempat sementara, dan perjalanan hidup
kalian pun hanya untuk menghabiskan umur yang tersisa. Bergegaslah
sedapat mungkin kepada kebaikan sebelum ajal datang menjemput.
Sungguh ajal tidak pernah sungkan datang sembarangan waktu dan
keadaan, baik siang maupun malam. Ingatlah sesungguhnya dunia penuh
dengan tipu daya. Jangan kalian terpedaya oleh kemilau dunia dan
6
janganlah kalian sekali-kali melakukan tipu daya kepada Allah.
Sesungguhnya Allah tidak pernah lalai dan melalaikan kalian.”
Pada masa khalifah Utsman terdapat juga beberapa upaya perluasan daerah
kekuasaan Islam di antaranya adalah melanjutkan usaha penaklukan Persia. Ke-
mudian Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan
Islam tersebut lebih lancar lagi setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu
daerah di seberang laut ditaklukanya, antara lain wilayah Asia Kecil, pesisir Laut
Hitam, pulau Cyprus, Rhodes, Tunisia dan Nubia.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan terjadi perselisihan di tengah
kaum muslimin perihal cara membaca Al-Qur’an (qiraat). Karena perselisihan ini,
hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi ini dilporkan oleh Hudzaifah al
Yamani kepada Khalifah Utsman. Menanggapai laporan tersebut, Khalifah
Usman memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an. Cara
baca inilah yang akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan
demikian, perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari.
Pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan
kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman sangat
berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut
(diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada
tahun 35 H/655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdir dari
orang-orang yang kecewa itu.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa Utsman tidak ada
kegiatan-kegiatan yang penting. Utsman berjasa membangun bendungan untuk
menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia
juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas
masjid Nabi di Madinah. Pada masa pemerintahanya juga pasukan angkatan laut
pertama kali dibentuk.
4. Substansi dan Strategi Dakwah Khalifah Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah selama 5 tahun, sejak 35-40 H/656-661
M. Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah di tengah suasana pemerintahan yang
kacau akibat terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak. Ia
merupakan sosok tangkas, tegas, teguh pendirian dan pemberani. Selain itu,
Khalifah Ali juga merupakan sosok cerdas. Ia merupakan tempat para sahabat
bertanya tentang berbagai hal. Ia juga dipandang sebagai peletak dasar ilmu
bahasa Arab (Nahwu). Ketika ia menerima bai’at sebagai khalifah, Ali bin Abi
Thalib berpidato:
“Wahai manusia, kamu telah membaiat saya sebagaimana yang telah
kamu lakukan terhadap khalifah-khalifah yang dulu daripada saya. Saya
hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi, jika pilihan
telah jatuh, penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat, teguh, dan
rakyat harus tunduk dan patuh. Bai’at terhadap diri saya ini adalah
bai’at yang merata dan umum. Barang siapa yang mangkir darinya,
terpisahlah dia dari agama Islam.”
Selama masa pemerintahannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib menghadapi
berbagai pergolakan. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para
gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-
pemberontakan terjadi dikarenakan keteledoran mereka. Ali juga menarik
kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan
hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi

7
pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan oleh
Umar bin Khattab.
Setelah kebijakan tersebut diterapkan, Ali bin Abi Thalib menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau
menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah
Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali
menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar
keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara tersebut secara damai.
Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun
terjadi. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Perang Unta), karena
Aisyah dalam pertempuran ini menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan
lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri,
sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijasanaan Ali juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus yaitu
Muawiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan
pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju
Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan
Muawiyah di Siffin. Pertempuran tersebut dikenal dengan nama perang Siffin.
Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tetapi tahkim ternyata tidak
menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga yaitu
Khawarij, artinya orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya di ujung
masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik, yaitu Muawiyah, Syi’ah (pengikut) Ali dan Khawarij atau
orang-orang yang keluar dari barisan Ali.
Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij
menyebabkan tentaranya semakin melemah, sementara posisi Muawiyah
semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh
salah satu anggota kelompok Khawarij yakni Ibnu Muljam.

V. Sumber/Referensi
 Buku SKI Kurikulum 2013 Kelas X MA
 Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, cet. 10,
2008.
 Ali Sodiqin, dkk. Sejarah Peradaban Islam Dari Klasik Hingga Modern.
Yogyakarta: LESFI, 2002.
 Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH, cet. 4, 2014.
 Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2003.
 Bahroin Suryantara. Sejarah Kebudayaan Islam Kelas X MA. Bogor:
Yudhistira, 2015.
 eprints.walisongo.ac.id>skripsiFDK-mr-hasronghisamsa-metode-dakwah-
khalifah-abu-bakar-asshiddiq diakses pada tanggal 21 Januari 2019 pukul 02.00
WITA

Anda mungkin juga menyukai