Anda di halaman 1dari 56

TERAPI PERIODONTAL REGENERATIF

Pendahuluan

Kemajuan dalam pemahaman biologi tentang teknologi


penyembuhan luka dan regenerasi periodontal diterapkan untuk
memperbaiki hasil klinis gigi jangka-panjang untuk mengatasi gangguan
periodotal pada daerah infrabony yang rusak akibat serangan radikuler.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi terbentuknya saku, dengan
melakukan perbaikan pada bagian perlekatan yang hancur. Selain itu
terapi ini juga bertujuan membatasi resesi dari margin gingiva. Pada
regenerasi periodontal umumnya dipilih untuk memperoleh (1)
peningkatan perlekatan periodontal sekaligus menghindari terjadinya
keparahan daerah infrabony, (2) mengurangi ketebalan saku disepanajng
daerah yang terlibat , (3) pencegahan dan pengurangan kemungkinan
terjadinya kerusakan pada daerah horizontal dan vertikal. Pendekatan
yang dilakukan saat ini, tetap menggunakan teknik dan uji klinis sensitif
yang membutuhkan penerapan strategi diagnostik dan pengobatan yang
teliti.

Klasifikasi dan Diagnosis Kerusakan tulang periodontal

Pada daerah periondontal spesifik dimana daerah yang terlibat


sangat erat kaitannya dengan prognosis jangka panjang terhadap gigi
dengan ditimbulnya tiga jenis kerusakan yaitu, pada daerah suprabony
(atau horizontal), infrabony (atau vertikal), dan kerusakan pada daerah
antar-radikuler (atau pencabangan).

Menurut pengklasifikasian yang ditetapkan oleh Goldman dan


Cohen (1958), kerusakan suprabony adalah kerusakan dimana adanya
saku yang terletak pada daerah koronal hingga puncak alveolar.
Kerusakan Infrabony, di sisi lain, juga mengenai lokasi apikal dari dasar
saku sehubungan dengan adanya sisa alveolar. Bagian ini tidak
berhubungan dengan kerusakan suprabony. Berkenaan dengan
kerusakan infrabony, dua jenis kerusakan dapat dikenali: yaitu kerusakan
infrabony atas dan kawah. Kerusakan Infrabony adalah kerusakan tulang
pada bagian-bagian infrabony yang mana kerusakan ini mempengaruhi
satu gigi yang terlibat, sementara pada bagian yang mengalami kerusakan
tersebut mempengaruhi dua permukaan akar yang berdekatan dengan
tingkat yang sama. Kerusakan Infrabony (Gbr. 43-1) telah dikelompokkan
sesuai dengan morfologi jenis kerusakannya akibat yang ditimbulkannya
yaitu sisa tulang dinding, lebar kerusakan (atau sudut radiografi), dan
dalam hal perpanjangan topografi kerusakan di sekitar gigi. Kerusakan
pada Tiga-dinding, dua-dinding, atau bahkan satu-kesatuan kerusakan
pada gigi yang menyebabkan tinggal sisa tulang alveolar pada dinding
gigi. Ini merupakan sistem klasifikasi primer. Seringkali, kerusakan
anatomi infrabony muncul sangat rumit yang terdiri dari tiga komponen
kerusakan dinding yaitu kerusakan pada bagian apikal dan kerusakan
pada satu dinding atau dua dinding bagian dari daerah dimana
terbentuknya saku periodontal. Kerusakan Hemiseptal, yaitu kerusakan
vertikal di bagian akar yang berdekatan dan di mana setengah dari
septum ini berada pada satu gigi, merupakan kasus khusus dari
kerusakan sebuah dinding gigi. Beberapa penulis juga menggunakan
istilah deskriptif untuk menentukan karakteristik morfologi khusus:-
berbentuk kerusakan yang menyerupai kerucut, seperti kerusakan pada
bagian gigi, dan lain-lain. Yang menarik adalah kerusakan morfologi pada
bagian kawah (Gbr. 43-1). Hal ini didefinisikan adanya kerusakan berupa
terbentuknya saku seperti cekungan pada daerah tulang alveolar
interdental dengan dimana akibat dari pembentukan saku ini
menyebabkan hilangnya jumlah tulang yang hampir sama pada bagian
akar kedua gigi disbelahnya dan hilangnya perlekatan pada posisi koronal
serta lingual alveolar crest dan bukal. Pada daerah lingua wajah
/kerusakan dinding mungkin berisfat palatal dimana kerusakan
menyebabkan tinggi gigi yang tidak sama. Kerusakan ini dapat dianggap
sebagai hasil dari penyebaran periodontitis apikal disepanjang akar dari
dua gigi yang berdekatan didalam interproksimal sempit (daerah
mesiodistally). Khususnya, semua definisi di atas tidak didasarkan pada
penilaian radiografi tetapi pada penilaian morfologi dari kerusakan yang
diamati setelah dilakukan elevasi pembukaan flap. Adanya kondisi ini
yang diikuti dengan resorpsi patologis tulang pada pencabangan dari
berbagai akar gigi, didefinisikan sebagai serangan yang mengenai daerah
furkasi, juga termasuk dalam kelompok kerusakan tulang periodontal;
Dalam hal ini pembaca biasanya juga menyebutnya seperti pada Bab 39
yaitu masalah yang berkaitan dengan terganggunya kondisi anatomi gigi
dan klasifikasi furkasi.

Dilakukannya diagnosis dan kajian morfologi atas kerusakan


tulang pada jaringan periodontal merupakan tantangan klinis utama. Hal
ini terutama dilakukan untuk menggabungkan informasi klinis yang
berasal dari evaluasi tingkat perlekatan dengan informasi yang diperoleh
dari hasil teknik diagnostik yang berkualitas yang erat hubungannya
dengan temuan radiograf intraoral. Pengetahuan yang tepat dari anatomi
akar dan variasinya juga merupakan komponen penting untuk diagnosis
kerusakan tulang periodontal dan kerusakan antar-radikuler khususnya.
kualitas diagnostik radiografi memberikan informasi tambahan tentang
morfologi dari resorpsi tulang alveolar. Dalam konteks ini, interpretasi
gambar radiografi dari septum interdental sangat rumit karena radiograf
menyediakan ilustrasi dua dimensi dari anatomi tiga dimensi yang terdiri
dari struktur termasuk zat keras gigi yiatu tulang alveolar, dan jaringan
lunak. Hal ini semakin terlihat sangat kompleks pada keadaan struktur
gigi yang divisualisasikan dimana terdapat sejumlah kerusakan jaringan
yang harus ditangani terlebih dahulu sebelum dilakukan deteksi
radiografi, selain itu masalah kambuhnya kerusakan ini juga dikaitkan
dengan kemungkinan timbulnya lesi pada tulang. Selanjutnya terhadap
terbentuknya lesi lebih lanjut, dapat berkaitan dengan adanya tumpang
tindih struktur. Oleh karena itu umumnya dokter gigi menyatakan
bahwa diagnosis radiografi memiliki AJ prediktabilitas positif (yaitu,
visualisasi lesi memang ada) tetapi prediktibilitas negatif rendah (yaitu,
tidak adanya kerugian yang dapat dideteksi secara radiografi pada tulang
terkecuali sulitnya melakukan diagnosa pada tulang.

Gambar. 43-1 kerusakan lnfrabony. (a) kerusakan satu dinding


intrabony. (b) kerusakan dua-dinding Infrabony. (c) kerusakan tiga
dinding infrabony. d) kerusakan pada kawah interproksimal. Dari
Papapanou & Tonetti (2000).

Perlekatan secara klinis, di sisi lain adalah alat diagnostik yang


sangat sensitif; kombinasi dengan radiografi, yang dapat dilakukan dan
memberikan pengaruh pada terjadinya peningkatan akurasi yang lebih
tinggi dalam membuat suatu pendekatan diagnostik (Tonetti et al, 1993b).
Secara khusus, lokasi perbandingan terhadap keropos tulang secara
radiografi dengan kehilangan perlekatan klinis akan menyebabkan dokter
berspekulasi dengan kodisi ini apakah menebak akan melakukan
pengambilan morfologi yang baik, walau bagaimanapun, upaya ini hanya
dapat dibentuk setelah dilakukan elevasi flap. Deteksi kerusakan, lokasi
dan ekstensi, bersama dengan morfologi besar bagiannya, harus
dilakukan sebelum elevasi flap. Sebuah bantuan lebih lanjut dapat
digunakan untuk mencapai tujuan ini yaitu penggunaan alat transgingival
untuk penyelidikan pada darah telinga atau tulang pendengaran.

Indikasi Klinis

Perawatan periodontal, baik bedah atau non-bedah,


mengakibatkan resesi pada daerah margin gingiva setelah penyembuhan
(Isidor et al 1984). Dalam kasus periodontitis lanjut, ini dapat
mengakibatkan penurunan estetika di daerah anterior gigi, khususnya
ketika menerapkan prosedur bedah, termasuk kontur tulang, untuk
mengatasi kerusakan tulang. Pengobatan kasus tersebut tanpa kontur
tulang dapat mengakibatkan sisa pembersihan pada saku yang sulit
diakses setelah pengobatan maupun selama pemeliharaan setelah
pengobatan. Masalah ini dapat dihindari atau dikurangi dengan
menerapkan prosedure bedah regeneratif dimana kondisi perlekatan
periodontal dapat diatasi dari kerusakan tulang melalui pemulihan.
Dengan demikian, indikasi menerapkan terapi periodontal regeneratif
sering didasarkan pada pertimbangan estetika, selain pertimbangan pada
fungsi dan prognosis hasil pengobatan jangka panjang.

Indikasi lainnya untuk terapi regeneratif adalah pada daerah


furkasi periodontal gigi yang terlibat. Daerah furkasi adalah bagian yang
lunak yang sulit diakses menggunakan instrumentasi dan sering
ditemukan adanya cekungan pada akar dan alur yang membuat
pembersihan pada daerah tersebut setelah operasi sulit dilakukan.
Mengingat jangka panjang dan komplikasi yang dilaporkan setelah
dilakukan pengobatan pada daerah furkasi dengan terapi resective
(Hamp;. 1975 Bilhler 1988), prognosis jangka panjang-yang
mempengaruhi furkasi gigi dapat ditingkatkan melalui keberhasilan
terapi periodontal regeneratif.

Laporan kasus mengenai masalah ini juga memperlihatkan


terjadinya kerusakan gigi yang diikuti dengan kerusakan vertikal yang
dalam, terganggunya mobilitas gigi dan furkasi, semuanya bisa diobati
dengan terapi periodontal regeneratif (Gottlow: 1986.). Namun pada uji
klinis atau serangkaian laporan kasus menyajikan prediktabilitas yang
wajar terhadap perlakuan terapi ini yang sebelumnya tidak ada.

Efek jangka panjang dan Manfaat Regenerasi

Sebuah pertanyaan penting berkenaan dengan pengobatan


regeneratif adalah apakah hasil terapi dapat memberikan keuntungan
pada perlekatan yang ingin dicapai atau yang ingin dipertahankan untuk
jangka waktu yang panjang. Pada peneitian jangka panjang berikutnya,
Gottlow et al (1992) menilai stabilitas perlekatan baru diperoleh melalui
prosedur stimulasi regenerasi jaringan (GTR). Delapan puluh lokasi yang
dilakukan pada 39 pasien, 6 bulan setelah operasi diperlihatkan
keuntungan peningkatan perlekatan klinis dari 2 mm (2-7 mm), yang
diamati selama periode terapi lebih kurang 1 hingga 5 tahun. Dari 80
lokasi, 65 dipantau selama 2 tahun, 40 selama 3 tahun, 17 selama 4 tahun,
dan 9 situs selama 5 tahun. Hasil kajian ini dan temuan pada orang-orang
yang diteliti menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan keuntungan
perlekatan yang dapat diperoleh setelah pengobatan GTR dan dapat
mempertahankan prosesus jangka panjang (Becker & Becker 1993;
McClain & Schallhom 1993).

Sebuah penelitian mengenai kerusakan intrabony menunjukkan


bahwa stabilitas situs yang diobati dengan GTR tergantung pada
partisipasi pasien dalam program ini, dan tidak adanya plak bakteri,
perdarahan yang ditemukan dari penelitian yang dilakukan, dan
terjadinya infeksi rekuren dari bagian yang diobati berhubungan dengan
penyakit periodontal ( Cortellini et al. 1994). Kerentanan penyakit ini
untuk kambuh di lokasi yang diobati akibat terjadi karena hambatan
biologis non-membran dinilai selama penelitian memperlihatkan
perbandingan perubahan jangka panjang terhadap perlekatan baik
terhadap regenerasi maupun non-regenerasi situs pada pasien yang sama
(Cortellini et 1996a).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada tingkat koordinasi


yang tinggi dalam hasil klinis (stabilitas dengan terulangnya kehilangan
perlekatan) pada pasien yang sama yang menunjukkan adanya pengaruh
dari faktor pasien, bukan faktor bagian yang terkena, termasuk spesifikasi
dari jenis penyembuhan histologis terhadap luka yang diharapkan, yang
berhubungan dengan kekambuhan penyakit. Diantara faktor-faktor
pasien tersebut, yang diamati adalah faktor kebersihan mulut, kebiasaan
merokok, dan kerentanan terhadap perkembangan penyakit periodontal
dari terganggunya stabilitas pada bagian yang diobati.

Dukungan dari terapi ini untuk dampak penyembuhan secara


histologis berasal dari studi eksperimental. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan pada seeokor monyet (Kostopoulos & Karring 1994), kerusakan
periodontal disebabkan oleh retensi elastis ortodonsi pada gigi dimana
dalam uji eksperimen yang dilakukan diketahui terjadinya kerusakan
pada tulang lebih kurang 50%. Percobaan perawatan gigi dengan terapi
endodontik dan menjalani operasi flap, bertujuan melakukan pemulihan
semua jaringan granulasi yang telah dibuang. Mahkota dari gigi merekah
yang mengakibatkan rusaknya cemento enamel junction dan terbentuknya
membran penghalang yang menutupi akar. Pada saat yang sama gigi
lateral yang berfungsi sebagai kontrol dirawat secara endodontik dan
menjalani operasi ketika mahkota rusak dimana mengganggu daerah
perekat pada sendi enamel. Mahkota komposit buatan kemudian
ditempatkan dan akar harus selalu dikontrol. Bagian tersebut
memungkinkan untuk disembuhkan selama 3 bulan dengan upaya
penanganan plak.

Setelah dilakukan pengamatan selama 6 bulan, hewan-hewan uji


ini pun dikorbankan. Sehubungan dengan tingkat perlekatan, tingkat
kerusakan tulang, kedalaman saku, dan resesi gingiva, hasil yang serupa
juga dicatat pada spesimen histologi baik hasil eksperimen (Gambar 43-2)
maupun uji kontrol (Gambar 43-3) pada gigi. Hal ini menunjukkan bahwa
jaringan perlekatan baru terbentuk dengan GTR lebih rentan terhadap
periodontitis dibandingkan dengan periodonsium yang terbentuk secara
alami.
Gambar. 43.2 contoh uji microphotograph dengan perlekatan jaringan
ikat yang berubah. Setelah 6 bulan akibat ligature terjadilah periodontitis
dan kehilangan perlekatan telah terjadi dari permukaan akar dan bagian
koronal seperti yang ditunjukkan anak panah.

Gambar. 43-3 kontrol spesimen dengan microphotograph terhadap


periodonsium alami. Setelah 6 bulan ligature digunakan-periodontitis
diinduksi, terlihat kehilangan perlekatan dari permukaan gigi pada
koronal seperti yang ditunjukkan oleh panah.

Beberapa penelitian mengevaluasi prognosis jangka panjang terhadap


kerusakan pada daerah furkasi yang diobati dengan terapi regeneratif.
Kerusakan mandibula dan pada daerah furkasi derajat II, berikut posisi
flap koronal dan bagian akar dan tanpa implantasi demineralisasi
allografts tulang beku-kering (DFDBA), ditentukan melalui uji pengisian
tulang dengan operasi. Kembali dievaluasi setelah 4-5 tahun (Haney et a,
1997) ketika 12 dari 16 bagian yang diperlihatkan mengalami furkasi
berulang derajat II dan keseluruhan 16 bagian tersebut menunjukkan
kemungkinan terjadinya kerusakan pada daerah furkasi bagian bukal.
Para peneliti menyimpulkan bahwa temuan ini mempertanyakan
stabilitas regenerasi tulang jangka panjang pada furkasi yang mengikuti
prosedur flap korona.

Stabilitas regenerasi jangka panjang terhadap kerusakan pada


bagian furkasi mandibula melalui proses GTR atau dalam kombinasi
dengan permukaan modifikasi akar dengan asam sitrat dan cangkok
tulang, juga dievaluasi oleh McClain dan Schallborn (1993). Dari 57%
kerusakan yang terjadi pada pencabangan yang dievaluasi, diisi pada 6
dan 12 bulan terapi, hanya 29% yang terisi penuh setelah menjalani 4-6
tahun terapi. Namun, 74% dari pencabangan yang diobati dengan GTR
dengan penempatan DFDBA untuk pengisian jangka panjang dan
evaluasi singkat, menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dengan
prosedur gabungan ini lebih stabil atas hasil prosedur GTR jangka
panjang terhadap Perlakuan furkasi mandibula derajat II dengan
membran PTFE-e juga dilaporkan oleh Machtei (1996). Gigi kemudian
diobservasi sampai dengan 4 tahun terapi dan dibandingkan dengan
geraham yang normal. Analisis Perbaikan ini dilakukan pada arah
vertikal (V-CAL) dan horisontal (H-CAL) tingkat perlekatan klinis
dievaluasi setelah pengobatan dan terapi juga dilakukan hingga 4 tahun,
menunjukkan bahwa perubahan yang diperoleh dari kerusakan lesi
percabangan derajat II oleh GTR adalah 9% dari kerusakan perlakuan
yang tidak stabil, mirip dengan yang diamati pada molar normal.
Kebersihan mulut yang baik, sebagaimana tercermin dalam skor plak
rendah dan hilangnya patogen periodontal, ini terkait juga dengan
stabilitas jangka panjang. Berdasarkan hasil ini, disimpulkan bahwa
kerusakan pada bagian furkasi yang diperlakukan secara cepat pada
membran dapat mempertahankan kondisi kesehatan gigi minimal 4
tahun, asalkan kebersihan mulut dapat terjaga dengan baik dan
melakukan kunjungan sesuai dengan yang dianjurkan.

Secara ringkas, beberapa studi klinis menyikapi efek jangka


panjang menunjukkan regenerasi periodontal, jika pasien dalam
perawatan periodontal untuk mendukung program terapi ini dapat
dilakukan dengan menjaga kebersihan mulut secara baik, maka regeenrasi
perlekatan dapat dipertahankan untuk jangka panjang (et al. 1992 ;
MacClam & Schallhom 1993; Cortelini et al. 1994, 1996a; Machtei et al.
1996; Christgau et al 1997; Eickholz: et al; Sculean et al 2006 1997.) Faktor
risiko terhadap perlekatan adalah kerusakan bila pasien tidak patuh
melakukan terapi periodontal, buruknya kepatuhan pasien menjalan
terapi periodontal dan kurngnya menjaga kebersihan mulut, seperti terus
merokok maka reaksi yang baik diharapkan sulit untuk dicapai (Cortellini
et.; A! 1996a Cortellini & Tonetti, 2004)

Beberapa penelitian telah melihat efek jangka panjang terhadap


kelangsungan hidup regenerasin jaringan periodontal gigi. Cortellini dan
Tonetti (2004) melakukan analisis Kaplan Mayer terhadap eksistensi gigi
setelah pengobatan regeneratif periodontal yang dilakuan pada sampel
yaitu 175 pasien yang ditindaklanjuti selama 2-16 tahun (rata-rata 8 ± 3,4
tahun) dalam lingkungan spesialis, Dalam studi ini 96% dari gigi yang
diobati dengan regenerasi periodontal dapat disembuhkan. Yang menarik
adalah pengamatan bahwa kehilangan gigi yang diamati hanya antara
32% pada populasi perokok (eksistensi gigi mampu mencapai 89% di
antara para perokok dan 100% pada mereka yang tidak merokok).
Tingkat Perlekatan jaringan secara klinis terletak pada derajat yang sama
atau 92% kasus koronal dapat dipertahakan selama pra-perawatan sampai
dengan 15 tahun setelah pengobatan (Tabel 43-1, Gambar. 434).

Manfaat secara klinis regenerasi periodontal dapat menjadi baik hal


ini dapat dlihat dari gambaran pada serangkaian kasus yang diamati
secara berturut-turut. Perawatan dilakukan bila tetap terjadi kerusakan
infrabony yang menyebabkan terjadinya saku yang dalam. Hal ini
tentunya mebutuhkan terapi lebih lanjut hingga 8 tahun setelah
pengobatan regeneratif (Tonetti al eta;. 1996a Cortelini et al). 1998. Pada
semua kasus, regenerasi peridontal dengan membran penghalang mampu
untuk mengubah prognosis klinis 20% dan mendukung regenerasi tulang
dan pengurangan kedalaman saku dengan mengatasi kedalaman saku
telah yang diobati. Hasil ini tetap stabil selama masa follow up dilakukan
(Figure. 43-5). Manfaat yang sama baru-baru ini dilaporkan bahwa
penggunaan barier membran (membran penghalang) merupakan terapi
kombinasi tulang allograft yang didemineralisasikan) pada gigi yang
terganggu akibat terjadinya lesi furkasi derajat II (Bowers et A!:. 2003) 92%
dari kerusakan derajat II apakah telah menyebabkan terjadinya perubahan
menjadi derajat I dan dengan demikian menurunkan risiko kehilangan
gigi selama 1 tahun setelah terapi dilakukan (McGuire & Nunn 1996a, b).
Keterbatasan dari resesi margin gingiva yang diamati dalam uji
klinis terkontrol ini dapat dibandingkan dari hasil pengobatan bedah
regeneratif dan non regeneratif yang keduanya memberikan manfaat
penting.

Bukti klinis dan Keberhasilan

Pertanyaan efikasi berhubungan dengan manfaat tambahan dari


pengobatan dalam kondisi percobaan yang ideal (seperti orang-orang dari
pusat penelitian dengan mengendalikan kondisi lingkungan). Efektivitas
atau keberhasilan, adalah sisi lain, yang berkaitan dengan manfaat yang
dapat dicapai dari lingkungan klinis rutin yang diberikan di mana
prosedur pengobatan yang dilakukan dapat memberikan pemulihan atau
efek samping. Selain pertimbangan efisiensi, bukti atas keberhasilan dan
efektivitas ini harus ada dalam rangka memberikan dukungan perleketan
baru teknik ini dalam praktek klinis.

Efektivitas klinis dari prosedur regeneratif periodontal telah


banyak dievaluasi dalam uji klinis secara acak dengan membandingkan
prosedur regeneratif dengan pendekatan standar.

Untuk membatasi sampel dan lama studi, uji coba ini telah
memanfaatkan hasil pengganti-perlekatan tingkat perubahan klinis,
penurunan kedalaman saku, penutupan lesi furkasi atau pengukuran
radiografi- belum banyak dilakukan selain pengamatan terhadap
perubahan yang terjadi terhadap eksistensi gigi. Pengganti hasil ini,
bagaimanapun, dianggap yang memadai dari hasil yang diwakili oleh
gigi: terbentuknya saku yang damal atau furkasi berhubungan dengan
risiko tinggi gangguan periodontal dan ekstraksi gigi.
Bukti dari studi ini baru-baru diringkas dalam meta-analisis yang
dilakukan pada data yang diambil oleh pengamat secara sistematis dari
literatur yang diterbitkan. Pada tahun 2002 dan 2003, Lokakarya di Eropa
Periodontology dan Lokakarya Emerging Technologies Periodontik
memberikan banyak bukti penilaian sistematis untuk teknologi yang
tersedia saat ini. Ini termasuk penggunaan membran penghalang
(panduan regenerasi jaringan, GTR), penggunaan cangkokan penggantian
tulang, dan penggunaan bahan aktif biologis regeneratif. Bukti klinis
harus ditafsirkan dalam konteks mekanisme biologis dan bukti untuk
regenerasi dibahas dalam Bab 25.

Bukti kemanjuran klinis dari membran penghalang telah dinilai


dalam tinjauan sistematis dan meta analisis yang dilakukan oleh
Needleman. (2002), Jepsen et al. (2002), dan Murphy dan Gunsolley
(2003). Untuk kerusakan intrabony, 26 percobaan dilakukan pada
kerusakan intrabony (Murphy & Gunsolley 2003). Aplikasi membran
penghalang menghasilkan tingkat keuntungan klinis yang menghasilkan
perlekatan tambahan lebih dari 1 mm dibandingkan dengan uji kontrol
pendekatan akses flap (Gbr. 43-6).

Gambar. 43-4 (a, b) rahang gigi atas lateral ketika mengalami kerusakan
intrabony interproksimal pada permukaan mesial. (C) Flap yang muncul
sesuai dengan upaya mempertahankan papilla, dan membran barier
ditempatkan di atas kerusakan (Dengan penempatan flap koronal dan
mempertahankan papilla interdental.). Membran benar-benar tertutup
(e,f) Setelah 6 minggu penyembuhan pasca-operasi membran berangsur
seht, (g) membentuk jaringan baru. (h) kedalaman saku probing 2mm dan
tidak ada resesi pada bagian bukal (i) radiografi dasar ini menunjukkan
radiolusensi mendekati puncak gigi, tapi setelah 1 tahun kerusakan
infrabony dapat teratasi dan beberapa aposisi tulang supracrestal
tampaknya telah terjadi (j). radiograf diambil selama 6 tahun (k) gambar
klinis integritas papilla interdental dengan pemeliharaan optimal dari
nilai estetika (l).
Gambar. 43-5 manfaat klinis dari regenerasi periodontal. Pada bagian
mesial abutment pada jaringan periodontal dengan bridge berukuran 10
mm dikaitkan dengan kerusakan akibat terbentuknya sakut intrabony
seluas 10 mm. Kerusakan meluas pada tiga dari empat permukaan gigi.
Sebuah membran penghalang diposisikan dan dipertahankan di sekitar
akar gigi (e). Penutupan dengan jahitan internal dilakukan (f) upaya
mempertahankan selama masa penyembuhan. Selama 1 tahun,
periodontal diamati yang memperlihatkan penanganan saku (3mm) (g)
dan resolusi lengkap dari kerusakan akibat saku. Hasil stabilitas klinis
dan radiografi diilustrasikan 8 tahun setelah terapi regeneratif (i, j):
stabilitas margin gingiva, saku yang dangkal, estetika yang baik, dan
dukungan periodontal baik untuk abutment yang jelas.

Untuk kerusakan lesi furkasi derajat II, 15 uji kontol dengan 376
gigi yang terlibat, (Murphy & Gunsolley 2003). Aplikasi membran
menghasilkan (kedalaman pencabangan keterlibatan klinis) tingkat
vertikal perlekatan tambahan (Gbr. 43-7).
Data ini, bagaimanapun, belum adanya bukti keberhasilan sebagai
kemungkinan yang timbul dari kecenderungan yang mungkin dilaporan
dari hasil studi ini dengan hasil positif yang tidak bisa dikesampingkan.
Ini dilakukan dalam lingkungan praktek swasta untuk menilai manfaat
umum dari pengaturan spesifik (efektivitas) Hasil besar dari pusat studi
menghasilkan aturan untuk pengaturan praktek swasta terkait dengan
terapi ini (Tonetti eta,. 1998 2004b, cortellini et al, 2001)

Hasil temuan ini mendukung keuntungan tambahan dari membran


dalam meningkatkan tingkat secara perlekatan klinis pada kerusakan
intrabony dan dengan demikian keberhasilan mereka dapat dicapai.
Masih sedikit bukti mengenai terapi kombinasi ini (cangkok pengganti
tulang dan selaput hambatan/barier membran) kerusakan pada bagian
furkasi (Bowers pada tahun 2003.).
Keberhasilan penggantian bahan cangkok tulang telah dinilai
dalam dua tinjauan sistematik Abel et al 2002; Reynolds et al 2003).
Seperti dua tinjauan sistematik yang digunakan sebagai kriteria secara
signifikan untuk membandingkan hasil studi, hasil ini tidak sepenuhnya
benar. Trombeli et al (2002), yang juga melakukan penelitian pada tingkat
perlekatan klinis juga mendapatkan perubahan dan menyimpulkan
bahwa ada bukti yang belum cukup untuk mendukung penggunaan
bahan pengganti klinis cangkok tulang dalam mengatasi kerusakan
intrabony, karena (1) terdapat perbedaan yang nyata secara heterogen
yang ditemukan dari hasil penelitian (2) pengaruh ukuran yang kecil (3)
adanya perbedaan yang memungkinkan penyatuan hasil selalu berbeda
sehingga menyulitkan penyatuan hasil yang diperoleh dengan bahan
yang berbeda. Dalam meta analisis lainnya untuk kerusakan infrabony,
pada 27 uji kontrol dengan 797 kerusakan intrabony dan 27 uji kontrol
dengan 797 kerusakan intrabony (Reynold et al 2003). Cangkok tulang
menghasilkan tingkat keuntungan klinis terhadap penambahan
perlekatan sebesar 0,5 mm dibandingkan dengan flap pada uji kontrol
(Gambar 43-8). Semakin besar keuntungan yang diperoleh dari
penambahan perlekatan akan semakin besar penggantian tulang dari
jaringan (tulang mengisi atau resolusi kerusakan) yang digunakan sebagai
ukuran hasil penelitian.

Untuk kerusakan pada bagian furkasi, kurangnya perbandingan


yang konsisten yang tidak memungkinkan penilaian menjadi bermanfaat
dari penggunaan penggantian tulang yang dicangkokan.(Reynolds et al
2003). Tidak ada percobaan yang memberikan dukungan definitif untuk
keberhasilan atau efektivitas dari penggunaan cangkokan untuk
pengganti tulang.

Bukti kemanjuran klinis dari terapi regeneratif dengan bahan aktif


biologis telah diringkas dalam meta analisis hanya untuk turunan matriks
enamel (Trombeli et al 2003. 2002, Giannobile & Somerman) dan hanya
untuk aplikasi untuk mengatasi kerusakan infrabony. Hasil dari delapan
penelitian termasuk 444 kerusakan telah menunjukkan bahwa derivat
matriks enamel memberikan keuntungan tambahan terhadap kekuatan
perlekatan 0,75 mm secara klinis (Gambar 43-9) data ini telah sesuai
dengan yang dimaksud dari praktek multicenter sebelumnya berdasarkan
percobaan yang menunjukkan keberhasilan derivatif matriks enamel yang
baik dalam mengatasi kerusakan intrabony (Tonetti et al 2002).

Faktor Pasien dan Prognosis Kerusakan


Hasilnya dilaporkan dalam Tabel 43-2 menunjukkan bahwa
perbaikan klinis bahwa operasi flap dapat diperoleh dengan
memperlakukan kerusakan intrabony dengan GTR, tetapi mereka juga
menyarankan variabel yang besar dalam hasil klinis pada berbagai studi
yang ada. Selain itu terlihat dari hasil resolusi komponen infrabony yang
lengkap dari penanganan kerusakan yang diamati hanya sebagian kecil
bagian yang dapat diatasi. Serangkaian faktor prognostik yang
berhubungan dengan hasil klinis ini diidentifikasi dengan menggunakan
pendekatan multi varians (Tonetti et al,. 1993a, 1995 1996a, Cortellini dkk
1994, Macheti et al 1994, Falk et al 1997) Perhatian difokuskan pada
beberapa faktor pasien yang penting berhubungan faktor kerusakan.
Faktor-faktor Pasien

Infeksi periodontal

Regenerasi Periodontal tidak dilakukan periodontitis, tetapi lebih


merupakan pendekatan untuk regenerasi kerusakan yang telah
dikembangkan sebagai hasil dari perawatan periodontitis. Oleh karena
itu, perawatan periodontal yang tepat harus selalu diselesaikan sebelum
regenerasi periodontal dimulai. Dalam konteks ini, pasien yang
mengalami bagian yang berhubungan dengan terapi periodontal
mendapatkan kepuasan dari hasil pengobatan dokter. Bukti ini
menunjukkan bahwa tingkat kontrol periodontitis, dicapai sebelum
prosedur regeneratif periodontal dimulai, terkait dengan hasil: pemicu
kontrol plak yang buruk, tingginya tingkat kerusakan pada gigi, serta
bakteri atau mikroba patogen yang menyebar semuanya telah dikaitkan
dari penelitian ini tergantung pada pengananan klinis yang buruk (Tonetti
dkk,. suatu, 1995 Cortellini dkk;. 1994 Machtei dkk;. 1994 itz-Mayfield et al
2006.).

Tingkat kontrol plak gigi dilakukan dengan memberikan dosis


penanganan yang seimbang dari efek regenerasi periodontal yang
diharapkan. Keuntungan adanya peningkatan perlekaktan secara klinis
menjadi lebih baik diamati pada pasien yang menjalani uji kontrol optimal
terhadap plak dibandingkan dengan mereka yang tidak menjalani terapi
optimal dan kurangnya kebersihan oral (Cortellini dkk di. Tonetti et. 1995,
1996a). Pasien dengan plak 10% dari permukaan gigi (plak mulut FMPS
penuh) memiliki keuntungan perlekatan klinis daripada yang diamati
pada pasien FMPS> 20% (Tonetti dkk pada tahun 1995.).

Meskipun secara resmi tidak diuji untuk keberhasilan dalam uji


random ini mencapai tingkat kontrol yang tinggi dalam mengatasi plak
dari patogen mikroflora - intervensi oral dan terapi periodontal anti
intensif yang berjalan dengan baik umumnya menjadi perhatian penting.
Lebih lanjut, beberapa bukti penyelidikan prinsip ini yang dilakukan
terhadap pengamatan efek adjunctive dari riwayat kesehatan keluarga dan
riwayat penggunaan antibiotik yang diberikan pada area luka atau
pemakaian derivatnya (Yukna & Sepe 1982; Stavropouloa dkk. Sanders
2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil ini lebih baik dalam
kelompok penggunaan antibiotik. Saat ini, bagaimanapun, tidak ada obat
yang aktif dalam mengatasi antimikroba selain dengan membasminya
menggunakan antibiotika.

Merokok

Sebuah studi retrospektif menemukan bahwa seorang perokok


yang diteliti mengalami gangguan signifikan terhadap hasil terapi
regeneratif yang berbeda dengan temuan pada non-perokok (Tonetti dkk.
1995). Data perbedaan ini menunjukkan bahwa perokok erat kaitannya
dengan berkurangnya tingkat keuntungan dari perlekatan yang
diharapkan. Keuntungan perlekatan dalam Subjek merokok lebih kecil
dari non perolkok yaitu 2,1 ± 1.2mm versus ± 1.9mm yang diamati non
perokok (Toneffi dkk pada tahun 1995.). Setelah itu beberapa penelitian
telah mengkonfirmasi bahwa mereka yang merokok akan mengalami efek
yang lebih besar dibanding yang tidak merokok terutama dari
keuntungan perlekatan klinis.

Meskipun belum ada bukti-bukti formal saat ini, setidaknya hasil


penelitian ini bersifat umum menyatakan bahwa para perokok perlu
menghentikan aktivitas merokoknya selama menjalani perawatan dimulai
dalam waktu yang terkait dengan terapi periodontal dan bahwa pasien
yang tidak dapat menghentikan kebiasaan merokok ini harus diberitahu
tentang kemungkinan hasil yang diperoleh tidak maksimal dan
menghindari merokok selama operasi dan pada masa awal penyembuhan.

Faktor Pasien Lainnya

Faktor ini telah mengemukakan bahwa msih ada faktor pasien


lainnya, seperti usia, genetika, kondisi sistemik atau tingkat stres, yang
dapat berhubungan dengan penanganan regeneratif optimal. Sejauh ini ,
belum ada tindakan yang diperlukan kecuali mempertimbangkan
karakteristik pasien yang merupakan kontraindikasi dari operasi
(misalnya diabetes yang tidak terkontrol atau tidak stabil, atau adanya
riwayat penyakit parah).

Relevansi Klinis terhadap Faktor Pasien

Data yang dibahas di atas menunjukkan bahwa faktor pasien


merupakan peranan penting dalam terapi periodontal regeneratif (Gbr.
43-10). Beberapa faktor tersebut dapat dimodifikasi oleh intervensi yang
sesuai pada beberapa pasien. Intervensi ini harus dilakukan sebelum
terapi regeneratif periodontal dilakukan. Setiap kali modifikasi
dilakukan, hal ini akan semakin sulit, karena dapat menyebabkan hasil
baik.

Faktor Kerusakan

Jenis Kerusakan

Dengan teknologi yang tersedia untuk terapi periodontal


regeneratif saat ini, sejauh ini belum ada bukti bahwa kerusakan
suprabony (horizontal), kerusakan komponen supracrestal intrabony atau
kerusakan lesi furkasi derajat III bisa diamati dan diobati dengan
pendekatan regeneratif. Keterbatasan ini juga berlaku untuk bagian
interdental, sehingga membatasi jenis kerusakan yang dapat diobati
terhadap kerusakan intrabony dan kerusakan pada lesi furkasi derajat II.

Morfologi Kerusakan

Morfologi Kerusakan memainkan peran utama dalam


penyembuhan setelah perawatan periodontal regeneratif dari kerusakan
intrabony. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian yang menunjukkan
bahwa kedalaman dan lebar komponen intrabony berpengaruh pada
kerusakan sejumlah perlekatan jaringan secara klinis dan tulang yang
diperoleh selama 1 tahun. Semakin dalam kerusakan, maka akan semakin
besar jumlah perbaikan , sedangkan kerusakan yang lebih luas, semakin
mengurangi daya perlekatan dan keuntungan tulang (Garrett et.; A! 1988
Toneffi 1993a, 1996a).

Dalam studi terkontrol, diketahui adanya "potensi yang sama"


untuk mendapatkan regenerasi. Dalam studi ini, kerusakan yang dalam
(lebih dari 3 mm) dalam jumlah yang lebih besar dapat diatasi dengan
terapi ini yang memberikan keuntungan CAL dari kerusakan dangkal
tersebut (3,7 vs 2,2 ± 1.7mm ± 1,3 mm), tetapi persentase keuntungan CAL
ini erat kaitannya dengan kedalaman kerusakan awal yaitu (76,7 ± 27,7%)
dan dangkal (75,8 ± 45%). Lebar komponen intrabony dari kerusakan
diukur sebagai sudut dinding tulang dari bentuk-bentuk kerusakan
dengan sumbu panjang gigi. Dalam studi 242 kerusakan intrabony
diobati dengan membran, Cortellini dan Tonetti (1999) menunjukkan
bahwa kerusakan dengan sudut radiografi 25° atau kurang akan
mendapatkan lebih perlekatan konsisten (1,6mm rata-rata) dibandingkan
kerusakan dari 37° atau lebih.

Penanganan kedua adalah tindak lanjut yang melibatkan


instrumentasi radiografi dari kerusakan intrabony berikut penggunaan
derivat matriks enamel (Tsitoura ci 2004 A!.) Kombinasi cangkok tulang
dengan penggantian barier membran (Lina et al). 2006. Dampak dari lebar
sudut radiografi telah dikonfirmasi untuk ruang pembuatan mediator
tetapi tidak untuk kombinasi terapi lebih yang stabil. Data-data konsisten
dengan gagasan bahwa pilihan teknologi regeneratif sebagian dapat
mengatasi karakteristik morfologi negatif dari kerusakan infrabony.
Sebuah analisis awal dari percobaan klinis terkontrol-diperkuat dengan
menggunakan membran titanium (Tonetti ci A! 1996a.) Menunjukkan
bahwa relevansi parameter morfologi kerusakan dapat berkurang dengan
penggunaan membran.
Hal ini juga menunjukkan bahwa perlekatan pada tulang kembali
berhubungan dengan hasil pendekatanregeneratif (Goldman & Cohen
Schalihom dkk. 1970). Masalah yang terkait dengan terapi ini
dialamatkan pada tiga penyelidikan (Tonetti 1996a. 1993a,). Dalam satu
tahun kemudian diketahui adanya keuntungan perlekatan secara klinis
pada perawatan intrabony yaitu sebesar 0,8 ± 1,3mm. Keuntungan ini
berguna mengatasi komponen intrabony (Selvig et al. 1993). Keuntungan
dari perlekatan terkait dengan kemampuan memperbaiki kerusakan pada
infrabony (Tonetti eta 1996a!. 1993a,). Sebanyak 70 kerusakan diperiksa
dalam dua penelitian terakhir, pendekatan multi-varian. Hasil penelitian
ini memperlihatkan keuntungan perlekatan 4.1 ± 2.5mm dan 2,2 mm, dan
dari pengamatan diketahui bahwa sebagian besar kerusakan yang paling
besar akan berpengaruh negatif terhadap lingkungan oral, apakah itu
kerusakan satu-dinding, dua-dinding atau tiga dinding. Dengan demikian
penelitian ini masih dipertanyakan terhadap kerusakansejumlah dinding
tulang lainnya dan pengananan kerusakan melalui terapi periodontal
regeneratif melalui membran untuk mengatasi kerusakan pada satu-
dinding dan komponen di sekitarnya.
Faktor gigi

Status endodontik gigi merupakan faktor yang relevan dalam


terapi periodontal potensial. Bukti yang ada (lihat Bab 40) menunjukkan
bahwa saluran akar gigi yang dirawat dapat memberikan berbagai
tingkatan respon yang berbeda terhadap terapi periodontal. Sebuah
penelitian klinis yang dilakukan pada 208 pasien berturut-turut dengan
kerusakan infrabony menunjukkan bahwa terapi saluran akar tidak
berpengaruh negatif terhadap penyembuhan NSE dan stabilitas jangka
panjang dari kerusakan infrabony. (Cortellini & Tonetti 2000b).

Mobilitas gigi telah lama dianggap sebagai faktor penting dalam


regenerasi periodontal (et al Sanders 1983.). Baru-baru ini, satu-analisis
multi varian – menunjukkan hasil uji klinis yang memperlihatkan
hipermobilitas gigi secara negatif dan dosis ketergantungan yang erat
hubunganya dengan hasil regenerasi (Cortellini et pada 2001.). Meskipun
pengaruhnya tidak signifikan atau kecil terhadap mobilitas jangkauan
fisiologisnya. Analisa sekunder lainnya yang baru-baru ini dilakukan
terhadap tiga percobaan sebelumnya yang dinilai mmeberikan hasil
regeneratif gigi hypermobile (Trejo & Weltman 2004).

Laporan ini menunjukkan bahwa gigi dengan mobilitas awal


sebesar kurang dari 1 mm horizontal bisa diatasi melalui terapi dasar
periodontal regenerative. Meskipun belum diketahui apakah ada
intervensi yang telah dilakukan terkait dengan terapi saat ini, hasil ini
umumnya dianggap mendukung prognosis belum ditetapkan terhadap
prosedur regeneratif gigi atau prosedur regfenerative berdasarkan
mobilitas gigi, tetapi lebih dianggap sebagai gigi yang mobility sebelum
dilakuan operasi periodontal regeneratif.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa


terjdinya penyempitan dan kerusakan saku infrabony serta pada salah
satu gigi yang dirawat secara endodontic perlu diperhatikan. Pasien juga
berpengaruh terhadap terapi yang diberikan dan bisa memprediksikan
hasil yang paling optimal yang dicapai dri perlakuan GTR. Termasuk
pemantauan dari penanganan kerusakan intrabony melalui terapi
regeneratif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil klinis GTR pada furkasi

Bukti signifikan telah menunjukkan bahwa lesi furkasi derajat III


yang melibatkan mandibula dengan GTR tidak dapat diprediksi,
sedangkan perbaikan klinis bisa diharapkan mengobati furkasi mandibula
derajat II. Variabel yang besar dalam hasil klinis, setelah pengobatan
furkasi mandibula derajat II dengan GTR, mungkin berhubungan dengan
faktor kerusakan infrabony.

Mengenai faktor kerusakan, hal itu menunjukkan bahwa kedua


geraham pertama rahang bawah dan furkasi bukal lingual memiliki
respon yang baik dengan pengobatan GTR (Pontoriero et al, 1988; Machtei
et al 1994.). Pengobatan ini melibatkan operasi horizontal pada
kedalaman saku langsung yang berkorelasi dengan besarnya keuntungan
perlekatan dan pembentukan tulang di daerah furkasi (Machtei et al 1994.
1993:). Semakin dalam saku horizontal , semakin besar H-CAL dan besar
peluang mendapatkan regenarasi tulang. Anatomi dari furksi dalam hal
tinggi, lebar, kedalaman, dan volume, bagaimanapun, tidak ada
hubungnnya dengan hasil klinik (Machtei et al 1994.). Anderegg et al
(1995) menunjukkan bahwa bagian dengan ketebalan gingiva > 1 mm
diperlihatkan mengalami resesi gingiva pasca pembedahan berbeda
dengan bagian yang memiliki ketebalan gingiva < 1 mm, Para penulis
menyimpulkan bahwa ketebalan membran penghalang (barier
membrane) gingiva harus diperhatikan dan resesi pasca pengobatan harus
diminimalkan atau dihindari.

Relevansi Pendekatan Bedah

Pada awal tahun 1980-an kebutuhan untuk memodifikasi prosedur


pembedahan periodontal sangat diperlukan untuk terapi periodontal
regeneratif. Secara khusus, kebutuhan untuk mempertahankan jaringan
lunak dalam upaya penutupan ruang interdental menggunakan
cangkokan atau flap coronally untuk menutup muara pencabangan
mengarah pada pengembangan desain flap spesifik untuk regenerasi
periodontal (Takei St di;. 1985 Cantos & Garret 1991).

Bahkan, pengelupasan membran akibat kontaminasi bakteri selama


penyembuhan mewakili komplikasi yang terjadi akibat prosedur
regeneratif periodontal pada saat itu. Pemaparan membran ini dilaporkan
menjadi komplikasi utama dengan prevalensi pada kisaran 50-100%
(Becker eta; 1988!. Eta Cortellmi 1993b;!. 1990, Selvig A!;. 1992, 1993
Murphy 1995a; et al DeSanctis di. 1996a, b; Falk;. 1997 Trombeffi et.; al
1997 Mei et al 199,. Cortefljrj et al. 1995c, d) melaporkan bahwa
prevalensi paparan membran dapat dikurangi dengan penggunaan flaps
akses, khusus dirancang untuk memelihara jaringan interdental
(mengubah teknik pelestarian papilla) (Gbr. 43-11).

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa membran yang


terkontaminasi dengan bakteri (Selvig et.; la 1990, 1992 Grevstad & Leknes
1992; Machtej et al. 1993, Mombelli et al. 1993m Tempro & Nalbaridian
1993; Nowzani & Slots 1994; Novaes dkk;. 1995 Nowzari dkk;. 1995 et la
DeSanctis 1996a, b), Kontaminasi membran non-absorble serta absorble
terpapar dikaitkan dengan tingkat keuntungan lebih rendah pada
perlekatan di daerah infrabony yang mengalami kerusakan (Selvig 1992. ;
Nowzanj & Slots 1994; Nowzari et al;. 1995 eta DeSanctis et al 1996a),.
Hasil klinis gangguan dalam beberapa penelitian ini dikaitkan dengan
jumlah bakteri dan kehadiran P. gingivatis dan actinomycrtancomutans
yang tinggi (Mathtej et al 1994; Nowzani & Slots 1994 Nowzari et al 1995).
Kontaminasi bakteri membran mungkin terjadi selama operasi,
tetapi juga selama tahap penyembuhan pasca operasi. Setelah
penempatan, bakteri dari rongga mulut dapat menjajah bagian koronal
membran.

Tindak Lanjut

Terbentuknya "Saku" dapat terjadi pada permukaan luar membran


akibat migrasi apikal epitel pada permukaan bagian dalam gingiva yang
meliputi Jaringan. Hal ini dapat memungkinkan bakteri yang mengendap
pada rongga yang menyerang daerah subgingival. Arti penting dari
kontaminasi bakteri diteliti pada monyet (Sander&Karring 1995). Temuan
penelitian ini menunjukkan bahwa perlekatan baru dan pembentukan
tulang terjadi secara konsisten ketika bakteri dicegah mengenai membran
dan selama penyembuhan luka dilakukan.

Untuk mencegah infeksi luka, beberapa peneliti telah memberikan


antibiotik sistemik pada pasiennya sebelum dan selama seminggu,
minggu pertama diaplikasi pada membran (Demolon et a 1993; Nowzari
& Slots 1994). Namun, meskipun penerapan antibiotik sistemik
dilakukan, terjadinya operasi luka paska infeksi berhubungan dengan
membran penghalang yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa baik obat
yang diberikan tidak ditujukan terhadap kolonialisasi mikroorganisme
atas luka infeksi, atau pemberian obat tidak serta merta mencapai daerah
terinfeksi pada konsentrasi tertentu. Pengaruh periodontal setelah GTR
berkaitan dengan aplikasi metrondazole lokal sebagaimana yang
dilaporkan oleh Sander. Pemberian Metronidazol untuk mengatasi
kerusakan pada membran untuk menutup luka. Tindak lanjut dilakukan
dengan pembuangan membran selama enam bulan yang memberikan
keuntungan pada kerusakan infrabony hingga mencapai 92%. Indek
parameter plak klinis lainnya yang diuji adalah, perdarahan probing,
pengurangan saku atau resesi dari gingiva marginal seperti yang
ditemukan pada lokasi yang diuji. Pemberian antibiotik lokal dapat
mengurangi beban Material , tampaknya cara ini dapat mencegah
pembentukan koloni mikroorganisme (Frandsen; 1994. Nowzari eta.
1995!). Mengatasi eritema dan pembengkakan yang terkait dengan
adanya luka pasca bedah. Perforasi membrane dengan pembukaan flaps,
dan pasca-operasi juga telah dilaporkan (Murphy 1995a, b). yang paling
penting yang terkait adalah cakupan jaringan regenerasi. Banyak penulis
melaporkan bahwa penghematan sering mempengaruhi hasil perbaikan
gingiva melalui membran untuk menghasilkan proteksi yang cukup dari
jaringan regenerasi intertal (Becker et al1988, Selvig; Cortellini et al 1993b
Tonetti et al 1993a)

Prosedur jaringan regenerasi mencakup mengatasi risiko infeksi oral dan


infeksi mekanik yang pada gilirannya dapat mencegah regenerasi jaringan
ke dalam jaringan perlekatan baru. Bahkan, menutupi jaringan yang
rusak dengan regenerasi jaringan yang dikaitkan dengan penurunan
kedalaman saku. (Tonetti et al 1993a.). Baru-baru ini penelitian pada oral
bebas mikroorganisme pada gingiva atau jaringan interdental dapat
diatasi melalui terapi regeneratif untuk menghilangkan mikroorganisme
dan menutup jaringan yang rusak melalui regenerasi jaringan (Gbr. 43-12)
disarankan juga memberikan perlindungan flap gingiva yang rusak.
Dalam studi terkontrol secara acak, mendapatkan lebih banyak perlekatan
diamati pada 14 kasus pencangkokan gingiva yang diposisikan setelah
penghapusan membran (5.0 ± 2,1 mm) dibanding 14 daerah lainnya di
mana perlindungan konvensional dari jaringan regenerasi telah dicapai
(3,7 ± 2,1 mm).

Penilaian faktor sistematis yang relevan terkait dengan variabilitas


hasil regeneratif periodontal dilakukan pada awal-tahun 1990-an (Tonetti
A!;. 1993a, 1995, 1996a Machtei et al 1994; Falk et A!. 1997) memberikan
bukti lebih lanjut.
Gambar. 43-12 kasus klinis yang menggambarkan pengelolaan
komplikasi yang paling umum berikut aplikasi barier membran resorbable
dan non-absorble: membran dan kehilangan membran dari jaringan lunak
interdental. Setelah proses pemulihan periodontal dilakukan, bedah
periodontal regeneratif dilakukan untuk mengatasi saku yang
berhubungan dengan kerusakan intrabony dalam (ab). kerusakan
infrabony sebesar 7 mm itu diakses dengan flap papilla yang difungsikan
untuk pemulihan(c) dan barier membran resorbable dan non membran yang
ditempatkan (d). penutupan primer dengan jahitan berlapis-lapis
diperoleh, tapi 5 minggu setelah operasi, membran berkontak dengan
rongga mulut (e). Setelah penghapusan membran (1), sebuah regenerasi
jaringan baru kemdian muncul memenuhi membran tetapi jumlahnya
belum memadai pada jaringan lunak yang tersedia sepenuhnya menutupi
jaringan yang rusak melalui regenerasi jaringan dalam ruang interdental.
Dalam rangka melindungi jaringan , dibentuk pembuangan interdental
gingiva dan dibentuk tepat sesuai dengan daerah interdental (g).
Penyembuhan yang baik dapat dilakukan dengan vaskularisasi tinggi dan
penyembuhan yang baik yang mendukung perbaikan jaringan
interdental. Enam tahun setelah selesai terapi, dan radiografi, hasil klinis
menunjukkan penyembuhan terhadap kedalaman probing dan hilangnya
kerusakan (h, i). Faktor bedah memiliki dampak yang besar pada
regenerasi dan merupakan pengembangan prosedur yang khusus
dirancang untuk regenerasi periodontal.

Secara umum pengembangan prosedur baru yang bertujuan untuk


menjaga kelestarian jaringan margin gingiva dalam rangka
mempertahankan penutupan jaringan yang rusak menggunakan bahan
regeneratif yang diterapkan selama tahap penyembuhan. Secara khusus,
flap desain digunakan untuk mencapai penutupan primer dari flap yang
dikombinasikan guna menjaga stabilitas penyembuhan luka yang optimal

Flap Pemulihan Papilla

Flap Papila memodifikasi teknik pemeliharaan (MPPT) yang


dikembangkan dalam rangka menambah ruang untuk regenerasi jaringan,
dan dalam rangka mencapai dan mempertahankan penutupan utama flap
di daerah interdental (Cortellini et sebuah 1995c?., D). Pendekatan ini
menggabungkan jaringan manajemen khusus dengan penggunaan
membran-titanium yang difungsikan untuk mempertahankan ruang
alveolar untuk regenerasi. Penutupan flap utama interdental, dilakukan
untuk memberikan perlindungan membran pada lingkungan oral
(Cortellini Ct di, l995sl). Teknik ini melibatkan elevasi dengan ketebalan-
penutup saku meliputi seluruh interdental papilla. Bagian bukal dan
periosteal dimobilisasi dengan insisi vertikal, diposisikan secara coronal
untuk menutup membran, dan dijahit ke flap palatal dengan jahitan tipe
matras internal menyeberang jahitan horisontal di atas membran. Jahitan
internal kedua untuk penutupan flap dan papilla interdental. Kasus
ditunjukkan pada Gambar. 43-4 dan 43-11. Dalam sebuah studi klinis
terkontrol secara acak yang diuji pada 45 pasien (Cortellini dkk. 1995c),
memberikan pengaruh yang lebih besar secara signifikan dalam
memberikan keuntungan pada peningkatan perlekatan yang diperoleh
dengan MPPT (5,3 ± 2,2 mm), perbandingan dengan GTR konvensional
(4,1 ± 1,9 mm) atau operasi flap (2,5 ± 0,8 mm), menunjukkan bahwa
pendekatan bedah dimodifikasi dapat mengakibatkan hasil klinis lebih
baik.

Dalam penelitian ini 100% daerah yang terlibat ditutup guna


memperkuat membran titanium dimana 73% daerah ini tetap ditutup
hingga 6 minggu, ketika membran penghalang telah dibuang. Studi ini
memberikan bukti asas manfaat desain flap spesifik untuk regenerasi
periodontal.
Sebuah meta analisis terbaru (Murphy & Gunsolley 2003)
menunjukkan adanya kecenderungan mengasosiasikan hasil klinis yang
lebih baik dalam penelitian menggunakan desain flap dan teknik
penutupan kondusif untuk pencapaian dan pemeliharaan penutupan
utama flap (Gambar 43-13, 43 -14). Prosedur dilaporkan dapat berhasil
diterapkan pada daerah dimana lebar ruang interdental minimal
bertambah 2 mm menutupi bagian koronal papila yang rusak.

Ketika daerah interdental menyempit, teknik ini dilaporkan sulit


untuk diterapkan. Untuk mengatasi masalah ini, prosedur preservasi
papilla boleh dilakukan dengan cara yang berbeda

Gambar. 43-13 kerusakan infrabony terkait dengan penutupan


teknik flap memberikan keuntungan tingkat perlekatan klinis (CAL)
(dalam mm). Pengelompokan berdasarkan perbedaan yang ada satu
sama lain. Dari Murphy & Gunsollef atas izin dari American Academy of
Perlodontology.

Mempertahankan papilla kemudian disederhanakan dengan cara


melibatkan ruang interdental yang sempit; tellini et. 1999!). Pendekatan
ini mencakup perlakukan insisi pada papilla yang rusak, dari sudut bukal
yang berkaitan untuk mencapai bagian tengah interdental gigi yang
berdekatan dengan titik kontak papilla bawah. Pada titik kontak papilla
bawah memotong menjadi dua bagian yang sama dari bukal terangkat
dengan flap bukal dan flap lingual. Dalam penelitian ini dikutip, 100%
papila interdental sempit dapat ditutup dengan barier membran
bioresorbable, dan 67% dapat dipertahankan menutup dari waktu ke waktu
hingga memperkuat perlekatan 4,9 ± 1,8 mm dari tingkat keuntungan
perlekatan yang diharapkan. Pendekatan ini diterapkan dalam berbagai
uji klinis yang dirancang untuk menguji manfaat generealisasi jaringan
yang diharapkan dapat menutupi saku dan kerusakan infrabony dengan
menggunakan barier membran (Tonetti et al, 1998 Con et al 2001.).
Dalam penelitian GTR terapi kerusakan tulang yang dilakukan
oleh dokter terhadap berbagai populasi pasien yang berbeda
menghasilkan sejumlah prediktabilitas peningkatan CAL dari akses flap.
Masalah jaringan lunak untuk mendapatkan perlindungan yang stabil
dari daerah yang terlibat telah dieksplorasi, menerapkan pendekatan
terapi regeneratif guna mengatasi kerusakan infrabony (Gbr. 43-15).
Dalam penelitian pada 26 pasien dengan 26 kerusakan infrabony ini
menggunakan teknik preservasi papilla, diperoleh 100% kasus dapat
dipertahankan dari waktu ke waktu di 92,3% dari daerah yang dirawat
(Con & Tonetti 2001). Pengobatan memberikan keuntungan besar
terhadap regenerasi jaringan saku periodontal (5,4 ± 1.2mm)

Teknik Preservasi Papila

Konsep dasar mengembangkan teknik ini adalah untuk Mencapai


dan mempetahankan penutupan flap utama pada daerah interdental
(Cortelljnj 1995d) (Gambar 43-16 ke 43-18). Akses kerusakan internal
terdiri dari insisi horizontal sampai bukal gingiva, dihubungkan dengan
insisi bagian mesio-distal dan insisi bukal Setelah pembukaan flap
ketebalan penuh, maka jaringan interdental dikuakkan dari gigi
sebelahnya. Flap bukal dan periosteal berhubungan dengan insisi vertikal
yang dibuat (0,4 ± 0.7mm). Dengan demikian, perbaikan yang lebih baik
terhadap penanganan jaringan lunak diharapkan dapat meningkatkan
regenerasi periodontal.

Saat ini, penggunaan desain teknik flap papilla mendekati standar


untuk pelaksanaan terapi periodontal regeneratif. Teknik awalnya
dirancang menggunakan 5 teknik penjahitan yang membutuhkan
dukungan 1) Membran efektif (Gambar 43-16). Untuk mendapatkan
penutupan utama interdental atas membran, sebuah jahitan pertama
(horizontal melintasi jahit matras) ditempatkan di bawah periosteal atas
antara dasar papilla dan bagian bukal, jahitan Interdental dengan benang
jahitan ini tergantung pada perawatan membran dan pembukaan flap
koronal bukal. Untuk memastikan penutupan pasif utama dari jaringan
interdental atas membran, jahitan kedua (jahitan matras internal vertikal)
ditempatkan antara bagian bukal papilla interdental (yaitu bagian koronal
dari sebagian besar flap palatal yang meliputi papilla interdental) dan
merupakan bagian koronal dari flap bukal.

Benang alternatif digunakan untuk menutup jaringan interdental


telah diusulkan oleh Dr Lars Laurel. Jahitan internal matras ini diubah
(lihat Gambar 38-56.) Mulai dari permukaan eksternal dari flap bagian
bukal, sampai ke daerah interdental dan sampai pada flap lingual di dasar
papilla. Penjahitan ini berjalan kembali melalui permukaan eksternal
lingual flap dan permukaan internal flap bukal, sekitar 3 mm terlepas dari
jahitan pertama. Jahitan melewati daerah interdental di atas jaringan
papilla, melewati bagian yang dijahit di sisi lingual, dan dibawa kembali
ke sisi bukal. Jahitan ini sangat efektif dalam memastikan stabilitas dan
penutupan utama jaringan interdental.

Dalam sebuah studi klinis terkontrol secara acak pada 45 pasien


(Corteliin et al l995.), Lebih besar jumlah signifikan PAL yang diperoleh
dengan MPPT (5,3 ± 2,2 mm), dibandingkan dengan GTR Konvensional
(4,1 ± 1,9 mm) atau flap akses operasi (2,5 ± 0.8mm), menunjukkan bahwa
pendekatan bedah yang dimodifikasi dapat menghasilkan hasil klinis
yang lebih baik. Daerah yang terlibat diakses dengan MPF menunjukkan
penutupan utama flap dengan baik kecuali pada satu kasus, dan tidak ada
kehilangan gingiva sampai pembuangan membran, dari 73% Kasus yang
diamati.
Pendekatan bedah juga telah digunakan dalam kombinasi dengan
penggunaan barier membran (Cortefljnj et 1996 et al). Dengan hasil
positif. Keuntungan bertambahnya daya perlekatan klinis dirasakan pada
1 tahun kemudian.
Gambar. 43,15 (a) premolar pertama rahang atas kanan dengan saku 7mm
pada permukaan mesial. Ruang interdental (lI) (> 2 mm), dan akses
dengan preservasi papilla flap yang disederhanakan. Kerusakan
infrabony 5mm (c) ditutup dengan barier membran bioresorbable (d).
penutup primer flap atas membran (e, f) dipertahankan dari waktu ke
waktu (g,h). Setahun, papilla interdental benar-benar dijaga dan sisa
kedalaman saku 3 mm (i,j). ronsen diambil di awal (k) dibandingkan
dengan tahun 1 yang diambil setelah pengobatan (I) menunjukkan bahwa
kerusakan bagian atas infrabony sembuh total 45 ± 1,2 mm.

Pada semua kasus penutupan utama flap penyembuhan dicapai


sekitar 80% dari daerah yang dipertahankan melalui penutupan flap dari
waktu ke waktu (Gbr. 43-19). Perlu digaris bawahi, bagaimanapun,
penjahitan matras internal horisontal melewati jahitan yang paling
mungkin menyebabkan terjadinya perpindahan apikal dari bagian
interdental membran, sehingga mengurangi ruang untuk regenerasi.

MPPT ini dapat berhasil diterapkan dalam hubungannya dengan


berbagai penggunaan bahan regeneratif termasuk bahan aktif biologis
seperti derivatif matrik email (EMD)) (Gbr. - 20 43) (Tonetti et al. 2002 atau
faktor pertumbuhan dan cangkokan penggantian tulang (Gbr. 43-21)
(Tonetti et.; A! 2004b Cortellini & '2005).
Akses bedah pada spaC1 MPPT interdental secara teknis sangat
diperlukan, dilaporkan akses ini sangat efektif diterapkan guna pelebaran
ruang interdental (lebih lebar dari 2mm tingkat jaringan gigi), terutama
pada daerah anterior. Dalam kasus ini, keuntungan besar dari perlekatan
diperoleh sekaligus dengan penurunan konsistensi kedalaman yang
terkait dengan meminimumkan resesi papilla interdental secara konsisten.
Gambar ini ditujukan pada kasus yang menggambarkan prosedur operasi
teknik preservasi papilla yang dimodifikasi untuk penanganan ruang
interdental atas barier membran yang bekaitan dengan perawatan pasca
operasi dengan kedalaman saku 8 mm dan kemudian berkurang menjadi
2mm dari margin gingiva yang muncul pada distal insisivus sentral (a).
Sebuah saku infrabony lebar terdeteksi pada radiograf (b). kerusakan itu
diakses dengan teknik preservasi papilla yang diubah untuk menjaga
jaringan linterdental yang dihubungkan dengan flap palatal. penanganan
kerusakan infrabony 7mm telah dilakukan (c). Setelah penanganan
dengan barier membrane (d). penutupan primer ruang interdental
diperoleh kembali setelah preservasi pentupan papilla menggunakan
teknik penjahitan berlapis. (e). Enam minggu sesudahnya, flap yang
sama, perhatikan jaringan baru yang dibentuk di bawah membran.
Jaringan yang terbentuk memenuhi ruang yang dipertahankan di bawah
membran (f). Setelah selesai penyembuhan selama 1 tahun dan regenerasi
membran ini mengisi daerah yang mengalami kerusakan dengan
penutupan saku yang terbentuk. Hasil ini dipertahankan dari waktu ke
waktu seperti yang ditunjukkan pada gambar radiografi 6 tahun setelah
regenerasi berlangsung (g, h).

Gambar. 43.19 kasus klinis yang menggambarkan penerapan teknik


preservasi papilla yang dimodifikasi untuk kasus yang diobati dengan
barier membran resorbable. Saku dengan kedalaman 8 mm dikaitkan
dengan pemulihan kerusakan infrabony pada daerah mesial molar
pertama setelah penutupan tercapai dari terapi periodontal regeneratif
awal yang dilakukan (a, b). Kerusakan diakses dengan flap preservasi
papilla yang dimodifikasi. Harap dicatat papilla yang diawetkan melekat
pada flap lingual (c) serta adanya kerusakan awal 7mm (d). Setelah
debridement akar, barier membran bioresorbable diposisikan disekitar
akar gigi dengan jahitan bioresorbable (e). penutupan primer ruang
interdental diperoleh dengan jahitan berlapis-lapis (f) sepenuhnya
dipertahankan pada pembukaan jahitan yang dilepas minggu pertama (g).
Pada tahun ke-6, kedalaman probing adalah 2 - 3 mm, profil jaringan
lunak kondusif untuk langkah-langkah mempertahankan kebersihan
mulut dan pengambilan gambar radiograf .

Untuk mengatasi beberapa masalah teknis yang dihadapi dengan


MPPT (aplikasi sulit dalam ruang interdental sempit dan di daerah
posterior, teknik penjahitan tidak sesuai dengan penggunaan barier
membran bioabsorble) pendekatan yang berbeda (disederhanakan
menggunakan papilla flap, SPPF) (gambar. 43 -15, 43-22) sebagai solusinya
(Cortellini et al1999.).

Metode yang disederhanakan ini dan dengan mengembangkan


pendekatan yang berbeda untuk papilla interdental termasuk mebuat
insisi pertama melewati daerah papilla yang rusak, mulai dari margin
gingiva hingga garis sudut bukal dari gigi yang terlibat mencapai-bagian
tengah interdental papila di bawah titik kontak gigi disebelahnya. insisi
dibuat miring keluar mempertahankan sumbu panjang gigi. insisi
interdental miring pertama dibuat intrasulkular pada daerah bukal di
daerah yang mengalami kerusakan. Setelah elevasi dari bukal dengan
ketebalan penuh, sisa jaringan dieksisi secara hati-hati. Jaringan
interdental pada jaringan lunak yang rusak diangkat hingga daerah
palatal/lingual flap untuk memudahkan akses pada daerah yang
mengalami kerusakan gigi. Setelah itu insisi vertikal dibuat untuk
melepaskan flap periosteal, dan memudahkan peningkatan mobilitas
mobilitas flap bukal. Sebanyak 3-20 kasus klinis yang menggambarkan
penerapan model ini teknik preservasi papilla erat hubungannya dengan
penerapan derivati matriks email dalam bentuk gel. 10mm saku
terdeteksi pada aspek distal insisivus lateral yang lebih rendah (a).
pengambilan gambar radiograf yang menunjukkan adanya kerusakan
pada daerah infrabony. Terhadap ketiga apikal akar (b). kerusakan itu
diakses dengan teknik pengawetan papilla yang dimodifkasi (c) dengan
perluasan flap bagian distal. Setelah dilakukan debridement dengan hati-
hati, salura akar kemudian dioleskan dengan gel EDTA Penggunaan
EDTA sebagai bahan derivat matrik enamel (d). Setelah pembilasan dan
pengeringan permukaan akar, derivat matrik enamel dalam bentuk gel
dipasang pada permukaan akar dan mengisi daerah yang mengalami
kerusakan (e), dan penutup falp ditempatkan dengan teknik multi lapis
guna mencapai penutupan IRT utama (f) Proses terapi periodontal
regeneratif ini terus dilakukan selama setahun berikutnya. (g, h).

Penjahitan ini dilakukan pada bagianpermukaan interdental. Saat


dijahit, daerah ini memungkinkan flap posisi koronal bukal. Jahitan ini
menyebabkan tekanan pada bagian tengah dari membran, sehingga dapat
mencegah bila terjadi kerusakan.
Jaringan interdental di atas membran ini kemudian dijahit guna
memperoleh penutupan primer dengan salah satu pendekatan berikut: (a)
jahitan terputus-putus pada daerah interdental ruang yang sempit dan
jaringan interdental tipis, (b) jahitan terputus, ketika ruang interdental
lebih besar dan ketebalan jaringan interdental, (c) vertikal internal , ketika
ruang interdental luas dan jaringan interdental yang tebal.

Gambar. 43-21 kasus yang menggambarkan penerapan teknik


preservasi papilla dalam hubungannya dengan pencangkokan dalam
kombinasi dengan barier membran bioresorbable. Setelah selesai terapi awal
dilakukan, pembuangan dasar saku dikaitkan dengan adanya kerusakan
infrabony yang ada pada aspek distal premolar kedua atas (a, b). Defenisi
ini mencapai bagian apikal akar dan memiliki komponen infrabony
dengan kedalaman 9 mm (c) Setelah debridement akar dilakukan secara
hati-hati, pemakaian barier membran bioresorbable telah disesuaikan dengan
anatomi lokal dan diposisikan untuk mencegah kerusakan pengganti
tulang yang kemudian dimasukkan di bawah membran untuk
memberikan dukungan tambahan membran dan jaringan lunak.
Penutupan utama dicapai dengan jahitan matras internal tunggal.
Gambar Radiografi diambil pada saat operasi selesai yang menunjukkan
adanya tulang pengganti hasil pencangkokan guna mengatasi kerusakan
tersebut (I). Selama satu tahun diobservasi, terjadi penurunan kedalaman
saku pada saat probing pada saku menjadi 3 mm yang terkait dengan
perawatan pada kasus infrabony (g, h). Harap dicatat bahwa perlu
mendeteksi lingkungan oral, pasien dan mineralisasi dalam membentuk
jaringan baru.

Pendekatan ini adalah uji awal dalam serangkaian penanganan


kasus dari 18 kerusakan infrabony yang melalui teknik kombinasi
penggunaan barier penghalang bioresorbable (Cortellini et 1999 A!.). Tingkat
Keuntungan klinis terhadap peningkatan daya perlekatan yang diamati
rata-rata selama satu tahun adalah 4,9 ± 1,8 mm. Dalam semua kasus
adalah mungkin untuk mendapatkan perbaikan jaringan, dan 67% dari
daerah yang dipertahankan dari waktu ke waktu. Pendekatan yang sama
kemudian diuji di pusat-multi yang dikendalikan melalui uji klinis secara
acak yang melibatkan 11 dokter dari tujuh negara yang berbeda dan total
136 kerusakan (Tonetti et 1998 A.). Keuntungan klinis diamati rata-rata
selama 1 tahun dari 69 kerusakan yang diamati dengan SPPF dan barier
membran resorbable yaitu mengatasi kerusakan saku dari 3mm menjadi ±
1,6 mm. Mengalami penurunan kedalaman 60% yang diperlakukan
dalam mempertahankan daerahdari waktu ke waktu.

Hal yang penting digaris bawahi Dokter adalah penanganan


kerusakan jaringan , serta penanganan ruang yang sempit . Penggunaan
teknik SPPF itu sendiri dinilai tingkat keberhasilannya, maka teknik ini
diterapkan erat kaitannya dengan berbagai bahan yang membuatnya
termasuk penggunaan material biologis aktif seperti EMD (Tonetti et A!
2002.) (Gambar 43-23) dan penggantian cangkok (Gambar 43-24) (Tonetti
et A!. Cortellini & Tonetti 2004).

Teknik Bedah minimal flap

Dalam rangka mengatasi meluasnya lesi bahkan untuk lebih


membatasi morbiditas pasien, suatu flap papilla dapat digunakan dalam
mengurangi invasif yang tinggi terhadap terjadinya pelebaran insisi
(Cortellini & Tonetti 2007a). pendekatan invasif ini terutama diambil
untuk pengobatan yang berhubungan dengan penggunaan barier membran
absorble yang bekerja secara biologi dan merupakan agen yang
mempengaruhi pertumbuhan EMD. Yang terkait dengan kerusakan
interdental papilla dapat diatasi dengan menggunakan flap papilla yang
disederhanakan (SPPF) (Cortellin.i ci 1999 A!.) Atau teknik bedah pada
daerah yang akan diakses dengan flap preservasi papilla yang
disederhanakan (SPPF).

Teknik bedah ini terletak pada aspek resial dari lateral gigi insisivus
rahang atas kanan. (B) pertama kali dibuat insisi miring disepanajng
bagian yang mengalami kerusakan pada margin gingiva mulai dari garis
bukal hingga sudut gigi seri lateral. Pisau diletakkan sejajar dipanjang
gigi dan mencapai titik tengah permukaan distal insisivus sentral tepat di
bawah titik kontak. (C) Pertama insisi miring intrasulkular pada daerah
bukal dan pusat insisivus lateral, diperpanjang sampai papila sebelahnya.
Penanganan pada daerah bukal dengan pembukaan flap yang tebal
dengan ketebalan 2-3mm. Perhatikan ketebalan papilla yang rusakuntuk
membentuk saku. (D) insisi horizontal pada bagian bukal di dasar papilla
dibuat sedekat mungkin dengan interproksimal. Pada bagian puncak
tulang dilakukan untuk menghindari rasa sakit dan perforasi. (E)insisi
interdental intramuskular dilanjutkan pada derah palatal dari gigi seri.
Flap ketebalan penuh termasuk papilla interdental diangkat. Perhatikan
posisi tulang bagian atas pada daerah distal insisivus tengah. (G)
Membran menutupi kerusakan 2-3 mm tulang yang tersisa dan menjamin
mempertahan gigi sebelahnya tidak mengalami kerusakan. Sebuah
jahiran matras horizontal internal dilakukan dari dasar jaringan keratin di
sisi midbuccal dari insisivus pusat ke lokasi simetris yang menutup dasar
palatal. Penjahitan ini tidak menimbulkan tekanan langsung terhadap
membran, b) penutupan Primer (dan cakupan lengkap membran yang
diperoleh).

Teknik SPPF dilakukan setiap kali dalam mengatasi ruang


interdental yang sempit yaitu 2 mm, MPPT diterapkan pada daerah
interdental yang lebih luas. Insisi interdental (SPPF atau MPPT) cenderng
mengarah pada daerah lingual bukal dari gigi yang berdekatan dengan
kerusakan. Insisi dilakukan intrasulkular untuk seluruh kerusakan
gingiva, kemudian diperpanjang sampi mesio-distal dalam upaya untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya kerusakan korona-apikal juga
dilakukan dengan terapi periodontal regeneratif untuk menutup saku
melalui pertumbuhan jaringan baru.
Ketebalan flap penuh minimal, hanya untuk bagian lingual dan
bukal yang menggambarkan kerusakan di daerah interdental (Gbr. 43-25).
Elevasi korona-apikal yang lebih besar dari-ketebalan flap penuh yang
diperlukan ketika bagian koronal dari kerusakan infrabony memiliki
komponen dua-dinding yang terlibat. Perluasan pada apikal dan korona
dari flap dipertahankan agar tetap minimumkan kerusakan dinding
tulang (baik pada daerah bukal maupun lingual), dan meluas ke daerah
apikal di lokasi di mana tulang berada. (Gbr. 43-26).

Ketika kerusakan pada satu-dinding, maka flap ketebalan penuh


dilakukan pada keadaan yang sama pada kedua bagian bukal dan daerah
lingual. Ketika posisi dinding tulang yang tersisa baik bukal maupun
lingual sangat sulit atau tidak mungkin untuk dilakukan insisi minimal
yang disebabkan oleh keterkaitannya dengan kerusakan ruang interdental
yang berhubungan dengan flap dan kerusakan disepanjang ruang mesial
atau distal yang meluas ke ruang interdental lainnya yang membutuhkan
pembukaan flap yang lebih besar. Pendekatan yang sama juga digunakan
untuk mengupayakan terapi regeneratif sel tulang agar daya perlekatan
dapat diperoleh kembali dan sekaligus mengatasi saku periodontal.

TERAPI PERIODONTAL REGENERATIF

PAPER

Diajukan guna melengkapi syarat kepaniteraan klinik


pada bagian periodontology
Disusun Oleh

INTAN PUSPITA SARI


0510070110001

Pembimbing : drg. Nurhamidah

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2011

Bagian periodontology
Fakultas kedokteran gigi
Universitas baiturrahmah
Padang

HALAMAN PERSETUJUAN
Telah disetujui paper yang berjudul “ TERAPI PERIODONTAL

REGENERATIF” guna melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik pada Bagian

Periodontology.

Padang, April 2011

Disetujui Oleh,
Dosen Pembimbing

drg. Hj. Nurhamidah

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan

rahmat dan berkahNya jualah akhirnya penulis dapat menyelesaikan paper yang
berjudul “ TERAPI PERIODONTAL REGENERATIF ” ini dengan baik dan

tepat pada waktunya.

Penulisan paper ini dilakukan untuk memnuhi persyaratan dalam

menyelesaikan bagian Periodontology di Klinik Gigi Universitas Baiturrahmah

Padang. Penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. drg. Nurhamidah selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama ini.

2. drg. Augeswina selaku dosen bagian Periodontology.

3. drg. Citra Lestari, MDSc, Sp.Perio selaku dosen bagian Periodontology.

4. semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian paper ini.

Penulis juga menyadari bahwa pada paper ini masih banyak ditemukan

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran untuk

kesempurnaan paper ini. Akhir kata, semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kita.

Amin

Padang, April 2011

Penulis

Anda mungkin juga menyukai