Anda di halaman 1dari 3

NAMA : DIZA HAFNI ZAIRIN

NIM : 11000117140388
MATKUL : HUKUM ACARA PIDANA KHUSUS
KELAS :D

TATA CARA PELAPORAN GRATIFIKASI

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputipemberian uang, barang, rabat
(diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga dan fasilitas lainnya. Pengaturan dan penyebutan
gratifikasi secara spesifik dikenal sejak disahkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Korupsi (UU Tipikor), dimana lebih tepatnya diatur dalam pasal 12 UU Tipikor.

Secara sudut pandang aspek sosilogis praktik memberi dan menerima hadiah sesungguhnya
merupakan hal yang wajar dalam hubungan masyarakat. Praktik tersebut dilakukan mulai dari
peristiwa alamiah seperti kelahiran, sakit, kematian serta peristiwa penting lainnya. Thamrin
Amal Tamagola (2009) memandang hadiah sebagai sesuatu yang tidak saja lumrah dalam
setiap masyarakat, tetapi juga berperan sangat penting sebagai ‘kohesi sosial’ dalam suatu
masyaakat maupun antar-masyarakat/marga/puak bahkan antar bangsa. Maka dapat dipahami
bahwa memang praktik penerimaan hadiah merupakan sesuatu yang wajar dari sudut
pandang relasi, pribadi, sosial dan adat-istiadat namun ketika hal tersebut dijangkiti
kepentingan lain dalam relasi kuasa ma acara pandang pemberian hadiah atau dapat disebut
gratifikasi adalah netral dengan sudut pandang netral tidak dapat dipertahankan. Maka oleh
hal karena tersebut menjadi landasan pengaturan gratifikasi yang dilaran pada Pasal 12B UU
Tipikor yang mengartikan gratifikasi yang dianggap suap, dimana gratifikasi terebut terkait
dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.
1. Prinsip-prinsip Gratifikasi
Pengedalian gratifikasi merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
mengendalikan penerimaan gratifikasi melalui peningkatan pemahaman dan
kesadaran pelaporan gratifikasi secara tranparan dan akuntabel sesuai peraturan
peraturan perundangan-undangan. Dalam menjalan kegiatan pengendalian gratifikasi,
tedapat sejumlah prinsip untama, yaitu :
1. Transparansi
2. Akuntabilitas
3. Kepastian Hukum
4. Kemanfaatan
5. Kepentingan Umum
6. Independensi
7. Perlindungan bagi Pelapor
2. Pelaporan Gratifikasi
{egawai negeri atau penyelenggara negara wajib untuk melaporkan gratifikasi yang
diterimanya serta menyapaikan aporan tersebut kepada KPK.

Penokalan Grafikasi yang dianggap suap pada kesempatan Pertama


Gratifikasi yang dianggap suap, yaitu gratifikasi yang diberikan dari pihak yang memiliki
potensi benturan kepentingan dengan pegawai negri/penyelenggara negara, dan pemberian
tersebut dilarang oleh aturan yang belaku, merupakan jenis gratifiikasi yang harus ditolak
oleh setia pegawai negri/penyelenggara negara. Penolakan atas penerimaan grafikasi tersebut,
perlu dilaporkan aleh pegawai negri/penyelenggara negara ke inistansinya atau KPK/
Pencatatan atau pelaporan atas penolakan dapat berguna sebagai alat pemutus keterkaitan
antara pegawai nigari/penyelenggara negara dengan pihak pemberi.

Prinsip Penolakan Gratifikasi


Gratifikasi yang ditolak dalam konteks ini adalah gratifikasi yang berhubungan dengan jabtan
dan berlawnan dengan tugas dan kewajiban pergawai negeri atau penyelenggara negara yang
diserehakan secara langsung/ Penolakan atas penerimaan gratifikasi tersebut perlu dilaporan
oleh pegawai negri/penyelenggara negara ke UPG di intansi masing-masing. Perncatatan atau
pelaporan atas penolakan dapat berguna sebagai alat pemutus konfik kepentingan anatran
pegawai negra/penyelenggara negara dengan pihak pemberi.
Namun terdapat pengecualian dari menolak atau larangan gratifikasi. Berikut beberapa
kondisi pengecualian, maka gratifikasi tidak wajib ditolak, yaitu :
1. Gratifikasi tidak diterima secari langsung;
2. Tidak diketahuinya pemberi gratifikasi;
3. Penerima ragu dengan kualifikasi gratifikasi yang diterima.

Kewajiban Hukum Melaporan Gratifikasi yang Dianggap Suap


Pasal 16 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur kewajiban pegawai
negri/penyelenggra negara untuk melaporan penerimaan gratifikasi kepada KPK paling
lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi.

Mekanisme Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi


Pegawai negeri/penyelenggara negara melaporan penerimaan gratifikasi kepada KPK dengan
mengisi formulir secara lengkap sebelum 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi
diterima oleh penerima gratifikasi, atau kepeda KPK melalui UPG sebelum 7 hari kerja
terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
kelengkapan data perlu dicanmpkan kontak pelaporar berupa nomor telepon, nomor telepon,
alamat email dan nomor komunikasi lain yang bisa dihubungi mengit adanya proses
klasifikasi dan keterbatas waktu pemerossesan laporan yang ditentukan oleh undang-undang.

Perlindungan terhadap Pelaporan Gratifikasi


Pelapor gratfikasi mempunyai hak untuk diberikan perlindungan secara hukum. Menurut
pasal 15 UU KPK, KPK wajib meberikan pelindungan terdahap saksi atau pelapor yang telah
menyampaikan loporan atau meberikan keterangan mengenai terjadinya tidak pidana
korupasi. Selain itu, berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) mempunyai
tanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada sakti dan karban.

Anda mungkin juga menyukai