3
4
fondasi bawah sebar 35 cm (Sirtu kelas A). Hasil penelitian tersebut menunjukan
metode Manual Desain Perkerasan 2013 lebih tipis dibandingkan dengan tebal
perkerasan metode AASHTO 1993.
Dinata (2017) meneliti tentang perbandingan perencanaan perkerasan
menggunakan metode Bina Marga 1987 dan AASHTO 1993 yang dihitung
menggunakan program Kanpave. Lokasi penelitian di ruas jalan Karangmojo –
Samin Sta. 0+00 – 4+050. Berdasarkan hasil penelitian, metode Bina Marga 1987
menghasilkan tebal lapis permukaan sebesar 10 cm (Laston MS 744), lapis fondasi
atas sebesar 20 cm (Batu pecah kelas A), lapis fondasi bawah sebesar 20 cm (Sirtu
kelas A) sementara metode AASHTO 1993 menghasilkan tebal lapis permukaan
sebesar 15 cm (Laston MS 744), lapis fondasi atas sebesar 10 cm (Batu pecah kelas
A) dan lapis fondasi bawah sebesar 20 cm (Sirtu kelas A). melalui program
Kanpave, metode Bina Marga 1987 menghasilkan nilai fatigue cracking sebesar
0,000408 di kedalaman 10,001 cm dibawah lapis permukaan dan nilai rutting
sebesar 0,00138 pada kedalaman 50,001 cm dibwah lapis fondasi bawah, sementara
metode AASHTO 1993 menghasilkan nilai fatigue cracking sebesar 0,000322 pada
kedalaman 15,001 cm dibawah lapis permukaan dan nilai rutting sebesar 45,001
cm dibawah lapis fondasi bawah.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Perkerasan Jalan
Hardiyatmo (2015) menyebutkan perkerasan adalah struktur yang berlapis –
lapis guna melindungi tanah dasar dan memberikan kenyamanan untuk pengguna
jalan. Fungsi perkerasan adalah mereduksi beban yang dihasilkan oleh kendaraan
sehingga tanah asli akan terlindungi dari deformasi selama masa pelayanan
berlangsung. Menurut Sudarno dkk. (2018), Jalan merupakan prasarana
transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk
melakukan mobilitas keseharian, dengan meningkatnya arus kendaraan yang
melewati suatu ruas jalan maka akan mempengaruhi daya dukung tanah sebagai
lapisan fondasi jalan tersebut.
Menurut Oetomo (2013), lapisan konstruksi perkerasan jalan mempunyai
fungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan
kerusakan yang berarti terhadap konstruksi jalan, sehingga akan memeberikan
5
Gambar 2.1. Struktur perkerasan lentur pada tanah asli (Bina Marga, 2017)
Gambar 2.2. Struktur perkerasan lentur pada tanah timbunan (Bina Marga, 2017)
Gambar 2.3. Struktur perkerasan lentur pada tanah galian (Bina Marga, 2017)
10
Perkerasan lentur memiliki susunan lapisan berupa lapis permukaan, lapis fondasi
atas, lapis fodasi bawah dan subgrade seperti pada Gambar 2.4.
Lapis tanah dasar menggunakan tanah asli maupun tanah yang diambil dari
luar apabila diperlukan. Kekuatan tanah dapat diketahui dengan melakukan
test CBR (California Bearing Ratio)
Gambar 2.5. Perkerasan kaku pada tanah asli (Bina Marga, 2017)
Gambar 2.6. Perkerasan kaku pada tanah timbunan (Bina Marga, 2017)
Gambar 2.7. Perkerasan kaku pada tanah galian (Bina Marga, 2017)
2) Lapis fondasi bawah
Lapis fondasi bawah berfungsi sebagai pengendali pengaruh kembang
susut tanah dasar, retakan dari tepi pelat, memberi dukungan yang mantap
dan seragam pada pelat, serta sebagai perkerasan jalan selama masa
konstruksi.
3) Lapis perkerasan beton
Lapisan ini merupakan lapisan permukaan yang menerima beban pertama
kali. Pada lapisan ini biasanya digunakan beton dengan mutu dan ketebalan
yang tinggi agar dapat menopang beban lalu lintas diatasnya.
12
2) Jalan kolektor
Jalan kolektor adalah jalan yang melayani lalu lintas pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang,
dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3) Jalan lokal
Jalan lokal adalah jalan yang melayani lalu lintas setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
4) Jalan lingkungan
Jalan lingkungan adalah jalan yang melayani lalu lintas lingkungan dengan
ciri perjaanan jarak dekat, dan kecepatan rata – rata rendah.
b. Kinerja perkerasan (pavement performance)
Menurut Sukirman (1999), kinerja perkerasan jalan (pavement performance)
meliputi 3 hal :
1) Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak
antar ban dan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi
dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan dan
kondisi cuaca.
2) Wujud perkerasan (structural perkerasan), sehubungan dengan kondisi
fisik dari jalan tersebut seperti adanya retak – retak, amblas, alur,
gelombang dan lain sebagainya.
3) Fungsi pelayanan (fungtional performance), sehubungan dengan
bagaimana perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai
jalan. Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan umumnya merupakan satu
kesatuan yang dapat digambarkan dengan “kenyamanan mengemudi
(riding quality)
c. Umur rencana
Menurut Sukirman (1999), umur rencana perkerasan adalah jumlah tahun dari
saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu
perbaikan yang bersifat struktural (sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan).
Selama umur rencana tersebut, pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus
dilakukan, seperti pelapisan nonstrukutural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur
14
rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya diambil 20 tahun dan untuk
peningkatan jalan 10 tahun.
d. Lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan jalan
Menurut Sukirman (1999), tingkat ketebalan lapisan perkerasan jalan
ditentukan dari beban lalu lintas yang diterima, berarti dari arus lalu lintas yang
hendak memakai jalan tersebut. Besarnya lalu lintas diperoleh dari :
1) Analisa lalu lintas saat ini
2) Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana
e. Sifat tanah dasar
Lapisan tanah dasar merupakan lapisan paling bawah yang menopang lapisan
fondasi. Lapisan tanah dasar tersebut mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya
dan mutu jalan secara keseluruhan. Di Indonesia, daya dukung tanah untuk
kebutuhan perencanaan tebal perkerasan ditentukan dengan pemeriksaan CBR
(California Bearing Ratio)
f. Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan dimana lokasi jalan tersebut berada mempengaruhi
lapisan perkerasan jalan dan tanah dasar antara lain :
1) Berpengaruh terhadap sifat teknis konstruksi perkerasan dan sifat
komponen material lapisan perkerasan
2) Pelapukan bahan material
3) Mempengaruhi penurunan tingkat kenyamanan dari perkerasan jalan
g. Sifat dan banyak material tersedia di lokasi
Perencanaan tebal lapis perkerasan juga ditentukan dari jenis lapisan
perkerasan dan ketersediaan bahan serta mutu material tersebut.
h. Bentuk geometrik lapisan perkerasan
Bentuk geometrik lapisan perkerasan mempengaruhi cepat atau lambatnya
aliran air meninggalkan lapisan perkerasan jalan. Bentuk geometrik dibedakan
menjadi 2 :
1) Konstruksi berbentuk kotak (box construction)
Lapisan perkerasan diletakkan di dalam lapisan tanah dasar tapi tidak
semua bagian badan jalan.
15
dimana :
W18 = kumulatif beban gandar standar selama umur perencanaan (CESA).
ZR = Standar normal deviate.
S0 = Combined standard error dari prediksi lalu lintas dan kinerja.
SN = Structural Number
P0 = Initial serviceability.
Pt = Terminal serviceability
Pf = Failure serviceability
Mr = Modulus resilien (psi)
17
Dimana :
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif
w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun
n = umur pelayanan (tahun)
g = perkermbangan lalu lintas (%)
2) Menghitung CBR tanah dasar
Menurut Akbar (2013), CBR merupakan suatu perbandingan antara beban
percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan
dinyatakan dalam persentase.
E = 1500 x CBR...............................................................................(2.8)
dimana :
CBR = nilai CBR representatif (%)
E = modulus elastisitas tanah dasar (psi)
3) Menentukan fungsional perkerasan
a) Menentukan nilai indeks kemampuan pelayanan awal (P0)
Menurut AASHTO (1993), nilai indeks pelayanan awal (P0) untuk
perkerasan lentur adalah 4.2 dan untuk perkerasan kaku adalah 4.5.
b) Menentukan nilai indeks pelayanan akhir (Pt)
Menurut AASHTO (1993), nilai indeks kemampuan pelayanan akhir
(Pt) yang digunakan adalah 2 dan 2,5. Nilai total perubahan indeks
kemampuan pelayanan dinyatakan dalam :
∆PSI = P0 – Pt.................................................................................(2.9)
19
Gambar 2.9. Koefisien lapisan beton beraspal gradasi rapat (a1) (AASHTO,
1993)
Koefisien lapisan a2, modulus resilient (MR) donotasikan sebagai EBS.
Koefisien lapisan a2 didapat dengan grafik pada Gambar 2.9., 2.10., 2.11.,
atau dengan persamaan berikut :
a2 = 0.249(log10EBS) – 0.977..........................................................(2.10)
22
Gambar 2.10. Koefisien lapisan fondasi atas granular (a2) (AASHTO, 1993)
23
Gambar 2.12. Koefisien lapisan fondasi atas cement – treated base (CTB)
(a2) (AASHTO, 1993)
Koefisien lapisan a3, modulus resilient (MR) dinotasikan sebagai ESB.
Koefisien lapisan a3 didapat dengan grafik pada Gambar 2.13. atau
dengan persamaan berikut :
a3 = 0.277(log10EBS) – 0.839..........................................................(2.11)
25
Gambar 2.14. Nomogram untuk mencari SN pada perkerasan lentur (AASHTO, 1993)
SN1
D1 = .........................................................................................(2.12)
𝑎1
Dimana :
SN1 = structural number untuk lapis permukaan
D1 = tebal lapis perkerasan
a1 = koefisien lapisan
b) Structural number 2 (SN2)
SN2 − SNˣ1
D2 = ...............................................................................(2.13)
a2.m2
Dimana :
SN2 = structural number untuk lapisan fondasi atas
D2 = tebal lapis perkerasan
a2 = koefisien lapisan
m2 = koefisien drainase
c) Structural number 3 (SN3)
𝑆𝑁3 − (𝑆𝑁ˣ1+𝑆𝑁ˣ2)
D3 = ....................................................................(2.14)
𝑎3.𝑚3
Dimana :
SN3 = structural number untuk lapisan fondasi bawah
D3 = tebal lapis perkerasan
a3 = koefisien lapisan
m3 = koefisien drainase
Tabel 2.9. Umur rencana perkerasan jalan baru (Bina Marga, 2017)
Dalam analisis lalu lintas, penetun volume lalu lintas pada jam sibuk dan lalu lintas harian rata – rata tahunan (LHRT) mengacu pada
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Jenis kendaraan yang diperhitungkan dalam analisis adalah kendaraan roda 6 atau lebih.
32
33
Dengan :
R = faktor pengali perkembangan lalu lintas
i = perkembangan lalu lintas tahunan (%)
UR = umur rencana (tahunan)
Jika terjadi perbedaan laju perkembangan lalu lintas selama umur rencana,
dengan i1% (UR1) pada awal umur rencana dan i2% pada sisa umur
rencana (UR – UR1), maka menggunakan persamaan :
(1+0.01 𝑖1)𝑈𝑅1 −1 (1+0.01 𝑖2)(𝑈𝑅−𝑈𝑅1) −1
R= +(1 + 0.01 𝑖1)(𝑈𝑅1−1) (1+0.01 i2){ }........(2.16)
0.01 𝑖1 0.01 𝑖2
Dengan :
R = faktor pengali perkembangan lalu lintas
i1 = perkembangan lalu lintas pada awal priode (%)
i2 = perkembangan lalu lintas pada sisa periode (%)
UR = total umur rencana (tahun)
UR1 = umur rencana periode 1 (tahun)
Volume diatas digunakan untuk rasio volume kapasitas (RVK) yang belum
mencapai tingkat kejenuhan (RVK) ≤ 0.85. Apabila kapasitas lalu lintas
diperkirakan tercapai pada tahun ke Q dari rencana umur (UR), faktor
pengali perkembangan lalu lintas dihitung dengan persamaan :
(1+0.01 𝑖)𝑄 −1
R= 0.01 𝑖
+(UR – Q) (1 + 0.01 𝑖)(𝑄−1) ...................................(2.17)
34
Apabila survey beban gandar tidak memungkinkan dan tidak ada data
terdahulu, maka gunakan nilai VDF pada Tabel 2.15 dan 2.16. Tabel 2.15
menunjukan nilai VDF regional masing – masing jenis kendaraan niaga
yang diolah dari data studi WIM yang dilakukan Ditjen Bina Marga pada
tahun 2012 – 2013. Data tersebut diperbaharui sekurang – kurangnya 5
tahun. Apabia survey lalu lintas dapat mengidentifikasi jenis dan
kendaraan niaga, dapat digunakan data VDF masing – masing kendaraan
menurut Tabel 2.16. Untuk periode beban faktual (sampai tahun 2020),
menggunakan nilai VDF beban nyata. Untuk periode beban normal
(terkendali) tahun 2021 keatas, menggunakan VDF normal dengan muatan
sumbu seberat 12 ton. Perkiraan beban gandar kawasan dengan lalu lintas
rendah dapat mengacu pada Tabel 2.17.
Tabel 2.15. Nilai VDF masing – masing jenis kendaraan niaga (Bina Marga, 2017)
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
5B 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
6A 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5
6B 4,5 7,4 3,4 4,6 5,3 9,2 4,0 5,1 4,8 8,5 3,4 4,7 4,9 9,0 2,9 4,0 3,0 4,0 2,5 3,0
7A1 10,1 18,4 5,4 7,4 8,2 14,4 4,7 6,4 9,9 18,3 4,1 5,3 7,2 11,4 4,9 6,7 - - - -
7A2 10,5 20,0 4,3 5,6 10,2 19,0 4,3 5,6 9,6 17,7 4,2 5,4 9,4 19,1 3,8 4,8 4,9 9,7 3,9 6,0
7B1 - - - - 11,8 18,2 9,4 13 - - - - - - - - - - - -
7B2 - - - - 13,7 21,8 12,6 17,8 - - - - - - - - - - - -
7C1 15,9 29,5 7,0 9,6 11,0 19,8 7,4 9,7 11,7 20,4 7,0 10,2 13,2 25,5 6,5 8,8 14,0 11,9 10,2 8,0
7C2A 19,8 39 6,1 8,1 17,7 33 7,6 10,2 8,2 14,7 4 5,2 20,2 42 6,6 8,5 - - - -
7C2B 20,7 42,8 6,1 8 13,4 24,2 6,5 8,5 - - - - 17 28,8 9,3 13,5 - - - -
7C3 24,5 51,7 6,4 8 18,1 34,4 6,1 7,7 13,5 22,9 9,8 15 28,7 59,6 6,9 8,8 - - - -
36
Tabel 2.16. Nilai VDF masing – masing kendaraan niaga (Bina Marga, 2017)
Faktor Ekivalen Beban (VDF)
Jenis kendaraan Konfigurasi Distribusi tipikal (%) (ESA / Kendaraan)
Uraian
Klasifikasi sumbu Kelompok Semua kendaraan Semua kendaraan bermotor VDF4 pangkat VDF5 pangkat
Alternatif
lama sumbu bermotor kecuali sepeda motor 4 5
1 1 Sepeda motor 1.1 Muatan yang diangkut 2 30,4
Sedan / angkot / pick up /
2,3,4 2,3,4 1.1 2 51,7 74,3
Station wagon
5a 5a Bus kecil 1.2 2 3,5 5 0,3 0,2
5b 5b Bus besar 1.2 2 0,1 0,2 1 1
6a.1 6.1 Truk 2 sumbu - cargo ringan 1.1 muatan umum 2 0,3 0,2
4,6 6,6
6a.2 6.2 Truk 2 sumbu - ringan 1.2 tanah, pasir, besi, semen 2 0,8 0,8
6b1.1 7.1 Truk 2 sumbu - cargo sedang 1.2 muatan umum 2 0,7 0,7
- -
6b1.2 7.2 Truk 2 sumbu - sedang 1.2 tanah, pasir, besi, semen 2 1,6 1,7
6b2.1 8.1 Truk 2 sumbu - berat 1.2 muatan umum 2 0,9 0,8
3,8 5,5
6b2.2 8.2 Truk 2 sumbu - berat 1.2 tanah, pasir, besi, semen 2 7,3 11,2
7a1 9.1 Truk 3 sumbu - ringan 1.22 muatan umum 3 7,6 11,2
3,9 5,6
7a2 9.2 Truk 3 sumbu - sedang 1.22 tanah, pasir, besi, semen 3 28,1 64,4
7a3 9.3 Truk 3 sumbu - berat 1.1.2 3 0,1 0,1 28,9 62,2
Truk 2 sumbu dan trailer
KENDARAAN NIAGA
7b 10 1.2-2.2 4 0,5 0,7 36,9 90,4
penarik 2 sumbu
7c1 11 Truk 4 sumbu - trailer 1.2-2.2 4 0,3 0,5 13,6 24
7c2.1 12 Truk 5 sumbu - trailer 1.2-2.2 5 19 33,2
0,7 1
7c2.2 13 Truk 5 sumbu - trailer 1.2-222 5 30,3 69,7
7c3 14 Truk 6 sumbu - trailer 1.22-222 6 0,3 0,5 41,6 93,7
37
38
Posisi muka air tanah (Tabel Dibawah standar minimum Sesuai desain ≥ 1200 mm dibawah tanah
6.2) (tidak dianjurkan) standar dasar
Galian di zona iklim 1** dan
Semua galian kecuali seperti ditunjukan untuk kasus
semua timbunan berdrainase
Implementasi - 3 dan timbunan tanpa drainase yang baik dan
baik (m ≥ 1) dan LAP > 1000
LAP* < 1000 mm di atas muka tanah asli
mm di atas muka tanah asli
kasus
Jenis tanah PI 1 2 3
Lempung 50 - 70 2 2 2,5
40 2,5 3 3,5
Lempung kelanauan
30 3 4 4
20 4 4 5
Lempung kepasiran
10 4 4 5
Lanau 1 1 2
41
Tabel 2.19. Desain fondasi jalan minimum (Bina Marga, 2017)
F1² F2 F3 F4 F5
Untuk lalu lintas dibawah 10
Lihat bagan desain 4 untuk alternatif perkerasan
juta ESA5 lihat bagan desain
kaku³
3A - 3B dan 3 C
Repetisi beban sumbu
kumulatif 20 tahun pada > 10 - 30 > 30 - 50 > 50 - 100 > 100 - 200 > 200 - 500
lajur rencana (10⁶ ESA5)
Jenis permukaan fondasi AC AC
Jenis lapis fondasi Cement Treated Base (CTB)
AC WC 40 40 40 50 50
AC BC⁴ 60 60 60 60 60
AC BC atau AC Base 75 100 125 160 220
CTB³ 150 150 150 150 150
Fondasi Agregat Kelas A 150 150 150 150 150
43
44
Tabel 2.21. Desain Perkerasan Lentur dengan HRS (Bina Marga, 2017)
Kumulatif beban sumbu 20
tahun pada lajur rencana FF1 < 0,5 0,5 ≤ FF2 ≤ 4,0
(10⁶ CESA5)
Jenis permukaan HRS atau penetrasi makadam HRS
Struktur perkerasan Tebal lapis (mm)
HRS WC 50 30
HRS Base - 35
LFA Kelas A 150 250
LFA Kelas A atau LFA
Kelas B atau kerikil alam
150 125
atau lapis distabilisasi
dengan CBR > 10 %³
Tabel 2.22. Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis Fondasi Berbutir (Bina Marga, 2017)
STRUKTUR PERKERASAN
FFF1 FFF2 FFF3 FFF4 FFF5 FFF6 FFF7 FFF8 FFF9
Solusi yang dipilih Lihat Catatan 2
Kumulatif beban sumbu 20
tahun pada lajur rencana <2 ≥2-4 >4-7 > 7 - 10 > 10 - 20 > 20 - 30 > 30 - 50 > 50 - 100 > 100 - 200
(10⁶ ESA5)
KETEBALAN LAPIS PERKERASAN (mm)
AC WC 40 40 40 40 40 40 40 40 40
AC BC 60 60 60 60 60 60 60 60 60
AC Base 0 70 80 105 145 160 180 210 245
LPA Kelas A 400 300 300 300 300 300 300 300 300
Catatan 1 2 3
45
Tabel 2.23. Penyesuaian Tebal Lapis Fondasi Agregat Kelas A untuk Tanah Dasar
CBR ≥7 % (Bina Marga, 2017)
STRUKTUR PERKERASAN
FFF1 FFF2 FFF3 FFF4 FFF5 FFF6 FFF7 FFF8 FFF9
Solusi yang dipilih Lihat Catatan 2
Kumulatif beban sumbu 20
tahun pada lajur rencana > 2 > 2 - 4 > 4 - 7 > 7 - 10 > 10 - 20 > 20 - 30 > 30 - 50 > 50 - 100 > 100 - 200
(10⁶ ESA5)
TEBAL LFA A (mm) PENYESUAIAN TERHADAP BAGAN DESAIN 3B
Subgrade CBR ≥ 5,5 - 7 40 40 40 40 40 40 40 40 40
Subgrade CBR > 7 - 10 60 60 60 60 60 60 60 60 60
Subgrade CBR ≥ 10 0 70 80 105 145 160 180 210 245
Subgrade CBR ≥ 15 400 300 300 300 300 300 300 300 300
46
47