Anda di halaman 1dari 30

A.

Bumi dan Gerak Benda Langit

Sebelum membahas mengenai bumi dan gerak benda langit, ada baiknya kita
mengetahui sejarah singkat pemikiran manusia tentang bumi dan langit. Adapun
sejarah singkat tersebut, sebagai berikut.
1) Abad VI SM, pemikir Yunani kuno (Aristoteles, 35 SM dan Ptoleumeus 140
SM) berpandangan bahwa bumi merupakan bola yang diam dan merupakan
pusat alam semesta (geosentris).
2) Aristarchus, 300 SM menyatakan bahwa matahari sebagai pusat jagat raya,
namun ia kalah pamor dengan pandangan Aristoteles.
3) 18 Abad kemudian (tahun 1500), Nicolas Copernicus mengemukakan
pandangan heliosentris.
4) Tycho Brahe (1546-1601) dengan data yang dimilikinya menentang kembali
pandangan heliosentris, karena dia tidak melihat fenomena paralaksis.
5) Kepler (1571-1630), asisten Tycho, dengan memanfaatkan data milik Tycho
dan mengolahnya secara matematis, ia memperkokoh gagasan heliosentris.
Bumi kita berputar seperti gasing. Gerak putar bumi pada sumbu putarnya ini
dinamakan gerak rotasi bumi. Bukti langsung adanya gerak rotasi bumi baru
ditemukan tahun 1851 oleh Faucault dengan percobaannya yang dikenal dengan
ayunan Faucault. Untuk menyelesaikan satu putaran (satu periode rotasi),
dibutuhkan waktu 23 jam 56 menit 4,1 detik. Panjang interval waktu yang
dibutuhkan bumi untuk menyelesaikan satu rotasi dinamakan hari Sideris. Satu hari
Sideris adalah 23 jam, 56 menit, 2,091 detik. Adapun efek atau akibat dari rotasi
bumi, diantaranya: adanya gerak harian benda langit (gerak benda-benda langit
dalam satu kali putaran) dari timur ke barat, terjadinya pergantian siang dan malam,
terjadinya pepatan bumi di arah kutubnya (momentum sudut lebih besar pada daerah
equator), efek coriolis (pada arah angin, perubahan arah ayunan bandul, perubahan
arah arus laut sepanjang equator bumi), adanya gerak benda

Fisika Dasar 6, “Bumi dalam Bola Langit”| 1


langit memutar kutub langit, serta terjadinya pembelokan arah mata angin
(hukum Boys-Ballot).
Di samping itu, gerak rotasi bumi ini juga yang menyebabkan terjadinya
pergerakan semu benda-benda langit. Gerak semu benda langit adalah gerak yang
kita amati dari bumi, dimana benda-benda langit terlihat terbit di timur dan
tenggelam di barat. Gerak semu ini teramati karena bumi kita yang berotasi dengan
arah sebaliknya yaitu dari barat ke timur (berlawanan arah jarum jam). Lintasan
gerak benda-benda langit yang terbit di timur dan terbenam di barat, dinamakan
lintasan harian benda langit. Lintasan harian ini terlihat berbeda jika kita
mengamatinya dari lintang berbeda.
Jika kita berada tepat di khatulistiwa, kita akan mengamati lintasan harian
benda-benda langit tersebut tegak lurus terhadap horizon/ufuk. Jika kita berada di
bumi belahan selatan (sebelah selatan khatulistiwa), kita akan mengamati lintasan
harian benda-benda langit tidak lagi tegak lurus terhadap horizon, tapi condong ke
arah utara. Besarnya kemiringan lintasan harian ini tergantung sejauh mana kita dari
khatulistiwa. Semakin ke arah selatan, maka garis lintasan gerak harian benda-benda
langit akan semakin condong ke arah utara. Begitu juga sebaliknya jika kita bergerak
ke arah utara. Semakin ke utara dari khatulistiwa, maka semakin besar kecondongan
lintasan harian benda-benda langit itu ke arah selatan.
Sumbu rotasi bumi tidak
sebidang dengan bidang edarnya
mengelilingi matahari (ekliptika).
Terhadap ekliptika ini, equator bumi
membentuk sudut 23,50. Dengan kata
lain, sumbu rotasi bumi (berwarna
kuning) pada Gambar 1.2 membentuk
sudut 23,50 terhadap normal bidang
ekliptika Sumbu rotasi Bumi sendiri
tidak tetap mengarak ke posisi
tertentu di langit.
Gambar 2.1 Sumbu rotasi bumi dengan
bidang edar matahari (ekliptika)
(Sumber:http://www.herongyang.com/astrolog
y_horoscope/Astronomy_The_Ecliptic.html)
GERAK PRESESI (GERAK GASING) SUMBU BUMI
PERIODE PRESESI (LINGKARAN PENUH) = 26.000 Sumbu rotasi ini bergerak
TAHUN DAN NUTASI (GELOMBANG KECIL) = 19
TAHUN
perlahan relatif terhadap ekliptika,
Kutub Ekliptika
mengitari normal ekliptika dengan
periode 25.800 tahun. Gerak sumbu
23,5o

rotasi bumi ini dinamakan gerak


presesi.

Gambar 2.2 Gerak presesi atau gerak


gasing bumi
Sumber: http://sciencesociety-
iss.blogspot.com/2011/05/sumbu-bumi-bergeser

Gerak semu langit tidak sama periodenya dengan gerak Matahari di langit
(diamati dari Bumi). Gerak semu langit periodenya 23 jam 56 menit 4.1 detik,
sedangkan gerak harian Matahari di langit periodenya 24 jam. Terdapat perbedaan
sekitar 4 menit. Perbedaan ini menyebabkan penampakan langit sedikit berbeda
dilihat pada jam yang sama tiap harinya. Sebagai contoh: sebuah bintang hari ini
terbit pukul 18:00. Maka, keesokan harinya ia akan terbit pukul 17:56, lusa pukul
17:52, dan seterusnya. Bintang itu akan terbit 4 menit lebih cepat dari hari
sebelumnya. Karena itu, perlahan-lahan penampakan langit akan bergeser dari hari
ke hari. Kira-kira enam bulan dari sekarang, bagian langit yang berada di atas kepala
kita pada jam 9 malam akan berada di bawah kaki kita. Dengan kata lain, jika kita
mengamati langit dengan waktu pengamatan yang terpisah 6 bulan, kita akan
mengamati dua belahan bola langit yang berbeda.
Objek-objek langit seperti matahari, bulan, dan planet-planet memiliki
geraknya sendiri diantara bintang-bintang. Matahari bergerak secara perlahan ke
arah timur relatif terhadap bintang-bintang. Karena itu, untuk menyelesaikan satu
putaran mulai dari misalnya posisi tepat di atas kepala kita, terbenam, terbit, kembali
di atas kepala kita, matahari membutuhkan waktu 24 jam (selang waktu sehari
semalam). Bintang-bintang membutuhkan waktu sama denga periode rotasi Bumi,
23 jam 56 menit 4.1 detik. Bulan membutuhkan waktu sedikit bervariasi, kira-kira
50 menit lebih panjang dari 24 jam. Planet-planet bergerak di langit dengan
kecepatan yang lebih besar lagi variasinya, tergantung pada seberapa
dekat planet tersebut ke matahari, dan dimana posisinya (dalam orbitnya) relatif
terhadap Bumi.
Selain berotasi, bumi juga
bergerak mengitari matahari yang
disebut dengan revolusi bumi dalam
waktu 362,2564 hari satu kali
putaran. Satu hari efemeris adalah
86.400 detik efemeris, dan 1 detik
efemeris adalah panjang interval yang
diukur dengan jam atom standar.
Panjang interval waktu yang
dibutuhkan oleh Bumi untuk satu kali

Gambar 2.3 Gerak bumi mengelilingi mengelilingi Matahari ini dinamakan


matahari Sumber:
sebagai tahun Sideris.
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/bola-
langit-2.pdf)

Adapun efek atau akibat dari adanya gerak revolusi bumi, diantaranya:
perubahan penampakan posisi matahari relatif terhadap bintang-bintang yang berada
di latar belakang. Dilihat dari bumi, Matahari bergerak diantara bintang- bintang.
Bumi bergerak mengitari matahari berlawanan arah jarum jam apabila dilihat dari
kutub utara ekliptika. Akibatnya, arah gerak matahari ini pada bola langit
berlawanan dengan arah gerak semu langit, yaitu dari Barat ke Timur. Selain itu,
karena bumi mengitari matahari maka rasi bintang nampak bergiliran selama satu
tahun. Hal ini menyebabkan intesitas penyinaran matahari terhadap bumi berubah-
ubah pula. Perubahan intensitas matahari terhadap muka bumi menyebabkan
terjadinya perubahan musim setiap tahunnya. Beberapa rasi bintang di langit selatan
yang telah dikenal sebagai berikut.

Gambar 2.4 Rasi Crux (bintang laying-layang) Sumber:


(http://renydjawoelsyner.blogspot.com/2011
/01/rasi-bintang-pari-crux.html)
Gambar 2.5 Rasi Orion (bintang Gambar 2.6 Rasi α dan ß Centauri
Waluku) Sumber:(http://x- (bintang timbang) Sumber:
tremesains.blogspot.com/2010/08/rasi- (http://id.wikipedia.org/wiki/
orion.html) Alpha_Centauri)

Gambar 2.7 Rasi Pleiades sebagai bintang Kartika


Sumber:
(http://www.wingmakers.co.nz/seven_spirits_of_
pleiades.html)

Misalnya, pada musim dingin


yang nampak menonjol adalah rasi
Orion, sedangkan musim panas tidak
tampak karena rasi Orion ada di
langit pada siang hari. Sebaliknya,
rasi Scorpio dan Sagitarius tampak
di langit pada malam musim panas,
tetapi tidak tampak pada malam
bulan-bulan musim dingin.
Gambar 2.8 Perubahan kedudukan rasi
bintang terhadap bumi Sumber:
(http://libraz79.wordpress.com/categor
y/uncateg)orized/)
Langit tampaknya seperti kubah raksasa yang melingkupi bumi beserta
benda-benda langit, seperti bintang, matahari, dan bulan yang seolah-olah menempel
pada kubah tersebut. Kubah yang dimaksud tersebut dinamakan bola langit dimana
dilihat hanyalah sebagian yang dibatasi oleh bidang atau lingkaran yang disebut
horizon atau kaki langit.
B. Kedudukan dalam Bola Langit
Kita ketahui bahwa benda-benda langit sepeti matahari, bulan, dan bintang-
bintang bergerak di langit dari timur ke barat dan semua lintasan benda langit ini
memiliki bentuk busur lingkaran. Ini menandakan bahwa langit itu berbentuk bola
yang dinamakan bola langit.bola yang terlihat hanyalah sebagian saja yang dibatasi
oleh lingkaran yang disebut horizon atau kaki langit.
Gambar 2.1 di samping
Z memperlihatkan pengamat (O)
merupakan pusat bola langit dan
garis vertikal yang dibuat melelui
puasat bola langit ini memotong bola
B
langit di titik atas yang disebut zenith
S U
O (Z) dan titik bawah yang dinamakan

T
horizon nadir (N). bidang datar yang melalui
pusat bola langit dan titik S, B, U,
dan T serta tegak lurus garis vertikal
(ZN) ini disebut horizon (SBUT).
N

Gambar 2.9 Pengamat O ada di pusat bola


langit
Sumber: (Suwitra, Nyoman, 2001: 6)

Sumbu bumi berimpit dengan sumbu


bola langit di dua titik yaitu di titik kutub
langit utara (KLU) dan kutub langit selatan
(KLS). Bidang datar yang melelui pusat bola
langit dan tegak lurus sumbu langit KLU- Gambar 2.10 Equator langit dan kutub bola
langit Sumber: (Suwitra, Nyoman, 2001: 6)
KLS disebut bidang ekuator
langit (EQ). Lingkaran besar yang melelui Z, N, KLU, dan KLS disebut meridian
langit.
Semua benda-benda langit dipandang menempel pada bola langit dan bola
langit beserta seluruh benda-benda langit ini berputar pada sumbu Utara-Selatan dari
Timur ke Barat dalam waktu 24 jam (tepatnya 23 jam 56 menit 4 detik). Gerak ini
mencerminkan gerak rotasi (dari Barat ke Timur)
Bila diperhatikan bentuk lintasan masing-masing bintang dalam gerakannya
dari Timur ke Barat seperti misalnya bintang P, terbitnya di A mencapai puncak
(kulminasi) di C dan terbenam di B (Gambar 2.11). Namun ada juga bintang yang
lintasannya berbentuk lingkaran dan seluruhnya berada di atas bintang horizon,
misalnya seperti bintang Q. Bintang yang seprti itu tidak pernah terbenam dan
dinamakan bintang sirkumpolar.

N
Bintang P
Bintang Q

Utara Timur Selatan

Barat

Gambar 2.11 Sistem tinggi dan azimuth


Sumber: (Suwitra, Nyoman, 2001: 7)

Kemiringan sumbu putar bola


langit (KLU-KLS) bergantung dari
tempat pengamat. Bagi pengamat yang
berada di belahan bumi utara, maka
KLU berada di atas horison dan KLS
berada di bawah horison. Besarnya
busur dari horison sampai ke kutub
langit disebut tinggi kutub (Φ). Seperti
halnya dari Tokyo yang berada 350 LU
maka KLU akan berada 250 di tas horison. Jadi tinggi kutub Φ itu sama dengan
lintang geografis tempat pengamat KLU makin tinggi, dan makin banyak tampak
bintang sirkumpolar. Dikatakan bahwa tempat ini memiliki kedudukan langit
condong. Untuk membuktikan tinggi kutub sama dengan lintang geografis tempat
dapat digunakan Gambar 2.12 di samping.

 Keterangan Gambar 2.5, sebagai berikut.

P = titik pusat bumi = titik pusat bola langit = tempat


Peninjauan. EQ = Equator / katulistiwa
Ks = Kutub Selatan Ku = Kutub utara
Z = Zenith
N = Nadir

B = Titik Barat

S = Titik Selatan

U = Titik Utara

S – Ks = Tinggi Kutub = P3
Garis ZP membuat sudut dengan EQ sebesar Derajat Lintang tempat. Sebab,
jarak Derajat zenith suatu tempat ke equator, sama besar Derajat tempat yang
bersangkutan.
Sudut EPKs = sudut ZPS = 90º. Sudut P1 = sudut P3, sebab, kedua-duanya
merupakan sudut penyiku dari dua buah sudut yang sama. Karena
sudut P3 adalah tinggi Kutub, sedang sudut P1 adalah Lintang tempat, maka Kutub
sama besar derajatnya dengan Lintang tempat yang bersangkutan.
Akhirnya untuk yang ada di kutub utara, poros langit tegak lurus horizon,
dan semua bintang-bintang adalah bintang sirkumpolar, lintasan bintang semua
sejajar bidang horizon. Dikatakan bahwa di kutub bumi kedudukan langit itu sejajar.
Z KLU

EQ

KLU KLS

N
Gambar 2.13 Langit dari equator
Sumber: (Suwitra, Nyoman, 2001: 8)
KLS
Gambar 2.14 Langit dari kutub utara
Sumber: (Suwitra, Nyoman, 2001: 8)
C. Tata Koordinat Bola Langit
Kedudukan suatu tempat di bumi dapat ditentukan dengan sistem koordinat
“bujur dan lintang” geografis. Koordinat di suatu titik di bidang permukaan bola
langit dapat ditentukan dengan menetapkan lingkaran dasar dan titik asal koordinat.
Jika kita melihat sebuah komet di langit, bagaimana cara kita memberitahu teman
kita di tempat lain untuk melihat komet yang sama? Jika kita ingin pergi ke rumah
teman, pasti kita tanyakan alamatnya bukan? Begitu juga dengan komet di langit,
beserta bintang-bintang, galaksi dan bermacam objek lainnya, mereka semua
memiliki “alamat” tertentu yang tidak mungkin kembar satu sama lain. Alamat yang
dimaksud di sini adalah koordinat. Semua benda langit bisa kita cari asalkan kita
mengetahui koordinatnya. Jadi, teman kita pasti bisa menemukan komet yang kita
maksud. Seperti apa koordinat yang digunakan untuk mengenali objek langit?
Namanya adalah koordinat langit. Terdapat tiga jenis sistem koordinat yaitu tata
koordinat horizon, tata koordinat ekuator dan tata koordinat ekliptika.
1. Tata Koordinat Horizon (alt-azimuth)

Koordinat horizon (alt-azimuth) adalah penentuan posisi benda langit


yang hanya berlaku secara lokal di sekitar pengamat saja. Nama koordinat ini
ditentukan dari dua kata yang didefinisikan sebagai penentu posisi benda,
yaitu
altitud (disingkat alt) dan azimuth. Istilah-istilah penting lainnya yang
digunakan dalam koordinat ini adalah horison, zenith, dan nadir.
Horison adalah bidang datar yang menjadi pijakan pengamat, yang
menjadi batas antara belahan langit yang dapat diamati dengan yang tidak
dapat diamati. Apabila kita berada di tengah-tengah laut, kita akan melihat
horison ini sebagai pertemuan antara langit dengan permukaan laut.
Kemudian zenith adalah sebuah titik khayal di langit yang berada tepat di
atas pengamat. Sedangkan nadir adalah kebalikan dari zenith, yaitu sebuah
titik yang berada di bawah pengamat. Kedua
titik ini terletak tegak lurus terhadap horison.

Gambar 2.15 Sistem koordinat horizon Sumber:(http://duniaastronomi.com/2009/02/koordi


nat-langit-ekuatorial/)
Apabila sebuah bintang baru terbit atau tenggelam, ketinggiannya
dari horison adalah 0 derajat. Dan bintang yang berada di zenith memiliki
altitud 90 derajat. Azimuth (A) menyatakan sudut yang dibentuk antara
bintang dengan titik utara atau selatan.
Pengamat yang berada di belahan bumi utara menghitung azimuth
bintang dari titik utara ke arah timur (searah putaran jarum jam). Sedangkan
pengamat yang berada di belahan bumi selatan menghitung azimuth bintang
dari titik selatan ke arah timur (berlawanan arah putaran jarum jam).
Besarnya azimuth adalah dari 0 derajat hingga 360 0.
Penentuan nilai altitud dan azimuth dari sebuah objek yang relatif
mudah menjadi kelebihan sistem koordinat ini. Untuk menentukan altitud,
kita bisa gunakan sextant, sedangkan untuk menentukan azimuth kita dapat
gunakan kompas. Titik acuan koordinatnya (horison dan titik utara atau
selatan) pun jelasdan dapat kita tentukan dengan mudah. Hal ini jauh lebih
mudah jika dibandingkan dengan menentukan titik gamma, ekuator langit,
asensiorekta dan deklinasi pada sistem koordinat ekuatorial.
Sementara kekurangan sistem koordinat ini adalah bahwa, seperti
yang sudah disebutkan di atas, koordinat alt-azimuth hanya berlaku lokal (di
sekitar pengamat) saja. Ketinggian dan azimuth sebuah bintang pada saat
yang sama akan memiliki nilai yang berbeda jika dilihat dari tempat yang
jauh. Misalkan seorang pengamat di Semarang ingin memberitahukan sebuah
objek yang ditemukannya kepada pengamat lain di Bandung dengan
memberikan koordinat alt-azimuth objek tersebut, maka pengamat di
Bandung akan kesulitan menemukan objek yang dimaksud.
2. Tata Koordinat Ekuator

Ekuator langit adalah suatu


lingkaran besar semu, yang dapat dibuat
dengan membesarkan ekuator Bumi
sampai berpotongan dengan bola langit.
Untuk mendapatkan lingkaran dasar dan
titik asal yang letaknya selalu tetap di
bola langit, maka yang cenderung
digunakan adalah tata koordinat
ekuator.

Gambar 2.16 Tata koordinat equator Sumber:


(http://duniaastronomi.com/2009/02/koordi nat-
langit-ekuatorial/)

Bila bidang ekuator bumi diperluas sampai menyentuh bola langit maka
bidang ini dinamakan bidang ekuator langit.
Demikian pula bila sumbu Utara-Selatan bumi diperluas sampai
menyentuh bola langit akan didapat kutub utara langit (KUL) dan kutub selatan
langit (KSL).
Gambar 2.17 Tata koordinat equator

Ekuator langit mempunyai


inklinasi sebesar ~23.5°, terhadap
bidang ekliptika; sebagai hasil dari
kemiringan sumbu. Koordinat ekuatorial
ini dibuat dengan cara membayangkan
sebuah bola langit yang memiliki
ekuator dan kutub yang sejajar dengan
ekuator dan kutub bumi. Itulah mengapa
koordinat ini disebut dengan koordinat Gambar 2.18 Tata koordinat equator Sumber:
ekuatorial. (http://duniaastronomi.com/2009/02/k
oordinat-langit-ekuatorial/)

Sama seperti bumi, koordinat langit ini ditentukan berdasarkan dua


sumbu atau titik asal. Jika di bumi digunakan lintang yang dihitung dari ekuator
dan bujur yang dihitung dari Greenwich, maka koordinat langit memiliki
deklinasi yang dihitung dari ekuator langit dan asensiorekta yang dihitung dari
titik aries (vernal equinox) yang didefinisikan sebagai titik perpotongan antara
ekuator dengan ekliptika (bidang orbit bumi terhadap matahari).

Gambar 2.19 Deklinasi dan


assensiorekta Sumber:
(http://duniaastronomi.com/2009
/02/ koordinat-langit-
ekuatorial/)
derajat ke arah kutub selatan langit.
Sedangkan asensiorekta dihitung
Deklinasi dihitung 0 derajat untuk
berlawanan arah jarum jam hingga
ekuator, positif hingga 90 derajat ke arah
24 jam (360 derajat) dengan 0 jam
kutub utara langit, dan negatif hingga -90
di titik aries.

Untuk memperjelas, jika titik aries ada di meridian (garis yang


menghubungkan kutub utara dengan kutub selatan melewati zenith), maka RA
dihitung ke timur.

Dalam koordinat ini, semua benda


langit terbit dan tenggelam mengikuti
lintasan yang sejajar dengan ekuator langit.
Jadi apabila kita berada di Semarang
misalnya, dengan lintang sekitar 6 derajat
di selatan, ilustrasi bola langitnya dapat
dilihat pada gambar.
Gambar 2.20 Lintasan bintang pada
equator langit Sumber:
(http://duniaastronomi.com/2009/
02/koordinat-langit-ekuatorial/)

Untuk kasus ketika kita berada di Kutub Utara misalnya, maka kita akan
dapat melihat bintang-bintang yang tidak tenggelam sepanjang hari, yang disebut
juga sebagai bintang circumpolar atau bintang kutub. Jadi, apabila kita mau
mengamati objek yang redup (tidak mudah dilihat dengan mata) menggunakan
teleskop, dengan mengetahui koordinat objek tersebut dan dengan melakukan
kalibrasi pada teleskop kita, mencari objek manapun akan terasa lebih mudah.
3. Tata Koordinat Ekliptika
Matahari di samping melakukan gerakan harian dari timur ke barat,
matahari juga melakukan gerakan tahunan pada bola langit sepanjang lingkaran
besar yang dinamakan ekliptika. Ekliptika adalah jalur yang dilalui oleh suatu
benda dalam mengelilingi suatu titik pusat sistem koordinat tertentu. Ekliptika
pada benda langit merupakan suatu bidang edar berupa garis khayal yang
menjadi jalur lintasan benda-benda langit dalam mengelilingi suatu titik pusat
sistem tata surya. Seandainya bumi dijadikan sebagai titik pusat sistem
koordinat, maka ekliptika merupakan bidang edar yang dilalui oleh benda-
benda langit seperti planet dan matahari untuk mengelilingi bumi. Dan bila
matahari dijadikan sebagai titik pusat sistem koordinat, maka ekliptika
merupakan bidang yang terbentuk sebagai lintasan orbit bumi yang berbentuk
elips dengan matahari berada pada titik pusat elips tersebut. Ekliptika
memotong ekuator langit di dua titik yaitu Titik Pertama Aries atau Vernal
Equinox (titik musim semi) dan di titik Autumnal Equinox (titik musim gugur).

Gambar 2.21 Tata koordinat ekliptika


Sumber: (Suwitra, Nyoman, 2001)
Matahari berada di Vernal Equinox (γ) pada tanggal 21 Maret dan di
Autumnal Equinox (Ω) pada tanggal 23 September. Ketika matahari dalam
lintasannya sepanjang ekliptika mencapai Vernal Equinox (γ), dia melintasi dari
sisi selatan ke sisi utara dari ekuator langit. Dalam tata koordinat
ekliptika, tata koordinat benda langit ditentukan oleh kedudukan benda
terhadap bidang ekliptika dan titik aries sebagai titik asal.

Ada beberapa ketentuan ekliptika pada bola langit yaitu sebagai berikut.

a. Ekliptika merupakan lingkaran besar pada bola langit yang berpotongan


dengan lingkaran ekuator langit.
b. Sudut perpotongan ekliptika dengan ekuator besarnya 23,50.

c. Ekliptika adalah garis edar semu tahunan matahari. Arah peredaran


matahari pada ekliptika adalah negatif, berlawanan arah dengan
peredaran semu harian.
d. Salah satu titik potong lingkaran ekliptika dengan lingkaran ekuator
adalah titik musim semi atau titik aries.
e. Dari titik Aries matahari menempuh busur ekliptika menuju belahan
langit utara, sehingga setelah 3 bulan yaitu pada tanggal 21 Juni
matahari mencapai Garis Balik Utara yang deklinasinya 23,50.
f. Tegak lurus dengan bidang ekliptika adalah sumbu ekliptika yang
menghubungkan Kutub Ekliptika Utara dan Kutub Ekliptika Selatan.

Gambar 2.22 Kedudukan bola langit pada 600


Sumber: (Suwitra, Nyoman, 2001)

Gambar di atas memperlihatkan bola langit pada 600 LS:


EQ : ekuator langit
KT : ekliptika
R : bintang
A : titik Vernal Equinox (γ)

B : titik Autumnal Equinox (Ω)


AR1 : bujur astronomis bintang (χ)
RR1 : lintang astronomis (β)
AR2 : ascencio recta (α)
RR2 : deklinasi (δ)
Bujur astronomis adalah busur pada lingkaran ekliptika yang dihitung
mulai dari titik aries sampai titik perpotongan busur yang menghubungkan kutub
utara dan kutub selatan ekliptika (KUE dan KSE) yang melalui bintang yang
bersangkutan (busur AR1). Lintang astronomis adalah busur sepanjang lingkaran
lintang ekliptika yang dimulai dari titik kaki bintang di lingkaran ekliptika (R 1)
sampai ke bintang tersebut (R). Lintang astronomis dihitung dari 0 0 sampai 900,
positif untuk bagian utara dan negatif untuk bagian selatan ekliptika.
Karena posisi bidang ekliptika di bola langit tidak berubah terhadap
waktu, demikian pula dengan kedudukan titik aries yang selalu tetap, ini berarti
bujur dan lintang astronomis tetap dan tidak berubah terhadap waktu.
D. Penentuan (Perhitungan) Waktu
Satuan waktu yang banyak digunakan dalam berbagai aktivitas didapat dari dua
gerak bumi. Yang pertama adalah hari yang sama dengan periode rotasi bumi atau
penampakan periode rotasi langit yang sebenarnya diakibatkan oleh gerak rotasi bumi,
di mana 1 periode sama dengan 1 kali rotasi yang dibagi-bagi menjadi satuan yang lebih
kecil, yaitu: jam (h), menit (m), kemudian detik (s). kemudian hari dibagi dalam 24 jam,
tiap jam dibagi lagi menjadi 60 menit, dan tiap menit dibagi lagi menjadi 60 detik. Yang
kedua adalah tahun, yaitu periode revolusi bumi yang mengitari matahari. Perhitungan
waktu ditentukan oleh posisi objek di bola langit yang dipilih sebagai acuan. Selang
waktu antara dua kali objek tersebut melewati meridian. Hari adalah dalam kehidupan
keseharian orang menggunakan kedudukan matahari sebagai acuan waktu.
1. Waktu Sideris dan Waktu Surya
Ada tiga perhitungan waktu yang digunakan yaitu, Vernal Equinox (VE) atau
titik aries, surya nampak (waktu surya benar) dan surya rerata.
a) Waktu surya benar
Waktu surya benar ditentukan oleh kedudukan sebenarnya matahari di
bola langit. Hari surya benar dimulai ketika matahari mencapai meridian
bawah, sehingga saat itu waktu surya benar menunjukkan jam 0.00, satu hari
surya benar dibagi dalam 24 jam.

b) Waktu sideris

Gambar di samping
memperlihatkan posisi bumi 21
maret dan 22 maret terhadap
matahari dan arah titik aries (VE).
Pada tanggal 21 maret, siang
sideris dan siang surya itu
bersamaan untuk pengamat yang
ada di O, dimana matahari (VE)
bersaman melewati meridian atas.

Gambar 2.23 Hari sideris lebih pendek dari hari


surya karena bumi selain berotasi juga
berevolusi mengitari matahari

Setelah bumi berotasi satu putaran penuh relatif terhadap VE sehingga


saat ini meridian atas pengamat di O tetap sejajar dengan arah semula ke arah
VE. Tetapi, sementara itu bumi telah berevolusi terhadap matahari dan
perpindahan posisinya terhadap matahari (gamabar bagian bawah).
Pada posisi yang baru telah mencapai siang sideris (VE melewati
meridian atas pengamat O) tetapi siang surya belum, dan bumi harus berotasi
sekitar 360 0/ 365,25 atau kurang sedikit dari 10 dalam 4 menit, maka itu hari
sideris lebih pendek 4 menit hari surya. Tepatnya perbedaan hari surya dengan
hari sideris adalah 3m 558, 909, oleh karena itu panjang hari sideris adalah 23 h
56m 4s, 091 dari waktu surya rerata. Waktu sideris kira-kira bersamaan dengan
waktu surya pada tanggal 21 September, dan kembali waktu sideris tiap bulan
2 jam mendahului waktu surya dan dalam setahun mendahului 24 jam. Ini
berarti bumi berotasi satu kali lebih banyak dari jumlah hari surya dalam
setahun
c) Waktu Surya Rerata
Kita tahu matahari bergerak sepanjang ekliptika sebagai pencerminan
dari revolusi bumi dengan kecepatan kira-kira 1 0 perhari. Tetapi karena orbit
bumi berupa elips dan kecepatan bumi mengitari matahari juga tidak tetap, hal
ini mengakibatkan kecepatan matahari di ekliptika juga tidak tetap. Misalnya
ketika bumi dekat perihelium, awal Januari kecepatan bumi lebih besar
sehingga matahari di ekliptika juga tampak bergerak lebih cepat. Demikian
pula sebaliknya ketika bumi dekat aphelium besar sehingga matahari di
ekliptika juga tampak bergerak lebih cepat. Demikian pula sebaliknya ketika
bumi dekat aphelium, awal Juli bumi bergerak lebih lambat (sesuai hukum
Keppler II).
Karena perbedaan waktu surya dengan waktu sideris bergantung dari
gerak harian orbit bumi, waktu surya yang tampak (surya benar) awal Januari
ini memiliki panjang maksimum. Sedang pada bulan Juli, bumi ada pada dekat
aphelium, gerak bumi lambat, jarak yang ditempuh per hari sangat pendek.
Sehingga waktu surya tampak (hari surya benar) mencapai panjang minimum.
Ini berarti hari surya benar itu tidak tetap lamanya, selalu berubah
dalam setahun, atau bervariasi. Gerak matahari yang kurang teratur ini yang
menyebabkan lama dari hari surya benar tidak tetap (bervariasi) dengan
sendirinya tidak bisa digunakan sebagai satuan ukuran waktu yang baku.
Pengaruh kemiringan ekliptika, gerak matahari di ekliptika itu seragam,
namun karena bidang ekliptika itu miring terhadap bidang ekuator bidang
langit, maka hari surya benar akan terpendek di equinox titik awal dan
terpanjang di titik balik. Jadi kedua factor tersebut yaitu gerak revolusi bumi
dan kemiringan ekliptika terhadap ekuator langit menyebabkan lamanya hari
surya benar tidak tetap. Sehingga tidak bisa digunakan sebagai satuan ukuran
waktu.
Untuk mengatasi ketidak tepatan hari surya benar ini maka
dibayangkan suatu matahari kahyal yang bergerak sepanjang ekuator langit
dengan kecepatan konstan dengan periode yang sama dengan periode matahari
benar dalam menyelesaikan lintasannya di ekliptika dengan kecepatan sekitar 1
0
perhari. Waktu yang ditentukan dengan rerata matahari ini dinamakan waktu
surya rerata, yang dimulai saat surya rerata mencapai meridian bawah, yaitu
jam 0.00 surya rerata. Waktu surya rerata pada bujur yang melalui kota
Greenwich (Inggris) disebut Greenwich Mean Time (GMT). Waktu GMT
sering digunakan untuk menandai peristiwa-peristiwa international.
2. Waktu Standar atau Waktu Daerah
Waktu surya rerata untuk tiap tempat berbeda-beda sesuai dengan perbedaan
bujur tempat tersebut. Karena rotasi bumi itu 3600 dalam 24 jam dan juga garis
bujur dihitung 3600, yaitu 1800BT dan 1800BB, maka setiap perbedaan garis bujur
150 akan terdapat perbedaan waktu surya rerata 1 jam. Waktu surya rerata dari
meridian yang melalui Greenwich dinamakan waktu universal yang disingkat
dengan GMT.
Misalnya: Jakarta 1070BT = GMT + (107 x 4m) = GMT + 7h 8m
Surabaya 1130 BT = GMT + 7h 32m
Menado 1250 B = GMT + 8h 20m
Ini berarti waktu surya rerata di berbagai tempat tidak sama dan hal ini akan
menimbulan kesukaran, seperti misalnya bagi orang yang berpergian ke arah timur
ataupun ke barat dia harus terus mengubah jam arlojinya untuk menyesuaikan
dengan waktu surya rerata setempat dengan benar. Untuk menghindari kekacauan
ini, maka dilakukan standarisasi waktu menurut wilayah, sehingga dalam suatu
wilayah semua tempat menetapkan waktu yang sama. Standarisasi waktu surya
rerata ini dinamakan “waktu standar”. Waktu standar pertama kali digunakan oleh
jalur kereta api Britania pada 11 Desember 1847, ketika mereka mengganti waktu
lokal menjadi waktu Greenwich
Dasar penetapan waktu ini adalah garis bujur. Garis bujur merupakan garis
khayal pada bumi yang membujur dari utara ke selatan. Bumi berputar dalam sekali
putaran menempuh sudut 3600. Pedoman awal garis bujur dimulai dari kota
Greenwich, London, Inggris yang ditetapkan sebagai garis bujur 00. Sekali berputar,
bumi memerlukan waktu 24 jam untuk putaran 360 0. Atau, dapat dikatakan dalam 1
jam bumi berputar 150. Oleh karena itu, setiap 15 0 dan kelipatannya dari 00 dijadikan
sebagai garis bujur.
Sebelum diperkenalkannya standar waktu, setiap kota menyetel waktunya
sesuai dengan posisi matahari di tempat masing-masing. Sistem ini bekerja dengan
baik sampai diperkenalkannya kereta api, yang memungkinkan untuk berpergian
dengan cepat namun memerlukan seseorang untuk terus-menerus mencocokan
jamnya dengan waktu lokal yang berbeda-beda dari satu kota ke kota lain. Standard
waktu, dimana semua jam di dalam satu daerah menggunakan waktu yang sama,
dibuat untuk memecahkan masalah perbedaan waktu seperti dalam perjalanan kereta
api di atas.
Standar waktu membagi-bagi bumi kedalam sejumlah "zona waktu", masing-
masing melingkupi (dalam teorinya) paling sedikit 15o. Semua jam di dalam zona
waktu ini disetel sama dengan jam lainnya, tapi berbeda sebanyak satu jam dari jam-
jam di zona waktu yang bertetanggaan. Waktu lokal di Royal Greenwich
Observatory di Greenwich, Inggris, dipilih sebagai standard di Konferensi
Meridian Internasional tahun 1884, yang memicu penyebaran pemakaian
Greenwich Mean Time untuk menyetel jam di dalam suatu daerah. Lokasi ini dipilih
karena sampai tahun 1884, dua pertiga dari semua peta dan bagan menggunakannya
sebagai meridian utama (prime meridian).
Berdasarkan hasil konferensi internasional tahun 1884, juga ditetapkan
sistem 24’zone (wilayah) waktu internasional untuk seluruh dunia tiap zone
rentangnya 150 bujur. Tiap zone diberi nomor berurutan yang dimulai dari meridian
Greenwich, ke barat diberi tanda (+) dan ke timur tanda (-) Indonesia yang terletak
antara 950 BT dan 1410 BT terletak dalam 4 zone yaitu zone -6 sampai -9. Tetapi
Indonesia membagi wilayahnya dalam tiga wilayah waktu yaitu waktu Indonesia
Barat (WIB), waktu Indonesia tengah (WITA), dan waktu Indonesia timur (WIT).
Waktu Greenwich atau Greenwich Mean Time (GMT) adalah rata-rata
waktu surya seperti yang dilihat dari Royal Greenwich Observatory (Observatorium
Kerajaan di Greenwich) yang terletak di Greenwich, London, Inggris yang melalui
konvensi dikenal terletak di 0o garis bujur. Secara teori, tengah hari GMT adalah saat
di mana matahari melewati Meridian Greenwich (dan mencapai titik tertinggi di
langit di Greenwich). Karena bumi memiliki kecepatan yang tidak teratur dalam
orbit lonjongnya, kejadian ini (tengah hari di Greenwich) bisa 16 menit berbeda dari
waktu matahari nyata (apparent solar time). Namun tengah hari Greenwich ini
diambil rata-ratanya sepanjang tahun, dengan menggunakan waktu matahari.
Pembagian Wilayah Waktu di Indonesia
Gambar 2.24 Pembagian wilayah waktu di Indonesia
Sumber : (http://artikel-kependidikan.blogspot.com/2011/09/pembagian-daerah-
aktu- di-indonesia.html)

Secara geografis, posisi Indonesia pada bola bumi ini terletak pada koordinat
6°LU – 11°LS dan dari 95° BT – 141°BT. Indonesia berada pada tiga garis bujur
(kelipatan 15), yaitu 1050, 1200, dan 1350. Dari sinilah dapat diketahui bahwa
Indonesia menjadi tiga daerah waktu: Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu
Indonesia Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia Timur (WIT).
Dari letak bumi secara “melintang” utara-selatan kita bisa mengetahui bahwa
wilayah Indonesia terletak pada dua belahan dunia, yaitu di bagian utara khatulistiwa
dan di selatan khatulistiwa. Sedangkan secara “membujur”, letak seluruh wilayah
Indonesia terletak di sebelah timur Greenwich (sebagai garis bujur 0°). Bentuk
wilayah Indonesia lebih mengarah pada “membujur” barat- timur daripada
“melintang” utara-selatan. Hal tersebut dapat kita lihat dari panjang wilayah
Indonesia secara “melintang” utara-selatan yang hanya “sepanjang” 16° (yaitu 6° ke
arah utara dan 11° ke arah utara). Sedangkan panjang wilayah Indonesia secara
“membujur” barat-timur mencapai 46° (141°-95°).
Secara sederhana garis lintang menunjukkan seberapa jauh jarak utara-
selatan suatu lokasi dari garis khatulistiwa, sedangkan garis bujur menunjukkan
seberapa jauh jarak barat-timur suatu lokasi dari Greenwich.
Penentuan zona waktu
menggunakan acuan waktu di Greenwich
atau biasa disebut GMT (Greenwich
Mean Time). Hal ini disebabkan karena
Greenwich merupakan posisi di mana
garis bujurnya 0°. Untuk wilayah-
wilayah tertentu maka waktunya
tergantung pada seberapa jauh jarak
wilayah tsb dari Greenwich secara
horisontal atau “membujur” barat-timur.

Keterangan:
P dan Q = kutub utara dan selatan celestial sphere (bola angkasa)
p dan q = kutub utara dan selatan bumi
C = titik pusat bumi dan celestial sphere (bola angkasa)
M = Matahari
VE = Vernal Equinox
g = posisi Greenwich pada permukaan bumi
0 = posisi pengamat pada permukaan bumi
G = posisi semu Greenwich pada celestial sphere (bola angkasa), diperoleh
dari perpanjangan garis Cg O = posisi semu pengamat pada celestial
sphere (bola

Secara sederhananya, penentuan waktu di suatu tempat pengamat


dipengaruhi (tidak memakai kata “didasarkan” karena penentuan waktu lebih
didasarkan pada Local Apparent Solar Time) pada besarnya Hour Angle antara
lokasi pengamat dengan posisi matahari di langit. Hour Angle adalah sudut yang
dibentuk antara suatu benda langit (misal matahari) dan zenith (posisi atas kepala)
seorang pengamat, dimana kutub utara celestial sphere menjadi titik sudutnya.
Untuk lebih mudahnya diberikan contoh berdasarkan gambar di atas:
1. Hour angle dari matahari terhadap Greenwich adalah sudut GPM

2. Hour angle dari matahari terhadap pengamat di o adalah sudut OPM.

Pada gambar di atas dapat kita ketahui bahwa besar sudut OPM =
GPM+OPG, dimana OPM merupakan busur dari pengamat di o dan GPM sendiri
menunjukkan GMT.
Oleh karena itulah penentuan zona waktu dilakukan berdasarkan posisi garis
bujur suatu wilayah (bukan garis lintang). Sedangkan garis lintang suatu lokasi lebih
mengarah pada penentuan lamanya durasi siang (matahari bersinar) pada lokasi
tersebut. Selama satu hari (24 jam,lebih tepatnya 23 jam 56 menit) bumi berputar
pada porosnya sehingga posisi matahari pada celestial sphere akan membentuk tepat
satu lingkaran (yang disebut diurnal circle atau lingkaran harian). Mengingat 1
lingkaran adalah 360° dan satu lingkaran tsb ditempuh dalam waktu 24 jam
(pendekatan dari 23 jam 56 menit) maka 1 jam pada satuan waktu diwakili 15°
pada ukuran derajat. Dan setiap panjang garis bujur 15° ditetapkan sebagai satu zona
waktu tersendiri, yaitu GMT + waktu tsb.
Oleh karena itulah Indonesia terbagi menjadi 3 zona waktu karena panjang
wilayah Indonesia secara “membujur” barat-timur adalah 46°, sehingga 46° : 15°
= 3,07 (dibulatkan menjadi 3). Sehingga panjang zona waktu Indonesia secara
keseluruhan adalah 3 jam yang pada akhirnya menyebabkan zona waktu Indonesia
dibagi menjadi 3 zona.

 Alasan WIB memiliki zona waktu GMT+7

Hal tersebut disebabkan karena ujung barat wilayah Indonesia terletak pada
posisi 95° BT, yang berarti ujung barat wilayah Indonesia terletak sejauh
95° dari Greenwich. Mengingat bahwa setiap 15° ditetapkan sebagai satu
zona waktu maka 95° : 15° = 6,33 menjadikan WIB = GMT + 7. Kenapa
bukan GMT + 6 mengingat 6,33 jika dibulatkan seharusnya menjadi 6?
Tetapi karena 95° BT hanyalah ujung timur wilayah Indonesia dan
sebagian besar wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan Barat dan Kalimantan
Tengah terletak pada posisi lebih dari 95° BT maka ditetapkanlah WIB =
GMT + 7.
 Alasan WITA memiliki zona waktu GMT+8

Berdasarkan bujur tolok 120o, maka wilayah Indonesia yang berada


diantara garis bujur tersebut adalah wilayah Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara. Mengingat bahwa
setiap 15° ditetapkan sebagai satu zona waktu maka 120° : 15° = 8
menjadikan WITA = GMT + 8.
 Alasan WIT memiliki zona waktu GMT+9
Berdasarkan bujur tolok 135o, maka wilayah Indonesia yang berada
diantara garis bujur tersebut adalah wilayah Maluku dan Irian Jaya.
Mengingat bahwa setiap 15° ditetapkan sebagai satu zona waktu maka
135° : 15° = 9 menjadikan WIT = GMT + 9.
Garis Tanggal Internasional
Kenyataan makin ke timur waktu makin maju, hal ini menimbulakan
masalah. Misalnya seorang berangkat keliling dunia ke arah timur, maka setelah
lewat 15o garis bujur ia harus memajukan arlojinya 1 jam, sehingga setelah
menyelesaikan perjalanan ia telah memajukan arlojinya 24 jam atau sehari penuh.
Untuk mengatasi masalah ini, berdasarkan persetujuan internasional maka
ditetapkan garis tanggal internasional, yaitu sepanjang meridian 180o, garis tanggal
ini terletak kira-kira di pertengahan lautan Pasifik. Berdasarkan konvensi, pada garis
tanggal ini tanggal kalender harus berubah satu hari. Bila melewati garis tanggal ini
dari barat ke timur, karena waktunya maju maka sebagai imbalan dia harus
memundurkan tanggalnya, dan bila dari timur ke barat, dia harus menambahakan
tanggalnya satu hari.
3. Kalender
Satuan alamiah dari kalender adalah hari, minggu, bulan, dan tahun. Hari
didasarkan pada periode rotasi bumi, bulan didasarkan pada periode bulan mengitari
bumi, dan tahun didasarkan pada periode revolusi bumi.
Satuan berikutnya adalah bulan yang didasarkan periode revolusi bulan
terhadap bintang disebut bulan sideris yang lamanya sekitar 271/3 hari. Sedangkan
selang dua fase bulan yang dikenal dengan satu bulan, sebenarnya merupakan
periode revolusi bulan terhadap matahari, dan ini disebut sinodis yang lamanya
sekitar 291/2 hari.
Satuan yang ketiga adalah tahun yang didasarkan pada revolusi bumi. Paling
tidak ada tiga jenis tahun, yang pertama adalah periode revolusi bumi mengelilingi
matahari terhadap bintang yang disebut tahun sideris yang lamanya adalah 365,2564
hari surya rerata atau 365 hari lewat 6 jam 9 menit 10 detik. Yang kedua adalah
periode revolusi bumi terhadap titik musim semi (vernal equinox), yaitu terhadap
permulaan berbagai musim yang disebut tahun tropis. Tahun ini lamanya
365,242199 hari surya rerata, atau 365 hari lewat 10 jam 48 menit 46 detik.
Kalender ini dipakai untuk menentukan musim.
Tahun yang ketiga adalah tahun anomalistic yaitu selang waktu dua kali
berturut bumi melewati titik perihelion. Tahun ini lamanya 365,2596 hari surya
rerata, atau 365 hari lewat 6 jam 13 menit 53 detik. Tahun ini sedikit berdeda dengan
tahun sideris karena sumbu panjang orbit bumi bergeser pelan-pelan dalam bidang
orbit revolusi bumi.
Minggu mungkin diambil dari seperempat dari fase bulan yang lamanya
tujuh hari. Nama dari ketujuh hari tersebut diambil dari nama tujuh planet (termasuk
bulan dan matahari), yaitu saturnus (Saturday), matahari (Sunday), bulan (Monday),
dan berikutnya berturyt-turut adalah Mars, Mercurius, Jupiter, dan Venus, dan
keempa nama ini diambil dari nama-nama dewa romawi kuno.
a) Kalender Kuno
Cikal bakal kalender modern sekarang berasal dari kalender romawi
dan yunani kuno abad kedelapan SM yang pada mulanya munkin terdiri dari
10 bulan, dan nama empat bulan yang terakhir adalah September, oktober,
November, dan desember. Tetapi sejak pertama SM ditambahkan dua bulan
lagi yaitu januari dan februari.
Kalender romawi aslinya menggunakan tahun bulan, satu bulan
ddasarkan pada periode sinodis bulan yang lamanya terata 29,5 hari dan di
mulai dari bulan baru. Karena satu tahun bulan lamanya 354 hari, sedangkan
tahun msehi 365,5 hari, sehingga dalam tiga tahun perbedaannya menjadi 1
bulan penuh. Untuk mengikuti tahun musim, maka setiap tiga tahun ditabahkan
bukan ketiga belas. Kalender romawi disebarkan 70 SM memiliki 12 bulan,
yaitu: martius, Aprilis, Mains, Junius, Quintilis, Sextilis, September, oktober,
nopember, desember, januari, februari. Jadi satu tahun jumlahnya 365 hari.
Pada pertengahan abad kedua SM, di mulai 1 januari digunakan sebagai
permulaan tahun.
b) Kalender Julian
Atas nasihat astronom Sosigenes dari Alexandria, Julius Caesar 46 SM,
mengadakan perubahan terhadap kalender Romawi dengan membuat ke-12
bulan itu hamper sama panjang rerata sekitar 30½ hari. Kalender ini
didasarkan pada tahun tropis yang lamanya 365 hari. Jadi, biasanya satu tahun
berisikan 365 hari, dan setiap 4 tahun ditambah satu hari pada bulan Februari
sehingga menjadi 366 hari dan tahun ini disebut tahun kabisat. Kalender Julian
ini mulai diperkenalkan sejak 1 Januari 45 SM.
Setelah Caesar meninggal pada tahun 44 SM untuk menghormatinya,
maka bulan Quintilis (aslinya bulan kelima Kalender Romawi) diubah
namanya menjadi bulan Juli (dari nama Julius). Lebih jauh lagi, senat Romawi
juga memperbaiki kalender Julian dengan mengubah nama bulan Sextilis
(aslinya bulan keenam) menjadi bulan Agustus untuk menghormati Augustus
Caesar pengganti Julius.
c) Kalender Gregorian
Walaupun tahun Julian sudah mendekati tahun tropis dengan lama
rerata 365, 25 hari, tetapi masih terdapat kelebihan 11 m 14s tiap tahunnya. Bila
ini dibiarkan terus maka titik musim semi (vernal equinox) makin maju, dan
tidak lagi pada 21 maret. Pada tahun 325 M telah ditemukan bahwa vernal
equinox telah bergeser menjadi 11 maret.
Untuk memecahkan masalah ini pada tahun 1982, Puas Gregorius XIII
memperbaharui lagi kalender Julia dengan dua langkah. Pertama, untuk
mengembalikan verna equinox ke 21 maret. Puas Gregorius mengumumkan
bahwa tanggal 4 oktober 1582 hari itu, esok harinya melompat menjadi 15
oktober 1582.
Langkah kedua adalah untuk menghilangkan kelebihan 11 m 14s tiap
tahunnya yang berakumulasi menjadi satu hari penuh setiap 128 tahun, dan ini
sudah diperbaiki. Lalu Puas Gregorius mengeluarkan dekrit menghilangkan 3
hari setiap 400 tahun dengan menetapkan tahun abad yang tidak bisa dibagi
400 pada kalender Julian yaitu 1700, 1800, dan 1900, tahunnya tidak
melompat dan tetap 365 hari. Dengan demikian lama rerata tahun Gregorius
adalah 365,2425 hari surya rerata dan meskipun masih ada selisih yang kecil
dan baru dikoreksi 1 hari dalam dalam 3300 tahun. Tahun Gregorius sedikit
dimodifikasi lagi agar lebih mendekati tahun tropis dengan menetapkan tahun
4000, 8000, 12000 dan seterusnya bukan tahun kabisat, tepapi merupakan
tahun biasa. Perbaikan ini menghasilkan kalender yang sangat cermat, dan baru
perlu dikoreksi 1 hari dalam 20.000 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

Suwitra, Nyoman. 2001. Astronomi Dasar. Singaraja: IKIP


Endarto, Danang. 2017. Kosmologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak
FISDAS 6
BUMI DAN BOLA LANGIT

DOSEN PENGAMPU :
Drs. IWAN SUSWANDI, M.Si.

OLEH:

NI MADE EMA MAHARANI 1713021019/III A


NI MADE ACINTYA PADMAYONI 1713021036/IIIA
NI PUTU ARIS SETYAWATI 1713021042/IIIA

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2018

Anda mungkin juga menyukai