Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Teori Gerontik


2.1.1 Definisi
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan
akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup.
Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia
mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi
hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal,
siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase
hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013).
Lansia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh gagalnya seorang
dalam mempertahankan kesetimbangan terhadap kesehatan dan kondisi stres
fisiologis. Lansia juga berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk
hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Stanley and Patricia,
2011).
Proses menua merupakan suatu proses yang wajar, bersifat alami dan
pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang (Nugroho,
2010).
2.1.2 Teori Tentang Proses Menua
Menurut Maryam (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu:
1. Teori Biologi
1) Teori genetik dan mutasi
Menurut teori genetik dan mutasi, menua terprogram secara genetik
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang di program oleh molekul-molekul DNA dan
setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang
khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan
fungsi sel).
2) Immunology slow theory
Menurut Immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh.

4
3) Teori stres
Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan
stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
4) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-
sel tidak dapat melakukan regenerasi.
5) Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang
tua atau usang menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan,
dan hilangngya fungsi sel.
2. Teori sosial
1) Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Pada lansia, kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehingga
menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa
hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
2) Teori penarikan diri
Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari
pergaulan di sekitarnya. Selain hal tersebut, masyarakat juga perlu
mempersiapkan kondisi agar para lansia tidak menarik diri. Proses
penuaan mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Menurut teori ini seorang lansia
dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil apabila ia
menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada
persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi
kematiannya.
3) Teori aktivitas
Penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seorang lansia
merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan
aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas

5
yang dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia dapat menurun, akan
tetapi di lain sisi dapat dikembangkan. Dari pihak lansia sendiri
terdapat anggapan bahwa proses penuaan merupakan suatu perjuangan
untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku
mereka semasa mudanya. Penerapan teori aktivitas ini sangat positif
dalam penyusunan kebijakan terhadap lansia karena memungkinkan
para lansia untuk berinteraksi sepenuhnya di masyarakat.
4) Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini
dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia. Menurut teori
penarikan diri dan teori aktivitas, proses penuaan merupakan suatu
pergerakan dan proses yang searah, akan tetapi pada teori
kesinambungan merupakan pergerakan dan proses banyak arah,
bergantung dari bagaimana penerimaan seseorang terhadap status
kehidupannya.
5) Teori stratifikasi usia
Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang
dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk
mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap
kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan
keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah
teori ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara
perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat kompleks dan
dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnis.
3. Teori Psikologi
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan
penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan
pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi dapat
menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang
positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan
mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya.
Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan
kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit

6
untuk dipahami dan berinteraksi.
4. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada hubungan
individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan. Kepercayaan adalah suatu fenomena timbal balik, yaitu suatu
hubungan aktif antara seseorang dengan orang lain dalam menanamkan
suatu keyakinan, cinta kasih, dan harapan. Perkembangan kepercayaan
antara orang dan lingkungan terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-
nilai dan pengetahuan. Perkembangan spiritual pada lansia berada pada
tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan.
2.1.3 Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 tugas perkembangan
keluarg yaitu:
1. Memutuskan dimana dan bagaimana akan menjalani hidup selama sisa
umurnya
2. Memelihara hubungan yang suportif, intim dan memuaskan dengan
pasangan hidupnya, keluarga, dan teman
3. Memelihara lingkungan rumah yang adekuat dan memuaskan terkait
dengan status kesehatan dan ekonomi
4. Menyiapkan pendapatan yang memadai
5. Memelihara tingkat kesehatan yang maksimal
6. Mendapatkan perawatan kesehatan dan gigi yang komprehensif
7. Memelihara kebersihan diri
8. Menjaga komunikasi dan kontak yang adekuat dengan keluarga dan teman
9. Memelihara keterlibatan social, sipil dan politisi
10. Memulai hobi baru (selain kegiatan sebelumnya) yang meningkatkan
status
11. Mengakui dan merasakan bahwa ia dibutuhkan
12. Menemukan arti hidup setelah pension dan saat menghadapi penyakit diri
dan pasangan hidup dan kematian pasangan hidup dan orang yang
disayangi; menyesuaikan diri dengan orang yang disayangi
13. Membangun filosofi hidup yang bermakna dan menemukan kenyamanan
dalam filosofi atau agama.

2.1.4 Batasan Usia Lanjut


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO dalam Psychologymania,
2013 batasan lanjut usia meliputi :

7
1. Usia pertengahan (middle age) adalah kolompok usia 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
2.1.5 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
2.1.5.1 Perubahan Fisik Pada Lansia
Tanda dan Gejala menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 yaitu:
1. Perubahan Organik
1) Jumlah jaringan ikat dan kolagen meningkat.
2) Unsur seluler pada sistem saraf, otot, dan organ vital lainnya
menghilang.
3) Jumlah sel yang berfungsi normal menurun.
4) Jumlah lemak meningkat.
5) Penggunaan oksigen menurun.
6) Selama istirahat, jumlah darah yang dipompakan menurun.
7) Jumlah udara yang diekspirasi paru lebih sedikit.
8) Ekskresi hormon menurun.
9) Aktivitas sensorik dan persepsi menurun
10) Penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat menurun.
11) Lumen arteri menebal
2. Sistem Persarafan
1) Penurunan jumlah neuron dan peningkatan ukuran dan jumlah sel
neuroglial
2) Penurunan syaraf dan serabut syaraf.
3) Atrofi otak dan peningkatan ruang mati dalam kranim
4) Penebalan leptomeninges di medulla spinalis.
5) Peningkatan risiko masalah neurologis; cedera serebrovaskuler,
parkinsonisme
6) Konduksi serabut saraf melintasi sinaps makin lambat
7) Penurunan ingatan jangka-pendek derajad sedang
8) Gangguan pola gaya berjalan; kaki dilebarkan, langkah pendek, dan
menekukke depan
9) Peningkatan risiko hemoragi sebelum muncul gejala

3. Sistem Pendengaran
1) Hilangnya neuron auditorius
2) Kehilangan pendengaran dari frekuensi tinggi ke frekuensi rendah

8
3) Peningkatan serumen
4) Angiosklerosis telinga
5) Penurunan ketajaman pendengaran dan isolasi social (khususnya,
penurunan kemampuan untuk mendengar konsonan
6) Sulit mendengar, khususnya bila ada suara latar belakang yang
mengganggu, atau bila percakapan cepat.
7) Impaksi serumen dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
4. Sistem Penglihatan
1) Penurunan fungsi sel batang dan sel kerucut
2) Penumpukan pigmen.
3) Penurunan kecepatan gerakan mata.
4) Atrofi otot silier.
5) Peningkatan ukuran lensa dan penguningan lensa
6) Penurunan sekresi air mata.
7) Penurunan ketajaman penglihatan,lapang penglihatan, dan adaptasi
terhadap terang/gelap
8) Peningkatan kepekaan terhadap cahaya yang menyilaukan
9) Peningkatan insiden glaucoma
10) Gangguan persepsi kedalaman dengan peningkatan kejadian jatuh
11) Kurang dapat membedakan warna biru, hijau,dan violet
12) Peningkatan kekeringandan iritasi mata.
5. Sistem Kardiovaskuler
1) Atrofi serat otot yang melapisi endokardium
2) Aterosklerosis pembuluh darah
3) Peningkatan tekanan darah sistolik.
4) Penurunan komplian ventrikel kiri.
5) Penurunan jumlah sel pacemaker
6) Penurunan kepekaan terhadap baroreseptor.
7) Peningkatan tekanan darah
8) Peningkatan penekanan pada kontraksi atrium dengan S4 terdengar
9) Peningkatan aritmia
10) Peningkatan resiko hipotensi pada perubahan posisi
11) Menuver valsava dapat menyebabkan penurunan tekanan darah
12) Penurunan toleransi
6. Sistem Respirasi
1) Penurunan elastisitas jaringan paru.
2) Kalsifikasi dinding dada.

9
3) Atrofi silia.
4) Penurunan kekuatan otot pernafasan.
5) Penurunan tekanan parsial oksigen arteri (PaO2).
6) Penurunan efisiensi pertukaran ventilasi
7) Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan atelektasis
8) Peningkatan resiko aspirasi
9) Penurunan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia
10) Peningkatan kepekaan terhadap narkotik
7. Sistem Gastrointestinal
1) Penurunan ukuran hati.
2) Penurunan tonus otot pada usus.
3) Pengosongan esophagus makin lambat
4) Penurunan sekresi asam lambung.
5) Atrofi lapisan mukosa
6) Perubahan asupan akibat penurunan nafsu makan
7) Ketidaknyamanan setelah makan karena jalannya makanan melambat
8) Penurunan penyerapan kalsium dan besi
9) Peningkatan resiko konstipasi, spasme esophagus, dan penyakit
divertikuler
8. Sistem Reproduksi
1) Atrofi dan fibrosis dinding serviks dan uterus
2) Penurunan elastisitas vagina dan lubrikasi
3) Penurunan hormone dan oosit.
4) Involusi jaringan kelenjar mamae.
5) Poliferasi jaringan stroma dan glandular
6) kekeringan vagina dan rasa terbakar dan nyeri saat koitus
7) penurunan volume cairan semina dan kekuatan ejakulasi
8) penurunan elevasi testis
9) hipertrofi prostat
10) jaringan ikat payudara digantikan dengan jaringan lemak, sehingga
pemeriksaan payudara lebih mudah dilakukan
9. Sistem Perkemihan
1) Penurunan masa ginjal
2) Tidak ada glomerulus
3) Penurunan jumlah nefron yang berfungsi
4) Perubahan dinding pembuluh darah kecil
5) Penurunan tonus otot kandung kemih

10
6) Penurunan GFR
7) Penurunan kemampuan penghematan natrium
8) Peningkatan BUN
9) Penurunan aliran darah ginjal
10) Penurunan kapasitas kandung kemih dan peningkatan urin residual
11) Peningkatan urgensi
10. Sistem Endokrin
1) Penurunan testosterone, hormone pertumbuhan, insulin, androgen,
aldosteron, hormone tiroid
2) Penurunan termoregulasi
3) Penurunan respons demam
4) Peningkatan nodularitas dan fibrosis pada tiroid
5) Penurunan laju metabolic basal
6) Penurunan kemampuan untuk menoleransi stressor seperti
pembedahan
7) Penurunan berkeringat dan menggigil dan pengaturan suhu
8) Penurunan respons insulin, toleransi glukosa
9) Penurunan kepekaan tubulus ginjal terhadap hormone antidiuretik
10) Penambahan berat badan
11) Peningkatan insiden penyakit tiroid
11. Sistem Kulit Integumen
1) Hilangnya ketebalan dermis dan epidermis
2) Pendataran papilla
3) Atrofi kelenjar keringat
4) Penurunan vaskularisasi
5) Cross-link kolagen
6) Tidak adanya lemak sub kutan
7) Penurunan melanosit
8) Penurunan poliferasi dan fibroblas
9) Penipisan kulit
10) Kekeringan dan pruritus
11) Penurunan keringat dan kemampuan mengatur panas tubuh
12) Peningkatan kerutan dan kelemahan kulit
13) Tidak adanya bantalan lemak yang melindungi tulang dan
menyebabkan timbulnya nyeri
14) Penyembuhan luka makin lama
12. Sistem Muskuloskletal

11
1) Penurunan massa otot
2) Penurunan aktivitas myosin adenosine tripospat
3) Perburukan dan kekeringan pada kartilago sendi
4) Penurunan massa tulang dan aktivitas osteoblast
5) Penurunan kekuatan otot
6) Penurunan densitas tulang
7) Penurunan tinggi badan
8) Nyeri dan kekakuan pada sendi
9) Peningkatan risiko fraktur
10)Perubahan cara berjalan dan postur
2.1.5.2 Perubahan Kognitif Pada Lansia
Menurut (Azizah, 2011) perubahan kognitif yang terjadi pada lansia
meliputi:
1. Memory (Daya ingat, ingatan)
Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang
sering kali paling awal mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang
kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek atau
seketika 0-10 menit memburuk.
2. IQ (intelligent quocient)
Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi matematika (analitis,
linier, sekuensial) dan perkataan verbal. Tetapi persepsi dan daya
membayangkan (fantasi) menurun.
3. Kemampuan belajar (learning)
Lanjut usia yang sehat dan tidak mengalami demensia masih memiliki
kemampuan belajar yang baik. Implikasi praktis dalam pelayanan
kesehatan jiwa (mental health) lanjut usia baik yang bersifat promotif-
preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang
berhubungan dengan proses belajar yang sudah disesuaikan dengan
kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.
4. Kemampuan pemahaman (comprehension)
Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada lansia
mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan fungsi
pendengaran lansia yang mengalami penurunan. Dalam pelayanan
terhadap lanjut usia agar tidak timbul salah paham sebaiknya dalam
berkomunikasi dilakukan kontak mata (saling memandang) sehingga
penurunan mereka akan dapat membaca bibir lawan bicaranya dan
penurunan pendengarannya dapat diatasi serta dapat lebih mudah

12
memahami maksut orang lain.
5. Pemecahan masalah (problem solving)
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin banyak.
Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat dipecahkan menjadi
terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada lanjut usia.
Hambatan yang lain dapat berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman
dan lain-lain, yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih
lama.
6. Pengambilan keputusan (decission making)
Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau seolah-olah
terjadi penundaan. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas atau
pendamping yang dengan sabar sering mengingatkan mereka.
7. Kebijaksanaan (wisdom)
Pada lansia akan semakin bijaksana dalam menghadapi suatu
permasalahan. Kebijaksanaan sangat tergantung dari tingkat kematangan
kepribadian seseorang dan pengalaman hidup yang dijalani.
8. Kinerja (performance)
Pada lanjut usia memang akan terlihat penurunan kinerja baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan performance yang membutuhkan
kecepatan dan waktu mengalami penurunan. Penurunan itu bersifat wajar
sesuai perubahan organ-organ biologis ataupun perubahan yang sifatnya
patologis.
9. Motivasi
Pada lanjut usia, motivasi baik kognitif maupun afektif untuk mencapai
atau memperoleh sesuatu cukup besar, namun motivasi tersebut seringkali
kurang memperoleh dukungan kekuatan fisik maupun psikologis,
sehingga hal-hal yang diinginkan banyak berhenti di tengah jalan.
2.1.5.3 Perubahan Spiritual Pada Lansia
Menurut (Azizah, 2011) agama atau kepercayaan lansia makin
berintegrasi dalam kehidupannya. Lansia makin teratur dalam kehidupan
keagamaannya. Hal ini dapat dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
Spiritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan proses
individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan. Satu hal pada
lansia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu sikap
mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia cenderung
tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian. Pada tahap
perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian.

13
2.1.5.4 Perubahan Psikososial
Menurut (Azizah, 2011) nilai seseorang sering diukur melalui
produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
Lansia mengalami perubahan psikososial karena batasan umur yang telah
dilaluinya. Perubahan tersebut berakibat pada interaksi lansia dengan
masyarakat dan keluarga, terkadang terjadi perubahan yang dirasakan
merugikan tetapi terdapat juga perubahan yang menguntungkan. Perubahan
tersebut meliputi:
1. Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna
tugas). Ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
(1) Kehilangan finansial (income berkurang)
(2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi,
lengkap dengan segala fasilitasnya)
(3) Kehilangan teman atau kenalan
(4) Kehilangan kegiatan atau pekerjaan
2. Perubahan aspek kepribadian
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Dengan adanya penurunan
kedua fungsi tersebut, lansia mengalami perubahan kepribadian.
Kepribadian lanjut usia dibedakan menjadi 5 tipe kepribadian yaitu tipe
kepribadian konstruktif (construction personality), mandiri (independent
personality), tipe kepribadian tergantung (dependent personality),
bermusuhan (hostile personality), tipe kepribadian defensive, dan tipe
kepribadian kritik diri (self hate personality).
3. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bakan kecacatan
pada lansia sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal ini sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas selama yang
bersangkutan masih sanggup agar tidak merasa tersaing atau diasingkan.
4. Perubahan minat
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat
terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan
semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat,
terakhir kebutuhan terhadap kegiatan rekreasi tak berubah hanya

14
cenderung menyempit.
2.1.6 Patofisiologis
Proses Menua

Fase 1 subklinik Fase 2 transisi Fase 3 klinik

Usia 45 produksi hormon


Usia 25-35 Penurunan hormon Usia 35-45 sudah berkurang
Penurunan hormon hingga akhirnya berhenti
(testosteron, growt hormon,

Polusi udara, diet yang tak sehat dan stres

Peningkatan radikal
bebas

Kerusakan sel-seDNA
(sel-sel tubuh)

Sistem dalam tubuh mulai


terganggu spti : penglihatan
menurun, rambut beruban,
stamina & enegi berkurang,
wanita (menopause),pria
(andopause).

Penyakit degeneratif
(DM, osteoporosis,
hipertensi, penyakit
jantung koroner)

15
2.2 Konsep Hipertensi
2.2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi di mana jika tekanan darah sistole 140 mmHg atau
lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmHg atau lebih tinggi (Syamsudin,
2011).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi juga didefinisikan sebagai suatu
peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-
menerus lebih dari suatu periode (Udjianti, 2010).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg (Muttaqin, 2009).
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi pada klien berusia ≥ 18 tahun oleh The Joint National
Commite on Detection, Evaluation, and Treatment Of High Blood Pressure 1998
(Udjianti, 2010).
Batasan tekanan darah (mmHg) Kategori
Diastolik
< 85 Tekanan darah normal
85 – 89 Tekanan darah normal-tinggi
90 – 104 Hipertensi ringan
105 – 114 Hipertensi sedang
≥ 115 Hipertensi berat
Sistolik, saat diastolik < 90 mmHg
< 140 Tekanan darah normal
140 – 159 Garis batas hipertensi sistolik terisolasi
≥ 160 Hipertensi sistolik terisolasi
Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten.
Menurut Pusdiknakes Depkes disebutkan hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik diatas standar dihubungkan dengan usia.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan
besar, yaitu :
1. Hipertensi esensial (hipertensi
primer / idiopathic) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya,
sebanyak 90 % kasus. Beberapa faktor diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini
1) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.

16
2) Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca
menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
3) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi.
4) Berat badan: obesitas ( > 25% di atas berat badan ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.
5) Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan
darah, bila gaya hidup menetap (Udjianti, 2010).
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi
yang disebabkan oleh penyakit lain, sebanyak 10 % (Udjianti, 2010).
2.2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala Hipertensi menurut Kowalak (2011)
1. Hasil pengukuran tekanan darah yang menunjukkan kenaikan pada dua kali
pengukuran secara berturutan sesudah dilakukan pemeriksaan pendahuluan.
2. Nyeri kepala oksipital (yang bisa semakin parah pada saat bangun di pagi hari
karena terjadi peningkatan tekanan intrakranial), nausea, dan vomitus dapat
pula terjadi.
3. Epistaksis yang mungkin terjadi karena kelainan vaskuler akibat hipertensi.
4. Bruits (bising pembuluh darah yang dapat terdengar di daerah aorta
abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan femoralis) bising pembuluh
darah ini disebabkan oleh stenosis atau aneurisma.
5. Perasaan pening, bingung, dan keletihan yang disebabkan oleh penurunan
perfusi darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
6. Penglihatan yang kabur akibat kerusakan retina.
7. Nokturia yang disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke ginjal dan
peningkatan filtrasi oleh glomerulus.
8. Edema yang disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler.

17
2.2.4 Patofisiologi

Obesitas Stress Pola makan tidak Pola hidup tidak


sehat (tinggi garam, sehat (Rokok,
berlemak) alkohol)

Na+ tubuh, plak


Koping individu
pada PD, tahanan
inekektif
perifer berkurang
Penyempitan Kurang
Kortisol, PD / Pengetahuan
Aktivitas saraf Arterosklerosis
simpatis

Penurunan
tekanan Arteri

Renin (Ginjal)

Substrat rennin Angiotensin 1


(Protein Plasma)

Angiotensin 3 Angiotensin 2

Aldosteron Tekanan vaskular


serebral

Retensi Na & Air, Nyeri


volume plasma

Peningkatan
Tekanan darah

Saraf telinga Resti Penurunan curah


jantung
Penurunan
pendengaran Suplai & Keb O2 tidak
Shock
seimbang

Gangguan Sensori Intoleran Aktivitas


pendengaran

18
2.2.5 Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah mencegah


terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh
derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan
dengan terapi (Muttaqin, 2009).

1. Terapi Farmakologis

Obat-obat antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur


dengan obat lain. Obat-obat ini diklasifikasikan menjadi lima kategori (Muttaqin,
2009) yaitu:

1) Diuretik
Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan untuk
mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan sendiri pada
klien dengan hipertensi ringan atau klien yang baru.

2) Simpatolitik
Merupakan adrenergik yang bekerja di sentral simpatolitik. Penghambat
adrenergik alfa, dan penghambat neuron adrenergik diklasifikasikan sebagai
penekan simpatetik, atau simpatolitik.

3) Vasodilator arteriol langsung


Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja dengan
merelaksasikan otot-otot polos dari pembuluh darah terutama arteri, sehingga
menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan darah
akan turun dan natrium serta air tertahan, sehingga terjadi edema perifer.
Diuretik dapat diberikan bersama-sama dengan vasodilator yang bekerja
langsung untuk mengurangi edema.

4) Antagonis angiotensin (Penghambat enzim pengubah angiotensin)


Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE)
yang nantinya akan menghambat pembentukan angiotensin II
(vasokonstriktor) dan menghambat pelepasan aldosteron. Jika aldosteron
dihambat, natrium diekskresikan bersama-sama dengan air.

5) Penghambat saluran kalsium


Calcium-channel Blocker (penghalang saluran kalsium) atau juga dikenal
sebagai kalsium antagonis bekerja dengan cara menahan perpindahan ion

19
kalsium di seluruh membran sel pada otot halus di dinding arteriol, terutama
pada jantung. Diperkirakan bahwa menyempitnya otot halus yang disebabkan
oleh kalsium menyebabkan pembuluh darah menyempit sehingga
meningkatkan tekanan darah. Menghalangi aktivitas kalsium ini akan
memperlebar pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi turun.

2. Terapi nonfarmakologis

Secara garis besar pengobatan hipertensi dibagi dua yaitu pengobatan secara
farmakologis dan nonfarmakologis. Pengobatan nonfarmakologis merupakan
pengobatan tanpa menggunakan obat-obatan. Penurunan tekanan darah didasarkan
pada perubahan pola hidup ke arah lebih sehat untuk menghilangkan beberapa faktor
resiko hipertensi (Marliani, 2007). Banyak terapi alternatif untuk penyakit tekanan
darah tinggi berfokus pada teknik relaksasi (Jain, 2011) yaitu :

1) Akupresur
Sebuah teknik pemijatan yang sangat kuno yang bertujuan untuk
meningkatkan sirkulasi chi (energi hidup) di seluruh tubuh. Sangat umum
dilakukan oleh orang-orang Cina, terutama untuk penyembuhan dan
peningkatan sistem kekebalan tubuh. Dengan menekan secara lembut pada
beberapa titik penting pada tubuh dapat meningkatkan sirkulasi darah dan
mengurangi tekanan darah tinggi. Para praktisi melakukan pemijatan
menggunakan jari, jempol bahkan kaki dan lututnya. Dengan menekan titik
terpilih pada tubuh dapat membantu mengurangi gejala yang timbul pada
penyakit tekanan darah tinggi.

2) Ramuan Cina
Pengobatan tradisional Cina menilai gejala penyakit sebagai sebuah pola
ketidakseimbangan Yin Yang dan menggunakan teori lima elemen (api, air,
logam, tanah dan kayu). Tanaman obat Cina digunakan untuk
menyeimbangkan kembali seluruh kekuatan yang ada pada tubuh. Para ahli
pengobatan tradisional Cina menyembuhkan tekanan darah tinggi dengan
menggabungkan akupunktur dengan terapi tanaman obat.

3) Terapi Herbal
Herbalisme adalah sistem pengobatan holistik yang mengembalikan
mekanisme kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri atau disebut juga
sebagai “kekuatan vital”, dan memberikan pengobatan yang sesuai untuk
pasien. Herbalisme tidak mengisolasi gejala tetapi justru mencari sumber
penyakit, seperti pola makan yang tidak benar, gaya hidup yang tidak sehat

20
atau stress berlebihan yang memberatkan kondisi keseimbangan tubuh.
Beberapa jenis tanaman obat untuk tekanan darah tinggi misalnya bawang
putih, beri jenis hawthorn, kaktus grandiflora, bunga buah jeruk limau,
yarrow, mistletoe, chamomile, valerian, linden, lavender.

4) Pijat
Pijat dapat membantu relaksasi, langsung mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh yang menjalankan fungsi detak jantung, tekanan darah, pernapasan, dan
pencernaan. Walaupun bukan merupakan obat untuk penyakit tertentu, rasa
sehat dari pijatan dapat menurunkan jumlah hormone stress yang beredar,
seperti kortikal dan norepinefrin yang dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh. Pijatan secara teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah
dengan cara relaksasi. Pijatan yang pelan membantu melemaskan ketegangan
otot dan dapat efektif walaupun bagi mereka yang merasa sulit untuk
beristirahat, beberapa studi menunjukkan bahwa pijat terbukti dapat
menurunkan tekanan darah sementara waktu, walaupun tidak dapat
menghilangkannya secara permanen.

5) Aromaterapi
Minyak herbal telah digunakan sejak berabad-abad di berbagai kebudayaan
untuk penyembuhan dan kesehatan serta kecantikan. Selama berabad-abad
diketahui bahwa aromaterapi terdapat pada tanaman yang diikuti oleh tradisi
pijat penyembuhan menggunakan minyak. Minyak esensial dari lavender,
geranium, sandalwood, mawar atau clary sage (sejenis tumbuhan mint),
semuanya baik untuk penyakit tekanan darah tinggi karena mereka memiliki
kualitas membius.

6) Biofeedback
Biofeedback menggunakan peralatan yang dapat memonitor reaksi fisiologis,
sebagai contoh telinga, jantung dan gelombang otak. Hal ini dapat membantu
untuk mengenali kapan kita rileks, sehingga dapat mendatangkan perasaan
tersebut kapan pun kita mau. Penelitian telah menunjukkan bahwa
biofeedback dapat membantu pasien dengan tekanan darah sedang. Teknik ini
seringkali digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang berhubungan
dengan stress dan umumnya dipraktikkan di Inggris, Amerika Utara, dan
Australia.

7) Meditasi
Teknik menenangkan dan memfokuskan pikiran, dapat merangsang
gelombang alfa pada otak, yang diasosiasikan dengan relaksasi. Meditasi

21
bertujuan untuk mendorong relaksasi, keseimbangan internal, dan
meningkatkan kesadaran. Dalam meditasi, gelombang otak berubah menjadi
pola alfa yang berbeda dan terhubung dengan kondisi relaksasi yang
mendalam dan kewaspadaan mental. Orang-orang yang terbiasa meditasi
dapat langsung berada dalam kondisi tersebut, yang memungkinkan mereka
untuk menghadapi stress secara efisien dan dapat juga mengatasi kondisi
tekanan darah tinggi serta sakit otot.

8) Terapi musik klasik


Terapi musik klasik dapat meningkatkan pengeluaran serotonin dan endorfin
sebagai kontrol mood / suasana hati dalam mempengaruhi denyut jantung
sehingga berpengaruh terhadap tekanan darah. Musik yang menurut
penemuan Dr. Lozanov paling membantu adalah musik Baroque seperti Bach,
Handel, Pachelbel, dan Vivaldi. Para komposer ini menggunakan ketukan
yang sangat khas dan pola-pola yang secara otomatis menyinkronkan tubuh
dan pikiran. Misalnya, kebanyakan musik Baroque mempunyai tempo enam
puluh ketukan per menit, yang sama dengan detak jantung rata-rata dalam
keadaan normal.

9) Relaksasi napas dalam


Pernapasan yang terkontrol dan kemampuan untuk rileks setiap saat sangatlah
esensial dalam menanggulangi stress. Latihan pernapasan sederhana
menghasilkan manfaat terapi seperti detak jantung yang tenang, menurunkan
tekanan darah dan tingkat hormon stress.

2.2.6 Komplikasi Hipertensi


1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi.
stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi
otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak
yang diperdarahi berkurang.
2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya membrane glomerulus,
protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi
kronis.

22
4. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di
sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
5. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak
adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami
kejang selama atau sebelum proses persalinan (Corwin, 2009).
2.2.7 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian klien dengan hipertensi
1) Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
2) Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.
3) Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
4) Eliminasi
Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
5) Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat
penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
6) Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan
penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori,
perubahan retina optik.
Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.
7) Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
8) Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk
dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.

23
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan
alat bantu pernafasan.
9) Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.
2. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas).
2) BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
3) Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan
kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4) Kalsium serum
5) Kalium serum
6) Kolesterol dan trygliserid
3. Prioritas keperawatan:
1) Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
2) Mencegah komplikasi.
3) Kontrol aktif terhadap kondisi.
4) Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.
4. Diagnosa Keperawatan 1:
1) Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
2) Tujuan/ kriteria:
a. Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
c. Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
3) Intervensi:
a. Kaji respon terhadap aktifitas.
b. Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.
c. Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.
d. Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan
kursi saat mandi, sisir rambut.
e. Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
f. Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara
bertahap jika dapat ditoleransi.
g. Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.

24
5. Diagnosa Keperawatan 2:
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
2) Kriteria Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan
berkurang.
3) Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
b. Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti
pijat punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.
c. Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri
kepala,misal: membungkuk, mengejan saat buang air besar.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ansietas.
6. Diagnosa Keperawatan 3:
1) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi
motorik sekunder terhadap kerusakan neuron motorik atas.
2) Kriteria:
Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
3) Intervensi:
a. Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada
ekstremitas yang tidak sakit pada sedikitnya empat kali sehari.
R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot
serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga
sampai empat kali sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk
memberikan waktu agar otot rileks dan sangga ekstremitas di atas dan
di bawah sendi untuk mencegah regangan pada sendi dan jaringan.
R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
digunakan. Kontraktur pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi
karena otot ini lebih kuat dari ekstensor dan abduktor.
c. Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur
tubuh.
R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan
dapat menyebabkan kontraktur permanen.
d. Siapkan mobilisasi progresif.
R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik)
karena darah kembali ke sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas secara
bertahap akan menurunkan keletihan dan peningkatan tahanan.

25
e. Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas
fungsional sesuai indikasi.
R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.
7. Diagnosa Keperawatan 4:
1) Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang
pandang, motorik atau persepsi.
2) Kriteria hasil:
a. Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
b. Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
c. Meminta bantuan bila diperlukan.
3) Intervensi:
a. Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
R/ Membantu menurunkan cedera.
b. Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk
melakukan:
a) Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
b) Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
c) Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan
dengan lotion emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien
terhadap suhu.
c. Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan
pengunaan alat bantu.
R/ Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat
meyebabkan regangan atau jatuh.
d. Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
R/ Klien dengan masalah mobilitas, memerlukan pemasangan alat
bantu.
7). Diagnosa 5:
Gangguan persepsi pendengaran berhubungan dengan penurunan
pendengaran.
Tujuan : gangguan persepsi atau sensori pendengaran berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : pendengaran kembali membaik
Intervensi :
a. Kaji ketajaman pendengaran pasien
R/ : mengetahui tingkat penurunan pendengaran pasien

26
b. Anjurkan pada anggota keluarga untuk bicara pelan dan jelas
R/ : untuk memperlancar komunikasi antar anggota keluarga
c. Anjurkan pada anggota keluarga untuk membersihkan telinga ika telinga
terlihat kotor
R/ : lubang telinga yang kotor dapat menghambat pendengaran pasien
d. Periksa lubang telinga pasien, periksa kebersihannya
R/ : untuk mendeteksi adanya sumbatan karena kotoran
e. Diskusikan dengan keluraga untuk penggunaan alat bantu pendengaran
R/ : alat bantu pendengran dapat membantu mengurangi penurunan
pendengaran.

27
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Graha Ilmu. Yogyakarta

Bandiyah. (2009). Hipertensi. Jakarta: Pustaka Bunda

Corwin, Elizabeth J, (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: EGC

Depkes RI. (2010). Operational study an integrated community-based intervention


program on common risk factors of major non-communicable diseases in
Depok-Indonesia. Jakarta: Depkes RI

Jain, Ritu, (2011). Pengobatan Alternatif untuk Mengatasi Tekanan Darah. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama

Kowalak, Jennifer P, (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC


Marliani, Lili & Tantan, (2007). 100 Questions & Answers Hipertensi. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo

Maryam, Siti. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika.

Muttaqin, Arif. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Salemba Medika. Jakarta

Suherly, Muhammad, dkk. (2012). Perbedaan Tekanan Darah Pada Pasien


Hipertensi Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi Musik Klasik di RSUD
Tugurejo Semarang

Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Salemba


Medika: Jakarta

Udjianti, Wajan Juni. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Salemba Medika:


Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Contoh
    Contoh
    Dokumen3 halaman
    Contoh
    vivi
    Belum ada peringkat
  • LP Diare
    LP Diare
    Dokumen13 halaman
    LP Diare
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Ivd
    Bab 1 Ivd
    Dokumen11 halaman
    Bab 1 Ivd
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Demam Typoid
    BAB 1 Demam Typoid
    Dokumen9 halaman
    BAB 1 Demam Typoid
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Pterigium
    Leaflet Pterigium
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Pterigium
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Ivd
    Bab 1 Ivd
    Dokumen11 halaman
    Bab 1 Ivd
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Demam Typoid
    BAB 1 Demam Typoid
    Dokumen9 halaman
    BAB 1 Demam Typoid
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Demam Typoid
    BAB 1 Demam Typoid
    Dokumen9 halaman
    BAB 1 Demam Typoid
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Demam Typoid
    BAB 1 Demam Typoid
    Dokumen9 halaman
    BAB 1 Demam Typoid
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Askep PJK
    Askep PJK
    Dokumen12 halaman
    Askep PJK
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • BAB I Askep CVA
    BAB I Askep CVA
    Dokumen31 halaman
    BAB I Askep CVA
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Askep GEA Yudha Lely
    Askep GEA Yudha Lely
    Dokumen27 halaman
    Askep GEA Yudha Lely
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Askep Hipertensi Koe
    Askep Hipertensi Koe
    Dokumen20 halaman
    Askep Hipertensi Koe
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Askep Pneumonia
    Askep Pneumonia
    Dokumen30 halaman
    Askep Pneumonia
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Kejang Demam
    Bab 1 Kejang Demam
    Dokumen35 halaman
    Bab 1 Kejang Demam
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Askep Anemia
    Askep Anemia
    Dokumen26 halaman
    Askep Anemia
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Askep Hipertensi Yudha Lely Saputra
    Askep Hipertensi Yudha Lely Saputra
    Dokumen20 halaman
    Askep Hipertensi Yudha Lely Saputra
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Varicela
    Varicela
    Dokumen29 halaman
    Varicela
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Otitis Eksterna
    Otitis Eksterna
    Dokumen16 halaman
    Otitis Eksterna
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • GGK Arum
    GGK Arum
    Dokumen21 halaman
    GGK Arum
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Gga Untuk Arum
    Gga Untuk Arum
    Dokumen5 halaman
    Gga Untuk Arum
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • DM Bab 1
    DM Bab 1
    Dokumen25 halaman
    DM Bab 1
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Askep CVA INFARK
    Askep CVA INFARK
    Dokumen13 halaman
    Askep CVA INFARK
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat
  • Varicela
    Varicela
    Dokumen29 halaman
    Varicela
    Yudha Shasima
    Belum ada peringkat