OLEH
17130301013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN KIMIA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Abad-21 merupakan abad pengetahuan, sains, dan teknologi. Pada abad ini telah
terjadi banyak perubahan di berbagai aspek kehidupan. Hal tersebut menuntut
adanya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu memiliki pengetahuan dan
nantinya mampu untuk diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu
usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
adalah melalui jalur pendidikan.
Salah satu ahli yang mendukung pembelajaran problem based learning adalah
Vygotsky (1978) pada teorinya Zone Proximal Development yaitu jarak antara
tingkat perkembangan aktual yang ditunjukkan oleh kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri dengan tingkat perkembangan potensial yang ditunjukkan
melalui pemecahan masalah dengan kolaborasi teman sebaya (peer) yang lebih
mampu.
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran cabang dari ilmu pengetahuan
alam yang mana kajiannya meliputi susunan, struktur, sifat, dan perubahan materi,
serta energi yang meneyertai perubahan tersebut. Mata pelajaran kimia
merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah atas.
Sebagai besar, siswa yang belajar kimia mengangap bahwa kimia merupakan ilmu
yang sulit. Ilmu yang sarat akan konsep dan perhitungan. Sebenarnya ilmu kimia
merupakan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mempelajari ilmu kimia,
dibutuhkan kaijan baik secara makroskopi, mikroskopis, dan simbolis, sehingga
membutuhkan pemikiran kritis (critical thingking) dan kemampuan memecahkan
masalah (problem solving) dalam mengaitkan fenomena kimia yang dapat
diinderakan (makroskopis) yang kemudian diinterpretasikan secara molecular
(mikroskopis) serta dicatat dengan bahasa dan simbol-simbol yang representatif
(simbolik).
Laju reaksi (raction rate) merupakan salah satu bagian dari pembelajaran kimia
yang diajarkan dikelas XI sekolah menengah atas. Pada materi laju reaksi ini
mencangkup tiga aspek baik makroskopis, mikroskopis dan simbolik. Namun
pada kenyataannya guru-guru yang mengajar disekolah cenderung hanya
membahas hal-hal yang berkaitan dengan aspek makroskopis dan simbolik serta
masih menggunakan metode mengajar konvensional. Hal ini menyebabkan siswa
cendrung hanya menghapal istilah-istilah tanpa memahami makananya, serta
hanya disibukkan dengan kegiatan menghapal rumus-rumus dan menghitung
angka-angka sehingga kemampuan memecahkan masalah (problem solving) siswa
tidak terlatih. Selain itu pada proses pembelajaran guru juga memberikan latihan-
latihan soal-soal, namun latihan soal yang diberikan tidak merupakan soal yang
berkaitan dengan pemecahan masalah. Melainkan soal-soal yang masih
menggunakan indicator taksonomi bloom dengan kata kerja operasional
mengingat (C1) dan memahami (C2). Sehingga siswa menjawab soal-soal latihan
dengan menghandalkan buku yang tersedia dan menyalin jawaban yang terdapat
pada buku. Hal tersebut mendorong siswa menjadi tidak dapat memaknai materi
yang diajarkan serta tidak terlatih dalam memecahkan masalah. Dengan demikian
model pembelajaran berbasis masalah (open ended) dirasa dapat membantu untuk
melatih kemampuan pemecahan masalah pada siswa.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Hakikat Ilmu Kimia
Ilmu kimia merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Oleh
karena itu, kimia mempunyai karakteristik yang sama dengan IPA. Karakteristik
tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh serta kegunaannya. Ilmu
kimia berkaitan dengan susunan, struktur, sifat, perubahan serta energi yang
menyertai perubahan suatu zat (Saidah & Purba, 2010). Ilmu kimia diperoleh dan
dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan
apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan
dengan struktur, komposisi, sifat, transformasi, dinamika, dan energitika zat
(Wiratma, 2015).
Konsep kimia dalam ilmu kimia dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu aspek
makroskopis, mikroskopis, dan simbolis (Indrayani, 2013). Konsep makroskopis
adalah konsep yang diperoleh dari pengamatan langsung terhadap gejala alam
atau hasil eksperimen. Konsep mikroskopis adalah konsep yang menjelaskan
mengenai struktur dan proses pada level partikel terhadap fenomena makroskopik
yang diamati. Konsep simbolis adalah konsep yang menggambarkan tanda serta
bentuk-bentuk lainnya yang digunakan untuk mengomunikasikan hasil
pengamatan. Ketiga konsep tersebut harus dikenali untuk dapat memahami suatu
konsep kimia dengan utuh (Sirhan,2007).
Ada dua hal penting dalam ilmu kimia, yaitu kimia sebagai produk dan kimia
sebagai proses. Kimia sebagai produk sangat banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, mulai dari kebutuhan rumah tangga hingga kebutuhan industri
berteknologi tinggi. Produk kimia dalam rumah tangga banyak dijumpai dalam
bentuk barang, misalnya sabun, pasta gigi, detergen, gula, garam, air, minyak,
shampo, pelembab kulit, dan lain-lain. Bukan hanya produk kimia yang dapat
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, proses kimiapun banyak digunakan oleh
masyarakat, misalnya penggunaan baterai dan aki sebagai sumber energi listrik,
penggunakan elektrolisis dalam penyepuhan logam, penggunaan tawas sebagai
koagulan untuk mengendapkan kotoran air, penggunaan air sebagai pelarut
berbagai zat, dan lain-lain.
Produk dan proses ilmu kimia juga ada dalam bentuk deskripsi pengetahuan
(Subagia & Siregar, 2006). Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan
pengetahuan yang terdiri atas fakta, konsep, teori, hukum, prinsip dan hitungan.
Kimia sebagai proses meliputi kegiatan mengamati, mengidentifikasi,
mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data, meramalkan, menerapkan konsep,
merencanakan percobaan, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan. (BSNP,
2006).
Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa ilmu kimia dibangun oleh
dua pilar kajian yang saling mendukung satu sama lain, yaitu kajian teoretis dan
empiris (Sunarya, 2012). Kajian secara teoretis merupakan upaya untuk
menerapkan hukum-hukum fisika dan teorema matematika guna mengungkapkan
sifat dan gejala alam. Kajian secara empiris merupakan upaya untuk menemukan
keteraturan berdasarkan fakta yang ada di alam menggunakan metode ilmiah.
2.2 Pembelajaran Kimia SMA
Pembelajaran Kimia merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru yang
mengajarkan materi kimia dan siswa yang belajar materi kimia, yang mana dalam
kegiatan tersebut melibatkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan
sumber belajar, serta siswa dengan siswa. Kegiatan pembelajaran kimia dapat
berlangsung dengan cara guru memberikan informasi atau materi-materi yang
berkaitan dengan ilmu Kimia, serta siswa juga dapat mencari informasi terkait
dengan materi pelajaran Kimia dalam sumber-sumber belajar yang lain.
Berdasarkan rekomendasi kurikulum 2013 pelaksanaan kegiatan pembelajaran
untuk seluruh mata pelajaran di tingkat pendidikan dasar dan menengah dilakukan
dengan pendekatan saintifik. Menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016
pengalaman belajar yang harus dialami pebelajar yaitu mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Melalui kelima
kegiatan pembelajaran tersebut memungkinkan peserta didik untuk aktif dalam
mengkonstruksi konsep, hukum serta prinsip yang telah ditemukan melalui
kegiatan 5M. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Menurut Mulyasa (2003) mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Membentuk sikap positif terhadap kimia dan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat
bekerjasama dengan orang lain.
3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan
atau eksperimen, yang mana peserta didik melakukan pengujian hipotesis
dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan,
pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara
lisan dan tertulis.
4. Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan
juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari
pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan
masyarakat.
5. Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya
dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari
dan teknologi.
Pada pembelajaran kimia kegiatan pembelajaran akan mencapai tujuan ketika
kegiatan pembelajaran dikemas dengan menggunakan model pembelajaran yang
sesuai dengan karakter dari materi pelajaran yang akan diajarkan. Hal tersebut
dilakukan agar mempermudah siswa untuk memahami pelajaran dan akan
terciptanya pembelajaran yang bermakna.
Pelaksanaan pembelajaran kimia di sekolah cakupan materi kimia untuk SMA
kelas XI meliputi Hidrokarbon dan Minyak Bumi, Termokimia, Laju Reaksi,
Kesetimbangan Kimia, Larutan Asam Basa, Stoikiometri Larutan, Hidrolisis
garam, Larutan Buffer, Titrasi Asam Basa, Kelarutan Garam, dan Sistem Koloid
(Permendikbud, 2016a). Pemahaman terkait materi pelajaran kimia di kelas XI
harus diperoleh melalui penjelasan teori dan praktik. Selain itu, pembelajaran
harus sampai pada pemberian pemahaman mengenai penerapan konsep yang
diajarkan agar menjadi bermakna bagi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus
memikirkan metode yang digunakan untuk menanamkan konsep tersebut ketika
membuat perencanaan pembelajaran. Dalam membuat perencanaan kegiatan
pembelajaran perlu memperhatikan standar isi dan standar proses.
Standar isi merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi peserta didik (Permendikbud, 2016a). Standar isi terdiri dari tingkat
kompetensi dan kompetensi inti sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Kompetensi inti meliputi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan
ketrampilan. Ruang lingkup materi yang spesifik untuk setiap mata pelajaran
dirumuskan berdasarkan tingkat kompetensi dan kompetensi inti untuk mencapai
kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi
lulusan (Permendikbud, 2016b). Standar proses berisi kriteria minimal proses
pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah. Standar proses
meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan pelaksanaan pembelajaran.
Keempat komponen standar ini digunakan sebagai landasan dalam melakukan
pengelolaan pembelajaran di sekolah.
2.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal
samapai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di dalam kelas (Esti, 2010).
Sedangkan menurut Himawan (2018) model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
kegiatan pembelajaran dikelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan
yang digunakan termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas
(Suprijono, 2013: 46). Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajarana adalah seluruh rangkaian kegiatan
pembelajaran dari awal hingga akhir yang didalamnya meliputi pendekatan,
strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi
satu kesatuan yang utuh, yang digunakan untuk memncapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran berbasis masalah atau yang selanjutnya disingkat PBM
merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan (Firman
dan Miftahus, 2016). Hal senada juga disampaikan Boud & Feletti dalam Sterling
(2001) PBM diawali dengan memberi permasalahan, pertanyaan, atau teka-teki
yang ingin dipecahkan oleh pelajar. Sedangkan menurut Hidayet (2016) model
pembelajaran berbasis masalah adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan
secara berkelompok dan bekerja sama untuk menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan dunia nyata. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model
pembelajaran yang berpusat pada masalah, atau masalah yang menjadi focus
perhatian dalam kegiatan pembelajaran, masalah-masalah yang diberikan
digunakan sebagai awalan dalam mengkonstruksi pengetahuan siswa. Jenis
permasalahan yang digunakan meliputi permasalahan kehidupan sehari-hari untuk
memotivasi siswa dalam mengidentifikasi konsep-konsep yang harus diketahui
untuk dapat memecahkan masalah yang diberikan.
Pada kegiatan PBM siswa akan dibentuk menjadi kelompok-kelompok kecil.
Didalam kelompok-kelompok ini siswa akan berdiskusi antara anggota kelompok
serta mengelola kegiatan secara mandiri untuk memecahkan permasalahan yang
diberikan. Guru hanya berfungsi sebagai fasilitator dan memberikan scaffolding
berupa dukungan dalam upaya meningkatkan kemampuan inkuiri dan
perkembangan intelektual peserta didik. Model pembelajaran ini juga mengacu
pada model pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran berdasarkan proyek
(project-basec instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-
basec instruction), belajar autentik (authentic learning), dan pembelajaran
bermakna (anchored instruction). Dengan adanya PBM akan terjadi pergeseran
pandangan tentang bagaimana siswa belajar. Belajar tidak lagi dipandang sebagai
proses menerima informasi untuk disimpan pada memori siswa yang diperoleh
melalui pengulangan praktek dan penguatan, namun siswa dengan mendekati
setiap persoalan baru dengan pengetahuan yang telah ia miliki, mengasimilasi
informasi baru dan membangun pengertian sendiri (Nita Puspita, 2011). Kegiatan
pembelajaran berbasis masalah ini akan mendorong kemampuan siswa dalam
berpikir kritis dan terlatih dalam memecahkan masalah.
2.4 Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Rusman dalam Lilis (2017) karakteristik dari pembelajaran berbasis
masalah adalah
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak.
c. Permasalahan membutuhkan prespektif ganda (multiple prespective).
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan
bidang baru dalam belajar.
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal utama.
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam
pembelajaran berdasarkan Masalah.
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
h. Pengembangan keterampilan inquiriy dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan.
i. Keterbukaan proses dalam pembelajaran berbasis masalah meliputi sintesis
dan integrasi dari sebuah proses belajar.
j. Pembelajaran berdasarkan masalah melibatkan evaluasi dan riview
pengalaman siswa dan proses belajar.
2.5 Hakikat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Masalah yang disajikan ada PBM merupakan masalah dalam kehidupan
sehari-hari yang bersifat terbuka (epen-ended) yang berarti masalah yang
memiliki banyak kemungkinan penyelesaian. Sehingga setiap siswa dapat
mengembangkan setiap kemungkinan jawabnnya. Selain menggunakan masalah
yang bersifat open-ended pada proses PBM juga digunakan permasalahan yang
ill-structure yaitu permasalahan yang tidak terstruktur, yang mencerminkan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga butuh untuk
memperhitungkan beberapa solusi terhadap masalah tersebut. Dengan demikian
masalah tersebut akan menjadi masalah yang kompleks dan mengharuskan siswa
untuk mengambil pendekatan interdisipliner ketika menafsirkan keadaan awal
masalah, mengumpulkan pengetahuan dan informasi yang relevan dari disiplin
ilmu lain dengan bekerja sama dengan orang lain, memeriksa dan merekonsiliasi
informasi dari berbagai disiplin ilmu, dan sebagainya (Wiley, Blackwell, 2019).
Menurut (Lilis, 2017) kriteria pemilihan bahan pelajaran model pembelajaran
berbasis masalah adalah.
a. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang
bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.
b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar (akrab) dengan siswa,
sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan
orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.
d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi
yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum berlaku.
e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa
perlu untuk mempelajarinya
2.6 Sintak Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Rusman dalam Mutia (2019) tahapan dalam pembelajaran berbasis
masalah (PBM) adalah.
Tabel 1. Langkah-langkah pada pembelajaran berbasis masalah
Fase Indikator Tingkah laku guru
1 Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran,
masalah menjelaskan logistic yang diperlukan, dan
memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah.
2 Mengorganisasi siswa Membantu siswa mendefinisikan dan
untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
3 Membimbing pengajaran Mendorong siswa untuk mengumpulkan
individu /kelompok informasi yang sesuai, melaksanakan
eksprerimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
4 Membimbing Membantu siswa dalam merencanakan dan
pengalaman dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
menyajikan hasil karya laporan, dan membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan temannya.
5 Menganalisis dan Membantu siswa untuk melaksanakan
mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap
pemecahan masalah penyelidikan meraka dan proses yang
mereka gunakan.
Kontrol O2 - O4
Keterangan:
N = jumlah sampel
X = skor butir
Y = skor total
Penentuan validitas butir soal dapat ditentukan dengan membandingkan koefisien
korelasi hitung dengan tabel harga r yang bergantung pada jumlah sampel. Butir
soal dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel.
c. Uji Reliabilitas
Reliabilitas tes uraian ditentukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach.
Rumus alpha cornbach sebagai berikut.
2
n ∑σ
(
r 11 =
(n−1) )(
1− 2 i
σt )
Keterangan:
d. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk dapat mengetahui butir soal yang tergolong
sulit, sedang, atau mudah. Untuk mengetahui tingkat atau taraf kesukaran setiap
butir soal digunakan rumus sebagai berikut.
I =∑ U +¿
∑ L−(2 Nx ¿ S min) ¿ ¿
2 N (Smak −S min )
Keterangan
d = indeks daya pembeda
N= banyak peserta tes
N = banyak butir
f i= frekuensi pada tiap-tiap skor
Keterangan:
P = Angka persentase
Keterangan:
F = Nilai F hitung
Kriteria pengujian data memiliki varians sama (homogen) jika Fhitung < F tabel.
c. Uji linearitas
Uji linearitas merupakan salah satu upaya untuk memenuhi asumsi analisis
kovarian yang mensyaratkan adahanya hubungan antara variabel kovariat dan
variabel terikat yang saling membentuk kurva linear. Kurva linear dapat
terbentuk apabila setiap kenaikan skor variabel kovariat diikuti oleh kenaikan
skor variabel terikat. Pada penelitian ini, uji linearitas dimaksudkan untuk
mengetahui bentuk hubungan variabel kovariat (pengetahuan awal) dan
variabel terikat (kemampuan pemecahan masalah). Uji linearitas regresi
menggunakan lavene’s test of equality of error variance. Kriteria pengujian
yang digunakan yaitu data yang memiliki varians sama (homogen) jika angka
signifikansi yang dihasilkan lebih besa dari 0,05 dan dalam hal lain, varians
sampel tidak homogen.
d. Uji kemiringan garis regresi
Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kovariat (pengetahuan awal
siswa) terhadap hasil belajar. Kemiringan (slope) garis antara kelompok harus
sama. Kesamaan kemiringan garis ini dibuktikan dengan tidak adanya
interaksi antara kovariat (pengetahuan awal) dengan kelompok perlakuan.
Interaksi dinyatakan tidak berarti apabila memiliki nilai signifikansi lebih
besar dari 0,05.
e. Uji hipotesis menggunakan analisis kovarian satu jalur satu kovariabel
Adapun langkah-langkah untuk menghitung anakova satu jalur satu kovariabel
sebagai berikut.
1. Menghitung jumlah kuadrat total pada variabel terikat, kovariabel dan
product XY.
2. Menghitung jumlah kuadrat dalam kelompok variabel terikat, kovariabel
dan produk XY.
3. Menghitung jumlah kuadrat residu total, dalam dan antar kelompk.
4. Menghitung derajat kebebasan total, dalam dan antar kelompok
5. Menemukan varian residu dengan menghitung rata-rata kuadrat residu
antar kelompok dan dalam kelompok.
6. Menghitung rasio F residu
7. Melakukan uji signifikansi dengan jalan membandingkan F empirik
dengan teoritik.
Ho: μ1=μ2: tidak terdapat perbedaan kemapuan pemecahan masalah siswa kelas XI
pada materi laju reaksi yang mengikuti model pembelajaran berbasis
masalah dengan kelas yang mengikuti model pembelajaran
langsung.
H1: μ1≠μ2: terdapat perbedaan kemapuan pemecahan masalah siswa kelas XI pada
materi laju reaksi yang mengikuti model pembelajaran berbasis
masalah dengan kelas yang mengikuti model pembelajaran
langsung.