Anda di halaman 1dari 16

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI

VOLUME 2 NOMOR 2, MARET 2015

TINJAUAN PUSTAKA

Penanganan Perioperatif Diabetes Mellitus

Meta Restu S, *Sri Rahardjo, *Mahmud


Peserta Didik Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/
RSUP Dr. Sardjito
*Konsultan Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Diabetes Melitus merupakan penyebab tersering dalam golongan penyakit metabolik. Diagnosis klinis
DM umumnya akan dipertimbangkan bila terdapat keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsi, polifagi,
lemah dan penurunan BB yang tidak jelas penyebabnya. Pasien diabetes yang akan menjalani pembedahan
memiliki peningkatan angka mortalitas, dan pasien diabetes type 1 sangat beresiko untuk terjadinya
komplikasi pasca operasi. Peningkatan prevalensi pasien diabetes yang akan dioperasi dan meningkatnya
resiko komplikasi sehubungan dengan penyakit DM membutuhkan pemeriksaan dan pengelolaan
perioperatif yang optimal. Data dari berbagai penelitian menunjukkan peningkatan angka kesakitan dan
kematian penderita DM yang signifikan. Kontrol gula darah yang tepat terbukti menurunkan kejadian
komplikaksi.
Perioperatif DM diantaranya dengan melakukan evaluasi klinis pasien, menilai komplikasi serta kegagalan
organ melalui anamnesis dan pemeriksaan penunjang, selanjutnya dinilai status pembedahan pasien
apakah emergensi atau elektif. Status pengontrolan gula pasien berdasarkan terapi yang telah diterima
pasien harus dinilai. Pasien yang akan menjalani operasi emergensi dilakukan kontrol gula darah secara
cepat, diberikan insulin kerja cepat untuk mengontrol keadaan hiperglikemi, dilakukan penilaian dan
tatalaksana keadaan hiperglikemi emergensi seperti HHS atau KAD. Pada operasi elektif maka tatalaksana
pasien dibagi berdasarkan lama durasi operasi; yaitu kecil, sedang, dan besar, kemudian ditentukan teknik
anestesi terbaik untuk prosedur operasi yang akan dijalani.

Kata kunci: Diabetes Melitus, Hiperglikemia, manajemen perioperatif

ABSTRACT
Diabetes mellitus is the most common cause in metabolic diseases. The clinical diagnosis of DM generally
be considered if the typical complaints of DM in the form of polyuria, polidipsi, polifagi, weakness and
weight loss unexplained. Diabetic patients who will undergo surgery have an increased mortality and type
1 diabetes are particularly at risk for the occurrence of postoperative complications. Increased prevalence
of diabetes patients to be operated on and an increased risk of complications in relation to the DM disease
requires examination and optimal perioperative management. Management of diabetic patients are faced
with today increased morbidity in general. Data from various studies indicate an increase in morbidity and
mortality in diabetic patient are significant. Advantages of proper blood sugar control has been documented
with mild complications and become standard therapy
DM perioperative them with the clinical evaluation of the patient, assess complications and organ failure
through anamnesis, investigation, subsequently assessed the status of surgical patients whether emergency
or elective. An assessment of the status of sugar control patients who had received therapy based pasien.
Pasien be performed emergency surgery performed blood sugar control rapidly, given the rapid acting insulin
to control hyperglycemia circumstances, an assessment of the state of emergency as HHS hyperglycemia or
KAD. On the management of elective surgery patients were divided by long duration of the operation. Being
a minor, moderate and major. Then determined the best anesthetic technique for operating procedures that
will be undertaken.

Keyword: Diabetic Mellitus, Hyperglicemic,Perioperative Management.

69
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

PENDAHULUAN DM usia tua juga akan bertambah, demikian pula


Diabetes Melitus (DM) merupakan penyebab kemungkinan penderita DM yang akan mengalami
tersering dalam golongan penyakit metabolik. pembedahan.
Klasifikasi terbaru oleh American Diabetes Pasien diabetes yang akan menjalani
Association (ADA) dan World Health Organization pembedahan memiliki peningkatan mortalitas dan
(WHO) yaitu, Type 1 (Dikenal sebagai insulin diabetes type 1 sangat beresiko untuk terjadinya
dependen diabetes mellitus-IDDM) dimediasi oleh komplikasi pasca operasi. Komplikasi terkait
faktor imun dan berkembang menjadi defisiensi penyembuhan luka terjadi pada pasien diabetes
insulin absolut , Tipe 2 ( Dikenal sebagai Non- dengan kadar gula tidak terkontrol1. Sehingga
Insulin Dependent Diabetes Melitus-NIDDM) penting bagi ahli anestesi untuk mengetahui
adalah penyakit yang muncul pada saat dewasa perubahan-perubahan fisiologis pasien DM yang
dan dihubungkan dengan resistensi insulin. Tipe akan menjalani pembedahan serta manajemen
3, bentuk spesifik lainnya dari diabetes mellitus, perioperatif pasien DM.
meliputi berbagai defek genetik dari fungsi sel
beta dan kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, TINJAUAN PUSTAKA
endokrinopati, dan diabetes yang muncul karena I. Definisi
obat tertentu. Tipe 4 adalah diabetes gestasional1. DM adalah sekumpulan gejala yang timbul
pada seseorang disebabkan oleh peningkatan kadar
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus1 glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin
yang progresif yang dilatar belakangi resistensi
Tipe 1 Berhubungan dengan defisiensi insulin
insulin. Menurut ADA 2010, DM merupakan suatu
absolut
a. Akibat imunitas kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
b. Idiopatik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
Tipe 2 Onset dewasa, berhubungan dengan insulin, kerja insulin, atau keduanya2.
resistensi insulin
Tipe 3 a. Defek genetik pada fungsi sel beta II. Patofisiologi
b. Defek genetik pada kerja insulin Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk
c. Penyakit eksokrin pankreas
sel baru untuk mengganti sel yang rusak, Tubuh
d. Endokrinopati
juga memerlukan energi agar dapat berfungsi
e. Akibat obat-obatan/subtansi kimia
f. Infeksi dengan baik. Energi yang diperlukan oleh tubuh
g. Diabetes akibat imunitas yang tidak berasal dari bahan makanan sehari-hari yang
lazim terdiri dari: karbohidrat, protein (asam amino), dan
h. Beberapa sindroma genetik lain yang lemak. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa
berhubungan dengan DM
dimetabolisme untuk menimbulkan energi.
Tipe 4 DM gestasional
Dalam proses metabolisme, insulin memegang
peranan penting yaitu bertugas memasukkan
Ahli anestesi suatu saat pasti akan dihadapkan
glukosa kedalam sel. Insulin adalah hormon yang
pada pasien DM yang akan menjalani pembedahan
dikeluarkan sel beta di pankreas3.
baik terencana maupun darurat . Di Amerika
Dalam keadaan normal, insulin cukup sensitif,
Serikat (AS) terdapat sekitar 10 juta penderita
insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin
DM dan diperkirakan kurang lebih 50% menjalani
yang terdapat pada permukaan otot, kemudian
operasi selama hidupnya dan 75% diantaranya
membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat
berusia diatas 50 tahun, sedangkan di Indonesia
masuk sel, sehingga dapat dimetabolisme untuk
diperkirakan sekitar 25% penderita DM menjalani
menghasilkan energi. Akibatnya kadar glukosa
anestesi dan operasi. Dengan makin meningkatnya
dalam darah menjadi normal (gambar 1)3.
harapan umur penduduk Indonesia, maka jumlah

70
Penanganan Perioperatif Diabetes Mellitus

Mekanisme pelepasan insulin dari sel


beta pankreas normal, jumlahnya tergantung
level glukosa darah. Insulin ditampung dalam
vakuola sebelum pelepasannya dicetuskan oleh
peningkatan gula darah. Insulin adalah hormon
utama yang meregulasi pengambilan glukosa
darah ke hampir semua sel tubuh (terutama otot
dan jaringan lemak, tapi tidak pada sel-sel saraf
pusat). Kekurangan insulin atau berkurangnya
sensivitas reseptor sel terhadap insulin berperan
pada semua bentuk diabetes mellitus4.
Gambar 1. Proses Insulin normal3 Karbohidrat dalam makanan dirubah dalam
beberapa jam menjadi glukosa monosakarida yang
Pada DM dimana didapatkan jumlah insulin dibutuhkan sel sebagai bahan bakar. Beberapa
yang kurang atau pada keadaan kualitas insulin karbohidrat tidak dikonversi, contohnya fruktosa
yang tidak baik (resistensi insulin), meskipun juga dapat digunakan sel dan tidak dipengaruhi
terdapat insulin dan reseptor, pintu masuk sel tidak hormon insulin. Karbohidrat selulosa tidak
dapat terbuka sehingga glukosa tidak dapat masuk dikonversi menjadi glukosa dan tidak dapat dicerna
sel untuk dimetabolisme karena kelainan di dalam oleh manusia dan sebagian besar hewan4.
sel itu sendiri. Akibatnya glukosa tetap berada Insulin dibutuhkan oleh 2/3 sel-sel tubuh
diluar sel sehingga kadar glukosa dalam darah untuk menyerap glukosa dari dalam darah. Insulin
meningkat (gambar 2)3. berikatan dengan reseptornya di dinding luar
sel dan berperan seperti kunci untuk membuka
pintu masuk ke dalam sel bagi glukosa. Sebagian
glukosa disimpan sebagai cadangan energi dalam
bentuk glikogen atau asam lemak. Saat produksi
insulin tidak mencukupi atau saat kunci insulin
sulit membuka pintu sel banyak glukosa akan
tinggal dalam darah dan tidak dapat masuk ke
dalam sel, menyebabkan hiperglikemia. Kondisi
ini melebihi ambang batas reabsorbsi ginjal oleh
tubulus proksimal, sehingga sebagian glukosa
terbuang bersama urin. Peningkatan osmolaritas
Gambar 2. DM tipe 2, resistensi Insulin3 urin menghambat reabsorbsi air oleh ginjal. Hal
ini menyebabkan peningkatan jumlah urin yang
Pankreas merupakan kelenjar yang berbentuk berlebihan dan glukosuria4.
seperti pulau, sehingga disebut pulau-pulau Tubuh mengatasi kondisi hiperglikemia
Langerhans yang berisi sel beta yang dapat dengan menyerap air dari dalam sel sehingga
mengeluarkan hormon insulin yang sangat penting kadar glukosa darah mengalami dilusi selanjutnya
untuk mengatur kadar glukosa darah. Tiap pankreas diekskresi melalui urin. Hal ini menyebabkan
mengandung 100.000 pulau Langerhans dan tiap rasa haus yang menetap dan produksi urin yang
pulai berisi 100 sel beta. Selain itu terdapat pula sel berlebihan. Pada saat yang sama terjadi “puasa”
Alfa yang memproduksi glucagon yang berlawanan sel terhadap glukosa dan memberi sinyal ke tubuh
kerjanya dengan insulin yaitu meningkatkan kadar untuk mendapatkan makanan yang lebih banyak
gula darah. Selain itu, juga terdapat sel delta yang sehingga pasien merasakan lapar yang berlebihan4.
menghasilkan somatostatin3.

71
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

Untuk mendapatkan energi sel menggunakan resistensi insulin hingga kadar gula darah
protein dan lemak. Penguraian protein dan lemak meningkat dan fungsi sel beta menjadi turun. Saat
menghasilkan kompleks asam yang disebut itulah diagnosis DM ditegakkan. Penurunan fungsi
keton. Keton dapat diekskresi di urin. Peningkatan sel beta berlangsung secara progresif sampai
keton di dalam darah dapat menyebabkan akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi
kondisi ketoasidosis yang bila tidak ditangani insulin, suatu keadaan yang menyerupai DM tipe
menyebabkan koma dan kematian4. 1. Dengan mengetahui mekanisme ini maka ADA
pada tahun 2008 menyebutkan bahwa “Type2
II.1 Patogenesis DM tipe 1 Diabetes Result from a progressive insulin secretory
Insulin pada DM tipe 1 menjadi tidak ada defect on the backround of insulin resistance”3.
karena pada jenis ini terdapat reaksi autoimun.
Pada individu yang rentan terhadap DM tipe 1 Etiologi kegagalan Fungsi Sel Beta pada DM tipe 2
terdapat adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang
akan meningkat kadarnya pada beberapa keadaan
antara lain infeksi virus, diantaranya virus coksakie, Umur
5. Efek
rubella, CMV, herpes dan lain-lain, sehingga timbul I nkretin G
Genetik
peradangan pada sel beta (insulitis) yang akhirnya
menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Yang 4. D eposit Beta Cell 3. Resistensi
Amiloid failure In
nsulin
diserang pada insulitis hanya sel beta, sel alfa dan
delta tetap utuh3.
1. Glukotoks
otoksisitas 2. Lipotoksisit
itas FFA)

II.2. Patogenesis DM tipe 2


Patogenesis DM tipe 2 ditandai dengan adanya
resistensi insulin perifer, gangguan Hepatic Glucose
Gambar 4. Etiologi kegagalan fungsi sel Beta3
Production (HGP) dan penurunan fungsi sel beta
yang akhirnya menuju ke kerusakan sel beta3.
Glukotoksisitas, Kadar gula darah yang
berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan
stres oksidatif, IL-1 dan NF-kB dengan peningkatan
apoptosis sel beta3.
Lipotoksisitas, Peningkatan asam lemak bebas
yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses
lipolysis akan mengalami metabolism non oksidatif
menjadi ceramide yang toksis terhadap sel beta
sehingga terjadi apoptosis3.
Penumpukan amyloid, Pada keadaan
resistensi insulin kerja insulin dihambat sehingga
sel beta akan berusaha mengkompensasi dengan
peningkatan sekresi insulin. Peningkatan sekresi
Gambar 3. Grafik penurunan fungsi sel Beta3. insulin juga diikuti peningkatan amylin dari sel
beta yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga
Pada stadium prediabetes (gambar 3) mula-
menjadi jaringan amyloid yang akan mendesak sel
mula timbul resistensi insulin yang kemudian
beta itu sendiri hingga akhirnya jumlah sel beta
disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk
dalam pulau Langerhans jadi berkurang. Pada DM
mengkompensasi resistensi insulin agar kadar
tipe 2 jumlah sel beta akan berkurang sampai 50-60
glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel
% dari normal3.
beta akan tidak sanggup lagi mengkompensasi

72
Penanganan Perioperatif Diabetes Mellitus

Resistensi Insulin Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan


Penyebab resistensi Insulin pada DM tipe 2 bila keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsi,
sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor polifagi, lemah dan penurunan BB yang tidak
di bawah ini banyak berperan: jelas penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin
• Obesitas terutama yang berbentuk sentral dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata
• Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat kabur dan impotensia pada pasien pria serta
• Kurang Gerak badan pruritus vulva pada pasien wanita. Diagnosis DM
• Faktor keturunan (herediter) dapat ditegakkan melalui tiga cara2:
1. Jika ditemukan keluhan tersebut dan
Efek Inkretin pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel dL sudah cukup untuk menegakan diagnosis
beta dengan cara meningkatkan proliferasi sel DM.
beta meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi 2. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
apoptosis sel beta3. ≥ 126 mg/dL juga digunakan untuk patokan
diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan
III. Diagnosis khas DM, hasil pemeriksaan kadar glukosa
ADA dan WHO merekomendasikan kriteria darah yang baru satu kali tidak normal belum
diagnosis terbaru untuk DM. Kedua badan cukup kuat untuk menegakan diagnosis klinis
tersebut menganjurkan pengurangan ambang DM. Dalam hal ini perlu pemastian lebih lanjut
batas konsentrasi glukosa plasma dan peninjauan dengan mendapatkan sekali lagi angka tidak
penyebab yang mendasari. DM tipe 1 (kerusakan sel normal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126
beta pankreas) dan tipe 2 (sekresi insulin yang tidak mg/dL, atau kadar glukosa darah sewaktu ≥
efektif dan resistensi insulin) direkomendasikan 200 mg/dL pada hari yang lain atau dari hasil
untuk menggantikan istilah yang kurang tepat: tes toleransi glukosa oral yang tidak normal.
insulin dependent dan noninsulin dependent diabete 3. Tes Toleransi Glukosa Oral, Memiliki kadar
mellitus3. glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/
ADA menyatakan bahwa diagnosis DM harus dL (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan harus
ditegakkan bila nilai glukosa plasma sewaktu pada dengan standar WHO, dengan menggunakan
penderita yang asimtomatik > 11.1 mmol/L. Jika beban glukosa setara dengan 75 gram glukosa
konsentrasi glukosa plasma saat puasa > 7 mmol/L anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
(6,1 mmol/L glukosa darah) pada penderita
asimtomatik, tes harus diulang pada hari yang lain Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
dan didiagnosis DM bila hasilnya tetap diatas batas sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
tersebut. ADA mendefinisikan glukosa plasma (mg/dL)6 (dikutip dari Konsensus Pengelolaan dan
saat puasa antara 6,1 dan 7,0 (5,6-6,1 konsentrasi Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia
gula darah) sebagai ”impaired fasting glycaemia”. 2011)2
WHO juga merekomendasikan bahwa diagnosis
DM ditegakkan bila konsentrasi plasma glukosa
sewaktu > 11,1 mmol/L (konsentrasi glukosa whole
blood vena > 10 mmol/L). Selain itu diagnosis DM
dibuat bila konsentrasi glukosa plasma saat puasa
> 7 mmol/L pada dua pemeriksaan berbeda waktu
atau tes toleransi glukosa oral. Selain itu diagnosis
DM dapat ditegakkan bila hasil tes toleransi
glukosa oral > 11,1 mmol/L5.

73
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

Pada ADA 2011, pemeriksaan HbA1C yaitu mempertahankan konsentrasi gula darah
(>6,5%) sudah dimasukkan menjadi salah satu pada rentang normal dan mencegah terjadinya
kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana komplikasi jangka panjang2.
laboratorium yang telah terstandarisasi dengan 1. Perubahan pola makan dan olah raga;
baik2. merupakan pengobatan pertama pada banyak
penderita DM tipe 2, penurunan berat badan
adalah faktor penting2.
2. Obat oral; umumnya terdiri dari 4 kelompok
obat: sulfonylurea (tolbutamine, glipizide,
acetoheksimide, tolazemide, glyburide,
glimepride, chlorpropamide), alpha glucosidase
inhibitor (acarbose), biguanide (metformin), dan
thiozolidinedione (trigitazone). Sulfonylureas
bekerja menginduksi pankreas meningkatkan
produksi insulin; dapat menyebabkan
hipoglikemia sampai 50 jam selama puasa.
Metformin menghambat glukoneogenesis,
juga menghambat penyerapan glukosa usus,
dan meningkatkan sensifitas insulin perifer.
Obat ini dapat menyebabkan asidosis laktat.
Acarbose menghambat pencernaan glukosa
dan penyerapannya di usus. Triglitazone
memperbaiki kerja insulin di otot, lemak dan
Gambar 6. Algoritma diagnosis DM3 liver tanpa meningkatkan sekresinya. Obat ini
dapat meningkatkan volume intravaskuler2.
IV. Terapi 3. Insulin; pasien DM tipe 1 membutuhkan insulin
Prinsip pengobatan adalah memperbaiki setiap harinya untuk penggunaan glukosa,
kondisi metabolik sehingga penderita dapat hidup pasien DM tipe 2 dapat menggunakan insulin
normal. Penanganan DM mempunyai 2 pencapaian bila gula darah tidak dapat dikontrol dengan

Tabel 3. Jenis Insulin7

74
Penanganan Perioperatif Diabetes Mellitus

pengaturan makanan dan obat oral. Injeksi


diberikan subkutan dengan menggunakan
jarum dan syringe kecil. Insulin dapat diberikan
kontinyu secara intravena di rumah sakit
dengan indikasi: puasa memanjang (> 12
jam) pada DM tipe 1, penyakit kritis, sebelum
operasi mayor, setelah transplantasi organ,
ketoasidosis DM, nutrisi parenteral total,
proses kelahiran, infark miokard dan lain
sebagainya3.
Sesuai dengan bioavailabilitasnya, insulin
dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kerja Gambar 6. Profil farmakokinetik insulin manusia
singkat, sedang dan panjang sebagaimana tabel 3. dan insulin analog2

V. Manajemen Perioperatif
V.1 Algoritma penatalaksanaan perioperative pasien dengan DM8

Gambar 7. Algoritma penatalaksanaan perioperatif pasien dengan DM8

75
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

Evaluasi type DM dan riwayat hipoglikemi, pemberiannya dan dilakukan monitoring gula
Diabetik Ketoasidosis (DKA) dan Hyperglicemic darah. Untuk pembedahan mayor pada pasien
Hyperosmolar Nonketotic Coma (HHNKC). NIDDM dan semua tipe pembedahan pada pasien
Pasien yang telah terkontrol gula darahnya IDDM, kontrol gula darah merupakan hal yang
baik dengan insulin, terapi oral, atau diet akan kritis selama masa perioperatif. Beberapa metode
menjadi hiperglikemi ataupun hipoglikemia ketika penatalaksanaan dijelaskan dalam literatur, namun
terinfeksi atau paska pemberian steroid. Evaluasi infus insulin sejauh ini merupakan jalan yang relatif
komplikasi DM tersering harus dilakukan, yaitu aman untuk mengontrol gula darah. Dimulai
gagal ginjal, neuropati sensori ataupun otonom dengan infus D5W 1 ml/kg/hr, lalu dicampur dengan
(delayed gastric emptying, sick sinus syndrome, insulin reguler 50 unit dalam 250 ml Normal saline
hipotensi ortostatik), artherosklerosis coroner (NS), lalu infus dengan formula:
atau perifer (Silent MI) kebutaan karena hemoragi
retina, kaku sendi yang memungkinkan pasien Plasma glucose (mg/dl)
Units per hour =
menjadi sulit diintubasi8. 150
Adanya infeksi aktif memungkinkan DM
menjadi restisten terhadap terapi. Tatalaksana Kadar gula darah harus diawasi dan jaga agar
KAD diperlukan sebelum pembedahan emergensi. tetap dalam range 120-180 mg/dl. Infus tetap diatur
Hiperglikemia mungkin dapat menyebabkan 0,5 unit /jam dosis inkremental. D50% diberikan
diuresis osmotik, disertai dehidrasi dan jika gula darah terlalu rendah (50 mg/dl)8.
hilangnya ion Natrium (Na+) and Kalium (K+). Monitoring EKG, Gula Darah, saturasi oksigen,
Asidosis Metabolik akan dikompensasi dengan dan temperatur dilakukan pada semua pasien.
hiperventilasi jika pasien sadar. Hiperglikemi Pengecekan Gula Darah dilakukan tiap jam. Pasien
diatasi dengan memberikan cukup insulin dengan diposisikan secara hati-hati untuk menghindari
infus kontinyu untuk mengurangi Gula darah 10% kerusakan syaraf perifer. Hiperglikemia
perjam hingga dapat terkontrol dengan baik. dihindari (dihubungkan dengan fagositosis dan
Monitor cairan resusitasi (CVP atau PA, kateter penyembuhan luka), dan cegah hipoglikemia
urin) dengan cairan saline, dan tambahkan KCl jika karena dapat menyebabkan kerusakan CNS.
urin output telah dinilai. Segera koreksi kalium Pemberian glukosa selama periode perioperatif
jika terdapat hipokalemia, karena insulin dan direkomendasikan untuk mencegah katabolisme
glukosa akan mendorong kalium untuk masuk ke otot dan hipoglikemia. Pasien DM tipe I
dalam sel sehingga hipokalemia dapat memburuk. membutuhkan monitoring gula darah dan K+ yang
HHNKC biasanya terjadi pada umur yang lebih lebih ketat. Gejala hipoglikemia atau hipoperfusi
tua. Pasien mengalami dehidrasi yang parah (perubahan status mental atau angina) dapat
(deficit 7-8 liter) dan hyperosmolar pada plasma. dengan mudah dikomunikasikan pada pasien
Diperlukan monitoring dan resusitasi cairan secara sadar dengan anestesi regional dibandingkan pada
agresif serta cukup insulin untuk menurunkan gula anestesi umum. Tanda hipoglikemia pada anestesi
darah setidaknya 10% per jam. Penurunan gula umum menyerupai “light anesthesia” dengan
darah yang terlalu cepat dapat memicu koma dan takikardi dan hipertensi. Agen Inhalasi, steroid
oedema cerebri8. serta pembedahan dapat meningkatkan kadar gula
Pada operasi pembedahan minor (30 menit darah. Hindari penggunaan succinilcholine pada
atau kurang) kontrol gula normal tidak terganggu. pasien dengann neuropati8.
Pembedahan sedang (30-120 menit) dapat Metabolik dan stress hormonal akan berlanjut
mengganggu kontrol gula darah. Pembedahan hingga 4 hari pasca operasi mayor. Pasien diawasi
mayor (>120 menit) memiliki efek terhadap kontrol dengan hati-hati hingga intake oral normal dapat
gula darah. Untuk pembedahan minor dan sedang, diberikan8.
obat hypoglikemik pada pasien NIDDM ditunda

76
Penanganan Perioperatif Diabetes Mellitus

V.2. Pencapaian Kontrol Glukosa Darah Pasien yang menggunakan metformin


Perioperatif seharusnya menghentikannya karena beresiko
Pencapaian konsentrasi gula darah yang terjadinya asidosis laktat. Untuk pasien ini,
diharapkan pada setiap pasien bervariasi insulin short acting boleh diberikan subkutaneus,
berdasarkan berbagai faktor seperti jenis pem- dosis sesuai sliding scale atau secara infus
bedahan, beratnya penyakit yang mendasari, kontinyu. Demikian juga pada pasien DM tipe 2
kesiapan untuk mencapai kontrol glukosa darah, yang konsentrasi gula darahnya tidak dapat di
umur, dan sesitifitas terhadap insulin. Berbagai kontrol dengan menggunakan obat oral perlu
percobaan klinis yang mencakup berbagai populasi dipertimbangkan pemberian insulin preoperatif10.
pasien menguji hiperglikemia perioperatif.
Berdasarkan data dari berbagai hasil penelitian V.3.2 Pasien dengan terapi Insulin
tersebut. ADA merekomendasikan target Pada pasien DM yang tergantung insulin (tipe
konsentrasi glukosa darah pada pasien didasarkan 1) dianjurkan mengurangi dosis insulin waktu tidur
data berbagai hasil penelitian9: (malam) sebelum waktu operasi untuk mencegah
hipoglikemia.
Tabel 4. Target Gula Darah pada berbagai tipe Mempertahankan dosis insulin secara kontinyu
pembedahan9 didasarkan pada hasil pemeriksaan gula darah
sebelumnya dan atas advis dokter yang merawat.
Target Glukosa
Populasi Pasien Rasional
Darah Dianjurkan mengonsulkan pasien ke dokter
General Medical Puasa: 90-126 Angka kematian anestesi dan penyakit dalam untuk mendapat
/ Pembedahan mg/dL menurun, lama
Random: < 200 rawat inap rekomendasi sesuai kondisi terakhir. Monitoring
mg/dL memendek, berkala perlu dilakukan untuk mengenali kondisi
Infeksi lebih
rendah hiperglikemia maupun hipoglikemia.
Operasi Jantung < 150 mg/dL Angka kematian
menurun, Resiko
infeksi Sternum V.3.3 Preoperatif pasien DM:
Menurun Semua pengobatan umum seharusnya
Angka
Penyakit Kritis < 150 mg/dL Mortalitas, diteruskan sampai waktu pagi hari operasi.
Morbiditas dan Metformin sebagaimana telah dijelaskan
lama rawat inap
menurun diatas seharusnya dihentikan 2 hari sebelum
Hasil akhir lebih operasi mayor karena dapat menyebabkan
baik
Kekurangan asidosis laktat. Chlorpropamida seharusnya
Kelainan data konsensus dihentikan 3 hari sebelum operasi karena masa
Neurologis Akut 80-140 mg/dL target spesifik;
konsensus untuk kerjanya memanjang. Dalam kedua kasus ini
mengontrol obat kerja pendek seperti Glibenclamid dapat
hiperglikemia
menggantikannya. Glibenclamid seharusnya
dihentikan sekurang-kurangnya 24 jam sebelum
V.3 Manajemen Perioperatif
operasi. Bila DM sangat tidak terkontrol tetapi
V.3.1 Pasien yang mendapatkan terapi Oral Anti
keton tidak ditemukan baik dalam darah maupun
Diabetes (OAD)
urin, mulai pemberian insulin menurut sliding scale.
Pada hari operasi pasien seharusnya
Bila keton ditemukan, tunda operasi bila tidak
menghentikan obat anti diabetik oral. Golongan
emergensi dan dikelola secara tim. Jika operasi
Sulfonilurea, Meglitinid (Secretagogues) ber-
tergolong emergensi pasien dikelola menurut
potensi menyebabkan hipoglikemia. Selain itu
pengelolaan operasi mayor pasien DM. Secara
sulfonilurea berhubungan dengan iskemia miokard
umum, jika pasien diperkirakan dapat makan
prekondisional dan mungkin dapat meningkatkan
dan minum dalam 4 jam sejak mulai operasi
resiko iskemik dan infark miokard perioperatif10.
digolongkan termasuk termasuk operasi minor.

77
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

Semua operasi selain minor dikategorikan sebagai terjadi intraoperatif hiperglikemia (>150-180mg/
operasi mayor. Dari sumber yang lain disebutkan dL) dapat diberikan insulin intravena dengan dosis
bahwa pembedahan dapat digolongkan mayor menggunakan sliding scale. Satu unit insulin dapat
bila menggunakan general anestesi selama satu menurunkan gula darah sebesar 20-30 mg/dL11.
jam atau lebih. Pasien bedah minor yang puasa Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan
sebaiknya dijadwalkan sebagai operasi minor regular insulin via NaCl 0,9% piggy bag (50-100 u
pertama. Bila gula darah > 10 mmol/L (180 mg%) per 50-100 ml NaCl 0,9 %) atau dapat juga dengan
pasien dikelola sesuai penanganan bedah mayor. lebih menurunkan kadar insulin/cc menjadi 0.1
Pasien DM yang terkontrol dengan diet harus unit /cc dan infus mikrodrip dimana hal ini dapat
dimonitor gula darahnya lebih sering (per-4 jam). memudahkan titrasi insulin bila tidak tersedia
Hindari penggunaan larutan RL karena laktat dapat infuse pump. Kecepatan infus dapat menggunakan
meningkatkan konsentrasi gula darah. rumus:

Bedah Minor Insulin (Unit / jam) = Serum Glukosa (mg/dL)/150


a. DM tipe 1:
Berikan insulin kerja sedang dengan dosis Larutan glukosa 5% sebaiknya diberikan untuk
separuh total insulin pagi secara subkutan bila mencegah hipoglikemia. Larutan glukosa mulai
glukosa darah pagi sekurang-kurangnya 126 diberikan saat level glukosa serum kurang dari 150
mg/dL. Gula darah diperiksa 1 jam preoperasi mg/dL, tambahkan 10 mEq KCl pada setiap liter
dan minimal 1 kali intraoperasi serta setiap 2 cairan. Kateter intra arterial direkomendasikan
jam setelah operasi. Pemberian insulin rutin untuk mendapatkan sampel glukosa setiap 1-2 jam
dimulai saat penderita mulai makan11. intraoperatif dan postoperatif hingga pemberian
b. DM tipe 2: kembali insulin subkutan dan atau oral anti
Hentikan regimen hipoglikemik oral pada diabetik12.
hari operasi, gula darah diukur 1 jam sebelum
operasi dan sekurang-kurangnya 1 kali selama Cara Lain:
operasi. Penderita yang mendapat terapi Infus glukosa, insulin, dan kalium intravena
insulin sebelumnya di injeksi insulin subkutan (GIK infusion) merupakan terapi standar yang telah
dengan dosis separuh dari total dosis pagi bila banyak digunakan untuk menggantikan terapi
kadar gula darah pagi sekurang-kurangnya 126 insulin subkutan, khususnya untuk terapi DM tipe
mg/dL. Setelah operasi gula darah diperiksa11. 1 dan terapi DM tipe 2 yang akan melaksanakan
Bila gula kadar darah pagi sekurang-kurangnya operasi pembedahan mayor. Pemberian glukosa
150 mg/dL, (sumber yang lain ≥ 126 mg/dL) pasien yang adekuat diberikan untuk mencegah
biasanya diberikan insulin dengan dosis setengah katabolisme, ketosis karena puasa dan hipoglikemia
pemberian pagi secara SC diikuti pemberian infus yang diinduksi oleh pemberian insulin. Dengan
glukosa 5% 1,5 cc/jam10. puasa perioperatif, stres operasi, dan terapi insulin
Selanjutnya di ruang operasi, siapkan saat pembedahan kebutuhan kalori pada pasien
akses intravena lain untuk infus dextrose 5% diabetes rata-rata 5-10 g glukosa/jam. Gula darah
sehingga terpisah dari jalur pemberian cairan lain, perioperatif dipertahankan antara 120-180 mg/dl12.
periksa gula darah setiap 2 jam dimulai setelah Kebutuhan Insulin akan meningkat pada
pemberian insulin, setiap 1 jam intra operasi dan keadaan sepsis, obesitas, pasien yang tidak stabil,
2-4 jam setelah operasi. Apabila pasien mulai pasien yang diterapi dengan menggunakan steroid,
hipoglikemia, gula darah < 100 mg/dL; berikan dan pada pembedahan Cardiopulmonary Bypass.
suplemen dekstrosa (setiap ml glukosa 50% dapat Jika menggunakan regimen GIK insulin 15
menaikkan glukosa darah kira-kira sebesar 2 mg/ unit dalam 500 ml larutan dekstrosa 10% yang
dL pada orang dengan BB 70 Kg). Sebaliknya bila mengandung 10 mEq kalium, dosis awal yang biasa

78
Penanganan Perioperatif Diabetes Mellitus

digunakan adalah 100 ml/jam12. dengan diet atau diet dan OAD tergantung
pada macam pembedahannya apakah OAD
Tabel 5. Regimen Pemberian Infus Glukosa-Insulin- perlu diganti dengan regular insulin (RI). Bila
Kalium12 setelah pembedahan penderita diharapkan
dapat segera diberikan intake peroral, maka
Glukosa Darah GIK Infusion Rate
(mg/dL) OAD tidak perlu diganti dengan RI. Tetapi pada
Dekstrosa 5% Dekstrosa 10% pembedahan besar dimana dalam beberapa
< 80 ↓ 5 unit ↓ 10 unit hari asupan harus melalui per infus maka OAD
< 120 ↓ 3 unit ↓ 5 unit harus segera diganti dengan RI. Pengantian ini
120-180 Tidak berubah Tidak berubah perlu waktu untuk monitoring6,11.
181-270
↑ 3 unit ↑ 5 unit Bila didapatkan asetonuria tanpa glukosuria,
>270
↑ 5 unit ↑ 10 unit hal ini kemungkinan menggambarkan
Dektrosa 5%; 1000 ml mengandung 20 mEq + 15 unit ketosis karena puasa, sehingga perlu diberi
RI karbohidrat IV atau peroral. Hal tersebut
Dekstrosa 10%: 1000 ml mengandung 20 mEq KCl +
dapat dicegah dengan pemberian karbohidrat
30 unit RI
100-150 gram/hari (BB 70 kg)11. Adapula yang
Panah menunjukkan jumlah pengurangan/
penambahan insulin dalam 1000 ml menggunakan 50-75 gram/24jam pada hari
pembedahan11.
Pemberian insulin intravena sangat fleksibel
dan dapat diberikan secara titrasi sehingga - Penderita kelas 2 dan 3
merupakan obat ideal dalam perioperatif DM. Bila penderita menggunakan long acting
Krinsley melaporkan pada pasien dengan gula insulin maka dilakukan penggantian dengan RI,
darah terkontrol stabil pada level normal, angka dimonitor beberapa hari untuk mendapatkan
kematian menurun 29,3%, lama perawatan RS dosis yang sesuai. Bila ada gangguan elektrolit
menurun 10,8%, insufisiensi ginjal menurun dan asam basa harus dikoreksi dahulu11.
25% dan kebutuhan tranfusi darah berkurang
18,7%; dengan subjek pasien DM yang Pada Hari Pembedahan
diberikan insulin secara infus kontinyu intravena Pasien sebaiknya dijadwalkan operasi pagi
dibandingkan dengan pasien DM yang diberikan hari. Pagi hari sebelum operasi diambil contoh
insulin di ICU. Selain itu absorbsi insulin yang darah untuk mengetahui baseline data glukosa
diberikan SC atau IM sangat tergantung pada darah puasa, setelah itu pasang infus dengan
aliran darah pada jaringan tersebut sehingga tidak cairan yang mengandung glukosa, sebaiknya
dapat diprediksi selama operasi9. tidak menggunakan cairan yang mengandung
RL. Tentukan dosis maksimal insulin pada hari
Pembedahan Elektif pembedahan yaitu 2/3 dari dosis yang biasa
Penderita DM yang akan menjalani operasi diberikan, kemudian 1/3 dosis maksimal tersebut
elektif sebaiknya masuk RS minimal 2 X 24 jam diberikan subcutan pagi hari setelah infus
sebelumnya agar persiapan lebih optimal. Data terpasang, dan 2/3 nya direncanakan diberikan
laboratorium terakhir yang diperlukan adalah pasca bedah dengan dua kali pemberian sampai
kadar glukosa darah, elektrolit, urinalisis, ureum, keesokan harinya11. Sebelum pemberian insulin
creatinin, dan EKG6,11. berikutnya dilakukan pemeriksaan kadar glukosa
darah dahulu, dan pemantauan sebaiknya setiap 3
Pada Hari Persiapan jam pasca operasi.
- Penderita kelas 1 Hasil pemeriksaan glukosa darah untuk
Pada penderita DM yang diterapi / terkontrol penyesuaian dosis insulin, dalam hal ini untuk
menghindari hipoglikemia, dengan menggunakan

79
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

tehnik sliding scale sebagai berikut6,11: trace elemen)


Tabel 6. Regimen Pemberian Insulin dengan • NPE (Nutrisi Par-Enteral) harus segera
metode sliding scale11 dimulai pada hari kedua (paling lambat
hari ketiga) dengan syarat kadar glukosa
Kadar Glukosa Dosis Insulin
Darah darah kurang dari 200 – 250 mg/dL (bila
200-250 2-3 unit belum laksanakan regulasi cepat terlebih
250-300 3-4 unit dahulu)
300-400 4-8 unit (cek glukosa daraah/1-2 jam) • Antibiotika (selama 1 – 2 minggu)
>400 10 unit (cek glukosa darah tiap jam)
Pembedahan Emergensi
Untuk monitoring terjadinya ketoasidosis Pada pembedahan darurat penderita harus
dilakukan dengan pemeriksaan sederhana yaitu segera dievaluasi secara lengkap (anamnesis dan
dengan pemeriksaan analisa gas darah dengan pemeriksaan fisik), kadar gula darah, aseton serum,
menilai CO2 serum (total CO2 content) dimana: elektrolit dan lain sebagainya. Bila penderita
dalam keadaan ketoasidosis jika memungkinkan
CO 2 > 20 mEq/L diklasifikasikan sebagai ketonuria pembedahan ditunda beberapa jam untuk
CO2 20 - 10 mEq/L diklasifikasikan sebagai melakukan koreksi gangguan keseimbangan
ketoasidosis cairan dan elektrolit, dimana merupakan keadaan
CO2 < 10 mEq/L diklasifikasikan sebagai koma yang mengancam jiwa. Bila waktu memungkinkan
asidosis dilakukan koreksi ketoasidosis secara tuntas11.
Segera tentukan kadar glukosa darah, ureum,
Pada DM tipe I untuk pembedahan minor creatinin serum, elektrolit (K+ dan Na+), keton,
ditangani dengan 2 cara: analisa gas darah (pH dan PCO2), koreksi dehidrasi
1. Pasien puasa yang terkontrol baik dapat dengan NaCl 0,9% dengan kecepatan 250 – 1000
diberi setengah dosis biasanya insulin cc/jam, tergantung derajat dehidrasi serta kondisi
intermediate acting secara subkutan jantungnya dan bila kadar glukosa darah sudah
pagi hari sebelum pembedahan, disertai mencapai 250 mg/dL cairan diganti dengan
dengan infus dekstrosa 5% saat mulai yang mengandung glukosa. Berikan RI secara IV
pemberian insulin dengan kecepatan 100- sebanyak 5 – 10 unit (bolus), kemudian dilanjutkan
150 ml/jam. RI dapat diberikan sebagai dengan 50 unit dalam 500 cc normal saline dimulai
suplemen sesuai kadar glukosa darah dengan 2–8 unit/jam (20 – 80 cc/jam). Sebagai
2. Cara kedua pada bedah singkat adalah patokan digunakan formula penghitungan jumlah
dengan menghentikan semua pemberian insulin (unit/jam) dengan membagi kadar glukosa
insulin pra bedah, pasien tetap dipuasakan darah terakhir dengan 150 (atau dibagi 100 bila
dan tidak diberi glukosa. Pasca bedah penderita menggunakan steroid, overweight, atau
diberikan makan peroral dan pasien dapat terdapat infeksi).
diberi 50% dosis insulin biasanya Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan
Karena penyulit pasca operasi terbanyak secara serial setiap 2 – 3 jam dan diperkirakan
adalah infeksi (dua pertiga kasus), maka penderita kadar glukosa darah turun antara 75 – 100 mg/
DM yang kurang baik persiapannya atau karena dL. Tetesan dapat diatur kembali dengan
keadaan preoperasi sebelumnya, akan cenderung mempertahankan kadar glukosa darah antara 120
mengalami sepsis6. – 250 mg/dL. Monitoring pH, K+, dan glukosa darah
Tetralogi terapi DM dengan sepsis yang perlu dilakukan secara ketat. Perlu diingat bahwa untuk
diingat adalah6,11: memperbaiki dehidrasi sering diperlukan cairan
• Regulasi cepat yang cukup banyak berkisar antara 3 – 5 L bahkan
• Koreksi defisit (cairan, albumin, elektrolit, dapat mencapai 10 L. Kadar sodium plasma akan

80
Penanganan Perioperatif Diabetes Mellitus

menurun 1,6 mEq/L untuk tiap kenaikan 100 mg/dL komplikasi akut, berbahaya, dan selalu
kadar glukosa darah diatas nilai normal11. merupakan kegawatdaruratan medis.
Ada pula yang menggunakan teknik regulasi Tidak adanya insulin menyebabkan liver
cepat pada penderita DM. Tehnik ini merupakan mengubah lemak menjadi benda keton.
cara yang mudah, efektif dan efisien untuk regulasi Peningkatan level benda keton pada darah
glukosa darah pada DM agar tercapai kadar 200 menurunkan pH darah, menyebabkan
mg/dL. Apapun penyebab hiperglikemia pada gejala-gejala KAD, pernapasan dalam, dan
pembedahan pasien DM, kadar glukosa darah nyeri abdomen dengan tingkat kesadaran
harus segera diturunkan menjadi 200 mg/dL, letargi hingga koma. KAD dapat menjadi
karena hiperglikemi (> 200 mg/dL) meningkatkan sangat berat sehingga menyebabkan
morbiditas pasca operasi6,11. Tehnik regulasi cepat hipotensi, syok dan kematian.
pada DM sebagai berikut: Penanganan yang cepat dan tepat dapat
• Jangan memberi cairan yang mengandung menyembuhkan pasien. Kematian terjadi
karbohidrat bila kadar gula darah > 200 bila pengobatan terlambat atau tidak
mg/dL. adekuat. KAD paling sering terjadi pada
• Beri RI intravena 4 unit tiap jam sampai DM tipe 1 bila dibandingkan dengan DM
kadar gula darah 200 mg/dL atau reduksi tipe 213.
urine positif lemah. Sebagai pedoman, b. Koma Hiperosmolar Nonketotik
tiap dosis 4 unit/jam dapat menurunkan Koma hiperosmolar nonketotik adalah
kadar gula darah 50 – 75 mg/dL. komplikasi akut dengan beberapa gejala
• Bila kadar gula darah sudah tercapai, yang sama dengan KAD tetapi secara
RI diteruskan secara subkutan dengan keseluruhan berbeda penyebab dan
interval awal tiap 4 jam, bila respon baik penanganannya. Penderita dengan kadar
dapat diberikan tiap 8 jam. gula darah yang sangat tinggi (> 300 mg/
dL), air keluar dari dalam sel ke dalam
D. Post Operasi pembuluh darah karena tekanan osmosis
1. DM tipe 1: dan selanjutnya ginjal mengeluarkan urin
Stop infus saat penderita makan dan dengan kadar glukosa yang tinggi.
minum. Kalkulasi total dosis insulin Akibatnya tubuh kehilangan cairan yang
penderita preoperatif dan berikan insulin menyebabkan tekanan osmotik makin
solubel (actrapid) subkutan yang terbagi meningkat. Jika cairan tidak diganti, efek
dalam 3-4 dosis per hari. Sesuaikan dosis dari tekanan osmotik dan kehilangan
selanjutnya hingga level glukosa stabil. cairan menyebabkan dehidrasi. Terjadilah
2. DM tipe 2: gangguan keseimbangan elektrolit
Stop infus IV dan mulai pemberian obat yang berbahaya. Sama seperti KAD,
oral anti diabetik saat penderita makan penanganan medis yang cepat sangat
dan minum. penting, khususnya pemberian cairan.
Letargi dapat berkembang menjadi koma.
D. Prognosis Komplikasi ini lebih sering terjadi pada
Pendidikan, pengetahuan, dan partisipasi DM tipe 2 dibanding tipe 113.
penderita sangat penting karena komplikasi dapat c. Hipoglikemia
dicegah atau dihentikan pada penderita yang kadar Hipoglikemia atau rendahnya kadar
gula darahnya terkontrol13. gula darah secara tidak normal adalah
1. Komplikasi Akut komplikasi yang dapat terjadi pada semua
a. Ketoasidosis Diabetik pengobatan DM. Hal ini dapat terjadi bila
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah asupan glukosa tidak seimbang dengan

81
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

pengobatan. Pasien dapat menjadi tangan atau stocking. Hal ini dapat terjadi
agitasi, keringatan, dan banyak gejala juga pada nervus somatik regio lainnya.
aktifitas simpatis. Penurunan hingga - Nefropati diabetik, kerusakan ginjal
hilang kesadaran terjadi pada kasus serius dapat menyebabkan keadaan gagal ginjal
yang selanjutnya dapat menjadi koma, kronis. DM merupakan penyebab utama
kejang, atau terjadi kerusakan otak gagal ginjal pada penderita dewasa di
hingga kematian. Hal ini dapat terjadi negara berkembang.
pada pasien DM karena berbagai faktor:
kelebihan insulin, waktu pemberian yang a. Penyakit Makrovaskuler
salah, waktu olah raga yang berlebihan, Menyebabkan percepatan terjadinya
makanan yang tidak cukup. Pada banyak atherosklerosis
kasus hipoglikemia diterapi dengan - Penyakit arteri koroner, menyebabkan
minum air gula atau makan. Pada kasus angina dan infark miokard (serangan
yang berat dapat diberikan injeksi jantung)
glukagon dan infus glukosa khususnya - Stroke (terutama tipe iskemia)
pada penderita yang tidak sadar. - Penyakit vaskuler perifer
Pengobatan hipoglikemia umumnya - Mioneurosis diabetikum.
adalah pemberian glukosa 50% intra vena Kaki diabetik sering disebabkan oleh
(setiap cc glukosa 5% menaikkan kadar kombinasi neuropati dan penyakit arterial
glukosa kira-kira 2 mg/dL)14. menyebabkan ulkus dan infeksi pada
kulit dan pada kasus berat menyebabkan
2. Komplikasi Kronis ganggren dan nekrosis. Hal ini penyebab
Penyakit Vaskuler utama amputasi pada penderita usia
Hiperglikemia kronik menyebabkan kerusakan dewasa di negara berkembang15.
pembuluh darah (Angiopati). Sel-sel endotel yang
membatasi pembuluh darah menyerap glukosa Tabel 7. Ringkasan dari berbagai Komplikasi
lebih dari biasanya, sementara penyerapan DM dan Metode serta Rancangan Dasar untuk
tersebut tidak tergantung insulin. Sel-sel tersebut meminimalkan Angka Kematian dan Angka
membentuk glikoprotein lebih banyak sehingga kesakitan15
menyebabkan penebalan membran basal. Diabetes
Komplikasi Potensi Rencana Terapi /
menyebabkan berbagai masalah medis yang DM Komplikasi Strategi
dikelompokkan dalam: penyakit mikrovaskuler Penyakit Infark miokard Ambang rendah
(disebabkan kerusakan pembuluh darah kecil) dan Aterosklerosis terhadap iskemia
Vaskuler Betabloker
penyakit makrovaskuler (disebabkan kerusakan perioperatif
arterial). Kontrol gula darah
intensif
Mikroangiopati (Penyakit mikrovaskuler) Terapi Penurunan
meliputi: lemak
Aspirin (terapi
- Retinopati Diabetik, pembuluh darah
antiplatelet)
baru yang berkembang tidak sempurna Pertahankan tensi
di retina membentuk edema makula yang <130/80 mmHg

dapat menyebabkan kebutaan. Kerusakan Stroke Beta bloker


perioperatif
retina tersebut adalah penyebab kebutaan ACE inhibitor/ARB
utama pada penderita usia non-geriatrik Kontrol gula darah
intensif
di Amerika. Obat anti platelet
- Neuropati diabetik, penurunan sensasi Terapi Penurunan
lemak
terdistribusi seperti memakai sarung

82
Penanganan Perioperatif Diabetes Mellitus

Komplikasi Potensi Rencana Terapi / peningkatan angka morbiditas dan mortalitas


DM Komplikasi Strategi penderita DM yang signifikan. Manfaat dari kontrol
Neuropati Ulkus Proteksi pada kaki gula darah yang tepat berhubungan dengan
Perifer Ekstremitas dan tumit
Bawah Evaluasi ketat komplikasi yang ringan, dan menjadi bagian dari
penekanan pada
ulkus tatalaksana standar. Meskipun demikian dalam
Peningkatan Kontrol Gula Ketat data ini terdapat kekurangan literatur untuk
infeksi Vaksinasi (Influenza,
pneumococcal menjadi patokan pengelolaan optimal. Kontrol
Hambatan Kontrol Gula Ketat gula darah yang intensif membutuhkan monitoring
penyembuhan Evaluasi status luka yang ketat untuk mengurangi insiden hipoglikemia
luka
berat. Metode baru seperti Glucommander, dapat
Neuropati Penurunan Cegah pengobatan
otonomi tonus vesika yang memperberat dilakukan sebagai salah satu pilihan metode
urinaria (misalnya
antikolinergik) baru. Bagaimanapun juga dibutuhkan penelitian
Gastroparesis Minimalkan lagi untuk lebih mengoptimalkan manajemen
analgetik opiat perioperatif penderita DM selanjutnya.
Pemberian diet
meningkat bertahap
Agen prokinetik
(misalnya: DAFTAR PUSTAKA
metoklopramid 1. Rehman Habibur, Mohammed Kamrudeen.
Nefropati Insufisiensi Cegah hipotensi /
ginjal optimalkan kontrol Perioperative Management of Diabetic
tekanan darah Patient. 2003.Current Surgery vol 60 No.6.
Kontrol gula darah
Rawat lebih awal 2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
pada keadaan
nefropati yang Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia. 2011. PB
diinduksi-kontras Perkeni.
ACE inhibitor/ARB 3. Vann Marry Ann. Perioperative Management
Awasi pemberian
agen nefrotoksik of Ambulatory Surgical Patient with
(misalnya
aminoglikosida, Diabetes Mellitus. 2009. Current Oppinion in
NSAID) Anaesthesiology 22: 718-724.
Kalau perlu batasi
pemberian protein 4. Roberts, Edgren Altha, Diabetes Melitus.
hingga 0,8 g/kg/hari
Gale Encyclopedia of Medicine, Published
Retinopati Pembatasan Optimalkan lampu
visual ruangan December 2002.
Pendampingan 5. McAnulty G.R, Robertshaw H.J, Hall G.M.
Kontrol gula darah
optimal Anesthetic Management of Patients with
Kontrol tekanan
darah optimal Diabetes Melitus. 2000. British Journal of
Proteksi mata Anaesthesia 85 (1): 80-90.
intraoperatif
Disorientasi Orientasi temporal/ 6. Askandar T. Diabetes Mellitus Anestesi-Operasi (
/ resiko spatial Patofisiologi Organ ). Dalam : Kongres Nasional
terjadinya Pembatasan obat
delirium lebih yang menyebabkan IDSAI, 5 – 8 November 1992; Surabaya; 1992.
besar delirium
P. 209 – 218.
7. Girish P. Joshi, Chung F, Vann Mary Ann,
KESIMPULAN
Ahmad Shireen, Gan Tong, Gulson daniel,
Peningkatan prevalensi pasien diabetes yang
Merril Douglas, Twersky Rebecca. Society for
akan dioperasi dan meningkatnya resiko komplikasi
Ambulatory Anesthesia Consensus Statement
sehubungan dengan penyakit DM membutuhkan
on Perioperative Blood Glucose Management
pemeriksaan dan pengelolaan optimal perioperatif.
in Diabetic Patients Undergoing Ambulatory
Pengelolaan pasien DM saat ini dihadapkan dengan
Surgery. 2010. International Anesthesia
tingkat morbiditasnya yang meningkat secara
Reseach Society vol 111 Number 6. P1378-1387
umum. Data dari berbagai penelitian menunjukkan

83
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

8. Lois IB, Susan HN, Dawn D. Decision Making. 12. Dagogo-jack Samuel, Alberti George, Dphil.
4th ed. Elsevier Moseby, Inc. USA, 2007 Management of Diabetes Mellitus in Surgical
9. O’Nigren, Jonas, Thorell, Anders, Soop, Patients. 2002. Diabetes spectrum vol 15, p 44-
Mattias, Brismar, Kerstin, Karpe, Fredrik, 48
K. S., Nair, & Ljungqvist, Olle, Perioperative 13. Etie, Moghissi MD., Hospital Management of
Insulin and Glucose Infusion Maintains Normal Diabetes: Beyond the Sliding Scale. Cleveland
Insulin Sensitivity After Surgery. American Clinic Journal of Medicine, October 2004.
Physiological Society, 0193-1849, 1998. 14. Soegondo Sidartawan, Soewondo Pradana,
10. Butterworth F Jhon, Mackey C David, Subekti Imam. Penatalaksanaan Diabetes
Wasnick D Jhon. Morgan & Mikhail’s Clinical Melitus Terpadu. 2009. Jakarta. Balai Penerbit
Anesthesiology. 2013. Mc Graw-hill. FKUI.
11. Chasnak SS. Pengelolaan Perioperatif Pasien 15. The Fundraising blog-Engine of Collaboration:
Diabetes Mellitus. Dalam : Kumpulan Makalah Diabetes Melitus. Wikipedia A look Under the
Pertemuan Ilmiah Berkala X IDSAI. Bandung. Hood, Wikimedia, 29-3-2007.
2000. hal.219-225

84

Anda mungkin juga menyukai