Email: chikarizkiamaliah06@yahoo.com
Abstrak
1. PENDAHULUAN
Adanya campur kode dan alih kode di pasar merupakan hal wajar yang
di pakai penjual dan pembeli saat bertransaksi. Masyarakat di pasar
tentunya juga memiliki bahasa yang dipakai dalam berkomunikasi antara
penjual dan pembeli. Seperti penjual dan pembeli di pasar Kalirejo
Kabupaten Lampung Tengah, dalam tuturan perdagangan di pasar
sebagian besar dari mereka menguasai bahasa jawa. Karena bahasa
tersebut merupakan bahasa yang pertama kali dikuasai (bahasa ibu).
Bahasa Indonesia yang dipakai oleh penjual untuk berkomunikasi
merupakan tuturan untuk menghormati pembeli, karna dilihat dari setatus
sosial atau dari segi penampilan.
1
Wittgeinstein dalam S. Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu,(Jakarta: Rineka
Cipta,2001), hal. 171.
Di pasar Kalirejo sering kali kedatangan masyarakat daerah lain dan
tingkat setatus sosial yang berbeda-beda yang menghasilkan bentuk-
bentuk tuturan. Dimana saat proses komunikasi yang sebenarnya sering
kali si penutur melakukan campur kode dan alih kode secara tidak sadar.
Contoh seorang penjual sering kali menggunakan bahasa jawa
menyelipkan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Dan bisa saja
seorang pembeli yang berstatus sosial tinggi menggunakan bahasa
Indonesia yang menyelipkan bahasa jawa. Hal ini bisa dikatakan telah
melakukan campur kode, akibatnya muncul ragam bahasa Indonesia
kejawa-jawaan maupun bahasa jawa campur kode dan alih kode dalam
perdagangan di pasar Kalirejo Lampung Tengah. Wujud-wujud campur
kode dan alih kode yang terjadi di pasar Kalirejo dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya campur kode dan alih kode tersebut mendorong
peneliti untuk mengkaji lebih dalam mengenai wujud campur kode dan alih
kode tuturan dalam perdagangan di pasar Kalirejo Lampung Tengah dan
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kodedan alih kode
tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alih Kode dan Campur Kode
2
Rahardi R. Kunjana, Sosiolinguistik: Suatu Pengantar, (Jakarta: Henary,
2001), hal. 20
untuk memperluas gaya bahasa seperti pemakaian idiom, klausa
dan sebagainya.3 Misalnya jika seseorang menggunakan bahasa
Indonesia kemudian mencampurkan ujaran bahasa jawa ke dalam
bahasa Indonesia maka dinamakan campur kode.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Design Penelitian
3
Kridalaksana Harimurti, Kamus Linguistik, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama, 2001).
4
Sutopo H.B, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Surakarta: Universitas
Sebelas Maret, 2006,), hal. 40.
Djajasudarma menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif
adalah metode yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau
membuat gambaran, atau menjelaskan secara sistematis, faktual,
dan akurat mengenai data, dan hubungan fenomena-fenomena
yang diteliti.5
4. PEMBAHASAN
4.1 Wujud Alih Kode dalam Kegiatan Jual Beli
Data yang berhasil dikumpulkan dimana wujud alih kode dalam
pemakaian dua bahasa yaitu bahasa daerah (Jawa) dan bahasa
Indonesia. Bahasa jawa lebih dominan karena berfungsi sebagai
bahasa utama dalam proses jual beli dipasar Kalirejo Kabupaten
Lampung Tengah.
Dengan demikian, alih kode ini berrfokus pada peralihan
Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia. Wujud alih kode dalam
kegiatan transaksi jual beli dipasar Kalirejo saat komunikasi antara
penjual dan pembeli. Cuplikan data dari pedagang buah sebagai
berikut :
Pembeli : Kurmane piro mas ?
Penjual : Sekilo tiga lima mba.
Pembeli : La kelengkenge piro mas sekilone ?
Penjual : Kelengkenge enek tiga macem mba seng nengarep
tigapuluh seng tengah tiga lima, yang belakang empat
puluh.
7
Sutopo H.B, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Surakarta: Universitas Sebelas
Maret,2006), hal. 91.
Pembeli : Walah lakok kecil-kecil men mas ?
Penjual : Cilik-cilik tapi manis lo mba tak jamin
Pembeli : Lah jeruke wae mas sepuluh ribu aja.
Penjual : Apele ora sisan mba ?
Pembeli : Apele piro mas ?
Penjual : sepuluh ewu telu mba.
Pembeli : yowes pilihke seng apik mas.
Dari data diatas alih kode yang terjadi pada kios Buah-buahan
dan kios pedagang ayam di pasar Kalirejo Kabupaten Lampung
Tengah adalah bentuk peralihan dari bahasa Jawa ke dalam
bahasa Indonesia pada saat proses melakukan transaksi. Pada
proses diatas penjual memberikan informasi mengenai kenaikan
harga ayam karena bulan puasa.
4.2 Wujud Campur Kode dalam Kegiatan Jual Beli
Wujud campur kode yang ditemukan adalah campur kode yang
melibatkan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam bentuk
penyisipan unsur- unsur bahasa Indonesia ke adalam unsur-unsur
bahasa jawa. Penyisipan dalam bentuk kata, frasa, idiom, dan
klausa di kios pedagang Udang.
4.3 Faktor- faktor Penentu Alih Kode dsn Campur Kode dalam
Kegiatan Jusl Beli
Berdasarkan temuan yang telah didapat, Alih kode tuturan
dalam perdagangan di pasar Kalirejo terjadi karena ada lima faktor
yang benyebabkan alih kode yang terjadi di pasar Kalirejo yaitu
penutur/pembicara, pendengar (lawan tutur/mitra tutur), perubahan
situasi karna hadirnya orang ketiga, pokok pembicaraan, dan
menaikan rasa humor.
Kemudian wujud Campur Kode karena penjual atau pembeli
ingin menjelaskan sesuatu tertentu. Penutur dalam proses
perdagangan di pasar Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah
berusaha membuat mitra tutur mereka paham dengan
menggunakan berbagai cara. Salah satunya dengan menggunaka
bahasa yang pembeli kuasai yaitu bahasa Jawa.
Kedua, wujud campur kode yang berada di pasar Kalirejo
terjadi karena situasi. Situasi dalam proses perdagangan sering
berubah-ubah. Hal tersebut menjadikan faktor terjadinya peristiwa
campur kode di pasar Kalirejo. Kemudian ingin menjalin keakraban
antara penjual dan pembeli. Dan yang terakhir karena penjual atau
pembeli ingin menyindir.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan bahwa
penelitian yang di kembangkan meliputi pemberian wujud tuturan
perdagangan antara penjual dan pembeli yang menyebabkan
terjadinya peristiwa campur kode dan alih kode di pasar Kalirejo
Kabupaten Lampung Tengah Wujud campur kode pada tuturan
perdagangan antara penjual dan pembeli di pasar Kalirejo ada
tiga.
1. Penyusipan berupa kata
2. penyisipan bentuk kalimat
3. Berwujud kata ulang