Anda di halaman 1dari 10

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PENJUAL DAN PEMBELI

DI PASAR TRADISONAL NAMLEA

TRANSFER OF CODE AND MIXED SELLER AND BUYER CODE IN


NAMLEA TRADISONAL MARKET
Maryam Henaulua, Karimb, Risman Iyec, Yulismayantid, Taufike
acde
Universitas Iqra Buru
b
Institut Agama Islam Negeri Kendari
Jln. Prof. Bassalamah, M.Si.
Pos-el: rismaniye@gmail.com

*) Naskah diterima: 7 Februari 2020; direvisi: 17 April 2020; disetujui: 20 Mei 2020

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeksripsikan alih kode, campur kode, dan faktor penyebab
terjadinya campur kode penjual dan pembeli di pasar tradisional Namlea. Penelitian ini
adalah penelitian deskkritif kualitatif, yakni penelitian yang dilakukan semata-mata hanya
berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada
penuturnya. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah teknik pustaka, simak, dan
catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk
menunjang data peneliti. Data yang telah diklasifikasi dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan tiga macam alih kode penjual dan pembeli di pasar tradisional
Namlea yakni: 1) Alih kode yang dilakukan penutur; 2) Alih kode dilakukan oleh mitra
tutur; dan 3) Alih kode yang dituturkan oleh penutur ketiga. Kemudian faktor penyebab
terjadinya campur kode adalah campur kode penyisipan kata dan campur kode penyisipan
frasa.

Kata Kunci: alih kode, campur kode, pasar, Namlea

Abstract
This study aims to describe the code experts and code mix and the factors that cause the mixing of seller
and buyer codes in the traditional namlea market. This research is a qualitative descriptive study, a
research conducted solely based on facts or phenomena that empirically live on the speaker. Data
collection techniques used were library, refer and note technique. Library technique is a technique that
uses written sources to support researchers’ data. The data that has been classified is analyzed descriptively
qualitatively. The results showed three types of code switching of sellers and buyers in the traditional
namlea market, namely: 1) Code switching by the speaker; 2) Code switching is done by the speech
partner; and 3) Code switching spoken by the third speaker. then Factors that cause code mixing are
mixed word insertion codes and mixed phrase insertion codes.

Keywords: code transfer, mix code, market, Namlea

Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 1
PENDAHULUAN rintahan banyak orang memanfaatkan meng-
Fenomena bahasa dalam kehidupan gunakan bahasa daerah untuk rasa kesama-
masyarakat yang multilingual berkaitan de- an satu masyarakat tutur, dan keuntungan
ngan perihal tindak tutur. Fenomena yang untuk mengharapkan bantuan dari lawan
dimaksud berkaitan dengan alih kode dan tuturnya. Lawan bicara dapat menyebabkan
campur kode yang merupakan topik perma- alih kode untuk mengimbangi kemampuan
salahan dalam penelitian ini. Alih kode berbahasa si lawan tutur. Kehadiran orang
merupakan suatu gejala peralihan bahasa ketiga yang tidak berlatar belakang bahasa
karena berubahnya situasi tutur. Terjadinya yang sama dengan bahasa yang digunakan
peristiwa peralihan bahasa tersebut ditentu- oleh penutur dan lawan tutur akan meng-
kan oleh hubungan penutur dengan mitra akibatkan munculnya campur kode atau
tutur, kehadiran pihak ketiga, topik pembi- alih kode. Begitu juga dengan situasi bicara
caraan serta untuk bergengsi. Dalam berinter- dari yang formal ke informal dapat menye-
aksi sangat ditentukan oleh hubungan sosial babkan alih kode, topik pembicaraan dapat
kita. Interaksi sosial dapat dilakukan dengan terjadi alih kode dari yang formal ke yang
kesantunan yang berciri linguistik atau tidak formal dikarenakan bahasa pertama
disebut dengan interaksi linguistik dan yang diperoleh sama. Peranan alih kode dan
interaksi pragmatik (Rahman 2016: 168). Alih campur kode dalam masyarakat sangat pen-
kode dilakukan dengan kesadaran pe- ting, dalam hubungannya dengan pemakai-
nuturnya. Hal ini bisa tampak terjadi pada an variasi bahasa oleh seseorang atau pun
penjual dan pembeli yang mengalihkan kelompok masyarakat, khususnya dalam
bahasa Indonesia ke bahasa Buru atau se- pemakaian bahasa pada masyarakat yang
baliknya saat proses transaksi jual beli di pasar. bilingual ataupun multilingual, misalnya di
Pergantian alih kode hanya akan terjadi pusat pernbelanjaan tradisional atau pasar
pada seseorang yang bisa atau menguasai (Atiek, 2015).
lebih dari dua bahasa dan bukan terjadi antar Sementara itu, campur kode merupakan
bahasa. Hymes dalam Chaer dan Agustina gejala pencampuran pemakaian bahasa
(2004:107—108) mengungkapkan, “Alih kode yang dikarenakan adanya perubahan situ-
bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi da- asi. Hal ini bisa tampak dari interaksi antara
pat juga antar ragam-ragam atau gaya-gaya penjual dan pembeli yang dalam interaksi
yang terdapat dalam satu bahasa”. Dari pen- tersebut terdapat gejala pencampuran pe-
dapat tersebut, jelas bagi kita pengalihan makain bahasa yang terjadi pada serpihan
dari satu bahasa ke bahasa yang lain dilaku- bahasa pertama pada bahasa kedua (misal-
kan seeorang akan berkenaan dengan ke- nya bahasa Indonesia yang diselingi kata-
hadiran orang ketiga, pengalihan dari ra- kata bahasa Buru) seperti campur kode pe-
gam santai ke ragam resmi, berkenaan de- nyisipan kata, penyisipan frasa, penyisipan
ngan berubahnya situasi santai ke situasi for- klausa, penyisipan ungkapan atau idiom
mal, proses pengalihan dilakukan dengan dan penyisipan bentuk baster (gabungan
sadar, penutur tidak menguasai kode yang pembentukan asli dan asing). Fenomena ter-
dipakai atau sedang mempelajari kalimat sebut ditentukan oleh penutur dan mitra tu-
serta kode yang terucap dengan kode se- turnya di tempat tertentu. Campur kode ini
mula, dan sebagainya. juga dilakukan dengan kesadaran penutur-
Seorang pembicara atau penutur sering nya.
melakukan alih kode untuk mendapatkan Sebuah fenomena yang menarik saat ini
keuntungan atau manfaat. Dalam peme- terjadi, yaitu banyak orang melakukan per-

2 Vol. 15, Nomor 1, Juni 2020


gantian kode, baik alih kode maupun cam- sosiolinguistik, secara umum, bilingualisme
pur kode dalam berkomunikasi dengan diartikan sebagai penggunaan dua bahasa
orang lain. Tujuan penelitian ini untuk men- oleh seorang penutur dalam pergaulannya
disripsikan faktor-faktor penyebab alih kode dengan orang lain secara bergantian. (Chaer
dan wujud campur kode yang terjadi di dan Agustin 2004: 56) mengemukakan
pasar tradisional Namlea. bahwa bilingualisme atau kedwibahasaan
Dari latar belakang di atas, rumusan ma- berkenaan dengan pemakaian dua bahasa
salah dalam penelitian ini adalah men- oleh seorang penutur dalam aktifitas sehari-
deskripsikan alih kode dan campur kode hari.
dan faktor penyebab terjadinya campur Menggunakan dua bahasa tentunya
kode penjual dan pembeli di pasar tradi- seseorang harus menguasai kedua bahasa
sional Namlea. tersebut. Pertama, bahasa ibunya atau
bahasa pertamanya (disingkat B1), dan yang
LANDASAN TEORI kedua adalah bahasa yang lain yang men-
jadi bahasa keduanya (disingkat B2). Orang
Sosiolinguistik yang dapat menggunakan kedua bahasa itu
Sosiolinguistik merupakan kajian ten- disebut bilingual (dalam bahasa Indonesia
tang bahasa yang berkaitan dengan kondisi disebut juga dwibahasawan). Sementara
masyarakat. Sumarsono (2011:45) mengata- itu, kemampuan untuk menggunakan dua
kan istilah sosiolinguistik terdiri atas dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa
kata, yaitu sosio adalah “masyarakat” dan Indonesia disebut juga kedwibahasanan).
linguistik adalah kajian bahasa. Jadi, sosio- Selain bilingualisme dengan segala jabaran-
linguistik merupakan kajian tentang bahasa nya ada juga istilah multibilingualisme (da-
yang berkaitan dengan kondisi kemasya- lam bahasa Indonesia disebut juga keaneka-
rakatan. Sementara itu menurut Halliday bahasaan), yakni keadaan digunakannya
(dalam Risman: 2018:9) sosiolingusitik me- lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam
rupakan kajian bahasa yang berkaitan de- pergaulannya dengan orang lain secara
ngan pertautan bahasa dengan orang-orang bergantian.
yang memakai bahasa itu. Bloomfield (1958:56) mengemukakan
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas bahwa kedwibahasaan merupakan kemam-
dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik puan untuk menggunakan dua bahasa yang
adalah ilmu yang bersifat multidisipliner sama baiknya oleh seorang penutur. Na-
yang mengkaji masalah pemakaian bahasa mun, Hauge (dalam Chaer dan Agustina
di masyarakat yang berkaitan dengan 2004: 121) berpendapat bahwa ia tahu bahwa
struktur sosial, situasional, dan budaya. kedwibahasaan adalah dua bahasa. Jika di-
Bahasa dalam studi sosiolinguistik tidak uraikan secara lebih umum, kedwibahasan
dipandang sebagai struktur saja, tetapi juga merupakan pemakaian dua bahasa secara
dipandang sebagai sistem sosial, sistem bergantian, baik secara produktif maupun
komunikasi, dan bagian dari kebudayaaan reseptif oleh seorang individu atau masya-
masyarakat tertentu. rakat.
Kedwibahasan adalah bukan hanya
Bilingualisme
milik individu, tetapi harus diperlukan se-
Bilingualisme dalam bahasa Indonesia bagai milik kelompok sehingga memung-
disebut juga kedwibahasaan merupakan kinkan adanya masyarakat kedwibahasa-
dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara wan. Aslinda, dkk. (2007:23) menyebutkan

Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 3
kedwibahasaan sebagai “The practice of d. Pokok Pembicaraan
alternately using two language”, yaitu ke- Pokok Pembicaraan atau topik merupa-
biasaan menggunakan dua bahasa atau kan faktor yang dominan dalam menen-
lebih secara bergantian. tukan terjadinya alih kode.
Alih Kode Gejala peralihan pemakaian bahasa
Alih kode (code switching) adalah dalam suatu tindak komunikasi ditentukan
peristiwa peralihan dari satu kode ke kode oleh penutur dan mitra tutur. Tindakan ko-
yang lain. Misalnya, penutur menggunakan munikasi seorang dwibahasawan dalam
bahasa Indonesia beralih menggunakan mengalihkan pemakaian bahasa ini dilaku-
bahasa Buru. Alih kode merupakan salah kan dengan adanya kesadaran dari si pema-
satu aspek ketergantungan bahasa (language kai bahasa tersebut. Dengan demikian, alih
dependencncy) dalam masyarakat multi- kode itu sendiri merupakan suatu gejala
lingual. peralihan pemakaian bahasa yang terjadi
Dalam masyarakat multilingual, sangat karena berubahnya situasi. Alih kode terjadi
sulit seorang penutur mutlak hanya meng- antarbahasa dapat pula terjadi antarragam
gunakan satu bahasa. Dalam alih kode, dalam satu bahasa. Berbeda halnya dengan
masing-masing bahasa masih cenderung campur kode, sebagian besar peristiwa cam-
mempertahankan fungsi bahasa masing- pur kode dilakukan seseorang secara tidak
masing dan setiap fungsi sesuai dengan sengaja atau tidak sadar (Rulyandi, dkk,
konteksnya. Appel (dalam Iye:2018) berpen- 2014). Hal ini dikarenakan sikap kemulti-
dapat dengan memberikan batasan alih bahasaan orang tersebut yang membuat ia
kode sebagai gejala peralihan pemakaian mencampur beberapa frasa bahasa asing ke
bahasa karena perubahan situasi. Beberapa bahasa asli atau bahasa daerah ke bahasa
faktor yang menyebabkan alih kode, yaitu. Indonesia. Walaupun begitu, peristiwa cam-
pur kode juga dapat dilakukan dengan se-
a. Penutur ngaja, yakni karena alasan akademis dan
Seorang penutur kadang dengan se- keterbatasan istilah dalam bahasa asli dan
ngaja beralih kode terhadap mitra tutur sebagainya.
karena suatu tujuan.
b. Mitra Tutur
Campur Kode
Mitra tutur yang latar belakang keba- Campur kode (code-mixing) terjadi
hasaannya sama dengan penutur biasa- apabila seorang penutur menggunakan
nya beralih kode dalam wujud alih vari- suatu bahasa secara domain mendukung
an dan bila mitra tutur berlatar belakang suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa
kebahasaan berbeda cenderung alih lainnya. Hal ini biasanya berhubungan de-
kode berupa alih bahasa. ngan karakteristik penutur, seperti latar
c. Hadirnya Penutur Ketiga belakang sosisal, tingkat pendidikan, dan
rasa keagamaan.
Untuk menetralisasi situasi dan meng-
hormati kehadiran mitra tutur ketiga, Suwito (1983:78-79) menyebutkan bebe-
biasanya penutur dan mitra tutur beralih rapa macam campur kode yang berdasar-
kode, apalagi bila latar belakang keba- kan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat
hasaan mereka berbeda. di dalamnya terdiri atas penyisipan unsur-
unsur yang berwujud kata; penyisipan
unsur-unsur yang berwujud frasa; penyisip-
an unsur-unsur yang berwujud bentuk

4 Vol. 15, Nomor 1, Juni 2020


baster; penyisipan unsur-unsur yang ber- lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu
wujud pengulangan kata; penyisipan unsur- hanya berupa serpihan-serpihan tanpa
unsur yang berwujud ungkapan atau idiom; fungsi atau keotonomian sebagai sebuah
serta penyisipan unsur-unsur yang ber- kode.
wujud klausa. Namun, bisa terjadi karena Berbeda halnya dengan alih kode, yakni
keterbatasan bahasa, ungkapan dalam ba- dalam alih kode setiap bahasa atau ragam
hasa tersebut tidak ada padanannya se- bahasa yang digunakan itu masih memiliki
hingga ada keterpaksaan menggunakan fungsi otonomi masing-masing, dilakukan
bahasa lain, walaupun hanya mendukung dengan sadar dan sengaja dengan sebab-
satu fungsi. sebab tertentu. Dengan perkataan lain,
Gejala alih kode biasanya diikuti dengan campur kode dan alih kode yang terjadi
gejala campur kode, Thelander dalam Chaer dalam suatu masyarakat dwibahasa tidak
(2010:115) menjelaskan perbedaan alih kode muncul begitu saja, tetapi dipicu oleh
dan campur kode, bila di dalam suatu beberapa penyebab. Jika ditelusuri, penye-
peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu bab terjadinya campur kode dan alih kode
klausa bahasa ke klausa bahasa lain, peris- adalah berpangkal pada kajian sosiolingu-
tiwa yang terjadi adalah alih kode. Akan istik, yakni pembicara atau penulis, pen-
tetapi apabila di dalam suatu peristiwa dengar atau pembaca, kode yang diguna-
tutur, klausa-klausa maupun frasa-frasa yang kan, kapan kode itu digunakan, dan tujuan
digunakan terdiri atas klausa dan frasa cam- pembicaraan. Hal itu sejalan dengan per-
puran (hybrid cllauses, hybrid phrases), dan nyataan Fishman (dalam Chaer dan Agustina,
masing-masing klausa atau frasa itu tidak 2004:108) bahwa penyebab terjadinya cam-
lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, pur kode dan alih kode adalah siapa yang
peristiwa yang terjadi adalah campur kode, berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa,
bukan alih kode. kapan, dan dengan tujuan apa
Pemilihan kode yang akan digunakan Jadi, penutur dapat dikatakan secara
dalam berkomunikasi ditentukan oleh bebe- tidak sadar melakukan percampuran ser-
rapa faktor, antara lain, interlokutor, situasi, pihan-serpihan bahasa ke dalam bahasa asli.
dan tujuan komunikasi. Jadi, penggunaan Dalam campur kode, penutur menyelipkan
dua kode atau lebih juga sangat bergantung unsur-unsur bahasa lain ketika sedang me-
pada beberapa faktor tersebut. Chaer dan makai bahasa tertentu. Unsur-unsur ter-
Agustina (2004:114) menyatakan bahwa sebut dapat berupa kata, tetapi dapat juga
campur kode dan alih kode yang lazim ter- berupa frasa atau kelompok kata. Jika ber-
jadi dalam masyarakat yang dwibahasawan wujud kata, biasanya gejala itu disebut pe-
dan anekabahasawan mempunyai kesamaan minjaman. Hal yang menyulitkan timbul,
yang besar sehingga sering kali sulit di- ketika memakai kata-kata pinjaman, tetapi
bedakan. Kesamaan campur kode dan alih kata-kata pinjaman ini sudah tidak dirasa-
kode adalah digunakannya dua bahasa atau kan sebagai kata asing melainkan dirasakan
lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa sebagai bahasa yang dipakai.
dalam satu masyarakat tutur. Di sisi lain, Thelander (dalam Susmita: 2015:88)
perbedaan campur kode dan alih kode membedakan alih kode dan campur kode
banyak dibicarakan. Dalam campur kode, dengan apabila dalam suatu peristiwa tutur
ada sebuah kode utama atau kode dasar terjadi peralihan dari satu klausa suatu
yang digunakan dan memiliki fungsi dan bahasa ke klausa bahasa lain disebut sebagai
keotonomiannya, sedangkan kode-kode alih kode. Namun, apabila dalam suatu

Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 5
periswa tutur klausa atau frasa yang di- untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
gunakan terdiri atas kalusa atau frasa cam- suatu keadaan, pertistiwa, objek berupa
puran (hybrid cluases/hybrid phrases) dan orang atau segala sesuatu yang terkait
masing-masing klausa atau frasa itu tidak dengan variabel-variabel yang bisa dijelas-
lagi mendukung fungsinya sendiri disebut kan, baik dengan angka-angka maupun
sebagai campur kode. dengan kata-kata.

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini adalah penelitian deskrip- Faktor penyebab terjadinya alih kode
tif kualitatif, yakni penelitian yang dilaku- yang ditemukan dalam transasksi jual beli
kan semata-mata hanya berdasarkan pada di pasar Tradisional Namlea adalah: (1)
fakta yang ada atau fenomena yang secara penutur, (2) mitra tutur, dan (3) hadirnya
empiris hidup pada penuturnya. Pada pe- penutur ketiga.
nelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan
Alih Kode
“Bentuk Alih Kode dan Campur Kode
dalam Interaksi Penjual dan Pembeli di A. Alih Kode yang Dilakukan Penutur
Pasar Tradisional Namlea. Penelitian ini Seorang penutur kadang dengan
dilakukan di pasar tradisional Namlea. sengaja beralih kode terhadap mitra tutur
Alasan penulis memilih pasar tradisional karena suatu tujuan. Misalnya, mengubah
Namlea karena sering terjadi peralihan situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau
bahasa berupa alih kode dan campur kode sebaliknya. Hal ini dijelaskan pada data
pada saat transaksi jual beli antara penjual dibawah ini.
dan pembeli di pasar tradisional Namlea. Data 1
Sugiyono (2015:224) mengatakan bahwa Penjual : Ade mari bali tomat e, tomat segar-
teknik pengumpulan data merupakan segar ini e. (Adik mari beli tomat
langkah yang paling strategi dalam pene- segar-segar ini)
litian karena tujuan utama adalah men- Pembeli : Berapa harga tomat sekilo Ibu?
dapatkan data. Teknik pengumpulan data
Penjual : 20 ribu dek.
yang dilakukan adalah teknik pustaka, si-
Pembeli : Ibu mahal saja. (Ibu mahal sekali)
mak, dan catat. Teknik pustaka adalah tek-
nik yang menggunakan sumber-sumber Pembeli : Mahal sa mahal, tomat ini segar-
tertulis untuk menunjang data peneliti. segar. (iya betul tomat ada mahal,
tetapi segar-segar)
Teknik simak dan catat adalah peneliti
sebagai instrumen kunci yang melakukan
penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti Dalam data (1) tuturan tersebut memuat
terhadap sumber data primer, yaitu alih alih kode yang dilakukan oleh penjual atau
kode dan campur kode yang digunakan penutur. Alih kode dilakukan si penjual atau
oleh penjual dan pembeli dalam percakap- penutur terhadap lawan tuturnya. Kata ehe
an pada saat terjadinya proses transaksi jual resek, dan kata na da merupakan bahasa
beli di pasar. daerah (Buru) yang berarti iya betul dan ada.
Analisis deskriptif merupakan analisis Alasan si penjual menggunakan bahasa
yang paling mendasar untuk menggambar- daerah dikarenakan penutur ingin meng-
kan keadaan data secara umum. Analisis ubah situasi agar pembeli atau lawan tutur
deskriptif adalah penelitian yang bertujuan tidak canggung dengan situasi.

6 Vol. 15, Nomor 1, Juni 2020


Data 2 beralih kode dalam wujud varian dan bila
Pembeli : Tomat su layu bagini kasih mura Jua mitra tutur berlatar belakang kebahasaan
(Tomat yang layu begini mau- berbeda cenderung alih kode berupa alih
nya harganya murah) bahasa.
Penjual : Seng bisa caca kita bali juga mahal Data 4
sampe (Kita beli juga dia mahal) Pembeli : Terusan warna merah harganya
Pembeli : Setengah kilo jua (Setengah kilo ya berapa pak?
kalau begitu). Penjual : 150 ribu.
Pembeli : Akeba pak mahal sekali, kepeng
Pada data 2 di atas terlihat campur kode samo?
yang dituturkan oleh penjual dan pembeli. (Astaga Bapak, mahal sekali,
Hal ini ditandai dengan kata jua (juga) yang tidak ada uang)
diungkapkan oleh pembeli untuk menawar Penjual : Iya.
kepada penjual agar harga barang yang
dijual bisa diturunkan harganya. Ungkapan
Dalam data (4) tuturan tersebut memuat
jua tersebut berarti menawar dengan me-
alih kode yang dilakukan oleh mitra tutur.
makai bahasa dialek Buru untuk meng-
Pada Kata akeba (astaga) dan kata kepeng
akrabkan situasi dengan penjual.
samo (tidak ada uang) merupakan bahasa
Data 3 daerah Buru. Alasan si pembeli atau mitra
Penjual : Bali ikan caca (Beli ikan, Ibu) tutur menggunakan bahasa daerah Buru
Pembeli : Fehut kah seng dikarenakan latar belakang si pembeli
(Ikanya masih segar atau tidak) berasal dari daerah Buru asli.
Penjual : Bagus e ini saja baru datang C. Alih Kode yang Dituturkan oleh Pe-
(Bagus sekali ini saja baru di- nutur Ketiga
ambil) Hadirnya penutur ketiga untuk me-
Pembeli : Barapa satu tampa (Berapa satu netralisasi situasi dan menghormati ke-
tempat) hadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur
Penjual : 20 Ribu caca (20 ribu, Ibu/pang- dan mitra tutur beralih kode, apabila latar
gilan untuk perempuan) belakang kebahasaan mereka berbeda.
Pembeli : Kasih murah jua saya mau bali 2 Data 5
tampa asal kas turun harga. Pembeli : Baras satu karung barapa?
(Tidak bisa kurang harganya se- (Beras satu karung berapa?)
bab saya mau beli dua tempat) Penjual 1 : Harga biasa sa (Harga Biasa Bu)
Penjual 2 : Harga utun telo geran Polimah
Melalui tuturan di atas terlihat campur (Harganya 250 ribu Ibu sama
kode yang dituturkan oleh penjual. Hal ini juga dengan saya.
di tandai dengan kata fehut (segar) penutur
Pembeli : Seng kira harga su naik
untuk menanyakan barang yang dijual be-
(Saya kira harganya su naik)
rupa ikan dengan memepertanyakaan kua-
litas ikan yang mau dibelinya. Pembeli 2: Su murah itu
Pembeli : Iyo satu karung jua (Saya beli satu
B. Alih Kode Dilakukan oleh Mitra Tutur
karung).
Mitra tutur yang latar belakang keba-
hasaannya sama dengan penutur biasanya

Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 7
Dalam data (5) tuturan tersebut memuat diri. Kata merupakan satuan terbesar dalam
alih kode yang dilakukan si penjual 2 atau morfologi dan dianggap sebagai satuan
penutur ketiga terhadap pembeli. kata utun terkecil dalam sintaksis. Umumnya, kata
telo geran polimah (350 ribu). Alasan pen- terdiri atas satu akar kata tanpa atau dengan
jual 2 atau penutur ketiga menggunakan afiks. Perhatikan setuasi berikut.
bahasa daerah Buru dikarenakan ingin me- Data 7
netralisasi situasi serta ingin menyampaikan Penjual : Kimi, mau beli apa?
maksud kepada pembeli bahwa harga beras Gamdo (bagaimana) masuk lihat
yang dijual masih stabil seperti sebelum- dulu.
nya.
Pembeli : Mau beli tas ibu.
Data 6
Penjual : Beli apa caca (Beli apa, Ibu/pang- Dalam data (7) tuturan tersebut memuat
gilan untuk perempuan) campur kode, penjual melakukan campur
Pembeli : Mau bali sayur (Beli sayur) kode berupa penyisipan kata dari bahasa
Penjual : Bali disini jua (Beli di sini saja) Buru ke bahasa Indonesia kepada pembeli.
Penjual 2 : Ia bali di Ibu Mina jua dagosa sa Pada kata kimi (kalian) dan kata gamdo (ba-
(Beli sayur di Ibu Mina soalnya gaimana). Penjual mencampurkan bahasa
sayurnya segar-segar) daerah Buru ke bahasa Indonesia, alasan
Pembeli : Ia eee su cape iko popok (Ia beli saja penjual adalah ingin menghadirkan suasana
di sini saya sudah capek ke- keakraban terhadap pembeli
liling). Data 8
Pembeli : Permisi, ibu ada pakeang untuk geba
Pada data 6 di atas menunjukkan terjadi- besar khususnya ana fina?
nya alih kode yang dituturkan oleh pihak (Permisi, Ibu ada pakaian untuk
ketiga, yakni penjual 2 hal ini ditandai orang dewasa perempuan)
dengan kata dagosa yang berarti masih Penjual : Iya mo ada. Mo ukurang barapa
segar. Hal ini penjual 2 menawarkan kepada untuk ana fina to?
pembeli untuk membeli sayur temanya de- Pembeli : Model kaus ibu. (Model kaus Ibu)
ngan menyampaikan bahasa daerahnya. Di Penjual : Oke maso jua (Mari masuk ke
samping itu juga ada campur kode yang dalam dulu)
dituturkan oleh pembeli, yakni kata iko
popok yang berarti keliling.
Dalam data (8) tuturan tersebut memuat
Faktor Penyebab Terjadinya Campur campur kode antara penjual dan pembeli
Kode berupa penyisipan kata dari bahasa Buru ke
Faktor penyebab terjadinya campur bahasa Indonesia kepada pembeli berupa
kode yang ditemukan dalam transasksi jual kata geba (orang), kata ana fina (perem-
beli di pasar tradisional Namlea adalah: (1) puan), dan kata pila (ukuran). Alasan pen-
penyisipan kata, (2) penyisipan frasa, dan jual dan pembeli melelakukan campur kode
(3) penyisipan klausa. dikarenakan kedua belah pihak ingin mem-
bangun suasana keakraban.
A. Campur Kode Penyisipan Kata
B. Campur Kode Penyisipan Frasa
Kata adalah suatu unit dari suatu ba-
hasa yang memuat arti dan terdiri atas satu Frasa adalah kelompok kata yang men-
atau lebih morfem serta dapat berdiri sen- duduki suatu fungsi di dalam kalimat.

8 Vol. 15, Nomor 1, Juni 2020


Adapun campur kode yang berwujud pe- Data 11
nyisipan frasa dapat diperhatikan contoh Pembeli : Bajunya barapa caca (harga
berikut! bajunya berapa Ibu)
Data 9 Penjual : 55 ribu caca. Kalau ambe 2 seratus
Penjual : Dijual baju untuk geba bagut, mari ribu sa (55 Ribu Bu. Tetapi jika
lia-liadolo. mau beli dua seratus ribu saja)
(Dijual baju untuk orang de- Pembeli : Sio mahal itu (Mahal ya)
wasa, mari lihat-lihat dulu) Penjual : Ambil jua eee su mura apalagi samua
Pembeli : Seng ada baju untuk geba rana kah? lebun fehut ca. (Beli saja sudah
(Ti d ak ad a baju u ntu k anak murah saya kasih apalagi se-
kecil?) mua baru)
Pen ju al : Seng ada ibu ini hanya par orang
basar. Pada data 11 di atas terlihat penyisipan
(Tidak ada Ibu, ini untuk orang frasa yang digunakan oleh penjual kepada
dewasa saja) pembeli, yakni frasa lebun fehat yang berarti
baju baru. Hal ini digunakan oleh penjual
untuk merayu pembeli.
Dalam data (9) tuturan tersebut memuat
campur kode antara penjual dan pembeli
berupa penyisipan frasa dari bahasa Buru PENUTUP
ke bahasa Indonesia kepada pembeli. Hal Berdasarkan hasil analsisis data, pene-
itu tampak pada kata geba bagut (orang de- litian ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga
wasa) dan kata geba rana (anak kecil). Alasan macam alih kode penjual dan pembeli di
penjual dan pembeli melelakukan campur pasar tradisional Namlea, yakni: 1) Alih kode
kode dikarenakan kedua belah pihak ingin yang dilakukan penutur; 2) Alih kode di-
membangun suasana keakraban. lakukan oleh mitra tutur; dan 3) Alih kode
Data 10 yang dituturkan oleh penutur ketiga. Kemu-
Pembeli : Ikan barapa (Ikanya berapa) dian faktor penyebab terjadinya campur
kode adalah campur kode penyisipan kata
Penjual : 20 ribu satu tampa (20 ribu satu
tempat) dan campur kode penyisipan frasa.
Pembeli : Fehut kah seng (Dia masih segar
kah tidak) DAFTAR PUSTAKA
Penjual : Ikan fehut eee ini sa baru di ambil Atiek, Diyah. 2015. Alih Kode dan Campur
(Segar sekali ikanya ini saja baru Kode Antara Penjual dan Pembeli
diambil). (Analisis Pembelajaran Berbahasa
Melalui Studi Sosiolinguistik). Jurnal
Pada data 10 di atas tergambar penyi- Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran
sipan frasa, yaitu ikan fehut yang berarti Vol. 3 No. 2.
ikan segar. Penjual mengungkapkan frasa Aslinda dkk. 2007. Pengantar Sosiolinguistik.
tersebut guna merayu pembeli untuk mem- Bandung: PT Refika Aditama.
beli dagangannya dan kedua untuk meng- Bloomfield, Leonard. 1958. Language. USA
akrabkan susasana di antara keduanya. :Motilal Banarsidass Publishe
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa.
Jakarta: Rineka Cipta.

Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 9
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Indonesia di SMA. Jurnal Paedagogia
Sosiolinguistik, Perkenalan Awal (Edisi (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pen-
Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. didikan Universitas Sebelas Maret), Vol.
Iye, Risman. “Tuturan Emosi Mahasiswa 17 No. 1.
Kota Baubau dalam Ranah Demonstrasi Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi
[Emotional Speech of The Students In (Mix Methods). Bandung: Alfabeta
Baubau City In The Demonstration].” Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta:
TOTOBUANG, 6 (1), 125 138 (2018). Pustaka Pelajar.
Rahman, Abd. 2016. Kesopanan Berkomuni- Susmita. 2015. Alih Kode dan Campur Kode
kasi dalam Aspek Konsep Wajah. Jurnal dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
LOA (Jurnal Kebahasaan dan Kesastra- di SMP Negeri 12 Kerinci. Jurnal
an) Balai Bahasa Kalimantan Timur Penelitian Universitas Jambi Seri
Vol.11 No 2. Humaniora. Vol. 17, No 2.
Rulyandi dkk. 2014. Alih Kode dan Campur Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik
Kode dalam Pembelajaran Bahasa Teori dan Problema. Surakarta: UNS Press.

10 Vol. 15, Nomor 1, Juni 2020

Anda mungkin juga menyukai