*) Naskah diterima: 7 Februari 2020; direvisi: 17 April 2020; disetujui: 20 Mei 2020
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeksripsikan alih kode, campur kode, dan faktor penyebab
terjadinya campur kode penjual dan pembeli di pasar tradisional Namlea. Penelitian ini
adalah penelitian deskkritif kualitatif, yakni penelitian yang dilakukan semata-mata hanya
berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada
penuturnya. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah teknik pustaka, simak, dan
catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk
menunjang data peneliti. Data yang telah diklasifikasi dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan tiga macam alih kode penjual dan pembeli di pasar tradisional
Namlea yakni: 1) Alih kode yang dilakukan penutur; 2) Alih kode dilakukan oleh mitra
tutur; dan 3) Alih kode yang dituturkan oleh penutur ketiga. Kemudian faktor penyebab
terjadinya campur kode adalah campur kode penyisipan kata dan campur kode penyisipan
frasa.
Abstract
This study aims to describe the code experts and code mix and the factors that cause the mixing of seller
and buyer codes in the traditional namlea market. This research is a qualitative descriptive study, a
research conducted solely based on facts or phenomena that empirically live on the speaker. Data
collection techniques used were library, refer and note technique. Library technique is a technique that
uses written sources to support researchers’ data. The data that has been classified is analyzed descriptively
qualitatively. The results showed three types of code switching of sellers and buyers in the traditional
namlea market, namely: 1) Code switching by the speaker; 2) Code switching is done by the speech
partner; and 3) Code switching spoken by the third speaker. then Factors that cause code mixing are
mixed word insertion codes and mixed phrase insertion codes.
Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 1
PENDAHULUAN rintahan banyak orang memanfaatkan meng-
Fenomena bahasa dalam kehidupan gunakan bahasa daerah untuk rasa kesama-
masyarakat yang multilingual berkaitan de- an satu masyarakat tutur, dan keuntungan
ngan perihal tindak tutur. Fenomena yang untuk mengharapkan bantuan dari lawan
dimaksud berkaitan dengan alih kode dan tuturnya. Lawan bicara dapat menyebabkan
campur kode yang merupakan topik perma- alih kode untuk mengimbangi kemampuan
salahan dalam penelitian ini. Alih kode berbahasa si lawan tutur. Kehadiran orang
merupakan suatu gejala peralihan bahasa ketiga yang tidak berlatar belakang bahasa
karena berubahnya situasi tutur. Terjadinya yang sama dengan bahasa yang digunakan
peristiwa peralihan bahasa tersebut ditentu- oleh penutur dan lawan tutur akan meng-
kan oleh hubungan penutur dengan mitra akibatkan munculnya campur kode atau
tutur, kehadiran pihak ketiga, topik pembi- alih kode. Begitu juga dengan situasi bicara
caraan serta untuk bergengsi. Dalam berinter- dari yang formal ke informal dapat menye-
aksi sangat ditentukan oleh hubungan sosial babkan alih kode, topik pembicaraan dapat
kita. Interaksi sosial dapat dilakukan dengan terjadi alih kode dari yang formal ke yang
kesantunan yang berciri linguistik atau tidak formal dikarenakan bahasa pertama
disebut dengan interaksi linguistik dan yang diperoleh sama. Peranan alih kode dan
interaksi pragmatik (Rahman 2016: 168). Alih campur kode dalam masyarakat sangat pen-
kode dilakukan dengan kesadaran pe- ting, dalam hubungannya dengan pemakai-
nuturnya. Hal ini bisa tampak terjadi pada an variasi bahasa oleh seseorang atau pun
penjual dan pembeli yang mengalihkan kelompok masyarakat, khususnya dalam
bahasa Indonesia ke bahasa Buru atau se- pemakaian bahasa pada masyarakat yang
baliknya saat proses transaksi jual beli di pasar. bilingual ataupun multilingual, misalnya di
Pergantian alih kode hanya akan terjadi pusat pernbelanjaan tradisional atau pasar
pada seseorang yang bisa atau menguasai (Atiek, 2015).
lebih dari dua bahasa dan bukan terjadi antar Sementara itu, campur kode merupakan
bahasa. Hymes dalam Chaer dan Agustina gejala pencampuran pemakaian bahasa
(2004:107—108) mengungkapkan, “Alih kode yang dikarenakan adanya perubahan situ-
bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi da- asi. Hal ini bisa tampak dari interaksi antara
pat juga antar ragam-ragam atau gaya-gaya penjual dan pembeli yang dalam interaksi
yang terdapat dalam satu bahasa”. Dari pen- tersebut terdapat gejala pencampuran pe-
dapat tersebut, jelas bagi kita pengalihan makain bahasa yang terjadi pada serpihan
dari satu bahasa ke bahasa yang lain dilaku- bahasa pertama pada bahasa kedua (misal-
kan seeorang akan berkenaan dengan ke- nya bahasa Indonesia yang diselingi kata-
hadiran orang ketiga, pengalihan dari ra- kata bahasa Buru) seperti campur kode pe-
gam santai ke ragam resmi, berkenaan de- nyisipan kata, penyisipan frasa, penyisipan
ngan berubahnya situasi santai ke situasi for- klausa, penyisipan ungkapan atau idiom
mal, proses pengalihan dilakukan dengan dan penyisipan bentuk baster (gabungan
sadar, penutur tidak menguasai kode yang pembentukan asli dan asing). Fenomena ter-
dipakai atau sedang mempelajari kalimat sebut ditentukan oleh penutur dan mitra tu-
serta kode yang terucap dengan kode se- turnya di tempat tertentu. Campur kode ini
mula, dan sebagainya. juga dilakukan dengan kesadaran penutur-
Seorang pembicara atau penutur sering nya.
melakukan alih kode untuk mendapatkan Sebuah fenomena yang menarik saat ini
keuntungan atau manfaat. Dalam peme- terjadi, yaitu banyak orang melakukan per-
Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 3
kedwibahasaan sebagai “The practice of d. Pokok Pembicaraan
alternately using two language”, yaitu ke- Pokok Pembicaraan atau topik merupa-
biasaan menggunakan dua bahasa atau kan faktor yang dominan dalam menen-
lebih secara bergantian. tukan terjadinya alih kode.
Alih Kode Gejala peralihan pemakaian bahasa
Alih kode (code switching) adalah dalam suatu tindak komunikasi ditentukan
peristiwa peralihan dari satu kode ke kode oleh penutur dan mitra tutur. Tindakan ko-
yang lain. Misalnya, penutur menggunakan munikasi seorang dwibahasawan dalam
bahasa Indonesia beralih menggunakan mengalihkan pemakaian bahasa ini dilaku-
bahasa Buru. Alih kode merupakan salah kan dengan adanya kesadaran dari si pema-
satu aspek ketergantungan bahasa (language kai bahasa tersebut. Dengan demikian, alih
dependencncy) dalam masyarakat multi- kode itu sendiri merupakan suatu gejala
lingual. peralihan pemakaian bahasa yang terjadi
Dalam masyarakat multilingual, sangat karena berubahnya situasi. Alih kode terjadi
sulit seorang penutur mutlak hanya meng- antarbahasa dapat pula terjadi antarragam
gunakan satu bahasa. Dalam alih kode, dalam satu bahasa. Berbeda halnya dengan
masing-masing bahasa masih cenderung campur kode, sebagian besar peristiwa cam-
mempertahankan fungsi bahasa masing- pur kode dilakukan seseorang secara tidak
masing dan setiap fungsi sesuai dengan sengaja atau tidak sadar (Rulyandi, dkk,
konteksnya. Appel (dalam Iye:2018) berpen- 2014). Hal ini dikarenakan sikap kemulti-
dapat dengan memberikan batasan alih bahasaan orang tersebut yang membuat ia
kode sebagai gejala peralihan pemakaian mencampur beberapa frasa bahasa asing ke
bahasa karena perubahan situasi. Beberapa bahasa asli atau bahasa daerah ke bahasa
faktor yang menyebabkan alih kode, yaitu. Indonesia. Walaupun begitu, peristiwa cam-
pur kode juga dapat dilakukan dengan se-
a. Penutur ngaja, yakni karena alasan akademis dan
Seorang penutur kadang dengan se- keterbatasan istilah dalam bahasa asli dan
ngaja beralih kode terhadap mitra tutur sebagainya.
karena suatu tujuan.
b. Mitra Tutur
Campur Kode
Mitra tutur yang latar belakang keba- Campur kode (code-mixing) terjadi
hasaannya sama dengan penutur biasa- apabila seorang penutur menggunakan
nya beralih kode dalam wujud alih vari- suatu bahasa secara domain mendukung
an dan bila mitra tutur berlatar belakang suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa
kebahasaan berbeda cenderung alih lainnya. Hal ini biasanya berhubungan de-
kode berupa alih bahasa. ngan karakteristik penutur, seperti latar
c. Hadirnya Penutur Ketiga belakang sosisal, tingkat pendidikan, dan
rasa keagamaan.
Untuk menetralisasi situasi dan meng-
hormati kehadiran mitra tutur ketiga, Suwito (1983:78-79) menyebutkan bebe-
biasanya penutur dan mitra tutur beralih rapa macam campur kode yang berdasar-
kode, apalagi bila latar belakang keba- kan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat
hasaan mereka berbeda. di dalamnya terdiri atas penyisipan unsur-
unsur yang berwujud kata; penyisipan
unsur-unsur yang berwujud frasa; penyisip-
an unsur-unsur yang berwujud bentuk
Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 5
periswa tutur klausa atau frasa yang di- untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
gunakan terdiri atas kalusa atau frasa cam- suatu keadaan, pertistiwa, objek berupa
puran (hybrid cluases/hybrid phrases) dan orang atau segala sesuatu yang terkait
masing-masing klausa atau frasa itu tidak dengan variabel-variabel yang bisa dijelas-
lagi mendukung fungsinya sendiri disebut kan, baik dengan angka-angka maupun
sebagai campur kode. dengan kata-kata.
Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 7
Dalam data (5) tuturan tersebut memuat diri. Kata merupakan satuan terbesar dalam
alih kode yang dilakukan si penjual 2 atau morfologi dan dianggap sebagai satuan
penutur ketiga terhadap pembeli. kata utun terkecil dalam sintaksis. Umumnya, kata
telo geran polimah (350 ribu). Alasan pen- terdiri atas satu akar kata tanpa atau dengan
jual 2 atau penutur ketiga menggunakan afiks. Perhatikan setuasi berikut.
bahasa daerah Buru dikarenakan ingin me- Data 7
netralisasi situasi serta ingin menyampaikan Penjual : Kimi, mau beli apa?
maksud kepada pembeli bahwa harga beras Gamdo (bagaimana) masuk lihat
yang dijual masih stabil seperti sebelum- dulu.
nya.
Pembeli : Mau beli tas ibu.
Data 6
Penjual : Beli apa caca (Beli apa, Ibu/pang- Dalam data (7) tuturan tersebut memuat
gilan untuk perempuan) campur kode, penjual melakukan campur
Pembeli : Mau bali sayur (Beli sayur) kode berupa penyisipan kata dari bahasa
Penjual : Bali disini jua (Beli di sini saja) Buru ke bahasa Indonesia kepada pembeli.
Penjual 2 : Ia bali di Ibu Mina jua dagosa sa Pada kata kimi (kalian) dan kata gamdo (ba-
(Beli sayur di Ibu Mina soalnya gaimana). Penjual mencampurkan bahasa
sayurnya segar-segar) daerah Buru ke bahasa Indonesia, alasan
Pembeli : Ia eee su cape iko popok (Ia beli saja penjual adalah ingin menghadirkan suasana
di sini saya sudah capek ke- keakraban terhadap pembeli
liling). Data 8
Pembeli : Permisi, ibu ada pakeang untuk geba
Pada data 6 di atas menunjukkan terjadi- besar khususnya ana fina?
nya alih kode yang dituturkan oleh pihak (Permisi, Ibu ada pakaian untuk
ketiga, yakni penjual 2 hal ini ditandai orang dewasa perempuan)
dengan kata dagosa yang berarti masih Penjual : Iya mo ada. Mo ukurang barapa
segar. Hal ini penjual 2 menawarkan kepada untuk ana fina to?
pembeli untuk membeli sayur temanya de- Pembeli : Model kaus ibu. (Model kaus Ibu)
ngan menyampaikan bahasa daerahnya. Di Penjual : Oke maso jua (Mari masuk ke
samping itu juga ada campur kode yang dalam dulu)
dituturkan oleh pembeli, yakni kata iko
popok yang berarti keliling.
Dalam data (8) tuturan tersebut memuat
Faktor Penyebab Terjadinya Campur campur kode antara penjual dan pembeli
Kode berupa penyisipan kata dari bahasa Buru ke
Faktor penyebab terjadinya campur bahasa Indonesia kepada pembeli berupa
kode yang ditemukan dalam transasksi jual kata geba (orang), kata ana fina (perem-
beli di pasar tradisional Namlea adalah: (1) puan), dan kata pila (ukuran). Alasan pen-
penyisipan kata, (2) penyisipan frasa, dan jual dan pembeli melelakukan campur kode
(3) penyisipan klausa. dikarenakan kedua belah pihak ingin mem-
bangun suasana keakraban.
A. Campur Kode Penyisipan Kata
B. Campur Kode Penyisipan Frasa
Kata adalah suatu unit dari suatu ba-
hasa yang memuat arti dan terdiri atas satu Frasa adalah kelompok kata yang men-
atau lebih morfem serta dapat berdiri sen- duduki suatu fungsi di dalam kalimat.
Alih Kode dan Campur Kode Penjual dan Pembeli di Pasar Tradisonal Namlea 9
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Indonesia di SMA. Jurnal Paedagogia
Sosiolinguistik, Perkenalan Awal (Edisi (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pen-
Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. didikan Universitas Sebelas Maret), Vol.
Iye, Risman. “Tuturan Emosi Mahasiswa 17 No. 1.
Kota Baubau dalam Ranah Demonstrasi Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi
[Emotional Speech of The Students In (Mix Methods). Bandung: Alfabeta
Baubau City In The Demonstration].” Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta:
TOTOBUANG, 6 (1), 125 138 (2018). Pustaka Pelajar.
Rahman, Abd. 2016. Kesopanan Berkomuni- Susmita. 2015. Alih Kode dan Campur Kode
kasi dalam Aspek Konsep Wajah. Jurnal dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
LOA (Jurnal Kebahasaan dan Kesastra- di SMP Negeri 12 Kerinci. Jurnal
an) Balai Bahasa Kalimantan Timur Penelitian Universitas Jambi Seri
Vol.11 No 2. Humaniora. Vol. 17, No 2.
Rulyandi dkk. 2014. Alih Kode dan Campur Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik
Kode dalam Pembelajaran Bahasa Teori dan Problema. Surakarta: UNS Press.