Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK V

1. Yunita Romsery
2. Meirina Walalayo
3. Scanny souhoka
4. Juan C Batemuatta
5. Julius M Kobrua
6. Tina Jacob
7. Rewmonly F Septory
8. Ronal S Laritmas

PROGDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan dan
perlindungannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan kritis tentang PSIKOSOSIAL
ASPEK DARI KEPERAWATAN KRITIS.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah masalah psikososial pada pasien kritis dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Ambon, 10 Juni 2020


Penyusun

DAFTAR ISI

Cover

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Penulisan

BAB II. PEMBAHASAN

A. Defesinisi Psikososial

B. Masalah Psikososial
C.Prioritas pasien yang dikatakan kritis

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut Hudak dan Gallo (1997), peningkatan pasien berpenyakitkritis, peningkatan teknologi yang
makin kompleks, peningkatan populasi usialanjut, dilema etik, tekanan biaya dan perubahan dalam
sistem pemberianpelayanan termasuk keperawatan, merupakan isu saat ini yang dihadapi olehperawat
keperawatan kritis. Seorang perawat kritis yaitu perawat profesionalyang bertanggung jawab untuk
menjamin pasien yang kritis serta keluarganyadalam mendapatkan pelayanan keperawatan yang
optimal. Untuk pasien yangkritis, waktu adalah vital. Proses keperawatan memberikan pendekatan
yangsistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalahpasien dengan cepat.
Pasien pada unit perawatan kritis saat ini dikelilingi olehteknologi canggih yang penting untuk
menyelamatkan kehidupan, namun dapatmenimbulkan keasingan untuk pasien tersebut. Sebagai
perawat harus memilikikeahlian dalam menggunakan teknologi ini, disamping itu perawat juga
harusmenyadari tentang rasa takut pasien terhadap peralatan yang dapat membuatreaksi stres yang
serius. Perawat harus secara seimbang dalam memenuhikebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun
kliennya dalam suatu lingkunganyang dapat menimbulkan stress dan dehumanis. Dukungan
psikososialdibutuhkan oleh pasien pada unit perawatan kritis termasuk bantuan dalammengatasi efek
perawatan di rumah sakit sebanding dengan penyakit kritis.Pasien dalam penanganan perawatan kritis
dapat memberikan efek negatif yangdapat mempengaruhi kondisi pasien tersebut diantaranya
padaaspek psikososial. Aspek psikososial dari sakit kritis yang merupakan suatu tantangan bagi perawat
pada keperawatan kritis.

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dirawat di ICU atau perawatan kritis selalu
mempertimbangkan aspek biologis, psikologis, sosiologis, spiritual, secara komprehensif. Hal ini berarti
pasien yang di rawat di ICU membutuhkan asuhan keperawtaan tidak hanya masalah patofisiologi tetapi
juga masalah psikososial, lingkungan dan keluarga yang secara erat terkait dengan penyakit fisiknya (Fk
Unair, RSUD. Dr.Soetomo, 2001).

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada keluarga pasien yang di rawat di ruang
ICU antara lain tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat penghasilan, selain itu bisa tidak
diijinkan keluarga untuk mengunjungi atau melihat keadaan keluarganya yang sedabg dirawat di ICU.
Kecemasan keluarga pasien yang dirawat di ICU juga dapat disebabkan oleh kurangnya komunikasi dan
informasi antara petugas dan keluarganya. Bagaimana keadaan pasien yang gawat, apakah mengancam
sehingga mengakibatkan kematian, juga perawatan ICU yang memerlukan dana yang banyak.

Masalah-masakuah kecasan pada keluarga pasien yang dirawat di ruang ICU penting sekali diperhatikan
karena dalam perawtan pasien dan keluarga merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain, hal ini perlu menjadi perhatian untuk perawat, dokter, dan staf kesehatan yang lain.
Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam pengambilan keputusan dan sering harus dilibatkan
secara langsung atau tidak langsung dalam tindakan pertolongan yang diberikan pada pasien (Friedman,
1999).

Beberapa faktor lingkungan ICU yang menjadi stressor menurut pasien adalah adanya slang dihidung
dan dimulut, tempat tidur yang tidak nyaman, keterbatasan gerak karena banyaknya alat yang dipasang
ditubuh mereka, sulit tidur, tidak mampu berkomunikasi, mendengar pembicaraan orang ( perawat dan
dokter), kurangnya kunjungan, lampu yang terang dan hidup terus-menerus, kebisingan yang tidak
familiar dan tidak biasa didengarnya. Disamping hal-hal diatas, perawat menambahkan beberapa
stressor seperti alarm dari monitor, mesin-mesin yang canggih dan asing, ada laki-laki dan perempuan
dalam satu ruangan, dan tidak ada privacy.

B. Tujuan penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita dapat memahami dan mengetahui masalah
psikososial pada pasien sakit kritis sesuai dengan materi yang diberikan. Serta bermanfaat bagi kami
untuk memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan mengurangi masalah yang timbul yang ada
akibat perawatan kritis.

BAB II. PEMBAHASAN

A. Dedenisi Psikososial

Psikososial istilah digunakan untuk menekankan hubungan yang erat antara aspek psikologis dari
pengalaman manusia dan pengalaman sosial yang lebih luas. Efek psikososial adalah mereka yang
mempengaruhi berbagai tingkat fungsi termasuk kognitif ( persepsi dan memory sebagai dasar untuk
pengalaman dan pembelajaran), afektif (emosi), dan perilaku. Dampak sosial keprihatinan hubungan,
keluarga dan jaringan komunikasi, tradisi budaya dan status ekonomi, termasuk tugas-tugas kehidupan
sperti sebagai sekola atau bekerja.( ARC Recourh Pack. 2009).

Penggunaan psikososial jangka didasarkan pada gagasan bawah pada kombinasi faktor yang
bertanggung jawab atas kesejahteraan psikososial orang, dan bawah aspek-aspek biologis, emosional,
spiritual, budaya, sosial, mental, dan material, dari oengalaman yang tidak bisa tentu akan dipisahkan
satu sama lain. Istilah mengarahkan perhatian kepada totalitas pengalaman orang dari pada berfokus
secara eksklusif pada fisik atau aspek psikologis kesehatan da?kesejahteraan, dan menekankan perlunya
untuk melihat ini masalah dalam konteks interpersonal yang lebih luas keluarga dan masyarakat jaringan
dimana mereka ada (ARC Recourh Park, 2009).

Kedua unsur ini saling berhubungan dalam konteks keadaan darurat yang kompleks dimana penyediaan
dukungan psikososial merupakan bagian dari bantuan kemanusiaan dan upaya pemuihan awal. Salah
satu fondasi kesejahteraan psikosial adalah akses ke kebutuhan dasar (makanan, tempat tinggal, mata
pencaharian, kesehatan, pelayanan pendidikan) bersama-sama dengan rasa aman yang berasal dari
hidup di lingkungan yang aman dan mendukung. Itu manfaat dari intervensi dukungan psikolososial
harus menghasilkan dampak positif pada kesejahteraan anak-anak dan mengatasi kebutuhan psikologis
dasar kompetensi dan keterkaitan (ARC Recourh Park, 2009).

Defenisi psikososial yaitu hubungan dinamis yang ada antara psikologis dan sosial efek, masing-masing
terus berinteraksi dengan dan mempengaruhi hal yang lain. Psikososial perencanaan pemulihan yaitu
perencanaan pemulihan psikososial difokuskan pada intervensi sosial dan psikologis yang akan
membantu memulihkan komunitas. (Johal, 2009).

Ruang Intensif Care Unit (ICU) merupakan ruangan khusus untuk merawat pasien yang dalam keadaan
kritis. Ruangan ini di gambarkan sebagai ruangan yang penuh stress tidak hanya bagi pasien dan
keluarganya, tetapi juga bagi tenaga kesehatan yang bekerja di ruangan tersebut. (Jastremski, 2000).

ICU adalah tempat perawatan klien kritis, gawat atau klien yang memounyai resiko tinggi terjadinya
kegawatan dengan sifat yang refersible, dengan oenetapan terapi agresif, teknologi canggih, monitoring
invasive atau non invasive dan penggunaan obat-obatan paten. (Dr.Soetomo, 2001).

Menurut Kep Menkes RI No 1778/KEMENKES/SK/XII/2010 tentang pedoman penyelenggaraan


pelayanan Intensive Care Unit (ICU). Yang dimaksud dengan ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit
yang mandiri atau sebuah insalasi dibawah direktur pelayanan yang mempunyai perlengkapan dan staf
yang khusus ditujukkan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa.

B. Masalah Psikososial

1. Gangguan citra tubuh

Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar
terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk struktur, fungsibketerbatasan serta makna dan objek yang
kontak secara terus menerus baik masa lalu maupun sekarang.( Dalami ddk, Dalam Fitria ddk., 2013).

Tanda dan gejala :

a) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah


b) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
c) Menolak penjelasan perubahan tubuh
d) Persepsi negatif pada tubuh
e) Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
f) Mengungkapkan keputusa?
g) Mengungkapkan ketakutan

2. Kecemasan (Ansietas)

Ansietas adalah suatu perasaan yang tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa
takut yang disertai suatu respons (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu),
suatu perasaan takut akan terjadi sesuatu yabg disebabkan oleh ansipasi bahaya. Hal ini merupakan
sinyal yang menyadarkan bawah peringatan tentang bahaya yang akan datang dan memperkuat individu
dengan mengambil tindakan menghadapu ancaman.(NANDA, 2009 dan Fitria ddk, 2013).

a. Tingkatan ansietas

Tingkatan ansietas menurtu Stuart dan Sundeen (2007) dan Fitria ddk, 2013 adalah sebagai berikut :

1. Ansietas ringan

Tingkat ringan berhubunga dengan ketenangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatif.

2. Ansietas sedang

Tingkat sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami pengertian yang selektif namun dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah.

3. Ansietas berat

Tingkat berat dapat mengurangi lahan persepsi sesorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan
pada suatu yang terinci, spesifik, dan tidak dapat berfikir tentabg hal lain. Semua perilaku di tujukan
untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada area lain.
b. Tingkat panik

Tingkat ini berhubungan dengan terleranga, ketakutan, dan terror. Rincian terpecah dari proporsinya,
tidak mampu melakukan sesuatu walauoun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi
kepribadian. Terjadi oeningkatan aktofitas motorik, menurunkan kemampuang berhubungan dengan
orang lain, persepsi menyimpang, dan kehilangan pemikiran rasional.

Secara praktis kita dapat membedahkan tingkatan ansietas ini dalam kehidupan sehari-hari seperti
berikut ini (Fitriaw, ddk 2013) :

 Tingkat ringan
Seseorang yang menghadapi suatu masalah mencoba menjadikan stressor yang ada sebagai media
untuk meningkatkan koping dirinya dengan cara menghadapi dan memyelesaikan masalah walaupun
perlu beberapa waktu secara mandiri untuk menghadapinya.
 Tingkat sedang
Seseorang mncoba menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan bantuan orang lain yang
menjadi orang kepercayaan bagi dirinyamisalnya sahabat, orang tua, dosen, dan lain-lain.
 Tingkat berat
Seseorang tidak sanggup menghadapi dan menyelesaikan masalah walaupun dengan bantuan orang
lain yang sudah di percaya.

 Tingkat panik
Merupakan kelanjutan dari tingkat berat yang sudah mengalami ganguan perilaku motorik misalnya
mengamu dan melakukan perilaku kekerasan pada orang lain.

C. Prioritas pasien yang dikatakan kritis


1. Pasien prioritas 1

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil, yang memerlukan perawatan intensif degan
bantuan alat-alat ventilasi, monitoring, dan obat-obatan dan lain-lain. Misalnya pasien bedah
kardiotorasik, atau pasien shock septik. Pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah
tekanan darah tertentu.

2. Pasien prioritas 2

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien inj beresiko sehingga
memerlukan terapi segera, karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary
arteri cateter sangat menolong. Misalnya pada pasien sakit penyakit jantung, paru, ginjal yang telah
mengalami pembedahan mayor.

3. Pasien prioritas 3

Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya, penyakit yang
mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau kombinasinya sangat mengurangi
kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi ICU.

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan

Pasien-pasien yang dirawat di ruang ICU adalah pasien-pasien yang sedang mengalami keadaan kritis.
Keadaan kritis merupakan suatu keadaan penyakit kritis yabg mana pasien sangat beresiko untuk
meninggal. Pada keadaan kritis ini pasien mengalami masalah psikososial yang cukup serius dan
karenanya perlu perhatian dan penanganan yang serius pula dari perawat dan tenaga kesehatan lain
yang merawatnya. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kritis ini, perawat harus
menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan yang baik serta berkomunikasi yang
efektif pada pasien.

B. Saran

Sebagai perawat harus menyadari tentang rasa takut pasien terhadap peralatan yang dapat membuat
reaksi stress yabg serius. Perawat harus secara seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional dirinya maupun kliennya dalam suatu lingkungan yang dapat menimbulkan stress.

DAFTAR PUSTAKA
Barr W.J. & Bush H.A. (1998). Four factors of nurse caring in the ICU. Dimensions of Critical Care Nursing.

Comock M (1998). Stress and the intensive care patient: perceptions of patienst and nurses. Jounal of
Anvand Nursing.

ARC Resource Pack. 2009. Foundation Module 7: Psychosocial

Fitria, N, ddk. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai