Anda di halaman 1dari 17

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis karena struktur yang
terpuntir. Apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, Khammash, Qasaimeh, Shammari, Bani, dan Hammori,
2010). Apendiks disebut juga apendiks vermiformis merupakan organ yang sempit
dan berbentuk tabung yang mempunyai otot serta terdapat jaringan limfoid pada
dindingnya. Letak apendiks sekitar satu inci (2,5 cm) di bawah junctura
ileocaecalis dan melekat pada permukaan posteromedial caecum. Apendiks
terletak di fossa iliaca dextra dan dalam hubungannya dengan dinding anterior
abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke atas di garis yang menghubungkan
spina iliaka anterior superior dan umbilikus. Apendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama
rentan terhadap infeksi yang biasa disebut apendisitis (Snell, 2014). Apendisitis
merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada apendiks
vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks
(Fransisca, Gotra, dan Mahastuti, 2019). Jadi, apendisitis merupakan proses
inflamasi akibat sumbatan ataupun infeksi yang terjadi di apendiks vermiformis.
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Apendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian akibat angka
kejadiannya tinggi di setiap negara. Risiko perkembangan apendisitis bisa seumur
hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan. Di Indonesia, sebesar 596.132
orang dengan presentase 3,36% dilaporkan menderita apendisitis pada tahun 2009,
dan meningkat menjadi 621.435 dengan presentase 3,53% di tahun 2010.
Prevalensi dari apendisitis sekitar 7% dari kebanyakan populasi di Amerika
dengan kejadian 1,1 kasus per seribu orang per tahun. Kejadian apendisitis
mencapai puncaknya pada kelompok usia remaja akhir yaitu usia 17 – 25 tahun.
Frekuensi terjadinya apendisitis antara laki-laki dan perempuan umumnya sama.
Terdapat perbedaan pada usia 20-30 tahun, dimana kasus apendisitis lebih sering
terjadi pada jenis kelamin laki-laki pada usia tersebut (Fransisca, Gotra, dan
Mahastuti, 2019).
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen apendiks sehingga
terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
apendisitis. Penyebab lain dari obstruksi apendiks, yaitu hiperplasia folikel
lymphoid, carcinoid atau tumor lainnya, benda asing (pin, biji-bijian), kadang
parasit. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi
mukosa appendiks oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat
diisolasi pada pasien apendisitis, yaitu bakteri aerob fakultatif, bakteri anaerob
Escherichia coli, Viridans streptococci, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus,
Bacteroides fragilis, Peptostreptococcus micros, Bilophila species, dan
Lactobacillus species (Warsinggih, 2016). Berdasarkan studi epidemiologi,
kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi sangat berperan
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi meningkatkan tekanan intrasekal yang
dapat berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora 6 kolon biasa. Hal ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
4. Patofisiologi terjadinya penyakit
Patofisiologi dari apendisitis dimulai dari proses inflamasi atau adanya edema,
maupun sumbatan lumen akibat penyempitan lumen karena hiperplasia jaringan
limfoid submukosa kemungkinan disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feses),
tumor, atau benda asing. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal, sehingga menimbulkan nyeri abdomen dan menyebar secara hebat
dan progresif dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen.
Hal tersebut menyebabkan apendik yang terinflamasi tersebut berisi pus (Smeltzer
& Bare, 2012). Tidak hanya menyebabkan nyeri, proses ini juga menyebabkan
timbulnya mual dan muntah. Proses selanjutnya adalah invasi kuman Entamoeba
coli dan spesies bakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan
muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis kemudian terjadilah peritonitis
lokal kanan bawah. Hal ini menyebabkan suhu tubuh mulai naik. Gangren dinding
apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi
lumen apendiks. Bila tekanan intra lumen meningkat maka akan terjadi perforasi
yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh dan menetap tinggi. Tahapan
peradangan apendisitis dimulai dari apendisitis akut yakni sederhana tanpa
perforasi, kemudian menuju apendisitis akut perforata yakni apendisitis
gangrenosa.
Pathway terlampir
5. Klasifikasi
Nurarif dan Kusuma (2013) menyatakan terdapat tiga klasifikasi apendisitis,
yaitu:
a. Apendisitis akut, yaitu peradangan mendadak pada umbai cacing yang
memberikan gejala nyeri pada apendik disertai maupun tidak disertai
rangsangan peritoneum lokal
b. Apendisitis rekrens, yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut kanan
bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila
serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan, namun apendik tidak
dapat kembali ke bentuk semula karena terjadi fibrosis atau timbul jaringan
parut
c. Apendisitis kronis, memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu radang kronik apendik secara makroskopis dan
mikroskopis (fibrosis menyeluruh di dinding apendik, sumbatan parsial atau
lumen apendik, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik) dan keluhan menghilang setelah post apendiktomi.
6. Gejala Klinis
Apendisitis sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah dan umumnya
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah
ke titik Mc. Burney dan nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, dan
hilangnya nafsu makan. Selain itu, nyeri tekan lepas juga sering dijumpai pada
klien dengan apendisitis. Nyeri dapat dirasakan saat defekasi atau pun saat
berkemih. Nyeri saat defekasi menunjukkan bahwa ujung apendik berada di dekat
rektum, sedangkan nyeri saat berkemih menunjukkan bahwa letak ujung apendik
dekat dengan kandung kemih atau ureter (Smeltzer & Bare, 2012). Apendiks yang
terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda
rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena
rangsangan dindingnya (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan apendisitis menurut
Nissa (2011), yaitu:
a. Inspeksi
Pasien dengan apendisitis biasanya berjalan membungkuk sambil memegangi
area perut yang sakit. Perut kembung bila disertai perforasi, penonjolan perut
kanan bawah terlihat pada apendikular abses. Pasien dalam posisi tidur miring
ke sisi yang sakit sambil memfleksikan sendi paha karena bila diekstensi nyeri
meningkat.
b. Auskultasi
Saat dilakukan auskultasi, suara bising usus biasanya berada pada rentang
normal, yaitu 8-20x/menit. Tetapi jika sudah terjadi peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforate, maka bunyi bising usus cenderung menurun atau
tidak terdengar sama sekali.
c. Perkusi
Saat perkusi, nyeri saat diperkusi positif.
d. Palpasi
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan.
Dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri, hingga menuju area nyeri
biasanya pada kuadran kanan bawah (titik Mc. Burney). Pada apendisitis akut
secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostic, yaitu:
- Rovsing’s sign: dikatakan posiif terdapat nyeri pada kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah. Hal ini
disebabkan oleh tekanan merangsang gerakan persitaltik dan udara usus
sehingga menggerakkan peritoneum sekitar apendiks yang meradang.
- Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri
sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan
iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan
retroperitoneal dari phlegmon atau abscess. Dasar anatomis terjadinya
psoas sign adalah apendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal
akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini
- Obturator sign, yaitu rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan, kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif. Hal
ini menunjukkan apendisitis terletak pada daerah hypogastrium.
- Defans muscular, yaitu nyeri tekan seluruh lapang abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoniuem parietal pada M. rektus
abdominis. Tahanan muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan
derajat proses peradangan yang awalnya terjadi secara volunteer seiring
dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spasme otot,
kemudian terjadi secara involunteer.
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan diagnostik/penunjang pada pasien dengan
apendisitis menurut Warsinggih (2016), yaitu:
a. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000- 18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendik, sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat
akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-
100% dan 96-97%.
c. Analisa urin, bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amylase, pemeriksaan ini membantu
mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (BHCG) bertujuan untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema bertujuan untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan barium enema dan kolonoskopi merupakan pemeriksaan awal
untuk kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen yang biasanya tidak menunjukkan tanda
pasti apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis apendisitis akut dapat dilakukan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Amalia, 2016).
a. Anamnesa, biasanya pasien mengeluh nyeri pada abdomen khususnya pada
kolik-periumbilikal yang bertahan selama 24 jam. Lalu nyeri menjalar ke
bagian iliaka kanan abdomen dan berubah menjadi nyeri yang tajam dan
konstan. Nyeri disertai mual, muntah, dan penurunan nafsu makan.
b. Pemeriksaan fisik, terdiri dari inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.
c. Pemeriksaan penunjang, meliputi pemeriksaan darah lengkap terutama
leukosit, CRP, USG, dan CT-Scan. Pemeriksaan patologi anatomi pada
jaringan apendiks juga dapat dijadikan salah satu gold standart dalam uji
diagnosis apendisitis karena memiliki sensitifitas paling tinggi diantara
pemeriksaan lainnya.
d. Skor Alvarado, salah satu sistem skoring sederhana yang digunakan untuk
mendiagnosa apendisitis dengan menggunakan tiga gejala, tiga tanda, dan dua
temuan laboratorium sederhana sebagai alat diagnosis apendisitis. Berikut
adalah tabel skor Alvarado
10. Therapy/Tindakan Penanganan
Adapun tindakan penanganan pada pasien dengan apendisitis menurut
Mansjoer, dkk. (2009) yaitu:
a. Sebelum operasi dapat dilakukan tindakan, seperti:
- Observasi, dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, seringkali tanda dan
gejala apendisitis belum jelas. Sehingga perlu dilakukan observasi pada
pasien dengan tindakan berupa tirah baring dan pasien dipuasakan.
Pemberian laksatif tidak disarankan bila dicurigai adanya apendisitis
ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal, serta
pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik.
Foto polos abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnose
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam
setelah timbul keluhan.
- Antibiotik, diberikan bila terjadi apendisitis gangrenosa atau apendisitis
perforasi. Apendisitis tanpa komplikasi tidak perlu diberikan antibiotik.
b. Operasi (apendiktomi), bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan
apendiktomi merpakan tindakan paling tepat dilakukan dan satu-satunya pihan
terbaik. Penundaan apendiktomi disertai pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.
c. Post operasi apendiktomi perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
memantau ada tidaknya perdarahan, syok, hipertermia, atau gangguan
pernapasan. Posisikan pasien fowler. Observasi selama 12 jam, apabila tidak
ada ganggua, maka pasien dalam kondisi baik. Selama itu pula pasien
dipuasakan. Lalu mulai berikan minum air 15ml/jam selama 4-5 jam lalu
naikkan menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya terapi diet makanan saring,
hingga hari berikutnya makanan lunak. Satu hari pasca operasi, ajarkan pasien
mobilisasi secara bertahap dan perlahan, misal duduk tegak di tempat tidur
selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk. Hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diizinkan pulang bila tanpa
komplikasi.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian (Data Subjektif dan Objektif)
 Pengkajian Primer
A. Data Subyektif
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a) Mekanisme nyeri atau keluhan
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a) Riwayat operasi pada abdomen atau apendiktomi
b) Riwayat penyakit pasien atau keluarga
B. Data Obyektif
1. Airway
- Kaji apakah terdapat gangguan pada jalan napas pasien, seperti benda
asing atau trauma pada jalan napas.
2. Breathing
- Kaji apakah napas pasien cepat, dangkal, ada-tidaknya nyeri tekan
pada dada, ada-tidaknya penggunaan otot-otot pernapasan,
kesimetrisan pergerakan dinding dada, ada-tidaknya suara napas
tambahan
3. Circulation
- Ukur tekanan darah pasien, nadi cepat atau tidak, kuat atau lemah,
saturasi oksigen, CRT, kulit teraba panas atau tidak, dan suhu tubuh
pasien.
4. Disability
- Kaji tingkat kesadaran pasien (GCS), ada-tidaknya hambatan pada
kemampuan bergerak atau beraktivitas dan ada kelemahan atau tidak
pada ekstremitas atas dan bawah.
 Pengkajian Sekunder
a) Exposure
- Kaji seluruh tubuh pasien apakah ada cedera atau keluhan pada bagian
tubuh lainnya
b) Five Intervensi
- Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya peningkatan nilai
WBC (leukositosis dan peningkatan neutrofil)
- CT-Scan ditemukan bagian menyilang dengan fekalith dan perluasan
dari apendiks yang mengalami inflamasi dan adanya pelebaran sekum
- USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks
c) Give Comfort
- Kaji adanya nyeri pada pasien dengan OPQRSTUV
O : onset atau lamanya nyeri dirasakan, sejak kapan nyeri dirasakan
P : predisposisi, faktor pencetus nyeri, nyeri terasa meningkat saat
kondisi seperti apa
Q : kualitas nyeri, ditususk-tusuk, diremas-remas, tertindih atau
lainnya
R : region, area yang terasa nyeri apakah disuatu tempat atau menjalar
S : severity atau skala nyeri menggunakan VAS atau NRS
T : treatment tindakan yang sudah pasien lakukan untuk mengatasi
nyeri
U : understanding, pemahaman pasien terhadap nyeri, apakah pasien
mengetahui penyebab nyeri, hal untuk mengontrol nyeri atau
menghilangkan nyeri yang dirasakan
V : value¸harapan pasien terhadap nyeri yang dirasakan
d) Head to Toe
- Abdomen : terdapat nyeri pada abdomen terutama region kanan bawah
saat dipalpasi ataupun tidak, pasien mengeluh mual dan muntah.
- Pelvis dan Perineum : nyeri saat eliminasi urin dan feses.
e) Inspeksi Back / Posterior Surface
- Kaji adanya gangguan pada tulang belakang atau sekitar punggung.
Adakah nyeri yang dirasakan menjalar hingga ke punggung.
f) ROS (Review of System)
- B1 (Breathing): sebagian pasien mungkin merasa sesak, napas
dangkal dan cepat akibat merasa nyeri
- B2 (Blood) : ada peningkatan tekanan darah akibat nyeri yang
dirasakan, nadi cepat, mungkin ada peningkatan suhu
tubuh
- B3 (Brain) : biasanya tidak ada keluhan pada area kepala
- B4 (Bladder) : nyeri saat BAK
- B5 (Bowel) : nyeri pada perut, nyeri saat BAB, peningkatan bising
usus
- B6 (Bone) : biasanya tidak terdapat keluhan atau gangguan pada
fungsi anggota gerak ataupun tulang dan sendir
- Psikososial : tidak percaya, sedih, takut cemas, dan gelisah
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
- Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal, peningkatan denyut nadi, peningkatan
frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah, pasien tampak meringis,
merubah posisi untuk menghindari nyeri dan melokalisasi nyeri.
- Nausea berhubungan dengan adanya proses biokimia ditandai dengan
adanya perasaan mual dan penurunan nafsu makan.
- Hipertermi berhubungan dengan infeksi/proses penyakit pada apendiks
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh (>37,5oC), kulit kemerahan,
teraba panas.
3. Rencana Tindakan

No Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan NIC Label : NIC Label:
keperawatan selama … x24 jam Pain Management Pain Management
diharapkan nyeri yang dirasakan 1. Melakukan pengkajian yang 1. Mengetahui karakteristik nyeri
pasien berkurang dengan kriteria komprehensif yang meliputi lokasi, secara spesifik.
hasil: karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau
NOC Label : Pain Control
beratnya nyeri serta faktor
1. Pasien dapat menggunakan
pencetus.
analgesik yang
2. Kontrol lingkungan yang dapat 2. Mengurangi faktor-faktor yang
direkomendasikan untuk
mempengaruhi respon dapat memperberat nyeri yang
mengurangi nyeri yang
ketidaknyamanan klien (suhu dirasakan pasien.
dirasakan
ruangan, cahaya, dan suara)
NOC Label : Pain Level 3. Berkolaborasi dengan tim 3. Mengurangi nyeri dengan
1. Nyeri yang dirasakan pasien kesehatan lain mengenai pemberian bantuan farmakologi.
berkurang analgesik untuk meurunkan nyeri
2. Pasien tidak menunjukkan yang dirasakan pasien.
ekspresi wajah nyeri 4. Mengajarkan penggunaan teknik 4. Membantu pasien mengurangi
(meringis). terapi pengalihan rasa nyeri non dan mengontrol nyeri secara
farmakologi seperti terapi relaksasi mandiri.
napas dalam, guided imagery,
distraksi.

NIC Label: Vital Sign Monitoring NIC Label: Vital Sign Monitoring
1. Pantau tanda-tanda vital pasien 1. Tanda-tanda vital mampu
(tekanan darah, nadi, suhu dan menentukan perubahan-
respirasi) perubahan yang terjadi dalam
tubuh pasien.
2 Nausea Setelah diberikan asuhan NIC Label : Nausea Management NIC Label :Nausea Management
keperawatan selama … x 24 jam 1. Kaji frekuensi, durasi, dan faktor 1. Mengetahui karakteristik mual
diharapkan mual klien dapat penyebab mual. yang dirasakan pasien.
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Anjurkan pasien makan sedikit 2. Memastikan intake nutrisi pasien
tapi sering serta menghindari tetap adekuat.
NOC Label: Nausea & Vomiting
bau makanan yang terlalu
Control
menyengat.
1. Pasien tidak merasakan mual
3. Ajarkan cara mengontrol atau 3. Memandirikan pasien untuk
maupun muntah.
mengurangi rasa mual dengan mampu mengurangi maupun
2. Pasien dapat mengontrol
teknik nonfarmakologi seperti mengontrol rasa mual yang
perasaan mual dengan
distraksi, terapi musik, relaksasi. dirasakan.
mengurangi atau
menghindari makanan
4. Kolaborasi pemberian 4. Mengatasi perasaan mual pasien
dengan bau yang menyengat,
antiemetik sesuai indikasi. dengan tindakan farmakologi.
mengurangi mual dengan
5. Edukasi keluarga dan pasien 5. Meningkatkan pengetahuan
aromaterapi, maupun
agar tetap mempertahankan pasien dan keluarga mengenai
distraksi.
intake nutrisi tetap adekuat. pentingnya asupan nutrisi bagi
3. Pasien dapat mengkonsumsi
obat antiemetik dengan tubuh.
prosedur yang tepat waktu.
3 Hipertermi Setelah diberikan asuhan NIC Label: Fever Treatment NIC Label: Fever Treatment
keperawatan selama … x 24 jam 1. Observasi TTV terutama suhu 1. Untuk mengetahui
diharapkan terjadi penurunan suhu perkembangan suhu tubuh klien
tubuh klien dengan kriteria hasil: 2. Berikan kompres hangat 2. Membantu menghilangkan
1. Pasien tidak demam, suhu panas secara konduksi
tubuh pasien dalam rentang 3. Anjurkan menggunakan pakaian 3. Untuk membantu penguapan
tipis
normal (36,5-37,5oC) 4. Batasi aktivitas fisik 4. Aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme sehingga terjadi
2. Kulit pasien tidak teraba
peningkatan suhu tubuh kembali
panas
5. Anjurkan banyak minum 5. Minum/cairan dapat membantu
mengatur suhu tubuh
6. Kolaborasi dalam pemberian 6. Antipiretik berguna untuk
antipiretik menurunkan suhu tubuh saat
demam
4. Evaluasi

Masalah Keperawatan Evaluasi

Nyeri akut S: pasien mengatakan sudah mulai terkontrol, nyeri


hilang-timbul. Nyeri terasa saat pasien diam maupun
bergerak. Nyeri terasa tajam seperti ditusuk-tusuk. Nyeri
pada area perut kanan bawah. Skala nyeri sedang hingga
berat. Pasien mengatakan sudah bisa mengontrol nyeri
dengan farmakologi dan nonfarmakologi

O: tampak pasien melokalisasi area perut yang nyeri


minimal, wajah tampak lebih tenang, tanda-tanda vital,
seperti TD: >120/80 mmHg, N: 60-100x/menit, RR: 16-
20x/menit, S: 36,5-37,5oC

A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi keperawatan sesuai perencanaan

Nausea S: pasien mengatakan mual sudah mulai berkurang

O: pasien tampak lebih tenang, respon mual minimal

A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi keperawatan sesuai perencanaan

Hipertermi S: pasien mengatakan sudah tidak demam

O: suhu tubuh pasien 36,5-37,5oC, kulit tidak kemerahan,


tidak teraba panas

A: masalah teratasi

P: pertahankan intervensi keperawatan sesuai perencanaan


PATHWAY

Hiperplasia jaringan limfoid submukosa


oleh fakelith, tumor, atau benda asing

Obstruksi pada lumen


apendiks

Terjadi proses inflamasi pada


lumen apendiks

Peningkatan tekanan pada Aktivasi interleukin 1 di


intraluminal hipotalamus

Pengeluaran prostaglandin
Pengeluaran mediator kimia Menekan bagian epigastrium
prostaglandin dan bradikinin
Peningkatan kerja termostat
Mempengaruhi reseptor nyeri Aktivitas lambung meningkat
di ujung saraf bebas
Peningkatan suhu tubuh
Asam lambung meningkat
Adanya keluhan nyeri pada
Hipertermi
pasien secara verbal dan non
verbal Kontraksi otot lambung

Nyeri Akut Nausea


DAFTAR PUSTAKA

Amalia, I. (2016). Gambaran sosio-demografi dan gejala apendisitis akut di rsu kota
tangerang selatan. Skripsi. Universitas Islam Negri Jakarta.

Chang, Y.J., Khammash, M.R., Qasaimeh, G.R., Shammari, A.K., Bani, M.K., Hammori,
S.K. (2009). Misdiagnosed acute appendicitis in children. Chang Gung Medical
Journal, 33(5), halaman 551-557.

Fransisca, C., Gotra, I.M., & Mahastuti, N.M. (2019). Karakteristik pasien dengan gambaran
histopatologi apendisitis di rsup sanglah denpasar tahun 2015 – 2017. Jurnal Medika
Udayana, 8(7). ISSN: 2597-8012.

Mansjoer, A., dkk. (2009). Kapita selekta kedokteran (jilid 2, edisi ke-3). Jakarta: FK UI
Press.

Nissa, O.A. (2011). Apendisitis. Universitas Mulawarman Samarinda

Nurarif, H. A. & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa


medis & nanda (north american nursing diagnosis association) nic-noc. Jakarta:
Mediaction Publishing.

Sjamsuhidajat & de jong. (2012). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2012). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.

Snell, R.S. (2014). Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC.

Warsinggih. (2016). Appendisitis akut. Retrieved from


https://med.unhas.ac.id/kedokteran/en/wp-content/uploads/2016/10/APPEDISITIS-
AKUT.pdf (Diakses pada 8 Desember 2019).

Anda mungkin juga menyukai

  • RRRRRRRRRRRR
    RRRRRRRRRRRR
    Dokumen15 halaman
    RRRRRRRRRRRR
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Ada Golongan Obatnya Tapi Lebih Lengkap
    Ada Golongan Obatnya Tapi Lebih Lengkap
    Dokumen35 halaman
    Ada Golongan Obatnya Tapi Lebih Lengkap
    niken retno
    Belum ada peringkat
  • Akut
    Akut
    Dokumen22 halaman
    Akut
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Documents - Tips Pathway-Tonsilitis
    Documents - Tips Pathway-Tonsilitis
    Dokumen2 halaman
    Documents - Tips Pathway-Tonsilitis
    lidya
    Belum ada peringkat
  • LP TUMOR MEDULA SPINALIS Fix
    LP TUMOR MEDULA SPINALIS Fix
    Dokumen17 halaman
    LP TUMOR MEDULA SPINALIS Fix
    Fitri Kristiani
    Belum ada peringkat
  • FFFFFFFFFFFFF
    FFFFFFFFFFFFF
    Dokumen3 halaman
    FFFFFFFFFFFFF
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • FFFFFFFFFFFFFFFFF
    FFFFFFFFFFFFFFFFF
    Dokumen13 halaman
    FFFFFFFFFFFFFFFFF
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Sap Posbindu
    Sap Posbindu
    Dokumen17 halaman
    Sap Posbindu
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • FFFFFFFFFF
    FFFFFFFFFF
    Dokumen3 halaman
    FFFFFFFFFF
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Ringkasan Jurnal
    BAB 2 Ringkasan Jurnal
    Dokumen10 halaman
    BAB 2 Ringkasan Jurnal
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • WWWWWWWWWWWWWW
    WWWWWWWWWWWWWW
    Dokumen8 halaman
    WWWWWWWWWWWWWW
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • GGGGGGGGGGGGGGG
    GGGGGGGGGGGGGGG
    Dokumen8 halaman
    GGGGGGGGGGGGGGG
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • FFFFFFFFFFFFFFFFF
    FFFFFFFFFFFFFFFFF
    Dokumen37 halaman
    FFFFFFFFFFFFFFFFF
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Sap Posbindu
    Sap Posbindu
    Dokumen17 halaman
    Sap Posbindu
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • DDDDDDDDDDDDD
    DDDDDDDDDDDDD
    Dokumen5 halaman
    DDDDDDDDDDDDD
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • HHHHHHHHHH
    HHHHHHHHHH
    Dokumen3 halaman
    HHHHHHHHHH
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • FFFFFFFFFFFF
    FFFFFFFFFFFF
    Dokumen16 halaman
    FFFFFFFFFFFF
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • FFFFFFFFFFFFFF
    FFFFFFFFFFFFFF
    Dokumen23 halaman
    FFFFFFFFFFFFFF
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • FFFFFFFFFFFFFFFF
    FFFFFFFFFFFFFFFF
    Dokumen4 halaman
    FFFFFFFFFFFFFFFF
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • FFFFFFFFFFFFFF
    FFFFFFFFFFFFFF
    Dokumen23 halaman
    FFFFFFFFFFFFFF
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Soal Pre Post Rokok
    Soal Pre Post Rokok
    Dokumen3 halaman
    Soal Pre Post Rokok
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • FFFFFFFFFFFFFFFF
    FFFFFFFFFFFFFFFF
    Dokumen2 halaman
    FFFFFFFFFFFFFFFF
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan Jurnal
    Pembahasan Jurnal
    Dokumen2 halaman
    Pembahasan Jurnal
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • HHHHHHHHHHHHHHHHHHH
    HHHHHHHHHHHHHHHHHHH
    Dokumen9 halaman
    HHHHHHHHHHHHHHHHHHH
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • GGGGGGGGGGGGGGG
    GGGGGGGGGGGGGGG
    Dokumen7 halaman
    GGGGGGGGGGGGGGG
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • HHHHHHHHHHHHHHH
    HHHHHHHHHHHHHHH
    Dokumen1 halaman
    HHHHHHHHHHHHHHH
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • DDDDDDDDDDDDDDDDDD
    DDDDDDDDDDDDDDDDDD
    Dokumen2 halaman
    DDDDDDDDDDDDDDDDDD
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • DJDDHJDJ
    DJDDHJDJ
    Dokumen3 halaman
    DJDDHJDJ
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat
  • HSHNDDDDDDDDDDDDDDD
    HSHNDDDDDDDDDDDDDDD
    Dokumen3 halaman
    HSHNDDDDDDDDDDDDDDD
    Putu Utami T. Saraswati
    Belum ada peringkat