PEMBIMBING:
DR RIZA RIZALDI, Sp.THT-KL
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 11.2018.110
laringopharingeal reflux
TANGGAL PRESENTASI : 24 Agustus 2019
Yang Mengesahkan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas penyertaan-NYA saya
mengetahui tentang dengan lebih mendalam mengenai infeksi kronis pada hidung
kekurangan dan masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menambah ilmu dan
THT RSUD Tarakan Jakarta Pusat, atas ilmu dan bimbingannya selama ini.
DAFTAR ISI
Halaman
2.2.3 LPR 42
BAB III LAPORAN KASUS 57
BAB IV PEMBAHASAN 72
BAB V PENUTUP 73
DAFTAR PUSTAKA 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
oleh virus(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma dan toksin. Virus dan bakteri
dan orang dewasa. Penularan infeksi biasanya melalui sekret hidung dan ludah.1
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact
on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
(LPR) didefinisikan sebagai gejala kronis atau kerusakan mukosa laring yang
disebabkan oleh refluks abnormal isi lambung ke dalam saluran napas bagian
atas.2
2
Maksud Penulis
Laporan ini dibuat untuk memperluas wawasan para pembaca mengenai
pembaca dapat mengerti dan memahami perjalanan penyakit ini berdasarkan teori
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah ilmu
membuka wawasan dan gambaran dalam mendiagnosa penyakit tersebut dari segi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1 Anatomi Faring
Berdasarkan letaknya, faring dibagi atas :
1) Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah
beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral
faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang
refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen
jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius
spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan
bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan
adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring
anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. 1,2
a. Dinding Posterior Faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada
radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot
4
b. Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas
lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub
atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil.
Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah
memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan
bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar- benarnya bukan
biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil
seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang
kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. 1,3
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah
yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga
kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah
a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila
tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid
lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.Infeksi dapat terjadi di antara
kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar
atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara
glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring
superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus
anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior
adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina
laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung,
maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian
Valekula disebut juga “kantong pil” (pill pockets), sebab pada beberapa orang,
suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan
minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis
dan ke esofagus. Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis
pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian
menelan yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal. Fase oral,
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum
mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh
tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi
tonjolan Passavant ini menetap pda periode fonasi, tetapi ada pula
pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat
bawah tulang rawan krikoid atau setinggi vertebra C.VI, berjalan sepanjang leher,
mediastinum superior dan posterior, di depan vertebra servikal dan torakal, dan
berakhir pada orifisium kardia lambung setinggi vertebra Th.XI. Melintas melalui
memiliki dua sfingter yaitu sfingter atas dan sfingter bawah. Sfingter esofagus
atas merupakan daerah bertekanan tinggi dan daerah ini berada setinggi kartilago
dan muntah. Meskipun sfingter esofagus atas bukan merupakan barrier pertama
terhadap refluks, namun dia berfungsi juga untuk mencegah refluks keluar dari
merupakan daerah bertekanan tinggi yang berada setinggi diafragma. Sfingter ini
makanan yang akan memasuki lambung serta mencegah refluks. Relaksasi juga
yang paling sempit, mudah terjadi perforasi sehingga paling ditakuti ahli
esofagoskopi.
2) Daerah aorta, setinggi Th. IV
3) Daerah bronkus kiri, setinggi Th. V
4) Daerah diafragma, setinggi Th. X .
(hip), 4) ala nasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). 1 Hidung
9
terhubug dengan os frontale dan maksila melalui pangkal hidung yang dibentuk
ossa nasalia. Kulit pembungkus hidung tertambat erat pada dasar hidung dan
rhinophyma.2
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang
inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior
kartilago septum. 1
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang
letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anteriror, disebut
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os
etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian
1
tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela.
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium
pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian
depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media,
lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan
bagian dari labirin etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung
terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada
tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di
antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. 1
Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung.
Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris
melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid
anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior
dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila
dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk
12
oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.
1,3
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sphenoid. Sinus paranasal merupakan pneumatisasi tulang-
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3- 4 bulan, kecuali sinus
sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan dan sinus etmoid telah ada saat
anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada
anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai
pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.
rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum
etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan
Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi
sinus-sinus lainnya.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita.
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
14
superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak letaknya di
bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya
lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
kribos. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan
membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebur septum intersfenoid.
Volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan
rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan
dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna (sering tampak sebagai indentasi)
pons.1
15
yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus
paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media
dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah
drenase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid
fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah 1) fungsi respirasi untuk
udara untuk menampung stimulus penghidu; 3) fungsi fonetik yang berguna untuk
resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri
16
beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; serta 5) refleks
nasal. 1
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi.
Pada rhinitis atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya,
2.2.1.1.1 Gejala
Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Pada
pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila
2.2.1.1.2 Terapi
bergranular.2
2.2.1.2.1 Gejala
Rasa gatal, kering dan berlendir yang sukar dikeluarkan dari tenggorokan.
2.2.1.2.2 Terapi
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia
larutan nitras argenti atau dengan listrik. Pengobatan simptomatis diberikan obat
kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau
2.2.1.3 Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi bakteri ataupun virus dapat secara
sekresi yang meningkat. Eksudat mula mula serosa tapi menjadi tebal dan
kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.2,3
18
sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu abu terdapat dalam folikel atau
jaringan limfoid. Kemudian tampak folikel limfoid dan bercak bercak pada
dinding faring posterior atau terletak lebih lateral, menjadi radang dan
iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. Infeksi streptokokal
memiliki karakteristik khusus iyaitu invasi lokal dan pelepasan toksin ektraselular
dan proteas yang dapat menyebabkan kerosakan jaringan hebat karena fragmen
sarkolema pada miokard dan dihubungkan dengan reumatik dan kerosakan katup
jantung. Selain itu jua dapat menyebabkan akut glomerulonephritis karena fungsi
1. Infeksi persisten di sekitar faring. Pada rhinitis dan sinusitis kronik, mukus
purulen secara konstan jatuh ke faring dan menjadi sumber infeksi yang
konstan. Tonsilitis kronik dan sepsis dental juga bertanggung jawab dalam
d. Kebiasaan.
3. Iritan kronik. Merokok yang berlebihan, mengunyah tembakau, peminum
2.2.2.1 Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact
on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
paparan, polesan genetic dari individu tersebut, dan kepekaan relative tubuh
pejamu.
Rinitis alergik terjadi bilamana suatu antigen terhadap seorang pasien
kolinoseptor, reseptor histamin H2 dan reseptor iritan. Dari semua ini yang
terpenting adalah reseptor histamin H1, dimana bila terangsang oleh histamine
20
akan meningkatkan tahanan jalan napas hidung, meneybabkan bersin, gatal, dan
rinore. 6
2.2.2.2 .Etiologi Rinitis Alergi
herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi
tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada
anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan
rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi
perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama
jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko
untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang
tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor
resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan
udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca. 5
2.2.2.3 Faktor risiko untuk Rhinitis Alergi (RA) dan sensitisasi allergen
interaksi yang kompleks antara gen dan lingkungan serta umur yang terpapar
[mis. untuk gen GSTP1]. Studi harus memiliki ukuran sampel yang lebih
besar untuk mendeteksi efek interaksi gen-gen dan peran lingkungan dalam
21
SLC25A46 saat usia onset adalah laporan pertama tentang efek onset on-onset
pada AR. Studi lain menemukan hubungan yang signifikan antara lima SNP di
penyakit 17q21 juga terkait dengan AR. Selain itu, ekspresi dari mRNA gen
ORMDL3 pada lokus ini secara signifikan meningkat di epitel hidung. Banyak
variasi genetik lainnya, meliputi DNA, atau perubahan profil ekspresi miRNA
telah dilaporkan di hubungan dengan atopi, asma dan atopic dermatitis , yang
migrasi memberikan tes lakmus untuk teori ini sebagai manifestasi alergi
harus berubah sebagai Pasien bergerak di antara area yang berbeda secara
(HDM) alergen di debu rumah, dengan tingkat yang lebih rendah di daerah
22
yang lebih dingin dan lebih kering dan lebih hangat dan daerah yang lebih
dalam bahasa Finlandia populasi asma secara signifikan lebih rendah (kurang
dari 10% baik pada penderita asma maupun kontrol sehat), sedangkan
orang yang bermigrasi dari garis lintang Utara ke benua tropis. Andiappan
Malaysia dan kurang dari 20% dari jumlah yang belum lama ini migran dari
China peka terhadap HDM. Monosensitisasi untuk HDM (lebih dari 80%)
adalah fenotip khas di Singapura- atau orang Cina kelahiran Malaysia kurang
dari 30% dari jumlah tersebut juga memiliki sIgE untuk alergen lainnya dan
menjadi peka terhadap HDM dan semakin ditunjukkan gejala AR dan asma.
Lebih dari 40% migrant dari China yang tinggal lebih dari 8 tahun di
Singapura memiliki SPT positif untuk HDM sementara kurang dari 20% dari
mereka yang Tinggal selama <3 tahun peka. Gas, debu dan asap, terpapar
untuk perkembangan asma alergi. Adenosin yang berasal dari serbuk sari,
seorang mediator dalam serbuk sari ragweed, ternyata sangat penting kofaktor
temporal yang dikenal sebagai 'atopic march', yang klasik dimulai dengan
eksim pada anak usia dini diikuti oleh munculnya asma dan AR di kemudian
hari. Ini mengarah untuk pertanyaan apakah eksim adalah faktor penyebab di
manifestasi dari IgE yang berubah respon sebagai sistem kekebalan tubuh
tahun dari tujuh orang Eropa kohort lahir, secara statistik mempartisi anak-
anak kelompok dan dianalisis pada periode usia kedua. Dua kelompok
27,5%, 49,0% dan 36,9% berbanding 8,0%, 1,8% dan 1,1%). Setelah
atas pertanyaan apakah salah satu langkah dari 'March' adalah faktor penyebab
menunjukkan hal itu Pasien yang terkena eksim pada masa bayi memiliki
atopik, tapi itu bukan merupakan bukti kausalitas. Hipotesis yang berlaku
2.2, 95% CI 1.6-3.2), sedangkan asma terpisah atau eksim tidak memiliki
ketiga kondisi atopik (AR, eksim, dan asma) memberikan peluang tertinggi
untuk keturunan AR (OR 5.6, 95% CI 3.8-8.4) dan rhinitis nonallergik (NAR)
(OR 4,9, 95% CI 2,8-8,4). Prevalensi AR tertinggi (37,5%) ada pada anak-
anak yang orang tuanya memiliki AR dan NAR. Atopi ayah dan ibu
dkk. ditemukan dari dua orang besar Jerman kohort kelahiran studi bahwa
bahkan jika orang tua berkembang kondisi atopik ini setelah kelahiran anak,
ada Juga merupakan hubungan positif dengan anak yang sedang berkembang
atopic kondisi terutama untuk asma (dan kurang konsisten begitu untuk AR
dan eksim), dan efek dari asosiasi serupa untuk orang tua dengan atopi
positif antara prenatal stres ibu dan atopi. Dari empat analisis yang dihadapi
25
berkisar antara 0,96 dan 2,38. Merokok ibu dan tidak adanya menyusui
ditemukan menjadi prediktor yang lebih kuat dari NAR, sedangkan wheeze
dan eksim saat ini prediktor kuat AR. Menariknya, HDM (Der p 1) Alergen
ditemukan pada susu manusia dan prima karena alergi sensitisasi pada model
tikus asma. Penelitian ini adalah awal studi masa depan untuk
Menariknya, asosiasi ini bertolak belakang wanita, dengan AOR 0,83 (95% CI
Tingkat serum vitamin D adalah berbanding terbalik dengan eksim pada anak-
anak dan remaja di Jerman. Data ini bisa mendukung teori vitamin D memiliki
mengi, terutama pada anak perempuan. Dalam multicentre Eropa studi kohort
dengan alergi atau asma pada usia 6 tahun. Hipotesis keanekaragaman hayati
hijau ruang (kawasan hutan dan pertanian) di sekitar anak-anak yang adalah
subyek penelitian dalam tiga studi Finlandia dan Estonia, dan atopi. Mereka
menemukan daerah hijau itu berjarak 2-5 km dari rumah itu berbanding
terbalik dan terbalik dengan atopic sensitisasi pada anak usia 6 tahun ke atas.
juga telah ditunjukkan pada eksim atopik. Ekspresi lahan dan tren waktu di
ukuran obyektif atopi dan ini berpotensi terkait dengan kontak dengan gandum
bahwa efek perlindungan dari ukuran keluarga yang lebih besar dan urutan
kelahiran Atopi jauh lebih kuat pada anak daripada pada orang dewasa dan di
antara mereka yang tinggal di sebuah desa. Hahm dkk. data yang diambil dari
studi ISAAC di Korea Selatan dan menemukan bahwa tinggal di rumah yang
AR yang lebih tinggi. Pada usia 7-8 tahun (OR 3,09, 95% CI 1,71-5,57).
Mereka mendalilkan hal ini bisa disebabkan oleh konsentrasi bahan kimia
yang lebih tinggi, termasuk bahan kimia organik yang mudah menguap, di
bangunan baru. Kelembaban dan jamur di rumah juga terkait dengan AR (OR
tingginya prevalensi penyakit kronis rinitis pada kedua jenis kelamin namun
2.2.2.4 Patofisiologi
tubuh melibatkan limfosit T dan limfosit B serta zat terlarut yang disebut sitokin
yang bertindak di dalam dan di luar sistem kekebalan tubuh untuk mempengaruhi
sel). Namun, rhinitis alergi melibatkan terutama jenis ,Gell dan Coombs, reaksi
dalam reaksi ini, penting bagi dokter untuk memiliki pemahaman umum tentang
hal tersebut.6,4
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase
yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase
allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat
dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida MHC kelas II (Major
(Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1)
(IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE
di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini
menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama,
maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi
(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator
PlateletActivating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4, IL5, IL6,GM-
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga
akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan
mastosit di mukosa hidung serta pengingkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan
Basic Protein (MBP), danEosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain
faktor spesifik (alergen),iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala
seperti asap rokok,bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara
yang tinggi.4
2.2.2.5 Gambaran Histopatologik
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad)
dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga
hidung.6,4
Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan
serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-
yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa,
Misalnya: susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting dan kacang-
kacangan.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan. Misalnya:
berlangsungnya, yaitu:6,4
Rinitisalergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
32
tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat
adalah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak
ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).
Rinitisalergi sepanjang tahun (perenial)
Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus,tanpa
paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan
(indoor) dan alergen luar rumah (outdoor). Alergen inhalan di luar rumah
pada anak-anak biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti
WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000,
bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik,
Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya
normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar
sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih
dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga
sebagai bersin patologis. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai
Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada
pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat
muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau
cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar
hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi
membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba
submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita
suara.5,2
Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah
penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.
35
Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu
anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan
terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar
riwayat atopi pada pasien. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang
encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-
kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Sering kali
pucat atau livid disertai adanya secret encer yang banyak. Bila gejala
dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada anak ialah
stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic
shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung
test) seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada
pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga
prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga
dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE
spesifik dengan RAST (Radio Imuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme
In Vivo :
Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit
kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-
(IPDFT), namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi
hari. Karena itu pada “Challenge Test”, makanan yang dicurigai diberikan
reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari
secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan
menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta
sawar darah otak. Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak
dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada
medikamentosa.1
obat topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik., namun dapat
lama.4
Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine
setiap 6 jam. Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah
respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering
pelepasan mediator dihambat. Pada respons fase lambat, obat ini juga
eosinofil dan monosit. Hasil terbaik dapat dicapai bila diberikan sebagai
profilaksis.1
e. Lainnya
Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien
Operatif
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior),
bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat
dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak
metaplasia skuamosa,
2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
43
3. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para
nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa
Reflux.9
2.2.3.1 Etiologi
Etiologi LPR dapat disebabkan karena faktor fisik yaitu adanya gangguan
disebabkan karena infeksi, vocal abuse, alergi, iritasi dari polusi udara, dan gaya
hidup, misalnya, diet makanan berlemak, kopi, coklat, NSAID, makanan pedas,
dua hipotesis yang diterima dikalangan ilmuan untuk proses terjadinya LPR.
Hipotesis yang pertama yaitu asam lambung secara langsung mencederai laring
dan jaringan sekitarnya. Hipotesis yang kedua menyatakan bahwa asam lambung
44
bronkokontriksi dan gerakan mendehem dan batuk kronis, yang pada akhirnya
dari cedera refluks yaitu LES (Lower Esophageal Spinchter), fungsi motorik
junction. Pertahanan ini terdiri dari sphincter dengan elemen otot dari lower
esophageal sphincter (LES) dan otot lurik dari diafragma bagian bawah, yang
berkombinasi untuk menjaga tekanan GEJ, hal ini penting untuk menahan tekanan
LES merupakan sphincter dengan panjang 3-4 cm dengan otot yang dapat
menelan makanan dan memasukkan ke dalam lambung, secara anatomi daerah ini
mempunyai ketebalan 2-3 kali lebih tebal dibanding bagian dinding proksimal
esofagus. 8,9
b.) Fungsi motorik esofageal dengan pembersihan asam lambung
Pertahanan anti refluks kedua adalah fungsi motorik normal dari esofagus.
bolus makanan dan minuman akan didorong oleh kekuatan dari gerak peristaltik
junction dan ke dalam lambung. Gerak peristaltik secara primer dirangsang oleh
proses menelan di faring atau secara sekunder dengan stimulasi langsung pada
akan menyebar di sepanjang mukosa yang berbatasan di daerah kepala leher. Pada
keadaan ini hanya ada satu pertahanan untuk mencegah inflamasi dan kerusakan
dari komponen korosif refluks yaitu resistensi dari mukosa faring dan laring. 8,9
d.) Spingter esofageal atas
Pertahanan antirefluks yang keempat adalah Upper Esophageal sphincter
GERD dan LPR. UES didefinisikan sebagai daerah yang dapat berkonstriksi
berelaksasi pada saat makanan atau minuman akan masuk pada proses menelan.
Secara anatomi UES merupakan serabut distal dari otot cricopharyngeus dan
penting pada tekanan di UES. Fungsi utama dari UES adalah menjaga masuknya
udara masuk kedalam esofagus selama respirasi dan menjaga sekresi gaster masuk
ke faring sewaktu refluks. Adanya penyimpangan pada fungsi sfingter yang kedua
Gejala klinis dari LPR bervariasi, namun gejala yang paling sering di jumpai
adalah suara serak. Selain suara serak, gejala lainnya merupakan disfonia, throat
clearing, globus pharingeus, disfagia, post nasal drip, voice fatigue, batuk kronik,
Pada pemeriksaan laring pada LPR akan ditemukan gambaran eritema, edema
yang dicurigai mengalami LPR mengeluhkan suara serak (95%), throat clearing
LPR, yaitu reflux system index (RSI) dan reflux finding score (RFS). Penilaian
skor RSI dikembangkan oleh Belafsky et al pada tahun 2002, sistem RSI ini
sedangkan nilai 5 diartikan sebagai masalah berat. Jumlah total dari RSI adalah 45
Skor penilaian :
jumlah total skor 26. Apabila skor yang ditemukan lebih dari 7 maka sugestif
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada setiap kasus
Laringoskopi
hipertrofi dari komissura posterior, edema dan eritema pada plica vokalis dan
kerusakan pada ventrikular band. Pemeriksaan ini sangat penting untuk menilai
Reflux Finding Score. Adanya edema dan eritema pada plika vokalis, walaupun
peradangan pada laring. Temuan lain yang sering adalah granuloma, sekitar 65-
merupakan salah satu temuan fisik lain yang sering, sekitar 90% pasien yang
laringoskopi. 1
pemeriksaan laringoskopi. 12
Endoskopi
pemeriksaan ini dapat menilai derajat beratnya dari perubahan mukosa pada
esofagus. Pada LPR hanya 30% temuan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi. 1
24-hour pH Monitoring
51
berfungsi untuk menilai refluks yang terjadi pada kasus GERD maupun LPR.
yang baik dan gejala yang ditampilkan cukup berat. Pemeriksaan ini merupakan
gold standard untuk LPR karena dapat membedakan refluks asam yang terjadi
tersebut tersambung pada komputer yang akan merekam setiap perubahan dari
pH, setelah pemeriksaan selama 24 jam, hasil data tersebut akan di analisa. 13,14
Pemeriksaan Videostroboskopi
endoskop sumber cahaya xenon yang di aktivasi oleh pergerakan pita suara,
gambaran ini dapat dilihat dalam bentuk lambat. Pada hampir seluruh pasien yang
LPR yang sedang dala pengobatan, fungsinya untuk menilai apakah terapi yang
Gambar 14. Hipertrofi dan leukoplakia pada plika vokalis pada pemeriksaan
videostroboskopik12
2.2.3.6 Tatalaksana
Pilihan pengobatan untuk LPR dapat dibagi menjadi tiga modalitas utama:
modifikasi gaya hidup, farmakologi, dan bedah. Modifikasi gaya hidup yang
mirip dengan perubahan gaya hidup yang disarankan untuk orang yang
mengalami GERD. Pasien diinstruksikan untuk menghindari asupan oral 2-3 jam
sebelum berbaring terlentang dan meninggikan kepala tempat tidur. Elevasi harus
bantal. Selain itu, pasien dianjurkan untuk tidur di sisi kiri sesuai dengan arah
53
Menurunkan berat badan biasanya membantu mengurangi gejala LPR dan GERD.
cokelat, tembakau, dan makanan yang digoreng, pedas, atau mengandung jeruk
antasida atau antagonis reseptor histamin 2 (H2B) yaitu ranitidin telah terbukti
lebih poten untuk menghambat sekresi gaster dibanding simetidin untuk LPR
dengan gejala ringan. Natrium alginat membentuk barier fisik pada bagian atas
sebagai ajuvan dan telah terbukti secara signifikan mengurangi jumlah episode
refluks dan pH esofagus kurang dari 4,0. Natrium alginat dapat digunakan sebagai
terapi tambahan untuk semua gejala LPR atau sebagai terapi tunggal pada LPR
dengan gejala ringan. Proton Pump Inhibitor atau penghambat pompa proton (PPI
merupakan terapi LPR yang utama dan paling efektif dalam menangani kasus
refluks terutama pada LPR dengan gejala berat. Cara kerja PPI dengan
menurunkan kadar ion hidrogen cairan refluks tetapi tidak dapat menurunkan
jumlah dan durasi refluks. PPI dapat menurunkan refluks asam lambung sampai
lebih dari 80%. Akan tetapi efektifitas obat PPI terhadap LPR tidak seoptimal
efektifitasnya pada kasus GERD. Akan tetapi pengobatan PPI ternyata cukup
efektif dengan catatan harus menggunakan dosis yang lebih tinggi dan pengobatan
lebih lama dibandingkan GERD. Rekomendasi dosis dengan dosis PPI 2 kali
sehari rentang waktu 3 sampai 6 bulan untuk LPR dengan gejala berat. PPI baik
54
diminum 30-60 menit sebelum makan. Follow up terapi dilakukan 3 bulan setelah
pemberian PPI dosis 2 kali sehari. Dari hasil studi didapatkan bahwa
berkurangnya gejala LPR dialami pasien setelah pemberian PPI dosis 2 kali
sehari, namun inflamasi laring baru akan terjadi resolusi pada bulan ke-6
difollow up, apabila terjadi penurunan gejala, dosis PPI dapat diturunkan menjadi
1 kali sehari. Apabila hasil follow up 3 bulan tidak adanya perbaikan pada gejala
minggu terlebih dahulu), jika hasil yang didaptkan abnormal maka pasien
dikatakan resisten PPI, sedangkan bila hasilnya normal maka yang menyebabkan
pertemuan esofagus dan gaster sehingga dapat menccegah refluks seluruh isi
gaster kearah esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada pasien yang harus terus
menerus minum obat atau dengan dosis yang makin lama makin tinggi untuk
menekan asam lambung. Sekarang ini tindakan yang sering dilakukan adalah
hentikan merokok, kurangi berat badan, tidak makan 2-3 jam sebelum tidur, tidak
memakai pakaian yang ketat atau ikat pinggang yang terlalu ketat serta
lambung dan esofagus seperti kopi, minuman berkarbonasi, coklat, jus citrus,
Terapi Medikamentosa
Terdapat 4 macam obat yang digunakan dalam terapi LPR yaitu PPI atau
pengobatan utama dalam terapi medikamentosa ini. PPI yang biasanya diberikan
adalah Omeprazole dengan dosis 20mg perhari (terapi rumatan). Obat lain yang
dapat dipilih seperti Lanzoprazole dengan dosis 30mg per hari. Pengobatan PPI
Obat lain yang sering digunakan adalah ranitidin yang merupakan golongan
antagonis reseptor H2 dengan dosis 150 mg yang diberikan 2 kali sehari. Obat
proteksi yang sering diberikan adalah antasid sedangkan obat prokinetik yang
sering dipakai adalah metoclopramid dengan dosis 5-10 mg dan diminum 4 kali
dalam sehari. Obat proteksi dapat menetralisasi refluks asam serta mengurangi
Terapi Bedah
Apabila modifikasi gaya hidup serta terapi medikamentosa tidak bisa lagi
mengobati LPR maka pilihan terakhir adalah terapi bedah. Ada beberapa operasi
bedah yang dikenal seperti Nissen fundoplication (komplit) atau Toupet atau Bore
(parsial). Tujuan dari operasi ini adalah untuk memperbaiki kompetensi dari
terapi bedah standar yang aman dan efektif dalam pengobatan LPR.
57
2.2.3.7 Komplikasi
pernafasan seperti penyempitan di bawah pita suara atau subglotis stenosis, ulkus
dan suara serak. LPR juga dapat mengakibatkan disfungsi dari tuba eustachius
yang akan mengakibatkan otitis media akut dan otitis media efusi. Pada orang
2.2.3.8 Prognosis
Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan catatan
terapi harus diikuti dengan modifikasi diet yang ketat dan gaya hidup. Dari salah
posterior berat sekitar 83% setelah diberikan terapi 6 minggu dengan omeprazol.
Dan sekitar 79% kasus alami kekambuhan setelah berhenti berobat, sedangkan
BAB III
58
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. I Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun Agama : Kristen
Pekerjaan : Mahasiswa Pendidikan :S1
Alamat : Jl. Arjuna, Jakarta Barat Status menikah :Belum menikah
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 15 Agustus 2019, Kamis Jam : 11.30 WIB
Keluhan Utama :
Tenggorokan kering dan suara serak
Keluhan Tambahan :
59
lalu
Sering radang dan sakit tenggorokan
Sering demam
Hidung setiap pagi berair disertai bersin dan sering mengalami pilek
berulang
Riwayat Perjalanan Penyakit (RPS)
Pasien datang dengan keluhan suara serak sejak 2 tahun yang lalu, Pasien
merasakan suara serak dirasakan sepanjang hari namun bertambah parah apabila
waktu kecil. Pasien juga kadang-kadang merasa ada sesuatu yang mengganjal dan
daerah leher dan kepala. Pasien mengatakan keluhan suara seraknya bermula dari
nyeri tenggorokan. Kemudian pasien juga batuk berdahak setiap pagi hingga siang
dan berkurang pada malam hari, dahak berwarna bening namun susah
dikeluarkan, dan beberapa hari kemudiannya menjadi serak. Pasien juga mengeluh
kecelakaan atau cedera di daerah leher dan kepala. Namun pasien mengatakan
tidak ada keluhan kesulitan menelan makanan dan nafsu makan tetap baik.
Selain itu, Pasien mengeluh hidungnya sering mengeluarkan cairan selepas
bersin setiap pagi sejak dari kecil lagi. Bersinnya bertambah parah apabila pasien
terkena paparan debu atau di ruangan yang dingin. Pasien mengatakan bahwa dia
lebih nyaman apabila bernapas lewat mulut daripada hidung. Hidung pasien
sering mampet pada pagi hari. Cairan yang keluar dari hidung berwarna bening
dan encer. Kadang-kadang pasien juga merasa gatal pada mata dan hidung. Gejala
hidung suka keluar cairan ini timbul secara terus terusan pada pagi hari dan mulai
60
membaik pada siang hari. Pasien mengatakan bahwa pasien tetap bisa melakukan
kegiatan sehari hari tanpa ada merasa terganggu. Riwayat pilek berulang juga
dimiliki pasien. Di dalam keluarganya ada ayah dan sodara pasien yang memiliki
keluhan hidung berair serta pilek berulang seperti pasien. Sebelumnya pasien juga
menyangkal adanya mulut berbau tidak enak. Bau tidak enak dari hidung juga
Pasien juga mengeluh pada saat sendawa ataupun berbaring setelah makan
terasa seperti makanan naik ke tenggorokan atau rasa tidak enak di tenggorokan
seperti ingin batuk. Pasien juga mengeluh bahwa suaranya bertambah serak
sesudah bangun dari tidur. Terkadang saat berbaring setelah makan terasa seperti
sesak atau begah. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 bulan ini dan hilang timbul.
mengandung santan dan meminum es. Pasien menyatakan bahwa keluhan ini baru
PEMERIKSAAN FISIK
I. TELINGA
Bentuk Daun Mikrotia (-), makrotia (-), Mikrotia (-), makrotia (-),
fistula (-), bat’s ear (-), fistula (-), bat’s ear (-),
lop’s ear (-), cryptotia (-), lop’s ear (-), cryptotia (-),
Kelainan kongenital Mikrotia (-), makrotia (-), Mikrotia (-), makrotia (-),
(-), bat’s ear (-), anotia (-), (-), bat’s ear (-), anotia (-),
ear (-), cyptotia (-), satyr ear (-), cyptotia (-), satyr
Radang, Tumor Nyeri (-), massa (-), Nyeri (-), massa (-),
Telinga
Regio Mastoid Hiperemis (-), massa (-), Hiperemis (-), massa (-),
nyeri (-), edema (-), abses nyeri (-), edema (-), abses
TES PENALA
∴ Kesan : Tidak ada kelainan tuli sensonineural dan konduktif pada tes
II. HIDUNG
Bentuk Saddle nose (-), hump nose Saddle nose (-), hump nose
(-), agenesis (-), bifida (-), (-), agenesis (-), bifida (-),
Tanda Peradangan Hiperemis (-), nyeri (-), Hiperemis (-), nyeri (-),
Daerah Sinus Nyeri tekan (-), nyeri ketuk Nyeri tekan (-), nyeri ketuk
Maksilaris
Kavum Nasi Lapang, Sekret (+) warna Lapang, Sekret (+) warna
krusta (-), benda asing (-), krusta (-), benda asing (-),
Konka Nasi Inferior Hipertrofi (-), atropi (-), Hipertrofi (-), atropi (-),
Meatus Nasi Inferior Sekret (-), massa (-) Sekret (-), massa (-)
Konka Nasi Medius Edema (-), atropi (-), Edema (-), atropi (-),
livide (-), konka bulosa (-) livide (-), konka bulosa (-)
Meatus Nasi Medius Sekret (-), massa (-), Sekret (-), massa (-), sempit
RHINOPHARYNX
PHARYNX
Dinding pharynx Hiperemis (-), granula (+), edema (-), ulkus (-),
Tonsil T1-T1, hiperemis (-), edema (-), ulkus (-), detritus (-),
(-)
LARYNX
Epiglotis Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-), massa (-), omega
Ventricular band Pergerakan simetris, edema (-), hiperemis (-), massa (-)
66
Pita suara Pergerakan simetris , nodul (-), edem (-), hiperemis (-),
ulkus (-), polip (-), kista (-), massa (-), papilloma (-),
Cincin trakea Massa (-), benda asing (-), stenosis (-), edema (-)
Sinus piriformis Benda asing (-), standing secretion (-), corpus alienum
(-)
Skor RSI : 21
Sering mendehem 3
Kesukaran menelan 0
Kesukaran bernafas 1
RESUME
67
Seorang wanita berusia 21 tahun datang ke poli THT RSUD Tarakan dengan
keluhan tenggorokan terasa mengganjal dan nyeri terkadang disertai rasa kering
dan mengeluarkan secret bening, selain itu hidung berasa gatal dan berair sejak 2
dingin dan debu. Cairan yang keluar dari hidung berwarna bening dan encer.
Pasien mengeluh sering bersin pada waktu pagi. Gejala hidung suka keluar cairan
ini timbul secara terus terusan pada pagi hari dan mulai membaik pada siang hari.
Pasien juga mengeluh sering sendawa dan mempunyai rasa tidak enak di
tenggorokan seperti ingin batuk apabila berbaring. Pasien juga mengeluh bahwa
suaranya bertambah serak sesudah bangun dari tidur. Terkadang saat berbaring
dan kanan sehingga liang telinga dan membran timpani tidak dapat dinilai.. Tes
kedua kavum nasi kiri dan kanan. Pada pemeriksaan faring dinding posterior tidak
rata dan tampak granul. Dinding posterior faring tampak eritem. Pada
didapatkan bahwa skor RSI = 21. Skor RSI > 13 menunjukkan susgeti
laringopharingeal refluks.
DIAGNOSIS KERJA
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik :
dari hidung
Riwayat bersin jika terkena debu dan udara dingin dan bersin
DIAGNOSIS BANDING
Rinitis Vasomotor
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
ekspektoran.
Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.
b) Rinitis Alergi Persisten Ringan
Antihistamin
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, yang
bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan
Dekongestan
Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah
PROGNOSIS
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasar temuan dari kasus dan sesuai teori dari tinjauan pustaka, maka
keluhan yang sering kambuh apabila terpapar debu ataupun sewaktu cuaca dingin.
Pada pemeriksaan faring dinding posterior tidak rata dan tampak granul serta
tidak hiperemis.
Selain itu pasien sering bersin jika terkena debu dan udara dingin,
mengalami pilek saat pagi hari dengan secret yang bening dan cair disertai gatal.
tampak livide dan edem. Di kavum nasi terliat secret being dan encer
Selain itu, Dinding posterior faring tidak tampak hiperemis dan terdapat
index (RSI), didapatkan bahwa skor RSI = 21. Skor RSI > 13 menunjukkan
73
susgeti laringopharingeal refluks. Hal ini didukung dengan hasil anamnesis yaitu
pasien sering makan makanan pedas, makanan mengandung santan dan meminum
es. disertai riwayat maag. Ketiga hal itu merupakan faktor predisposisi dari
penyakit LPR.
BAB V
PENUTUP
akut atau karena iritasi faring akibat merokok berlebihan dan penyalahgunaan
alkohol, sering konsumsi minuman ataupun makanan yang panas, dan batuk
kronis karena alergi. Faringitis kronis akibat gangguan pencernaan pada lambung
Rinitis Alergi (RA) adalah inflamasi mukosa saluran hidung dan sinus
yang disebabkan alergi terhadap partikel, antara lain: debu, asap, serbuk/tepung
sari yang ada di udara. Gejala utama pada hidung yaitu hidung gatal, tersumbat,
bersin-bersin, keluar ingus cair seperti air bening. Seringkali gejala meliputi mata,
yaitu: berair, kemerahan dan gatal. RA merupakan penyakit umum dan sering
dijumpai
74
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies buku ajar penyakit tht. Edisi ke-6.
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. FKUI. Jakarta. Hal. 315-319.
4. Guyton, A.C & Hall, J.E. Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam
1997.h. 210-11.
75
7. Rao JJ, Kumar CV, Babu KR, Chowdary VS, Singh J, Rangamani SV.
Februari 2016.
Diakses : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4942286/. 9
Agustus 2018.
13. Martinucci I, de Bortoli N, Savarino E, Nacci A, Romeo SO, Bellini M, et
Diakses : https://www.singhealth.com.sg/PatientCare/Overseas-
Referral/bh/Conditions/Pages/Laryngopharyngeal-Reflux.aspx. 9 Agustus
2018.
15. House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system. Otolaryngol.