Anda di halaman 1dari 9

Laporan Pendahuluan COVID-19

Dibimbing Oleh:

TORI RIHIANTORO, S.Kp.,M.Kep


NIP. 197111291994021001

Disusun oleh :

PUTRI FADILAH (1814401052)

TINGKAT 2 REGULER 2

POLTEKKES TANJUNG KARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PRAKTEK KLINIK KMB 1
PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS


ENDEMIK/PANDEMIK:COVID-19

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kelebihan atau kekurangan oksigenisasi dan atau eliminasi karbondioksida pada
memberan alveolus-kapiler ( SDKI DPP PPNI, 2018)

A.2. PENYEBAB
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler

A.3. GEJALA DAN TANDA MAYOR


Subjektif Objektif
1. Dipsnea 1. PCO2meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi nafas tambahan

A.3. GEJALA DAN TANDA MINOR


Subjektif Objektif
1. Pusing 1. Sianosis
2. Penglihatan kabur 2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Nafas cuping hidung
5. Pola nafas abnormal
(cepat/lambat,reguler/ireguler,
dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal
7. Kesadaran menurun
A.4. KONDISI KLINIS TERKAIT (Uraikan patofisiologi kondisi klinis yang terkait, boleh
ditambahkan barisnya)
1. Virus COVID -19
Proses Corona virus secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama-tama virus mengikat sel melalui interaksi antara "Protein S" dan
reseptor. Setelah itu virus masuk ke dalam sel dan genom RNA virus keluar dari
selaput virus. Kemudian sebagai angenom RNA berfungsi sebagai mRNA dan
sebagian sebagai templet untuk sintesa RNA negatif. Genome yang berfungsi
sebagai mRNA ditranslasikan menjadi berbagai protein-protein. Diantara
protein-protein ini, ada yang berfungsi untuk pembentuk tubuh virus dan ada
yang berfungsi untuk proses replikasi/multiplikasi RNA.
Sementara sebagian genome RNA lainnya digunakan untuk sintesa RNA
negatif. RNA negatif ini, kemudian dijadikan templet lagi untuk sintesa RNA
positif. Demikian seterusnya proses ini berlangsung berulang kali. Dengan proses
ini akhirnya RNA positif yang menjadi genom akan bertambah banyak. RNA
positif yang sudah dimultiplikasi dibungkus oleh protein-protein pembentuk
tubuh virus, sehingga terbentuk virus baru (progeny). Virus baru ini akhirnya
keluar dari sel dan memiliki fungsi sebagai virus biasa yang bisa menginfeksi sel
berikutnya.

2. Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK)


Patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic
obstructive pulmonary disease utamanya adalah perubahan pada saluran nafas,
tapi dapat juga ditemukan perubahan pada jaringan parenkim paru dan
pembuluh darah paru. Sebagian besar kasus PPOK disebabkan karena paparan
zat berbahaya, paling sering disebabkan oleh asap rokok. Mekanisme
patofisiologi masih belum jelas, namun diperkirakan disebabkan oleh banyak
faktor.

a. Kerusakan Jalan Nafas


Perubahan struktural jalan nafas yang terjadi adalah atrofi, metaplasia
sel skuamosa, abnormalitas siliar, hyperplasia sel otot polos, hiperplasia
kelenjar mukosa, inflamasi dan penebalan dinding bronkial. Inflamasi kronik
pada bronkitis kronik dan emfisema ditandai dengan peningkatan jumlah Sel
Limfosit T CD8, neutrofil, dan monosit/makrofag. Sebagai perbandingan,
inflamasi pada Asma ditandai dengan adanya peningkatan Sel limfosit T CD4,
eosinophil dan interleukin (IL)-4 dan IL-5. Namun hal ini tidak bisa digunakan
untuk diagnosis, karena ada kondisi Asma yang berkembang menjadi PPOK

b. Kerusakan Parenkim Paru


Emfisema menyebabkan kerusakan pada struktur distal dari
bronkiolus terminal. Struktur ini terdiri dari bronkiolus, duktus alveoulus, dan
saccus alveoli yang secara keseluruhan disebut asinus. Kerusakan alveoli akan
menyebabkan gangguan aliran udara melalui dua mekanisme, yaitu dengan
berkurangnya elastisitas dinding jalan nafas dan penyempitan jalan nafas.
Terdapat 3 pola morfologik Emfisema, yaitu :

 Centracinar
Ditandai dengan kerusakan pada bronkiolus dan bagian sentral dari
asinus. Tipe emfisema ini biasanya ditemukan pada perokok dan lobus
paru atas merupakan bagian yang rusak paling parah.
 Panacinar
Ditandai dengan kerusakan menyeluruh pada semua bagian asinus.
Tipe ini biasanya menyebabkan kerusakan parah pada lobus paru bawah
dan biasanya ditemukan pada pasien dengan defisiensi alfa 1 antitrypsin.
 Distal Acinar
Kerusakan terjadi pada struktur distal jalan nafas, duktus dan saccus
alveolar. Tipe emfisema ini terlokalisasi pada septa fibrous atau pleura
dan akan menyebabkan pembentukan bullae. Bullae apikal yang ruptur
dapat menyebabkan timbulnya pneumothoraks spontan.

c. Kerusakan pembuluh darah paru


Perubahan pada pembuluh darah paru berupa hyperplasia tunika
intima dan otot polos akibat vasokonstriksi kronik dari arteri kecil paru yang
dipicu oleh hipoksia.

3. Gagal jantung kongestif


Patofisiologi gagal jantung amat kompleks dan melibatkan jejas kardiak
dan ekstrakardiak yang memicu respons neurohormonal seluler dan molekuler
serta remodelisasi jantung. Aktivasi neurohormonal yang pada mulanya bersifat
adaptif kemudian berlanjut secara kronik disertai remodelisasi yang buruk
semakin memperberat jejas jantung dan di luar jantung (misalnya vaskuler,
pulmoner, dan renal).
4. Asma
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik
meningkatnya responsivitas bronkial serta obstruksi jalan napas secara episodik.
Karakteristik patologis mayor pada asthma antara lain:
1. peluruhan epitelial
2. peningkatan massa otot polos pada jalan napas yang diakibatkan oleh
hipertrofi, hiperplasia, atau migrasi.
3. hiperplasia kelenjar mukosa
4. fibrosis sub epitelial
5. inflitrasi sel inflamasi pada dinding bronkial
Abnormalitas imunologis utama pada asthma adalah respon imun tipe 2
yaitu sekresi sitokin tipe 2. Kelebihan sekresi sitokin tipe 2 pada saluran napas
bagian bawah akan merangsang hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE.
Bagaimana mekanisme atopi maupun infeksi virus pada saluran napas
menginisiasi respon imun tipe 2 belum sepenuhnya dipahami. Stimulus ekternal
seperti oksidan (asap rokok, polutan), aeroalergen, dan infeksi terutama virus
dapat mengaktifkan sel epitel. Aktivasi sel epitel memicu pelepasan sitokin,
kemokin, mediator lipid, nitrit oksida, dan oksigen reaktif. Sitokin utama yang
dilepaskan adalah IL-25, IL-33, dan thymic stromal lymphopoietin (TSLP) yang
menginisiasi respon imun tipe 2.
A.5. PENATALAKSANAAN MEDIS(penatalaksanaan kondisi klinis terkait)
1. COVID-19
Infeksi virus Corona atau COVID-19 belum bisa di obati, tetapi ada beberapa
langkah yang dapat di lakukan dokter untuk meredahkan gejala nya dan
mencegah penyebaran virus, yaitu :
 Merujuk penderita COVID-19 yang berat untuk menjalani perawatan dan
karantina di rumah sakit rujukan
 Memberikan obat pereda demam dan nyeri yang aman dan sesuai kondisi
penderita
 Mengajurkan penderita COVID-19 untuk melakukan isolasi mandiri dan
istirahat yang cukup
 Menganjurkan penderita COVID-19 untuk banyak minum air putih untuk
menjaga kadar cairan tubuh.

2. Penyakit paru obstruktif ( PPOK )


Tujuan utama dari penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) antara lain untuk
mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan
mencegah penurunan faal paru, serta meningkatkan kualitas hidup penderita.
Secara umum penatalaksaan PPOK meliputi terapi non farmakologis, terapi
farmakologis, terapi oksigen.

3. Gagal jantung kongestif


1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunnya
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
 Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis miksedem,
dan artimia.
 Digitalisasi
 Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4-6 dosis selama
24 jam dan di lanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
 Digoksin IV 0,75 – 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
 Cedilanid IV 1,2 – 1,6 mg dalam 24 jam.
 Dosis penujang untuk gagal jantung digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien
usia lanjut gagal jantung di sesuaikan.
 Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang
berat;
1. Digoksin : 1-1,5 mg IV perlahan-lahan
2. Cedilamid : 0,4 – 0,8 IV perlahan-lahan

4. Asma
Ada 5 kategori pengobatan yaitu :
1. Abenis ( Beta)
Medikasi awal untuk mendilatasi otot otot polos bronchial,
meningkatkan gerakan siliarism,menurunkan mediator kimiawi anafilaktik
dan menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid.
Contoh : epinenim, abuterol,meraproterenol
2. Methil santik
Mempunyai efek bronkodilator, merileksasikan otot-otot polos
bronkus, meningkatkan gerakan mukus, dan meningkatkan kontraksi
diafragma.
Contoh : aminofilin dan theofilin

3. Anti cholinergik
Diberikan melalui inhalasi bermanfaat terhadap asmatik yang bukan
kandidat untuk antibodi dan methil santin karena penyakit jantung.
Contoh : Atrofin

4. Kortikosteroid
Diberikan secara IV, oral dan inhalasi. Mekanisme kerjanya untuk
mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.
Contoh : hidrokortison, prednison dan deksametason.
5. Inhibator Sel Mast
Contoh : Natrium bromosin adalah bagian intergral dan pengobatan
asma yang berfungsi mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilatik

B. RENCANA KEPERAWATAN (lihat SLKI dan SIKI)


1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas
2. Tujuan : Setelah di lakukan keperawatan selama .. x 24 jam
diharapkan gangguan pertukaran gas klien teratasi dengan kriteria hasil :
a. Melaporkan penurunan dispnea
b. Fungsi paru dalam batas normal
3. Intervensi
1. Intervensi : monitor frekuensi, irama kedalaman dan upaya nafas
Rasional :berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan atau
kronisnya penyakit

2. Intervensi : monitor pola nafas


Rasional : memantau pola pernafasan harus dilakukan terutama pada
klien dengan gangguan pernafasan.

3. Intervensi : monitor kemampuan batuk efektif


Rasional : batuk efektif mampu membantu mengelurkan sekret

4. Intervensi : Auskultasi bunyi nafas


Rasional : bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara

5. Intervensi : Monitor nilai AGD


Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
2. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
3. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
4. https://www.halodoc.com/kesehatan/coronavirus
5. https://www.asuhanperawat.com/2020/03/askep-covid-19.html
6. https://www.asuhanperawat.com/2020/03/askep-covid-19.html

Anda mungkin juga menyukai