Anda di halaman 1dari 62

MAKALAH

“BAYI BERAT LAHIR RENDAH

HIPERBILIRUBINEMIA”

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi

DOSEN EVRINA SOLVIA, M.Keb

Disusun oleh : Kelompok IV


Maryani
Halijah
Diniyati
Nurbaity
Happy Ardani Rahma
Rosnani
Era Suryani

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


JAMBI PRODI PROFESI KEBIDANAN
2020/2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan masalah
kesehatan yang sering dialami pada sebagian masyarakat yang ditandai
dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Kejadian BBLR pada dasarnya
berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan ibu
dan hal ini berhubungan dengan banyak faktor dan lebih utama pada masalah
perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi
makananpun kurang. Namun kejadian BBLR juga dapat terjadi tidak hanya
karena aspek perekonomian, dimana kejadian BBLR dapat saja terjadi pada
mereka dengan status perekonomian yang cukup. Hal ini dapat berkaitan
dengan jarak kelahiran, kadar hemoglobin dan pemanfaatan pelayanan ante
natal. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas
dan diabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka
panjang terhadap kehidupannya di masa depan. BBLR adalah bayi baru lahir
dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
BBLR yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
timbulnya masalah pada semua sistem organ tubuh meliputi gangguan pada
pernafasan (aspirasimekonium,asfiksianeonatorum), gangguan pada sistem
pencernaan (lambungkecil), gangguan sistem perkemihan
(ginjalbelumsempurna), gangguan sistem persyarafan(respon rangsangan
lambat). Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental
dan fisik serta tumbuh kembang. BBLR berkaitan dengan tingginya angka
kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi
mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak,
serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan. Bayi yang lahir dengan berat

2
lahir rendah (BBLR) memerlukan perawatan yang tepat agar tidak terjadi hal-
hal yang membahayakan bayi seperti yang telah disebutkan diatas.

Kadar bilirubin serum orang normal umumnya kurang lebih 0,8 mg %


(17mmol/l), akan tetapi kira-kira 5% orang normal memiliki kadar yang lebih
tinggi (1 – 3 mg/ dl). Bila penyebabnya bukan karena hemolisis atau penyakit
hati kronik maka kondisi ini biasanya disebabkan oleh kelainan familial
metabolism bilirubin,yang paling sering adalah sindrom gilbert. Sindrom
lainnya juga sering ditemukan, prognasisnya baik. Diagnosis yang akurat
terutama pada penyakit hati kroniksangat penting untuk penatalaksanaan
pasien. Adanya riwayat keluarga, lamanya penyakit serta tidak ditemukan
adanya pertanda penyakit hati dan splenomegali, serum transaminase normal
dan bila perlu dilakukan biopsi hati. (Aru W. sudoyo)

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling


sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir
menderita ikterus pada minggu pertama. Hiperbilirubinemia adalah
peningkatan kadar plasma bilirubin, standar deviasi atau lebih dari kadar
yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen. Dalam
perhitungan bilirubin terdiri dari bilirubin direk dan bilirubin indirek.
Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang
berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi
bilirubin. Setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian, terutama
ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar
bilirubin indirek meningkat 5 mg/dL dalam 24 jam dan bilirubin direk > 1
mg/dL merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adannya ikterus
patologis.

Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul, lama, atau


kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna dari ikterus
fisiologis. Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus yang

3
didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning. Ikterus terjadi
apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian BBLR?
2. Apa saja etiologi BBLR?
3. Bagaimana insiden BBLR?
4. Apakah patofisiologi BBLR?
5. Apa saja tanda dan gejala BBLR?
6. Apa saja komplikasi BBLR?
7. Bagaimana penanganan BBLR?
8. Bagaimana peran bidan bila menemui kasus BBLR?
9. Apa yang dimaksud dengan pengertian hiperbilirubinemia?
10. Bagaimana metabolism bilirubin?
11. Bagaimana patofisiologi hiperbilirubinemia?
12. Bagaimana etiologi hiperbilirubinemia?
13. Bagaimana epidemiologi hiperbilirubinemia?
14. Bagaimana manifestasi klinis hiperbilirubinemia?
15. Bagaimana pathway dari hiperbilirubinemia?
16. Bagaimana pemeriksaan fisik dari hiperbilirubinemia?
17. Bagaimana pemeriksaan laboratorium hiperbilirubinemia?
18. Bagaimana diagnose keperawatan hiperbilirubinemia?
19. Bagaimana intervensi keperawatan hiperbilirubinemia?
20. Bagaimana penatalaksanaan hiperbilirubinemia?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Pembagian menurut berat badan ini
sangat mudah tetapi tidak memuaskan. Lama kelamaan ternyata bahwa
morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat
badannya, tetapi juga pada maturitas bayi. Bayi berat lahir rendah (BBLR)
berdasarkan batasan berat badan dapat dibagi 3, yaitu :
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir antara
1500 gram sampai dengan 2500 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir
antara 1000 gram sampai kurang dari 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi dengan
berat lahir kurang dari 1000 gram.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) berdasarkan maturitas yaitu:
1. Prematuritas Murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai
dengan berat badan untuk masa gestasinya itu atau biasa disebut neonatus
kurang bulan-sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK)
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa gestasi. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine
dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (KMK)
Untuk merawat bayi baru lahir digunakanlah Kurva lubchenco. Kurva
Lubchenco adalah kurva pertumbuhan yang disajikan dalam bentuk tabel.
Definisi tentang bayi premature adalah setiap bayi baru lahir dengan
berat lahir < 2500 g. Definisi ini direkomendasikan oleh American

5
Academy of Pediatrics dan World Health Assembly. Dokter ahli
pediatrics dihadapkan pada masalah hubungan antara usia kehamilan dan
pertumbuhan janin. Dengan Kurva Lubchenco diharapkan dapat
menunjukkan hubungan pertumbuhan janin dan usia kehamilan. Dari
kurva Lubchenco dimungkinkan definisi yang lebih tepat lahir prematur
dan adopsi luas dari istilah kecil untuk usia kehamilan, besar untuk usia
kehamilan, kelambatan pertumbuhan intrauterin dan janin dysmaturity.
Hal ini juga membentuk dasar untuk memeriksa bayi dengan berat badan
lahir lebih besar dari nilai persentil lebih 90% atau berat badan lahir
kurang dari persentil 10%, sehingga dapat diprediksi masalah medis.
Setiap bayi baru lahir (prematur, matur, postmatur) mungkin saja
mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasinya. Istilah lain
yang dipergunakan untuk menunjukkan KMK adalah IUGR (intrauterine
growth retardation = retardasi pertumbuhan intrauterin).
Untuk menentukan apakah bayi itu lahir prematur SMK (Sesuai Masa
Kehamilan), matur normal, KMK atau BMK (Besar untuk Masa
Kehamilan) dapat dengan membandingkan berat badan bayi dalam gram
dengan usia kehamilan dalam minggu yang kemudian diplot di kurva
pertumbuhan dan perkembangan intrauterin dari Battaglia dan
Lubchenco (1967). Dari kurva ini didapat :
1. Pertumbuhan janin normal / berat bayi matur normal dan bayi
prematur (SMK) terletak di antara persentil ke-10 dan persentil ke-
90
2. Bayi KMK beratnya di bawah persentil ke-10
3. Bayi BMK beratnya di atas persentil ke-90

6
B. Etiologi BBLR
1. Faktor Ibu
a. Toksemia gravidarum (pre-eklampsia dan eklampsia)
Pre-eklampsia/Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan
pertumbuhan janin dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati.
Hal ini disebabkan karena Pre-eklampsia / Eklampsia pada ibu akan
menyebabkan perkapuran di daerah placenta, sedangkan bayi
memperoleh makanan dan oksigen dari placenta, dengan adanya
perkapuran di daerah placenta, suplai makanan dan oksigen yang
masuk ke janin berkurang.
b. Riwayat kelahiran premature sebelumnya, perdarahan antepartum dan
malnutrisi, anemia sel sabit.
c. Kelainan bentuk uterus (misal : uterus bikurnis, inkompeten serviks).
d. Tumor (misal : mioma uteri, eistoma).
e. Ibu yang menderita penyakit antara lain :
1) Akut dengan gejala panas tinggi (misal : tifus abdominalis dan
malaria).
2) Kronis (misal: TBC, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal
(glomerulonefritis akut).
f. Trauma pada masa kehamilan antara lain jatuh

7
g. Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan alkohol)
h. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun.
i. Paritas ibu
Jumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan
janin sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan
perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah
lemah.
2. Faktor Janin
a. Kehamilan ganda.
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat
berbeda antara 50 sampai 1.000 gram, karena pembagian darah pada
placenta untuk kedua janin tidak sama. Regangan pada uterus yang
berlebihan kehamilan ganda salah satu faktor yang menyebabkan
kelahiran BBLR. Pada kehamilan ganda distensi uterus berlebihan,
sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematus.
Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda
bertambah yang dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi
lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil. Kematian perinatal anak
kembar lebih tinggi daripada anak dengan kehamilan tunggal dan
prematuritas merupakan penyebab utama.
b. Hidramnion.
Hidramnion yang kadang-kadang disebut polihidramnion merupakan
keadaan cairan amnion yang berlebihan. Hidromnion dapat
menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga
dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan
kejadian BBLR
c. Ketuban pecah dini.
Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum
proses persalinan berlangsung. Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan
oleh karena berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan oleh

8
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Pada
persalinan normal selaput ketuban biasanya pecah atau di pecahkan
setelah pembukaan lengkap, apabila ketuban pecah dini, merupakan
masalah yang penting dalam obstetri yang berkaitan dengan penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya infeksi ibu .
d. Cacat bawaan, kelainan kromosom.
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan
sebagai Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi Berat Lahir Rendah dengan kelainan kongenital
yang mempunyai berat kira-kira 20% meninggal dalam minggu
pertama kehidupannya .
e. Infeksi (misal : rubella, sifilis, toksoplasmosis).
f. Insufensi plasenta.
Plasenta secara anatomi dan fisiologi tidak mampu memberi nutrisi
dan oksigen kepada janin
g. Inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor rhesus, golongan darah
A, B, dan O)
3. Faktor Plasenta
a. Plasenta privea.
b. Solusi plasenta.
4. Faktor lingkungan
Radiasi atau zat-zat beracun.
5. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian
tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini
disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal
yang kurang.

9
Demikian pula kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari
perkawinan yang tidak sah ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi yang lahir dari perkawinan yang sah.
6. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan dan merokok
7. Tingkat Pendidikan

C. Insiden BBLR
Kejadian BBLR di Indonesia selama 5 tahun terakhir adalah sebesar
5,7%. Beberapa provinsi yang kejadian BBLR nya relatif jauh dengan
rata-rata nasional, di antaranya Kepulauan Riau (8,3%), Bali (8,9%), NTT
(10%), Kalimantan Tengah (10,8%), Kalimantan Selatan (9,1%) Sulawesi
Utara (9,3%), Sulawesi Selatan (9,6%) dan Maluku Utara (11,3%) dan
Papua Barat (8,9%). Kiranya perlu dicermati dan dianalisis lebih lanjut
mengapa di provinsi tersebut kejadian BBLR cukup tinggi. Tren kejadian
BBLR di Indonesia selama 5 tahun terakhir masih belum menunjukkan
perubahan yang berarti. Kondisi ini menunjukkan bahwa program yang
ada belum cukup efektif untuk menurunkan kejadian BBLR. Kasus anak
yang meninggal dengan usia di bawah satu bulan ternyata yang
mempunyai riwayat BBLR sebesar 43,3%. sedangkan yang meninggal
usia 1 sampai 23 bulan yang mempunyai riwayat BBLR sebesar 21,7%.
Hasil ini menguatkan penelitian bahwa kejadian BBLR berpengaruh pada
kematian bayi terutama di masa 1 bulan ke bawah. Kasus anak meninggal
dari data yang ada semua berjenis kelamin perempuan, apakah ini sebagai
faktor kebetulan atau tidak perlu penelitian lebih lanjut, Dari semua kasus
anak meninggal dalam 5 tahun terakhir ternyata yang memiliki riwayat
BBLR sebesar 33,3%.Faktor yang berhubungan bermakna dengan
kejadian BBLR dalam penelitian ini adalah meminum zat besi, kejadian
komplikasi selama kehamilan dan wilayah. Besar risiko faktor yang
bermakna pada kejadian BBLR ibu yang meminum zat besi kurang dari
90 tablet mempunyai risiko terjadi BBLR 1,7 kali dibandingkan ibu yang
meminum zat besi 90 tablet ke atas. Lokasi tempat tinggal di perdesaan

10
mempunyai risiko 0,68 kali untuk terjadi BBLR dibandingkan ibu yang
tinggal diperkotaan, sedangkan ibu yang
mengalami komplikasi ketika hamil mempunyai risiko 2,3 kali untuk
terjadi BBLR dibandingkan ibu yang tidak mengalami komplikasi ketika
hamil.

D. Patofisiologi BBLR

1. Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.
Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat
badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak
mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan
pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh
penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi
berkurang.
2. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat
normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal,
tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil
maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat
daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan
kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR,
vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu
menderita anemia.

3. Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di


bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan
yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya
mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin
yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya

11
mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun
sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel
tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin
didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang
dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan
kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang
menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun
mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
prematur juga lebih besar.

4. Tanda dan Gejala BBLR


Tanda dan gejala bayi Prematur
1. Kulit tipis dan mengkilap
2. Tulang rawan elinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan
sempurna
3. Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama
pada punggung
4. Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik
5. Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora
sedangkan pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis
kadang belum turun
6. Rajah telapak kaki kurang dari 1/3 bagian belum terbentuk
7. Kadang disertai dengan pernapasan tidak teratur
8. Aktifitas dan tangisnya lemah
9. Refleks menghisap dan menelan tidak efektif/lemah

Tanda dan gejala bayi dismaturitas


1. Gerakan cukup aktif, tangis cukup kuat
2. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis

12
3. Bila kurang bulan jaringan payudara kecil, puting kecil. Bila cukup
bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan
4. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia minora
sedangkan bayi laki-laki testis mungkin telah turun
5. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian
6. Menghisap cukup kuat

E. Komplikasi BBLR
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah yaitu:
1. Hipotermi
Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 360C.Suhu normal
bayi, baru lahir berkisar 36,50C – 37,50C (suhu Axilla).
Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir :
a. Radiasi: dari objek ke panas bayi
Contoh : timbangan bayi dingin tanpa alas
b. Evaporasi : karena penguapan cairan yang melekat pada kulit.
Contoh : air ketuban pada tubuh bayi, baru lahir, tidak cepat
dikeringkan.
c. Konduksi : panas tubuh diambil oleh suatu permukaan yang melekat
ditubuh.
Contoh : pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti.
d. Konveksi : penguapan dari tubuh ke udara.
Contoh : angin dari tubuh bayi baru lahir

2. Hipoglikemia
Kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah rata-rata bayi seusia dan
berat badan yang sama. Sebagai batasannya pada bayi aterm (cukup
bulan) dengan berat badan 2500 gram atau lebih, kadar glukosa plasma
darah lebih rendah dari 30 mg/dl dalam 72 jam pertama dan 40 mg/dl
pada hari berikutnya, sedangkan pada berat badan lahir rendah dibawah
25 mg/dl.

13
Glukosa merupakan sumber energi utama selama kehidupan janin,
walaupun asam amino dan laktat ikut berperan pada kehamilan lanjut.
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah
ibu, kadar gula darah janin sekitar dua pertiga dari kadar gula darah ibu.
Karena terputusnya hubungan plasenta dan janin, maka terhenti pula
pemberian glukosa. Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah
sekitar 50-60 mg/dl selama 72 jam pertama, sedangkan bayi berat lahir
rendah (BBLR) dalam kadar 40 mg/dl.
Dikatakan juga hipoglikemi apabila kadar gula darah kurang dari 30
mg/dl pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya
gejala hipoglikemi. Biasanya terdapat pada bayi makrosomia. Umumnya
hipoglikemi terjadi pada neonatus berumur 1-2 jam. Hal ini disebabkan
oleh karena bayi tidak lagi mendapatkan glukosa dari ibu, sedangkan
insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah yang menurun.
Hipoglikemi jarang terjadi pada ibu yang dipantau glukosa darahnya
dengan baik.
3. Gangguan cairan dan elektrolit
Gangguan cairan dan elektrolit pada BBLR mengakibatkan dehidrasi.
4. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kern ikterus jika tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis
5. Sindroma gawat napas
Sindroma gawat napas juga disebut penyakit membran hialin yaitu terjadi
akibat pematangan paru yang kurang sempurna akibat kekurangan
surfaktan terjadi pada bayi kurang bulan.
6. Paten duktus arteriosus
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus
(arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu

14
pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang
bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah.
7. Infeksi
Karena antibodi pada BBLR belum berkembang memungkinkan bakteri,
virus atau jamur mudah menginfeksi bayi tersebut
8. Perdarahan Intraventrikuler
Yaitu terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya
ruptur ataulaserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH
merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada
sistem ventrikel
9. Apnea of prematurity
Penghentian bernapas dengan seorang prematur bayi yang berlangsung
selama lebih dari 15 detik dan / atau ini disertai dengan hipoksia atau
bradycardia.
10. Anemia
Anemia sering terjadi pada bayi prematur, ditandai oleh penurunan nilai
hematokrit, retikulosit dan kadar eritropoetin endogen rendah.
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi dengan berat
lahir rendah (BBLR) antara lain :
1. Gangguan perkembangan
Kadang bayi prematur rentan mengalami kelainan pada otak ayng
mengakibatkan kesulitan belajar, gangguan pendengaran, dan
penglihatan
2. Gangguan pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan dapat ditangani dengan anak dapat
distimulasi, antara lain dengan mengajak bicara serta melatih berdiri,
juga memberikan perhatian yang lebih besar. Lakukan latihan ini
secara intensif. Selain itu, dapat diberikan makanan yang banyak
mengandung zat besi, seperti bayam, kangkung, juga multivitamin
dan mineral, terutama yang mengandung zat besi, mengingat

15
cadangan zat besi untuk anak yang lahir dengan berat 1 kg hanya
sedikit. Zat besi penting bagi perkembangan anak.
3. Gangguan penglihatan(Retinopati)
Penyebab kebutaan bayi lahir prematur adalah retinopathy of
prematurity ( RoP ), yaitu kelainan pada mata yang disebabkan oleh
adanya gangguan perkembangan selaput saraf yang melapisi dinding
dalam bola mata atau retina.
Perkembangan aktif bola mata itu sendiri dimulai sejak janin
memasuki usia 4 minggu hingga minggu ke 40. Pada saat akhir masa
kehamilan ( fullterm) perkembangan mata bayi ukurannya mencapai
setengah mata orang dewasa dan terus berkembang sampai 2 tahun.
Tidak semua bayi prematur lahir lahir dengan RoP. Kalaupun ada
gejalanya kebanyakan RoP tersebut membaik tanpa pengobatan pada
stadium yang awal. Akan tetapi, pada bayi prematur dengan RoP yang
berkembang ke stadium yang lanjut diperlukan penanganan
secepatnya.
Kelainan itu umumnya terjadi pada kedua mata, tetapi perkembangan
stadiumnya tidak sama. Bisa jadi salah satu matanya jadi lebih buruk.
Faktor resiko RoP terjadi bila berat lahir bayi kurang dari 1.500 gram
dengan umur kelahiran kurang dari 32 minggu ( 8 bulan ) atau dikenal
dengan nama bayi lahir prematur.
Bayi prematur dengan pertumbuhan bola mata yang tidak sempurna
dapat mengakibatkan RoP sampai stadium 5 dapat dipastikan bayi
menjadi buta, karena itu pada bayi kelahiran prematur, penanganan
medis harus dilakukan secara tepat.
4. Gangguan pendengaran
Karena saat pembentukan organ dalam kandungan belum sempurna.
5. Penyakit paru kronis
Karena saat pembentukan organ dalam kandungan belum sempurna.
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit

16
Karena pembentukan organ yang belum sempurna bayi prematur
rentan terkena penyakit.
7. Kenaikan frekuensi kelamin bawaan
Kelainan kelamin misalnya pada bayi laki-laki testis belum turun pada
skrotum sedang pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi
labia minora atau bahkan pada bayi belum terbentuk organ genital.

F. Penanganan BBLR
1. BBLR yang menangis termasuk ke dalam kriteria Bayi Lahir tanpa
asfiksia. Bayi tersebut dalam keadaan bernapas baik dan warna air ketuban
jernih. Untuk BBLR yang lahir menangis atau bernapas spontan ini
dilakukan Asuhan BBLR tanpa asfiksia sebagai berikut:
a. Bersihkan lendir secukupnya kalau perlu
b. Keringkan dengan kain yang kering dan hangat
c. Segera berikan pada ibu untuk kontak kulit ibu dengan kulit bayi
d. Segera memberi ASI dini dengan membelai
e. Memandikan bayi dilakukan setelah 24 jam, atau lebih dari 24 jam jika
bayi hipotermi < 36,5 C, suhu lingkungan dingin, ada penyulit yang
lain.
f. Profilaksis suntikan Vitamin K1 1 mg dosis tunggal, IM pada paha kiri
anterolateral
g. Salep mata antibiotik
h. Perawatan tali pusat: kering, bersih, tidak dibubuhi apapun dan terbuka
i. Bila berat lahir ≥ 2000 gram dan tanpa masalah atau penyulit, dapat
diberikan Vaksinasi Hepatitis B pertama pada paha kanan

2. BBLR yang tidak bernapas spontan dimasukkan ke dalam kategori Lahir


dengan asfiksia dan harus segera dilakukan Langkah Awal Resusitasi
dantahapan resusitasi berikutnya bila diperlukan.

17
Resusitasi:

a. Diputuskan berdasarkan penilaian keadaan Bayi Baru Lahir, yaitubila:


1) Air Ketuban bercampur mekonium ( letak kepala/gawat janin)
2) Bayi tidak menangis, atau tidak bernapas spontan, ataubernapas
megap-megap
Catatan: Untuk memulai tindakan resusitasi BBLR asfiksia tidak perlu
menunggu hasil penilaian skor APGAR

b. Menggunakan acuan berikut:


1) Buku Modul atau Kaset Video Manajemen Asfiksia Bayi BaruLahir
untuk bidan
2) Asuhan Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia pada Buku APN
c. Langkah awal resusitasi
1) Jaga bayi dalam keadaan hangat
2) Atur posisi kepala bayi sedikit tengadah (posisi menghidu)
3) Isap lendir di mulut, kemudian hidung
4) Keringkan sambil dilakukan rangsang taktil
5) Reposisi kepala
6) Nilai keadaan bayi dengan melihat parameter : usaha napas Bila
setelah dilakuan penilaian, bayi tidak menangis atau tidak bernapas
spontan dan teratur
a) Lakukan Ventilasi sesuai dengan tatalaksana manajemen Asfiksia
Bayi Baru Lahir
b) Bila setelah ventilasi selama 2 menit, tidak berhasil, siapkan
rujukan
c) Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernapas hentikan
ventilasi setelah 10 menit denyut jantung tidak ada/tidak terdengar,
kemudian siapkan konseling dukungan emosional dan pencatatan
bayi meninggal

18
G. Peran Bidan
1. Asuhan pada BBLR sehat
a. Perawatan metode kanguru bagi bblr
b. Pemberian ASI pada bayi berat lahir rendah (bblr)
c. Pencegahan infeksi
d. Perawatan bblr pada minggu-minggu pertama
e. Pemberian imunisasi pada bblr
f. Mendeteksi tanda bahaya pada bayi baru lahir untuk persiapan
prarujukan

2. Asuhan pada BBLR sakit


a. Asuhan hipotermi
b. Asuhan infeksi
c. Asuhan ikterus neonatorum
d. Asuhan bblr dengan gangguan minum dan masalah pemberian ASI
e. Asuhan kejang
f. Asuhan spasme
g. Asuhan gangguan saluran cerna
h. Asuhan diare
i. Asuhan kelainan bawaan
3. Asuhan pra rujukan BBLR
4. Asuhan pasca perawatan BBLR
5. Pemantauan Tumbuh Kembang BBLR

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)


Respiratory distress pada neonatus, adalah salah satu problem terbesar yang
kita temui sehari-hari. Respiratory distress tampak sebagai takipneu atau nafas cepat

19
pada bayi baru lahir. Gajala ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa
hari. Diagnosis dan tatalaksana yang tepat sangat penting untuk diterapkan.
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan suatu alat untuk
mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama pernafasan
spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk tatalaksana
respiratory distress pada neenatus. Penggunaan CPAP yang benar terbukti dapat
menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi ketergantungan terhadap oksigen,
membantu memperbaiki dan mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah
obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps paru, mengurangi apneu,
bradikardia, dan episode sianotik, serta mengurangi kebutuhan untuk dirawat di
Ruangan intensif. Beberapa efek fisiologis dari CPAP antara lain :
1. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP). Mencegah kolapsnya alveoli paru
dan atelektasis
2. Mendapatkan volume yang lebih baik dengan meningkatkan kapasitas residu
fungsional
3. Memberikan kesesuaian perfusi, ventilasi yang lebih baik dengan menurunkan
pirau intra pulmonar
4. Mempertahankan surfaktan
5. Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan diameternya
6. Mempertahankan diafragma.

INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


Ada beberapa kriteria terjadinya respiratory distress pada neonatus
yang merupakan indikasi penggunaan CPAP. Kriteria tersebut meliputi :
1. Frekuansi nafas > 60 kali permenit
2. Merintih ( Grunting) dalam derajat sedang sampai parah
3. Retraksi nafas
4. Saturasi oksigen < 93% (preduktal)
5. Kebutuhan oksigen > 60%
6. Sering mengalami apneu
Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu
kriteria tersebut diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan CPAP. Pada

20
penggunaan CPAP, pernapasan spontan dengan tekanan positif dipertahankan selama
siklus respirasi, hal ini yang disebut disebut dengan continuous positive airway pressure.
Pada mode ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk
menerima gas yang diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang
membuka bila tekanan udara di atas tekanan atmosfer. Keistimewaan CPAP adalah
dapat digunakan pada pasien-pasien yang tidak terintubasi. Beberapa gangguan nafas
atau respiratory distress yang dapat diatasi dengan mempergunakan CPAP antara lain :
1. Bayi kurang bulan dengan Respiratory Distress Syndrom
2. Bayi dengan Transient Takipneu of the Newborn (TTN)
3. Bayi dengan sindroma aspirasi mekoneum
4. Bayi yang sering mengalami apneu dan bradikardia karena kelahiran kurang
bulan
5. Bayi yang sedang dalam proses dilepaskan dari ventilator mekanis
6. Bayi dengan penyakit jalan nafas seperti trakeo malasia, dan bronkitis
7. Bayi pasca operasi abdomen
Adapun beberapa kondisi respiratory distress pada neonatus, tetapi merupakan
kontraindikasi pemasangan CPAP antara lain :
1. Bayi dengan gagal nafas, dan memenuhi kriteria untuk mendapatkan support
ventilator
2. Respirasi yang irreguler
3. Adanya anomali kongenital
4. Hernia diafragmatika
5. Atresia choana
6. Fistula tracheo-oeshophageal
7. Gastroschisis
8. Pneumothorax tanpa chest drain
9. Trauma pada nasal, yang kemungkinan dapat memburuk dengan pemasangan
nasal prong
10. Instabilitas cardiovaskuler, yang akan lebih baik apabila memdapatkan
support ventilator

21
11. Bayi yang lahir besar, yang biasanya tidak dapat mentoleransi penggunaan
CPAP, sehingga menimbulkan kelelahan bernafas, dan meningkatkan
kebutuhan oksigen

KOMPLIKASI PEMASANGAN CPAP


Pemasangan nasal CPAP pada beberapa kasus dapat mengakibatkan komplikasi.
Komplikasi pemasangan CPAP antara lain :
1. Cedera pada hidung, misalnya erosi pada septal nasi, dan nasal snubbing.
Penggunaan nasal prong atau masker CPAP dapat mengakibatkan erosi
pasa septal nasi, sedangkan penggunaan CPAP dalam jangka waktu yang
lama dapat mengakibatkan snubbing hidung
2. Pneumothorak. Kejadian Pneumothorak dapat terjadi karena proses penyakit
dari Respiratory Distress Syndrom ( karena alveolar yang over distensi) , dan
angka kejadian tersebut meningkat dengan penggunaan CPAP.
3. Impedasi aliran darah paru. Terjadi karena peningkatan resistensi
vaskularisasi paru, dan penurunan cardiac output, yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan inthorakal karena penggunaan CPAP yang tidak
sesuai.
4. Distensi abdomen. Pada kebanyakan neonatus tekanan spingkter
oeshiphagus bagian bawah cukup baik untuk dapat menahan distensi
abdomen karena tekanan CPAP. Tetapi distensi abdomen dapat terjadi
sebagai komplikasi dari pemaangan CPAP. Resiko terjadinya distensi
abdomen dapat berkurang dengan pemasangan orogastric tube (OGT)
5. Nasal prong atau masker pada CPAP dapat menyebabkan ketidaknyamanan
bayi, yang dapat menyebabkan agitasi dan kesulitan tidur pada bayi.
Gambar 1. A. Erosi septum nasi, B. Nasal snubbing akibat CPAP

PERLENGKAPAN CPAP
Sistem CPAP sendiri terdiri dari 3 komponen yaitu :
1. Sebuah sirkuit yang mengalirkan gas terus menerus, untuk diisap. Sunber oksigen dan
udara bertekanan yang menghasilkan gas untuk dihirup. Pencampur oksigen yang
memungkinkan gas dapat diberikan sesuai FiO2 yang sesuai. Sebuah flow meter yang

22
mengkontrol kecepatan aliran terus menerus dari gas yang dihirup ( biasanya
dipertahankan pada kecepatan 5-7 liter ). Sebuah humidifier yang melembabkan dan
menghangatkan gas yang dihirup.
2. Sebuah alat untuk menghubungkan sirkuit ke saluran nafas neonatus. Dalam prosedur
ini , nasal prong merupakan metode yang paling banyak digunakan.
3. Sebuah alat untuk menghasilkan tekanan positif pada alat sirkuit. Tekanan positif
dalam sirkuit dapat dicapai dengan memasukkan pipa ekspirasi bagian distal dalam
larutan asam asetat 0,25% sampai kedalaman yang diharapkan ( 5cm) atau katup CPAP

23
Suatu sistem CPAP yang baik mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Pipanya fleksibel dan ringan sehingga pasien bisa mengubah posisi dengan mudah
2. Mudah dilepas dan ditempel
3. Resistensinya rendah, sehingga pasien bisa bernafas dengan spontan 4. Relatif tidak
invasif
5. Sederhana dan mudah dipahami, oleh semua pemakai
6. Aman dan efektif dari segi biaya.
Sirkuit CPAP lengkap harus dirangkai dan siap digunakan setiap saat. Jika
memerlukan CPAP, seharusnya kita hanya tinggal memnyambungkan CPAP ke nasal
prong yang sesuai dan tepat ukurannya, menyalakan alat pengatur kehangatan dan
mengisi tabung botol outlet dengan air steril.

PENGGUNAAN CPAP
CPAP adalah salah satu alat yang digunakan sebagai tatalaksana respiratory
distres pada neonatus. Seperti penggunaan alat kesehatan lainnya penggunaan CPAP
juga harus memperhatikan standard kebersihan dan keamanan. Menjaga kebersiha jalan
nafas bayi merupakan kunci keberhasilan tatalaksana paru yang baik. Mencuci tangan

24
yang benar sebelum menyantuh prong atau pipa CPAP, adalah suatu keharusan. Ujung
selalng yang lain yang tidak digunakan juga harus bersih., dan harus dijauhkan dari lantai
atau tempat yang tidak bersih lainnya.
Cara pemasangan CPAP adalah sebagai berikut :
1. Tempelkan selang oksigen dan udara ke pencampur dan flow meter, lalu hubungkan
ke alat pengatur kelembapan. Pasang floe meter antara 5-10 liter
2. Tempelkan satu selang ringan , lemas dan berkerut ke alat pengatur kelembapan.
Hubungkan probe kelembapan, dan suhu ke selang kerut yang masuk ke bayi.
Pastikan probe suhu tetap diluar inkubator atau tidak di dekat sumber panas dari
penghangat.
3. Siapkan satu botol air steril di dekat alat pengatur kelembapan
4. Jaga kebersihan ujung selang
Untuk menghubungkan sistem ini ke bayi, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Posisikan bayi dan naikkan kepala tempat tidur 30 0
2. Hisap lendir dari mulut, hidung, dan faring. Pastikan bayi tidak mengalami atresia
choana
3. Letakkan gulungan kain dibawah bahu bayi, sehingga leher bayi dalam posisi ekstensi
untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka.
4. Lembabkan prong dengan air steril atau Nacl 0,9% sebelum memasukkannya kedalam
hidung bayi. Masukkan dengan posisi lengkungan kebawah. Sesuaikan sudut prong
dan kemudian sesuaikan selang kerut dengan posisi yang sesuai.
5. Masukkan pipa Orogastrik (OGT) dan lakukan aspirasi isi perut, kita boleh
membiarkan pipa lambung tetap ditempatnya untuk mencegah distensi lambung
6. Pergunakan topi untuk menjaga kehangatan bayi
7. Setelah bayi nyaman dan stabil dengan CPAP, barulah kita melakukan fiksasi agar
nasal prong tidak bergeser dari tempatnya

25
Selama penggunaan CPAP hendaknya kita mengevaluasi tanda vital bayi , sistem
kardiovaskuler ( perfusi sentral, perifer, tekanan darah), respon neurologis ( tonus otot,
kesadaran dan respon terhadap stimulasi), gastrointestinal ( distensi abdomen, visible
loops dan bising usus). Hisap lendir harus selalu dilakukan dari rongga hidung, mulut,
faring dan perut setiap 2-4 jam, sesuai dengan kebutuhan. Meningkatnya upaya nafas,
kebutuhan oksigen, dan insiden apneu atau bradikardi, dapat disebabkan karena adanya
lendir berlebih. Untuk melunakkan konsistemsi lendir dapat digunakan NaCl 0,9%.
Selama penggunaan CPAP kita harus selalu memantau apakah alat selalu
berfungsi dengan baik, dan tidak terjadi perburukan pada kondisi bayi yang
mengharuskan kita menghentikan penggunaan CPAP. Berikut adalah kondisi-kondisi
yang mengindikasikan kegagalan penggunaan CPAP dan memerlukan ventilasi mekanis :
1. FiO2 > 60 %
2. PaCO2 > 60mmHG
3. Asidosis metabolik menetap dengan defisit basa > -8
4. Terlihat retraksi yang semakin lama semakin meningkat dan menunjukkan kelelahan
pada bayi
5. Sering mengalami apneu dan bradikardia
6. Pernafasan yang irreguler

26
Apabila terjadi kondisi tersebut, maka kita harus mempertimbangkan untuk
melakukan intubasi dan support ventilasi mekanik.
PEMBERIAN MINUM SELAMA PENGGUNAAN CPAP Pemberian minum dapat
diberikan selama penggunaan CPAP nasal. Sebelum memberikan makanan harus
dilakukan aspirasi terlebih dahulu untuk menghindari udara yang berlebihan di lambung
akibat penggunaan CPAP. Jika kondisinya stabil, bayi dapat minum personde.

Pemanfaatan Kantong Plastik Dalam Mencegah Hipotermi Pada Neonatus

adalah satu alat berteknologi rendah untuk wilayah dengan keterbatasan


sumber daya yang dapat dikembangkan adalah penggunaan kantong
plastik.  Pembungkus polyethylene atau kantong plastik yang digunakan pada saat
lahir dapat mengurangi hipotermia pada bayi prematur dan bayi berat lahir rendah
bahkan sangat rendah, karena dapat mengurangi kehilangan panas
evaporasi/konveksi, insensible water loss, dan kebutuhan untuk metabolisme
produksi panas.
Metode kantong plastik telah dibuktikan efektif dalam beberapa penelitian.
Menurut Pranoto & Windayanti (2018) Plastik ini akan mengurangi kehilangan
panas karena penguapan dan kemungkinan radiasi tidak dapat melewati
penghalang plastik sehingga dapat meningkatkan suhu bayi. Selain itu kantong
plastik yang dibungkuskan pada bayi akan menjadi kedap udara sehingga akan

27
mencegah kehilangan panas baik evaporasi, radiasi, konduksi, konveksi sehingga
akan menghasilkan panas dan meningkatkan suhu.

Metode konvensional dan metode kantong plastik merupakan teknik


pencegahan hipotermi yang hampir sama tetapi ada perbedaan. Jika dalam metode
konvensional bayi diselimuti dengan kain dalam metode kantong plastik bayi
ditempatkan kedalam plastik polyethylene sampai ke leher. Dibandingkan dengan
selimut, plastik lebih mampu meningkatkan suhu bayi karena plastik kedap udara
maka bayi tidak mudah terpapar udara sehingga mencegah terjadinya evaporasi,
radiasi, konveksi dan konduksi.Pengeringan di bawah infant warmer,
menggunakan topi, dan kain efektif untuk bayi mature, tetapi bayi prematur
memerlukan tindakan lebih lanjut karena integritas kulit mereka yang
memungkinkan peningkatkan kehilangan panas.

Metode kantong plastik dapat digunakan untuk pencegahan hipotermia


pada neonatus, baik neonatus prematur maupun BBLR, karena Plastik ini akan
mengurangi kehilangan panas akibat penguapan dan kemungkinan radiasi tidak
dapat melewati penghalang plastik sehingga dapat meningkatkan suhu bayi.
Selain itu kantong plastik yang dibungkuskan pada bayi akan menjadi kedap
udara sehingga akan mencegah kehilangan panas baik evaporasi, radiasi,
konduksi, konveksi sehingga akan menghasilkan panas dan meningkatkan suhu. 

28
KurvaLubchenco

29
H. Pengertian Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum
bilirubin. Hiperbilirubi-nemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap
tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’.
Digolongkan sebagai hiperbillirubenemia patologis (‘Non Physiological
Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonates >95%
menurut Normogram Bhutani.

Hiperbilirubinemia adalah salah satu masalah paling umum yang dihadapi


dalam jangka bayi yang baru lahir. Secara historis, manajemen berasal ari
studi tentang toksisitas bilirubin pada dengan penyakit hemolitik.
Rekomendasi yang lebih baru mendukung penggunaan terapi yang kurang
intensif dalam jangka bayi yang sehat dengan sakit kuning. (Ely Susan, 2011)

Hiperbilirubinemia merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar


bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis.
Hiperbilirubimenia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan
mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga bisa berpotensi besar
terjadi ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak. Bayi yang mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut :
adanya ikterus terjadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin
serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg%
pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang
bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai
dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang
dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, dan lain-
lain.

30
I. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan
oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi
hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis
yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi
yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin indirek. Zat ini
sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat
lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti
plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa
dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme
ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membrane sel hepar dan
masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi
persenyawaan ligandin dan glutation hepar lain yang membawanya ke
retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul
berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan
bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar
tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran
pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja
sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa
usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.

31
Eritrosit

Hemoglobin

Heme Globin

Fe Biliverdin

Bilirubin Indirek

Mengikat

Hepar

Membran Sel

Berikatan dengan Ligandin


Siklus
Enterohepatik
Retikulo Endoplasma

Enzim Glukoronidin Transferase

Bilirubin Direk

Empedu

Usus/ Duodenum

Feses Enzim Glukoronidase

32
Bilirubin Indirek
J. Patofisiologi
a. Saat eritrosit hancur di akhir siklus neonatus, hemoglobin pecah
menjadi fragmen globin (protein) dan heme (besi).

b. Fragmen heme membentuk bilirubin tidak terkonjugasi (indirek), yang


berikatan dengan albumin untuk dibawa ke sel hati agar dapat
berkonjugasi dengan glukuronid, membentuk bilirubin direk.

c. Karena bilirubin terkonjugasi dapat larut dalam lemak dan tidak dapat
diekskresikan di dalam urine atau empedu, bilirubin ini dapat keluar
menuju jaringan ekstravaskular, terutama jaringan lemak dan otak,
mengakibatkan hiperbilirubinemia.

d. Hiperbilirubinemia dapat berkembang ketika :

 Faktor tertentu-tertentu mengganggu konjugasi dan merebut


sisi yang mengikat albumin, termasuk obat (seperti aspirin,
penenang, dan sulfonamide) dan gangguan (seperti hipotermia,
anoksia, hipoglikemia, dan hipoalbuminemia)

 Peu nurunan fungsi hati yang menyebabkan penurunan


konjugasi bilirubin.

 Peningkatan produksi atau inkompatibilitas Rh atau ABO.

 Obstruksi bilier atau hepatitis mengakibatkan sumbatan pada


aliran empedu yang normal.

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%)


terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa
lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin
dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini
kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis
berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air

33
(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin
dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu
zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit
melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan
mengikat bilirubin keasam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk).

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut


masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus,
bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen
dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan
sebagai senyawa larut air bersama urin.

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang


melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang
dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi
saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua
keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya
mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.

K. Etiologi
Penyebab dari hiperbilirubinemia terdapat beberapa faktor. Secara garis
besar, penyebab dari hiperbilirubinemia adalah :

a. Produksi bilirubin yang berlebihan.

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya


pada emolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO,

34
golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.

b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya


substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil
transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.

c. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke


hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang
mudah melekat ke sel otak.

d. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di


luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain.

L. Epidemiologi
Hiperbilirubinemia neonatal sangat umum karena hampir setiap bayi baru
lahir mengalami tingkat serum bilirubin tak terkonjugasi lebih dari 30 mmol /
L (1,8 mg / dL) selama minggu pertama kehidupan. Angka kejadian sulit
untuk membandingkan karena banyak peneliti berbeda yang tidak
menggunakan definisi yang sama untuk hiperbilirubinemia neonatal signifikan

35
atau penyakit kuning. Selain itu, identifikasi bayi yang akan diuji tergantung
pada pengakuan visual dari penyakit kuning oleh penyedia layanan kesehatan,
yang sangat bervariasi dan tergantung baik pada perhatian pengamat dan pada
karakteristik bayi seperti ras dan usia kehamilan.

Dalam sebuah studi tahun 2003 di Amerika Serikat, 4,3% dari 47.801 bayi
memiliki total serum bilirubin. dalam rentang di mana fototerapi
direkomendasikan oleh tahun 1994 American Academy of Pediatrics (AAP)
pedoman, dan 2,9% memiliki nilai dalam rentang di mana tahun 1994 AAP
pedoman menyarankan fototerapi mempertimbangkan.

Di dunia insiden bervariasi dengan etnisitas dan geografi. Insidensi lebih


tinggi pada orang Asia Timur dan Indian Amerika dan lebih rendah pada
orang kulit hitam. Yunani yang hidup di Yunani memiliki insiden yang lebih
tinggi daripada yang keturunan Yunani yang tinggal di luar Yunani. Insidensi
lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di ketinggian. Pada tahun 1984,
Moore dkk melaporkan 32,7% bayi dengan kadar bilirubin serum lebih dari
205 umol / L (12 mg / dL) pada 3100 m dari ketinggian.

Kernikterus terjadi pada 1,5 dari 100.000 kelahiran di Amerika Serikat.


Kematian dari neonatal jaundice fisiologis sebenarnya tidak harus terjadi.
Kematian dari kernikterus dapat terjadi, terutama di negara-negara kurang
berkembang sistem perawatan medis. Dalam sebuah penelitian kecil dari
pedesaan Nigeria, 31% bayi dengan ikterus klinis diuji memiliki G-6-PD
kekurangan, dan 36% bayi dengan G-6-PD kekurangan meninggal dengan
kernikterus diduga dibandingkan dengan hanya 3% dari bayi dengan G-6-PD
yang normal skrining hasil tes.

Insiden penyakit kuning neonatal meningkat pada bayi dari Asia Timur,
Indian, Amerika, dan keturunan Yunani, meskipun yang terakhir tampaknya
hanya berlaku untuk bayi yang lahir di Yunani dan dengan demikian mungkin
lingkungan bukan etnis di asal. Bayi kulit hitam yang terpengaruh lebih sering
dari pada bayi putih. Untuk alasan ini, penyakit kuning yang signifikan dalam

36
manfaat bayi hitam evaluasi lebih dekat dari kemungkinan penyebab,
termasuk G-6-PD kekurangan.

Risiko pengembangan penyakit kuning neonatal signifikan lebih tinggi


pada bayi laki-laki. Ini tidak muncul terkait dengan tingkat produksi bilirubin,
yang mirip dengan yang ada di bayi perempuan. Risiko penyakit kuning
neonatal signifikan berbanding terbalik dengan usia kehamilan.

M. Manifestasi Klinis
1. Ikterus terjadi 24 jam.

2. Peningkatan kosentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.

3. Kosentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonarus kurang


bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.

4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi


enzim G-6-PD (Glukosa 6 Phosphat Dehydrogenase))

5. Ikterus yang disertai keadaan berikut :

- Berat lahir kurang dari 2000 gram

- Masa gestasi kurang dari 36 minggu

- Infeksi

- Gangguan pernafasan

N. Pathaway

Terlampir
O. Pemeriksaan Fisik

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak

37
terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang
berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang
mendapatkan terapi sinar.

Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis,
mudah dan sederhana adalah dengan penilaian. Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat
atau kuning. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam
diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus
mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

P. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan


pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit
atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemi berat.
Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera
mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan
kadar serum bilirubin.

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan


kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat
ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan
tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan


penyebab ikterus antara lain :

a. Golongan darah dan ‘Coombs test’.

b. Darah lengkap dan hapusan darah.

38
c. Hitung retikulosit, skrining G-6-PD.

d. Bilirubin direk.

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam


tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga
perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

Q. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan menelan

b. Kekurangan volume cairan.

c. Ketidak efektifan termoregulasi b.d efek foto terapi.

d. Kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia.

e. Risiko cidera.

R. Intervensi Keperawatan

NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil Keperawatan

1. Gangguan menelan NOC NIC

Definisi : abnormal fungsi  Pencegahan aspirasi Aspiration


mekanisme menelan yang Precautions
 Ketidak efektifan pola
dikaitkan dengan deficit struktur
menyusui Memantau
atau fungsi oral, faring, atau
tingkat
esophagus.  Status menelan :
kesadaran,
tindakan pribadi untuk
Batasan Karakteristik : reflex batuk,
mencegah pengeluaran

39
Gangguan fase esofagus cairan dan partikel reflex muntah,
padat ke dalam paru dan kemampuan
 Abnormalitas pada fase
menelan
esophagus pada pemeriksaan  Status menelan : fase
menelan esofagus; penyaluran Memonitor
cairan atau partikel status paru
 Menolak makan
padat dari faring ke menjaga/
lambung mempertahanka
 Nyer epigastrik, Nyeri ulu hati
n jalan nafas
 Status menelan : fase
 Muntah, muntahan di bantal
oral : persiapan, Jauhkan
 Menelan berulang penahanan, dan pengaturan
pergerakan cairan atau hisap yang
Gangguan fase oral
partikel padat kea rah tersedia

 Abnormalitas fase oral pada posterior di mulut


Menyuapkan
pemeriksaan menelan
 Status menelan : fase makanan dalam
faring : penyaluran jumlah kecil
 Batuk sebelum menelan
cairan atau partikel
Posisi tegak 90
 Ngiler padat dari mulut ke
derajat atau
esophagus
 Bibir tidak menutup secara rapat sejauh mungkin
Kriteria hasil :
 Tersedak sebelum menelan Hindari makan,
 Dapat jika residu
Gangguan fase faring
mempertahankan tinggi tempet
makanan dalam mulut “pewarna”
 Abnormalitas pada fase faring
dalam tabung
pada pemeriksaan menelan  Kemampuan menelan
pengisi NG
adekuat
 Tersedak, batuk
Potong makan
 Pengiriman bolus ke
 Keterlambatan menelan menjadi
hipofaring selaras
potongan-

40
 Menolak makan, muntah dengan reflek menelan potongan kecil

 Suara seperti kumur  Kondisi pernafasan Istirahat atau


adekuat menghancurkan
Factor yang berhubungan : pil sebelum
 Pengetahuan cara
pemberian
Defisit kongenital menyusui
Penawaran
 Masalah perilaku makan  Mampu mengontrol
makanan atau
mual dan muntah
 Riwayat dengan makan slang cairan yang

 Imobilitas konsekuensi dapat dibentuk


 Gangguan pernafasan
fisiologis menjadi bolus

 Penyakit jantung kongenital sebelum


 Kondisi menelan bayi menelan
 Gagal pertumbuhan
 Menyusui adekuat

 Obstruksi mekanis (mis: edema,


slang trakeostomi, tumor)

 Malnutrisi energi-protein

 Anomali saluran nafas atas

2. Kekurangan volume cairan NOC NIC

Definisi : penurunan cairan  Fluid balance Fluid


intravascular, interstitial, dan/ management
 Hydration
atau intraseluler. Ini mengacu
Timbang
pada dehidrasi, kehilangan cairan  Nutritional Status :
popok/
saat tanpa perubahan pada Food and Fluid Intake
pembalut jika
natrium.
Kriteria Hasil : diperlukan
Batasan karakteristik
 Mempertahankan Pertahankan

41
 Perubahan status mental urine output sesuai catatan intake
dengan usia dan BB, dan output yang
 Penurunan tekanan darah
BJ urine normal, HT akurat
normal
 Penurunan tekanan nadi Monitor status
 Tekanan darah, nadi, hidrasi
 Penurunan volume nadi
suhu tubuh dalam (kelembaban
 Penurunan turgor kulit batas normal membran
mukosa, nadi
 Penurunan turgor lidah  Tidak ada tanda
adekuat,
dehidrasi,
tekanan darah
 Penurunan saluran urin Elastisitasturgor kulit
ortostatik), jika
baik, membrane
 Penurunan pengisisan vena diperlukan
mukosa lembab, tidak
 Membrane mukosa kering ada rasa haus yang Monitor vital
berlebihan sign
 Kulit kering
Monitor
 Peningkatan hematokrit masukan
manan/cairan
 Peningkatan suhu tubuh
dan hitung
 Peningkatan frekuensi nadi intake kalori
harian
 Peningkatan konsentrasi urin
Kolaborasikan
 Tiba-tiba (kecuali pada ruang pemberian
ketiga) cairan IV

 Haus Monitor status


nutrisi
 Kelemahan
Berikan cairan
Faktor yang berhubungan :
IV pada suhu

42
 Kehilangan cairan aktif ruangan

 Kegagalan mekanisme regulasi Dorong


masukan oral

Berikan
penggantian
nesogatrik
sesuai output

Dorong
keluarga untuk
membantu
pasien makan

3. Ketidak efektifan NOC NIC


Termoregulasi
 Hidration Temperature
Definisi : fluktuasi suhu diantara regulation
 Adherence behavior
hepotermi dan hipetermia. (pengaturan suhu)

 Immune status
Batasan Karakteristik Monitor suhu

 Risk control minimal tiap 2


 Dasar kuku diasnotik
jam
 Risk detection
 Fruktuasi suhu tubuhdi atas dan
Rencanakan
di bawah kisaran normal Kriteria hasil : monitoring suhu
secara kontinyu
 Kulit kemerahan  Keseimbangan antara
produksi panas, panas Monitor TD,
 Hipertensi
yang diterima, dan nadi, dan RR
 Peningkatan suhu tubuh diatas kehilangan panas
Monitor warna
kisaran normal
 Seimbang antara dan suhu kulit
produksi panas, panas

43
 Penuruna suhu tubuh di bawah yang diterima dan Monitor warna
kisaran normal kehilangan panas dan suhu kulit
selama 28 hari
Faktor yang berhubungan Monitor tanda-
pertama kehidupan
tanda hipertermi
 Usia yang ekstrem
 Keseimbangan asam dan hipotermi
basa bayi baru lahir
 Fluktuasi suhu lingkungan Tingkatkan
 Temperature stabil : intake cairan
 Penyakit
36,5 – 370C dan nutrisi
 Trauma
 Tidak ada kejang Selimuti pasien
untuk mencegah
 Tidak ada perubahan
hilangnya
warna kulit
kengatan tubuh

 Glukosa darah stabil


Ajarkan pada

 Pengendalian risiko : pasiwn cara

hipertermia, mencegah

hypothermia, proses keletihan akibat

penularan, dan panas

paparan sinar matahari


Diskusikan
tentang
prntingnya
pengaturan suhu
dan
kemungkinan
efek negative
dari kedinginan

Beritahu
tentang indikasi

44
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan

Ajarkan
indikasi dari
hipotermi dan
penanganan
yang diperlukan

Berikan anti
piretik jika
perlu

4. Kerusakan integritas kulit NOC NIC


Definisi: Perubahan/ gangguan Pressure
 Tissue Integrity : Skin
epidermis dan atau dermis Management
and Mucous
Batasan karakteristik:
Membranes Anjurkan pasien
 Kerusakan lapisan kulit untuk
 Hemodyalis akses
(dermis) menggunakan

 Kriteria Hasil : pakaian yang


 Gangguan permukaan kulit
longgar
(epidermis)  Integritas kulit yang
baik bisa Hindari kerutan
 Invasi struktur tubuh
dipertahankan pada tempat

(sensasi, elastisitas, tidur


Faktor yang berhubungan :
temperature, hidrasi,
Jaga kebersihan
 Eksternal : pigmentasi)dan
kulit agar tetap
perawatan alami
- Zat kimia, Radiasi bersih dan

45
- Usiayang ekstrim  Tidak ada luka/lesi kering
pada kulit
- Kelembapan Mobilitas
 Perfusi jaringan baik pasien (ubah
- Hipertermia, Hipotermia
posisi pasien)
 Menunjukkan
- Faktor mekanik (mis.gaya setiap dua jam
pemahaman dalam
gunting [shearing forces] sekali
proses perbaikan kulit

- Medikal dan mencegah Monitor kulit


terjadinya sedera akan adanya
- Lembab berulang kemerahan

- Imobilitas fisik  Mampu melindungi Oleskan lotion


kulit dan atau
 Internal :
mempertahankan minyak/baby oil
- Perubahan status cairan kelembaban kulit pada deah yang
alami tertekan
- Perubahan pigmentasi
Monitor
- Perubahan turgor
aktivitas dan
- Faktor perkembangan mobilisasi
pasien
- Kondisi ketidak seimbangan
nutrisi Monitor status
(mis.,obesitas,emasisasi) nutrisi pasien

- Penurunan imunologis Memandikan


pasien dengan
- Penurunan sirkulasi
air hangat dan

- Kondisi gangguan metabolic sabun

- Gangguan sensasi Insision site care

Membersihkan,

46
- Tonjolan tulang memantau dan
meningkatkan
prosespenyemb
uhan pada luka
yang ditutup
dengan jahitan,
strip atau
straples

Monitor proses
pen-yembuhan
area insisi

Monitor tanda
dan gejala
infeksi pada
area insisi

Bersihkan area
sekitar jahitan
atau staples,
menggunaka
lidi kapas steril

Gunakan
preparat anti
septik, sesuai
program

Ganti balutan
pada interval
waktu yang

47
sesuai atau
biarkan luka
tetap terbuka
(tidak dibalut)
sesuai program

Dialysis acces
Maintenance

5. Risiko cidera NOC NIC

Definisi : berisiko mengalami  Risk control Environment


cidera sebagai akibat kondisi Kriteria hasil : management
lingkungan yang berinteraksi (Manajemen
 Klien terbebas dari
sumber adaptif dan sumber Lingkungan)
cedera
individu
 Klien mampu Sediakan
Faktor risiko : menjelaskan cara/ lingkungan
metode untuk yang aman
 Eksternal
mencegah injury/ untuk pasien
- Biologis (missal ; tingkat
cedera Identifikasi
imunisasi komunitas,
 Klien mampu kebutuhan
mikroorganisme)
menjelaskan factor keamanan
- Zat kimia
risiko dari lingkungan/ pasien, sesuai
- Manusia
perilaku personal dengan kondisi
- Cara pemindahan
 Memodifikasi gaya fisik dan fungsi
- Nutrisi
hidup untuk mencegah kognitif pasien
 Internal :
 Injury dan riwayat
- Profil darah yang abnormal
 Mampu mengenali penyakit
- Usia perkembangan
perubahan status terdahulu pasien
- Disfungsi efektor
kesehatan
- Disfungsi integratif

48
- Malnutrisi

S. Penatalaksanaan

Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :

a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat


ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar
bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh
proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme
bilirubin(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau
(menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin).
Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia.
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar
bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin
tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan
dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral
dini.
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang
tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut
dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar.
Pada umumya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai
berikut :
1. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤ 20 mg%
2. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3 - 1 mg
%/jam.
3. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.

49
4. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat < 14 mg% dan uji
Coombs direct positif.
f. Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan
kompetitor inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam
penelitian dan belum digunakan secara rutin.
g. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara sampai 2
hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada
janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum
diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc
reseptor pada sel retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah
lisisnya sel darah merah yang dilapisi oleh antibody.

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai
berikut :

1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas


mungkin dengan membuka pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel
reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak
yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh
bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.

50
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Pengertian BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Bayi berat lahir
rendah (BBLR) berdasarkan batasan berat badan dapat dibagi 3, yaitu
:
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
antara 1500 gram sampai dengan 2500 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan
berat lahir antara 1000 gram sampai kurang dari 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi
dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) berdasarkan maturitas yaitu:
1. Prematuritas Murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya
sesuai dengan berat badan untuk masa gestasinya itu atau biasa

51
disebut neonatus kurang bulan-sesuai untuk masa kehamilan
(NKB-SMK)
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi. Berarti bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk
masa kehamilannya (KMK)
Kurva Lubchenco adalah kurva pertumbuhan yang disajikan
dalam bentuk tabel. Dari kurva Lubchenco dimungkinkan definisi
yang lebih tepat lahir prematur dan adopsi luas dari istilah kecil
untuk usia kehamilan, besar untuk usia kehamilan, kelambatan
pertumbuhan intrauterin dan janin dysmaturity.

Etiologi BBLR
1. Faktor Ibu
a. Toksemia gravidarum (pre-eklampsia dan eklampsia)
b. Riwayat kelahiran premature sebelumnya, perdarahan
antepartum dan malnutrisi, anemia sel sabit.
c. Kelainan bentuk uterus (misal : uterus bikurnis, inkompeten
serviks).
d. Tumor (misal : mioma uteri, eistoma).
e. Ibu yang menderita penyakit antara lain :
1) Akut dengan gejala panas tinggi (misal : tifus abdominalis
dan malaria).
2) Kronis (misal: TBC, penyakit jantung, hipertensi, penyakit
ginjal (glomerulonefritis akut).
f. Trauma pada masa kehamilan antara lain jatuh
g. Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan
alkohol)
h. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun.

52
i. Paritas ibu
2. Faktor Janin
a. Kehamilan ganda.
b. Hidramnion.
Hidramnion yang kadang-kadang disebut polihidramnion
merupakan keadaan cairan amnion yang berlebihan.
Hidromnion dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan
28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur
dan dapat meningkatkan kejadian BBLR
c. Ketuban pecah dini.
d. Cacat bawaan, kelainan kromosom.
e. Infeksi (misal : rubella, sifilis, toksoplasmosis).
f. Insufensi plasenta.
g. Inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor rhesus, golongan
darah A, B, dan O)
h. Faktor Plasenta
a. Plasenta privea.
b. Solusi plasenta.
i. Faktor lingkungan
Radiasi atau zat-zat beracun.
j. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
k. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan dan merokok
l. Tingkat Pendidikan

Insiden BBLR
Kejadian BBLR di Indonesia selama 5 tahun terakhir adalah
sebesar 5,7%. Beberapa provinsi yang kejadian BBLR nya relatif
jauh dengan rata-rata nasional, di antaranya Kepulauan Riau
(8,3%), Bali (8,9%), NTT (10%), Kalimantan Tengah (10,8%),
Kalimantan Selatan (9,1%) Sulawesi Utara (9,3%), Sulawesi
Selatan (9,6%) dan Maluku Utara (11,3%) dan Papua Barat

53
(8,9%).Faktor yang berhubungan bermakna dengan kejadian
BBLR dalam penelitian ini adalah meminum zat besi, kejadian
komplikasi selama kehamilan dan wilayah. Besar risiko faktor yang
bermakna pada kejadian BBLR ibu yang meminum zat besi kurang
dari 90 tablet mempunyai risiko terjadi BBLR 1,7 kali dibandingkan
ibu yang meminum zat besi 90 tablet ke atas. Lokasi tempat
tinggal di perdesaan mempunyai risiko 0,68 kali untuk terjadi BBLR
dibandingkan ibu yang tinggal diperkotaan, sedangkan ibu yang
mengalami komplikasi ketika hamil mempunyai risiko 2,3 kali untuk
terjadi BBLR dibandingkan ibu yang tidak mengalami komplikasi
ketika hamil.

Patofisiologi BBLR

1. Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan


yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan
dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38
minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini
terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam
kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya
kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain
yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
2. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan
janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan
bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik,
system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada
gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi
kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas

54
yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu
menderita anemia.

3. Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb


berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah
satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu
hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi
sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi
yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat
kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama
trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan
atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel
otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang
dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan
kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil
yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko
morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan
melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.

Tanda dan Gejala BBLR


Tanda dan gejala bayi Prematur
a. Kulit tipis dan mengkilap
b. Tulang rawan elinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan
sempurna
c. Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama
pada punggung
d. Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik
e. Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora
sedangkan pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis
kadang belum turun

55
f. Rajah telapak kaki kurang dari 1/3 bagian belum terbentuk
g. Kadang disertai dengan pernapasan tidak teratur
h. Aktifitas dan tangisnya lemah
i. Refleks menghisap dan menelan tidak efektif/lemah

Tanda dan gejala bayi dismaturitas


7. Gerakan cukup aktif, tangis cukup kuat
8. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis
9. Bila kurang bulan jaringan payudara kecil, puting kecil. Bila
cukup bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan
10. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia
minora sedangkan bayi laki-laki testis mungkin telah turun
11. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian
12. Menghisap cukup kuat

Komplikasi BBLR
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah
yaitu:
1. Hipotermi
2. Hipoglikemia
3. Gangguan cairan dan elektrolit
4. Hiperbilirubinemia
5. Sindroma gawat napas
6. Paten duktus arteriosus
7. Infeksi
8. Perdarahan Intraventrikuler
9. Apnea of prematurity
10. Anemia

56
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi dengan
berat lahir rendah (BBLR) antara lain :
1. Gangguan perkembangan
2. Gangguan pertumbuhan
3. Gangguan penglihatan(Retinopati)
4. Gangguan pendengaran
5. Penyakit paru kronis
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
7. Kenaikan frekuensi kelamin bawaan
Penanganan BBLR
1. Asuhan BBLR tanpa asfiksia
2. BBLR yang tidak bernapas spontan dimasukkan ke dalam kategori
Lahir dengan asfiksia

Peran Bidan
1. Asuhan pada BBLR sehat
2. Asuhan pada BBLR sakit
3. Asuhan pra rujukan BBLR
4. Asuhan pasca perawatan BBLR
5. Pemantauan Tumbuh Kembang BBLR

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum


setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum
bilirubin. Hiperbilirubi-nemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap
tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’.
Digolongkan sebagai hiperbillirubenemia patologis (‘Non Physiological
Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonates >95%
menurut Normogram Bhutani.

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi


dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain
seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin

57
dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini
kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis
berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin
tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar
dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin keasam
glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk).

Penyebab dari hiperbilirubinemia terdapat beberapa faktor. Secara garis


besar, penyebab dari hiperbilirubinemia adalah : produksi bilirubin yang
berlebihan, gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan
transportasi, dan gangguan dalam ekskresi.

3.2 Saran

Penulis berharap jika ditemukan gejala hiperbilerubinemia, agar dapat


mendiagnosa dan dapat melakukan intervensi teerhadap seseorang tersebut.
Dan penulis juga berharap makalah ini dapar bermanfaan bagi pembaca
terutama bagi perawat.
Peningkatan kesehatan ibu hamil harus mendapat dukungan dari
semua pihak. Agar kejadian BBLR bisa menurun.

58
DAFTAR PUSTAKA

http/:kuliahbidan.wordpress.com

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.2000.Ilmu Kesehatan Anak. Infomedika. Jakarta

Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak.EGC.Jakarta

www.depkes.go.id

www.docstoc.com

http://www.biomedcentral.com

http://lontar.ui.ac.id

Departemen Kesehatan RI.Direktorat Bina Kesehatan . 2008. Modul Masyarakat


Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) untuk Bidan di Desa. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta

Behrman, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Nelson Vol I. Edisi 15. Jakarta : EGC

https://asus10.wordpress.com/asuhan-keperawatan/askep-pada-kasus-bayi-
hiperbilirubinemia/ Diakses pada tanggal 01 Oktober 2015 pukul 16.20 WIB

59
https://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/asuhan-keperawatan-dengan-
hiperbilirubin.pdf Diakses pada tanggal 01 oktober 2015 pukul 16.30 WIB

Nurarif, Amin Huda. Hardhi Kusuma. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan


Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Mediaction Publishing

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37957/4/Chapter%20II.pdf
Diakses pada tanggal 01 oktober 2015 pukul 16.45 WIB

Sudoyo, Aru W., dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing

Susanty, Ely. 2011. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Nanda Nic Noc.


Yogyakarata : Modya Karya

60
61

Anda mungkin juga menyukai