Anda di halaman 1dari 10

Jalan Menuju Surga

Rikza Maulan, Lc. MAg. 05/02/07 | 00:33 Syarah Hadits Ada 21 komentar23.542 Hits


Dari Abdullah Jabir bin Abdillah Al-Anshari r.a. bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah saw.: “Bagaimana pendapatmu jika aku melaksanakan shalat-shalat fardhu,
berpuasa di bulan ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta
aku tidak menambah dengan sesuatu apapun selain itu, apakah (dengan hal tersebut) bisa
menjadikan aku masuk surga?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.” (HR. Muslim)

Tarjamatur Rawi
· Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram

Beliau adalah Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram Abu Abdillah Al-Anshari, salah seorang
sahabat Rasulullah saw. Tinggal di Madinah dan wafat pula di Madinah pada tahun 78 H.
Beliau termasuk sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits Rasulullah saw. Tercatat hadits
riwayat beliau sekitar 1.540-an hadits. Beliau juga termasuk sahabat terakhir yang wafat di
Madinah. Beliau wafat dalam usia 94 tahun.

· Abu Al-Zubair

Beliau adalah Muhammad bin Muslim Abu Al-Zubair Al-Azady, salah seorang di bawah wushta
minat tabiin. Wafat tahun 136 H. Beliau mengambil hadits dari sahabat dan juga dari tabiin, di
antaranya adalah Anas bin Malik, Aisyah ra, Umar bin Khatab, Abdullah bin Umar bin Khatab,
Abdullah bin Zubair, Ibnu Abbas, dan Thawus bin Kaisan. Sedangkan murid-murid beliau
adalah Hammad bin Salamah bin Dinar, Sufyan bin Uyainah, Sulaiman bin Mihran, Syu’bah bin
Hajjaj, dan Malik bin Anas. Adapun dalam derajat jarh wa ta’dil-nya, sebagian
mengkategorikannya tisqah, sebagian lainnya shaduq. Ibnu Hajar Al-Atsqalani
mengkategorikan beliau sebagai Shaduq.
· Ma’qil bin Ubaidillah

Beliau adalah Ma’qil bin Ubaidillah, Abu Abdullah Al-Harani Al-Abasy, salah seorang Atba’
Tabiin. Wafat pada tahun 166 H. Beliau mengambil hadits di antaranya dari Atha’ bin Abi
Ribah, Ikrimah bin Khalid, Amru bin Dinar, dan Ibnu Syihab Al-Zuhri. Sedangkan murid-
muridnya adalah Makhlad bin Yazid, Muhammad bin Abdullah bin Zubair bin Umar bin Dirham,
dan Abdullah Muhammad bin Ali bin Nufail. Dalam jarh wa ta’dil beliau dikategorikan
sebagai shoduq.
Gambaran Umum Tentang Hadits
Para ulama hadits mengemukakan bahwa hadits ini memberikan gambaran penting tentang
kaidah beramal secara umum dalam Islam. Oleh karenanya sebagian bahkan mengatakan
bahwa hadits ini mencakup seluruh ajaran Islam. Kaidah yang digambarkan hadits ini adalah
bahwa sesungguhnya segala “amal perbuatan” itu boleh dilaksanakan selagi terpatri dengan
kewajiban-kewajiban syariat serta tidak melanggar prinsip umum hukum Islam, yaitu
menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.
Terkait dengan hal ini, ulama ushul fiqh bahkan memberikan satu kaidah tersendiri mengenai
“bolehnya” melakukan segala perbuatan dalam muamalah dengan kaidah: Hukum asal dalam
bermuamalah adalah “boleh”, kecuali ada dalil yang melarang perbuatan tersebut.

Makna Hadits
Hadits ini memberikan gambaran sederhana mengenai cara untuk masuk ke dalam surga.
Dikisahkan bahwa seseorang sahabat (dalam riwayat lain disebutkan bahwa sahabat ini adalah
An-Nu’man bin Qauqal) datang dan bertanya kepada Rasulullah saw. dengan sebuah
pertanyaan sederhana, “Ya Rasulullah saw, jika aku melaksanakan shalat yang fardhu, puasa
yang wajib (puasa ramadhan), kemudian melakukan yang halal dan meninggalkan yang haram,
apakah dengan hal tersebut dapat mengantarkanku ke surga?” Pertanyaan sederhana ini
dijawab oleh Rasulullah saw. dengan jawaban sederhana, yaitu “ya”.

Hadits di atas secara dzahir menggambarkan “kesederhanaan” amalan yang dilakukannya


sebagai seorang sahabat, yaitu hanya melaksanakan shalat dan puasa serta melakukan
perbuatan yang dihalalkan dan meninggalkan perbuatan yang diharamkan. Dan ketika
perbuatannya tersebut “ditanyakan” kepada Rasulullah saw., beliau pun tidak mematahkan
“keterbatasan” yang dimiliki sahabat tersebut, namun justru menyemangatinya dengan
membenarkan bahwa dengan hal sederhana tersebut insya Allah dapat membawa dirinya
masuk ke dalam surga.

Itu artinya, Rasulullah saw dapat memahami bahwa tidak semua muslim memiliki kemampuan
yang “lebih”, sehingga ia dapat maksimal melakukan berbagai aktivitas ibadah secara
bersamaan sekaligus, seperti ibadah, jihad, tilawah, shaum, shadaqah, haji, birrul walidain dan
sebagainya. Namun di antara kaum muslimin terdapat juga yang hanya memiliki kemampuan
terbatas; hanya dapat mengimplementasikan Islam sebatas amaliyah fardhu, namun tetap
menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram. Dan Allah tidak membebani
seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya (Al-Baqarah: 286).

Menghalalkan Yang Halal Dan Mengharamkan Yang Haram


Kesederhanaan amalan yang dilakukan seorang muslim hingga dapat membawanya ke dalam
surga, dibingkai dengan bingkai “menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram”.
Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram artinya bahwa dirinya atau
keinginannya mengikuti apa yang dihalalkan oleh Allah swt. serta menjauhi apa yang
diharamkan oleh Allah swt. Dan bukan atas dasar keinginan serta kemauan diri pribadinya (Al-
Kahfi: 28).

Bahkan dalam hadits, Rasulullah saw. menegaskan bahwa hanya dengan melaksanakan
kewajiban seperti shalat, puasa dan zakat saja, namun belum menghalalkan yang halal dan
mengharamkan yang haram, itu semua belum cukup:
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang
bangkrut?” Sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak
memiliki dirham dan tidak pula memiliki harta.” Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya
orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan shalat,
puasa dan zakat. Namun ia juga mencela (orang) ini, menuduh zina (orang) ini, memakan harta
(orang) ini, menumpahkan darah dan memukul (orang) ini. Lalu diambillah kebaikannya untuk
menutupi hal tersebut. Dan jika kebaikannya telah habis sebelum terlunasi “perbuatannya”
tersebut, maka diambillah dosa-dosa mereka (yang menjadi korbannya) dan dilemparkan
kepadanya, lalu ia dilemparkan ke dalam api neraka (HR. Ahmad).

Banyak Jalan Menuju Surga


Sesungguhnya jika diperhatikan hadits-hadits Rasulullah saw. lainnya akan didapatkan bahwa
banyak amalan sederhana yang jika dilakukan akan mengantarkan kita menjadi ahlul jannah,
di antaranya adalah:

· Melaksanakan shalat subuh dan ashar. Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra, bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda, “Barang siapa yang shalat dua waktu dingin (subuh dan ashar), maka ia akan
masuk surga (HR. Bukhari).

· Tauhidkan Allah dan melaksanakan ibadah fardhu. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa seorang
Badui datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan padaku
satu amalan yang jika aku laksanakan dapat mengantarkanku ke dalam surga?” Beliau
menjawab, “Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya terhadap apapun,
melaksanakan shalat fardhu, membayar zakat yang wajib serta melaksanakan puasa di bulan
ramadhan.” (HR. Bukhari)

· Mentaati Rasulullah saw. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Semua
umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Sahabat bertanya, “Siapa yang enggan,
wahai Rasulullah saw.?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang mentaatiku masuk surga, dan
siapa yang maksiat terhadapku (tidak mentaatiku) maka ia adalah yang enggan.” (HR. Bukhari)

· Beramal sosial. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapakah di antara
kalian yang berpuasa hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.”
Kemudian beliau berkata, “Siapakah di antara kalian yang hari ini mengiringi jenazah?” Abu
Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian beliau bertanya lagi, “Siapakah di
antara kalian yang telah memberikan makan pada orang miskin hari ini?” Abu Bakar
menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara
kalian yang hari ini telah menjenguk saudaranya yang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya,
wahai Rasulullah saw.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah semua hal di atas terkumpul
dalam diri seseorang, melainkan ia akan masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim)

Kunci Surga adalah La Ilaha Ilallah


Pada hakikatnya, kunci surga itu adalah kalimat tauhid “Tiada Ilah selain Allah swt”. Sehingga
seorang mu’min yang telah mengucapkan kalimat itu dan ia meyakini sepenuh hati atas segala
konsekuensinya, maka ia berhak untuk masuk ke dalam surga Allah swt.

Dari Ubadah bin Al-Shamit r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang bersaksi
bahwasanya tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwasanya
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan bahwasanya Isa a.s. adalah hamba dan
utusannya yang merupakan kalimat dan ruh yang ditiupkan pada Maryam, dan bahwasanya
surga dan neraka adalah benar adanya, maka Allah swt. akan memasukkannya dalam surga
sesuai amal perbuatannya (HR. Bukhari).

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa seorang mukmin yang benar-benar beriman kepada
Allah, berhak mendapatkan surga dari-Nya. Dan sekiranya ia melakukan perbuatan maksiat,
maka ia tetap berhak mendapatkan surga namun setelah dosa-dosanya dihapuskan dalam
neraka.

Celaan Terhadap Orang Yang Mengikuti Hawa Nafsu


Penyebab seseorang melakukan satu perbuatan maksiat yang dilarang oleh Allah. adalah
karena mengikuti hawa nafsunya. Oleh karenanya dalam sebuah hadits, Rasulullah saw.
pernah mengatakan, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya
mengikuti apa yang aku bawa (syariat Allah swt.).” Dalam Alquran Allah memberikan
perumpamaan yang amat hina bagi orang yang mengikuti hawa nafsunya: seperti anjing. (Al-
A’raf: 176)

Mengikuti hawa nafsu ini dapat menjadikan seseorang mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram. Ini kebalikan dari pesan yang tersurat dari hadits di atas. Oleh
karenanya, salah satu bentuk “menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram”
adalah dengan membuang jauh-jauh hawa nafsu yang cenderung mengajak pada kemaksiatan
pada Allah swt. Dan insya Allah, hal ini akan dapat menjadikan kita termasuk calon penghuni
surga.

Hikmah Tarbawiyah
Bagi seorang mukmin yang senantiasa mengharap ridha Allah swt. ketika membaca sebuah
hadits, ia akan berupaya untuk mentadaburi hadits tersebut sehingga memberikan bekal
dalam perjalanan panjangnya. Di antara hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas adalah:

1. Bahwa kesederhanaan dalam beramal, disertai ketulusan dan keikhlasan untuk


senantiasa berpijak pada syariat Allah, insya Allah akan mengantarkan seseorang pada
surga Allah swt.

2. Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk memiliki “prestasi” yang menonjol
dalam amalan ukhrawi, sehingga tidak baik bagi seorang dai untuk ‘memaksakan’ suatu
amaliyah tertentu pada obyek dakwahnya yang tidak sanggup mengembannya. Namun
bukan berarti bahwa setiap orang harus dinilai berdasarkan ‘pengakuan’ dan ‘keinginannya’
saja. Karena manusia jika tidak dipacu untuk maju, akan sukar baginya untuk maju.

3. Bahwa dalam muamalah, Islam memberikan kebebasan mutlak untuk melakukan


inovasi amal, selama tidak ada dalil yang melarang satu perbuatan tertentu. Apakah di
bidang sosial, politik, ekonomi, pendidikan, seni, budaya, dan lain sebagainya. Namun
semua hal ini tetap harus dalam ‘frame’ untuk menegakkan kalimatullah di muka bumi ini,
serta harus diproteksi dengan sistem yang dapat menjaganya dari kekeliruan dan potensi
penyelewengan. Hal ini berbeda dengan masalah ibadah, yang tidak boleh dilakukan kecuali
adanya dalil yang memerintahkannya.

4. Seorang dai haruslah bersikap bijaksana dan senantiasa memotivasi objek dakwahnya
untuk beramal, kendatipun kecilnya amalan tersebut. Karena dengan adanya motivasi,
seseorang akan terus tergerak untuk beramal yang lebih baik dan baik /lagi. Sikap ini
tergambar dari jawaban Rasulullah saw. dalam hadits di atas.

5. Sebuah cita-cita yang besar demi kemaslahatan umat, tidaklah bisa dijadikan satu
alasan untuk meninggalkan perkara-perkara yang kecil. Hadits Abu Bakar Al-Siddiq di atas
menggambarkan kepada kita, betapa perhatiannya Abu Bakar terhadap masalah kecil,
seperti menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memberi makan orang miskin, dan
sebagainya. Padahal beliau merupakan sahabat yang paling besar andilnya dalam
mensukseskan dakwah pada masanya. Sehingga jangan sampai karena alasan cita-cita
yang besar, seorang dai mengabaikan amaliyah-amaliyah kecil.

6. Dalam beberapa hadits, shalat dan puasa selalu disebutkan sebagai amalan yang
dapat memasukkan seseorang ke dalam surga. Hal ini menunjukkan ‘pentingnya’ peranan
shalat dan puasa. Sehingga tiada alasan bagi seseorang mengabaikan kedua ibadah ini
dalam kondisi apapun juga.

7. Penyebutan shalat dan puasa yang berulang-ulang, sekaligus menunjukkan bahwa


sesungguhnya shalat dan puasa memiliki implikasi positif dalam diri siapapun yang
mengamalkannya. Shalat dan puasa bukanlah sebuah ritual yang ‘wajib’ dilaksanakan dan
setelah itu sudah. Namun shalat dan puasa adalah ibarat pondasi dasar dan pagar yang
dapat membentengi iman dari kerusakan dan kehancuran.

Redaktur:
10 Amalan Ringan Pembuka Jalan
Menuju Surga
Allah dan Rasul-Nya banyak menyebutkan ganjaran surga dan mengancam dengan adzab neraka untuk
memotivasi umat-Nya untuk banyak beramal shalih dan menjauhi segala larangan-Nya. Di samping itu Allah pun
telah mengabarkan sifat-sifat surga dan neraka untuk lebih meningkatkan keinginan manusia untuk meraih surga
dan menjauhi neraka.

Di antara kenikmatan surga, Allah berfirman dalam sebagian ayat-ayat-Nya,

‫ ٍة‬M‫ونَ – َو َفا ِك َه‬MMُ‫ا َوال ُي ْن ِزف‬Mَ‫ َّدعُونَ عَ ْنه‬M‫ُص‬ َ ‫ِين – ال ي‬


ٍ ‫س مِنْ َمع‬ ٍ ْ‫َاريقَ َو َكأ‬
ِ ‫ب َوأَب‬ٍ ‫ابلِينَ – َي ُطوفُ عَ لَ ْي ِه ْم ِو ْلدَانٌ م َُخلَّدُونَ – ِبأ َ ْك َوا‬
ِ ‫س ُر ٍر م َْوضُو َن ٍة – ُم َّت ِكئِينَ عَ لَ ْيهَا ُم َت َق‬
ُ ‫عَ لَى‬
‫ون‬ ِ ‫ش َتهُونَ – َو ُحو ٌر عِينٌ – َكأ َ ْم َث‬
ِ ‫ال اللُّ ْؤلُ ِؤ ا ْلم َْك ُن‬ ْ ‫ِممَّا َي َت َخيَّرُ ونَ – َولَحْ ِم َطي ٍْر ِممَّا َي‬

“Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata, seraya bertelekan di atasnya berhadap-
hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek dan sloki
(piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula
mabuk, dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. Dan
(di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS al-
Waqi’ah: 15-23)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Allah Ta’ala berfirman, ‘Surga itu
disediakan bagi orang-orang sholih, kenikmatan di dalamnya tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah
didengar oleh telinga, dan tidak pula pernah terlintas dalam hati.’ Maka bacalah jika kalian menghendaki firman
Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang
sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.’” (QS. As Sajdah [32] : 17) (HR. Bukhari &
Muslim)

Maka membayangkan seberapa besar kenikmatan surga – dan sesungguhnya lebih indah dari yang bisa kita
bayangkan – tentu menjadi motivasi kuat bagi orang yang beriman untuk meraihnya. Dan ini adalah bagian dari
keimanan terhadap hari akhir dan iman kepada Allah Ta’ala.

Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al-Wabil penulis kitab Asyratus Sa’ah (Tanda-tanda Hari Kiamat) berkata,
[“Sesungguhnya percaya kepada Allah, hari akhir, pahala serta siksaan memberi arah yang nyata terhadap
perilaku manusia untuk berbuat kebaikan. Tidak ada undang-undang ciptaan manusia yang mampu
menjadikan perilaku manusia tetap tegak dan lurus seperti beriman kepada hari akhir. Oleh karena itu,
dalam masalah ini akan ada perbedaan perilaku antara (orang yang tak beriman kepada Allah dan hari akhir)
dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta dia mengetahui bahwa dunia adalah tempat
simpanan akhir sedang amal shalih adalah bekal untuk akhirat, sebagaimana firman Allah,

‫الزا ِد ال َّت ْق َوى‬


َّ َ‫َو َت َز َّودُوا َفإِنَّ َخيْر‬

“…Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa …” (QS al-Baqarah: 197)

Dan sebagaimana komentar sahabat Umair Ibnu Hamam, “Menuju kepada Allah tak ada bekal lain kecuali
takwa, amal akhirat dan sabar karena Allah dalam perjuangan. Dan semua bekal akan habis kecuali takwa,
berbuat baik dan mencari petunjuk.”

Nampak perbedaan antara perilaku orang beriman dengan yang tidak beriman kepada Allah, hari akhir, pahala
dan siksaan. Maka bagi orang yang percaya hari pembalasan dia akan berbuat dengan melihat kepada
timbangan langit, bukan timbangan bumi. Dan dia akan melihat hisab akhirat, bukan hisab dunia. Dia akan
mempunyai perilaku tersendiri dalam kehidupan. Kita akan melihatnya istiqamah dan dalam berpikir, iman, tabah
dalam kesulitan, sabar atas bencana demi mencari pahala, dan dia mengerti bahwa apa yang ada di sisi Allah itu
lebih baik dan lebih kekal.”]

Jalan menuju surga memang dipenuhi onak dan duri. Akan tetapi sesungguhnya ada banyak amalan-amalan
yang mudah dilakukan namun Allah membalasnya dengan ganjaran yang sangat besar. Berikut ini disajikan
beberapa amalan yang insya Allah ringan diamalkan namun bisa membawa pelakunya ke surga.

1. Berdzikir Kepada Allah


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫هَّللا‬ ُ ، ‫سبْحَ انَ هَّللا ِ َوبِحَ ْم ِد ِه‬ ِ ‫ َثقِيلَ َت‬، ‫ان‬ ِ ‫ان َخفِي َف َت‬
ِ ِ‫سبْحَ انَ ِ ا ْلعَ ظ‬
‫يم‬ ِ ‫ان إِلَى الرَّ حْ م‬
ُ ‫َن‬ ِ ‫ حَ بِي َب َت‬، ‫ان‬ َ ‫ان فِى ا ْلم‬
ِ ‫ِيز‬ ِ َ‫ان َعلَى اللِّس‬ ِ ‫َكلِ َم َت‬

“Ada dua kalimat yang ringan bagi lisan, berat dalam mizan (timbangan amal) dan dicintai ar-Rahmaan:
‘Subhanallahu wa bihamdih’ (Maha Suci Allah dan dengan pujian-Nya kami memuji) ‘Subhanallah al-Azhiim’
(Maha Suci Allah Dzat Yang Maha Agung).” (HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

َّ ‫ (سبحان هللا والحمد هلل وال إله إال هللا وهللا أكبر) أَحَ بُّ إِلَيَّ ِممّا َطلَعَ تْ عَ لَ ْي ِه ال‬:َ‫أَل َنْ أَقُ ْول‬
ُ‫شمْ س‬

“Saya membaca: ‘Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar’, sungguh aku lebih cintai
daripada dunia dan seisinya.”(HR Muslim no 2695 dan at-Tirmidzi)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

ِ ‫ب هَّللا ِ مِنْ ِذ ْك ِر هَّللا‬


ِ ‫مَا عَ ِمل َ آدَ ِميٌّ َع َماًل أَ ْنجَ ى لَ ُه مِنْ َع َذا‬

“Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang dapat menyelamatkannya dari adzab Allah
melainkan dzikir kepada Allah.” (HR ath-Thabrani dengan sanad yang hasan dan al-Allamah Ibnu Baz
menjadikannya hujjah dalam kitab Tuhfah al-Akhyaar)

2. Meridhai Allah, Islam dan Rasulullah


ِ ْ‫ًّقا عَ لَى هَّللا ِ أَنْ يُر‬Mًّ َ‫انَ ح‬MM‫ إِاَّل َك‬M‫ًًّيا‬Mِّ‫لَّ َم َنب‬M‫س‬
‫ َي ُه‬M‫ض‬ َ ‫ ِه َو‬M‫لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي‬M‫ص‬
َ ‫ًًّبا َوبِاإْل ِسْ اَل ِم دِي ًنا َوبِمُحَ َّم ٍد‬Mّ َ‫ت رَ ضِ يتُ بِاهَّلل ِ ر‬ َ ‫مَا مِنْ َع ْب ٍد مُسْ ل ٍِم َيقُول ُ حِينَ يُصْ بِ ُح َوحِينَ يُمْ سِ ي ثَاَل‬
ٍ ‫ث مَرَّ ا‬
‫ي َْو َم ا ْلقِيَا َم ِة‬

“Tidaklah seorang hamba muslim mengucapkan pada saat dia memasuki waktu pagi dan memasuki waktu
petang: ‘radhiitu billahi rabba, wa bil islaami diina wa bi muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam nabiya (aku
ridha Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi-ku)’ sebanyak tiga kali,
melainkan merupakan hak bagi Allah untuk meridhainya pada hari kiamat kelak.” (HR Ahmad dan dihasankan
oleh al-Allamah Ibnu Baz dalam kitab Tuhfah al-Akhyaar)

3. Menuntut Ilmu Syar’i


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

‫مَنْ سَ لَ َك َط ِر ْي ًقا َي ْل َت ِمسُ فِ ْي ِه عِ ْلمًا سَ َّهل َ هللاُ لَ ُه َط ِر ْي ًقا إِلَى ا ْلجَ َّن ِة‬

“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk  mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju
surga.” (HR Muslim no 2699)
4. Menahan Marah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

َ ‫ُور‬
‫شا َء‬ ِ ‫مَنْ َك َظ َم َغي ًْظا َوه َُو يَسْ َتطِ ي ُع َعلَى أَنْ ُي َن ِّف َذهُ دَ َعاهُ هَّللا ُ ي َْو َم ا ْلقِيَا َم ِة عَ لَى رُ ء‬
ِ ‫ُوس ا ْل َخالَئ ِِق حَ َّتى ي َُخيِّرَ هُ فِي اَيِّ ا ْلح‬

“Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melampiaskannya, niscaya Allah akan
memanggilnya pada hari kiamat di hadapan para makhluk sampai Allah memilihkan untuknya bidadari-bidadari
yang dia suka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)

5. Membaca Ayat Kursi


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

َ‫صالَ ٍة لَ ْم يَمْ َن ُع ُه مِنْ د ُُخ ْو ِل ا ْلجَ َّن َة إِالَّ أَنْ َيم ُْوت‬
َ ِّ ‫مَنْ َقرَ أَ آي ََة ا ْل ُكرْ سِ ي ُدبُرَ ُكل‬

“Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai shalat, maka tidak ada yang dapat menghalanginya
untuk masuk surga kecuali jika dia mati.” (HR an-Nasaa’i dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Maksudnya adalah jika dia mati, dia akan masuk surga dengan rahmat dan karunia Allah ‘Azza wa Jalla.

6. Menyingkirkan Gangguan di Jalan


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

َ ‫لَ َقدْ رَ أَ ْيتُ رَ ُجالً َي َت َقلَّبُ فِي الجَ َّن ِة فِي‬


ِ ‫شجَ رَ ٍة َق َطعَ ها َ مِنْ َظه ِْر ال َّط ِر‬
َ‫ت ُت ْؤذِي ال َّناس‬Mْ ‫يق َكا َن‬

“Sungguh aku telah melihat seorang lelaki mondar-mandir di dalam surga dikarenakan sebuah pohon yang dia
tebang dari tengah jalan yang selalu mengganggu manusia” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

‫يق َف َقال َ َوهللاِ أل ُ َنحِّ يَنَّ ه ََذا عَ نْ المُسْ لِمِينَ اَل يُؤذِي ِه ْم َفأُدْ ِخل َ الجَ َّن َة‬
ٍ ‫شجَ رَ ٍة عَ لَي َظه ِْر َط ِر‬
َ ‫مَرَّ رَ ُجل ٌ ِب ُغصْ ِن‬

“Ada seorang lelaki berjalan melewati ranting pohon yang ada di tengah jalan, lalu dia berkata, ‘Demi Allah,
sungguh aku akan singkirkan ranting ini dari kaum muslimin agar tidak menganggu mereka.’ Maka dia pun
dimasukkan ke dalam surga.” (HR Muslim)

7. Membela Kehormatan Saudaranya di Saat


Ketidakhadirannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

‫ض أَخِي ِه رَ دَّ هللاُ عَن َوجْ ِه ِه ال َّنارَ ي َْو َم القِيَا َم ِة‬


ِ ْ‫مَنْ رَ َّد عَ ن عِ ر‬

“Barangsiapa membela harga diri saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan memalingkan wajahnya dari
api neraka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

‫ْن د ََخل َ الجَ َّن َة‬


ِ ‫شرَّ مَا َبيْنَ ِرجْ لَي‬ َ ُ‫مَنْ َو َقاهُ هللا‬
َ ‫ه َو‬Mِ ‫شرَّ مَا َبيْنَ لَح َي ْي‬
“Barangsiapa yang Allah lindungi dari keburukan apa yang ada di antara kedua rahangnya (yaitu mulut) dan
keburukan yang ada di antara dua pahanya (yaitu kemaluannya), niscaya dia akan masuk surga.”(Dihasankan
oleh Imam at-Tirmidzi dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)

8. Menjauhi Debat Kusir Walaupun Benar


Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam,

‫ت فِي أَعْ لَى ا ْلجَ َّن ِة لِمَنْ حَ سَّ نَ ُخلُ َق ُه‬ ٍ ‫ًقا َو ِب َب ْي‬Mًّّ ‫َض ا ْلجَ َّن ِة لِمَنْ َترَ َك ا ْل ِمرَ اءَ َوإِنْ َكانَ ُم ِح‬
ِ ‫ت فِي َوسَ طِ ا ْلجَ َّن ِة لِمَنْ َترَ َك ا ْل َك ِذبَ َوإِنْ َكانَ م‬
ٍ ‫َازحً ا َو ِب َب ْي‬ Mٍ ‫أَ َنا َزعِي ٌم ِب َب ْي‬
ِ ‫ت فِي رَ ب‬

“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada
dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan
dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi
orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

9. Berwudhu’ Lalu Shalat Dua Raka’at


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,”Tidaklah seorang muslim berwudhu’ lalu dia baguskan
wudhu’nya, kemudian dia berdiri shalat dua raka’at dengan menghadapkan hatinya dan wajahnya pada kedua
raka’at itu, melainkan surga wajib baginya.” (HR Muslim)

10. Pergi Shalat ke Masjid


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di
dalam kegelapan untuk menuju masjid, mereka akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari
kiamat.” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam juga bersabda, “Barangsiapa yang pergi ke masjid atau pulang dari
masjid, niscaya Allah akan persiapkan baginya nuzul di dalam surga setiap kali dia pergi dan pulang.” (HR
Bukhari dan Muslim)

Imam an-Nawawi berkata, “Nuzul adalah makanan pokok, rizki dan makanan yang dipersiapkan untuk tamu.”

11. (Bonus tambahan) Shalat Sunnah 2


Raka’at Setelah Wudhu
Amalan inilah yang dirutinkan oleh sahabat Bilal yang telah menjadikannya sebagai penghuni surga dengan
kesaksian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.

‫ل أَ ْو‬M َ ‫ت دُفَّ َنعْ لَ ْي َك َبيْنَ َي َديَّ فِي ا ْلجَ َّن ِة َقال َ مَا عَ ِم ْلتُ عَ َمالً أَرْ جَ ى عِ ْندِي أَ ِّني لَ ْم أَ َت َطهَّرْ ُطه ُْورً ا فِي‬
ٍ M‫اعَ ِة لَ ْي‬M‫س‬ Mُ ْ‫يَا ِبالَل ُ حَ دِّ ْثنِي ِبأَرْ جَ ى َعم ٍَل عَ ِم ْل َت ُه فِي اإلِسْ الَ ِم َفإِ ِّني سَ ِمع‬
‫الطه ُْو ِر مَا ُكتِبَ لِي أَنْ أُصَ لِّي‬
َّ ‫َار إِالَّ صَ لَّ ْيتُ بِ َذلِ َك‬ٍ ‫ه‬ َ
‫ن‬

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada
Bilal radhiyallahu anhu setelah shalat fajar, “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku amalanmu dalam Islam yang
paling engkau harapkan. Karena sesungguhnya aku mendengar suara terompahmu di hadapanku dalam surga.”
Bilal berkata, ”Tidaklah aku mengamalkan suatu amalan yang lebih aku harapkan melainkan setiap kali aku
bersuci pada malam atau siang hari aku selalu mengerjakan shalat yang bisa aku lakukan.” (HR Al-Bukhari no
1149 dan Muslim no 2458)

***

Rujukan:
-Nayef bin Mamduh Alu Su’ud, 175 Jalan Menuju Surga, Darul Ilmi Publishing 2011

-Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al-Wabil, Tanda-Tanda hari Kiamat, Pustaka Mantiq 1997

-http://almanhaj.or.id/content/3627/slash/0/menjadi-hamba-allah-24-jam/

Anda mungkin juga menyukai