Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH KMB III

MANAJEMEN KASUS GLAUCOMA

Dosen Pembimbing :
Daryami, S. Kep, Ns, M. Kep

Kelompok 1:
1. Sutrisno (NIM 1801052)
2. Suwanto (NIM 1801053)
3. Titik Sumartini (NIM 1801054)
4. Tri Windarti (NIM 1801055)
5. Tulus Prasetyo (NIM 1801056)

PROGRAM KHUSUS ALIH JALUR STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan InayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Makalah ini berisikan tentang Latar
Belakang Penyakit Glaucoma, Konsep Dasar Glaucoma, Skenario kasus dan
Analisa Kasus Glaucoma beserta kesimpulan dari pembuatan makalah ini,
sehingga diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan kepada kita tentang
manajemen kasus glaucoma.
Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang kami hadapi.
Namun berkat bimbingan dari Dosen, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya
belum seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah
ini menjadi lebih baik dan berdaya guna. Harapan kami, semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Penulis
DAFTAR ISI

MAKALAH KMB III.........................................................................................................................1


KATA PENGANTAR......................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................5
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................................5
B. TUJUAN...............................................................................................................................6
C. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................7
BAB II KONSEP DASAR...............................................................................................................8
A. PENGERTIAN.....................................................................................................................8
B. ETIOLOGI............................................................................................................................8
C. TANDA DAN GEJALA.................................................................................................10
D. MANIFESTASI KLINIS................................................................................................10
E. ALUR PATOFISIOLOGI..................................................................................................11
F. KLASIFIKASI.....................................................................................................................12
G. PEMERIKSAAAN PENUNJANG................................................................................15
H. KOMPLIKASI................................................................................................................16
I. PENATALAKSANAAN MEDIS.......................................................................................17
J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN......................................................................19
BAB III SKENARIO DAN ANALISA KASUS.............................................................................34
A. SKENARIO KASUS.........................................................................................................34
B. ANALISA KASUS.............................................................................................................35
C. PROSES TERJADINYA KASUS DILIHAT DARI MEDIS....................................36
D. MANAJEMEN KASUS KEPERAWATAN..............................................................41
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................52
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Kelainan mata glaucoma ditandai dengan meningkatnya tekanan
bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang.
Glaukoma adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan tekanan
intraokuler pada mata. Oleh karena itu glaukoma dapat mengganggu
penglihatan yang perlu diwaspadai. Tidak hanya itu, glaucoma juga dapat
membawa kita kepada kebutaan. Contohnya pada kasus glaucoma yang terjadi
di Amerika Serikat. Disana glaucoma beresiko 12% pada kebutan(Luckman &
Sorensen.1980).
Menurut data dari WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling
utama di dunia adalah katarak (47,8%), galukoma (12,3%), uveitis (10,2%),
age- related mucular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), corneal
apacity (5,1%), dan diabetic retinopathy (4,8%).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia.
Terdapat sejumalah 0,40% penderita glaucoma di Indonesia yang
mengakibatkan kebutaan pada 0,60% penduduk prevalensi penyakit mata di
Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72%, pterigium 8,79%, katarak 7,40%,
konjungtivitis 1,74%, parut kornea 0,34%, glaucoma 0,40%, retinopati 0,17%,
strabismus 0,12%. Prevalensi dan penyebab buta kedua mata adalah lensa
1,02%, glaukom dan saraf kedua 0,16%, kelainan refaksi 0,11%, retina 0,09%,
kornea0,06%, dan lain-lain0,03%, prevalensi total 1,47%. (Sidharta Ilyas,
2004).
Glaukoma sebagai salah satu penyebab kebutaan didefinisikan sebagai
penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan neuropati
(kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas .
Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma. Hampir
80.000 penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma. Di Indonesia,
glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah
gangguan aliran keluar humor aqueous akibat kelainan sistem drainase sudut
kamera anterior (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor
aqueous ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). Berdasarkan
etiologinya, glaukoma dibagi atas glaukoma primer, glaukoma kongenital,
glaukoma sekunder, dan glaukoma absolut.
Glaukoma sekunder merupakan peningkatan tekanan intraokular yang
terjadi sebagai salah satu manifestasi penyakit mata lainnya. Salah satu
penyebabnya adalah katarak imatur, matur, atau hipermatur, yang lebih dikenal
dengan glaukoma fakolitik dan glaukoma fakomorfik. Peningkatan tekanan
intraokular mendadak timbul karena adanya perubahan bentuk lensa (katarak
intumesen) dan degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa yang cair
keluar dan menyumbat bilik mata depan. Ekstraksi lensa adalah terapi definitif
setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis.
Ada beberapa obat-obatan sistemik yang diberikan kepada pasien untuk
mengatasi penyakitnya misal depresi, alergi, atau penyakit Parkinson atau
sebagai alat untuk membantu menegakkan diagnosa, dapat menyebabkan
hambatan pupil dan menstimulasi serangan glaukoma sudut tertutup akut pada
pasien yang secara anatomi memiliki sudut mata yang sempit. Diantaranya
adalah obat midriatikum.
Glaukoma yang terkait dengan gangguan lensa, adalah salah satu
penyebab terbanyak glaukoma sekunder, selain diabetes melitus dan proses
inflamatorik. Oleh karena itu, diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat
terhadap glaukoma akut akibat kelainan lensa, termasuk katarak imatur, matur
atau hipermatur, sangatlah penting untuk menurunkan angka morbiditas
kebutaan.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Glaucoma,
Etiologi, Tanda dan Gejala, Manifestasi Klinis, Alur Patofisiologi,
Penatalaksanaan Medis, Penatalaksanaan Keperawatan, Skenario Kasus,
Analisa Kasus, Proses Terjadinya Kasus dilihat dari Medis dan Manajemen
Kasus Keperawatan.

B. TUJUAN
Tujuan Makalah ini adalah diharapkan mahasiswa mampu mengetahui
dan memahami :
1. Pengertian Glaucoma
2. Etiologi Glaucoma
3. Tanda dan Gejala Glaucoma
4. Manifestasi Klinis Glaucoma
5. Alur Patofisiologi Glaucoma
6. Penatalaksanaan Medis Glaucoma
7. Penatalaksanaan Keperawatan Glaucoma
8. Skenario Kasus Glaucoma
9. Analisa Kasus Glaucoma
10. Proses Terjadinya Kasus Dilihat Dari Medis
11. Manajemen Kasus Keperawatan

C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan Masalah dalam Makalah ini adalah :
1. Apa Pengertian Glaucoma?
2. Apa Saja Etiologi Glaucoma?
3. Apa Saja Tanda dan Gejala Glaucoma?
4. Apa Saja Manifestasi Klinis Glaucoma?
5. Bagaimanakah Alur Patofisiologi Glaucoma?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Medis Glaucoma?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Keperawatan Glaucoma?
8. Bagaimana Contoh Skenario Kasus Glaucoma?
9. Bagaimana Cara Menganalisa Kasus Glaucoma tersebut?
10. Bagaimana Proses Terjadinya Kasus Dilihat Dari Medis?
11. Bagaimana Manajemen Kasus Keperawatan?
BAB II KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Menurut Herman tahun 2010, glaukoma merupakan suatu kumpulan
penyakit yang mempunyai karakteristik umum neuropatik yang berhubungan
dengan hilangnya fungsi penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuler
adalah satu dari resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah
definisi penyakit.
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata
tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan
saraf penglihatan dan kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004). Galukoma adalah
adanya kesamaan kenaikan tekanan intra okuler yang berakhir dengan
kebutaan (Fritz Hollwich, 1993). Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata
yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler.( Long Barbara, 1996)
Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009),bahwa
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan
tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau
pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik,
penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009)
Glukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra
okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi. (Mansjoer, Arif : 2001)
Glukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan
tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang
permanen. (Mansjoer, Arif : 2001). Jadi menurut kelompok kami glaukoma
adalah suatu penyakit mata dimana meningkatnya tekanan intra okuler baik
akut atau kronis, sehingga menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.

B. ETIOLOGI
Penyebab glaukoma adalah meningkatnya tekanan di dalam mata
(tekanan intraokular), baik akibat produksi cairan mata yang berlebihan,
maupun akibat terhalangnya saluran pembuangan cairan tersebut. Tekanan ini
dapat merusak serabut saraf retina atau jaringan saraf yang melapisi bagian
belakang mata dan saraf optik yang menghubungkan mata ke otak juga.
Hingga kini, belum jelas kenapa produksi cairan mata bisa berlebihan atau
kenapa saluran pembuangannya bisa tersumbat.
1. Glaukoma primer terdiri dari :
a. Akut: dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik : dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti:
diabetes mellitus, arterisklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang,
myopia tiggi dan progresif.
2. Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain, seperti: katarak, perubahan lensa kelainan
uvea pembedahan.
Ada beberapa sebab dan faktor yang beresiko terhadap terjadinya glaukoma.
Diantaranya adalah:
a. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2%
dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah
dengan bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
c. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah
dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan
dirumah sakit mata dan/atau dokter spesialis mata. Obat-obatan
d. Pemakai steroid secara rutin
Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh
dokter, obat inhaler untuk penderita asma, obat steroid untuk radang sendi dan
pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda mengetahui
bahwa anda pemakai obat-obatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan
memeriksakan diri anda ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian
glaukoma.
e. Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata
f. Penyakit lain
g. Riwayat penyakit diabetes (kencing manis), hipertensi dan migren.
(Anonim,2010)

C. TANDA DAN GEJALA


1. Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah
belakang kepala.
2. Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual
dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3. Tajam penglihatan sangat menurun.
4. Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5. Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6. Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7. Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat
timbulnya reaksi radang uvea.
8. Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9. Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media
penglihatan.
10. Tekanan bola mata sangat tinggi.
11. Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
1) Kerusakan visus yang serius
2) Lapang pandang mengecil dengan maca-macam skottoma yang
khas
3) Perjalanan penyakit progresif lambat
b. Glaukoma sudut tertutup
1) Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
2) Timbulnya halo/pelangi disekitar cahaya
3) Pandangan kabur
4) Sakit kepala
5) Mual, muntah
6) Kedinginan
7) Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang
sangat sedemikian kuatnya keluhan mata ( gangguan penglihatan,
fotofobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien.
2. Glaukoma sekunder
a. Pembesaran bola mata
b. Gangguan lapang pandang
c. Nyeri didalam mata
3. Glaukoma kongential
Gangguan penglihatan.

E. ALUR PATOFISIOLOGI
Aqueous diproduksi oleh epitel tidak berpigmen dari prosesus siliaris,
yang merupakan bagian anterior dari badan siliar. Aqueous humor kemudian
mengalir melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior, memberikan nutrisi
kepada lensa, iris dan kornea. Drainase aqueous melalui sudut kamera anterior
yang mengandung jaringan trabekular dan kanal Schlemm dan menuju jaringan
vena episklera. (Barbara, 1999)
Perjalanan aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular,
namun terdapat 10% melalui ciliary body face, yang disebut jalur uveoskleral.
Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan ekskresi cairan aqueous, maka
terdapat tiga faktor utama yang berperan dalam meningkatnya tekanan
intraokular, antara lain:
a. Kecepatan produksi aqueous humor oleh badan siliar.
b. Resistensi aliran aqueous humor melalui jaringan trabekular dan kanal
Schlemm.
c. Tekanan vena episklera.
d. Tekanan intraokular normal yang secara umum diterima adalah 10-21
mmHg.
PATHWAYS

Resiko Infeksi

Resiko Cidera

F. KLASIFIKASI
Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut 6 :
1. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi atas :
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka Merupakan sebagian besar dari
glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian
dan kelainan berkembang Disebut sudut terbuka karena humor
aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran
dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran
schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat
terjadi. Gejalaawal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan
peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan
tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul
2) Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup
karena ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris
terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekuler dan
menghambat humor aqueos mengalir ke saluran schlemm. Pargerakan
iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan
cairan diruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.
Gejalah yang timbul dari penutupan yang tiba-tiba dan meningkatnya
TIO, dapat nyeri mata yang berat, penglihatan kabur. Penempelan iris
memyebabkan dilatasi pupil, tidak segera ditangni akan terjadi
kebutaan dan nyeri yang hebat.
b. Glaukoma sekunder
Adalah glaukoma yang diakibatkan oleh penyakit mata lain atau
trauma didalam bola mata, yang menyebabkan penyempitan sudut
/peningkatan volume cairan dari dalam mata . Misalnya glaukoma sekunder
oleh karena hifema, laksasi / sub laksasi lensa, katarak instrumen, oklusio
pupil, pasca bedah intra okuler. Selain itu juga disebabkan oleh :
1) Glaukoma pigmentasi
2) Sindrom eksfoliasi
3) Akibat kelainan traktus uvea
4) Sindrom iriokorneo endotel (ICE)
5) Trauma
6) Pascaoperasi
7) Glaukoma neovaskular
8) Peningkatan tekanan vena episklera
9) Steroid-induced
c. Glaukoma kongenital
Adalah perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi
sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang ( 0,05 %) manifestasi
klinik biasanya adanya pembesaran mata (bulfamos), lakrimasi. Ada du
macam glaucoma kongenita yaitu :
1) Glaukoma kongenital primer
2) Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
d. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah
terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu
dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat
timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta
pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola
mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
2. Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
a. Glaukoma sudut terbuka
1) Kontraksi membran pratrabekular
2) Kelainan trabekular
3) Kelainan pasca trabekular
b. Glaukoma sudut tertutup
1) Sumbatan iris (iris bombe)
2) Pergeseran lensa ke anterior
3) Pendesakan sudut
4) Sinekia anterior perifer
3. Berdasarkan lamanya glaukoma dibedakan menjadi:
a. Glaukoma akut
Penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra okuler yang
meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Glaukoma kronik
Penyakit mata dengan gejalah peningkatan tekanan bola mata
sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.

G. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan lapang pandang : Hal ini penting dilakukan untuk mendiagnosis
dan menindaklanjuti pasien glaukoma. Lapang pandang glaukoma memang
akan berkurang karena peningkatan TIO akan merusak papil saraf optikus.
2. Pengukuran tonografi/tonometri : Mengkaji Tekanan Intra Okuler (TIO)
(normal 12-25 mmHg)
3. Pengukuran gonioskopi : Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
4. Tes Provokatif : Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
5. Pemeriksaan oftalmoskopi : Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.

Pemeriksaan Penunjang Berdasarkan Klasifikasi Galucoma


1. Glaukoma Akut
Pengukuran dengan tonometrischiotz menunjukkan peningkatan
tekanan, parimetri genioskopi dan tonografi dilakukan setelah edema kornea
menghilang.
2. Glaukoma Kronik
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonomebri
menunjukkan peningkatan, nilai dianggap mencurigakan bila berkisar antara
21 – 25 mmHg dan dianggap patologik bila berada diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan
dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat dan terdapat
perdarahan pada pupil.
3. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit,
depresi bagian nasal, tangga rone, atau stroma busur.
Uji provokasi minum air, uji variasi diurnal dan ujian provokasi
steroid dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan.
4.  Pengukuran tekanan intraocular (dengan tonometer), pemeriksaan keadaan
sudut bola mata dengan genioskopi. Sedangkan pemeriksaan lapang
pandangan mata dengan alat perimetri.
5.  Pengecekan terhadap kondisi syaraf mata digunakan alat Heidelberg
Retinal Tomography (HRT) atau Optical Coherence Tomography (OCT).
Pemberian obat tetes mata yang dilanjutkan pemberian obat tablet.
Fungsi obat-obatan tersebut untuk menurunkan produksi atau meningkatkan
keluarnya cairan akuos humor. Cara ini diharapkan dapat menurunkan
tekanan bagi bola mata sehingga dicapai tekanan yang diinginkan. Agar
efektif pemberian obat dilakukan secara terus menerus dan teratur.
6.  Pemasangan keran Ahmed Valve
Untuk mengatasi glaukoma yang kondisinya relatif parah, dokter akan
memasang keran buatan yang populer disebut ahmed valve. Nama ini
berasal dari nama penemunya, yakni Ahmed, warga Amerika Serikat (AS)
asal Timur Tengah yang pertama kali menciptakan klep tersebut sekitar 10
tahun silam. Alat ini terbuat dari bahan polymethyl methacrylate (PMMA),
yakni bahan dasar lensa tanam. Ahmed valve ditanamkan pada bola mata
dengan cara operasi. Bila tekanan bola mata berada pada 18 mmHg maka
klep tersebut akan terbuka sehingga cairan yang tersumbat bisa keluar,
sehingga tekanan bola mata otomatis akan turun. Sebaliknya, klep akan
tertutup kembali bila tekanan sudah berada di bawah 18 mmHg.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada
kebutan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi dengan
ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan
rasa sakit. Mata dengan kebutaan mengakibatkan penyumbatan pembuluh
darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris yang
dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat
dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untukmenekan
fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola
mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi dan memberikan rasa sakit.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan
intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek
samping yang minimal. Penangananya meliputi:
1. Penanganan Medis
a. Glaukoma Primer
1) Pemberian tetes mata Beta blocker (misalnya timolol, betaxolol,
carteolol, levobunolol atau metipranolol) yang kemungkinan akan
mengurangi pembentukan cairan di dalam mata dan TIO.
2) Pilocarpine untuk memperkecil pupil sehingga iris tertarik dan
membuka saluran yang tersumbat.
3) Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine
dan carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi
pembentukan cairan)
4) Minum larutan gliserin dan air biasa untuk mengurangi tekanan dan
menghentikan serangan glaukoma.
5) Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya
acetazolamide).
6) Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya
diberikan manitolintravena (melalui pembuluh darah).
b. Glaukoma sekunder
Pengobatan glaukoma sekunder tergantung kepada penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah peradangan, diberikan corticosteroid dan obat
untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.
c. Glaukoma kongenitalis
Untuk mengatasi Glaukoma kongenitalis perlu dilakukan
pembedahan. Apabila obat tidak dapat mengontrol glaukoma dan
peningkatan TIO menetap, maka terapi laser dan pembedahan
merupakan alternatif.
2. Terapi Laser
a. Laser iridotomy melibatkan pembuatan suatu lubang pada bagian mata
yang berwarna (iris) untuk mengizinkan cairan mengalir secara normal
pada mata dengan sudut sempit atau tertutup (narrow or closed angles).
b. Laser trabeculoplasty adalah suatu prosedur laser dilaksanakan hanya
pada mata-mata dengan sudut-sudut terbuka (open angles).
Laser trabeculoplasty tidak menyembuhkan glaukoma, namun sering
dilakukan daripada meningkatkan jumlah obat-obat tetes mata yang
berbeda-beda. Pada beberapa kasus-kasus, dia digunakan sebagai terapi
permulaan atau terapi utama untuk open-angleglaukoma. Prosedur ini
adalah metode yang cepat, tidak sakit, dan relatif aman untuk
menurunkan tekanan intraocular. Dengan mata yang dibius dengan obat-
obat tetes bius, perawatan laser dilaksanakan melalui lens kontak yang
berkaca pada sudut mata (angle of the eye). Microscopic laser yang
membakar sudut mengizinkan cairan keluar lebih leluasa dari kanal-kanal
pengaliran.
c. Laser cilioablation (juga dikenal sebagai penghancuran badan ciliary
ataucyclophotocoagulation) adalah bentuk lain dari perawatan yang
umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan bentuk-bentuk yang
parah dari glaukoma dengan potensi penglihatan yang miskin. Prosedur
ini melibatkan pelaksanaan pembakaran laser pada bagian mata yang
membuat cairan aqueous (ciliary body). Pembakaran laser ini
menghancurkan sel-sel yang membuat cairan, dengan demikian
mengurangi tekanan mata.
3. Terapi Pembedahan
a)    Trabeculectomy adalah suatu prosedur operasi mikro yang sulit,
digunakan untuk merawat glaukoma. Pada operasi ini, suatu potongan
kecil dari trabecular meshwork yang tersumbat dihilangkan untuk
menciptakan suatu pembukaan dan suatu jalan kecil penyaringan yang
baru dibuat untuk cairan keluar dari mata. Untk jalan-jalan kecil baru,
suatu bleb penyaringan kecil diciptakan dari jaringan conjunctiva
(conjunctival tissue). Conjunctiva adalah penutup bening diatas putih
mata. Filtering bleb adalah suatu area yang timbul seperti bisul yang
ditempatkan pada bagian atas mata dibawah kelopak atas. Sistim
pengaliran baru ini mengizinkan cairan untuk meninggalkan mata,
masuk ke bleb, dan kemudian lewat masuk kedalam sirkulasi darah
kapiler (capillary blood circulation) dengan demikian menurunkan
tekanan mata. Trabeculectomy adalah operasi glaukoma yang paling
umum dilaksanakan. Jika sukses, dia merupakan alat paling efektif
menurunkan tekanan mata.
b)   Viscocanalostomy adalah suatu prosedur operasi alternatif yang
digunakan untuk menurunkan tekanan mata. Dia melibatkan
penghilangan suatu potongan dari sclera (dinding mata) untuk
meninggalkan hanya suatu membran yang tipis dari jaringan
melaluinya cairan aqueous dapat dengan lebih mudah mengalir. Ketika
dia lebih tidak invasiv dibanding trabeculectomy dan aqueous shunt
surgery, dia juga bertendensi lebih tidak efektif. Ahli bedah kadangkala
menciptakan tipe-tipe lain dari sistim pengaliran (drainage systems).
Ketika operasi glaukoma seringkali efektif, komplikasi-komplikasi,
seperti infeksi atau perdarahan, adalah mungkin. Maka, operasi
umumnya dicadangkan untuk kasus-kasus yang dengan cara lain tidak
dapat dikontrol.

J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identifikasi Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl
MRS,  diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.
b. Keluhan Utama
Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi,
nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah
dan bengkak.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai
terjadi nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun,
mata merah dan bengkak.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan
apakah terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita
sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis
vertikal atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.
d. Pola – pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Persepsi klien dalam menilai / melihat dari pengetahuan klien tentang
penyakit yang diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan
juga adanya perubahan dalam pemeliharaan kesehatan. 
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan.
Pada pola nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji
pola makan dan komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis minum
dan berapa banyak jumlahnya.
3) Pola eliminasi
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan
tetapi tetap dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur
karena nyeri / sakit hebat menjalar sampai kepala.
5) Pola aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan
klien mengalami penurunan.
6) Pola persepsi konsep diri
Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas
terhadap penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan
konsep diri.
7) Pola sensori dan kognitif
Pada klien ini akan menjadi /  mengalami gangguan pada fungsi
penglihatan dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan.
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar
sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea
berawan.Peningkatan air mata.
8) Pola hubungan dan peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena
penyakit yang dideritanya.
9) Pola reproduksi
Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.
10)Pola penanggulangan stress
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan
fungsi penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta
pemeriksaan TTV.
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher
Meliputi kebersihan mulut, rambut, klien menyeringai nyeri hebat pada
kepala, mata merah, edema kornea, mata terasa kabur.
3) Pemeriksaan Integumen
Meliputi warna kulit, turgor kulit.
4) Pemeriksaan Sistem Respirasi
Meliputi frekwensi pernafasan bentuk dada, pergerakan dada.
5) Pemeriksaan Kardiovaskular
Meliputi irama dan suara jantung.
6) Pemeriksaan Sistem  Gastrointestinal
Pada klien dengan glaukoma ditandai dengan mual muntah.
7) Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
Meliputi pergerakan ekstermitas.
8) Pemeriksaan Sistem Endokrin
Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya glaukoma dalam sistem
endokrin.
9) Pemeriksaan Genitouria
Tidak ada disuria, retesi urin, inkontinesia urine.
10) Pemeriksaan Sistem Pernafasan
Pada umumnya motorik dan sensori terjadi gangguan karena
terbatasnya lapang pandang.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan
dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau
penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa
tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25
mmHg)
4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari
sudut tertutup glaukoma.
5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan
mikroaneurisma.
7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosis.
9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan
c. Ansietas
d. Kurang Pengetahuan
e. Resiko Infeksi
f. Resiko Cidera
3. Perencanaan Keperawatan
NANDA NOC NIC
Nyeri Akut Tingkat kenyamanan Manajemen nyeri
Batasan karakteristik: Indikator: Intervensi:
 Perubahan nafsu
 Melaporkan keadaan 1. Lakukan penilaian nyeri secara
makan fisik membaik komprehensif dimulai dari lokasi,
 Perubahan dalam
 Melaporkan kepuasan karakteristik, frekuensi, kualitas,
tekanan darah terhadap kontrol nyeri intensitas, dan penyebab
 Perubahan frekuensi
 Menunjukkan 2. Tentukan dampak nyeri terhadap
denyut jantung kepuasaan terhadap kontrol kehidupan sehari-hari (tidur,

 Perubahan frekuensi nyeri nafsu makan)

pernapasan Kontrol nyeri 3. Tentukan tingkat kebutuhan

 Masalah tidur Indikator: pasien yang dapat memberikan

 Dilatasi pupil  Pasien mengetahui serangan kenyamanan pada pasien dan


nyeri rencana keperawatan
 Pasien mengetahui gejala- 4. Menyediakan informasi tentang
gejala nyeri nyeri, contoh penyebab nyeri,
 Menggunakan tindakan bagaimana terjadinya,
preventif mengantisipasi ketidaknyamanan
Nyeri efek disruptive 5. Menyediakan analgesik yang
Indikator dibutuhkan dalam mengatasi

 Pasien melaporkan hilangnya nyeri

gangguan tidur 6. Anjurkan untuk istirahat/ tidur yang

 Kehilangan nafsu makan adekuat untuk mengurangi nyeri


7. Dorong pasien untuk

Tingkat nyeri mendiskusikan pengalaman

Indikator terhadap nyeri

 Keluhan nyeri 8. Menyediakan informasi yang


adekuat untuk meningkatkan
 Ekspresi wajah terhadap
pengetahuan keluarga terhadap
nyeri
nyeri
9. Menyertakan keluarga dalam
mengembangkan metode
mengatasai nyeri
10. Monitor kepuasan klien
terhadap manajemen nyeri yang
diberikan dalam interval yang
ditetapkan
Gangguan persepsi Kompensasi Tingkah laku Peningkatan Komunikasi: Defisit
sensori: penglihatan Penglihatan: Penglihatan
Indicator: 1. Kenali diri sendiri ketika memasuki
Batasan karakteristik:  Pantau gejala dari semakin ruang pasien
 Berubahnya ketajaman buruknya penglihatan 2. Menerima reaksi pasien terhadap
pancaindera  Posisikan diri untuk rusaknya penglihatan
 Berubahnya respon menguntungkan penglihatan 3. Catat reaksi pasien terhadap
yang  Ingatkan
umum terhadap yang lain untuk rusaknya penglihatan (misal,
rangsangan menggunakan teknik yang depresi, menarik diri, dan menolak
 Gagal penyesuaian menguntungkan penglihatan kenyataan)

 Distorsi pancaindera  Gunakan pencahayaan yang 4. Andalkan penglihatan pasien yang

cukup untuk aktivitas yang tersisa sebagaimana mestinya

sedang dilakukan 5. Gambarkan lingkungan kepada

 Memakai kacamata dengan pasien

benar 6. Jangan memindahkan benda-

 Merawat kacamata dengan benda di kamar pasien tanpa

benar memberitahu pasien


7. Identifikasi makanan yang ada
 Menggunakan alat bantu
dalam baki dalam kaitannya
penglihatan yang lemah
dengan angka-angka pada jam
8. Sediakan kaca pembesar atau
kacamata prisma sewajarnya
untuk membaca
9. Rujuk pasien dengan masalah
penglihatan ke agen yang sesuai

Manajemen Lingkungan
1. Ciptakan lingkungan yang aman
untuk pasien
2. Hilangkan bahaya lingkungan
(misal, permadani yang bisa
dilepas-lepas dan kecil, mebel
yang dapat dipindah-pindahkan)
3. Hilangkan objek-objek yang
membahayakan dari lingkungan
4. Lindungi dengan sisi rel/ lapisan
antar rel, sebagaimana mestinya
5. Kawal pasien selama kegiatan-
kegiatan di bangsal sebagaimana
mestinya
6. Sediakan tempat tidur tinggi-
rendah yang sesuai
7. Sediakan alat-alat yang adaptif
(misal, bangku untuk melangkah
atau pegangan tangan) yang
sesuai
8. Susun perabotan di dalam kamar
dalam tatakan yang sesuai yang
bagus dalam mengakomodasi
ketidakmampuan pasien ataupun
keluarga
9. Tempatkan benda-benda yang
sering digunakan dekat dengan
jangkauan
10. Manipulasi pencahayaan untuk
kebaikan terapeutik
11. Batasi pengunjung

Pengawasan: Keamanan
1. Pantau perubahan fungsi fisik atau
kognitif pasien yang menyebabkan
perilaku yang membahayakan
2. Pantau lingkungan yang
berpotensi membahayakan
keamanan
3. Tentukan derajat pengawasan
yang dibutuhkan pasien,
berdasarkan tingkat, fungsi dan
kehadiran bahaya dalam
lingkungan
4. Sediakan tingkat pengawasan
yang sesuai untuk memantau
pasien dan memberikan tindakan
terapeutik, jika dibutuhkan
5. Tempatkan pasien pada
lingkungan yang paling terbatas
yang menyedikan level yang
dibutuhkan untuk observasi
6. Mulai dan pertahankan status
pencegahan pada resiko tinggi
dari bahaya yang dikhususkan
untuk pengaturan perawatan
7. Komunikasikan informasi tentang
resiko pasien pada perawat
lainnya

Ansietas Kontrol Kecemasan: . Penurunan kecemasan


Batasan karakteristik: Indicator: Aktivitas:
 Scaning dan  Memantau intensitas 1.Tenangkan klien
kewaspadaan kecemasan 2.Jelaskan seluruh posedur tindakan
 Kontak mata yang  Menghilangkan pencetus kepada klien dan perasaan yang
buruk kecemasan mungkin muncul pada saat
 Ketidakberdayaan  Menurunkan rangsang melakukan tindakan
meningkat lingkungan ketika cema 3.Berikan informasi diagnosa,
 Kerusakan perhatian  Mencari informasi untuk 4.prognosis, dan tindakan

mengurangi kecemasan 5.Berusaha memahami keadaan

 Merencanakan strategi klien

koping terhadap situasi 6.Kaji tingkat kecemasan dan reaksi


yang menekan fisik pada tingkat kecemasan
 Menggunakan strategi 7.Gunakan pendekatan dan
koping yang efektif sentuhan, untuk meyakinkan
 Menggunakan teknik pasien tidak sendiri.
relaksasi untuk 8.Sediakan aktivitas untuk
mengurangi rasa cemas menurunkan ketegangan
 Menjaga hubungan sosial 9.Bantu pasien untuk identifikasi

 Melaporkan situasi yang mencipkatakan

ketidakhadiran cemas

penyimpangan persepsi 10. Instruksikan pasien untuk

pada pancaindera menggunakan teknik relaksasi

 Melaporkan
ketidakhadiran manifestasi Peningkatan koping

fisik akan kecemasan Aktivitas:

a. Kontrol cemas 1. Hargai pemahamnan pasien

Indikator : tentang pemahaman penyakit

 Pantau intensitas 2. Gunakan pendekatan yang

kecemasan tenang dan berikan jaminan

 Menyingkirkan tanda 3. Sediakan informasi aktual

kecemasan tentang diagnosa, penanganan,

 Mencari informasi untuk dan prognosis

menurunkan cemas 4. Sediakan pilihan yang realisis

 Mempertahankan tentang aspek perawatan saat ini

konsentrasi 5. Tentukan kemampuan klien

 Laporankan durasi dari untuk mengambil keputusan

episode cemas 6. Bantu pasien untuk

b. Koping mengidentifikasi strategi positif

Indikator: untuk mengatasi keterbatasan

 Memanajemen masalah dan mengelola gaya hidup atau

 Melibatkan anggota perubahan peran

keluarga dalam membuat


keputusan
 Mengekspresikan
perasaan dan kebebasan
emosional
 Menunjukkan strategi
penurunan stres
Menggunakan support sosial
Kurang pengetahuan NOC : NIC :
Definisi :  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
Tidak adanya atau
 Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
kurangnya informasi pengetahuan pasien tentang
kognitif sehubungan Kriteria Hasil : proses penyakit yang spesifik
dengan topic spesifik.  Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi dari
menyatakan pemahaman penyakit dan bagaimana hal ini
Batasan karakteristik : tentang penyakit, kondisi, berhubungan dengan anatomi
memverbalisasikan prognosis dan program dan fisiologi, dengan cara yang
adanya masalah, pengobatan tepat.
ketidakakuratan  Pasien dan keluarga mampu 3. Gambarkan tanda dan gejala
mengikuti instruksi, melaksanakan prosedur yang yang biasa muncul pada
perilaku tidak sesuai. dijelaskan secara benar penyakit, dengan cara yang tepat
Pasien dan keluarga mampu 4. Gambarkan proses penyakit,
menjelaskan kembali apa dengan cara yang tepat
Faktor yang yang dijelaskan perawat/tim 5. Identifikasi kemungkinan
berhubungan : kesehatan lainnya penyebab, dengna cara yang
keterbatasan kognitif, tepat
interpretasi terhadap 6. Sediakan informasi pada pasien
informasi yang salah, tentang kondisi, dengan cara
kurangnya keinginan yang tepat
untuk mencari 7. Hindari harapan yang kosong
informasi, tidak 8. Sediakan bagi keluarga informasi
mengetahui sumber- tentang kemajuan pasien dengan
sumber informasi. cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara
yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

Resiko Infeksi  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)


Definisi : Peningkatan
 Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah
resiko masuknya
 Risk control dipakai pasien lain
organisme patogen 2. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
Faktor-faktor resiko :  Klien bebas dari tanda dan 4. Instruksikan pada pengunjung
Prosedur Infasif gejala infeksi untuk mencuci tangan saat
Ketidakcukupan  Mendeskripsikan proses berkunjung dan setelah
pengetahuan untuk penularan penyakit, factor berkunjung meninggalkan pasien
menghindari paparan yang mempengaruhi 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
patogen penularan serta cuci tangan
Trauma penatalaksanaannya, 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
 Menunjukkan
Kerusakan jaringan dan kemampuan sesudah tindakan kperawtan
peningkatan paparan untuk mencegah timbulnya 7. Gunakan baju, sarung tangan
lingkungan infeksi sebagai alat pelindung
Ruptur membran
 Jumlah leukosit dalam batas 8. Pertahankan lingkungan aseptik
amnion normal selama pemasangan alat
Agen farmasi
 Menunjukkan perilaku hidup 9. Ganti letak IV perifer dan line
(imunosupresan) sehat central dan dressing sesuai
Malnutrisi dengan petunjuk umum
Peningkatan paparan 10. Gunakan kateter intermiten
lingkungan patogen untuk menurunkan infeksi
Imonusupresi kandung kencing
Ketidakadekuatan imum 11. Tingktkan intake nutrisi
buatan 12. Berikan terapi antibiotik bila
Tidak adekuat perlu
pertahanan sekunder
(penurunan Hb, Infection Protection (proteksi
Leukopenia, penekanan terhadap infeksi)
respon inflamasi) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Tidak adekuat sistemik dan lokal
pertahanan tubuh 2. Monitor hitung granulosit, WBC
primer (kulit tidak utuh, 3. Monitor kerentanan terhadap
trauma jaringan, infeksi
penurunan kerja silia, 4. Batasi pengunjung
cairan tubuh statis, 5. Saring pengunjung terhadap
perubahan sekresi pH, penyakit menular
perubahan peristaltik) 6. Partahankan teknik aspesis pada
Penyakit kronik pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

Resiko Cidera NOC : Risk Kontrol NIC : Environment Management


Definsi : Kriteria Hasil : (Manajemen lingkungan)
Dalam risiko cederaKlien terbebas dari cedera 1. Sediakan lingkungan yang aman
sebagai hasil dariKlien mampu menjelaskan untuk pasien
interaksi kondisi cara/metode untukmencegah 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
lingkungan dengan injury/cedera pasien, sesuai dengan kondisi
respon adaptif indifiduKlien mampu menjelaskan fisik dan fungsi kognitif pasien
dan sumber factor resiko dari dan riwayat penyakit terdahulu
pertahanan. lingkungan/perilaku personal pasien
Mampumemodifikasi gaya 3. Menghindarkan lingkungan yang
Faktor resiko : hidup untukmencegah injury berbahaya (misalnya
Eksternal Menggunakan fasilitas memindahkan perabotan)
Mode transpor kesehatan yang ada 4. Memasang side rail tempat tidur
atau cara perpindahan Mampu mengenali 5. Menyediakan tempat tidur yang
Manusia atau perubahan status kesehatan nyaman dan bersih
penyedia pelayanan 6. Menempatkan saklar lampu
kesehatan (contoh : ditempat yang mudah dijangkau
agen nosokomial) pasien.
Pola 7. Membatasi pengunjung
kepegawaian : kognitif, 8. Memberikan penerangan yang
afektif, dan faktor cukup
psikomotor 9. Menganjurkan keluarga untuk
Fisik (contoh : menemani pasien.
rancangan struktur dan 10. Mengontrol lingkungan dari
arahan masyarakat, kebisingan
bangunan dan atau 11. Memindahkan barang-barang
perlengkapan) yang dapat membahayakan
Nutrisi (contoh : 12. Berikan penjelasan pada pasien
vitamin dan tipe dan keluarga atau pengunjung
makanan) adanya perubahan status
Biologikal kesehatan dan penyebab
( contoh : tingkat penyakit.
imunisasi dalam
masyarakat,
mikroorganisme)
Kimia (polutan,
racun, obat, agen
farmasi, alkohol, kafein
nikotin, bahan
pengawet, kosmetik,
celupan (zat warna
kain))
Internal
Psikolgik
(orientasi afektif)
Mal nutrisi
Bentuk darah
abnormal, contoh :
leukositosis/leukopenia,
perubahan faktor
pembekuan,
trombositopeni, sickle
cell, thalassemia,
penurunan Hb, Imun-
autoimum tidak
berfungsi.
Biokimia, fungsi
regulasi (contoh : tidak
berfungsinya sensoris)
Disfugsi
gabungan
Disfungsi efektor
Hipoksia jaringan
Perkembangan
usia (fisiologik,
psikososial)
Fisik (contoh :
kerusakan kulit/tidak
utuh, berhubungan
dengan mobilitas)
BAB III SKENARIO DAN ANALISA KASUS

A. SKENARIO KASUS
Ny. S berusia 58 tahun datang ke Poli Mata dengan keluhan rasa sakit
pada mata yang menjalar pada dahi atau kepala, penurunan tajam penglihatan
setelah 4 hari ini, mual, muntah, penglihatan kabur seperti melihat warna
pelangi di sekeliling cahaya lampu, kepala pusing cekot-cekot dan sering
menabrak benda di samping badannya saat berjalan. Pasien mengatakan skala
nyeri yang dialaminya 3.
Kesadaran compos mentis dan hasil pengukuran tekanan darah sistole
dan diastole saat itu adalah 170/90 mmHg. Nadi 80x/menit, Respirasi 20
x/menit, Suhu ; 36,70C. Pasien tampak cemas dengan keluhan yang
dideritanya dan belum mengetahui mengenai penyakit yang dialaminya.
Dari status oftalmologis diperoleh tajam penglihatan mata kanan 0,5/60
dan mata kiri 5/12. Posisi kedua bola mata ortoforia dan gerak kedua bola mata
normal. Palpebra sebelah kanan tampak membengkak dan spasme.
Didapatkan adanya injeksi konjungtiva dan injeksi perikorneal yang hebat pada
mata kanan. Kornea mata kanan pasien tampak edema. Kamera okuli anterior
kanan dangkal. Iris mata kanan masih terlihat radikular line, namun pupil
tampak berdiameter 4 mm (mid-dilatasi) dan refleks cahaya negatif. Lensa
mata kanan tampak keruh merata. Sedangkan hasil pemeriksaan TIO dengan
menggunakan tonometer Schiotz menunjukkan 0/5,5 kemudian diulang dengan
memberikan beban 10 sehingga menjadi 0/10. Kemudian pemeriksaan TIO ini
dilanjutkan dengan memakai tonometer aplanasi dan hasil TIO sebelah kanan
adalah 70 mmHg sedangkan sebelah kiri 20 mmHg. Pemeriksaan mata
sebelah kiri menunjukkan adanya kekeruhan yang tidak merata pada lensa,
sedangkan bagian lain dalam batas normal.
Melalui pemeriksaan gonioskopi, diperoleh hasil mata kiri memiliki sudut
mata derajat I dan II. Sistem shaffer mendeskripsikan sudut antara jalinan
trabekular dan iris menjadi 4 derajat. Derajat I berarti sudut di antara iris dan
permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 10°. Pada kondisi tersebut, sudut
tertutup dapat terjadi. Sedangkan derajat II berarti sudut di antara iris dan
permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 20°
Pasien mempunyai Riwayat hipertensi belum melakukan pengobatan
rutin.
Diagnosa medis : Glaukoma Sudut Tertutup Akut

B. ANALISA KASUS
1. DATA SUBYEKTIF
a. Pasien mengeluh rasa sakit pada mata yang menjalar pada dahi atau
kepala, penurunan tajam penglihatan setelah 7 hari ini, mual, muntah,
penglihatan kabur seperti melihat warna pelangi di sekeliling cahaya lampu,
kepala pusing cekot-cekot.
b. Pasien mengeluh sering menabrak benda di samping badannya saat
berjalan.
c. Pasien belum mengetahui mengenai penyakit yang dialaminya.
d. Skala nyeri 3.
2. DATA OBYEKTIF
a. Kesadaran compos mentis dan hasil pengukuran tekanan darah sistole dan
diastole saat itu adalah 170/90 mmHg. Nadi 80x/menit, Respirasi 20
x/menit, Suhu ; 36,70C
b. Pasien tampak cemas dengan keluhan yang dideritanya
3. DATA PENUNJANG
a. Status oftalmologis diperoleh tajam penglihatan mata kanan 0,5/60 dan
mata kiri 5/12.
b. Posisi kedua bola mata ortoforia dan gerak kedua bola mata normal.
c. Palpebra sebelah kanan tampak membengkak dan spasme.
d. Didapatkan adanya injeksi konjungtiva dan injeksi perikorneal yang hebat
pada mata kanan. Kornea mata kanan pasien tampak edema.
e. Kamera okuli anterior kanan dangkal.
f. Iris mata kanan masih terlihat radikular line, namun pupil tampak
berdiameter 4 mm (mid-dilatasi) dan refleks cahaya negatif.
g. Lensa mata kanan tampak keruh merata.
h. Hasil pemeriksaan TIO dengan menggunakan tonometer Schiotz
menunjukkan 0/5,5 kemudian diulang dengan memberikan beban 10
sehingga menjadi 0/10.
i. Hasil pemeriksaan TIO ini dilanjutkan dengan memakai tonometer aplanasi
dan hasil TIO sebelah kanan adalah 70 mmHg sedangkan sebelah kiri 20
mmHg.
j. Pemeriksaan mata sebelah kiri menunjukkan adanya kekeruhan yang tidak
merata pada lensa, sedangkan bagian lain dalam batas normal.
k. Melalui pemeriksaan gonioskopi, diperoleh hasil mata kiri memiliki sudut
mata derajat I dan II. Sistem shaffer mendeskripsikan sudut antara jalinan
trabekular dan iris menjadi 4 derajat. Derajat I berarti sudut di antara iris
dan permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 10°. Pada kondisi
tersebut, sudut tertutup dapat terjadi. Sedangkan derajat II berarti sudut di
antara iris dan permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 20°
4. RIWAYAT PENYAKIT
Pasien mempunyai Riwayat hipertensi belum melakukan pengobatan rutin.

C. PROSES TERJADINYA KASUS DILIHAT DARI MEDIS


1. Definisi Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Glaukoma sudut tertutup akut adalah suatu kondisi dimana iris
tertarik ke jalinan trabekular pada sudut bilik mata depan. Ketika iris
terdesak atau tertarik ke depan dan menyebabkan hambatan pada jalinan
trabekular, aliran cairan aqueous tersumbat sehingga meningkatkan TIO
secara tiba-tiba21.
2. Faktor Predisposisi Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Faktor-faktor predisposisi glaukoma sudut tertutup akut, adalah 12,23 :
a. Usia: di atas 40 tahun.
b. Mempunyai keluarga yang menderita glaukoma.
c. Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai resiko 6 kali lebih besar mengalami glaukoma. Resiko
terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan
anak-anak.
d. Peningkatan TIO di atas 21 mmHg.
e. Ras Asia.
Ras Asia lebih mudah terkena glaukoma sudut tertutup, risikonya kira-
kira 20-40 kali lebih tinggi daripada ras kaukasia.
f. Jenis kelamin wanita.
Wanita tiga kali lebih beresiko terkena glaukoma sudut tertutup akut
daripada pria sehubungan dengan bilik mata depan pada wanita yang
lebih dangkal.
g. Mempunyai riwayat penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan
hipertensi.
h. Mempunyai riwayat miopia tinggi.
i. Hipermetropi.
Orang dengan hipermetropi memiliki sudut mata yang sempit, hal ini
menyebabkan mereka terkena serangan akut glaukoma sudut tertutup.
j. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk
penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat
yang memakai steroid secara rutin lainnya.
k. Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata.
l. Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih
rendah sudah dapat merusak saraf optik.
3. Faktor Pencetus Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya glaukoma sudut tertutup
akut antara lain adalah
a. Pemakaian steroid, baik secara topikal pada mata maupun sistemik (oral
maupun injeksi).
b. Riwayat trauma pada mata.
c. Pemakaian obat-obat yang dapat melebarkan pupil .
Obat ini dapat memicu terjadinya glaukoma sudut tertutup pada orang-
orang dengan bakat sudut mata sempit. Obat ini didapatkan pada obat
tetes mata (midriatil dan efrisel), obat antikolinergik sistemik seperti
Atropin, obat flu, atau obat pencegah mabuk kendaraan. Dilatasi pupil
bisa menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris.
Iris bisa menggeser ke depan dan secara tiba-tiba menutup saluran
humor aqueus, sehingga terjadi peningkatan tekanan di dalam mata
secara mendadak.
d. Berada pada ruangan gelap.
Serangan akut glaukoma dapat terjadi secara spontan saat penderita
berada pada ruangan gelap atau di gedung bioskop oleh karena pupil
secara otomatis akan dilatasi untuk memperoleh lebih banyak cahaya
yang masuk.
4. Patofisologi Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Glaukoma sudut tertutup didefinisikan sebagai aposisi dari iris terhadap
trabekular meshwork yang mengakibatkan penurunan drainase humor akueus
melalui sudut kamera okuli anterior. Mengingat patogenesis yang mendasari
glaukoma sudut tertutup, maka penting untuk menilai ukuran relatif dan
absolut dan posisi dari struktur segmen anterior serta gradien tekanan antara
kamera okuli anterior dan posterior. Secara konseptual, mekanisme terjadinya
glaukoma sudut tertutup dibedakan menjadi dua kategori umum:
a. Mekanisme yang mendorong iris ke depan dari belakang,
b. Mekanisme yang menarik iris ke depan hingga kontak dengan trabekular
meshwork.
Blok pupil merupakan penyebab tersering penutupan sudut kamera
okuli anterior dan merupakan faktor yang seringkali mendasari terjadinya
glaukoma sudut tertutup primer. Aliran humor akueus dari kamera okuli
posterior melalui pupil terhambat dan obstruksi ini menyebabkan
peningkatan gradien tekanan antara kamera okuli anterior dan kamera
okuli posterior, sehingga iris perifer melengkung ke depan mengarah ke
trabekular meshwork. Blok pupil absolut terjadi ketika tidak ada
pergerakan humor akueus melalui pupil sebagai akibat dari sinekia
posterior. Sinekia posterior dapat dibentuk antara iris dengan lensa
kristalin, lensa intraokular, sisa kapsul, dan/atau permukaan vitreus. Blok
pupil relatif terjadi karena terbatasnya pergerakan humor akueus melalui
pupil karena iris berhubungan dengan lensa, lensa intraokular, sisa
kapsul, hyaloid anterior, atau unsur space-occupying vitreus (udara,
silikon oil). Blok pupil relatif dan absolut dapat diatasi dengan iridektomi
perifer.
5. Gejala dan Tanda Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan
intraokuler secara tiba-tiba. Hal ini terjadi pada mata yang peka, dengan
sudut kamera okuli anterior yang sempit, ketika pupil dilatasi (pada keadaan
gelap, sekunder karena faktor psikologis atau drug induced) dan
menyebabkan blok iris perifer pada trabekular meshwork. Glaukoma sudut
tertutup akut menyebabkan nyeri dan penurunan ketajaman penglihatan
(kabur), dan dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan secara ireversibel
dalam waktu dekat .
Jika tekanan meningkat cukup tinggi, rasa sakit hingga dapat
menyebabkan rasa mual dan muntah. Mata menjadi merah, kornea bengkak
dan berkabut, dan pasien dapat melihat halo ketika melihat cahaya.
Tanda-tanda glaukoma sudut tertutup akut kongestif yang didapatkan
dari pemeriksaan, antara lain:
a. Tekanan intraokuler yang tinggi,
b. Pupil mid-dilatasi, refleks pupil lambat, dan terkadang bentuknya oval,
c. Edema epitel kornea,
d. Kongesti episklera dan pembuluh darah konjungtiva,
e. Kamera okuli anterior yang dangkal,
f. Terdapat flare dan sel minimal di humor akueus,
g. Saraf optikus tampak tenggelam selama periode serangan akut .
6. Penatalaksanaan Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Ketika diagnosa glaukoma sudut tertutup akut telah ditegakkan, terapi
medis secara intensif harus segera dimulai. Terapi awal adalah dengan
memberikan pengobatan yang bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokuler
secara cepat untuk mencegah kerusakan pada nervus optikus, menjernihkan
kornea, mengurangi inflamasi intraokuler, membuat pupil konstriksi, dan
mencegah pembentukan sinekia posterior dan anterior perifer. Pada dasarnya
pengobatan dilakukan untuk mempersiapkan pasien menjalani operasi.
Penatalaksanaan segera secara umum terdiri dari miotik eye drop,
timolol eye drop, carbonic anhydrase inhibitor, dan agen hiperosmotik. Jika
pasien tidak terlalu mual, pengobatan oral dapat diberikan. Pengobatan oral
terdiri dari asetazolamid 500 mg, dan hiperosmotik oral yaitu larutan gliserol
50% (1,5 g/kgBB) atau larutan isosorbid 45% (1,5 g/kgBB). Salah satu miotik
eye drop adalah pilokarpin 2% yang diberikan setiap 30 menit sampai pupil
kontriksi. Jika tekanan introkuler sangat tinggi, otot spinter iris dapat menjadi
iskemik, dan pilokarpin tidak akan menyebabkan miosis sampai tekanan
intraokuler diturunkan oleh obat lain seperti gliserin. Timolol maleat 0,5% dapat
diberikan, 1 atau 2 tetes pada tetes awal setiap 5 sampai 10 menit dan
kemudian satu tetes tiap 12 jam sampai dilakukan operasi. Analgesik dan
antiemetik dapat diberikan bila pasien mengalami nyeri yang hebat, mual atau
muntah. Pasien dirawat inap di rumah sakit, dan dipantau tekanan
intraokulernya secara periodik. Di rumah sakit, penambahan asetazolamid
secara intravena dengan dosis 500 -1000 mg dapat diberikan jika terjadi mual.
Setelah 2 sampai 3 jam diterapi secara intensif, pasien kemudian
dievaluasi Jika mata berespon dengan terapi, tekanan intraokuli turun, pupil
menjadi miotik, dan sudut terbuka, maka terapi dengan obat miotik dapat
dilanjutkan. Jika situasi tetap stabil dengan tidak terjadi serangan maka operasi
dapat direncanakan pada 2-3 hari berikutnya. Di sisi lain, jika tekanan
intraokuli turun tapi sudut tidak terbuka, maka operasi segera disiapkan dalam
2-4 jam. Hal ini juga dilakukan pada mata yang tidak berespon baik dengan
pengobatan yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan tekanan intraokuli
yang persisten, pupil mid-midriasis, dan sudut tertutup.
Penambahan pengobatan dapat diberikan untuk persiapan operasi jika
tekanan intraokuli tetap tinggi walaupun terapi telah diberikan sebelumnya.
Agen osmotik dapat diberikan secara intravena yaitu manitol, 2 g/kgBB dalam
waktu 45-60 menit atau urea, 1 g/kg degan periode yang sama. Jika pasien
akan menjalani operasi dengan anestesi general, kateter urine harus dipasang
karena diuresis cepat akan berlangsung, tekanan akan turun 1 sampai 1,5 jam
setelah infus agen tersebut dimulai, dan operasi harus disiapkan segera waktu
itu. Jika tekanan tetap tidak turun mendekati normal saat operasi, maka akan
dilakukan parasentesis mata.
Operasi dilakukan hampir pada semua pasien dengan glaukoma sudut
tertutup akut. Terapi definitif glaukoma sudut tertutup akut adalah pembedahan
dan laser, antara lain:
a. Iridektomi perifer dan Iridotomi laser
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di
antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan iridotomi laser
atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah
dilakukan, terapi laser memerlukan kornea yang relatif jernih dan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli yang cukup besar, terutama
apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas.
Iridotomi laser merupakan pilihan terapi untuk glaukoma sudut
tertutup yang disebabkan karena blok pupil. Iridotomi dengan laser argon
atau laser neodium:YAG menyebabkan pembukaan iris sehingga humor
akueus yang terjebak di kamera okuli posterior dapat mencapai kamera
okuli anterior dan trabekular meshwork. Adanya aliran humor akueus ke
kamera okuli anterior melalui defek iris, tekanan di belakang iris turun,
membuat iris menyusut ke posisi normalnya. Teknik ini dapat membuka
kamera okuli anterior dan mengurangi blokade trabekular meshwork. Jika
kornea sangat keruh atau pasien tidak kooperatif maka dapat dilakukan
iridektomi perifer sebagai pengganti iridotomi laser.
b. Trabekulektomi
Operasi glaukoma secara konvensional yang paling umum adalah
trabekulektomi. Pada trabekulektomi, sebagian thickness-flap dibuat dari
dinding sklera, dan jalan pembuka dibuat di bawah flap untuk
memindahkan sebagian dari trabekular meshwork. Kemudian flap sklera
dikembalikan secara longgar pada tempatnya. Hal ini menyebabkan cairan
mengalir keluar dari mata melalui pembukaan ini, yang mengakibatkan
penurunan tekanan intraokuler dan pembentukan bleb atau gelembung
cairan pada permukaan mata. Scar dapat terjadi di sekeliling atau diatas
flap yang membuka, yang dapat menyebabkan berkurangnya atau
hilangnya efektivitas.
c. Gonioplasti laser
Laser digunakan untuk menciptakan luka bakar pada stromal di iris
perifer. Iris berkontraksi, sehingga memperdalam sudut kamera anterior.
Gonioplasti laser digunakan sebagai terapi glaukoma sudut tertutup yang
berkaitan dengan iris plateu dan nanoftalmus, atau digunakan sebagai
pengukur sudut terbuka hingga iridotomi laser dilaksanakan.

D. MANAJEMEN KASUS KEPERAWATAN


1. Diagnosa Keperawatan yang muncul:
2. Nyeri akut
3. Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan
4. Ansietas
5. Kurang Pengetahuan
NANDA NOC NIC
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
Ditandai dengan: keperawatan 1x24 jam Intervensi:
DS : Pasien mengeluh rasa diharapkan nyeri akut 1.Lakukan penilaian nyeri secara
sakit pada mata yang menjalar berkurang dengan kriteria komprehensif dimulai dari
pada dahi atau kepala hasil: lokasi, karakteristik, frekuensi,
Kepala pusing cekot-cekot 1. Tingkat kenyamanan kualitas, intensitas, dan
Pasien mengeluh mual Pasien mengatakan penyebab
muntah pusing berkurang 2.Tentukan dampak nyeri
Skala nyeri 3 Rasa sakit pada mata terhadap kehidupan sehari-hari
DO : TD 170/90 mmHg berkurang (tidur, nafsu makan)
Pasien mempunyai Riwayat 2.Kontrol nyeri 3.Tentukan tingkat kebutuhan
hipertensi belum melakukan Indikator: pasien yang dapat memberikan
pengobatan rutin. 1. Pasien mengetahui kenyamanan pada pasien dan
serangan nyeri rencana keperawatan
2. Pasien mengetahui 4.Menyediakan informasi tentang
gejala-gejala nyeri nyeri, contoh penyebab nyeri,
3. Menggunakan tindakan bagaimana terjadinya,
preventif untuk mengantisipasi
mengatasi nyeri ketidaknyamanan
4. Nyeri efek disruptive 5.Menyediakan analgesik yang
5. Indikator dibutuhkan dalam mengatasi
6. Mual dan muntah nyeri
berkurang 6.Anjurkan untuk istirahat/ tidur
yang adekuat untuk mengurangi
Tingkat nyeri nyeri
Indikator 7.Dorong pasien untuk
1. Keluhan nyeri mendiskusikan pengalaman
berkurang atau terhadap nyeri
menghilang 8.Menyediakan informasi yang
2.Skala nyeri menurun adekuat untuk meningkatkan
dari 3 menjadi 2 atau 1 pengetahuan keluarga terhadap
3.Ekspresi wajah nyeri
terhadap nyeri rileks 9.Menyertakan keluarga dalam
mengembangkan metode
mengatasai nyeri
10. Monitor kepuasan klien
terhadap manajemen nyeri
yang diberikan dalam interval
yang ditetapkan

Gangguan persepsi sensori: Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Komunikasi: Defisit


penglihatan keperawatan 3x24 jam Penglihatan
Ditandai dengan : diharapkan penglihatan 1.Kenali diri sendiri ketika
DS : Pasien mengeluh membaik dengan kriteria memasuki ruang pasien
mengalami penurunan tajam hasil : 2.Menerima reaksi pasien
penglihatan setelah 7 hari ini, Kompensasi Tingkah laku terhadap rusaknya penglihatan
penglihatan kabur seperti Penglihatan: 3.Catat reaksi pasien terhadap
melihat warna pelangi di Indicator: rusaknya penglihatan (misal,
sekeliling cahaya lampu 1. Pantau gejala dari depresi, menarik diri, dan
DO : semakin buruknya menolak kenyataan)
a. Status oftalmologis diperoleh penglihatan 4.Andalkan penglihatan pasien
tajam penglihatan mata kanan 2. Posisikan diri untuk yang tersisa sebagaimana
0,5/60 dan mata kiri 5/12. menguntungkan mestinya
b. Posisi kedua bola mata penglihatan 5.Gambarkan lingkungan kepada
ortoforia dan gerak kedua bola 3. Ingatkan yang lain pasien
mata normal. untuk menggunakan 6.Jangan memindahkan benda-
c. Palpebra sebelah kanan teknik yang benda di kamar pasien tanpa
tampak membengkak dan menguntungkan memberitahu pasien
spasme. penglihatan 7.Identifikasi makanan yang ada
d. Didapatkan adanya injeksi 4. Gunakan pencahayaan dalam baki dalam kaitannya
konjungtiva dan injeksi yang cukup untuk dengan angka-angka pada jam
perikorneal yang hebat pada aktivitas yang sedang 8.Sediakan kaca pembesar atau
mata kanan. Kornea mata dilakukan kacamata prisma sewajarnya
kanan pasien tampak edema. 5. Memakai kacamata untuk membaca
e. Kamera okuli anterior kanan dengan benar 9.Rujuk pasien dengan masalah
dangkal. 6. Merawat kacamata penglihatan ke agen yang
f. Iris mata kanan masih terlihat dengan benar sesuai termasuk dalam
radikular line, namun pupil 7. Menggunakan alat pemberian terapi pengobatan
tampak berdiameter 4 mm bantu penglihatan yang
(mid-dilatasi) dan refleks lemah Manajemen Lingkungan
cahaya negatif. 1. Ciptakan lingkungan yang
g. Lensa mata kanan tampak aman untuk pasien
keruh merata. 2. Hilangkan bahaya lingkungan
h. Sedangkan hasil pemeriksaan (misal, permadani yang bisa
TIO dengan menggunakan dilepas-lepas dan kecil, mebel
tonometer Schiotz yang dapat dipindah-
menunjukkan 0/5,5 kemudian pindahkan)
diulang dengan memberikan 3. Hilangkan objek-objek yang
beban 10 sehingga menjadi membahayakan dari
0/10. lingkungan
i. Kemudian pemeriksaan TIO ini 4. Lindungi dengan sisi rel/
dilanjutkan dengan memakai lapisan antar rel, sebagaimana
tonometer aplanasi dan hasil mestinya
TIO sebelah kanan adalah 70 5. Kawal pasien selama
mmHg sedangkan sebelah kiri kegiatan-kegiatan di bangsal
20 mmHg. sebagaimana mestinya
j. Pemeriksaan mata sebelah kiri 6. Sediakan tempat tidur tinggi-
menunjukkan adanya rendah yang sesuai
kekeruhan yang tidak merata 7. Sediakan alat-alat yang adaptif
pada lensa, sedangkan bagian (misal, bangku untuk
lain dalam batas normal. melangkah atau pegangan
k. Melalui pemeriksaan tangan) yang sesuai
gonioskopi, diperoleh hasil 8. Susun perabotan di dalam
mata kiri memiliki sudut mata kamar dalam tatakan yang
derajat I dan II. Sistem shaffer sesuai yang bagus dalam
mendeskripsikan sudut antara mengakomodasi
jalinan trabekular dan iris ketidakmampuan pasien
menjadi 4 derajat. Derajat I ataupun keluarga
berarti sudut di antara iris dan 9. Tempatkan benda-benda yang
permukaan jalinan trabekular sering digunakan dekat
adalah sebesar 10°. Pada dengan jangkauan
kondisi tersebut, sudut tertutup 10. Manipulasi pencahayaan
dapat terjadi. Sedangkan untuk kebaikan terapeutik
derajat II berarti sudut di 11. Batasi pengunjung
antara iris dan permukaan
jalinan trabekular adalah Pengawasan: Keamanan
sebesar 20° 1. Pantau perubahan fungsi fisik
atau kognitif pasien yang
menyebabkan perilaku yang
membahayakan
2. Pantau lingkungan yang
berpotensi membahayakan
keamanan
3. Tentukan derajat pengawasan
yang dibutuhkan pasien,
berdasarkan tingkat, fungsi dan
kehadiran bahaya dalam
lingkungan
4. Sediakan tingkat pengawasan
yang sesuai untuk memantau
pasien dan memberikan
tindakan terapeutik, jika
dibutuhkan
5. Tempatkan pasien pada
lingkungan yang paling terbatas
yang menyedikan level yang
dibutuhkan untuk observasi
6. Mulai dan pertahankan status
pencegahan pada resiko tinggi
dari bahaya yang dikhususkan
untuk pengaturan perawatan
7. Komunikasikan informasi
tentang resiko pasien pada
perawat lainnya

Ansietas Setelah dilakukan tindakan . Penurunan kecemasan


DO : Pasien tampak cemas keperawatan 1x 30 menit Aktivitas:
dengan keluhan yang diharapkan cemas 1. Tenangkan klien
dideritanya berkurang atau 2. Jelaskan seluruh posedur
menghilang dengan tindakan kepada klien dan
kriteria hasil : perasaan yang mungkin
Kontrol Kecemasan muncul pada saat melakukan
Indicator: tindakan
1.Memantau intensitas 3. Berikan informasi diagnosa,
kecemasan 4. prognosis, dan tindakan
2.Menghilangkan 5. Berusaha memahami keadaan
pencetus kecemasan klien
3.Menurunkan rangsang 6. Kaji tingkat kecemasan dan
lingkungan ketika reaksi fisik pada tingkat
cema kecemasan
4.Mencari informasi 7. Gunakan pendekatan dan
untuk mengurangi sentuhan, untuk meyakinkan
kecemasan pasien tidak sendiri.
5.Merencanakan 8. Sediakan aktivitas untuk
strategi koping menurunkan ketegangan
terhadap situasi yang 9. Bantu pasien untuk identifikasi
menekan situasi yang mencipkatakan
6.Menggunakan strategi cemas
koping yang efektif 10. Instruksikan pasien untuk
7.Menggunakan teknik menggunakan teknik relaksasi
relaksasi untuk
mengurangi rasa
cemas Peningkatan koping
8.Menjaga hubungan Aktivitas:
sosial 1.Hargai pemahamnan pasien
9.Melaporkan tentang pemahaman penyakit
ketidakhadiran 2.Gunakan pendekatan yang
penyimpangan tenang dan berikan jaminan
persepsi pada 3.Sediakan informasi aktual
pancaindera tentang diagnosa,
10. Melaporkan penanganan, dan prognosis
ketidakhadiran 4.Sediakan pilihan yang realisis
manifestasi fisik akan tentang aspek perawatan saat
kecemasan ini
c. Kontrol cemas 5.Tentukan kemampuan klien
Indikator : untuk mengambil keputusan
1. Pantau intensitas 6.Bantu pasien untuk
kecemasan mengidentifikasi strategi positif
2. Menyingkirkan tanda untuk mengatasi keterbatasan
kecemasan dan mengelola gaya hidup
3. Mencari informasi atau perubahan peran
untuk menurunkan
cemas
4. Mempertahankan
konsentrasi
5. Laporankan durasi
dari episode cemas
d. Koping
Indikator:
1.Memanajemen
masalah
2.Melibatkan anggota
keluarga dalam
membuat keputusan
3.Mengekspresikan
perasaan dan
kebebasan emosional
4.Menunjukkan strategi
penurunan stres
5.Menggunakan support
sosial
Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Teaching : disease Process
berhubungan dengan tidak keperawatan 1x 30 menit 1.Berikan penilaian tentang
mengetahui sumber-sumber diharapkan pengetahuan tingkat pengetahuan pasien
informasi. pasien meningkat dengan tentang proses penyakit yang
Ditandai dengan kriteria hasil : spesifik
Pasien belum mengetahui 1.Pasien dan keluarga 2.Jelaskan patofisiologi dari
mengenai penyakit yang menyatakan penyakit dan bagaimana hal
dialaminya. pemahaman tentang ini berhubungan dengan
penyakit, kondisi, anatomi dan fisiologi, dengan
prognosis dan cara yang tepat.
program pengobatan 3.Gambarkan tanda dan gejala
2.Pasien dan keluarga yang biasa muncul pada
mampu melaksanakan penyakit, dengan cara yang
prosedur yang tepat
dijelaskan secara 4.Gambarkan proses penyakit,
benar dengan cara yang tepat
3.Pasien dan keluarga 5.Identifikasi kemungkinan
mampu menjelaskan penyebab, dengna cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim 6.Sediakan informasi pada
kesehatan lainnya pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7.Hindari harapan yang kosong
8.Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat
9.Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat

Resiko Cidera Setelah dilakukan tindakan Environment Management


Ditandai dengan keperawatan 3x24 jam (Manajemen lingkungan)
Pasien mengatakan sering diharapkan cidera tidak 1. Sediakan lingkungan yang
menabrak benda di samping terjadi dengan kriteria hasil aman untuk pasien
badannya saat berjalan. : 2. Identifikasi kebutuhan
1.Klien terbebas dari keamanan pasien, sesuai
cedera dengan kondisi fisik dan fungsi
2.Klien mampu kognitif pasien dan riwayat
menjelaskan penyakit terdahulu pasien
cara/metode 3. Menghindarkan lingkungan
untukmencegah yang berbahaya (misalnya
injury/cedera memindahkan perabotan)
3.Klien mampu 4. Memasang side rail tempat
menjelaskan factor tidur
resiko dari 5. Menyediakan tempat tidur
lingkungan/perilaku yang nyaman dan bersih
personal 6. Menempatkan saklar lampu
4.Mampumemodifikasi ditempat yang mudah
gaya hidup dijangkau pasien.
untukmencegah injury 7. Membatasi pengunjung
5.Menggunakan fasilitas 8. Memberikan penerangan
kesehatan yang ada yang cukup
6.Mampu mengenali 9. Menganjurkan keluarga
perubahan status untuk menemani pasien.
kesehatan 10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.

BAB IV KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata


meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan.
Penanganan glaucoma didasarkan pada jenis glaucoma agar kualitas
hidup penderita glaucoma bisa meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Asuhan Keperawatan NANDA NIC NOC Jilid 2 Tahun 2015

Anda mungkin juga menyukai