Dosen Pembimbing :
Daryami, S. Kep, Ns, M. Kep
Kelompok 1:
1. Sutrisno (NIM 1801052)
2. Suwanto (NIM 1801053)
3. Titik Sumartini (NIM 1801054)
4. Tri Windarti (NIM 1801055)
5. Tulus Prasetyo (NIM 1801056)
Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan InayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Makalah ini berisikan tentang Latar
Belakang Penyakit Glaucoma, Konsep Dasar Glaucoma, Skenario kasus dan
Analisa Kasus Glaucoma beserta kesimpulan dari pembuatan makalah ini,
sehingga diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan kepada kita tentang
manajemen kasus glaucoma.
Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang kami hadapi.
Namun berkat bimbingan dari Dosen, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya
belum seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah
ini menjadi lebih baik dan berdaya guna. Harapan kami, semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Kelainan mata glaucoma ditandai dengan meningkatnya tekanan
bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang.
Glaukoma adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan tekanan
intraokuler pada mata. Oleh karena itu glaukoma dapat mengganggu
penglihatan yang perlu diwaspadai. Tidak hanya itu, glaucoma juga dapat
membawa kita kepada kebutaan. Contohnya pada kasus glaucoma yang terjadi
di Amerika Serikat. Disana glaucoma beresiko 12% pada kebutan(Luckman &
Sorensen.1980).
Menurut data dari WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling
utama di dunia adalah katarak (47,8%), galukoma (12,3%), uveitis (10,2%),
age- related mucular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), corneal
apacity (5,1%), dan diabetic retinopathy (4,8%).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia.
Terdapat sejumalah 0,40% penderita glaucoma di Indonesia yang
mengakibatkan kebutaan pada 0,60% penduduk prevalensi penyakit mata di
Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72%, pterigium 8,79%, katarak 7,40%,
konjungtivitis 1,74%, parut kornea 0,34%, glaucoma 0,40%, retinopati 0,17%,
strabismus 0,12%. Prevalensi dan penyebab buta kedua mata adalah lensa
1,02%, glaukom dan saraf kedua 0,16%, kelainan refaksi 0,11%, retina 0,09%,
kornea0,06%, dan lain-lain0,03%, prevalensi total 1,47%. (Sidharta Ilyas,
2004).
Glaukoma sebagai salah satu penyebab kebutaan didefinisikan sebagai
penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan neuropati
(kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas .
Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma. Hampir
80.000 penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma. Di Indonesia,
glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah
gangguan aliran keluar humor aqueous akibat kelainan sistem drainase sudut
kamera anterior (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor
aqueous ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). Berdasarkan
etiologinya, glaukoma dibagi atas glaukoma primer, glaukoma kongenital,
glaukoma sekunder, dan glaukoma absolut.
Glaukoma sekunder merupakan peningkatan tekanan intraokular yang
terjadi sebagai salah satu manifestasi penyakit mata lainnya. Salah satu
penyebabnya adalah katarak imatur, matur, atau hipermatur, yang lebih dikenal
dengan glaukoma fakolitik dan glaukoma fakomorfik. Peningkatan tekanan
intraokular mendadak timbul karena adanya perubahan bentuk lensa (katarak
intumesen) dan degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa yang cair
keluar dan menyumbat bilik mata depan. Ekstraksi lensa adalah terapi definitif
setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis.
Ada beberapa obat-obatan sistemik yang diberikan kepada pasien untuk
mengatasi penyakitnya misal depresi, alergi, atau penyakit Parkinson atau
sebagai alat untuk membantu menegakkan diagnosa, dapat menyebabkan
hambatan pupil dan menstimulasi serangan glaukoma sudut tertutup akut pada
pasien yang secara anatomi memiliki sudut mata yang sempit. Diantaranya
adalah obat midriatikum.
Glaukoma yang terkait dengan gangguan lensa, adalah salah satu
penyebab terbanyak glaukoma sekunder, selain diabetes melitus dan proses
inflamatorik. Oleh karena itu, diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat
terhadap glaukoma akut akibat kelainan lensa, termasuk katarak imatur, matur
atau hipermatur, sangatlah penting untuk menurunkan angka morbiditas
kebutaan.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Glaucoma,
Etiologi, Tanda dan Gejala, Manifestasi Klinis, Alur Patofisiologi,
Penatalaksanaan Medis, Penatalaksanaan Keperawatan, Skenario Kasus,
Analisa Kasus, Proses Terjadinya Kasus dilihat dari Medis dan Manajemen
Kasus Keperawatan.
B. TUJUAN
Tujuan Makalah ini adalah diharapkan mahasiswa mampu mengetahui
dan memahami :
1. Pengertian Glaucoma
2. Etiologi Glaucoma
3. Tanda dan Gejala Glaucoma
4. Manifestasi Klinis Glaucoma
5. Alur Patofisiologi Glaucoma
6. Penatalaksanaan Medis Glaucoma
7. Penatalaksanaan Keperawatan Glaucoma
8. Skenario Kasus Glaucoma
9. Analisa Kasus Glaucoma
10. Proses Terjadinya Kasus Dilihat Dari Medis
11. Manajemen Kasus Keperawatan
C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan Masalah dalam Makalah ini adalah :
1. Apa Pengertian Glaucoma?
2. Apa Saja Etiologi Glaucoma?
3. Apa Saja Tanda dan Gejala Glaucoma?
4. Apa Saja Manifestasi Klinis Glaucoma?
5. Bagaimanakah Alur Patofisiologi Glaucoma?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Medis Glaucoma?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Keperawatan Glaucoma?
8. Bagaimana Contoh Skenario Kasus Glaucoma?
9. Bagaimana Cara Menganalisa Kasus Glaucoma tersebut?
10. Bagaimana Proses Terjadinya Kasus Dilihat Dari Medis?
11. Bagaimana Manajemen Kasus Keperawatan?
BAB II KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Menurut Herman tahun 2010, glaukoma merupakan suatu kumpulan
penyakit yang mempunyai karakteristik umum neuropatik yang berhubungan
dengan hilangnya fungsi penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuler
adalah satu dari resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah
definisi penyakit.
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata
tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan
saraf penglihatan dan kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004). Galukoma adalah
adanya kesamaan kenaikan tekanan intra okuler yang berakhir dengan
kebutaan (Fritz Hollwich, 1993). Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata
yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler.( Long Barbara, 1996)
Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009),bahwa
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan
tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau
pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik,
penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009)
Glukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra
okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi. (Mansjoer, Arif : 2001)
Glukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan
tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang
permanen. (Mansjoer, Arif : 2001). Jadi menurut kelompok kami glaukoma
adalah suatu penyakit mata dimana meningkatnya tekanan intra okuler baik
akut atau kronis, sehingga menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.
B. ETIOLOGI
Penyebab glaukoma adalah meningkatnya tekanan di dalam mata
(tekanan intraokular), baik akibat produksi cairan mata yang berlebihan,
maupun akibat terhalangnya saluran pembuangan cairan tersebut. Tekanan ini
dapat merusak serabut saraf retina atau jaringan saraf yang melapisi bagian
belakang mata dan saraf optik yang menghubungkan mata ke otak juga.
Hingga kini, belum jelas kenapa produksi cairan mata bisa berlebihan atau
kenapa saluran pembuangannya bisa tersumbat.
1. Glaukoma primer terdiri dari :
a. Akut: dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik : dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti:
diabetes mellitus, arterisklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang,
myopia tiggi dan progresif.
2. Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain, seperti: katarak, perubahan lensa kelainan
uvea pembedahan.
Ada beberapa sebab dan faktor yang beresiko terhadap terjadinya glaukoma.
Diantaranya adalah:
a. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2%
dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah
dengan bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
c. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah
dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan
dirumah sakit mata dan/atau dokter spesialis mata. Obat-obatan
d. Pemakai steroid secara rutin
Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh
dokter, obat inhaler untuk penderita asma, obat steroid untuk radang sendi dan
pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda mengetahui
bahwa anda pemakai obat-obatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan
memeriksakan diri anda ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian
glaukoma.
e. Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata
f. Penyakit lain
g. Riwayat penyakit diabetes (kencing manis), hipertensi dan migren.
(Anonim,2010)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
1) Kerusakan visus yang serius
2) Lapang pandang mengecil dengan maca-macam skottoma yang
khas
3) Perjalanan penyakit progresif lambat
b. Glaukoma sudut tertutup
1) Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
2) Timbulnya halo/pelangi disekitar cahaya
3) Pandangan kabur
4) Sakit kepala
5) Mual, muntah
6) Kedinginan
7) Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang
sangat sedemikian kuatnya keluhan mata ( gangguan penglihatan,
fotofobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien.
2. Glaukoma sekunder
a. Pembesaran bola mata
b. Gangguan lapang pandang
c. Nyeri didalam mata
3. Glaukoma kongential
Gangguan penglihatan.
E. ALUR PATOFISIOLOGI
Aqueous diproduksi oleh epitel tidak berpigmen dari prosesus siliaris,
yang merupakan bagian anterior dari badan siliar. Aqueous humor kemudian
mengalir melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior, memberikan nutrisi
kepada lensa, iris dan kornea. Drainase aqueous melalui sudut kamera anterior
yang mengandung jaringan trabekular dan kanal Schlemm dan menuju jaringan
vena episklera. (Barbara, 1999)
Perjalanan aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular,
namun terdapat 10% melalui ciliary body face, yang disebut jalur uveoskleral.
Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan ekskresi cairan aqueous, maka
terdapat tiga faktor utama yang berperan dalam meningkatnya tekanan
intraokular, antara lain:
a. Kecepatan produksi aqueous humor oleh badan siliar.
b. Resistensi aliran aqueous humor melalui jaringan trabekular dan kanal
Schlemm.
c. Tekanan vena episklera.
d. Tekanan intraokular normal yang secara umum diterima adalah 10-21
mmHg.
PATHWAYS
Resiko Infeksi
Resiko Cidera
F. KLASIFIKASI
Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut 6 :
1. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi atas :
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka Merupakan sebagian besar dari
glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian
dan kelainan berkembang Disebut sudut terbuka karena humor
aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran
dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran
schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat
terjadi. Gejalaawal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan
peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan
tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul
2) Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup
karena ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris
terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekuler dan
menghambat humor aqueos mengalir ke saluran schlemm. Pargerakan
iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan
cairan diruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.
Gejalah yang timbul dari penutupan yang tiba-tiba dan meningkatnya
TIO, dapat nyeri mata yang berat, penglihatan kabur. Penempelan iris
memyebabkan dilatasi pupil, tidak segera ditangni akan terjadi
kebutaan dan nyeri yang hebat.
b. Glaukoma sekunder
Adalah glaukoma yang diakibatkan oleh penyakit mata lain atau
trauma didalam bola mata, yang menyebabkan penyempitan sudut
/peningkatan volume cairan dari dalam mata . Misalnya glaukoma sekunder
oleh karena hifema, laksasi / sub laksasi lensa, katarak instrumen, oklusio
pupil, pasca bedah intra okuler. Selain itu juga disebabkan oleh :
1) Glaukoma pigmentasi
2) Sindrom eksfoliasi
3) Akibat kelainan traktus uvea
4) Sindrom iriokorneo endotel (ICE)
5) Trauma
6) Pascaoperasi
7) Glaukoma neovaskular
8) Peningkatan tekanan vena episklera
9) Steroid-induced
c. Glaukoma kongenital
Adalah perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi
sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang ( 0,05 %) manifestasi
klinik biasanya adanya pembesaran mata (bulfamos), lakrimasi. Ada du
macam glaucoma kongenita yaitu :
1) Glaukoma kongenital primer
2) Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
d. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah
terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu
dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat
timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta
pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola
mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
2. Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
a. Glaukoma sudut terbuka
1) Kontraksi membran pratrabekular
2) Kelainan trabekular
3) Kelainan pasca trabekular
b. Glaukoma sudut tertutup
1) Sumbatan iris (iris bombe)
2) Pergeseran lensa ke anterior
3) Pendesakan sudut
4) Sinekia anterior perifer
3. Berdasarkan lamanya glaukoma dibedakan menjadi:
a. Glaukoma akut
Penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra okuler yang
meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Glaukoma kronik
Penyakit mata dengan gejalah peningkatan tekanan bola mata
sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
G. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan lapang pandang : Hal ini penting dilakukan untuk mendiagnosis
dan menindaklanjuti pasien glaukoma. Lapang pandang glaukoma memang
akan berkurang karena peningkatan TIO akan merusak papil saraf optikus.
2. Pengukuran tonografi/tonometri : Mengkaji Tekanan Intra Okuler (TIO)
(normal 12-25 mmHg)
3. Pengukuran gonioskopi : Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
4. Tes Provokatif : Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
5. Pemeriksaan oftalmoskopi : Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada
kebutan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi dengan
ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan
rasa sakit. Mata dengan kebutaan mengakibatkan penyumbatan pembuluh
darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris yang
dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat
dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untukmenekan
fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola
mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi dan memberikan rasa sakit.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan
intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek
samping yang minimal. Penangananya meliputi:
1. Penanganan Medis
a. Glaukoma Primer
1) Pemberian tetes mata Beta blocker (misalnya timolol, betaxolol,
carteolol, levobunolol atau metipranolol) yang kemungkinan akan
mengurangi pembentukan cairan di dalam mata dan TIO.
2) Pilocarpine untuk memperkecil pupil sehingga iris tertarik dan
membuka saluran yang tersumbat.
3) Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine
dan carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi
pembentukan cairan)
4) Minum larutan gliserin dan air biasa untuk mengurangi tekanan dan
menghentikan serangan glaukoma.
5) Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya
acetazolamide).
6) Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya
diberikan manitolintravena (melalui pembuluh darah).
b. Glaukoma sekunder
Pengobatan glaukoma sekunder tergantung kepada penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah peradangan, diberikan corticosteroid dan obat
untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.
c. Glaukoma kongenitalis
Untuk mengatasi Glaukoma kongenitalis perlu dilakukan
pembedahan. Apabila obat tidak dapat mengontrol glaukoma dan
peningkatan TIO menetap, maka terapi laser dan pembedahan
merupakan alternatif.
2. Terapi Laser
a. Laser iridotomy melibatkan pembuatan suatu lubang pada bagian mata
yang berwarna (iris) untuk mengizinkan cairan mengalir secara normal
pada mata dengan sudut sempit atau tertutup (narrow or closed angles).
b. Laser trabeculoplasty adalah suatu prosedur laser dilaksanakan hanya
pada mata-mata dengan sudut-sudut terbuka (open angles).
Laser trabeculoplasty tidak menyembuhkan glaukoma, namun sering
dilakukan daripada meningkatkan jumlah obat-obat tetes mata yang
berbeda-beda. Pada beberapa kasus-kasus, dia digunakan sebagai terapi
permulaan atau terapi utama untuk open-angleglaukoma. Prosedur ini
adalah metode yang cepat, tidak sakit, dan relatif aman untuk
menurunkan tekanan intraocular. Dengan mata yang dibius dengan obat-
obat tetes bius, perawatan laser dilaksanakan melalui lens kontak yang
berkaca pada sudut mata (angle of the eye). Microscopic laser yang
membakar sudut mengizinkan cairan keluar lebih leluasa dari kanal-kanal
pengaliran.
c. Laser cilioablation (juga dikenal sebagai penghancuran badan ciliary
ataucyclophotocoagulation) adalah bentuk lain dari perawatan yang
umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan bentuk-bentuk yang
parah dari glaukoma dengan potensi penglihatan yang miskin. Prosedur
ini melibatkan pelaksanaan pembakaran laser pada bagian mata yang
membuat cairan aqueous (ciliary body). Pembakaran laser ini
menghancurkan sel-sel yang membuat cairan, dengan demikian
mengurangi tekanan mata.
3. Terapi Pembedahan
a) Trabeculectomy adalah suatu prosedur operasi mikro yang sulit,
digunakan untuk merawat glaukoma. Pada operasi ini, suatu potongan
kecil dari trabecular meshwork yang tersumbat dihilangkan untuk
menciptakan suatu pembukaan dan suatu jalan kecil penyaringan yang
baru dibuat untuk cairan keluar dari mata. Untk jalan-jalan kecil baru,
suatu bleb penyaringan kecil diciptakan dari jaringan conjunctiva
(conjunctival tissue). Conjunctiva adalah penutup bening diatas putih
mata. Filtering bleb adalah suatu area yang timbul seperti bisul yang
ditempatkan pada bagian atas mata dibawah kelopak atas. Sistim
pengaliran baru ini mengizinkan cairan untuk meninggalkan mata,
masuk ke bleb, dan kemudian lewat masuk kedalam sirkulasi darah
kapiler (capillary blood circulation) dengan demikian menurunkan
tekanan mata. Trabeculectomy adalah operasi glaukoma yang paling
umum dilaksanakan. Jika sukses, dia merupakan alat paling efektif
menurunkan tekanan mata.
b) Viscocanalostomy adalah suatu prosedur operasi alternatif yang
digunakan untuk menurunkan tekanan mata. Dia melibatkan
penghilangan suatu potongan dari sclera (dinding mata) untuk
meninggalkan hanya suatu membran yang tipis dari jaringan
melaluinya cairan aqueous dapat dengan lebih mudah mengalir. Ketika
dia lebih tidak invasiv dibanding trabeculectomy dan aqueous shunt
surgery, dia juga bertendensi lebih tidak efektif. Ahli bedah kadangkala
menciptakan tipe-tipe lain dari sistim pengaliran (drainage systems).
Ketika operasi glaukoma seringkali efektif, komplikasi-komplikasi,
seperti infeksi atau perdarahan, adalah mungkin. Maka, operasi
umumnya dicadangkan untuk kasus-kasus yang dengan cara lain tidak
dapat dikontrol.
J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identifikasi Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl
MRS, diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.
b. Keluhan Utama
Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi,
nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah
dan bengkak.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai
terjadi nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun,
mata merah dan bengkak.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan
apakah terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita
sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis
vertikal atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.
d. Pola – pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Persepsi klien dalam menilai / melihat dari pengetahuan klien tentang
penyakit yang diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan
juga adanya perubahan dalam pemeliharaan kesehatan.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan.
Pada pola nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji
pola makan dan komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis minum
dan berapa banyak jumlahnya.
3) Pola eliminasi
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan
tetapi tetap dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur
karena nyeri / sakit hebat menjalar sampai kepala.
5) Pola aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan
klien mengalami penurunan.
6) Pola persepsi konsep diri
Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas
terhadap penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan
konsep diri.
7) Pola sensori dan kognitif
Pada klien ini akan menjadi / mengalami gangguan pada fungsi
penglihatan dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan.
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar
sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea
berawan.Peningkatan air mata.
8) Pola hubungan dan peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena
penyakit yang dideritanya.
9) Pola reproduksi
Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.
10)Pola penanggulangan stress
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan
fungsi penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta
pemeriksaan TTV.
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher
Meliputi kebersihan mulut, rambut, klien menyeringai nyeri hebat pada
kepala, mata merah, edema kornea, mata terasa kabur.
3) Pemeriksaan Integumen
Meliputi warna kulit, turgor kulit.
4) Pemeriksaan Sistem Respirasi
Meliputi frekwensi pernafasan bentuk dada, pergerakan dada.
5) Pemeriksaan Kardiovaskular
Meliputi irama dan suara jantung.
6) Pemeriksaan Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan glaukoma ditandai dengan mual muntah.
7) Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
Meliputi pergerakan ekstermitas.
8) Pemeriksaan Sistem Endokrin
Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya glaukoma dalam sistem
endokrin.
9) Pemeriksaan Genitouria
Tidak ada disuria, retesi urin, inkontinesia urine.
10) Pemeriksaan Sistem Pernafasan
Pada umumnya motorik dan sensori terjadi gangguan karena
terbatasnya lapang pandang.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan
dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau
penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa
tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25
mmHg)
4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari
sudut tertutup glaukoma.
5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan
mikroaneurisma.
7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosis.
9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan
c. Ansietas
d. Kurang Pengetahuan
e. Resiko Infeksi
f. Resiko Cidera
3. Perencanaan Keperawatan
NANDA NOC NIC
Nyeri Akut Tingkat kenyamanan Manajemen nyeri
Batasan karakteristik: Indikator: Intervensi:
Perubahan nafsu
Melaporkan keadaan 1. Lakukan penilaian nyeri secara
makan fisik membaik komprehensif dimulai dari lokasi,
Perubahan dalam
Melaporkan kepuasan karakteristik, frekuensi, kualitas,
tekanan darah terhadap kontrol nyeri intensitas, dan penyebab
Perubahan frekuensi
Menunjukkan 2. Tentukan dampak nyeri terhadap
denyut jantung kepuasaan terhadap kontrol kehidupan sehari-hari (tidur,
Manajemen Lingkungan
1. Ciptakan lingkungan yang aman
untuk pasien
2. Hilangkan bahaya lingkungan
(misal, permadani yang bisa
dilepas-lepas dan kecil, mebel
yang dapat dipindah-pindahkan)
3. Hilangkan objek-objek yang
membahayakan dari lingkungan
4. Lindungi dengan sisi rel/ lapisan
antar rel, sebagaimana mestinya
5. Kawal pasien selama kegiatan-
kegiatan di bangsal sebagaimana
mestinya
6. Sediakan tempat tidur tinggi-
rendah yang sesuai
7. Sediakan alat-alat yang adaptif
(misal, bangku untuk melangkah
atau pegangan tangan) yang
sesuai
8. Susun perabotan di dalam kamar
dalam tatakan yang sesuai yang
bagus dalam mengakomodasi
ketidakmampuan pasien ataupun
keluarga
9. Tempatkan benda-benda yang
sering digunakan dekat dengan
jangkauan
10. Manipulasi pencahayaan untuk
kebaikan terapeutik
11. Batasi pengunjung
Pengawasan: Keamanan
1. Pantau perubahan fungsi fisik atau
kognitif pasien yang menyebabkan
perilaku yang membahayakan
2. Pantau lingkungan yang
berpotensi membahayakan
keamanan
3. Tentukan derajat pengawasan
yang dibutuhkan pasien,
berdasarkan tingkat, fungsi dan
kehadiran bahaya dalam
lingkungan
4. Sediakan tingkat pengawasan
yang sesuai untuk memantau
pasien dan memberikan tindakan
terapeutik, jika dibutuhkan
5. Tempatkan pasien pada
lingkungan yang paling terbatas
yang menyedikan level yang
dibutuhkan untuk observasi
6. Mulai dan pertahankan status
pencegahan pada resiko tinggi
dari bahaya yang dikhususkan
untuk pengaturan perawatan
7. Komunikasikan informasi tentang
resiko pasien pada perawat
lainnya
ketidakhadiran cemas
Melaporkan
ketidakhadiran manifestasi Peningkatan koping
A. SKENARIO KASUS
Ny. S berusia 58 tahun datang ke Poli Mata dengan keluhan rasa sakit
pada mata yang menjalar pada dahi atau kepala, penurunan tajam penglihatan
setelah 4 hari ini, mual, muntah, penglihatan kabur seperti melihat warna
pelangi di sekeliling cahaya lampu, kepala pusing cekot-cekot dan sering
menabrak benda di samping badannya saat berjalan. Pasien mengatakan skala
nyeri yang dialaminya 3.
Kesadaran compos mentis dan hasil pengukuran tekanan darah sistole
dan diastole saat itu adalah 170/90 mmHg. Nadi 80x/menit, Respirasi 20
x/menit, Suhu ; 36,70C. Pasien tampak cemas dengan keluhan yang
dideritanya dan belum mengetahui mengenai penyakit yang dialaminya.
Dari status oftalmologis diperoleh tajam penglihatan mata kanan 0,5/60
dan mata kiri 5/12. Posisi kedua bola mata ortoforia dan gerak kedua bola mata
normal. Palpebra sebelah kanan tampak membengkak dan spasme.
Didapatkan adanya injeksi konjungtiva dan injeksi perikorneal yang hebat pada
mata kanan. Kornea mata kanan pasien tampak edema. Kamera okuli anterior
kanan dangkal. Iris mata kanan masih terlihat radikular line, namun pupil
tampak berdiameter 4 mm (mid-dilatasi) dan refleks cahaya negatif. Lensa
mata kanan tampak keruh merata. Sedangkan hasil pemeriksaan TIO dengan
menggunakan tonometer Schiotz menunjukkan 0/5,5 kemudian diulang dengan
memberikan beban 10 sehingga menjadi 0/10. Kemudian pemeriksaan TIO ini
dilanjutkan dengan memakai tonometer aplanasi dan hasil TIO sebelah kanan
adalah 70 mmHg sedangkan sebelah kiri 20 mmHg. Pemeriksaan mata
sebelah kiri menunjukkan adanya kekeruhan yang tidak merata pada lensa,
sedangkan bagian lain dalam batas normal.
Melalui pemeriksaan gonioskopi, diperoleh hasil mata kiri memiliki sudut
mata derajat I dan II. Sistem shaffer mendeskripsikan sudut antara jalinan
trabekular dan iris menjadi 4 derajat. Derajat I berarti sudut di antara iris dan
permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 10°. Pada kondisi tersebut, sudut
tertutup dapat terjadi. Sedangkan derajat II berarti sudut di antara iris dan
permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 20°
Pasien mempunyai Riwayat hipertensi belum melakukan pengobatan
rutin.
Diagnosa medis : Glaukoma Sudut Tertutup Akut
B. ANALISA KASUS
1. DATA SUBYEKTIF
a. Pasien mengeluh rasa sakit pada mata yang menjalar pada dahi atau
kepala, penurunan tajam penglihatan setelah 7 hari ini, mual, muntah,
penglihatan kabur seperti melihat warna pelangi di sekeliling cahaya lampu,
kepala pusing cekot-cekot.
b. Pasien mengeluh sering menabrak benda di samping badannya saat
berjalan.
c. Pasien belum mengetahui mengenai penyakit yang dialaminya.
d. Skala nyeri 3.
2. DATA OBYEKTIF
a. Kesadaran compos mentis dan hasil pengukuran tekanan darah sistole dan
diastole saat itu adalah 170/90 mmHg. Nadi 80x/menit, Respirasi 20
x/menit, Suhu ; 36,70C
b. Pasien tampak cemas dengan keluhan yang dideritanya
3. DATA PENUNJANG
a. Status oftalmologis diperoleh tajam penglihatan mata kanan 0,5/60 dan
mata kiri 5/12.
b. Posisi kedua bola mata ortoforia dan gerak kedua bola mata normal.
c. Palpebra sebelah kanan tampak membengkak dan spasme.
d. Didapatkan adanya injeksi konjungtiva dan injeksi perikorneal yang hebat
pada mata kanan. Kornea mata kanan pasien tampak edema.
e. Kamera okuli anterior kanan dangkal.
f. Iris mata kanan masih terlihat radikular line, namun pupil tampak
berdiameter 4 mm (mid-dilatasi) dan refleks cahaya negatif.
g. Lensa mata kanan tampak keruh merata.
h. Hasil pemeriksaan TIO dengan menggunakan tonometer Schiotz
menunjukkan 0/5,5 kemudian diulang dengan memberikan beban 10
sehingga menjadi 0/10.
i. Hasil pemeriksaan TIO ini dilanjutkan dengan memakai tonometer aplanasi
dan hasil TIO sebelah kanan adalah 70 mmHg sedangkan sebelah kiri 20
mmHg.
j. Pemeriksaan mata sebelah kiri menunjukkan adanya kekeruhan yang tidak
merata pada lensa, sedangkan bagian lain dalam batas normal.
k. Melalui pemeriksaan gonioskopi, diperoleh hasil mata kiri memiliki sudut
mata derajat I dan II. Sistem shaffer mendeskripsikan sudut antara jalinan
trabekular dan iris menjadi 4 derajat. Derajat I berarti sudut di antara iris
dan permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 10°. Pada kondisi
tersebut, sudut tertutup dapat terjadi. Sedangkan derajat II berarti sudut di
antara iris dan permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 20°
4. RIWAYAT PENYAKIT
Pasien mempunyai Riwayat hipertensi belum melakukan pengobatan rutin.
BAB IV KESIMPULAN