Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM SEDERHANA


PADA ANAK

Disusun Oleh :
ADITYA SRI GUNAWAN
P.150.101

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KLATEN
2015 / 2016
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM SEDERHANA

A. DEFINISI
Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia
di bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama yang dialami oleh anak
berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak berusia kurang dari
6tahun; tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat; anak tidak
menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam bersifat dependen,
biasanya terjadi pada anak berusia antara 9 dan 20 bulan dimana kejang jarang dimulai
sebelum usia 6 bulan.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Wong, 2008). Kejang demam
adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh suhu rektal di atas
38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun ( NANDA NIC-NOC, 2013).

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Menurut Mansjoer, dkk (2005) penyebab kejang demam pada anak dapat berupa:
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik dari mikro organisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

1
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak,
tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus
serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu
tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona
L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital,
faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan
metabolisme, trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan
syaraf. Kejang disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L.
Betz dan A.sowden, 2002)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi
dan sujono, 2009).

C. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa
klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam
dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang
diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam
atau beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang
menetap. (Lumban tobing,SM.2005:43)
Menurut Behman (2005: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 o C atau lebih ditandai
dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10
menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik
seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas
dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.

2
D. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan umum demam, kenaikan suhu 10c akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada anak usia 3
tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari sirkulasi tubuh dibandingkan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi K+ dan
Na+ melalui membrane, terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel sekitarnya dengan
bantuan bahan neuron transmitter dan terjadilah kejang. Setiap anak memiliki ambang
kejang yang berbeda.

3
PATWAYS
Etiologi

Demam

Metabolisme basal meningkat 10-15% Kebutuhan O2 meningkat sampai


20%

Perubahan difusi K+ & Na

Perubahan beda potensial mambran sel neuron

Pelepasan muatan listrik neuron otak

Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke seluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dgn bantuan neurotransiter

Kejang Resiko Trauma

Singkat (<15 mnt) > 15 mnt

Hipoksemia hiperkapnia Kontraksi otot Asidosis laktat Denyut jantung

Demam Metabolisme otak Kerusakan neuron otak

hypertermia
Thermoregulasi tdk
efektif

hipoglikemi hipertensi evaporesis takikardi Gangg. saraf otonom

hipotensi

Resiko tinggi terhadap trauma

syok

Perfusi jaringan tidak efektif Jalan nafas tidak efektif

(NANDA , 2013)

4
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan cairan Serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
kelainan organisme didalam susunan saraf pusat (otak). Kelainan bisa karena infeksi,
misalnya meningitis, encephalitis, abses otak, dll
2. Fungsi lumbal teridentifikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis, terutama pada
bayi kurang dari 6 bulan, karena gejala meningitis tidak jelas.
3. EEG kurang memiliki nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam terulang di kemudian
hari.
4. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
b. BUN :  Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit           : Kalium, Natrium
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

F.PENATALAKSANAAN MEDIK
Anak yang mengalami kejang demam pertama kali dan KDK harus dirawat di
RS, untuk dilakukan fungsi lumbal dan pemeriksaan penunjang lain. Penderita baru
harus dirawat inap bila:
1. Kejang pertama perlu dilakukan fungsi lumbal dan observasi sehari.
2. Kejang lebih dari 20 menit
3. Dalam sehari terjadi 2x/lebih serangan kejang tidak beruntun
4. Ada penurunan kesadaran dan kelainan neurologik yang meragukan.
Penatalaksanaan kejang meliputi 3 hal yaitu:
1. Pengobatan fase akut
Saat kejang:
a) pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
b) membebaskan jalan napas dan memberikan oksigenasi yang cukup
c) .mengukur suhu tubuh yang tinggi dengan kompres da antipiretik
d) memonitor keadaan vital: kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi
jantung
5
e) memberikan cairan yang cukup bila berlangsung cukup lama (>10 menit)
2. Mencari penyebab dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis
Terdapat 2 cara profilaksis yaitu profilaksis intermiten saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan anti konvultan setiap hari. Profilaksis terus
menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah epilepsi. Diberikan
antikonvultan rumatan: fenitoin (Difenilhidantoin 5-8 mg/kgBB/hari) dalam 2 x
pemberian atau dengan fenobarbitol: 5-8 mg/kgBB/hari dalam 2x pemberian.
Profilaksis terus menerus dipertimbangkan bila ada kriteria:
a) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (ex. Serebral palsy, RM atau mikrosefal)
b) KD lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurology sementara atau
menetap
c) Ada riwayat kejang tanpa demam pada keluarga
d) Bila kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan atau terjadi kejang multiple
dalam 1 episode demam
Bahan memberantas kejang
Kejang
Berikan diazepam rectal: 5 mg untuk BB < 10 kg, 10 mg untuk BB > 10 kg
atau IV: 0,3 – 0,5 mg/kgBB/hari
Tunggu 5 menit, berikan oksigen
Masih kejang
Berikan diazepam rectal atau IV, dosis sama
Tunggu 5 menit, oksigenasi adekuat 4 lt/mnt
Berikan cairan Iv (D5 ¼ S, D5 1/2S, D5 1/25 S, atau RL)
Masih Kejang
Berikan fenitoin/ difenilhidatoin loading IV
Dosis 10-15 mg/kgBB/kali maks 200 mg
Tunggu 20 menit
Masih kejang Kejang berhenti
Masuk ICU-anestesi umum Rumatan: fenitoin 5-8 mg/kg
Dormikum IV dosis fenobarbital 4-5 mg/kg
Fenitoin drip dgn dosis 15 mg/kgBB/hari
6
Efek fenobarbital: hipotensi, kesadaran menurun, depresi pernapasan
Efek diazepam: ataksia, mengantuk, hipotermi
Efek fenitoin: bersifat basa: iritasi vena
Sembuh bila:
 Bebas kejang selama 3 tahun
 Umur diatas 5 tahun dan tidak pernah kejang lagi

G. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN


1. Riwayat keperawatan
a) Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga.
b) Adanya riwayat infeksi seperti ISPA, OMA, pneumonia, gastroenteritis, faringitis
dan campak
c) Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
a) Adanya peningkatan suhu tubuh, nadi, dan pernapasan, nadi teraba hangat.
b) Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan.
c) Adanya kelemahan dan keletihan
d) Adanya kejang
e) Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium,
jumlah cairan serebrospinal meningkat dan berwarna kuning.
3. Riwayat Psikososial
a) Tingkat perkembangan anak terganggu
b) Adanya kekerasan penggunaan obat-obatan seperti obat penurun panas.
c) Pengalaman tentang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu
sakit.
4. Pengetahuan Keluarga
a) Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b) Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c) Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d) Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya.

7
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap cedera b.d aktivitas kejang.
2. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus.
3. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan
kebutuhan pengobatan b.d kurangnya informasi.

I. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
1. Resiko tinggi Setelah dilakukan NIC : Mencegah jatuh Untuk mengetahui
terhadap cedera tindakan 1. Hitung lamanya periode durasi kemungkinan
b.d aktivitas keperawatan kejang hipoksia, dan kebutuhan
kejang selam 3 x 24 jam perawatan khusus
keluarga dan
Klien dapat 2. Hindari penggunaan Klien yang diikat sering
mengontrol pengikatan. Diskusikan menunjukkan
cedera dengan dokter bila peningkatan frekuensi
Klien dapat diperlukan jatuh, kemungkinan
menyediakan sebagi hasil hilangnya
lingkungan rumah koordinasi
yang aman
KH: 3. Pertimbangkan Tempat tidur khusus
1. Cidera / penggunaan pengaman merupakan alternative
trauma tidak tempat tidur khusus di pilihan pengikatan dan
terjadi sekeliling klien dapat menjaga
2. Klien/keluarga keamanan klien selama
bisa periode kejang
menjelaskan
metode untuk 4. Minta keluarga untuk Mencegah klien dari
mencegah menemani klien jatuh secara tiba-tiba
injuri
5. Jelaskan semua Melindungi anak dari
kemungkinan bahaya benturan fisik
seperti benda-benda
keras dis ekeliling anak

6. Hindarkan menaruh Mencegah aspirasi yang


apapun di mulut anak dapat mengganggu
seperti spatel lidah, sistenm pernapasan
makanan atau minuman

7. Tempatkan selimut atau Melindungi dari resiko


tangan dibawah kepala cedera servikalis
anak

8
2 Hipertermia Setelah dilakukan NIC : Fever treatment
berhubungan tindakan 1) Kaji faktor – faktor Mengetahui penyebab
dengan efek keperawatan terjadinya terjadinya hiperthermi
langsung dari selama 3 x 24 jam hiperthermi. karena penambahan
sirkulasi thermoregulation pakaian/selimut dapat
endotoksin pada dalam batas menghambat penurunan
hipotalamus normal dengan suhu tubuh.
KH :
 Suhu 2) Observasi tanda – Pemantauan tanda vital
tubuh dalam tanda vital tiap 4 jam yang teratur dapat
rentang sekali menentukan
normal perkembangan
 Nadi dan keperawatan yang
RR dalam selanjutnya.
rentang
normal 3) Pertahankan suhu Suhu tubuh dapat
 Tidak ada tubuh normal dipengaruhi oleh tingkat
perubahan aktivitas, suhu
warna kulit lingkungan, kelembaban
dan tidak ada tinggiakan
pusing mempengaruhi panas
atau dinginnya tubuh.

4) Ajarkan pada Proses


keluarga memberikan konduksi/perpindahan
kompres dingin pada panas dengan suatu
kepala / ketiak . bahan perantara.

5) Anjurkan untuk proses hilangnya panas


menggunakan baju akan terhalangi oleh
tipis dan terbuat dari pakaian tebal dan tidak
kain katun. dapat menyerap
keringat.

6) Atur sirkulasi Penyediaan udara


udara ruangan. bersih.

7) Beri ekstra cairan Kebutuhan cairan


dengan menganjurkan meningkat karena
pasien banyak minum penguapan tubuh
meningkat.

8) Batasi aktivitas aktivitas meningkatkan


fisik metabolism dan
meningkatkan panas.

9
3. Kurang Setelah dilakukan NIC : Teaching : proses
pengetahuan tndakan penyakit Memberikan nilai
orang tua keperawatan 1. Berikan penilaian tentang pengetahuan
tentang kondisi, selama 3 x 24 jam tentang penyakit tentang proses penyakit
prognosis, keluarga mengerti pengetahuan pasien
penatalaksanaan tentang kondisi tentang proses penyakit
dan kebutuhan pasien dengan KH yang spesifik
pengobatan b.d :
kurangnya 1. Keluarga 2. Jelaskan patofisiologi Mengetahui proses
informasi. menyatakan dari penyakit dan terjadinya penyakit pada
pemahaman bagaimana hal ini anak.
tentang berhubungan dengan
penyakit, anatomi fisiologis
kondisi, dengan cara yang tepat
prognosis,dan
program 3. Gambarkan tanda dan Supaya keluarga dapat
pengobatan gejala yang biasa mengetahui tanda dan
2. Keluarga muncul pada penyakit gejala penyakit secara
mampu dengan cara yang tepat tepat.
melaksanakan
prosedur yang 4. Identifikasi Mencegah faktor resiko
dijelaskan kemungkinan dengan yang mungkin akan
secara benar cara yang tepat terjadi.
3. Keluarga
mampu
menjelaskan
kembali apa
yang dijelaskan
perawat atau
tim kesehatan
lainnya.

J. EVALUASI
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Suhu tubuh pasien dalam batas normal
3. Peningkatan Pengetahuan keluarga dan pasien tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan

10
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 2012-
2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi
Subekti. Jakarta: EGC
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.
Lumbantobing,SM.2005.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made.
Jakarta: EGC
Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta: PT. Sagung Seto
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC
Suharso Darto. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Universitas Airlangga
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak. Surabaya: PERKANI    
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku Kedokteran I
Putu Juniartha Semara Putra

11

Anda mungkin juga menyukai