D
I
S
U
S
U
N
OLEH
DRS. H. KARIM PATEDA, MM
KETUA DUANGO ADATI LO HULONTALO
“DEWAN ADAT GORONTALO”
NOVEMBER, 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang
maha kuasa atas rahmat dan hidayahnya yang di turunkan kepada hambanya Nabi
Muhamad SAW di muka bumi ini, Bahwa daerah Gorontalo adalah salah satu
wilayah hukum adat di Indonesia dimana dari 19 lingkaran adat, Gorontalo
merupakan urutan ke 9.
Komitmen untuk membangun adat istiadat telah dijamin oleh Negara sebagai
mana tercantum pada UUD 1945 Pasal 18 Ayat 2 “ Negara mengakui dan
meghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisi olehnya
sepanjang masih ada dua sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara kesatuan RI.
Gorontalo mempunyai filsafat adat serta landasan budaya yaitu. Falsafat adat
Gorontalo “ ADATI HULA-HULAA TO SYARA, SYARA HULA-HULAA TO
QURANI” Yang artinya Adat bertumpuk pada syara, sayara bertumpukan pada
Al-Quran.
Sehubungan dengan faslsafah adat, prinsip dasar Titah Sang Raja dan sumber
hokum Gorontalo, maka seluruh perilaku kehidupan manusia dalam kegiatan,
hajatan, seta duka, selalu prosesinya bernuansaa adat istiadat Gorontalo, yang
disebut dengan kearifan local.
Penyusun,
DRS. H. KARIM PATEDA, MM
TI, HUNGINAA
Ketua dewan adat Gorontalo
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam tatanan hukum adat di wllayah negara R.l, maka hukum adat di
anggap sebagai hukurn yang tidak tertulis dan mempunyai peranan penting
dalam masyarakat lndonesia.
Bukunya yang dikenal lndcnesia adat recht (hukum adat lndonesia) dimana
dalam bukunya memuat 19 (lingkungan hukunr adat).
Muridnya adalah Mr.B.TERHAAR, dengan bukunya azaz-azaz dan susunan
hukum adat (Begin Celen End SteselVan Het adat recht)
Adat memang suatu kebiasaan tetapi mengandung sifat sacral. Kebiasaan yaitu
perbuatan yang dilakukan oleh orang/anggota masyarakat dan dilakukan
berulang kali.
Yang pertama-tama mgnggunakan hukum adat ialah SNOUCH.
HURGRONYE (1857- 1936). dengan Bukunya DE ATJEHERS (Orang
Aceh).
Antara adat dan kebiasaan tidak terdapat perbedaan azazi, tetapi kalau kita
tinjau dari aasal mulanya, maka tampaklah sedikit perbedaan.
Adat kita tahu berasal dari sumber yang agak sacral dan sudah menjadi tradisi
rakyat. sehingga adat bukan bahasa tetapi perilaku, etika, moral seseorang
(PAYU).
Sedangkan kebiasaan bukanlah merupakan tradisi rakyat, melainkan suatu
perbuatan yang tetap di lakukan orang sebagai hasil pencampuran kehudayaan
(Akulturasi).
Sekalipun dernikian adat dan kebiasaan ini, keduanya dapat mempengaruhi
norma-norma hukum dan mungkin juga lama kelamaan adat dan kebiasaan
dapat menjadi hukum.
Adat yang telah ditetapkan menjadi hukum disebut hukum adat, sedangkan
hokum kebiasaan adalah kebiasaan yang telah di tetapkan meiadiaturan
hukum.
Dari 19 lingkungan adat di lndonesia maka kelompok etnik Gorontalo dalam
bukunya Prof. Mr.Van Vallen Hoven merupakan urutan yang ke 9.
Hukurn adat Gorontalo sebagai adat istiadat daerah Gorontalo merupakan
budaya yang ditaati, dilaksanakan dan di pertahankan serta dihormati secara
turun temurun.
Atas dasar inilah adat istiadat Gorontalo tetap di pelihara oleh masyarakat
Gorontalo, dengan tidak menutup kemungkinan ada perubahan sesuai
perkembangan zaman.
Dengan adanya. perkembangan zaman di era globalisasi yang serba tegnologi
moderen, namun perilaku masyarakat adat Gorontalo tidak kaku.dalam arti “
WONU MODA'A TALUHU, MOHEY POMBANGO" artinya apabila air
sungai naik/ meluapap maka pinggiran kali bergeser namun bukan berarti
mengurangi prinsip-prinsip yang terkandung dalam tatanan adat Gorontalo.
Topik makalah ini bila dibahas mendetail cukup luas, maka penyusun hanya
mengutarakan garis-garis besarnya meknanya dan permasalahannya serta
pemecahan masalah.
Makalah ini sudah pasti terdapat kekurangan-kekurangan maka bagi pembaca
diharapkan memberikan masukan-masukan demi kesempurnaan penipisan-
penulisan masalah dimasa yang akan datang.
Demikian dan mari kita ikuti penulisan selanjutnya pada bab-bab Berikutnya
Gorontalo. Oktober
Penyusun,
DRS. H. KARIM PATEDA, MM
TI, HUNGINAA
Ketua dewan adat Gorontalo
BAB II
LIMA (5) JENIS PAKAIAN ADAT GORONTALO YANG DIGUNAKAN
MENURUT TATANAN DAN SESUAI PEMANFAATANNYA
Di Gorontalo telah menjadi satu ketentuan bahwa pakian adat itu digunakan oleh
seseorang menurut status social dan kedudukan dalam jabatan.
Gorontalo mengenal 3 (Tiga) strata Yakni :
1. Tingkat atas adalah kalangan para raja-raja atau olongia-olongia yang
mempunyai kedudukan sebagai Tauwa maupun Wuleya Lo Lipu.
2. Tingkat menengah adalah kalangan para bangsawan yang tidak
menduduki jabatan, termasuk kalangan pejabat level menengah setelah
Raja-raja atau olongia-olongia
3. Tingkat bawah atau rakyat jelata maupun masyarakat pada umumnya.
Dalam penggunaan pakaian bagi yang tidak sesuai level, oleh ketua adat (Bate
maupun wale) itu di ingatkan agar menggunkan pakaian yang sesuai dengan status
maupun posisi dari seseorang tersebut.
Seseorang yang berkedudukan raja (Olongi) dalam tahta kerajaan
menggunakan pakaian lengkap dan duduk dalam tempat duduk yang disebut
Puade Pakaian sang raja tersebut pada bagian atas atau kepala yang di sebut
PALUWALA atau MAKWTA yang berasal dari kata MAHKOTA.
Selain itu setiap pakaian Raja mempunyai makna sebagai berikut :
Pengertian Paluwala ataub Makuta
Makuta berasal dari kata Mahkota, Tudung makuta letaknya menjulang ke
atas dan terkulai ke belakang berbentuk bulu ungags sehingga disebut lai. Bulu-
bulu ungags bersifat halus dan lembut, dimana sifat-sifat demikian itulah yang
diharapkan memancar dari pribadi sang raja. Lai (bulu unggas) ini diletakkan
menjulang ke atas, melambangkan huruf alif yang mengandung keesaan Tuhan.
Pada Lai ini melekat hiasan emas berbentuk daun sebnyak 5 helai yang bermakna
5 tema dalam kehidupan adat istiadat Gorontalo, Yaitu.
1) Wu’udu (adat istiadat)
2) Bubalato (adat istiadat yang bersangsi)
3) Tinepo (penghargaan sesame umat)
4) Tombula’o (Membalas penghormatan orang lain)
5) Buto’o (hokum)
Selain itu, dihiasi pula dengan 8 bintang kecil yang melambangkan linula mulo
(kerajaan inti) Gorontalo yakni : Bilinggata, Hunggina’a, Wawabu, Lupoyo (di
kerajaan Gorontalo) dan Dunggala, Tomilito, Tibawa, Buta’iyo (dikerajaan
Limboto) yang bersama-sama menganut 5 prinsip tersebut diatas. Dibawah dari 8
bintang ini terdapat lagi 6 bintang lainnya lambing dari 6 rukun iman.
Pengertian Jambia/pedang yang dipakai sang raja ketika duduk dalam tolita
atau pelaminan.
Pedang dalam Bahasa Gorontalo disebut Jambia. Pedang kebesaran ini
dilambangkan sebagai pertanggung jawab seoarang raja dalam mempertahankan
dan membela kerajaan bersama rakyat. Ketika penyematannya dirangkaikan sajak.
1) Bangusa taalo = martabat dan harga diri dijaga
2) Lipu poduuluwalo = negeri dibela
3) Openu de moputi tilalo = lebih baik berputih tulang (lebih baik mati)
4) Bo diila moputi baya = dari pada berputi muka ( menanggung malu)
Dalam kedudukan Ibu-ibu atau Istri-istri para Raja bangsawan maupun istri-istri
taudaa mempunyai sebutan atau panggilan sebagai berikut :
1) Mbui adalah seseorang permaisuri istri seorang raja atau olongia tauwa
wuleya lolipu maupun istri dari para bangsawan-bangsawan.
2) Mbui Biluwato adalah seorang Ibu baik istri Raja, bangsawan atau pejabat
yang mempunyai kedudukan atau jabatan sebagai pemimpin.
Mbui Biluwato juga sering di panggil pada seorang Raja Perempuan.
3) Mongotilo adlah sebutan kepada ibu-ibu istri dari para pemangku adat
mulai dari Bate, Kimala dan Taudaa.
Ibu-ibu yang menyandang sebagai permaisuri atau mempunyai jabatan dalam
pengunaan pakaian kebesaran adat yang disebut Bili’u.
Bili’u adalah pakaian kebesaran adat yang dipakai oleh permaisuri raja. Bili’u
berasal dari kata biluato artinya diangkat atau dinobatkan karena dipakai oleh
putri mahkota yang diangkat menjadi ratu. Dalam Bahasa Gorontalo disebut ti
mbu’I biluato.
Bilii’u terdiri dari, (1) baya lo boute, (2) lai-lai, (3) pangge moopa. (4)
Pangge, (5) Tutuhi, (6) Huli, (7) Duungo Bitila, (8) Huwo’o, (9) Taya.
Pengertian dan makna tutuhi
Tutuhi artinya galah, sebanyak 7 buah yang panjangnya lebih dari yang lain.
Tutuhi diberikan pada dua kerajaan yang bersaudara yaitu Hulontalo-Limutu,
Limutu-Hulontalo, serta lima kesatuan kerajaan, yaitu : Tuwawa, Limutu,
Hulontalo, Bulango dan Atingola.
Pengertian dan makna dari Huli
Huli artinya belakang yang disematkan pada bagian belakang terdiri dari dua
tingkat daun-daunan dan ditancapkan pada ujung jari kanan dan pada baalanga
(rangka). Huli diberikan pada dua jalur apparat adat yaitu pegawai syara’a dan
Talenga (Satuan pahlaan keamanan), Pulubala di Limboto.
Pengertian dan makna dari duungo bilita
Duungo bilita artinya daun bitila. Bitila adalah semacam pohon yang rimbun
berdaun besar dan buahnya dapat dimakan. Sehelai daun bitila yang tertancap
pada kelapa bagian belakang memberi arti pengayoman ratu terhadap
rakyatnya.
BAB VI
PENUTUP
Atas dasar inilah maka adat istiadat Gorontalo dengan tetap dipelihara
oleh masyarakat Gorontalo dengan tidak menutup kemungkinan terhadap akibat
perkembangan-pekembangan karena dampak pesatnya pembangunan.
Adat istiadat Gorontalo tetap dipelihara dan ditaati oleh wargannya serta
diadakan penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan, situasi dan kondisi
sepanjang tidak mengurangi prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya antara
lain :
Demikian makalah ini singkat ini ditulis untuk memenuhi permintaan Bapak
Dekan Fakultas Ushuludin IAIN Sultan Amai Gorontalo dalam rangka seminar
sehari yang merupakan program studi ilmu Hadist.
Bila ada yang kurang mohon di maafkan “Wonu Woluwo Utilala dila “ wonu
woluwo dila ….?
BIODATA