Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sediaan emulsi selain dikenal sebagai sediaan cair, juga dapat berupa sediaan setengah
padat. Penggunaan sediaan ini pada saat ini makin populer karena dapat digunakan untuk
pemakaian dalam maupun untuk pemakaian luar.

Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak mau
bercampur, dimana cairan yang satu terbagi rata dalam cairan yang lain dalam bentuk butir-
butir halus karena distabilkan oleh komponen yang ketiga yaitu emulgator.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk
diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator
yang digunakan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang
ditambahkan adalah  metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance)

Akan tetapi dalam kenyataannya, jarang sekali ditemukan HLB dengan harga yang persis
dibutuhkan oleh suatu emulsi. Oleh karena itu sering digunakan emulgator kombinasi
dengan harga HLB rendah dan harga HLB tinggi.

Tujuan
- Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan
emulsi
- Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan
- Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi
- Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. (Farmakope Indonesia edisi IV)

Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat
cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Howard C. Ansel).

B. Teori Emulsi
Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispers
sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase
luar air disebut emulsi minyak-alam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”.
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi
air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi “a/m”.

Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat membuat suatu
preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bercampur.
Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan
pemberian obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun
yang diberikan sebenarnya minyak yang rasanya tidak enak, dengan menambahkan
pemanis dan memberi rasa pada pembawa air sehingga mudah dimakan dan ditelan
sampai ke lambung.

Berdasarkan konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair dapat digunakan secara
bermacam-macam seperti oral, topikal, atau parenteral; emulsi semisolid digunakan
secara topikal.

Teori-teori lazim yang menggambarkan cara umum untuk menguraikan cara yang
mungkin dimana dapat menghasilkan emulsi yang stabil, antara lain :
a) Teori tegangan permukaan
Bila cairan kontak dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak saling bercampur,
kekuatan (tenaga) yang menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil disebut Tegangan Antarmuka.

1
b) Oriented wedge theory
Menganggap lapisan monomolekuler dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan
dari fase dalam pada emulsi. Dalam suatu system yang mengandung dua cairan yang
tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase dan
terikat dengan kuat dan terbenam dalam fase tersebut dibandingkan dengan fase
lainnya. Umumnya suatu zat pengemulsi yang mempunyai karakteristik hidrofilik
lebih besar dari pada sifat hidrofobik akan memajukan suatu emulsi minyak-dalam-air
dan suatu emulsi air-dalam-minyak sebagai hasil dari penggunaan zat pengemulsi
yang lebih hidrofobik dari pada hidrofilik. Dengan kata lain, fase dimana zat
pengemulsi tersebut lebih larut umumnya akan menjadi fase kontinu atau fase luar
dari emulsi tersebut.

c) Teori plastik atau teori lapisan antarmuka


Menempatkan zat pengemulsi pada antarmuka antara minyak dan air, mengelilingi
tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorbsi pada
permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya
fase terdispersi; makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut, akan makin besar dan
makin stabil emulsinya. Pembentukan emulsi minyak-dalam-air atau air-dalam-
minyak tergantung pada derajat kelarutan dari zat pengemulsi dalam kedua fase
tersebut, zat yang larut dalam air akan merangsang terbentuknya emulsi minyak-
dalam-air dan zat pengemulsi yang larut minyak sebaliknya.

Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian ketiga
dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulgator/emulsifying agent). Suatu pengemulsi
berfungsi serta didefinisikan secara operasional sebagai suatu penstabil bentuk tetesan
(bola-bola) dari fase dalam. Berdasarkan strukturnya, pengemulsi (zat pembasah dan
surfaktan) bisa digambarkan sebagai molekul-molekul yang terdiri dari bagian-bagian
hidrofilik (oleofobik) dan hidrofobik (oleofilik). Karena itu gugus senyawa-senyawa ini
seringkali disebut amfifilik (yakni menyukai air dan minyak).

C. Zat Pengemulsi
Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan tiga mekanisme:
1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis.

1
2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang kaku-pembatas mekanik untuk
penggabungan.
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati partikel-
partikel.

D. Komponen Emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

1) Komponen Dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi. Terdiri atas :
a. Fase dispers/ fase internal / fase discontinue
yaitu zat cair yang terbagi-bagi atau butiran kecil kedalam zat cair lain.
b. Fase continue / fase external / fase luar
yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari
emulsi tersebut.
c. Emulgator
adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi

Menurut scovilles halaman 318 emulgator terbagi menjadi:

1. Emulgator alam
Emulgator dapat dibagi menjadi beberapa kelompok :
a. Berasal dari tumbuhan
Karbohidrat,Gum dan bahan-bahan mucilago cocok untuk digunakan dalam
emulsi farmasetik. Mereka mempunyai kemampuan mengemulsi banyak
substansi secara murni dan menghasilkan emulsi yang Bisaanya bekerja baik
jika dilindungi dari fermentasi dengan pengawet. Namun demikian, alkali,
sodium borat, caitan alkohol dan garam metalik harus ditambahkan ke dalam
gum sangat kationik dan encer, mencegah pemecahan karbohidrat yang
banyak digunakan adalah akasia, tragakan, agar, chondrus, dextrum, malt
ekstrak dan pektin membentuk minyak dalam air
b. Berasal dari hewan
- Protein
- Gelatin mengemulsi cairan petrolatum dengan lebih mudah dibanding
minyak lain dan membuat suatu sediaan yang sangat putih dan lembut

1
serta rasa yang enak. Protein juga membentuk emulsi yang jika digunakan
dalam konsentrasi rendah.Kerugian : Emulsi gelatin sulit dijaga dari
kerusakan yang membatasi nilainya
- Kuning telur Keuntungan Emulsi yang dibuat dengan kuning telur, stabil
dengan asam dan garam. Jika kuning telur cukup segar, dapat membentuk
emulsi yang creaming yang menunjukkan sedikit kecenderungan untuk
memisah.Kerugian Jika digunakan kuning telur, emulsi dapat membentuk
koalesens dan dapat terwarnai lebih dalam.
- Albumin atau putih telur Keuntungan Serbuk putih telur lebih efektif dari
pada putih telur segar karena lebih kental. Kerugian Diendapakan oleh
banyak bahan.
- Kasein Protein dan susu telah digunakan sebagai bahan pengemulsi tapi
tidak memiliki keuntungan di bandingkan akasia dan kurang stabil
daripada akasia, tidak digunakan untuk tujuan berarti
c. Lain – lain
- Sabun dan Basa Keuntungan Sering digunakan dalam dermatologi untuk
penggunaan luar. Sabun adalah emulgator yang lebih kuat khususnya
sabun lembut sebagai bahan yang mengurangi tegangan permukaan dari
air Kerugian Menghasilkan sediaan yang tidak bercampur dengan asam
dengan berbagai tipe.
- Alkohol
Padatan yang terbagi merata, Bagian emulgator ini membentuk lapisan
khusus disekelilin tetesan terdispersi dan menghasilkan emulsi yang
meskipun berbutr kasar, mempunyai stabilitas pisik. Hal ini dapat
menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai emulgator dari efek yang
ditimbulkan dari pewarna dan serbuk halus
1. Emulgator sintetik
- Anionik pada sub bagian ini ialah sulfaktan bermuatan (-) Contoh : Na, K
dan garam-garam ammonium dari asam oleat dan laurat yang larut dalam air
dan baik sebagai bahan pengemulsi tipe o/w. Bahan pengemulsi ini rasanya
tidak menyenangkan dan mengiritasi saluran pencernaan.
- Kationik. Aktivitas permukaan pada kelompok ini bermuatan (+).
Komponen ini bertindak sebagai bakterisid dan juga menghasilkan emulsi
antiinfeksi seperti ini pada lotion kulit dan krem
1
- Non ionic. Merupakan surfaktan tidak berpisah ditempat tersebar luas
digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika kerja keseimbangan molekul
antara hidrofik dan lipofilik

Pada system HLB, umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian
hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang
dominan dalam mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan untuk membentuk tipe
emulsi. Suatu metode telah dipikirkan dimana zat pengemulsi dan zat aktif permukaan,
dapat digolongkan susunan kimianya sebagai keseimbangan hidrofil-lipofil atau HLB-nya.
Dengan metode ini, tiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukkan polaritas
dari zat tersebut.

Umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan 3 sampai 6, yang
menghasilkan emulsi air dalam minyak, sedangkan zat-zat yang mempunyai harga HLB
antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak dalam air. Dalam suatu sistem HLB, harga
HLB juga ditetapkan untuk minyak-minyak dari zat-zat yang seperti minyak. Dengan
menggunakan dasar HLB dalam penyimpanan suatu emulsi, dapat dipilih zat pengemulsi
yang mempunyai harga HLB sama atau hampir sama sebagai fase minyak dari emulsi yang
dimaksud. (Howard C. Ansel. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal 376 – 382).

Bahan-bahan yang diperlukan ditambahkan dalam pembuatan emulsi, antara lain :


a) Bahan pengemulsi sebagai emulgator
Untuk mencegah koalesensi sehingga tetesan besar menjadi tetesan kecil.
b) Bahan pengemulsi sebagai surfaktan
Untuk mengurangi tegangan permukaan antara fase eksternal sehingga proses
emulsifikasi dapat ditingkatkan.
c) Pengental
Untuk mempertinggi kestabilan emulsi
d) Pengawet
Ditambahkan untuk semua jenis emulsi terutama emulsi minyak dalam air karena
kontaminan fase minyak dan fase air mudah terjadi.
e) Zat-zat tambahan
Pemanis, pewarna, pewangi.

1
Ketidakstabilan emulsi yang dapat terjadi, antara lain :
o Flokulasi dan Creaming
Pemisahan emulsi menjadi beberapa lapis cairan, masing-masing lapisan mengandung
fase terdispersi yang berbeda.
o Cracking dan Breaking
Merupakan koalesensi dan pecahnya tipe emulsi dan bersifat irreversible.
o Inversi fasa
Perubahan yang terjadi tiba-tiba dari tipe emulsi M/A menjadi emulsi A/M atau
sebaliknya.
o Demulsifikasi
Proses pemisahan sempurna dari suatu tipe emulsi ke dalam masing-masing komponen
cair.

Emulsi bisa disiapkan dengan beberapa cara, tergantung pada sifat komponen emulsi dan
perlengkapan yang tersedia untuk digunakan. Dalam ukuran kecil preparat emulsi yang
dibuat baru, dapat dibuat dengan tiga metode yang umum digunakan oleh ahli farmasi di
apotek.

Ketiga metode tersebut adalah:

1. Metode gom kering atau metode kontinental


Zat pengemulsi (biasanya gom) dicampur dengan minyak sebelum penambahan air.
2. Metode Inggris atau metode gom basah
Zat pengemulsi ditambahkan ke air (di mana zat pengemulsi tersebut larut) agar
membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk
membentuk emulsi.
3. Metode botol atau metode botol Forbes
Digunakan untuk minyak menguap dan minyak-minyak yang kurang kental dan
merupakan suatu variasi dari metode gom kering.

Kestabilan termodinamik emulsi berbeda dari kestabilan seperti didefinisikan oleh pembuat
formula atau pemakai berdasarkan pertimbangan subjektif secara menyeluruh. Kestabilan
yang dapat diterima dalam bentuk sediaan farmasi tidak membutuhkan kestabilan
termodinamika. Jika suatu emulsi membentuk krim ke atas (naik ke atas) atau membentuk

1
krim ke bawah (endapan), emulsi bisa tetap dapat diterima secara farmasetik selama emulsi
tersebut dapat dibentuk kembali dengan pengocokan biasa.

Untuk menentukan tipe emulsi dapat dilakukan dengan beberapa cara :

1. Metode zat warna


- Sudan III
Merupakan zat warna yang larut dalam minyak, tetapi tidak larut dalam air jika ke
dalam larutan ditambahkan sudan III, setelah diaduk warna merah menjadi semakin
jelas menunjukan bahwa emulsi adalah tipe a/m, tetapi jika warna merah suram
semakin tidak tampak menunjukkan emulsinya adalah m/a.
- Metilen blue
Merupakan zat warna yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam minyak. Jika zat ini
diteteskan pada emulsi berwarna seragam maka air merupakan fase luar dan emulsi ini
bertipe m/a.
2. Metode electrical conductivity
Air dapat menghantarkan arus listrik sedangkan minyak tidak. Alatnya terdiri dari kawat
dengan 2 elektrode yang dicelupkan dalam emulsi dan dihubungkan dengan lampu neon.
Jika lampu menyala dalam air maka merupakan medium pendipers dan emulsinya
merupakan tipe m/a. Bila lampu tidak menyala maka minyak merupakan medium
pendispers dan emulsinya adalah tipe a/m.
3. Metode pengenceran fase
Jika ke dalam emulsi ditambahkan sedikit air maka setelah pengocokan dan pengadukan
diperoleh kembali emulsi yang homogen sehingga emulsinya adalah tipe m/a. jika emulsi
dicampur minyak maka akan menyebabkan pecahnya emulsi. Pada emulsi a/m akan
diperoleh sebaliknya.
4. Fluoresensi
Karena minyak berfluoresensi seluruhnya dan emulsinya m/a menunjukkan pola titik-
titik.

1
E. Evaluasi Sediaan Emulsi
 Organoleptis
Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari sediaan emulsi pada penyimpanan pada suhu
rendah 5 C dan tinggi 35 C pada penyimpanan masing-masing 12 jam.
 Volume Terpindahkan (FI IV. Halaman 1089)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10
wadah satu persatu.
Prosedur: Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang
diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan
gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30
menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran:
volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan
tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan
pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada
etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume
yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %,
tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian
terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah
tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu
dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang
tertera pada etiket.
 Penentuan viskositaas
Dilakukan terhadap emulsi, pengukuran viskositas dilakukan dengan viskometer
brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm).
 Daya hantar listrik

1
Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian dihubungkan
dengan rangkaian arus listrik. Jika mampu menyala maka emulsi tipe minyak dalam
air. Jika sistem tidak menghantarkan listrik maka emulsi tipe air dalam minyak.
 Metode pengenceran
Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian diencerkan dengan
air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air dan sebaliknya.
 Metode percobaan cincin
Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring maka emulsi minyak
dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling tetesan.
 Metode warna
Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen ) dicampurkan ke dalam contoh
emulsi. Jika selurih emulsi berwarna seragam maka emulsi yang diuji berjenis minyak
dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji bahan warna larut sudan
III dalam minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel tipe air dalam minyak
karena pewarna pelarut lipoid mampu mewarnai fase luar.

1
BAB III

PRAFORMULASI

Zat Aktif

 Paraffin Liquidum (Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6 hlm. 445, FI IV


hlm.652)
Pemerian : Transparan, tidak berwarna, cairan kental, tidak berfluoresensi, tidak berasa
dan tidak berbau ketika dingin dan berbau ketika dipanaskan.
Kelarutan : Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air. Larut dalam jenis minyak
lemak hangat.
Stabilitas : Dapat teroksidasi oleh panas dan cahaya.
Khasiat : Laksativ (pencahar)
Dosis : Emulsi oral : 15 – 45 ml sehari (DI 88 hlm. 1630)
HLB Butuh : 10 – 12 (M/A). 5 – 6 (A/M)
OTT : Dengan oksidator kuat.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat, hindari dari cahaya, kering dan sejuk.

Zat Tambahan
Emulgator Sistem HLB
 Span 80 (Sorbitan Monooleat) (Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6 hal. 675,
Martindale hal. 577)
Pemerian : Cairan kental seperti minyak berwarna kuning.
Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan propilen glikol, tercampur
dalam alcohol dan methanol, 1 bagian span larut dalam 100 bagian minyak
biji kapas, sedikit larut dalam etil asetat.

1
Khasiat : Emulgator, surfaktan non ionik, peningkat kelarutan.
Bobot jenis : 1,01 g/ml.
Konsentrasi: Emulgator A/M = 1-15%, emulgator M/A = 1-10%
Stabilitas : Stabil terhadap asam dan basa lemah.
Penyimpanan : Wadah bertutup rapat dan pada tempat sejuk dan kering.
HLB : 4,3
OTT : Dengan asam atau basa kuat, terjadi pembentukan sabun dengan basa kuat.

 Tween 80 (Polioksietilen Sorbitan Monoleat) (FI edisi IV hal. 687 Handbook of


Pharmaceutical Excipient Edisi 6 hlm. 549)
Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning muda, bau khas lemah, rasa
pahit dan hangat.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; larut dalam etanol; tidak larut dalam minyak
mineral.
OTT : Perubahan warna dan atau presipitasi terjadi dengan berbagai zat fenol,
tanin,tar dan bahan seperti tar.
Stabilitas : Stabil pada elektrolit, asam lemah,dan basa lemah.
Khasiat : Bahan pengemulsi (emulgator)
Bobot jenis : 1,06 – 1,09 g/ml.
Konsentrasi: Emulgator M/A = 1-15%
Emulgator A/M = 1-10%
HLB : 15,0
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, sejuk dan kering.

 CMC Na. (Carboxymethylcellulose sodium) (Handbook Of Pharmaceutical Exipent


edisi VI halaman 120; Farmakope Indonesia Edisi IV halaman 175; Remington edisi 21
halaman 1073).

Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopis.

Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloida, tidak larut
dalam etanol, eter, dan pelarut organik lain.

Stabilitas : Larutan stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi pada Ph dibawah 2.


Viskositas larutan berkurang dengan cepat jika pH diatas 10.
Menunjukkan viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9. Bisa

1
disterilisasi dalam kondisi kering pada suhu 160 selama 1 jam, tapi
terjadi pengurangan viskositas.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

OTT : Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan larutan garam
besi dan beberapa logam seperti aluminium, merkuri dan zink juga
dengan gom xanthan; pengendapan terjadi pada pH dibawah 2 dan pada
saat pencampuran dengan etanol 95%.; Membentuk kompleks dengan
gelatin dan pektin.

Khasiat : Emulsifying agent, bahan pengental.

Konsentrasi : 0,25 – 1% untuk emulsifying agent.

 Natrium Benzoat (FI IV hal. 584, Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6 hal.
627)
Synonym : Sodium benzoat, Natrii benzoat
RM : C7H5NaO2
BM : 144,11
Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih, tidak berbau, stabil di udara.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, lebih mudah larut
dalam etanol 90%.
Stabilitas : Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan kering.
OTT : Tidak bercampur dengan komponen kuartener, gelatin, garam ferri,
garam kalsium, dan garam logam berat termasuk perak, timah, dan
merkuri.
Konsentrasi : 0,02-0,5 %
Fungsi : Pengawet/antimikroba.
Wadah : Wadah tertutup rapat, di tempat kering & sejuk.

 Sorbitol (FI IV hal. 756, Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6 hal. 679)
RM : C66H14O6
BM : 182,17
Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna putih rasa manis.

1
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, metanol dan
asam asetat.
Konsentrasi : 20 – 35%
Khasiat : Pemanis.
Stabilitas : Dapat bercampur dengan kebanyakan bahan tambahan, stabil di udara,
keadaan dingin dan asam basa encer.
OTT : Ion logam divalent dan trivalent dalam asam kuat dan suasana basa.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat.

 BHT(Butil hidroksi toluen) (FI IV hal.157; Excipients 6th Edition hal. 75)

Pemerian : Hablur padat, putih; bau khas lemah.


Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, asam-asam mineral
dan larutan alkali; mudah larut dalam etanol, aseton, benzen dan parafin
liquid; lebih mudah larut dalam minyak-minyak makanan dan lemak.
Stabilitas : Jauhkan dari cahaya, kelembaban dan panas.
Konsentrasi : 0,02 %
Kegunaan : Antioksidan untuk minyak-minyak dan lemak.
OTT : Bahan pengoksidasi kuat seperti peroksida dan permanganat.
Wadah : Dalam wadah tertutup baik.

 Aquadest FI IV hal. 112


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar
Kegunaan : Sebagai pelarut
Stabilitas : Dalam semua keadaan fisik (es, cairan, udara).
OTT : Bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap
hidrolisis, bereaksi keras dengan logam alkali.
Penyimpanan : Wadah tertutup baik.

 Sunset Yellow (Excipient Edisi 6 hal. 193-194)

Pemerian : Serbuk kuning kemerahan, di dalam larutan memberikan warna orange


terang.

1
Kelarutan : Mudah larut dalam air, gliserin dan propilen glikol (50%), sedikit larut
dalam propilen glikol.
OTT : Asam askorbat, gelatin, dan glukosa.
Kegunaan : Sebagai pewarna.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat dan tempat sejuk dan kering.

 Essence Orange
Pemerian : Terbuat dari kulit jeruk yang masih segar diproses secara mekanik.
Kelarutan : Mudah larut dalam alkohol 90 %, asam asetat glasial.
Kegunaan : Flavouring agent.
Stabilitas : Dapat disimpan dalam wadah gelas dan plastik.
Penyimpanan : Wadah tertutup dan tempat yang sejuk, kering, dan terhindar dari cahaya
matahari

1
BAB IV

FORMULASI

Komposisi Formula I (%) Formula II (%) Formula III (%)


Paraffin Liquid 20 20 20
Span 80 2 3 4
Tween 80 2 3 4
CMC 1 1 1
Natrium Benzoat 0,1 0,1 0,1
BHT 0,02 0,02 0,02
Sunset Yellow 0,05 0,05 0,05
Ess. Orange 0,1 0,1 0,1
Sorbitol 2 2 2

ALAT dan BAHAN


Alat: 1. Beaker glass Bahan : 1. Paraffin Liquid
2. Gelas ukur 2. Span 80
3. Cawan penguap 3. Tween 80
4. Lumpang dan mortar atau stirer 4. CMC Na
5. Batang pengaduk 5. Na Benzoat
6. Objek glass 6. BHT
7. Cover glass 7. Sunset Yellow
8. Pipet tetes 8. Essence Orange
9. Penangas air 9. Sorbitol
10. Kertas perkamen 10. Aquadest
11. Timbangan 11. Metilen Blue

1
12. Mikroskop 12. Sudan III
13. Viskometer Brookfield
14. Tabung sedimentasi
15. Erlenmeyer
16. Sudip

PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


Perhitungan
HLB Butuh Parrafin liquid : 12
HLB Span 80 : 4.3
HLB Tween 80 : 15

Formula I
Paraffin Liq = 20/100 x 400 ml = 80 gram
Berat total emulgator (Tween 80 + Span 80) = 2/100 x 400 ml = 8 gram
Tween 80 : 15 7,7 = tween 80 : 7,7/10,7 x 8 = 5,76 gram
12
Span 80 : 4,3 3 = span 80 : 3/10,7 x 8 = 2,24 gram

10,7
CMC Na = 1/100 x 400 ml = 4 gram
Air u/ CMC Na = 20 x 4 gram = 80 ml
Na Benzoat = 0,1 /100 x 400 ml = 0,4 gram
Air u/ Na Benzoat = 1 x 0,4 gram = 0,4 ml
BHT = 0,02/100 x 400 ml = 0,08 gram
Sunset Yellow = 0,05 % x 400 ml = 0,2 gram
Ess Orange = 0,1 % x 400 ml = 0,4 ml = 0,4 x 20 tetes = 8 tetes
Sorbitol = 2/100 X 400ml = 8 gram
Aquadest sisa = 400 ml – [80 + 5,76 +2,24 +4 +80 +0,4 +0,4 +0,08 +0,2
+0,4 +8 ]
= 218,52 ml

1
Formula II
Paraffin Liq = 20/100 x 400 ml = 80 gram
Berat total emulgator (Tween 80 + Span 80) = 3/100 x 400 ml = 12 gram
Tween 80 : 15 7,7 = tween 80 : 7,7/10,7 x 12 = 8,64 gram
12
Span 80 : 4,3 3 = span 80 : 3/10,7 x 12 = 3,36 gram

10,7
CMC Na = 1/100 x 400 ml = 4 gram
Air u/ CMC Na = 20 x 4 gram = 80 ml
Na Benzoat = 0,1 /100 x 400 ml = 0,4 gram
Air u/ Na Benzoat = 1 x 0,4 gram = 0,4 ml
BHT = 0,02/100 x 400 ml = 0,08 gram
Sunset Yellow = 0,05 % x 400 ml = 0,2 gram
Ess Orange = 0,1 % x 400 ml = 0,4 ml = 0,4 x 20 tetes = 8 tetes
Sorbitol = 2/100 X 400ml = 8 gram
Aquadest sisa = 400 ml – [80 + 8,64 +3,36 +4 +80 +0,4 +0,4 +0,08 +0,2
+0,4 +8 ]
= 214,52 ml

Formula III
Paraffin Liq = 20/100 x 400 ml = 80 gram
Berat total emulgator (Tween 80 + Span 80) = 4/100 x 400 ml = 16 gram
Tween 80 : 15 7,7 = tween 80 = 7,7/10,7 x 16 = 11,51 gram
12
Span 80 : 4,3 3 = span 80 = 3/10,7 x 16 = 4,49 gram

10,7
CMC Na = 1/100 x 400 ml = 4 gram
Air u/ CMC Na = 20 x 4 gram = 80 ml
Na Benzoat = 0,1 /100 x 400 ml = 0,4 gram
Air u/ Na Benzoat = 1 x 0,4 gram = 0,4 ml
BHT = 0,02/100 x 400 ml = 0,08 gram
Sunset Yellow = 0,05 % x 400 ml = 0,2 gram
Ess Orange = 0,1 % x 400 ml = 0,4 ml = 0,4 x 20 tetes = 8 tetes

1
Sorbitol = 2/100 X 400ml = 8 gram
Aquadest sisa = 400 ml – [80 + 11,51 +4,49 +4 +80 +0,4 +0,4 +0,08 +0,2
+0,4 +8 ]
= 210,52 ml

Penimbangan

Komposisi Formula I Formula II Formula III


Paraffin Liquidum 80 g 80 g 80 g
Span 80 2,24 g 3,36 g 4,49 g
Tween 80 5,76 g 8,64 g 11,51 g
CMC Na 4g 4g 4g
Natrium Benzoat 0,4 g 0,4 g 0,4 g
BHT 0,08 g 0,08 g 0,08 g
Sunset Yellow 0,2 g 0,2 g 0,2 g
Ess Orange 8 tetes 8 tetes 8 tetes
Sorbitol 8g 8g 8g
Aqua dest ad 218,52 ml 214,52 ml 210,52 ml

CARA PEMBUATAN
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang bahan-bahan obat dan kalibrasi botol.
3. Dikembangkan CMC Na dengan menggunakan air hangat di beaker glass sejumlah 20
X berat CMC Na, diamkan kurang lebih 24 jam untuk mengembangkan CMC Na.
4. Dilebur paraffin liquid, span 80, BHT di water bath, diaduk ad homogen/larut (fase
minyak).
5. Dilebur Tween 80 dengan sedikit air panas dalam cawan penguap di water bath pada
suhu 70° (fase air).
6. Dilarutkan Na. benzoat dan sorbitol dalam sebagian aquadest ad larut.

1
7. Dilarutkan sunset yellow dalam sebagian air ad larut dan homogen.
8. Dimasukkan fase minyak ke dalam lumpang digerus, kemudian ditambah fase air
sedikit demi sedikit sambil terus digerus (konstan) sampai terbentuk corpus emulsi.
9. Dipindahkan corpus emulsi ke dalam CMC Na yang telah dikembangkan, lalu
dihomogenkan dengan alat homogenizer.
10. Ditambahkan larutan sorbitol dan Na. benzoat, dihomogenkan.
11. Ditambahkan larutan sunset yellow, dihomogenkan.
12. Ditambahkan essence orange, dihomogenkan.
13. Dimasukkan hasil emulsi ke dalam botol yang telah dikalibrasi 60 ml dan dikemas.
14. Dilakukan evaluasi untuk sisa emulsi.
BAB V

PEMBAHASAN

1. Parafin liquid sebagai zat aktif dalam sediaan ini dibuat dalam bentuk emulsi dengan
tujuan absorbsi di dalam tubuh dapat terjadi lebih cepat dan lebih mudah karena dalam
bentuk larutan yang dapat langsung diserap oleh sistem pencernaan dan aktivitas parafin
liquid sebagai pencahar dapat bekerja dengan baik.
2. Zat pengental yang digunakan pada formula ini adalah CMC Na dimana berfungsi untuk
meningkatkan viskositas agar didapat sediaan dengan viskositas yang baik dan untuk
menstabilkan sediaan (emulsi).
3. Emulgator yang digunakan pada formula ini adalah golongan surfaktan non ionik yaitu
tween 80 dan span 80 untuk menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan
fase air, dengan memperkecil ukuran partikel yang besar dan berukuran seragam
sehingga dapat bercampur saat dilakukan pengadukan.
4. Emulsi yang baik adalah emulsi yang berwarna seperti putih susu, dan jika dikocok atau
diberi gaya dan tekanan, viskositasnya akan bertambah kecil sehingga emulsi tersebut
mudah dituang.
5. Suatu emulsi dianggap tidak stabil, jika :
 fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat
dari bulatan-bulatan,
 jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar
emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam,

1
 jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk
suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi, yang merupakan
hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam.
6. Dalam suatu sistem HLB, harga HLB juga ditetapkan untuk minyak-minyak dari zat-zat
yang seperti minyak. Dengan menggunakan dasar HLB dalam penyiapan suatu emulsi,
dapat memilih zat pengemulsi yang mempunyai harga HLB sama atau hampir sama
sebagai fase minyak dari emulsi yang di maksud. Contoh zat pengemulsi dalam
pembuatan formula ini adalah Span 80 dan Tween 80. (Ansel hal.382).
7. HLB butuh minyak adalah HLB yang dibutuhkan oleh minyak agar sediaan stabil. HLB
butuh yang digunakan pada ketiga formula ini adalah 10,7. Dengan demikian emulsi
yang didapat stabil karena menggunakan HLB butuh yang dibutuhkan yaitu minyak 10,7.

BAB VI

PENUTUP

Kesimpulan
1. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil
2. Bahan-bahan yang diperlukan ditambahkan dalam pembuatan emulsi, antara lain :
o Bahan pengemulsi sebagai emulgator
o Bahan pengemulsi sebagai surfaktan
o Pengental
o Pengawet
o Zat-zat tambahan
Pemanis, pewarna, pewangi.
3. Ketidakstabilan emulsi yang dapat terjadi, antara lain :
o Flokulasi dan Creaming
o Cracking dan Breaking
o Inversi fasa
o Demulsifikasi
4. Banyaknya span 80 dan tween 80 yang dibutuhkan untuk membuat HLB harga 11, 12
dan 13 adalah masing-masing :

1
Nomor Nilai HLB Jumlah tween 80 Jumlah Span 80
1 11 5,76 g 2,24 g
2 12 8,64 g 3,36 g
3 13 11,51 g 4,49 g

Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. DITJEN POM., (1979), “Farmakope Indonesia” Edisi III, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta
2. Lachman, Leon, (1994), “Teori dan Praktek Farmasi Industri”, UI-Press, Jakarta
3. Martin, Alfred, (1994), “Farmasi Fisik”, UI-Press, Jakarta
4. Tim Penyusun, (2003), “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”, Laboratorium
Farmaseutika,  Jurusan Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar

Anda mungkin juga menyukai