Anda di halaman 1dari 14

EMULSI A.

Pengertian Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit dua fase cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesantetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan dengan emulgator/surfaktan yang cocok. Emulsi berasal dari kata emulgeo yang ertinya menyerupai milk, warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein yang terdapat dalam bij tersebut.Pada pertengahana abad XVIII, ahli farmasi perancis memperkenalkan pembuatan emulsi dari oleum olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan gom arab, tragacanth dan kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan. B. Komponen Emulsi Komponen dari Emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu : Komponen Dasar Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi, biasanya terdiri dari : 1. Fase dispers / fase internal / fase diskontinyu yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain. 2. Fase kontinyu / fase eksternal / fase luar yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut. 3. Emulgator adalah bagian Berupa zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi. Komponen Tambahan Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis,odoris, colouris, preservatif (pengawet), antoksidant. Preservatif yang digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat, dll. Antioksidant yang digunakan antara lain asam askorbat, L.tocoperol, asam sitrat, propil gallat dan asam gallat.

C. Tipe Emulsi Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu : 1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air) adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air fase eksternal. 2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minak) adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal sedangkan fase minyak sebagai fase eksternal. D. Tujuan Pemakaian Emulsi Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tujuan pemakaian emulsi adalah : 1. Dipergunakan sebagai obat dalam / peroal. Umumnya emulsi tipe O/W. 2. Dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O tergantung banyak faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi yang dikehendaki. E. Teori Terjadinya Emulsi Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teoi tersebut ialah : 1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension) Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan daya adhesi.Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas. Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik tetentu antara lain sabun.

Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur. 2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge) Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :

Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada air. Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak.

3. Teori Interparsial Film Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers.Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah :

Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera.

4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda) Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan bermuatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan menggandakan penggabungan menjadi satu molekul besar. Karena susunan listrik yang menyelubungisesama partikel akan tolak menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara dibawah ini.

Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel. Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.

F. Bahan Pengemulsi (Emulgator)

Emulgator alam

Yaitu Emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan :

1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan Bahan-bahan karbohidrat , bahan-bahan alami seperti akasia (gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan-bahan ini membentuk koloid hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya menghasilkan emulsi m/a. a. Gom arab Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum. Kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu : - Kerja gom sebagai koloid pelindung - Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan cukup kecil sedangkan masa mudah dituang (tiksotropi). - Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat. - Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri. - Minyak lemak : PGA kali berat minyak. - Minyak lemak + minyak atsiri + Zat padat larut dalam minyak lemak. - Bahan obat cair BJ tinggi seperti cloroform dan bromoform. - Balsam-balsam. - Oleum lecoris aseli b. Tragacanth c. Agar-agar d. Chondrus e. Emulgator lain Pektin, metil selulosa, CMC 1-2 %. 2. Emulgator alam dari hewan Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur, kasein, dan adeps lanae. Bahan-bahan ini menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian gelatin sebagai suatu zat pengemulsi adalah sediaan menjadi terlalu cair dan menjadi lebih cair pada pendiaman.

3. Emulgator alam dari tanah mineral Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat koloid termasuk bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida. Umumnya membentuk emulsi tipe m/a bila bahan padat ditambahkan ke fase air jika jumlah volume air lebih besar dari minyak. Jika serbuk bahan padat ditambahkan dalam inyak dan volume fase minyak lebih banyak dari air, suatu zat seperti bentonit sanggup membentuk suatu emulsi a/m. Selain itu juga terdapat Veegum / Magnesium Aluminium Silikat

Emulgator buatan

1. Sabun 2. Tween 20; 40; 60; 80 3. Span 20; 40; 80 G. Cara Pembuatan Emulsi Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi yaitu : 1.Metode gom kering disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuat dengan jumlah komposisi minyak dengan jumlah volume air dan jumlah emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian emulgator. Pertama-tama gom didispersikan kedalam minyak, lalu ditambahkan air sekaligus dan diaduk /digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk korpus emulsi. 2.Metode gom basah disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk penyiapan emulsi dengan musilago atau melarutkan gum sebagai emulgator, dan menggunakan perbandingan 4;2;1 sama seperti metode gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang digunakan harus dilarutkan/didispersikan terlebuh dahulu kedalam air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk, dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan cepat. 3.Metode botol disebut pula metode Forbes. Metode inii digunakan untuk emulsi dari bahanbahan menguap dan minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah. Metode ini merrupakan variasi dari metode gom kering atau metode gom basah. Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan kuat dan kemudian diencerkan dengan fase luar. Dalam botol kering, emulgator yang digunakan dari jumlah minyak. Ditambahkan dua bagian air lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang sama banyak dengan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus dikocok, setelah emulsi utama terbentuk, dapat diencerkan dengan air sampai volume yang tepat. 4.Metode Penyabunan In Situ

a. Sabun Kalsium Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air jeruk,yang dibuat dengan sederhana yaitu mencampurkan minyak dan air dalam jumlah yang sama dan dikocok kuat-kuat. Bahan pengemulsi, terutama kalsium oleat, dibentuk secara in situ disiapkan dari minyak sayur alami yang mengandung asam lemak bebas. b. Sabun Lunak Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam fase minyak. Jika perlu, maka bahan dapat dilelehkan, komponen tersebut dapat dipisahkan dalam dua gelas beker dan dipanaskan hingga meleleh, jika kedua fase telah mencapai temperature yang sama, maka fase eksternal ditambahkan kedalam fase internal dengan pengadukan. c. Pengemulsi Sintetik Beberapa pustaka memasukkannya dalam kategori metode tambahan. Secara umum, metode ini sama dengan metode penyabunan in situ dengan menggunakan sabun lunak dengan perbedaan bahwa bahan pengemulsi ditambahkan pada fase dimana ia dapat lebih melarut. Dengan perbandingan untuk emulsifier 2-5%. Emulsifikasi tidak terjadi secepat metode penyabunan. Beberapa tipe peralatan mekanik biasanya dibutuhkan, seperti hand homogenizer . Alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi, untuk pembuatan emulsi yang baik. 1. 2. 3. 4. 5. Mortar dan stamper Botol Mixer, blender Homogenizer Colloid mill

H. Cara Membedakan Tipe Emulsi

Test Pengenceran Tetesan

Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur dengan yang menjadi fase luarnya. Misalnya suatu emulsi tipe m/a, maka emulsi ini akan mudah diencerkan dengan penabahan air. Begitu pula sebaliknya dengan tipe a/m.

Test Kelarutan Pewarna

Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse pewarna dalam emulsi , jika pewarna larut dalam fase luar dari emulsi. Misalnya amaranth, adalah pewarna yang larut air, maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe m/a. Sudan III, adalah pewarna yang larut minyak, maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe a/m.

Test Creaming (Arah Pembentukan Krim)

Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan terdispersi berdasarkan densitas dari fase internal dan fase eksternal. Jika densitas relative dari kedua fase diketahui, pembentukan arah krim dari fase dispers dapat menunjukkan tipe emulsi yang ada. Pada sebagian besar system farmasetik, densitas fase minyak atau lemak kurang dibandingkan fase air; sehingga, jika terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, jika emulsi krim terjadi pada bagian bawah, maka emulsi tersebut merupakan tipe a/m.

Test Konduktivitas Elektrik

Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan berair mampu menghantarkan listrik, dan minyak tidak dapat menghantarkan listrik. Jika suatu elektroda diletakkan pada suatu system emulsi, konduktivitas elektrik tampak, maka emulsi tersebut tipe m/a, dan begitu pula sebaliknya pada emulsi tipe a/m.

Test Fluorosensi

Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar sinar ultra violet. Jika setetes emulsi di uji dibawah paparan sinar ultra violet dan diamati dibawah mikroskop menunjukkan seluruh daerah berfluorosensi maka tipe emulsi itu adalah a/m, jika emulsi tipe m/a, maka fluorosensi hanya berupa noda. I. Kestabilan Emulsi Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini : 1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali. 2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena:

Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan PH, penambahan CaO / CaCL2 Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan dan pengadukan. Inversi yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi W/O menjadi O/W atau sebaliknya dan sifatnya irreversible.

Viskositas emulsi dipengaruhi oleh perubahan komposisi : 1.Adanya hubungan linear antara viskositas emulsi dan viskositas fase kontinu. 2.Makin besar volume fase dalam, makin besar pula viskositas nyatanya.

3. Untuk mengatur viskositas emulsi, tiga factor interaksi yang harus dipertimbangkan oleh pembuat formula, yaitu :

Viskositas emulsi m/a dan a/m dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran partikel fase terdispersi , Kestabilan emulsi ditingkatkan denganpengurangan ukuran partikel, dan o Flokulasi atau penggumpalan, yang cenderung membentuk fase dalam yang dapat meningkatkan efek penstabil, walaupun ia meningkatkan viskositas.

4. Biasanya viskositas emulsi meningkat dengan meningkatnya umur sediaan tersebut. JENIS UJI EMULSI

VISKOSITAS

viskositas merupakan suatu sifat yang berhubungan rat dengan hambatan untuk mengalir. viskositas berguna untuk menentukan stabilitas fisik emulsi. alat yang digunakan untuk mngukur viskositas adalah viscometer.

BOBOT JENIS

bobot jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. semakin tinggi massa jenis satuan benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. SYARAT EMULSI : 1. terdapat zat yang tidak saling melarut. 2. terjadi proses pengadukan(agitosi) 3. terdapat emulgator keuntungan dan kerugian : keuntungan : 1. dapat membentuk sediaan yang saling tidak tercampur menjadi bersatu membentuk sediaan yang homogen dan stabil. 2. bagi orang yang susah menelan tablet dapat menggunakan sediaan emulsi sebagai altrnatif. 3. dapat menutupi rasa tidak enak obat dalam bentuk cair. 4. meningkatkan penerimaan oleh pasien. kerugian : 1. sediaan emulsi kurang praktis daripada sediaan tablet. 2. sediaan emulsi mempunyai stabilitas yang rendah daripada sediaan tablet, karena cairan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. 3. takaran dosis sediaan emulsi kurang teliti

SUSPENSI A. Pengertian Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu : 1. Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan untuk penggunaan oral. 2. Suspensi Topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit. 3. Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata. 4. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar. 5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal. 6. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai. B. Stabilitas Suspensi Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah : 1.Ukuran Partikel Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya. 2.Kekentalan / Viskositas Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum STOKES

Ket : V = Kecepatan Aliran d = Diameter Dari Partikel p = Berat Jenis Dari Partikel p0 = Berat Jenis Cairan g = Gravitasi = Viskositas Cairan 3.Jumlah Partikel / Konsentrasi Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat. 4.Sifat / Muatan Partikel Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid). Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu : 1. Bahan pensuspensi dari alam. Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom / hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, PH, dan proses fermentasi bakteri.

a. Termasuk golongan gom : Contonya : Acasia ( Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth , Algin b. Golongan bukan gom : Contohnya : Bentonit, Hectorit dan Veegum. 2. Bahan pensuspensi sintesis a. Derivat Selulosa b.Golongan organk polimer C. Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi 1. Metode pembuatan suspensi : Suspensi dapat dibuat dengan cara :

Metode Dispersi Metode Precipitasi

2. Sistem pembentukan suspensi :


Sistem flokulasi Sistem deflokulasi

Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah : a. Deflokulasi

Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain. o Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing patikel mengendap terpisah dan ukuran partikel adalah minimal. Sediaan terbentuk lambat. o Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi.

b.Flokulasi

Partikel merupakan agregat yang basa Sedimentasi terjadi begitu cepat o Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula.

D.Formulasi suspensi Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :

Pada penggunaan Structured Vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi Structured Vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-lain. Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah disuspensikan kembali.

Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah : 1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium. 2. Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan atau polimer. 3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir. 4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka ditambah Structured Vehicle. 5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam Structured Vehicle. E.Penilaian Stabilitas Suspensi 1. Volume sedimentasi Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap. 2. Derajat flokulasi Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc). 3..Metode reologi Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu menemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuk tujuan perbandingan. 4.Perubahan ukuran partikel Digunakan cara Freeze-thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titik beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat kristal. JENIS - JENIS SUSPENSI 1. 2. 3. 4. 5. suspensi oral yaitu ditujukan untuk penggunaan oral. suspensi topikal yaitu ditujukan pada kulit. suspensi tetes telinga yaitu ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar. suspensi optalmik yaitu ditujukan untuk penggunaan pada mata. suspensi untuk injeksi yaitu sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal. 6. suspensi untuk injeksi kontinyu yaitu sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN KEUNTUNGAN : 1. 2. 3. 4. 5. baik digunakan untuk pasien yang sukar menelan tablet/kapsul, terutama anak-anak. homogenitas tinggi. lebih mudah diabsorbsi daripada tablet/kapsul. dapat menutupi rasa tidak enak/pahit obat. mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.

KERUGIAN : 1. 2. 3. 4. 5. kestabilan rendah. jika membentuk "cacking" akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun. alirannya menyebab sediaan larutan kan sukar dituang. ketetapan dosis lebih rendah daripada bentuk. pada penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi terutama terjadi flukulasi/perubahan temperatur. 6. sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan. SYARAT-SYARAT 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. ukuran partikelnya memenuhi suspensi dan seragam, suspensi oral= 1um - 100um mempunyai kekentalan. tidak cepat mengendap. mudah terdispersi lagi jika terjadi endapan, dengan pengocokan ringan. tidak terjadi endapan yang membatu. jika mengandung gula, tidak terdapat endapan gula/kerak dimulut botol. mempunyai sifat alir yang cocok. stabil secara kimia, fisika dan mikrobiologis. harus mempunyai kehalusan yang baik untuk injeksi. JENIS UJI SUSPENSI:

EVALUASI BIOLOGI

1. uji potensi 2. uji efektifitas pengawet 3. uji batas mikroba

EVALUASI KIMIA keseragaman sediaan penetapan kadar identifikasi penetapan

1. 2. 3. 4.

REFERENSI Soetopo. Seno, dkk. 2001. Teori Ilmu Resep. Jakarta 2. Anief. Moh. 2000. Farmasetika. Gajah Mada University Press : Yogyakarta 3. Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. UI Press : Jakarta 4. Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen kesehatan RI: Jakarta 5. Dirjen POM, (1995), Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen kesehatan RI: Jakarta 6. Gennaro, Alfonso R., (2000), Remington: The Science and Practice of Pharmacy 20th edition, Philadelphia College of Pharmacy and Science: Philadelphia 7. Jenkins, Glenn L., (1957), Scovilles the Art of Compounding Nineth edition, The McGraw-Hill Book Company, Inc: USA

Anda mungkin juga menyukai