Anda di halaman 1dari 3

NAMA : REFI IRPHAN MAULANA

ASAL SEKOLAH : SMPN 1 CIJULANG

TUGAS : TIGA MACAM KORUPSI

KORUPSI JIWASRAYA

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembangkan kasus dugaan korupsi pengelolaan


keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kejagung
memeriksa lima saksi pengusaha yang didalami terkait proses jual-beli
saham Jiwasraya.

"Tim jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung
RI kembali melakukan pemeriksaan lima orang saksi yang terkait dengan perkara
tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT
Asuransi Jiwasraya (Persero)," kata Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono, Kamis
(2/7/2020).

Baca juga:Jampidsus Ungkap Pemeriksaan Grup Bakrie di Kasus Jiwasraya, Ada


Saham Rp 1,7 T
Adapun saksi yang diperiksa adalah Tenno Tinodo selaku Direktur PT Ciptadana Asset
Management, Rianty Komarudin selaku Dirut PT Ciptadana Asset Management,
Catherine selaku nominee, David Agus selaku Direktur PT Trimegah Securitas
Indonesia, serta Syafriandi Armand Saleh sebagai Direktur PT Trimegah Securitas
Indonesia.

"Kelima saksi diperlukan untuk mengetahui tentang bagaimana proses jual-beli saham
dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya
(Persero) melalui nama saksi dan/atau perusahaan sekuritas para saksi guna
membuktikan kesalahan para tersangka," ujarnya.

Baca juga:Kejaksaan Agung Sita Aset Rp 18,4 T di Skandal


Jiwasraya
Diketahui, dalam kasus Jiwasraya, Kejagung telah menetapkan enam tersangka, yaitu
Benny Tjokro, Komisaris PT Hanson International Tbk; Heru Hidayat, Presiden
Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram); Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama
PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT
Asuransi Jiwasraya (Persero); Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan
Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); serta terakhir Direktur PT Maxima Integra
bernama Joko Hartono Tirto.
Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan seorang tersangka baru serta 13 korporasi
sebagai tersangka dalam rangkaian kasus Jiwasraya. Tersangka anyar itu disebut
merupakan pejabat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berinisial FH, pada saat itu yang
bersangkutan menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal II a
periode Januari 2014-2017.

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-5077892/usut-kasus-korupsi-jiwasraya-kejagung-periksa-5-
pengusaha.

KASUS KORUPSI E-KTP

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota DPR Markus Nari divonis enam tahun penjara serta
denda sebesar Rp 300.000.000 subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim pada
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (11/11/2019). Hakim menilai Markus menerima
suap sebesar 400.000 Dollar AS dalam pusaran kasus proyek pengadaan KTP elektronik.
"Menyatakan terdakwa Markus Nari telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersama melakukan
tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata Hakim Ketua Frangki Tambuwun.
Baca juga: Pleidoi Markus Nari: Saya Mohon Hakim Tak Ragu Bebaskan Saya Vonis ini lebih
rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu sembilan tahun penjara serta
denda Rp 500.000.000 subsider enam bulan kurungan penjara. Dalam pertimbangan hakim, hal
yang memberatkan hukuman Markus adalah perbuatan Markus yang tidak mendukung program
pemerintah dalam memberantas korupsi. Sedangkan, hal yang meringankan adalah perbuatan
Markus yang dinilai sopan selama persidangan serta belum pernah dihukum sebelumnya. Baca
juga: Markus Nari Kaget Dituntut 9 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP Dalam putusannya itu,
hakim memerintahkan Markus mengembalikan uang 400.000 Dollar AS sebagai uang pengganti
ketugian negara. Selain itu, Markus juga dinilai telah merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan
merintangi pemeriksaan terhadap saksi Miryam S Haryani. Atas vonis tersebut, baik Markus
maupun jaksa KPK mengaku masih akan pikir-pikir antara menerima vonis atau mengambil langkah
banding. Baca juga: Markus Nari Dituntut Bayar Uang Pengganti 900.000 Dollar AS dan Pencabutan
Hak Politik 5 Tahun Dalam hal perbuatan korupsi, Markus dianggap melanggar Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP. Sedangkan, dalam hal perbuatan merintangi penyidikan, Markus dinilai melanggar Pasal 21
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2019/11/11/16403001/kasus-e-ktp-mantan-anggota-dpr-
markus-nari-divonis-6-tahun-penjara

KASUS KORUPSI DANA HAJI

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun penjara
terhadap terdakwa kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun 2011-2013
serta penyalahgunaan Dana Operasional Menteri (DOM) Suryadharma Ali. Selain hukuman
badan, mantan Menteri Agama ini juga dikenakan hukuman denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan
kurungan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Suryadharma Ali terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis
Hakim Aswijon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/1/2016).

Hakim menilai, pelanggaran yang dilakukan mantan Ketua Umum PPP ini di antaranya
penunjukan Petugas Penyelenggara lbadah Haji (PPIH), penggunaan sisa kuota haji
nasional, proses pendaftaran haji, penyediaan perumahan haji, pengelolaan Biaya
Penyelenggaraan lbadah Haji (BPlH) dan pengelolaan DOM tahun 2011-2013.

Dari perbuatannya tersebut, Suryadharma terbukti mendapat keuntungan mencapai Rp


1.821.698.840. Hal inilah yang membuat hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa
membayar uang pengganti sebesar nilai keuntungannya tadi.

"Jika dia tidak dapat membayarnya, maka harta bendanya akan disita senilai dengan yang
dibebankan. Apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka diganti pidana
kurungan selama 2 tahun," kata hakim.

Vonis Lebih Ringan

Vonis Suryadharma Ali ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yang menginginkan mantan
Ketua Umum PPP itu divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan
kurungan.

Selain itu, jaksa juga menuntut agar pria yang akrab disapa SDA itu membayar ganti rugi
atas kerugian negara sebesar Rp 2,325 miliar. Serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun
terhitung sejak yang bersangkutan selesai menjalani masa hukuman.

Anda mungkin juga menyukai