Anda di halaman 1dari 5

Kasus Suap, Eks Ketua Pengadilan Tinggi

Manado Divonis 6 Tahun Bui


loading...

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis terdakwa
penerima suap eks ketua Pengadilan Tinggi (PT) Manado, Sulawesi Utara, Sudiwardono dengan
pidana penjara selama 6 tahun. 

Dalam persidangan berbeda, terdakwa pemberi suap anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai
Golkar Aditya Anugrah Moha alias Didi dihukum dengan pidana penjara selama 4 tahun.

Perkara Sudiwardono dan Didi ditangani komposisi majelis hakim yang dengan terdiri atas
Mas'ud sebagai ketua majelis dengan anggota, Hastoko, Haryono, Ugo, Muhammad Idris, dan
Muhammad Amin.

Majelis hakim menilai, Sudiwardono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut
hukum melakukan tipikor dalam delik penerimaan suap dan Didi yang bersandi 'ustad' terbukti
dalam delik pemberian suap. Uang suap yang ditransaksikan yakni sebesar SGD110.000 dari
total komitmen fee (janji) SGD120.000.
Uang suap diserahterimakan dalam dua tahap. Pertama, SGD80.000 diterima Sudiwardono dari
Didi pada 12 Agustus 2017 saat Didi mendatangi Sudiwardono di rumahnya, Perumahan Griya
Suryo Asri G9, Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Kedua, sebesar SGD30.000 diserahkan Didi ke
Sudiwardono pada 6 Oktober 2017 di Jakarta sebelum terjadi operasi tangkap tangan (OTT)
KPK.

Majelis hakim meyakini, total uang suap tersebut dua kepentingan pengurusan di tahap banding
Pengadilan Tinggi Manado atas putusan Pengadilan Tipikor Manado terhadap terdakwa Marlina
Moha Siahaan selaku Bupati Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006- 2011 dalam
perkara korupsi. Marlina adalah ibu kandung Didi.

Kepentingan pertama, untuk keringanan putusan bahkan hingga putusan bebas di tingkat banding
dari vonis 5 tahun penjara di Pengadilan Tipikor. Kepentingan kedua, agar Marlina tidak ditahan
di tahap banding.

"Mengadili, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Sudiwardono selama 6 tahun


ditambah denda Rp300 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana
kurungan selama 3 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Mas'ud saat membacakan amar putusan
atas nama Sudiwardono.

"Mengadili, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Aditya Anugrah Moha selama 4 tahun
dan pidana denda sebesar Rp150 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan
pidana kurungan selama 2 bulan," tegas Mas'ud saat membacakan amar putusan atas nama Didi.

Perbuatan Sudiwardono dan Didi terbukti sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua dalam
dakwaan masing-masing. Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim memastikan, dari uang
suap tahap pertama yang diterima Sudiwardono berdasarkan pengakuan Sudiwardono bahwa
sudah ada yang dipergunakan untuk beberapa keperluan dan kepentingan.

Pembayaran utang, keperluan rumah tangga Sudiwardono dan istri, memberikan ke anak
Sudiwardono bernama Tyas Susetyaningsih, membayar cicilan mobil dan jaminan BPKB mobil,
dan untuk akreditasi penjaminan mutu Pengadilan Tinggi Manado.

Dalam menjatuhkan amar putusan, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal memberatkan bagi
Sudiwardono dan Didi. Anggota majelis hakim Muhammad Amin menyatakan, hal-hal
meringankan bagi Sudiwardono yakni berterus terang atas perbuatanya, menyesali perbuatan
yang dilakukannya, dan belum pernah dihukum.

Pertimbangan memberatkan bagi Sudiwardono ada tiga. Pertama, tidak mendukung program
pemerintah dalam mewujudkan pemeirntahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme
(KKN). Kedua, Sudiwardono merupakan aparat penegak hukum atau hakim yang menduduki
jabatan selaku ketua Pengadilan Tinggi seharusnya menjadi contoh yang baik bari para hakim
dan aparat penegak hukum lain di wilayah kerjanya.

"Terdakwa (Sudiwardono) mencoroeng nama baik dunia peradilan di Indonesia," ujar hakim
Amin.
ertimbangan meringankan bagi Didi yakni berlaku sopan selama persidangan, mau mengakui
kesalahan dan menyesali perbuatan, dan masih memiliki tanggungan keluarga. Yang
memberatkan untuk dia ada dua. Masing-masing tidak mendukung pemerintah yang sedang
gencar memberantas korupsi dan Didi sebagai anggota DPR tidak memberikan teladan yang baik
kepada masyarakat.

Sudiwardono mengaku masih pikir-pikir atas putusan tersebut. Sedangkan Aditya Anugrah
Moha alias Didi mengaku menerima putusan. Alasannya dia mengakui kesalahan dan
perbuatannya.

Meski begitu, Didi mengklaim apa yang dilakukannya untuk menjaga harkat dan martabat ibu
kandungnya, Marlina. "Saya melakukan guna menjaga harkat dan martabat ibu saya. Maka dari
itu saya menerima segala konsekuensinya," ujar Didi.
(maf)

Peradi Kubu Fauzi Hasibuan Ajukan Banding


Putusan PN Jakpus
views: 6.160

JAKARTA - Perhimpunan Advokat Indoensia (Peradi) versi Ketua Umum Fauzie Yusuf
Hasibuan akan mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat  (PN Jakpus) yang diketuai Budhy Hertantiyo terkait keabsahan pengurus Peradi versi
Juniver Girsang.

"Oh pasti dong (banding-red). Kami kecewa melihatnya. Faktanya nyatakan kalau ada peraturan
yang tidak menemukan mengatur secara jelas suatu hal atau sama sekali tidak ada
pengaturannya, maka hakim harus carikan dasar hukum," kata Thomas Tampubolon, Sekretaris
Peradi versi Fauzie Hasibuan melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis
(12/9/2018). 

Senada dengan Thomas, Sapriyanto Refa, kuasa hukum Peradi kubu Fauzie lainnya mengatakan
akan mengajukan banding. "Gugatan ini akan terus berjalan, kecuali di antara pihak ada
menyelesaikan di luar pengadilan. Tidak akan berhenti di sini," katanya.

Meski demikian, lanjut Refa, pihaknya akan menunggu salinan putusan perkara tersebut dari PN
Jakarta Pusat untuk mempelajarinya kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta.

"Kami akan menerima dulu (salinan-red) putusannya, kemudian akan banding. Kita harus
banding, kita akan uji putusan ini sampai ke Mahkamah Agung," tandasnya.

Dia menegaskan langkah hukum akan terus ditempuh agar ada kepastian hukum mengenai
kepengurusan Peradi yang sah. Dia menilai pengurus DPN Peradi versi Munas Pekanbaru adalah
pengurus yang sah karena munas dilakukan sesuai ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga (AD/ART).

"Kami akan kaji. Yang pasti kami tidak akan mundur dalam perkara ini. Bagaimana pun juga
kami yang sah," ujar Refa.

Sebelumnya, Majelis Hakim PN Jakpus menolak provisi penggugat dan eksepsi tergugat untuk
seluruhnya. "Dalam pokok perkara, menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima,"
ujarnya.

Majelis menyatakan PN Jakpus tidak berwenang mengadili perkara dualisme kepengurusan yang
seharusnya diputuskan terlebih di Mahkamah Advokat mengingat sesuai keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK) bahwa organisasi advokat adalah wadah independen.

Secara tidak langsung, majelis memerintahkan Peradi untuk membentuk Mahkamah Avdokat
atau organ dengan nama lain yang berwenang mengadili perselisihan internal organisasi seperti
di partai politik atau organisasi kemasyarakatan.

Kepala Humas Peradi, Zul Armain Aziz menilai putusan majelis Hakim sebagai
menyatakan status quo. Saat ini di lapangan, Peradi pimpinan Fauzie Yusuf Hasibuan adalah
satu-satunya Peradi yang memiliki anggota aktif lebih dari 50.000 advokat dan memiliki puluhan
DPC serta PBH yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Secara de facto, pihak kami lah yang terkuat kedudukannya. Pihak lain tidak bisa klaim hal itu.
Cuma kami yang memiliki kekuatan terbesar itu, dan oleh masyarakat, para advokat, instansi
negara bahkan dunia international telah jelas mengakui kami sebagai satu-satunya organisasi
advokat yang terbesar, tersolid dan terpercaya," tuturnya.
(dam)

Anda mungkin juga menyukai